Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.
Status
Please reply by conversation.
Cerita baru dan menarik... Tetap semangat dan berkarya om... Semoga sukses juga RL nya om...
 
Tanggung amat hu ss
Di tunggu kelanjutannya
BTW makasih atas updatenya
 
Dipagi menjelang siang ini serasa indah dengan adanya update-an dari Om @AdrianErcia,

Terima kasih Om Adrian sudah melanjutkan ceritanya.
Tetap semangat Om dalam Bekerja dan Berkarya,
Sukses selalu RLnya dan selalu Sehat. :top:
 
Kentang deh .... Update nya. Seru sih pak gurunya dapat perawan dengan sesama guru. Tar pak guru dapat memek murid nya ngak ya .... ditunggu update nya. Thank yes
 
Kentang deh .... Update nya. Seru sih pak gurunya dapat perawan dengan sesama guru. Tar pak guru dapat memek murid nya ngak ya .... ditunggu update nya. Thank yes
 
Episode 4. Keraguan [Flashback]

Luvita hanya bisa menunduk, malam itu kedua orang tuanya lagi-lagi mengajaknya duduk bersama mendiskusikan tentang masa depannya. Tema yang sama, premis yang sama bahkan kesimpulan yang sama. Tentang perjodohannya dengan Putra pak Rudi, sahabat papanya.

“Papa harap kamu bisa mengabulkan keinginan papa, selama ini papa tak pernah mamaksa kamu. Papa selalu memberikanmu kebebasan tapi untuk kali ini papa berharap kamu mendengar usulan dari papa,” Luvita tak bisa menjawab ucapan Papanya. Ia berharap papanya bisa meninggikan suara agar Luvita punya alasan untuk berontak namun cara papanya yang memaksanya secara lembut tak mungkin bisa ia lawan.

“Ma?” Papa Luvita memberikan sinyal agar Mama Luvita ikut mendukung usulannya.

“Mama tahu ini berat sayang tapi menurut Mama tak ada salahnya berkenalan dulu. Ia pemuda baik dan matang. Ia juga sudah punya pekerjaan tetap,” sambut Mama Luvita.

“Lalu bagimana dengan Adimas?” tanya Luvita ragu. Papa dan Mama Luvita saling memandang sejenak lalu kembali menatap Putrinya yang tampak belum menerima perjodohan itu.

“Papa bukan berarti menolak Adimas, dia anak yang baik tapi Papa ingin kamu mencoba berkenalan dengan anak Pak Rudi dulu,” jawab Papa Luvita.

“Adimas pasti akan mengerti,” balas Mamanya.

“Besok malam, Pak Rudi dan keluarga mau datang ke rumah. Kalau bisa besok malam kamu tetap di rumah ya,” kata Papa Luvita lembut.

Luvita bahkan tak bisa menjawab ucapan kedua orang tuanya lagi. Ia tak pernah berada dalam situasi seperti ini. Selama ini kedua orang tuanya tak pernah memaksakan kehendaknya bahkan di saat Luvita gagal dengan pilihannya kedua orang tuanyalah yang pertama menyemangati. Kini, apakah ia akan menolak keinginan orang tuanya. Berat.

Memberikan kehormatannya kepada Adimas adalah bentuk penolakan dirinya tentang perjodohan itu namun kini ia mulai ragu apakah keputusan itu adalah keputusan yang tepat.

***​

Di sebuah rumah makan sederhana Luvita dan Adimas bertemu sepulang kerja. Beginilah rutinitas mereka setiap hari. Menghabiskan waktu sambil mengisi perut setelah capek mengajar seharian.

“Ngelamun terus,” kata Adimas. Sedari tadi Luvita lebih banyak terdiam dan sama sekali tak meyentuh makanan yang ada di depannya.

“Kamu menyesali kejadian minggu lalu?” Adimas mulai khawatir tentang kejadian di rumah Luvita.

“Enggak sayang, aku hanya ngelamun kosong aja kok,” jawab Luvita.

“Kamu sakit?” tanya Adimas. Luvita menggeleng. Luvita menyentuh makanannya untuk mencoba mengurangi kekhawatiran Adimas namun Adimas tetap saja menatap Luvita dengan tatapan heran dan khawatir.

“Ini apa?” Tunjuk Luvita ke arah kantong plastik bertuliskan toko buku terkenal. Ia mencoba mengalihkan arah pembicaraan.

“Buku kumpulan soal, tahun depan ada tes CPNS, aku harus belajar dari sekarang.” Jawab Adimas. Buku setebal bantal itu akan menjadi teman tidurnya berapa bulan kedepan.

“Berat ya ngajar di SMK?” tanya Luvita. Luvita semakin mengkhawatirkan masa depan Adimas, apalagi sekarang Adimas memutuskan untuk tinggal sendiri dan tak lagi berada di rumah paman dan bibinya. Adimas sudah berusaha semaksimal mungkin namun ia masih susah untuk survive dan mendapat pekerjaan di tempat yang layak.

“Lumayan, walau gajinya juga gak seberapa, maklum honorer” jawab Adimas.

“Kamu gak mau ngajar privat seperti dulu lagi,” tanya Adimas.

“Ada rencana sih tapi masih mikir mikir dulu, kalau privat kerumah-rumah agak susah,” kata Adimas. Motor yang biasa ia pakai adalah motor pamannya. Setelah ia pindah ia berjanji akan hidup mandiri tanpa mengandalkan fasilitas dari pamannya lagi.

“Aku kadang malu, kamu jauh lebih kompeten dari aku tapi...” Luvita tak bisa melanjutkan ucapannya.

“Kompetensi itu masalah pengalaman aja sayang, kamu juga guru yang hebat kok,” jawab Adimas.

“Semua berkat link Papa, aku gak mungkin bisa mengajar di sekolah swasta yang elit tanpa campur tangan keluargaku,”aku Luvita.

“Tapi buktinya kamu bisa menyesuaikan itu tandanya kamu juga berkompeten,” jawab Adimas. Luvita akhirnya bisa sedikit tersenyum. Selama ini, Adimaslah yang banyak mengubahnya. Dari cewek pemalu sampai menjadi cewek berani. Cewek yang manja menjadi lebih mandiri walau tetap saja ia masih mengandalakan Adimas. Namun ia banyak berubah kerena Adimas.

“Kita jadi nonton?” tanya Adimas setelah beberapa saat mereka hanya diam menyantap makanan mereka.

“Sepertinyanya aku gak bisa sayang.” Jawab Luvita. Malam ini, kelurga Pak Rudi akan berkunjung. Luvita merasa berdosa merahasiakan hal ini kepada Adimas. Apakah ini termasuk selingkuh, fikir Luvita.

“oke gak apa apa, ada urusan mendadak kah?” tanya Adimas polos.

“Ya sayang,” jawab Luvita bohong.

***​

Pak Rudi datang dengan istri dan anaknya. Pak Rudi membawa bingkisan dan sebuah hadiah kepada papa Luvita. Tak banyak basa basi Pak Rudi langsung mengawali obrolan mereka. Tak ada kecangungan sama sekali. Papa Luvita tampak akrab dan nyaman bicara dengan Pak Rudi. Tentu mereka akan sangat serasi bila nanti akan menjadi besan. Luvita dan Mamanya masih berada di dapur, mereka masih menyiapkan minuman dan makanan ringan untuk tamu mereka. Luvita agak penasaran dengan anak dari Pak Rudi, ia mencoba mengintip dan mendapati seorang pemuda tinggi berdandan rapi dan punya wajah yang menawan. Luvita berfikir pemuda ini mungkin seperti Adimas di masa depan.

“Gak kalah kan dari Adimas, dia juga udah PNS. Guru juga sepertimu.” Goda Mama Luvita. Luvita menatap mamanya sendu.

“Mama yakin mau menjodohkanku dengan dia?”

“Bukan dia, namanya Mahendra,”

“Bukannya mama selalu dukung Luvita dengan Adimas?” tanya Luvita tanpa mempedulikan ucapan mamanya.

Mama Luvita melepaskan tempat kue yang akan ia taruh di nampan. Ia lalu memegang tangan Luvita untuk mencoba memberikan pengertian kepada Luvita.

“Ini demi papamu sayang, sejak divonis sakit jantung papamu mulai khawatir dengan masa depan kalian. Mbakmu terlalu sibuk dengan bisnisnya, dan kamu sibuk dengan Adimas. Papamu tak pernah minta apapun kepada kalian. Dia selalu membebaskan kalian namun kali ini papamu minta cucu. Ia ingin menimang cucu sebelum meninggal,”

“Meningal, papa gak akan meninggal,” bantah Luvita.

“Papamu khawatir sayang, ia selalu mengeluh dan beraharap kamu atau mbakmu bisa memberikannya menantu dan cucu. Kalau permohonan papamu tak cukup untuk meyakinkanmu sekarang Mama yang akan memohon kepadamu agar bisa menerima keluarga Pak Rudi menjadi bagian jadi keluarga kita,” bujuk Mama Luvita.

“Dengan Adimas kan bisa?” bantah Luvita.

“Kamu sendiri yang bilang kalau Adimas belum siap menikahimu, dia masih berjuang untuk dirinya sendiri. Harusnya kalau kamu sayang kepada Adimas, berikan dia kesempatan berjuang tanpa perlu terbebani.”

“Kamu ingin Adimas sukses kan?”

Luvita mengangguk.

“Untuk itu berikan dia kebebasan, jangan terus membebani dia.”

“Luvita bukan beban Adimas,”

“Ya mama tahu tapi selama ini kamu sangat bergantung pada Adimas. Itu tidak baik sayang,” kata mama Luvita.

“Karena itu Luvita tak ingin meninggalkan Adimas dan melupakan segala yang telah ia berikan ke Luvita,” sanggah Luvita.

“Kalau begitu kamu akan terus membebani Adimas,”

Luvita terdiam. Beban? Mungkin yang dikatakan mamanya benar. Selama ini Adimas memang selalu menjadi malaikat penolongnya, bahkan Adimas harus menunda kelulusannya agar mereka wisuda di waktu bersamaan. Mungkin pada saat itu hal ini terdengar romantis bagi Luvita namun setelah berapa saat ia sadar bahwa ia telah menghambat karir dari Adimas.

“Selain itu, papamu bukan hanya minta cucu tapi juga besan,” kata Mama Luvita. “Bukan berarti papamu tak mau berbesan dengan ayah Adimas tapi tentu papamu juga punya mimpi sendiri tentang memiliki besan yang bisa diajak bercanda,” lanjut Mama luvita.

Luvita semakin merasa sedih. Ia semakin sadar bahwa Adimas benar-benar memiliki hidup yang berat. Ayahnya terdakwa seumur hidup, ibunya dibunuh oleh ayahnya. Masa lalu yang bahkan tak pernah terbayangkan oleh Luvita. Hidup dengan paman dan bibinya yang bahkan bukan keluarga kandung Adimas. Mereka hany tetangga Adimas yang baik hati.

Ia tak tega meninggalkan Adimas begitu saja. Berat!

***​

Pertemuan itu berlanjut dengan orang tua mereka meninggalkan Luvita dan Mahendra duduk berdua di teras belakang rumah Luvita. Mereka banyak terdiam dan hanya saling menyapa kaku saja.

“Dengar-dengar kamu sudah punya pacar?” tanya Mahendra langsung keintinya. Luvita mengangguk pelan. “Papaku hampir tiap hari membicarkan keluargamu, aku gak pernah melihat papaku sesemangat itu memnceritakan orang lain,” lanjut Mahendra.

“Andai perjodohan ini benar-benar terjadi, aku tahu kamu akan banyak berkorban perasaan.” Kata Mahendra kembali.

“Kenapa kamu tak menolaknya?” tanya Luvita pelan.

“Aku tak punya akasan untuk menolak,” jawab Mahendra. Mahendra selama ini memang tak pernah tertarik dengan lawan jenis. Bukan karena tak suka tapi karena ia fokuskan dirinya untuk menjadi pengajar yang baik. Namun saat ia melihat Luvita tiba-tiba hatinya benar-benar terasa campur aduk. Awalnya, ia tak banyak berharap dengan perjodohan ini. Ia hanya ingin membuat senang papanya saja, namun saat melihat Luvita untuk pertama kali. Mahendra benar-benar tak bisa menolak.

“Alasannya jelas, karena kamu gak cinta aku,” jawab Luvita agak ketus.

“Aku tak berani berkata begitu karena aku takut saat kita bertemu lagi, aku mungkin sudah jatuh cinta,” jawab Mahendra lugas. Ia kaget mendengar dirinya sendiri. Ia tak pernah seterus terang ini sebelumnya. Perasaannya menyuruhnya untuk berjuang dan tak menyia-nyiakan kesempatan ini.

“Kamu cantik, kamu dari keluarga baik-baik, aku tak ada alasan untuk menolak kecuali kamu yang tak ingin mencoba hubungan ini,” lanjut Mahendra.

“Aku tak bisa meninggalkan Adimas,” jawab Luvita cepat.

“Namanya Adimas?” kata Mahendra seraya mengangguk. “Kalian sudah lama pacaran?”” lanjutnya.

“Hampir 5 tahun,” jawab Luvita gemetar. Tiba-tiba Luvita tak bisa menahan tangisnya. Mahendra langsung mengeser tampat duduknya agar ia bisa menghalangi tubuh Luvita supaya tak terlihat oleh orang tua mereka.

“Menangislah, aku akan menutup wajahmu,” kata Mahendra.

Luvita menangis lebih dari 10 menit sampai akhirnya ia mengangkat wajahnya dan bicara tegas kepada Mahendra.

“Aku mohon, tolak perjodohan ini,” usul Luvita.

“Kenapa kamu tak memberiku kesempatan?” Mahendra belum menyerah.

“Kesempatan untuk apa?” Luvita bingung.

“Kesempatan untuk mengenalku lebih jauh,” jawab mahendra.

“Kalau kamu di posisiku apakah kamu akan memberi orang lain kesempatan bila kamu sudah punya pacar?” Luvita sedikit meninggilan suaranya.

“Ya, tentu saja,” Mahendra terdengar tenang.

“Kamu bilang begitu karena kamu tak pernah merasakannya,” sindir Luvita.

“Aku mengatakan itu karena aku tahu orang tua selalu ingin memberikan yang terbaik untuk anaknya,” jawab Mahendra tegas. Luvita terdiam kembali.

“Berikan aku waktu 30 hari lalu kau bebas memutuskan perjodohan ini,” Mahendra memberikan usulan.

“30 hari?”

“Ya 30 hari,” jawab Mahendra yakin.

“Lalu apa yang kamu akan lakukan selama 30 hari?” Luvita masih bingung dengan usul Mahendra.

“Aku akan membuatmu mengenalku lebih jauh,” jawab Mahendra percaya diri.

“5 tahun melawan 30 hari,” sindir Luvita.

“5 tahun melawan, 30 hari dan kedua orang tua kita,” jawab Mahendra.

“Kamu mempertimbangkan hal itu?”

“Aku rasa faktor dorongan dari orang tua juga bisa jadi nilai plus bagiku,”

“Kamu percaya diri sekali,” Luvita agak kaget dengan kepercayaan diri Mahendra. Dari sikapnya ia bukan tipikal orang seperti itu sehingga ia agak bingung.

“Aku hanya gak ingin melewatkan kesempatan ini, aku tak pernah seperti ini sebelumnya,” kata Mahendra jujur.

“Kenapa?”

“Bodoh bila aku tak coba memperjuangkanmu,”

“Kau masih belum tahu sifatku, siapa aku,”

“Aku rasa tak akan mengecewakan,”

***​
 
Bimabet
Tak akan mengecewakan .. ?
.
Bagaimana dengan kenyataan kalo luvita sdh ngga perawan ..
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd