Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

FANTASY - TAMAT Nyi Kinarah

Renggani mana renggani?
Sama titisan arjuna kemarin sapa namanya ya?
 
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
SAKTI, SAKIT

Jam dua pagi. Renggani mengerang. Orgasme terus menerus melanda tubuhnya, membuat seluruh ototnya kejang-kejang. Lemas, tapi tidak bisa dihentikan, kontol panjang keras tapi berkulit lembut halus itu, terus menerus mengaduk-aduk memeknya. Dan wangi memabukkan yang membuat dirinya terus naik ke puncak birahi, lagi dan lagi. Tubuh telanjangnya berkeringat, dadanya membusung bulat dengan puting-puting yang keras. Pahanya terenggang lebar, terikat di besi penahan berlapis busa. Kedua tangan terentang kiri kanan, diikat oleh gelang-gelang baja berlapis kulit.

Untuk sesaat, kontol buatan yang bergerak dengan mesin itu berhenti. "Ahai, cantik banget cewek ini Man!" kata seseorang lelaki dengan gembira. Udara dipenuhi wangi yang menaikkan birahi, terdengar suara sret sret jatuhnya celana-celana. Beberapa orang lelaki sudah siap dengan kontol mereka, mengacung keras, ingin dihujamkan masuk ke memek perempuan yang sangat putih, seksi, cantik, telanjang, dan terantai kaki dan tangan. Perempuan yang memeknya basah berlendir karena terus menerus orgasme.

Tak tahan, tak sabar, seorang lelaki menindih Renggani yang terlentang, terus mengarahkan kontolnya ke bibir memek yang merekah lebar itu. Masuk. "Arrrgghhh.... Enak bener Man!"

Saat itu juga, Renggani merasakan ada kontol betulan, kontol laki-laki, yang menerobos memeknya. Jiwa yang segera dipegang, dan tidak dilepaskannya lagi. Lelaki itu menggenjot masuk. Memek Renggani memeras batang kerasnya, dengan kempotan yang membuat lelaki itu tidak tahan lagi. Ia langsung ejakulasi, dan bersama mengalirnya mani, mengalir pulalah jiwanya terhisap masuk semua, tuntas. Tak tersisa. Lelaki itu mengerang, teman-temannya tertawa.

Sejurus kemudian, dengan lunglai lelaki itu menggelosor turun, digantikan temannya. Kontol lain memasuki memek Renggani, dan mengalami nasib yang sama. Dua. Tiga. Empat. Lima.

Renggani mendapatkan sedikit kesadarannya, merasakan kekuatan baru memasuki tubuhnya, setelah entah berapa lama ia dibuat dalam keadaan puncak birahi terus menerus. Renggani berusaha menggerakkan tangan, tapi tidak kuasa melawan ikatan baja di kaki dan tangan. Ia hanya bisa memandang tubuh-tubuh yang menggeletak lemas di lantai. Benci memenuhi hatinya, lelaki sialan yang beraninya memperkosa perempuan yang terikat telanjang!

"Kalian mati saja!" serunya keras, sampai Renggani sendiri kaget pada suaranya. Segera setelah mendapat 'perintah' itu, kelima orang lelaki sialan terus berkelojotan, dan mati dengan mata terbelalak. Renggani menatap langit-langit ruangan yang gelap itu, menjerit dalam hatinya, menjerit karena ketidakberdayaan dan putus asanya.

Ki Plerong memperhatikan itu semua dari balik kaca satu arah sambil tersenyum puas. Renggani harus diberi 'makan' lelaki supaya terus bisa menghasilkan cairan kuasa sukma dari memeknya -- cairan sakti yang memberi kekuatan dan awet muda luar biasa.

oo00OO00oo​

Danan terbangun dari tidurnya dengan terkejut. Teriakan gadis itu terdengar keras di telinganya, sampai mendengung. Ia terus bangun, lalu bersila di lantai, bersemedi. Memusatkan pancainderanya, samar-samar Danan merasa seperti bisa melihat ada sinar di sebelah barat daya. Ia terus bangkit dan melihat keluar lewat jendela yang dipentangkannya. Di sana, di balik pohon-pohon dan gedung-gedung yang gelap di jam dua pagi, sebuah pilar berwarna oranye naik ke angkasa.

Danan tahu, ia harus pergi ke sana, sekarang juga. Dengan cepat Danan mengenakan pakaian silatnya yang menutup hingga ke kepala, lalu meloncat keluar dari jendela menuju pohon di depannya. Ia tidak mau mengundang perhatian, keluar dari pintu depan. Pohon itu hanya menjadi pijakan loncatan, dan dengan ringan bagaikan burung, Danan terus melompat ke pagar, terus ke jalan. Tubuhnya melesat dengan cepat ke arah barat daya.

oo00OO00oo​

Ridwan menatap jam tangannya. Sudah jam dua pagi. Ia menatap Dedi yang meringkuk kedinginan di sebelahnya.

"Sialan, si pekok mucikari itu nggak keluar-keluar. Udah jam dua nih."

"Habis gimana? Di dalam sana kan banyak tukang pukulnya."

"Si pekok itu yang jadi mucikarinya Ratih 'kan? Mestinya dia tahu di mana Emma."

"Wan, gimana nasib Emma ya?"

"Makanya Ded, gimana kita bisa cuman nunggu aja di sini si pekok itu keluar. Kita masuk ke dalam lah."

"Kalau nanti tukang pukulnya datang, gimana?"

"Ya... Hajar sajalah. Gimana nanti. Gua udah gak sabar lagi."

Ridwan terus melangkah keluar dari kegelapan gang, terus menyeberang jalan, menghampiri pintu masuk gedung tempat pelacuran itu. Seorang penjaga terkantuk-kantuk duduk di pinggir pintu, terkejut melihat kedatangan kedua pemuda. Tapi ia tidak bisa bereaksi, karena tendangan keras Ridwan telak mengenai kepalanya, menggeser rahangnya, dan membuatnya pingsan seketika.

Ridwan dan Dedi terus menerobos masuk, di sana ada meja bar panjang. Dua orang perempuan setengah telanjang tertidur di sofa. Sebuah ruangan di belakang nampak menyala terang di balik pintunya yang berkaca es -- itu pasti kantor pengelola tempat pelacuran ini. Ridwan dan Dedi terus melangkah masuk melalui pintu yang berat itu, tidak terkunci.

Di sana, seorang laki-laki berambut tipis hampir botak duduk mendengkur di kursi putar di belakang meja. Ia pakai baju, tapi tidak pakai celana. Kemaluannya keriput hitam terkulai, cairan mani masih menggenangi lantai di bawahnya. Entah di mana perempuan yang melayani lelaki botak ini. Pemandangan yang membuat mual Ridwan -- membayangkan bagaimana kekasihnya dipaksa melayani orang semacam ini.

Ridwan menampar keras. PLAKKKK! Sampai si pekok itu terpelanting jatuh dari kursinya. Ia bangun dengan sangat terkejut, matanya mengerjap-ngerjap karena terbangun mendadak dan rasa sakit yang amat sangat di pipinya yang memerah karena tamparan tadi.

"Ka... Kamu... Kalian mau apa?" tanyanya gagap. Rasa takut menjalar di wajahnya.

"Eh, pekok! Jawab pertanyaan gua, kalau nggak mau gua pukul lagi!" kata Ridwan. Suaranya berat dan bergetar, menahan amarah.

"Lu kenal nggak cewek gua, namanya Emma? Dia dibawa Ratih! Elu mucikarinya Ratih 'kan? Di mana Emma?"

"Emma...? Eh... Ratih gua tahu.... Tapi siapa Emma?"

"Jangan pura-pura! Ratih terlihat bawa Emma pergi! Ke mana lagi kalau nggak ke sini?"

"Eh... Tapi... Sumpah, gua nggak tahu siapa Emma. Nanti... Nanti gua tanya Ratih...."


"Ratih udah lama nggak kelihatan! Sekarang jawab gua, elu tahu ke mana si Ratih? Dia kan anak elu?"

"Iya... Ratih... Ratih ada proyek lain. Dia... Dia sekarang nggak melayani tamu, lagi bikin proyek... Proyeknya Ki Plerong..."

"Proyek apa? Jawab!"

"Gua... Eh.. Gua nggak tahu. Gua.... TOOOLOOOOONNNGGGG!!!" mendadak si pekok menjerit sekuatnya.


Tiga orang besar menghambur masuk ke ruangan kantor itu. Masing-masing mereka membawa golok di tangan, langsung menyerang ke arah Dedi dan Ridwan. Posisinya Ridwan dekat dengan si pekok, sedangkan Dedi berada di tengah ruangan, sangat terkejut dengan serangan yang tiba-tiba itu.

Refleks, Dedi terus mengibaskan kedua tangannya. Di tempat yang gelap, nampak seperti ada benang berwarna hijau kebiruan bercahaya, membentang dan melaju tanpa suara ke arah tiga orang penyerang. Benang itu ternyata lebih tajam dari pisau, lebih kuat dari besi. Apapun yang terlintas, terpotong. Tangan terpotong. Kepala terpotong. Golok terpotong. Tubuh terpotong, seperti lilin dipotong pisau panas yang tajam.

Potongan golok mendenting ketika jatuh mengenai lantai. Kepala ketiga orang itu terbelah, tapi tidak ada darah atau cairan otak keluar karena semua bagian yang terpotong itu telah hangus mengeras. Tangan mereka juga terpotong, seperti daging bakar dipotong, berbau hangus, semuanya bergedubrakan jatuh di kaki Dedi. Memandang itu semua, Dedi tidak dapat menahan diri, ia terus muntah, menyembur ke tubuh-tubuh mati di depan kakinya.

Melihat pemandangan horor itu, Ridwan dan si pekok sama-sama jadi pucat pasi. Tapi Ridwan tidak kehilangan kegalakannya, ia terus berbalik menatap si pekok dalam-dalam.

"Aduh... Ampun... Saya nggak tahu! Sumpah saya nggak tahu proyek apa! Hanya... Hanya tempatnya ya di tempat Ki Plerong. Itu di sana...." si pekok menunjuk mejanya. Sebuah catatan kecil berisi alamat dan nomor telepon.

"Katanya Ki Plerong minta cewek-cewek yang cantik dikirim ke alamat ini, beritahu dulu pakai telepon ke nomor ini."

Tanpa banyak kata, Ridwan terus memukul rahang si pekok, yang terus pingsan.

"Ah sialan, ada CCTV," keluh Ridwan. Ia menunjuk ke atas, tempat kamera CCTV terpasang dan mengabadikan semua kejadian. Dedi terus memeriksa kantor itu. "Nih, alatnya ada di sini." katanya sambil berkonsentrasi. Sekali lagi Dedi mengibaskan tangannya, dan benang hijau itu keluar, terus memotong-motong alat pengendali CCTV dan perekamnya, hingga hancur berkeping-keping. Percikan listrik terlihat di sana sini. Pastinya, tidak ada cara untuk kembali menyatukan harddisk yang sudah terpotong seperti tahu di atas sepiring kupat tahu. "Ayo pergi dari sini."

Ketika melewati si pekok, Dedi kembali mengibaskan tangannya. Benang itu dengan cepat membelah leher lelaki yang hampir botak itu. Ridwan menoleh. "Kenapa, Ded?" Dedi mengangkat bahunya. "Sori Wan, gua nggak bisa membiarkan ada saksi mata kejadian di sini." sambil terus ngeloyor pergi keluar ruangan. Ridwan bergidik. Apa yang sudah terjadi pada sahabatnya ini?

Tetapi Dedi dan Ridwan tidak tahu, ada sebuah kamera CCTV lain yang terpasang di sana, yang tidak terhubung dengan pengendali CCTV di kantor si pekok. Itu adalah kamera yang terhubung dengan internet, yang terus dipantau di kantor Ki Plerong. Orang-orang heboh menyaksikan kematian rekan-rekan mereka begitu saja, terus bergegas berkumpul untuk pergi ke tempat pelacuran demi menangkap kedua pemuda sialan itu.

Ridwan dan Dedi terus naik ke motor berboncengan, mereka meluncur menuju alamat yang dituliskan, lokasinya hampir di luar kota, di arah barat daya.


oo00OO00oo​


Jam dua lewat dua puluh, Emma terhempas lemas di ranjang. Akhirnya, sesi perekaman video selesai pagi itu. Tangan dan mulutnya luar biasa pegal, begitu juga paha dan memeknya terasa ngilu. Bagaimana tidak? Rekaman video hari itu adalah adegan Emma melayani lima orang lelaki, lalu beradu memek dengan satu orang perempuan. Sutradara menginginkan berbagai sudut pengambilan, dan pengulangan gaya. Sepanjang waktu itu Emma merasa seperti sedang menjadi penonton film bokep, yang pemerannya adalah dirinya sendiri.

Rasanya asyik dan memabukkan, menghanyutkan dirinya untuk terus berakting sebaik-baiknya, memuaskan sang sutradara. Ia tidak merasa seksi atau birahi, hanya ingin memperlihatkan tubuh telanjangnya, memperlihatkan segala kecantikannya, dan memperlihatkan bagaimana memeknya dientot dalam-dalam. Memeknya indah, warnanya merah, bukan coklat kehitaman seperti banyak gadis lain. Mungkin karena ia berdarah campuran.

Lamat-lamat, Emma merasa seperti ingat bahwa sebenarnya ia mempunyai lelaki yang biasa melakukan ini, mengentot. Ia suka ditusuk dari belakang. Tapi aneh, Emma tidak bisa mengingat wajahnya, atau namanya. Hanya, saat sedang kelelahan ini, sambil terlentang telanjang di atas ranjang yang penuh lendir -- Emma tidak peduli -- ia seperti diingatkan bahwa nama kekasihnya adalah Ridwan. Mengingat begitu, karuan saja Emma menjadi sedih, terus menangis terisak-isak seorang diri.


oo00OO00oo​


Dengan kecepatan yang tidak lumrah manusia biasa, Danan berlari di sepanjang jalan melewati gelapnya malam. Ia melihat jamnya. Jam dua lewat dua puluh lima. Ini adalah satu-satunya jalan ke arah luar kota di sisi barat daya. Seharusnya tidak ada hambatan, tidak ada yang bisa melihatnya berlari dengan kecepatan lebih dari 100 km/jam. Ini pun Danan belum sepenuhnya mengeluarkan tenaga saktinya, ia harus menghemat karena tidak tahu apa yang nanti akan terjadi di sana?

Danan berpikir keras, kondisi ini sangat aneh baginya. Seperti, seluruh keberadaannya dipanggil oleh jeritan perempuan tadi. Seluruh maksud hidupnya, seluruh yang dilihatnya, adalah menjawab panggilan tadi. Perempuan yang harus ia lindungi, suatu perasaan yang hanya muncul ketika berhadapan dengan si gadis penjaga fotocopy. Ah ya, bukankah waktu itu ia diculik? Mungkinkah semua ini berhubungan dengan gadis cantik itu?

Di tengah jalan, Danan berhenti. Di depan sana, di tengah keremangan malam di bawah cahaya satu-satunya lampu penerang jalan, dua orang pemuda berdiri beradu punggung, dikelilingi oleh beberapa orang yang menyerang. Yang satu melawan dengan tendangannya, tapi dia nampak kewalahan menghadapi empat orang. Yang satu lagi mengibas-ngibaskan tangannya, tapi mereka sepertinya bisa melihat ke mana arah kibasan tangan dan terus mengelakkan sinar hijau yang melaju. Mereka terus menyerang dan pemuda itu memutar tangan membentuk tameng sehingga tidak terkena pukulan dan sabetan golok. Tapi jelas bahwa kedua orang itu kewalahan. Sebuah sepeda motor tergeletak miring begitu saja, olinya nampak menetes keluar membasahi jalanan.

Danan mengenali kedua pemuda tadi, dari tempat fotocopy. Itu kan Ridwan dan Dedi? Ada apa mereka berdua di sini?

Menetapkan hati, Danan memutuskan untuk membantu dan turun tangan. Ia terus berlari dan menerjang ke tengah kepungan, tangan dan kakinya bergerak dengan cepat menghantam kepala. Tiga orang langsung terpelanting dan jatuh pingsan, darah mengalir dari mulut mereka.


"Sialan Bos, mereka masih punya bantuan!"

"Sini, biar kuhajar anak kecil ini."


Danan melihat asal suara yang merendahkan itu. Mengingat si orang tua dengan kedua tangan yang bergerak seperti ular. Kali ini, ia tidak akan berhenti menghadapi si orang tua. Tapi, masih ada lima orang lainnya yang harus dibereskan, jadi Danan bergerak lebih cepat memecah kepungan. Mereka itu hanya orang-orang begundal jalanan yang tahunya silat jalanan dan main keroyokan, mana bisa bertahan?

Lagipula, Ridwan dan Dedi juga bukan orang biasa yang lemah. Setelah mendapat bantuan Danan, Ridwan juga bisa menghajar dua orang yang mulai gentar melihat keadaan mereka, sampai mereka terpelanting mencium jalanan. Dedi juga bergerak lebih cerdas, ia tidak menyerang untuk mengambil nyawa, tapi kibasan tangannya dengan telak memotong beberapa kaki penyerangnya. Mereka bertumbangan dengan kaki terpotong di betis, menjerit-jerit kesakitan.

Danan sendiri terus berhadapan lagi dengan orang tua aneh itu, dan mereka mulai bersilat mengeluarkan ajian utama. Guntur tak bersuara, kilat tak bercahaya, orang tidak bisa melihat bagaimana Danan bergerak. Tidak ada cahaya, tidak ada bayangan, tidak ada suara. Sebaliknya, si orang tua berdesis-desis dan berseru "Hah!" lalu "Ciaaaatttt!" sambil mengeluarkan jurus dua ular menyerbu langit memutari bumi. Gerakan tangannya berputaran, menyerang ke atas dan ke bawah, mengeluarkan bau amis racun yang menempel di kuku-kukunya. Sedikit saja tergores, orang bisa langsung binasa!

Namun Danan menghadapinya dengan tenang, orang ini masih ada di bawah kepandaiannya. Dari tujuh tingkat yang dikuasai, ia hanya mengeluarkan jurus dari tingkat dua, guntur tak menggema cahaya kelam merangkul jiwa. Pukulannya seperti tidak berbekas, tidak terlihat, namun perlahan-lahan menyentuh berbagai bagian tubuh si orang tua itu. Sampai akhirnya, kepalan tangan Danan tepat menyentuh dadanya, dan sebuah kekuatan pukulan yang sangat besar, yang terkumpul sejak sentuhan-sentuhan kecil itu, menghajar sekaligus tepat di dada kiri, di depan jantung.

Di tengah keheningan malam, di antara tubuh-tubuh yang bergerak galau, si orang tua seperti kena tembakan. Keras, melayang jauh ke belakang, menghantam sisi trotoar. Suara bergedebuk terdengar keras, ia tidak bergerak lagi. Masih ada dua orang yang berusaha menyerang membokong Danan, tapi Dedi sudah mengibaskan tangannya dan membelah kedua orang itu tepat di punggung, membelah jantung. Tubuh kedua orang itu terbelah jadi empat bagian!

Melihat kematian pemimpin dan rekan mereka, juga kengerian karena kaki-kaki yang buntung, yang tersisa segera melarikan diri kembali ke truk yang tadi membawa mereka semua. Yang masih hidup diseret saja, karena kaki mereka sudah hilang di betisnya. Segera setelah mereka masuk ke dalam truk, terus melaju berputar arah, kembali ke markas tempat mereka berasal.

Ridwan, Dedi, dan Danan menatap truk itu pergi dengan hati kesal. Entah seperti apa kehebohan esok hari! Ridwan terus menghampiri motornya yang tergeletak di jalanan, berusaha menyalakannya. Tidak bisa. Mungkin rusak karena terjatuh tadi.


"Sialan, ini motornya rusak. Gimana nih?"

"Ya sudah, didorong saja Wan. Kita harus segera pergi dari sini." jawab Dedi.

Ketiga orang itu terus berjalan berdampingan, berusaha secepat mungkin meninggalkan tempat itu. Danan bercakap-cakap dengan keduanya tentang apa yang tadi terjadi, dari upaya Ridwan untuk menemukan kembali kekasihnya. Sepanjang jalan, Dedi wajahnya nampak gelap. Untuk pertama kalinya dalam hidup, hari ini ia mencabut nyawa orang. Beberapa. Dan itu, rasanya sama sekali tidak enak. Memualkan mengingat diri sendiri sudah menjadi pembunuh.

Tapi malam belum berakhir. Di depan, entah apa yang mereka bertiga harus hadapi. Mungkin, masih ada beberapa akan mati. Mungkin, dirinya sendiri juga akan mati. Apa lagi hukuman yang pantas bagi seorang pembunuh?
 
Woww akhirnya muncul lagi renggani tambah sakti aja tuh. Wah kasihan Ridwan jadi pembunuh gara2 Ratih jebak Emma.
Makasih hu udah update
 
sesakti apa yaa kira-kira Ki Plerong setelah mabok 'squirt' dari Renggani..
orang tua :mabok: yang dihadapi Danan itu siapa yaa...

nunggu:sendirian: lagi dechh​
 
to fast...
hu, kalo bisa tambahin efek2nya,
misal : wuzz ketika tenaga dlm dikeluarkan.
crash, ketika anggota tubuh terpotong
buk, ketika adu fisik.
pasti lebh ajib nih.
 
Hmmm...
Seru
Mantab..
Penasaran Danan vs Renggani..

Nyimak.lagi
 
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
lanjut hu..penasaran gimana kena batunya ntar si Ki Plerong
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd