Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.
Wah gila, it take one hell of a turn... Ditunggu updatenya broo
:( semoga bisa cepet saya kelarin ya hu, saya jg pengennya bagian ini cepet dituntasin

Gila ini cerita dengan penulisan terbagus yang gua pernah baca di forum ini
makasih hu...sebenernya saya baru pertama kali bikin cerita dengan adegan panas seperti ini, masih banyak belajar, tp saya ikut senang kalo suhu bisa menikmati ceritanya

90 per cent of this story based on real-life? Really?

Well, I just feel sorry that I masturbating with this broken heart tragedy.
yup betul gan...untuk chapter 5 bisa saya konfirm semua alur kejadian yg terjadi memang betul2 nyata, reality is unrealistic. hanya beberapa detil saya ubah sedikit agar lebih simpel...tp ga apa hu, that time I did jack off too when remembering what happened...

Kenapa nat di kerjaain 2 orang di diemin aja ?
agak susah saya jelasin disini sekarang, saya jg masih berusaha ngingat2 lagi alur pikiran kami berdua waktu itu, tp akan saya ceritain dalam bentuk narasi lagi di beberapa Ch selanjutnya, biar ceritanya terkesan lebih "komplit" dan tak terganggu. sekarang saya lg sering baca2 cerita2 lain di forum ini, nyoba mendalami dan mungkin ngikutin gimana suhu2 yg lain yg lebih expert menulis cerita seperti ini, wish me luck huu
 
Semoga endingnya bakal dikasi tau keadaan nat dan author sekarang bagaimana, semoga menjadi pribadi yang lebih baik
 
:( semoga bisa cepet saya kelarin ya hu, saya jg pengennya bagian ini cepet dituntasin


makasih hu...sebenernya saya baru pertama kali bikin cerita dengan adegan panas seperti ini, masih banyak belajar, tp saya ikut senang kalo suhu bisa menikmati ceritanya


yup betul gan...untuk chapter 5 bisa saya konfirm semua alur kejadian yg terjadi memang betul2 nyata, reality is unrealistic. hanya beberapa detil saya ubah sedikit agar lebih simpel...tp ga apa hu, that time I did jack off too when remembering what happened...


agak susah saya jelasin disini sekarang, saya jg masih berusaha ngingat2 lagi alur pikiran kami berdua waktu itu, tp akan saya ceritain dalam bentuk narasi lagi di beberapa Ch selanjutnya, biar ceritanya terkesan lebih "komplit" dan tak terganggu. sekarang saya lg sering baca2 cerita2 lain di forum ini, nyoba mendalami dan mungkin ngikutin gimana suhu2 yg lain yg lebih expert menulis cerita seperti ini, wish me luck huu
Apakah itu Nat dulu nya liar pergaulannya , jadi seperti itu ...
Atau suhu ini suka cuckold ...

:(( :(( :(( :(( :aduh::aduh::aduh:
 
CHAPTER 6 – Rashomon
Dengan terburu-buru aku tutup pintu kamar mandi, buka lemari dan langsung saja kuambil baju yang tergantung di paling depan sekenanya. Sambil mengenakan pakaian itu kucek-cek lagi catatan2 untuk meeting yang terserakan di kasurku, memastikan ga ada yang tertinggal disini. Pagi itu aku memang bangun sangat terlambat, dan jadinya sekarang aku harus buru-buru agar bisa sampai kantor sebelum meeting dimulai.

Dari sudut mataku kulihat ponselku bergetar pelan dan mengeluarkan notifikasi. Kelihatannya ada yang mengirim pesan, tapi ga aku pedulikan dulu untuk sekarang, nanti saja di jalan kubaca. Aku juga merasa punya feeling pesan itu dari siapa.

Tanpa sempat memakan roti yang telah kusiapkan untuk sarapan seminggu itu, aku langsung keluar dan menutup dan mengunci pintu dari luar. Masih dengan terburu-buru, aku berjalan dengan cepat menuju ke luar. Karena udah terlambat, hari itu terpaksa aku menyetop taxi yang kebetulan langsung lewat di jalan hadapanku. Setelah taxi berangkat, barulah kubuka lagi ponselku untuk mengecek pesan yang tadi masuk dan mengabari orang kantor.

2906643709661b4e9377c62906bdbca948e87c81.png

Hmph. Kubaca lagi pesan paling bawah. Sebetulnya aku masih lumayan kesal atas sikapnya hari itu. Tapi ga bisa kusangkal aku juga kangen. Sayangnya, kekesalanku masih lebih kuat. Sekilas teringat lagi kejadian di hari itu. Aku masih kesal kenapa dia masih memaksa seperti itu. Harusnya dia paham, kalau aku emang udah betul2 baik2 aja, aku akan bersikap kayak biasa lagi. Kalau engga, ya berarti aku masih belum bisa menerima apa yang terjadi sebelumnya. You can’t just simply force me to feel better.

Akhirnya kubiarkan dulu pesan darinya. I got more pressing concerns right now. Kukabari orang kantor untuk siap2 mengcover kalau2 client udah datang duluan sebelum aku sampai. Nanti saja kubalas pesan dari Reza kalau udah agak santai dan udah ada mood, pikirku.

Siang itu ternyata meeting berjalan cukup lancar. Selesai meeting, aku malah lupa untuk membalas pesan tadi pagi dan mengabari Reza karena kerjaanku yang lain masih numpuk gara2 kesiangan tadi. Apalagi setelah itu aku juga harus ikut mengurusi surprise kecil-kecilan untuk Sarah yang hari itu ulang tahun. Sorenya, sekitar satu jam sebelum off hours, kami tiba2 datang ke mejanya sambil membawa kue ulang tahun kecil yang baru dibeli saat lunch time.

Selesai “ritual” kecil potong kue dan mengucapkan obligatory thank you ke orang kantor, Sarah datang ke mejaku.

“Nat, you’re coming later, right? For my dinner?” tanyanya memastikan.

Ah, betul juga, gara2 kesibukan hari ini, aku agak lupa bahwa aku nanti malam udah janji mau ikut dinner untuk birthday Sarah.

“Right...yeah sure, course I am.” Jawabku

“Nice! It’s gonna be a good time! See ya there.” Katanya lagi.

Sebetulnya aku agak malas, mungkin karena moodku masih belum pulih. Tapi demi teman baikku, aku usahain aja untuk datang dulu. Sejenak aku teringat pesan dari Reza, kubuka ponselku dan kubalas dengan cepat.

290664365da5b775e672444d1181316e570c000d.png

Kututup lagi ponselku dan akupun melanjutkan sisa kerjaan yang masih ada di layar di depanku. Pokoknya aku harus bisa beresin dulu semua sekarang, biar weekend ini bisa kuhabiskan dengan istirahat tenang.

Pukul setengah 8 malam kurang, aku udah sampai di restoran tempat dinner dengan Sarah akan berlangsung. Ternyata ada lumayan banyak orang yang datang, hampir semuanya adalah teman kami di kantor. Aku masih agak heran kenapa Sarah yang berusia tak jauh beda dariku masih ingin mengadakan dinner seperti ini untuk ulang tahun, dengan orang kantor pula. Kalau aku, pasti hanya akan mengundang keluarga atau orang2 terdekat aja. Malam itu aku terpaksa mengenakan dress milik Vi, karena dress milikku yang tersedia menurutku ga ada yang cocok untuk acara ini, dan yang cocok malah belum aku laundry.

Acara dinner berlangsung dengan sesuai rencana, Sarah tampak sangat senang malam ini. Walaupun tadinya agak malas, tapi aku sendiri jadi bersyukur telah ikut kesini karena pikiranku jadi agak teralihkan dari situasiku dengan Reza sekarang. Walaupun tetap masih agak mengganjal di hati dan kesal bila teringat lagi. Setelah hampir semua orang pulang, Sarah bertanya lagi padaku.

“hey, you really didn’t invite him here? So it’s really that bad, huh?”

“well, maybe, I don’t know. Just don’t feel like meeting him just yet for now.” Jawabku sekenanya.

“wait, wait, wait...keep the story for later, you gotta come, girl! There’s gonna be a lot of booze!” ajaknya.

Aku bimbang, di satu sisi aku merasa lumayan capek dan ingin pulang saja. Di sisi lain aku agak ga enak kalau ga ikut dengannya, apalagi dia lagi ulang tahun.

“oh, c’mon...the real party only starts there!” katanya lagi melihatku berpikir.

Ah, sudahlah, I think I deserve a night out, pikirku. Mungkin bisa bikin pikiranku lebih tenang.

Akhirnya aku mengiyakan ajakannya, dari restoran itu ada Sarah, aku, Will, dan Eve yang akan melanjutkan ke bar itu. Dengan carpool, kami berangkat kesana. Sesampainya disana, Will bertanya pada Sarah apakah temannya boleh bergabung dengan kami. Sebagai orang yang “punya hajat”, Sarah memperbolehkan dia bergabung. Dia perkenalkan namanya Sam. Setelah beberapa lama mengobrol, Sam mengakui bahwa dia sebetulnya adalah owner dan manager bar/cafe tersebut. Oh, pantas saja Will merekomendasikan kami kesini, ternyata bar milik temannya.

Mungkin karena weekend, bar saat itu udah mulai ramai. Booze, booze dan booze, hanya itulah falsafah hidup Sarah apabila Jumat malam telah menyambut. Sepanjang malam itu aku udah ga menghitung ada berapa tower, shots, dan botol2 yang terus-terusan di order oleh yang lain. Don’t worry guys, tonight’s on me, kata Sarah berkali-kali. Aku yang mulai terbawa suasana dan pengaruh alkohol jadi lebih terbuka dalam menceritakan banyak hal tentang situasiku dengan Reza saat itu pada Sarah, yang sebelumnya hanya tahu aku sedang ada masalah dengannya. Sarah yang sudah mabuk tentu saja menanggapi ceritaku dengan berapi-api, selalu memihakku dan membela semua pikiran dan keputusanku. Kelihatannya dia sangat menyalahkan Reza atas semuanya.

It’s not that simple, though. Pikirku. Tapi lagi-lagi karena pengaruh alkohol, aku hanya mengikuti jalan pikirannya yang menuntunku membenci Reza semakin menjadi. Sampai akhirnya Sarah menyudahi percakapan kami tentang hal itu dan menyuruhku untuk enjoy the night aja. Kami masih asyik dalam berbagai macam topik pembicaraan, dari urusan pekerjaan sampai pribadi.

Aku sama sekali ga ingat untuk mengabari Reza seperti yang kujanjikan sebelumnya. Dan akupun ga terlalu peduli. Malam semakin larut, botol minuman yang ada semakin habis, kepalaku semakin berat karena terlalu mabuk. Orang2 Australia ini emang betul2 party animal, pikirku. Biasanya yang bisa mengalahkan mereka dalam hal chug-chug-chug seperti ini hanyalah Irish atau Germans.

Will berbisik sesuatu pada Sarah. Mereka berdua bangun dan pergi dari meja, ke arah toilet.

“Gonna be right back, mates, got a pee wee something to take care of.” Katanya pada kami yang masih di meja, kemudian berjalan dengan agak gontai karena udah sangat tipsy. Sambil sesekali dipandu oleh Will, dia menghilang dari pandangan saat berbelok ke koridor dimana toilet seharusnya berada. Sekarang di meja hanya tinggal kami bertiga, yaitu aku, Sam, dan Eve. Kami tidak banyak melanjutkan pembicaraan, hanya sesekali bertanya hal-hal remeh. Kebanyakan kami hanya tenggelam dalam pikiran masing2 dan sedikit menghabiskan sisa minuman yang masih ada. Aku sendiri agak heran dengan Sam, karena dalam bayanganku seorang manager sebuah bar bakalan sangat sibuk dan ga ada waktu bersantai seperti ini, apalagi di weekend ramai seperti malam ini.

Hanya tinggal tunggu waktu sampai salah satu dari kami call the shot dan pamit duluan. Sedangkan aku sendiri ga mau pamit duluan sebelum Sarah kembali, karena memang dia yang punya acara dan setidaknya aku harus pamit in person, pikirku. Karena itu aku masih bertahan menunggu selama beberapa menit dengan kepala yang sudah sangat berat dan pikiran yang udah mulai kabur.

Tiba-tiba sebuah dorongan yang kuat dan mendadak muncul begitu saja dari dalam lambung, ke kerongkonganku. Membuatku tersedak hebat dan hampir muntah. Sialnya ga sampai betul2 muntah, padahal sepertinya badanku akan jauh lebih ringan kalau bisa muntah. Melihatku seperti itu, Sam dan Eve yang tadi sedang mengobrol melihatku dengan khawatir dan bertanya. Kujawab saja aku baik-baik saja. Tapi aku ga dapat menutupi mukaku yang masih terlihat menahan muntah, karena emang masih belum tuntas.

Sam menawarkan untuk mengantarku ke toilet agar bisa muntah. Aku sempat menolaknya tapi melihatku yang kesusahan hanya untuk berdiri tegak, dia menuntunku tanpa kuminta. Sedangkan aku sendiri ga bisa menolak, yang bisa kurasakan hanyalah perasaan ga enak yg ada di ujung mulutku ini. Sedangkan, entah kenapa, yang kupikirkan hanyalah tentang semua yang terjadi di antara aku dan Reza sampai kejadian di Chinatown itu. Entah kenapa terngiang-ngiang lagi semua hal yang dia lakukan yang telah membuatku kesal dan marah, dan saat itu seolah-olah semua perasaan negatif itu teramplifikasi beberapa kali lipat, membuatku sangat marah di dalam hati. Aku udah coba untuk berusaha menerima dia masuk ke dalam hidupku. Tanpa dia sadari, udah banyak juga hal yang udah aku coba ubah dari diriku sendiri, menjadi lebih baik, kurang lebih alasannya hanya demi dia. Banyak yang telah kulakukan karena dan untuknya. Tapi seakan semua itu ga cukup, dia dengan mudahnya berpaling pada wanita lain hanya karena nafsu belaka. Saat itu aku merasa semua kenangan indah yang pernah kulalui bersama dia seperti tertutup oleh awan gelap kebencian. Lagi-lagi, mungkin karena pengaruh alkohol yang berlebihan. Rasanya tubuhku seakan terbakar dari dalam saat memikirkan semua ini.

Aku sampai di depan pintu toilet perempuan dengan masih dipapah oleh Sam. Dia bilang akan menunggu di luar sementara aku masuk dan berusaha muntah. Untungnya hanya beberapa detik jongkok, aku bisa memuntahkan lumayan banyak ke dalam kloset. Walaupun kurasakan masih belum semuanya keluar, tapi setidaknya sekarang aku udah ngerasa lebih baik. Namun, rasa mual berkurang, sekarang muncul rasa pusing yang menyerang, ditambah lagi dengan pikiranku yang masih belum betul2 lurus karena masih mabuk.

Aku keluar dari toilet dan bertemu dengan Sam yang menunggu di ujung koridor. Aku yang udah berbelok menuju ke area meja tiba2 ditarik oleh Sam, dia menarik tanganku, menuju ke salah satu pintu di samping tempat dia tadi bersandar di ujung koridor.

“Let’s get you some rest, don’t wanna have you throwing up on one of my tables.” Katanya dengan halus, sambil membuka pintu dan menuntunku masuk ke dalam.

Pikiranku yang masih tertutupi tidak memberikanku sinyal peringatan apa2 sama sekali saat kami masuk kesana dan dia menutup pintunya di belakangku. Aku refleks duduk lemas, dengan kepala terjuntai, di sofa yang ada tepat depan hadapanku. Normally, aku akan berpikir dua-tiga kali untuk duduk di sofa kotor seperti ini, seperti yang belum dicuci bertahun-tahun. Tapi saat itu kepalaku ga bisa lagi diajak kompromi.

Aku masih sangat lemah dan tak berdaya duduk disana, bahkan ga bisa mengumpulkan niat untuk bangun dan mencari Sarah. Sam duduk di sebelahku dan ikut bersandar, tangannya tiba2 merangkulku tapi aku ga menolaknya sama sekali.

Dan di detik itu, aku baru tersadarkan akan satu hal yang sangat fatal. Saat kulit tangannya menyentuh belakang leherku itu, aku baru sadar bahwa tubuhku dari tadi terbakar bukan hanya karena kekesalan pada Reza, tapi juga karena nafsu birahi. Aku horny, sangat sangat horny. Sentuhan tangannya bagaikan aliran listrik yang mengaktifkan naluri seksual di tubuhku, tanpa ada campur tangan dari pikiranku. Karena itu, tubuhku sedikit menggelinjang saat tangannya selesai meraih bahuku, dan aku menyandarkan kepalaku dengan manja di dadanya.

Akalku yang sudah lemah hanya dapat pasrah mencoba menyadarkanku, tanpa dapat menahanku dari menarik kepala Sam. Next time I know, bibirku udah melumat bibirnya dengan sangat ganas, yang tentu saja disambut olehnya. Tanganku menahan kepalanya sedangkan tangan Sam yang masih bebas kini mulai berkeliaran di pahaku yang tak tertutup oleh dress pinjaman ini. Entah bagaimana, aku yang sedetik sebelumnya masih tak dapat mengumpulkan tenaga untuk sekedar bangun berdiri, sekarang seolah mendapatkan energi baru hanya untuk melampiaskan nafsu.

Udah beberapa hari sejak terakhir kali aku ngentot dengan Reza, dan untukku yang punya libido cukup tinggi, that almost feels like an eternity. Selama ini, aku ga pernah bilang secara gamblang padanya, karena aku masih takut dia akan melihatku dengan pandangan berbeda. Entah kenapa, hanya dengan dia, aku ingin menjaga imageku di matanya.

Jalur pikiranku tiba-tiba terhenti mendadak saat pintu dibuka. Seorang lelaki kulit hitam tinggi, tegap dan kekar berotot masuk ke dalam ruangan, aku yang masih mabuk dan setengah sadar ga bisa liat mukanya dengan jelas di bawah lampu remang-remang itu, tapi aku masih bisa mendengar Sam memanggil namanya: Lucas. Sam berdiri dan menghampiri dia yang masih berdiri di depan pintu. Aku ga bisa mendengar apapun yang mereka bicarakan pelan, dengan kondisiku yang masih kentang karena horny dan posisi dudukku yang miring acak-acakan dan dressku yang terangkat hampir memperlihatkan panty ku pasti mengundang tatapan Lucas.

Beberapa detik mereka berbincang, kulihat Lucas menatap Sam, menatapku sejenak, kemudian menatap Sam lagi. Dia menggeser slot pintu di belakangnya sehingga terkunci, dan keduanya menghampiriku yang masih terduduk tak berdaya. Seluruh sisa akalku yang masih tersisa memberiku berbagai macam peringatan bahaya untuk bangun dan kabur secepat mungkin dari sana, tapi tubuhku masih tertahan oleh rasa horny yang semakin menguat dan motorikku yang terkompromi oleh alkohol. Pokoknya, aku ingin merasakan kontol, milik siapapun, malam itu.

Mereka kemudian duduk di kiri-kananku dan mulai menjalankan serangannya pada tubuhku. Aku melanjutkan french kiss dengan Sam, bergantian dengan Lucas, kemudian Sam lagi, dan begitu seterusnya. Aroma alkohol yang keras tercium dari mulut keduanya hanya menambah bahan bakar api birahiku, sampai aku dengan sengaja melebarkan posisi kedua kakiku saat merasakan jari2 Lucas udah mulai masuk menyelinap ke arah pangkal pahaku. Sam kemudian menurunkan bagian atas dressku sehingga toketku menyembul keluar. Ya, aku emang ga pakai bra pada malam itu. Dia langsung melahap toketku dengan bernafsu, membuatku semakin geli.

Diserang di hampir semua titik lemahku membuatku merasakan rasa nikmat yang tiada tara. Tubuhku ini yang selama hampir dua tahun ini hanya pernah dirasakan oleh kekasihku, sekarang dengan sukarela kuserahkan pada dua orang asing yang baru kukenal itu, hanya dengan iming-iming kenikmatan duniawi. Tapi tentu saja itu belum cukup. Klitorisku yang sudah sangat basah karena diacak-acak oleh jari besar Lucas terus meronta-ronta, meminta grand prize yang udah sangat kutunggu-tunggu malam itu: kontol yang dapat memenuhinya.

Hanya beberapa menit dalam posisi seperti itu, aku udah merasakan pertahananku akan jebol. Dengan memegangi kepala Sam sementara dia terus menghisap toketku, aku semakin mengangkangkan selangkanganku agar jari Lucas lebih leluasa memain-mainkan tempikku. Suatu aliran kenikmatan yang berasal dari sana tiba-tiba meledak, mengaliri seluruh tubuhku. I just cum. Bahkan aku sendiri dapat merasakan tempikku berkedut-kedut, walaupun Lucas masih belum menghentikan permainan jarinya disana.

Aku sedikit terpekik di mulut Lucas saat merasakan kenikmatan itu. Sebuah kenikmatan yang memang sangat-sangat berbahaya; pantaslah para hamba Gereja sejati dilarang dari kenikmatan duniawi yang satu ini, karena memang ia dapat membuat seseorang lupa akan segalanya, termasuk aku yang lupa akan pria yang sebetulnya masih kucintai.

“Give me your cock.” Bisikku pada Lucas dari sela-sela bibirku.

Tanpa dikomando lagi, Sam dan Lucas sama-sama berdiri dan melepaskan celana mereka, memperlihatkan kejantanan yang sudah tegak mengacung keras. Oh my god. Mataku sempat tak percaya melihat kontol Lucas yang sangat, sangat besar. Memang aku udah pernah beberapa kali melihat kontol orang kulit hitam di film bokep, tapi aku yakin ga semuanya seperti itu. Dan ini adalah pertama kalinya aku melihat satu secara langsung. Kualihkan pandanganku ke kontol Sam yang juga cukup besar, walaupun lebih kecil dari Lucas, namun tetap saja lebih besar dari pacarku yang hanya ukuran standar orang Asia.

Hatiku sejenak kegirangan seperti anak kecil saat kontol hitam legam itu menghampiri mukaku. Aku sangat ingin merasakannya. Aku membuka mulutku selebar yang kubisa dan memasukkan kontol itu ke dalamnya. Aku hampir tersedak saat ujung kepala kontolnya hampir menyentuh ujung mulutku, tapi ternyata belum semua batangnya masuk ke dalam. Gila, panjang banget. Tak lupa, akupun memainkan kontol Sam yang putih itu dengan tanganku.

Aku berusaha menyeimbangkan otak kiri dengan kananku, berusaha memuaskan kedua kontol itu dengan kedua bagian tubuhku yang berbeda. Lidahku kumainkan di kepala kontol Lucas, sambil bibirku masih terus mencoba maju mundur menggesek rapat kulit kontol hitamnya yang kasar dan berurat. Teknik ini biasanya bisa membuat Reza keluar dalam waktu yang singkat. Sementara itu, tanganku masih mengocok batang kontol Sam sambil kumainkan kepalanya dengan jempolku. Selang beberapa menit, kuganti posisi mereka berdua, sehingga aku melayani kontol Sam dengan mulutku dan kontol Lucas dengan tanganku.

Sayangnya, tiba-tiba aku merasakan pikiranku sedikit terbuka dan ada rasa sesal masuk. Terbayang muka kekasihku yang mungkin saat ini masih menungguku memberi kabar. Tapi nafsuku masih lebih kuat. Kutepis pikiran itu dan hanya fokus ke kedua kontol yang memang aku inginkan dari tadi. Sambil sedikit menarik nafas, kulepaskan sebentar kontol Sam dari mulutku dan berkata padanya singkat.

“I want more drinks.”

Iya hanya tersenyum terkekeh mengiyakan. Kulanjutkan lagi serviceku sampai akhirnya dapat kurasakan kepala kedua kontol tersebut mengembang. Aku udah sangat familiar dengan tanda ini. Benar saja, kontol Sam tiba-tiba meledak di depan mukaku saat kukeluarkan dari mulutku. Aku refleks terpejam saat mukaku disemprot oleh cairan peju Sam, beberapa tetesnya sempat masuk ke mulutku. Rasanya asin namun entah kenapa saat itu malah menambah gairahku. Setelah kujilat tetesan yang jatuh di sekitar bibir dan mulutku, aku mulai ganti memberikan blowjob pada kontol Lucas yang jauh lebih besar itu. Rahangku sampai agak pegal karena mulutku memang masih sempit walaupun udah kubuka dengan penuh.

Dengan tanganku masih memainkan kontol Sam, menjaganya agar tak lemas, kumainkan lidahku lagi di kontol hitam itu, sengaja kujilat halus tepat di lubangnya sampai dia meringis geli. Akhirnya kepala kontolnya yang daritadi udah membesar sekarang semakin membengkak, kukeluarkan dengan cepat dan kontolnya meledakkan cairan peju yang lebih banyak di mukaku, kali ini ikut membasahi sebagian rambutku.

Sejenak beristirahat, Sam pergi ke rak yang ada di ujung ruangan, membuka suatu kardus yang ada disana, kemudian mengambil sebuah botol besar. Red Label. Hmm, bolehlah, pikirku yang hanya ingin mendapat motivasi lebih. Kuambil botol tersebut dari tangannya dan hampir kuhabiskan setengah botol dalam satu teguk, sekalian untuk membersihkan mulut dan tenggorokanku dari sisa-sisa peju mereka yang sempat masuk.

Tapi malam masih panjang, dan torokku mulai gatal lagi melihat kedua kontol yang masih lumayan keras di hadapanku. I want more. Seperti tahu apa yang kupikirkan, Lucas berjalan ke balik sofa tempatku duduk dan aku agak kaget saat tiba2 punggung sofa tersebut jatuh dan menjadi seperti sebuah kasur. Aku ga sadar kapan, tapi tiba2 Lucas udah bertelanjang, badannya yang sangat atletis dan berotot besar membuat rahimku terasa semakin hangat. Dia meraih ke arah kedua pinggangku dan aku langsung mengerti maksudnya. Aku hanya menurut saat dia membalik posisiku sehingga menungging dan bertumpu di kedua lututku.

Di posisi ini, ada beberapa detik yang terasa sangat lama buatku. Karena aku tahu apa yang akan terjadi, namun aku masih tegang dalam bersiap-siap dan berharap-harap akan hal itu. Tetap saja, satu hentakan kencang dari kontol Lucas yang sangat, sangat besar sempat membuatku terkejut. Aku dapat merasakan bibir torokku terdorong masuk ke dalam karena ukurannya yang sangat besar, baru pertama kali ini aku merasakan sebesar itu masuk ke lubangku yang mungil. Untungnya, torokku sudah sangat basah sehingga kontolnya dapat masuk dengan lancar sampai menyentuh rahimku.

Aku terpejam dan menggigit bibir saat merasakan kepala kontolnya di rahimku. Rasanya tidak dapat digambarkan, siapapun yang bilang size doesn’t matter, mereka tidak pernah merasakan kontol sebesar ini di dalam tubuh mereka. Dinding torokku berdenyut-denyut, berusaha membiasakan diri untuk menyambut tuan barunya. Sementara itu kedua toketku yang dari tadi menggantung sekarang ikut bergoyang seiring dengan sodokan Lucas yang lambat laun semakin cepat.

Sam kembali berdiri ke hadapanku yang tengah menungging seperti itu. Melihat ada kontol nganggur di depan mukaku, tentu saja kuraih dan kulahap dengan senang hati. Sebetulnya agak susah untuk befokus blowjob saat bagian bawah tubuhku tengah bergoyang maju-mundur karena disodok oleh Lucas, tapi aku tetap mencoba memainkan lidahku di kepala kontolnya seperti tadi.

Inilah kenikmatan yang dari tadi diinginkan oleh tubuhku yang mabuk – walaupun ditentang habis-habisan oleh akal sehat dan hati nuraniku. Tubuhku semakin tak berdaya menghadapi genjotan Lucas yang semakin kencang, apalagi batang kontolnya sekarang di posisi yang tepat sehingga menggesek G-spotku setiap kali ia keluar masuk. Aku merasakan sesuatu mulai build-up dengan cepat di rahimku. Dengan tiba-tiba, tempikku menyemburkan cairan, bersamaan dengan itu juga suatu rasa kenikmatan yang sangat-sangat tinggi meledak dari sana, mengalir ke seluruh ujung tubuhku dan membuat seluruh rambut halusku berdiri. Aku baru saja keluar, lagi, oleh orang yang bukan kekasihku.

Lucas yang dapat merasakan dan melihat aku keluar kelihatannya semakin terbakar birahinya. Dia memompa kontolnya dengan sangat cepat sebelum aku merasakan lagi sesuatu yang familiar. Sejenak, akal sehatku kembali menyeruak keluar dengan panik.

Shit.

Don’t cum inside. Jangan. Not now.

Tapi sia-sia, sedetik kemudian aku merasakan banyak sekali cairan yang hangat tiba2 menyirami rahimku. Aku yang tak kuasa menahannya hanya dapat menerima dan merasakan peju Lucas yang ternyata masih banyak itu. Dapat kurasakan pejunya membasahi hampir semua isi rahimku, dan juga meleleh keluar saat tertarik oleh kontolnya yang dia tarik keluar. Aku melupakan akal sehatku barusan karena tubuhku kembali dibanjiri suatu perasaan yang sangat nikmat. Tanganku jatuh, aku tersimpuh namun kedua kakiku masih menahan dalam posisi menungging, keringat bercucuran dari telapak kakiku yang masih mengenakan heels.

Aku masih dapat merasakan sisa-sisa kenikmatan di bagian bawahku saat Sam membalikkan tubuhku menjadi telentang, dia kemudian mengangkat dan menahan kedua pahaku sehingga lututku hampir menyentuh muka. Sam yang mungkin sudah tak sabar menunggu giliran kini langsung menusukkan kontolnya ke torokku dalam2, padahal bagian dalamnya masih basah oleh peju Lucas yang masih mengalir. Apa dia ga jijik ya?

Walaupun tak sebesar punya Lucas, kontol Sam tetap punya sensasi tersendiri karena bentuknya yang lebih bengkok unik, sehingga setiap tarikan keluar-masuk sangat terasa di beberapa bagian dinding torokku. Tak lama berselang, tangan Sam makin mencengkeram erat kedua pahaku sampai rasanya ada kukunya yang membekas disana, dan tempo gerakannya semakin mengencang. Dia tiba-tiba menarik kontolnya keluar dan menyemburkan pejunya di atas perutku. Aku sendiri yang mendongak melihat ke arah perutku merasa horny, melihat perutku sendiri yang seksi dan piercing di pusarku terbanjiri oleh peju miliknya.

Setelah itu aku hanya bisa terbaring lemah tak berdaya, seluruh tenagaku habis untuk melayani nafsu birahi kedua lelaki tersebut, sebelum aku hilang kesadaran beberapa saat kemudian. Kelihatannya aku hanya tertidur beberapa menit saja, karena saat mataku terbuka kembali, keempat lelaki itu masih ada disana dengan kontol yang masih keras.

Wait, keempat lelaki itu? Sejak kapan ada dua orang lagi masuk kesana?? Kupicingkan sedikit mataku, berusaha fokus pada dua wajah yang tadi ga ada disana. Rick dan Ian. Aku kenal mereka. Shit, kayaknya aku masih belum bisa beristirahat malam ini, it’s gonna be a very long night. Aku yang masih setengah tersadar karena capek dan mabuk yang belum sepenuhnya hilang berikutnya hanya sadar saat udah duduk di atas Ian, kontolnya sudah masuk di dalam torokku.

Shit, woman on top? Sekalian aja aku coba semua posisi yang aku tahu malam ini dengan mereka.

Aku yang terjatuh di atas dadanya hanya bisa pasrah saat dia menyodokkan kontolnya keluar masuk dari arah bawah, rasa nikmat yang tadi kurasakan perlahan kembali ke torokku yang sekarang sudah agak membengkak setelah dihajar Lucas dan Sam. Dressku udah tergeletak di samping sofa, entah dari kapan. Dari mulutnya yang sangat dekat di depan kepalaku, kudengar Ian berkata sesuatu pada seseorang.

“Damn, this chick is even hotter than her, wonder how they make Asian girls like this.” Katanya keenakan, sebetulnya agak rasis, tapi aku yang masih dilanda birahi hanya menganggap itu sebagai compliment.

Aku paham maksudnya. Sekarang aku tahu kemana Sarah pergi. Kemungkinan besar, Sarah daritadi tengah digarap oleh Ian dan mungkin Rick, mungkin di ruangan seberang. Dan sekarang mereka sudah selesai, dan lanjut ke mangsa selanjutnya, yaitu aku.

Kulihat Sam dan Rick udah berdiri di sebelah kiri-kananku yang masih menunggangi Ian. Ah, hell, sure why not, pikirku. Nasi sudah menjadi bubur. Dengan keinginan mencoba melampaui batasku sendiri, aku sedikit bangun dari dada Ian dan meraih kedua kontol di kiri-kananku tanpa diminta. Kumainkan kontol mereka dengan tangan dan mulutku secara bergantian tanpa jeda, sementara badanku masih terantuk-antuk disodok Ian dari bawah.

Saat aku masih asyik dengan kontol mereka berdua, kurasakan ada tangan besar yang sedikit mengangkat dan memiringkan pinggangku ke depan. Lucas. What is he up to now? Kurasakan jarinya yang besar dan basah memainkan pinggiran lubang pantatku, sebelum mulai sedikit2 menyodok-nyodoknya dengan pelan.

Ah…fuck…kayaknya malam ini aku betul2 mendapat paket komplit. Aku agak was-was karena belum pernah bermain anal sebelumnya, tapi di tengah lautan birahi seperti itu, I couldn’t care fucking less. Aku hanya pasrah saat tiba2 kontol besar Lucas, kontol hitam besar yang tadi bahkan terlalu besar untuk masuk torokku, menyeruak memaksa masuk ke dalam lubang pantatku. Sekilas aku merasakan rasa sakit yang amat sangat dari sana, tapi dia sadar dan berhenti, hanya memasukkan setengah batangnya dan membiarkannya disana selama semenit lebih. Sementara itu pula, kontol Ian masih keluar masuk dari bawah sehingga aku bisa merasakan bagian bawah tubuhku sangat penuh.

Saat Lucas akhirnya mulai menggerakkan kontolnya lagi di pantatku, aku betul-betul lepas kendali. Walaupun masih ada rasa sakit, perlahan sakit tersebut berganti menjadi sebuah rasa nikmat yang berbeda. No wonder why people do anal, pikirku. Apalagi dengan kondisiku sekarang yang tengah melayani empat batang sekaligus, aku makin tenggelam dalam kenikmatan yang hanya bisa diberikan oleh lelaki seperti ini. Teriakan mulai keluar dari mulutku di sela-sela kontol yang sedang kukulum.

Lucas mendekatkan wajahnya ke samping telingaku dan berbisik bertanya.

“So, girl, do you like being fucked as a whore like this?” aku tak tahu kenapa dia tiba2 bertanya seperti itu.

Seluruh rasa nikmat yang melanda tubuhku memaksa bibirku bergerak tanpa kupikirkan.

“aaahhhhh…yeeessshh..I love iitth..” aku bahkan menambahkan sendiri “pleasee use my body to dump all your cummm…” kataku liar, lebih liar daripada prostitute yang setidaknya punya fee sebagai batasan.

Hilang sudah semua rasa gelisah, sedih, kecewa, frustasi, marah yang sampai tadi malam masih kurasakan karena Reza. Aku mendapatkan apa yang aku inginkan, sebuah release yang sangat hebat sampai melupakan dunia, setidaknya untuk malam itu. Persetan dengan semua itu, kini dia harus merelakan tubuh kekasihnya yang dia cintai sudah sangat ternoda untuk memuaskan nafsu bejat para serigala ini, tanpa dia ketahui.

And we fucked away the rest of the night.

----
----

Sinar matahari mulai muncul dan sedikit menembus dari sela-sela jendela blacked out yang ternyata ada di pojok ruangan itu. Aku udah mulai tersadar dengan sisa-sisa pengaruh alkohol yang hampir lenyap sepenuhnya. Tergeletak begitu saja di sofa usang itu, aku membuka mata dan tak tampak tanda-tanda keempat lelaki yang memuaskan nafsu mereka di tubuhku sampai dini hari itu. Secara refleks aku mencoba meraih dress yang sudah kusut acak-acakan dan tergeletak di lantai, samar-samar bercak noda sperma masih terlihat di beberapa bagian. Kulayangkan lagi pandangan ke sekitarku, ternyata salah satu dari mereka cukup baik untuk membawakanku tas yang tadi malam kubawa.

Saat meraih tas itu, baru kusadari bahwa seluruh tubuhku sangat sakit dan pegal. Rasanya seperti seluruh tulang dalam tubuhku dilolosi paksa. Selain itu dapat kurasakan juga bibir vaginaku membengkak dan berdenyut sakit, ditambah banyaknya bekas hickey di sekitar leher dan buah dadaku. Terlebih lagi rasa sakit di lubang pantatku yang sepertinya masih merekah.

Tapi dari semua itu, yang paling menyakitkan adalah yang muncul kemudian, saat kesadaranku betul2 pulih. Sebuah rasa sesal yang sangat, sangat berat tiba2 muncul dari dalam, membuat dadaku sesak.

God. What have I done?

Teringat kelebatan apa yang terjadi tadi malam, bagaimana aku telah sangat hina mengkhianati orang yang aku cintai hanya karena mencari release impulsif. Terbayang wajahnya, semua momen yang telah kulewati bersamanya, seakan semua menguning dan menghitam seperti album foto yang dibakar. Aku sangat menyesal pagi itu. Aku tak tahu apa yang harus kulakukan. Tangis mulai menggenang saat aku keluar ke area bar yang sudah kosong dan belum dibereskan itu.

----
----
----

Kulihat dia masih terpaku, sejuta ekspresi terlihat di matanya, yang tak dapat kutebak artinya. Mukanya masih membatu seperti patung, lidahnya kelu tak dapat berucap apa2. Sampai aku selesai menceritakan apa yang terjadi tadi malam, dia masih tak membuka mulutnya sama sekali. Sekilas akan terlihat seperti dia tidak memperhatikan sama sekali, tapi aku tahu bahwa dia betul2 mendengarkan semua yang kuceritakan, hanya saja pikirannya terlalu kacau untuk dapat bereaksi apa2. Shit, I don’t even know how to apologize.

Bekas tamparan di pipiku sudah mulai menghilang, walaupun aku masih dapat sedikit merasakan darah di dinding mulutku. Sakit, tapi aku tidak menghiraukan hal itu karena aku yakin dia berusaha menyalurkan semua yang tak dapat dia katakan ke dalam satu tamparan itu, walaupun masih jauh dari cukup.

I can’t even imagine what’s going on in his head right now. Aku bahkan ga berani bilang padanya bahwa aku tahu kalau dia mengintip dan melihat kebejatanku secara langsung, because I don’t know whether it will make it better or worse. All I know is that I really regret all of it now, very very much. Kugenggam kedua tangannya. Dingin seperti marmer. Dia masih tak bereaksi.

Aku masih menunggu, feels like for an eternity, sampai dia mau mengatakan apapun.

Seperti telah suhu2 baca di atas, untuk Ch 6 ini emang hanyalah retelling kejadian Ch 5 dari POV Nat. Di kejadian aslinya, Nat tentu saja ga menceritakan pada saya sedetil itu, kebanyakan detil2 kecil saya tambahkan dari imajinasi sendiri yg saya bayangkan waktu itu terjadi. Selain itu, ada beberapa jg detil dari Ch 6 ini yg sebetulnya baru saya ketahui di lain waktu (contohnya nama orang2, apa yg terjadi sebelum incident di bar, dsb), tp biar lebih simpel, saya ceritakan seolah semuanya langsung saya ketahui saat bertemu dengan Nat sore itu.

Sengaja saya pindahkan ke POV Nat dulu untuk sekarang karena dua alasan utama. Pertama, POV dari Nat ini adalah versi yg dia ceritakan pada saya, tapi penting untuk diketahui karena nantinya akan muncul terungkit kembali, mungkin di beberapa Ch depan. Kedua, saya merasa harus lebih menambahkan adegan panas sebagai "balas jasa" pada forum ini karena telah menjadi semacam tempat curhat bagi saya, apalagi karena kelanjutan cerita ini menurut saya akan lebih berat di drama daripada cerita panasnya (tp akan tetep saya usahain selalu menambah adegan2 hot di setiap Ch).

CHAPTER 7
 
Terakhir diubah:
CHAPTER 6 – Rashomon
Dengan terburu-buru aku tutup pintu kamar mandi, buka lemari dan langsung saja kuambil baju yang tergantung di paling depan sekenanya. Sambil mengenakan pakaian itu kucek-cek lagi catatan2 untuk meeting yang terserakan di kasurku, memastikan ga ada yang tertinggal disini. Pagi itu aku memang bangun sangat terlambat, dan jadinya sekarang aku harus buru-buru agar bisa sampai kantor sebelum meeting dimulai.

Dari sudut mataku kulihat ponselku bergetar pelan dan mengeluarkan notifikasi. Kelihatannya ada yang mengirim pesan, tapi ga aku pedulikan dulu untuk sekarang, nanti saja di jalan kubaca. Aku juga merasa punya feeling pesan itu dari siapa.

Tanpa sempat memakan roti yang telah kusiapkan untuk sarapan seminggu itu, aku langsung keluar dan menutup dan mengunci pintu dari luar. Masih dengan terburu-buru, aku berjalan dengan cepat menuju ke luar. Karena udah terlambat, hari itu terpaksa aku menyetop taxi yang kebetulan langsung lewat di jalan hadapanku. Setelah taxi berangkat, barulah kubuka lagi ponselku untuk mengecek pesan yang tadi masuk dan mengabari orang kantor.

2906643709661b4e9377c62906bdbca948e87c81.png

Hmph. Kubaca lagi pesan paling bawah. Sebetulnya aku masih lumayan kesal atas sikapnya hari itu. Tapi ga bisa kusangkal aku juga kangen. Sayangnya, kekesalanku masih lebih kuat. Sekilas teringat lagi kejadian di hari itu. Aku masih kesal kenapa dia masih memaksa seperti itu. Harusnya dia paham, kalau aku emang udah betul2 baik2 aja, aku akan bersikap kayak biasa lagi. Kalau engga, ya berarti aku masih belum bisa menerima apa yang terjadi sebelumnya. You can’t just simply force me to feel better.

Akhirnya kubiarkan dulu pesan darinya. I got more pressing concerns right now. Kukabari orang kantor untuk siap2 mengcover kalau2 client udah datang duluan sebelum aku sampai. Nanti saja kubalas pesan dari Reza kalau udah agak santai dan udah ada mood, pikirku.

Siang itu ternyata meeting berjalan cukup lancar. Selesai meeting, aku malah lupa untuk membalas pesan tadi pagi dan mengabari Reza karena kerjaanku yang lain masih numpuk gara2 kesiangan tadi. Apalagi setelah itu aku juga harus ikut mengurusi surprise kecil-kecilan untuk Sarah yang hari itu ulang tahun. Sorenya, sekitar satu jam sebelum off hours, kami tiba2 datang ke mejanya sambil membawa kue ulang tahun kecil yang baru dibeli saat lunch time.

Selesai “ritual” kecil potong kue dan mengucapkan obligatory thank you ke orang kantor, Sarah datang ke mejaku.

“Nat, you’re coming later, right? For my dinner?” tanyanya memastikan.

Ah, betul juga, gara2 kesibukan hari ini, aku agak lupa bahwa aku nanti malam udah janji mau ikut dinner untuk birthday Sarah.

“Right...yeah sure, course I am.” Jawabku

“Nice! It’s gonna be a good time! See ya there.” Katanya lagi.

Sebetulnya aku agak malas, mungkin karena moodku masih belum pulih. Tapi demi teman baikku, aku usahain aja untuk datang dulu. Sejenak aku teringat pesan dari Reza, kubuka ponselku dan kubalas dengan cepat.

290664365da5b775e672444d1181316e570c000d.png

Kututup lagi ponselku dan akupun melanjutkan sisa kerjaan yang masih ada di layar di depanku. Pokoknya aku harus bisa beresin dulu semua sekarang, biar weekend ini bisa kuhabiskan dengan istirahat tenang.

Pukul setengah 8 malam kurang, aku udah sampai di restoran tempat dinner dengan Sarah akan berlangsung. Ternyata ada lumayan banyak orang yang datang, hampir semuanya adalah teman kami di kantor. Aku masih agak heran kenapa Sarah yang berusia tak jauh beda dariku masih ingin mengadakan dinner seperti ini untuk ulang tahun, dengan orang kantor pula. Kalau aku, pasti hanya akan mengundang keluarga atau orang2 terdekat aja. Malam itu aku terpaksa mengenakan dress milik Vi, karena dress milikku yang tersedia menurutku ga ada yang cocok untuk acara ini, dan yang cocok malah belum aku laundry.

Acara dinner berlangsung dengan sesuai rencana, Sarah tampak sangat senang malam ini. Walaupun tadinya agak malas, tapi aku sendiri jadi bersyukur telah ikut kesini karena pikiranku jadi agak teralihkan dari situasiku dengan Reza sekarang. Walaupun tetap masih agak mengganjal di hati dan kesal bila teringat lagi. Setelah hampir semua orang pulang, Sarah bertanya lagi padaku.

“hey, you really didn’t invite him here? So it’s really that bad, huh?”

“well, maybe, I don’t know. Just don’t feel like meeting him just yet for now.” Jawabku sekenanya.

“wait, wait, wait...keep the story for later, you gotta come, girl! There’s gonna be a lot of booze!” ajaknya.

Aku bimbang, di satu sisi aku merasa lumayan capek dan ingin pulang saja. Di sisi lain aku agak ga enak kalau ga ikut dengannya, apalagi dia lagi ulang tahun.

“oh, c’mon...the real party only starts there!” katanya lagi melihatku berpikir.

Ah, sudahlah, I think I deserve a night out, pikirku. Mungkin bisa bikin pikiranku lebih tenang.

Akhirnya aku mengiyakan ajakannya, dari restoran itu ada Sarah, aku, Will, dan Eve yang akan melanjutkan ke bar itu. Dengan carpool, kami berangkat kesana. Sesampainya disana, Will bertanya pada Sarah apakah temannya boleh bergabung dengan kami. Sebagai orang yang “punya hajat”, Sarah memperbolehkan dia bergabung. Dia perkenalkan namanya Sam. Setelah beberapa lama mengobrol, Sam mengakui bahwa dia sebetulnya adalah owner dan manager bar/cafe tersebut. Oh, pantas saja Will merekomendasikan kami kesini, ternyata bar milik temannya.

Mungkin karena weekend, bar saat itu udah mulai ramai. Booze, booze dan booze, hanya itulah falsafah hidup Sarah apabila Jumat malam telah menyambut. Sepanjang malam itu aku udah ga menghitung ada berapa tower, shots, dan botol2 yang terus-terusan di order oleh yang lain. Don’t worry guys, tonight’s on me, kata Sarah berkali-kali. Aku yang mulai terbawa suasana dan pengaruh alkohol jadi lebih terbuka dalam menceritakan banyak hal tentang situasiku dengan Reza saat itu pada Sarah, yang sebelumnya hanya tahu aku sedang ada masalah dengannya. Sarah yang sudah mabuk tentu saja menanggapi ceritaku dengan berapi-api, selalu memihakku dan membela semua pikiran dan keputusanku. Kelihatannya dia sangat menyalahkan Reza atas semuanya.

It’s not that simple, though. Pikirku. Tapi lagi-lagi karena pengaruh alkohol, aku hanya mengikuti jalan pikirannya yang menuntunku membenci Reza semakin menjadi. Sampai akhirnya Sarah menyudahi percakapan kami tentang hal itu dan menyuruhku untuk enjoy the night aja. Kami masih asyik dalam berbagai macam topik pembicaraan, dari urusan pekerjaan sampai pribadi.

Aku sama sekali ga ingat untuk mengabari Reza seperti yang kujanjikan sebelumnya. Dan akupun ga terlalu peduli. Malam semakin larut, botol minuman yang ada semakin habis, kepalaku semakin berat karena terlalu mabuk. Orang2 Australia ini emang betul2 party animal, pikirku. Biasanya yang bisa mengalahkan mereka dalam hal chug-chug-chug seperti ini hanyalah Irish atau Germans.

Will berbisik sesuatu pada Sarah. Mereka berdua bangun dan pergi dari meja, ke arah toilet.

“Gonna be right back, mates, got a pee wee something to take care of.” Katanya pada kami yang masih di meja, kemudian berjalan dengan agak gontai karena udah sangat tipsy. Sambil sesekali dipandu oleh Will, dia menghilang dari pandangan saat berbelok ke koridor dimana toilet seharusnya berada. Sekarang di meja hanya tinggal kami bertiga, yaitu aku, Sam, dan Eve. Kami tidak banyak melanjutkan pembicaraan, hanya sesekali bertanya hal-hal remeh. Kebanyakan kami hanya tenggelam dalam pikiran masing2 dan sedikit menghabiskan sisa minuman yang masih ada. Aku sendiri agak heran dengan Sam, karena dalam bayanganku seorang manager sebuah bar bakalan sangat sibuk dan ga ada waktu bersantai seperti ini, apalagi di weekend ramai seperti malam ini.

Hanya tinggal tunggu waktu sampai salah satu dari kami call the shot dan pamit duluan. Sedangkan aku sendiri ga mau pamit duluan sebelum Sarah kembali, karena memang dia yang punya acara dan setidaknya aku harus pamit in person, pikirku. Karena itu aku masih bertahan menunggu selama beberapa menit dengan kepala yang sudah sangat berat dan pikiran yang udah mulai kabur.

Tiba-tiba sebuah dorongan yang kuat dan mendadak muncul begitu saja dari dalam lambung, ke kerongkonganku. Membuatku tersedak hebat dan hampir muntah. Sialnya ga sampai betul2 muntah, padahal sepertinya badanku akan jauh lebih ringan kalau bisa muntah. Melihatku seperti itu, Sam dan Eve yang tadi sedang mengobrol melihatku dengan khawatir dan bertanya. Kujawab saja aku baik-baik saja. Tapi aku ga dapat menutupi mukaku yang masih terlihat menahan muntah, karena emang masih belum tuntas.

Sam menawarkan untuk mengantarku ke toilet agar bisa muntah. Aku sempat menolaknya tapi melihatku yang kesusahan hanya untuk berdiri tegak, dia menuntunku tanpa kuminta. Sedangkan aku sendiri ga bisa menolak, yang bisa kurasakan hanyalah perasaan ga enak yg ada di ujung mulutku ini. Sedangkan, entah kenapa, yang kupikirkan hanyalah tentang semua yang terjadi di antara aku dan Reza sampai kejadian di Chinatown itu. Entah kenapa terngiang-ngiang lagi semua hal yang dia lakukan yang telah membuatku kesal dan marah, dan saat itu seolah-olah semua perasaan negatif itu teramplifikasi beberapa kali lipat, membuatku sangat marah di dalam hati. Aku udah coba untuk berusaha menerima dia masuk ke dalam hidupku. Tanpa dia sadari, udah banyak juga hal yang udah aku coba ubah dari diriku sendiri, menjadi lebih baik, kurang lebih alasannya hanya demi dia. Banyak yang telah kulakukan karena dan untuknya. Tapi seakan semua itu ga cukup, dia dengan mudahnya berpaling pada wanita lain hanya karena nafsu belaka. Saat itu aku merasa semua kenangan indah yang pernah kulalui bersama dia seperti tertutup oleh awan gelap kebencian. Lagi-lagi, mungkin karena pengaruh alkohol yang berlebihan. Rasanya tubuhku seakan terbakar dari dalam saat memikirkan semua ini.

Aku sampai di depan pintu toilet perempuan dengan masih dipapah oleh Sam. Dia bilang akan menunggu di luar sementara aku masuk dan berusaha muntah. Untungnya hanya beberapa detik jongkok, aku bisa memuntahkan lumayan banyak ke dalam kloset. Walaupun kurasakan masih belum semuanya keluar, tapi setidaknya sekarang aku udah ngerasa lebih baik. Namun, rasa mual berkurang, sekarang muncul rasa pusing yang menyerang, ditambah lagi dengan pikiranku yang masih belum betul2 lurus karena masih mabuk.

Aku keluar dari toilet dan bertemu dengan Sam yang menunggu di ujung koridor. Aku yang udah berbelok menuju ke area meja tiba2 ditarik oleh Sam, dia menarik tanganku, menuju ke salah satu pintu di samping tempat dia tadi bersandar di ujung koridor.

“Let’s get you some rest, don’t wanna have you throwing up on one of my tables.” Katanya dengan halus, sambil membuka pintu dan menuntunku masuk ke dalam.

Pikiranku yang masih tertutupi tidak memberikanku sinyal peringatan apa2 sama sekali saat kami masuk kesana dan dia menutup pintunya di belakangku. Aku refleks duduk lemas, dengan kepala terjuntai, di sofa yang ada tepat depan hadapanku. Normally, aku akan berpikir dua-tiga kali untuk duduk di sofa kotor seperti ini, seperti yang belum dicuci bertahun-tahun. Tapi saat itu kepalaku ga bisa lagi diajak kompromi.

Aku masih sangat lemah dan tak berdaya duduk disana, bahkan ga bisa mengumpulkan niat untuk bangun dan mencari Sarah. Sam duduk di sebelahku dan ikut bersandar, tangannya tiba2 merangkulku tapi aku ga menolaknya sama sekali.

Dan di detik itu, aku baru tersadarkan akan satu hal yang sangat fatal. Saat kulit tangannya menyentuh belakang leherku itu, aku baru sadar bahwa tubuhku dari tadi terbakar bukan hanya karena kekesalan pada Reza, tapi juga karena nafsu birahi. Aku horny, sangat sangat horny. Sentuhan tangannya bagaikan aliran listrik yang mengaktifkan naluri seksual di tubuhku, tanpa ada campur tangan dari pikiranku. Karena itu, tubuhku sedikit menggelinjang saat tangannya selesai meraih bahuku, dan aku menyandarkan kepalaku dengan manja di dadanya.

Akalku yang sudah lemah hanya dapat pasrah mencoba menyadarkanku, tanpa dapat menahanku dari menarik kepala Sam. Next time I know, bibirku udah melumat bibirnya dengan sangat ganas, yang tentu saja disambut olehnya. Tanganku menahan kepalanya sedangkan tangan Sam yang masih bebas kini mulai berkeliaran di pahaku yang tak tertutup oleh dress pinjaman ini. Entah bagaimana, aku yang sedetik sebelumnya masih tak dapat mengumpulkan tenaga untuk sekedar bangun berdiri, sekarang seolah mendapatkan energi baru hanya untuk melampiaskan nafsu.

Udah beberapa hari sejak terakhir kali aku ngentot dengan Reza, dan untukku yang punya libido cukup tinggi, that almost feels like an eternity. Selama ini, aku ga pernah bilang secara gamblang padanya, karena aku masih takut dia akan melihatku dengan pandangan berbeda. Entah kenapa, hanya dengan dia, aku ingin menjaga imageku di matanya.

Jalur pikiranku tiba-tiba terhenti mendadak saat pintu dibuka. Seorang lelaki kulit hitam tinggi, tegap dan kekar berotot masuk ke dalam ruangan, aku yang masih mabuk dan setengah sadar ga bisa liat mukanya dengan jelas di bawah lampu remang-remang itu, tapi aku masih bisa mendengar Sam memanggil namanya: Lucas. Sam berdiri dan menghampiri dia yang masih berdiri di depan pintu. Aku ga bisa mendengar apapun yang mereka bicarakan pelan, dengan kondisiku yang masih kentang karena horny dan posisi dudukku yang miring acak-acakan dan dressku yang terangkat hampir memperlihatkan panty ku pasti mengundang tatapan Lucas.

Beberapa detik mereka berbincang, kulihat Lucas menatap Sam, menatapku sejenak, kemudian menatap Sam lagi. Dia menggeser slot pintu di belakangnya sehingga terkunci, dan keduanya menghampiriku yang masih terduduk tak berdaya. Seluruh sisa akalku yang masih tersisa memberiku berbagai macam peringatan bahaya untuk bangun dan kabur secepat mungkin dari sana, tapi tubuhku masih tertahan oleh rasa horny yang semakin menguat dan motorikku yang terkompromi oleh alkohol. Pokoknya, aku ingin merasakan kontol, milik siapapun, malam itu.

Mereka kemudian duduk di kiri-kananku dan mulai menjalankan serangannya pada tubuhku. Aku melanjutkan french kiss dengan Sam, bergantian dengan Lucas, kemudian Sam lagi, dan begitu seterusnya. Aroma alkohol yang keras tercium dari mulut keduanya hanya menambah bahan bakar api birahiku, sampai aku dengan sengaja melebarkan posisi kedua kakiku saat merasakan jari2 Lucas udah mulai masuk menyelinap ke arah pangkal pahaku. Sam kemudian menurunkan bagian atas dressku sehingga toketku menyembul keluar. Ya, aku emang ga pakai bra pada malam itu. Dia langsung melahap toketku dengan bernafsu, membuatku semakin geli.

Diserang di hampir semua titik lemahku membuatku merasakan rasa nikmat yang tiada tara. Tubuhku ini yang selama hampir dua tahun ini hanya pernah dirasakan oleh kekasihku, sekarang dengan sukarela kuserahkan pada dua orang asing yang baru kukenal itu, hanya dengan iming-iming kenikmatan duniawi. Tapi tentu saja itu belum cukup. Klitorisku yang sudah sangat basah karena diacak-acak oleh jari besar Lucas terus meronta-ronta, meminta grand prize yang udah sangat kutunggu-tunggu malam itu: kontol yang dapat memenuhinya.

Hanya beberapa menit dalam posisi seperti itu, aku udah merasakan pertahananku akan jebol. Dengan memegangi kepala Sam sementara dia terus menghisap toketku, aku semakin mengangkangkan selangkanganku agar jari Lucas lebih leluasa memain-mainkan tempikku. Suatu aliran kenikmatan yang berasal dari sana tiba-tiba meledak, mengaliri seluruh tubuhku. I just cum. Bahkan aku sendiri dapat merasakan tempikku berkedut-kedut, walaupun Lucas masih belum menghentikan permainan jarinya disana.

Aku sedikit terpekik di mulut Lucas saat merasakan kenikmatan itu. Sebuah kenikmatan yang memang sangat-sangat berbahaya; pantaslah para hamba Gereja sejati dilarang dari kenikmatan duniawi yang satu ini, karena memang ia dapat membuat seseorang lupa akan segalanya, termasuk aku yang lupa akan pria yang sebetulnya masih kucintai.

“Give me your cock.” Bisikku pada Lucas dari sela-sela bibirku.

Tanpa dikomando lagi, Sam dan Lucas sama-sama berdiri dan melepaskan celana mereka, memperlihatkan kejantanan yang sudah tegak mengacung keras. Oh my god. Mataku sempat tak percaya melihat kontol Lucas yang sangat, sangat besar. Memang aku udah pernah beberapa kali melihat kontol orang kulit hitam di film bokep, tapi aku yakin ga semuanya seperti itu. Dan ini adalah pertama kalinya aku melihat satu secara langsung. Kualihkan pandanganku ke kontol Sam yang juga cukup besar, walaupun lebih kecil dari Lucas, namun tetap saja lebih besar dari pacarku yang hanya ukuran standar orang Asia.

Hatiku sejenak kegirangan seperti anak kecil saat kontol hitam legam itu menghampiri mukaku. Aku sangat ingin merasakannya. Aku membuka mulutku selebar yang kubisa dan memasukkan kontol itu ke dalamnya. Aku hampir tersedak saat ujung kepala kontolnya hampir menyentuh ujung mulutku, tapi ternyata belum semua batangnya masuk ke dalam. Gila, panjang banget. Tak lupa, akupun memainkan kontol Sam yang putih itu dengan tanganku.

Aku berusaha menyeimbangkan otak kiri dengan kananku, berusaha memuaskan kedua kontol itu dengan kedua bagian tubuhku yang berbeda. Lidahku kumainkan di kepala kontol Lucas, sambil bibirku masih terus mencoba maju mundur menggesek rapat kulit kontol hitamnya yang kasar dan berurat. Teknik ini biasanya bisa membuat Reza keluar dalam waktu yang singkat. Sementara itu, tanganku masih mengocok batang kontol Sam sambil kumainkan kepalanya dengan jempolku. Selang beberapa menit, kuganti posisi mereka berdua, sehingga aku melayani kontol Sam dengan mulutku dan kontol Lucas dengan tanganku.

Sayangnya, tiba-tiba aku merasakan pikiranku sedikit terbuka dan ada rasa sesal masuk. Terbayang muka kekasihku yang mungkin saat ini masih menungguku memberi kabar. Tapi nafsuku masih lebih kuat. Kutepis pikiran itu dan hanya fokus ke kedua kontol yang memang aku inginkan dari tadi. Sambil sedikit menarik nafas, kulepaskan sebentar kontol Sam dari mulutku dan berkata padanya singkat.

“I want more drinks.”

Iya hanya tersenyum terkekeh mengiyakan. Kulanjutkan lagi serviceku sampai akhirnya dapat kurasakan kepala kedua kontol tersebut mengembang. Aku udah sangat familiar dengan tanda ini. Benar saja, kontol Sam tiba-tiba meledak di depan mukaku saat kukeluarkan dari mulutku. Aku refleks terpejam saat mukaku disemprot oleh cairan peju Sam, beberapa tetesnya sempat masuk ke mulutku. Rasanya asin namun entah kenapa saat itu malah menambah gairahku. Setelah kujilat tetesan yang jatuh di sekitar bibir dan mulutku, aku mulai ganti memberikan blowjob pada kontol Lucas yang jauh lebih besar itu. Rahangku sampai agak pegal karena mulutku memang masih sempit walaupun udah kubuka dengan penuh.

Dengan tanganku masih memainkan kontol Sam, menjaganya agar tak lemas, kumainkan lidahku lagi di kontol hitam itu, sengaja kujilat halus tepat di lubangnya sampai dia meringis geli. Akhirnya kepala kontolnya yang daritadi udah membesar sekarang semakin membengkak, kukeluarkan dengan cepat dan kontolnya meledakkan cairan peju yang lebih banyak di mukaku, kali ini ikut membasahi sebagian rambutku.

Sejenak beristirahat, Sam pergi ke rak yang ada di ujung ruangan, membuka suatu kardus yang ada disana, kemudian mengambil sebuah botol besar. Red Label. Hmm, bolehlah, pikirku yang hanya ingin mendapat motivasi lebih. Kuambil botol tersebut dari tangannya dan hampir kuhabiskan setengah botol dalam satu teguk, sekalian untuk membersihkan mulut dan tenggorokanku dari sisa-sisa peju mereka yang sempat masuk.

Tapi malam masih panjang, dan torokku mulai gatal lagi melihat kedua kontol yang masih lumayan keras di hadapanku. I want more. Seperti tahu apa yang kupikirkan, Lucas berjalan ke balik sofa tempatku duduk dan aku agak kaget saat tiba2 punggung sofa tersebut jatuh dan menjadi seperti sebuah kasur. Aku ga sadar kapan, tapi tiba2 Lucas udah bertelanjang, badannya yang sangat atletis dan berotot besar membuat rahimku terasa semakin hangat. Dia meraih ke arah kedua pinggangku dan aku langsung mengerti maksudnya. Aku hanya menurut saat dia membalik posisiku sehingga menungging dan bertumpu di kedua lututku.

Di posisi ini, ada beberapa detik yang terasa sangat lama buatku. Karena aku tahu apa yang akan terjadi, namun aku masih tegang dalam bersiap-siap dan berharap-harap akan hal itu. Tetap saja, satu hentakan kencang dari kontol Lucas yang sangat, sangat besar sempat membuatku terkejut. Aku dapat merasakan bibir torokku terdorong masuk ke dalam karena ukurannya yang sangat besar, baru pertama kali ini aku merasakan sebesar itu masuk ke lubangku yang mungil. Untungnya, torokku sudah sangat basah sehingga kontolnya dapat masuk dengan lancar sampai menyentuh rahimku.

Aku terpejam dan menggigit bibir saat merasakan kepala kontolnya di rahimku. Rasanya tidak dapat digambarkan, siapapun yang bilang size doesn’t matter, mereka tidak pernah merasakan kontol sebesar ini di dalam tubuh mereka. Dinding torokku berdenyut-denyut, berusaha membiasakan diri untuk menyambut tuan barunya. Sementara itu kedua toketku yang dari tadi menggantung sekarang ikut bergoyang seiring dengan sodokan Lucas yang lambat laun semakin cepat.

Sam kembali berdiri ke hadapanku yang tengah menungging seperti itu. Melihat ada kontol nganggur di depan mukaku, tentu saja kuraih dan kulahap dengan senang hati. Sebetulnya agak susah untuk befokus blowjob saat bagian bawah tubuhku tengah bergoyang maju-mundur karena disodok oleh Lucas, tapi aku tetap mencoba memainkan lidahku di kepala kontolnya seperti tadi.

Inilah kenikmatan yang dari tadi diinginkan oleh tubuhku yang mabuk – walaupun ditentang habis-habisan oleh akal sehat dan hati nuraniku. Tubuhku semakin tak berdaya menghadapi genjotan Lucas yang semakin kencang, apalagi batang kontolnya sekarang di posisi yang tepat sehingga menggesek G-spotku setiap kali ia keluar masuk. Aku merasakan sesuatu mulai build-up dengan cepat di rahimku. Dengan tiba-tiba, tempikku menyemburkan cairan, bersamaan dengan itu juga suatu rasa kenikmatan yang sangat-sangat tinggi meledak dari sana, mengalir ke seluruh ujung tubuhku dan membuat seluruh rambut halusku berdiri. Aku baru saja keluar, lagi, oleh orang yang bukan kekasihku.

Lucas yang dapat merasakan dan melihat aku keluar kelihatannya semakin terbakar birahinya. Dia memompa kontolnya dengan sangat cepat sebelum aku merasakan lagi sesuatu yang familiar. Sejenak, akal sehatku kembali menyeruak keluar dengan panik.

Shit.

Don’t cum inside. Jangan. Not now.

Tapi sia-sia, sedetik kemudian aku merasakan banyak sekali cairan yang hangat tiba2 menyirami rahimku. Aku yang tak kuasa menahannya hanya dapat menerima dan merasakan peju Lucas yang ternyata masih banyak itu. Dapat kurasakan pejunya membasahi hampir semua isi rahimku, dan juga meleleh keluar saat tertarik oleh kontolnya yang dia tarik keluar. Aku melupakan akal sehatku barusan karena tubuhku kembali dibanjiri suatu perasaan yang sangat nikmat. Tanganku jatuh, aku tersimpuh namun kedua kakiku masih menahan dalam posisi menungging, keringat bercucuran dari telapak kakiku yang masih mengenakan heels.

Aku masih dapat merasakan sisa-sisa kenikmatan di bagian bawahku saat Sam membalikkan tubuhku menjadi telentang, dia kemudian mengangkat dan menahan kedua pahaku sehingga lututku hampir menyentuh muka. Sam yang mungkin sudah tak sabar menunggu giliran kini langsung menusukkan kontolnya ke torokku dalam2, padahal bagian dalamnya masih basah oleh peju Lucas yang masih mengalir. Apa dia ga jijik ya?

Walaupun tak sebesar punya Lucas, kontol Sam tetap punya sensasi tersendiri karena bentuknya yang lebih bengkok unik, sehingga setiap tarikan keluar-masuk sangat terasa di beberapa bagian dinding torokku. Tak lama berselang, tangan Sam makin mencengkeram erat kedua pahaku sampai rasanya ada kukunya yang membekas disana, dan tempo gerakannya semakin mengencang. Dia tiba-tiba menarik kontolnya keluar dan menyemburkan pejunya di atas perutku. Aku sendiri yang mendongak melihat ke arah perutku merasa horny, melihat perutku sendiri yang seksi dan piercing di pusarku terbanjiri oleh peju miliknya.

Setelah itu aku hanya bisa terbaring lemah tak berdaya, seluruh tenagaku habis untuk melayani nafsu birahi kedua lelaki tersebut, sebelum aku hilang kesadaran beberapa saat kemudian. Kelihatannya aku hanya tertidur beberapa menit saja, karena saat mataku terbuka kembali, keempat lelaki itu masih ada disana dengan kontol yang masih keras.

Wait, keempat lelaki itu? Sejak kapan ada dua orang lagi masuk kesana?? Kupicingkan sedikit mataku, berusaha fokus pada dua wajah yang tadi ga ada disana. Rick dan Ian. Aku kenal mereka. Shit, kayaknya aku masih belum bisa beristirahat malam ini, it’s gonna be a very long night. Aku yang masih setengah tersadar karena capek dan mabuk yang belum sepenuhnya hilang berikutnya hanya sadar saat udah duduk di atas Ian, kontolnya sudah masuk di dalam torokku.

Shit, woman on top? Sekalian aja aku coba semua posisi yang aku tahu malam ini dengan mereka.

Aku yang terjatuh di atas dadanya hanya bisa pasrah saat dia menyodokkan kontolnya keluar masuk dari arah bawah, rasa nikmat yang tadi kurasakan perlahan kembali ke torokku yang sekarang sudah agak membengkak setelah dihajar Lucas dan Sam. Dressku udah tergeletak di samping sofa, entah dari kapan. Dari mulutnya yang sangat dekat di depan kepalaku, kudengar Ian berkata sesuatu pada seseorang.

“Damn, this chick is even hotter than her, wonder how they make Asian girls like this.” Katanya keenakan, sebetulnya agak rasis, tapi aku yang masih dilanda birahi hanya menganggap itu sebagai compliment.

Aku paham maksudnya. Sekarang aku tahu kemana Sarah pergi. Kemungkinan besar, Sarah daritadi tengah digarap oleh Ian dan mungkin Rick, mungkin di ruangan seberang. Dan sekarang mereka sudah selesai, dan lanjut ke mangsa selanjutnya, yaitu aku.

Kulihat Sam dan Rick udah berdiri di sebelah kiri-kananku yang masih menunggangi Ian. Ah, hell, sure why not, pikirku. Nasi sudah menjadi bubur. Dengan keinginan mencoba melampaui batasku sendiri, aku sedikit bangun dari dada Ian dan meraih kedua kontol di kiri-kananku tanpa diminta. Kumainkan kontol mereka dengan tangan dan mulutku secara bergantian tanpa jeda, sementara badanku masih terantuk-antuk disodok Ian dari bawah.

Saat aku masih asyik dengan kontol mereka berdua, kurasakan ada tangan besar yang sedikit mengangkat dan memiringkan pinggangku ke depan. Lucas. What is he up to now? Kurasakan jarinya yang besar dan basah memainkan pinggiran lubang pantatku, sebelum mulai sedikit2 menyodok-nyodoknya dengan pelan.

Ah…fuck…kayaknya malam ini aku betul2 mendapat paket komplit. Aku agak was-was karena belum pernah bermain anal sebelumnya, tapi di tengah lautan birahi seperti itu, I couldn’t care fucking less. Aku hanya pasrah saat tiba2 kontol besar Lucas, kontol hitam besar yang tadi bahkan terlalu besar untuk masuk torokku, menyeruak memaksa masuk ke dalam lubang pantatku. Sekilas aku merasakan rasa sakit yang amat sangat dari sana, tapi dia sadar dan berhenti, hanya memasukkan setengah batangnya dan membiarkannya disana selama semenit lebih. Sementara itu pula, kontol Ian masih keluar masuk dari bawah sehingga aku bisa merasakan bagian bawah tubuhku sangat penuh.

Saat Lucas akhirnya mulai menggerakkan kontolnya lagi di pantatku, aku betul-betul lepas kendali. Walaupun masih ada rasa sakit, perlahan sakit tersebut berganti menjadi sebuah rasa nikmat yang berbeda. No wonder why people do anal, pikirku. Apalagi dengan kondisiku sekarang yang tengah melayani empat batang sekaligus, aku makin tenggelam dalam kenikmatan yang hanya bisa diberikan oleh lelaki seperti ini. Teriakan mulai keluar dari mulutku di sela-sela kontol yang sedang kukulum.

Lucas mendekatkan wajahnya ke samping telingaku dan berbisik bertanya.

“So, girl, do you like being fucked as a whore like this?” aku tak tahu kenapa dia tiba2 bertanya seperti itu.

Seluruh rasa nikmat yang melanda tubuhku memaksa bibirku bergerak tanpa kupikirkan.

“aaahhhhh…yeeessshh..I love iitth..” aku bahkan menambahkan sendiri “pleasee use my body to dump all your cummm…” kataku liar, lebih liar daripada prostitute yang setidaknya punya fee sebagai batasan.

Hilang sudah semua rasa gelisah, sedih, kecewa, frustasi, marah yang sampai tadi malam masih kurasakan karena Reza.

----
----

Sinar matahari mulai muncul dan sedikit menembus dari sela-sela jendela blacked out yang ternyata ada di pojok ruangan itu. Aku udah mulai tersadar dengan sisa-sisa pengaruh alkohol yang hampir lenyap sepenuhnya. Tergeletak begitu saja di sofa usang itu, aku membuka mata dan tak tampak tanda-tanda keempat lelaki yang memuaskan nafsu mereka di tubuhku sampai dini hari itu. Secara refleks aku mencoba meraih dress yang sudah kusut acak-acakan dan tergeletak di lantai, samar-samar bercak noda sperma masih terlihat di beberapa bagian. Kulayangkan lagi pandangan ke sekitarku, ternyata salah satu dari mereka cukup baik untuk membawakanku tas yang tadi malam kubawa.

Saat meraih tas itu, baru kusadari bahwa seluruh tubuhku sangat sakit dan pegal. Rasanya seperti seluruh tulang dalam tubuhku dilolosi paksa. Selain itu dapat kurasakan juga bibir vaginaku membengkak dan berdenyut sakit, ditambah banyaknya bekas hickey di sekitar leher dan buah dadaku. Terlebih lagi rasa sakit di lubang pantatku yang sepertinya masih merekah.

Tapi dari semua itu, yang paling menyakitkan adalah yang muncul kemudian, saat kesadaranku betul2 pulih. Sebuah rasa sesal yang sangat, sangat berat tiba2 muncul dari dalam, membuat dadaku sesak.

God. What have I done?

Teringat kelebatan apa yang terjadi tadi malam, bagaimana aku telah sangat hina mengkhianati orang yang aku cintai hanya karena mencari release impulsif. Terbayang wajahnya, semua momen yang telah kulewati bersamanya, seakan semua menguning dan menghitam seperti album foto yang dibakar. Aku sangat menyesal pagi itu. Aku tak tahu apa yang harus kulakukan. Tangis mulai menggenang saat aku keluar ke area bar yang sudah kosong dan belum dibereskan itu.

----
----
----

Kulihat dia masih terpaku, sejuta ekspresi terlihat di matanya, yang tak dapat kutebak artinya. Mukanya masih membatu seperti patung, lidahnya kelu tak dapat berucap apa2. Sampai aku selesai menceritakan apa yang terjadi tadi malam, dia masih tak membuka mulutnya sama sekali. Sekilas akan terlihat seperti dia tidak memperhatikan sama sekali, tapi aku tahu bahwa dia betul2 mendengarkan semua yang kuceritakan, hanya saja pikirannya terlalu kacau untuk dapat bereaksi apa2. Shit, I don’t even know how to apologize.

Bekas tamparan di pipiku sudah mulai menghilang, walaupun aku masih dapat sedikit merasakan darah di dinding mulutku. Sakit, tapi aku tidak menghiraukan hal itu karena aku yakin dia berusaha menyalurkan semua yang tak dapat dia katakan ke dalam satu tamparan itu, walaupun masih jauh dari cukup.

I can’t even imagine what’s going on in his head right now. Aku bahkan ga berani bilang padanya bahwa aku tahu kalau dia mengintip dan melihat kebejatanku secara langsung, because I don’t know whether it will make it better or worse. All I know is that I really regret all of it now, very very much. Kugenggam kedua tangannya. Dingin seperti marmer. Dia masih tak bereaksi.

Aku masih menunggu, feels like for an eternity, sampai dia mau mengatakan apapun.


Seperti telah suhu2 baca di atas, untuk Ch 6 ini emang hanyalah retelling kejadian Ch 5 dari POV Nat. Di kejadian aslinya, Nat tentu saja ga menceritakan pada saya sedetil itu, kebanyakan detil2 kecil saya tambahkan dari imajinasi sendiri yg saya bayangkan waktu itu terjadi. Selain itu, ada beberapa jg detil dari Ch 6 ini yg sebetulnya baru saya ketahui di lain waktu (contohnya nama orang2, apa yg terjadi sebelum incident di bar, dsb), tp biar lebih simpel, saya ceritakan seolah semuanya langsung saya ketahui saat bertemu dengan Nat sore itu.

Sengaja saya pindahkan ke POV Nat dulu untuk sekarang karena dua alasan utama. Pertama, POV dari Nat ini adalah versi yg dia ceritakan pada saya, tapi penting untuk diketahui karena nantinya akan muncul terungkit kembali, mungkin di beberapa Ch depan. Kedua, saya merasa harus lebih menambahkan adegan panas sebagai "balas jasa" pada forum ini karena telah menjadi semacam tempat curhat bagi saya, apalagi karena kelanjutan cerita ini menurut saya akan lebih berat di drama daripada cerita panasnya (tp akan tetep saya usahain selalu menambah adegan2 hot di setiap Ch).

Ane Skip 2 chater 5 & 6 karena Baper ..

Alasan Reza membiarkan Nat di gangbang 4 cowok apa Reza Cuckold ya ...

Apa kejadian Gangbang Nat itu RL suhu ? .. Karena balas dendamnya Nat sangat super wow sangat kebablasan , di mana Reza gak jadi ngentot di Jakarta , malah Nat balasnya Gangbang ...
 
Terakhir diubah:
So ini masih ada kelanjutannya? Gua kira bakal langsung putus trus eja balik ke jkt, damn gua sakit hati banget baca ni cerita
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd