Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

PEJANTAN PERKASA update Part 15 A

Part 03







S
etelah membuka pintu villa lantai bawah, aku pun menaiki tangga menuju lantai dua. Kulihat Uwa Afri sedang berdiri di roof, sambil memandang keindahan panorama di sekitar villaku. Dengan mengenakan kacamata hitam, karena matahari sedang terik – teriknya di atas kepala.

Tanpa basa – basi, kudekap pinggang wanita muda bertubuh tinggi besar itu dari belakang.

“Aku pengen nginep di sini semalam aja sih, “ ucapnya.

“Mau nginep sebulan juga gak apa – apa. Tapi bagaimana dengan Uwa Darma ? Apa gak bakalan marah ?”

“Dia takkan marah. Karena aku sudah bilang, ceknya mau dicairin dulu besok. Baru bisa pulang. Terus dia bilang silakan. Titip salam aja sama Asep, katanya. “

“Hihihiiii ... kalau Uwa Darma tau rencana kita berdua, pasti marah besar. “

“Aku yakin takkan marah. Soalnya waktu aku merengek ingin punya anak, dia pernah ngomong ... aku ijinkan kamu mencari lelaki yang bisa menghamilimu. Asalkan kamu tetap mendampingiku, karena aku terlalu mencintaimu. Tapi jangan sembarangan memilih lelaki. Pilihlah yang sehat dan jelas asal – usulnya. Sering dia bicara seperti itu padaku. “

Aku cuma tersenyum mendengar pengakuan istri Uwa Darma itu. Karena hal seperti itu sudah pernah kudengar dari mulut istri orang yang lain.

“Boleh aku mandi dulu ?” tanyanya.

“Oke. Di sini ada kamar mandi, di bawah juga ada beberapa kamar mandi, “ sahutku.

Di lantai atas hanya ada 1 kamar. Yang luas terasnya, untuk duduk berjemur di pagi hari.

“Di sini aja. Aku harus mandi dulu, karena perjalanan dari kampung ke hotelmu, banyak debu yang menempel di badan. “

“Ayo kalau mau mandi ... mau ditemenin ? “ tanyaku sambil menuntunnya masuk ke dalam kamar lantai 2.

“Kalau Asep mau mandi juga, itu lebih baik, “ katanya.

“Iya. Supaya jangan jual kucing di dalam karung, “ sahutku.

“Maksudnya ?” dia tampak bingung.

Aku baru sadar kalau dia bukan orang Indonesia asli. Maka kujelaskan arti “jual kucing di dalam karung” itu. Dan dia tampak puas dengan penjelasanku.

Lalu kulihat istri Uwa Darma itu melepaskan segala yang melekat di tubuh tinggi besarnya itu. Sampai telanjang bulat.

Aku terpana menyaksikan tubuh wanita Afghanistan yang tinggi besar dengan pinggang ramping, namun punya sepasang toket gede dan memanjang, mirip buah pepaya. Punya bokong semok pula.

“Tiap kamar mandi di villa ini ada bathtub-nya ?” tanyanya sambil memutar keran air hangat bathtub.














“Iya, “ sahutku, “tapi aku kurang suka mandi di bathtub. Silakan aja kalau mau mandi di situ sih. “

Aku memang kurang suka mandi di bathtub. Karena aku menganggap mandi di bathtub itu kurang bersih hasilnya. Karena air rendaman bercampur busa sabun digunakan berlama – lama, tanpa dibilas air bersih. Mending berdiri di bawah pancaran air shower, sehingga air kotornya mengalir ke arah lantai, lalu terbuang lewat salurannya. Rasanya lebih puas mandi sambil berdiri begitu.

Tapi kali ini aku hanya ingin melihat Uwa Afri telanjang. Setelah melihatnya, aku hanya mencolek memeknya yang tebal labia mayoranya. Lalu berkata, “Aku sudah mandi tadi. Silakan aja mandi sebersih mungkin. Setelah mandi, silakan ambil dan pakai kimono di dalam lemari kaca itu. Aku mau menunggu di depan aja ya. “

Wanita Afghanistan itu mengangguk sambil tersenyum manis. Lalu masuk ke dalam bathtub yang airnya sudah hampir penuh.

Memang di setiap kamar mandi yang biasa kupakai, baik di rumah, di villa mau pun di hotel, aku selalu punya stock kimono dan handuk baru. Sebenarnya kimono dan handuk baru itu tidak ada yang sengaja kubeli. Semuanya pemberian supplier sebagai “special gift” untuk owner. Hampir setiap bulan aku menerima “hadiah istimewa” itu. Sehingga aku pun membagikannya ke kamar – kamar mandi yang biasa kupakai mandi.

Untuk “memudahkan” acara ena-ena dengan istri Uwa Darma itu, kuambil celana pendek dan baju kaus serba putih dari koper di dalam yang selalu kubawa sebagai persiapan. Lalu kulepaskan segala yang melekat di badanku, termasuk celana dalam juga. Kemudian kukenakan baju kaus dan celana pendek serba putih itu, tanpa mengenakan celana dalam lagi.

Hal ini mengingatkanku pada waktu sedang “bertugas” di Singapura, untuk meladeni beberapa wanita setengah baya yang ingin dipuasi oleh brondong, secara bergiliran. Pada saat itu usiaku baru 18 tahun. Sedang rakus - rakusnya melahap memek para wanita setengah baya.

Tapi sampai sekarang aku masih suka melahap memek wanita setengah baya. Karena setiap kali aku berada di atas perut wanita setengah baya, aku merasa sebagai pihak yang sangat dibutuhkan. Lalu wanita setengah baya itu akan melayaniku “selengkap” mungkin. Dengan segala ketrampilannya yang membuatku terkesan.

Berbeda dengan cewek yang masih rendah atau nol jam terbangnya. Cewek seperti itu biasanya cuma menjadi sosok yang pasif. Bahkan terkadang menutupi mukanya dengan telapak tangannya waktu aku sedang menyetubuhinya.

Tak lama kemudian, ketika aku sedang duduk di sofa chat room (ruang cengkerama) istri Uwa Darma pun muncul dalam keadaan sudah mengenakan kimono putih seperti yang kuanjurkan.

Lalu ia duduk di sampingku, langsung mencium pipi kiriku dan berkata, “Sekarang aku sudah benar – benar siap. “

Aku tersenyum dengan gairah yang mulai bergejolak. Sambil menyelinapkan tanganku ke balik kimono putihnya, untuk memegang toket gede yang lonjong bentuknya ini. Memang tiada beha di balik kimono itu, sehingga tanganku leluasa memegang toket kanan istri Uwa Darma.

Dengan agresif wanita Afghanistan itu menurunkan celana pendekku, karena ia tahu bahwa bagian perut celana pendek putihku elastis. Jadi mudah untuk memelorotkan dan mudah pula memegang kontolku yang masih lemas ini. Lalu ia bergerak. Jongkok di lantai, sambil meremas – remas kontolku. Lalu ia mengulum kontolku dengan lahap dan mulai menyelomotinya seperti anak kecil menyelomoti permen loli.

Hanya butuh waktu beberapa detik, kontolku langsung ngaceng. Tapi ia masih terus menyelomoti kontolku yang sudah berlepotan air liurnya. Sementara tangannya pun ikut beraksi, untuk mengocok badan kontolku yang tidak terkulum oleh mulutnya.

Beberapa saat kemudian wanita bernama Afri Afshaneh itu berdiri di antara kedua kakiku, sambil melepaskan kimononya. Sehingga tubuh mulusnya tak tertutup apa – apa lagi. Karena di balik kimono itu ia tidak mengenakan beha maupun CD.

Kemudian ia menduduki kontol ngacengku, sambil menempatkan kedua lututnya di sofa, di kanan kiri bokongku. Sambil memegang kontolku yang sudah ngaceng berat ini.

Lalu ia mengangkat bokongnya, sambil memegang kontolku dan mengarahkan moncongnya ke mulut memeknya sendiri.

Sesaat kemudian ia menurunkan bokong semoknya perlahan – lahan tapi pasti. Maka kontolku pun perlahan – lahan menyelusup ke dalam liang memek istri Uwa Darma itu.

Ketika kontolku baru masuk setengahnya saja, aku sudah merasakan sesuatu yang lain dari yang lain. Sesuatu yang sulit melukiskannya dengan kata – kata. Yang jelas, ada bagian yang bergerinjal – gerinjal empuk di dalam memek wanita bernama Afri Afshaneh ini. Membuat gairah birahiku semakin bergejolak. Namun aku berusaha untuk menahan diri, karena posisinya tak memungkinkan untuk beraksi menurut keinginanku.

Karena itu kubiarkan saja dia mengayun bokong semoknya. Yang membuat liang memeknya membesot – besot kontolku dengan syurnya.

Aku mendekap pinggang rampingnya, sehingga dadaku bertempelan dengan sepasang toket gede lonjong itu. Lalu kunikmati kembali besotan – besotan liang memek Uwa Afri yang legitnya fantastis ... laksana legitnya dodol garut.

Kedua tanganku pun tak cuma mendekap pinggang rampingnya, tapi juga mulai meremas pantat semoknya. Wow ... semakin fantastis saja rasanya. Terlebih ketika ketika ia memagut bibirku ke dalam lumatan lahapnya.

Wanita bernama Afri Afshaneh ini hanya pinggangnya yang ramping. Selebihnya daging semua. Membuatku jadi teringat bahwa aku patut dijuluki buaya. Dan buaya itu senang makan daging. Yang suka tulang, cuma anjing. Hahahaaa ... !

Toketnya yang gede lonjong, bokongnya yang semok abis, membuatku serasa diberi kenikmatan berlebih.

Sementara istri Uwa Darma itu cuma mendesah – desah, sambil mengayun bokong semoknya. Membuat liang memeknya mengocok kontolku dengan lincahnya. “Aaaaaaa .... aaaaaaaaahhhhh ... aaaaa ... aaaaaahhhhhhhh ... aaaaaa .... aaaaaaaaahhhhhhhhh ... aaaaaaaaaaa ... aaaaaaaaahhhhhhhh ... aaaaaaaa ... aaaaaaaaaaaaaahhhhhhh ... “

Namun setelah semuanya ini berjalan lebih dari seperempat jam, tiba – tiba istri Uwa Darma menjambak rambutku sambil mendesakkan liang memeknya sejauh mungkin. Sehingga moncong kontolku terasa didorong oleh dasar liang memek wanita Afghanistan itu.

Disusul dengan menganganya mulut istri Uwa Darma itu. Dengan nafas tertahan.

Lalu ia menggeliat sambil melepaskan nafasnya, “Aaaaaaahhhhhhhhh ..... !”

Aku tahu apa yang telah terjadi. Dia sudah orgasme. Sedangkan aku masih jauh dari ejakulasi. Tapi kontolku masih berada di dalam liang memeknya yang sudah basah oleh lendir libidonya.

Lalu kupegang bokongnya sambil berusaha berdiri.

Ketika menyadari bahwa aku sudah berdiri sambil mengangkat badannya, istri Uwa Darma itu pun memelukku, karena mungkin takut jatuh.

Lalu kubawa tubuh bohai itu ke atas bed. Namun aku kurang hati – hati, sehingga kontolku terlepas dari liang memek istri Uwa Darma. Lalu wanita itu merayap ke tengah bed dan menelentang sambil mengusap – usap memeknya yang tampak sudah merekah karena baru mengalami orgasme.

Aku pun merayap ke atas perutnya sambil memegang kontol dan mengarahkan moncongnya ke mulut memek berlabia mayora tebal sekali itu.

Dengan sekali dorong, kontolku langsung melesak amblas ke dalam liang memek Uwa Afri. Disambut dengan pelukan hangat wanita itu, diikuti dengan bisikannya, “Asep memang luar biasa. Penisnya panjang sekali, ereksinya sempurna ... tahan lama pula. “

“Memek Uwa pun luar biasa enaknya. Lain dari yang lain. Pokoknya aku baru sekarang merasakan liang vagina yang selegit dan segurih ini, “ sahutku sambil mendesakkan terus kontolku sampai mentok di dasar liang memek istri Uwa Darma.

Lalu aku mulai mengayun kontolku di dalam liang memek yang terasa licin, bergerinjal – gerinjal dan hangat ini. Sambil memagut dan melumat bibir tebalnya yang sama legitnya dengan liang memeknya.

Ternyata istri Uwa Darma itu sudah pandai menggeol – geolkan bokong semoknya. Dengan gaya goyang karawang. Mungkin Uwa Darma yang melatihnya sampai trampil begitu.

Tentu saja aku merasa dimanjakan oleh kenikmatan yang diciptakan oleh istri Uwa Darma ini. Pantat semoknya memutar – mutar, meliuk – liuk dan menghempas – hempas. Yang kubalas dengan semakin gencar mengentotnya, sambil menjilati leher jenjangnya, disertai dengan gigitan – gigitan kecil.

Uwa Afri Afshaneh mulai mendesah – desah lagi. Kali ini disertai rintihan – rintihan histeris, yang terdengar erotis di telingaku.

“Aaaaaaaaaa ... aaaaaaaaahhhhhh ... Aseeeeep ... rasanya digauli olehmu ini kok terasa nikmaaaaat Seeep .... ooooooo ... oooooo ,,, ooooooooooohhhhh ... Asep bukan cuma punya senjata yang panjang, tapi juga romantis sekaliii .... semua yang Asep sentuh ... selalu mendatangkan nikmat bagikuuuu ... oooooooo .... oooooooohhhhhh ... Aseeeeep ... aku ... aku pasti ketagihan nanti Seeeep ... ooooohhhh ... Aseeeeeeppppp ... ini nikmat sekali Seeeep ... “

Terlebih lagi setelah tanganku ikut beraksi. Bahwa ketika aku asyik menjilait lehernya yang sudah keringatan, disertai dengan gigitan – gigitan kecil, tangan kiriku pun meremas – remas toket kanannya. Terkadang kupermainkan juga pentil toket gedenya ini dengan jepitan oleh jempol dan jari tengahku, sambil mengelus – elus permukaan pentil toket ini dengan ujung telunjukku.

Ini membuatnya semakin klepek – klepek. Tapi bokongnya tetap bergeol – geol, membuat kontolku terombang – ambing, laksana kapal laut dihantam badai di tengah samudera. Namun aku tetap stabil mengayun kontol ngacengku, sambil menikmati legitnya besotan – besotan liang memek istri Uwa Darma ini.

Bahkan pada suatu saat, kucoba titik lain untuk menjadi sasaran bibir dan lidahku. Ketika tangannya berada di dekat kepalanya, kuserudukkan mulutku ke ketiaknya yang bersih dari bulu tapi sudah basah oleh keringat. Di situlah aku menjilatinya, sambil menyedot – nyedotnya juga sekuatnya.

Tampaknya ia kegelian. Tapi ia semakin erat mendekap pinggangku, sambil merintih – rintih semakin histeris lagi. “Aseeeeep ... gak nyangka aku akan merasakan yang senikmat iniiiiii .... Seeeeeppppp ... ooooooo .... oooooooh ... Aseeeeeeepppppp ... semua titik yang Asep sentuh, benar – benar nikmat rasanya Seeeeeepppp ... ooooohh ... entot terus Seeeeep ... penismu memang luar biasa enaknyaaaaa ... entooootttttttttttt teruuuuuusssss Aseeeeepppp .... aku sudah tergila – gila oleh semua permainanmu iniiiii ... aaaaaaaaaahhhhhh .... aaaaaaaaaaaa ... aaaaaaaaahhhhhhhh .... “

Tapi tahukah dia bahwa aku pun serasa mulai tergila – gila oleh rasa legit dan pulen liang memeknya ?

Karena itu aku bertekad untuk memuntahkan air maniku tepat pada saat dia sedang orgasme lagi untuk kedua kalinya.

Sampai pada suatu saat, ketika istri Uwa Darma mulai berkelojotan sambil memberi isyarat agar aku meremas sepasang toketnya ... aku pun menggencarkan entotanku. Sambil meremas sepasang toket gede lonjongnya.

“Yang kuat remesnya ... aaaaaahhhhh ... aaaaaaaaahhhh ... aaaaaaaaaaaahhhhhhh, “ ucap istri Uwa Darma sambil menggelepar – gelepar.

Aku pun mengikuti keinginannya. Meremas – remas sepasang toket aduhainya sekuat mungkin, sementara entotan kontolku semakin menggila. Detik – detik krusial pun mulai kurasakan.

Dan ketika istri Uwa Darma mengejang tegang sambil menahan nafasnya, aku pun sudah tiba di puncak kenikmatanku yang fantastis sekali. Maka ketika liang memek wanita Afghanistan itu mengedut – ngedut kencang, kontolku pun menghentak – hentak laksana meriam yang sedang melepaskan tembakan – tembakannya.

Air maniku pun termuntahkan berulang – ulang.

Crooooooooooooooottttt ... crooooooooooottttt ... crettttt ... croooooooooooooottttttttttttttt ... cretttttt ... crooooooooooooooooooootttttt ... croooooooooooooooooooottttttttttttttt ... !

Ohhhh ... nikmat sekali rasanya memuntahkan air mani sambil meremas sepasang toket gede lonjong itu sekuatnya.

Lalu aku mengelojot dan terkapar lemas di atas perut wanita bernama Afri Afshaneh itu. Dengan tubuh bersimbahkan keringat yang sudah bercampur aduk dengan keringat istri Uwa Darma itu.

Lalu kulihat mata bundarnya terbuka. Menatapku dengan senyum di bibir tebalnya. Dan berkata lirih, “Terimakasih sudah melepasnya berbarengan denganku Sep ... nikmat sekali rasanya ... “

Lalu ia memagut bibirku ke dalam ciuman mesra dan hangatnya, sambil meremas – remas rambutku yang sudah basah oleh keringat.



Tapi semuanya itu masih ada lanjutannya. Seusai mandi dan makan malam, dia meminta untuk diewe lagi. Tentu saja aku takkan menyerah pada tantangannya.

Malam itu kupuasi dia dengan segenap keperkasaanku. Bahkan malam itu istri Uwa Darma sampai 5 kali orgasme. Sementara aku pun ejakulasi 2 kali lagi.

Barulah dia benar – benar terkapar puas. Lalu kami tertidur nyenyak, sambil berpelukan dalam keadaan sama – sama telanjang.

Keesokan harinya, setelah mandi dan menikmati sarapan pagi di sebuah rumah makan yang terletak tak jauh dari villaku, kami langsung menuju kantor bank. Untuk mencairkan cek ke dalam rekening tabungan istri Uwa Darma.

Setelah urusan dengan bank selesai, aku langsung mengemudikan jeepku menuju rumah Uwa Darma yang letaknya cukup jauh. Dengan jalan yang berkelok – kelok dan naik turun. Bahkan ada beberapa kilometer jalannya berbatu – batu. Sehingga jeepku seolah tengah melintasi jalan offroad.

Tengah hari barulah kami tiba di depan rumah Uwa Darma. Di tengah kampung yang masih jarang rumahnya.

Seorang lelaki tua berbadan tinggi gemuk menyambutku dengan hangat. Dialah kakak sepupu Ayah yang harus kupanggil Uwa Darma itu. Baru sekali ini aku berjumpa dengannya. Tapi dia menyambutku dengan familiar. Memelukku sambil berkata, “Baru sekali ini kita berjumpa ya Sep. Maklum di masa muda uwa jauh terus dari kampung halaman. “

Yang membuatku salah tingkah, adalah ketika aku duduk di kursi panjang yang terbuat dari kayu jati, istri Uwa Darma malah duduk di sebelah kiriku. Dengan sikap yang mesra sekali pula.

Namun Uwa Darma tampak biasa – biasa saja. Bahkan ketika istri Uwa Darma pergi ke dapur, Uwa Darma pindah duduknya ke sampingku.

Pada saat itulah Uwa Darma menyatakan terimakasihnya, karena aku telah membantunya untuk membangun madrasah yang dicita – citakan oleh istrinya. Bahkan secara terbuka Uwa Darma meminta “tolong” padaku, untuk ... menghamili istrinya ... !

Dari almarhumah istri pertamanya, Uwa Darma punya anak dua orang. Tapi mereka sudah pada punya suami dan ikut pada suaminya masing – masing. Yang sulung tinggal di Sumatra, yang bungsu tinggal di NTB.

Pada masa mudanya, Uwa Darma masih normal. Sehingga almarhumah istrinya bisa punya anak dua orang. Tapi entah kenapa, setelah menikah dengan wanita bernama Afri Afshaneh itu, Uwa Darma tidak mampu menghamilinya.

Karena itu Uwa Darma minta tolong agar istrinya kuhamili. Karena beliau takut kalau istrinya meninggalkannya di masa tuanya itu.

Secara terbuka aku menyanggupi permintaan itu. Asalkan istri Uwa Darma datang ke tempatku. Karena aku tak bisa sering - sering meninggalkan kotaku. Uwa Darma pun setuju.

Beberapa saat kemudian istri Uwa Darma mengajakku makan bersama. Dengan makanan yang sudah disiapkan olehnya.

Lalu kami bertiga makan bersama.

Pada saat sedang makan inilah Uwa Darma berkata, “Kalau Asep yang menghamili dia, uwa rela dan ikhlas Sep. Makanya nanti, setiap dia sedang dalam masa subur, akan uwa suruh menemui Asep. “

Istri Uwa Darma menanggapi, “Iya ... harus aku yang datang ke tempat Asep. Karena bisnis Asep itu banyak sekali. “

“Iya, iya, “ Uwa Darma mengangguk – angguk.

Memang suasana di rumah Uwa Darma ini terasa unik. Tapi aku merasa nyaman dengan suasana ini. Karena aku tidak merasa bersalah lagi telah menyetubuhi istri Uwa Darma itu.

Selesai makan, kami ngobrol lagi di ruang keluarga yang perabotannya serba jadul itu.

Pada saat itulah istri Uwa Darma berkata kepada suaminya, “Sebelum Asep pulang, boleh kami melakukannya di sini Kang ?”

Uwa Darma mengangguk sambil berkata, “Lakukanlah sebaik mungkin dengannya. “

Wanita bernama Afri Afshaneh itu mencium pipi suaminya, lalu berkata, “Terima kasih Kang. Aku jadi semakin sayang sama Akang. “

Lalu istri Uwa Darma berdiri, menghampiriku dan memegang pergelangan tanganku sambil berkata, “Ayo ... sebelum berpisah, kita bikin acara perpisahan dulu. “

Uwa Darma pun menimpali, “Iya Sep ... ikuti saja keinginannya. Lakukanlah sebaik mungkin ya Sep. “

“Iya Wa ... “ sahutku canggung. Tapi lalu aku melangkah, mengikuti langkah istri Uwa Darma menuju kamarnya.

Sementara Uwa Darma melangkah ke luar dari rumahnya.

Setelah berada di dalam kamarnya, istri Uwa Darma menanggalkan pakaiannya sehelai demi sehelai, sampai benar – benar telanjang bulat. Lalu ia menutupkan dan mengunci pintu kamarnya.

Aku pun menanggalkan sepatu dan seluruh pakaianku. Untuk memenuhi keinginan istri Uwa Darma.

Lalu aku melangkah menuju tempat tidur jadul itu, di mana istri Uwa Darma sudah menelentang dengan sikap “menantang”.

Aku memang sudah terbiasa menyetubuhi Mama Lanny di depan Ayah. Sudah terbiasa menyetubuhi Bunda dan Mamie di depan Ayah. Tapi kali ini ada perasaan ragu menyetubuhi istri Uwa Darma. Karena aku tidak tahu seperti apa perasaan Uwa Darma pada saat aku dan istrinya berada di dalam kamarnya ini.

Tapi begitu aku merayap ke atas perut istri Uwa Darma, kontolku langsung ngaceng. Karena membayangkan bakal menikmati lagi memek yang rasanya lain dari yang lain itu.

Apalagi setelah kontolku melesak masuk ke dalam liang memek yang legit dan pulen ini ... aku merasa mulai melayang lagi ke alam yang teramat indah ini.

Lalu mulailah kuayun kontolku yang sudah berada di dalam jepitan liang memek wanita bernama Afri Afshaneh ini.


















Peristiwa indah bersama istri Uwa Darma itu sering menggoda terawanganku di hari – hari berikutnya.

Namun aku selalu ada sasaran baru, yang membuatku bisa mengalihkan pikiranku.

Inilah perjalanan kehidupanku. Yang selalu “dihadiahi” perempuan dan perempuan terus.

Sampai pada suatu hari ....

Sore itu aku sudah mau pulang dari hotelku. Tapi aku mau ngecek kamar 501. Hanya untuk mengecek keadaannya, karena aku akan mengupgradenya. Maklum kamar 501 itu jarang disewakan, kecuali kalau dalam keadaan terdesak saja. Namun setelah melihat keadaan di dalam kamar 501 itu, aku berubah pikiran. Karena semuanya masih serba bagus. Masih tetap layak sebagai kamar hotel bintang 4. Sehingga aku merasa tak perlu diupgrade lagi. Maka aku pun masuk lift lagi untuk turun ke lantai 1.

Begitu aku masuk, ada seorang wanita yang sedang hamil, bergegas masuk ke dalam lift. Mungkin takut keburu liftnya kuturunkan.

Begitu kulihat wajah wanita itu, aku terkejut. Karena ternyata dia dosenku yang bernama Elizabeth, tapi biasa dipanggil Bu Liz saja.

Dia juga terkejut setelah melihat wajahku dan menepuk bahuku sambil berkata, “Yosef ?”

“Iya, selamat sore Bu Liz. “

“Sore ... lagi nginap di hotel ini ?”

“Mmm ... hotel ini punyaku Bu. “

“Ohya ?! Punya Yosef atau punya orang tua ?” tanyanya seperti kurang percaya.

“Punyaku Bu. Apakah Ibu sedang menginap di hotel ini ? “

“Gak, habis nemuin saudara yang nginep di sini. “

“Kalau Ibu mau nginep di sini, bisa dapet discount. Serahkan aja kartu namaku ini di front office, “ kataku sambil menyerahkan secarik kartu namaku yang kertasnya berwarna merah.

“Wah ... terimakasih. Tapi nginep sama siapa ya ? Suamiku kan pelaut. Hanya sembilan bulan sekali pulangnya. Masa mau minta ditemenin sama kamu. Hihihiii ... “

“Kalau aku yang nemenin malah gratis Bu. “

“Memang kamu mau nemenin perempuan hamil gini ?” Bu Liz mencubit perutku.

“Mau bu. Sangat mau. Justru ... mmm ... heheheee ... “

“Justru apa ?” Bu Liz memegang kedua pergelangan tanganku.

“Justru wanita hamil jauh lebih menarik di mataku. Heheheee ... maaf ya Bu. “

“Ogitu ya, “ Bu Liz seperti mau memelukku. Tapi lift sudah tiba di lantai 1, pintunya pun sudah terbuka.

“Sekarang Ibu punya acara ?” tanyaku.

“Nggak. Sekarang kan udah mulai cuti hamil. Gak ngajar dulu sampai lahiran nanti. “

“Kalau gitu mendingan ke ruang kerjaku dulu. Mungkin ada beberapa hal yang bisa kita bahas. “

“Ayo ... ingin tau juga ruang kerja owner hotel ini, “ Bu Liz mengangguk. Lalu mengikuti langkahku menuju ruang kerjaku.

Beberapa karyawan hotel pada menyapaku dengan “Selamat sore Big Boss “. Membuat Bu Liz tampak semakin yakin, bahwa aku benar – benar owner hotel ini.

Kubawa Bu Liz menuju ruang tamu owner hotel yang berdampingan dengan ruang kerjaku.

Kebetulan ruang tamuku sudah kuupgrade sedemikan uptodate, sehingga sepintas pun tampak mewah sekali. Sehingga Bu Liz kelihatan seperti kagum menyaksikan keadaan di ruang tamu owner hotel ini.

Lalu aku dan Bu Elizabeth duduk berdampingan di sebuah sofa impor.

“Kelihatannya Ibu bukan seratus persen orang Indonesia. Ada kebule – buleannya gitu, “ kataku membuka pembicaraan.

“Nenek dari ayah memang orang bule. Jadi ayahku blasteran. Mmm ... darah buleku cuma duapuluhlima persen mungkin. Karena ibuku orang Indonesia asli. “

“Duapuluhlima persern darah bulenya, tapi kelihatan dominan bule Bu. “

“Kamu sendiri gak seperti orang Indonesia asli, Yos. Apakah kamu juga ada turunan darah asing ?”

“Nggak ada Bu. Aku seratus persen orang Indonesia. “

“Masa sih ... kamu kok bisa tampan gini ... “ Bu Liz melingkarkan lengan kanannya di leherku. “Yos ... setelah hamil, aku horny terus bawaannya. Hihihiii ... malu nyeritainnya sama kamu. “

“Aku siap meredakan ke-horny-an Ibu. Di belakang ruang kerjaku itu ada kamar pribadiku. Kita bisa ena-ena di situ Bu. “

“Jangan di sini Yos. Aku gak bisa ninggalin rumah lama – lama. Kalau Yosef mau, di rumahku aja yuk. Nanti kukasih sepuas Yosef. “

“Boleh juga. Ibu ke sini pakai apa ?”

“Pakai taksi. “

“Kalau gitu lebih mudah lagi. Pakai mobilku aja. “

“Tapi rumahku di luar kota Yos. “

“Di mana ?”

Bu Elizabeth menyebutkan nama daerah yang memang di luar kota, tapi tidak terlalu jauh dari kotaku. Hanya sekitar 15 kilometer jauhnya.

“Kalau gitu sekarang aja yuk, “ kata Bu Liz sambil mengecup pipi kiriku, “Soalnya aku lagi jemur pakaian yang baru dicuci tadi pagi. Takut keburu hujan. “

“Oke, “ sahutku sambil berdiri. Bu Liz pun berdiri dan mengikuti langkahku menuju kamar pribadiku, “Pulangnya harus lewat sini, karena mobilku diparkir di depan kamar ini. “

“Wah ... ini kamar pribadimu Yos ? Mewah sekali ... jauh lebih mewah daripada kamar yang di lantai lima tadi. “

“Makanya lain kali mendingan di sini wikwiknya. Hehehee ... “ kataku sambil cengar – cengir.

“Iya, lain kali sih gak apa – apa. Tapi sekarang takut jemuranku kehujanan. Dapet cape – cape nyuci tadi pagi, bisa basah kuyup lagi kalau hujan turun, “ kata Bu Elizabeth.

“Memangnya di rumah Ibu gak ada siapa – siapa ?” tanyaku.

“Nggak ada. Tadinya ada adikku, tapi sekarang sudah dapet kerjaan di kota lain. Makanya di rumah hanya aku sendirian. “

“Wah ... berarti aku bisa kenyang merasakan sensasionalnya bumil. “

“Iya, pasti kukasih sekenyangmu Yos. Tapi ingat, jangan sampai bocor mulut di kampus nanti. “

“Dijamin soal itu sih Bu. Mulutku bukan ember bocor. “

“Nanti malam nginep di rumahku aja ya, “ kata Bu Liz.

“Boleh, “ aku mengangguk.

Lalu aku mengajak Bu Liz keluar dari pintu depan kamar pribadiku. Menuju sedan deep brown kesayanganku.

“Wah ... mobilmu ini ... di luar negeri juga biasa dipakai para pejabat tinggi Yos, “ kata Bu Liz ketika aku sudah membukakan pintu mobilku yang sebelah kiri depan. Setelah Bu Liz masuk ke dalam mobil, aku menutupkan kembali pintu kiri depan. Lalu melangkah ke arah pintu kanan depan. Dan duduk di belakang setir sambil menyalakan mesinnya.

“Setahuku, kalau kuliah kamu gak pernah bawa mobil Yos, “ kata Bu Elizabeth lagi.

“Teman kuliahku malah gak ada yang tau aku ini bekerja di mana. Aku memang gak mau menonjolkan diri di kampus Bu, “ sahutku sambil menjalankan mobilku, keluar dari tempat parkir khususku.

“Bagusan begitu Yos. Kalau kamu bawa mobil tiap hari ke kampus, bisa – bisa temanmu pada minta dianterin ke sana ke sini. Minta ditraktir makan, ngajak jalan – jalan dan sebagainya. Akhirnya waktumu habis tanpa guna. “

“Kalau untuk mengantarkan Bu Liz sih seharian juga gak apa apa, “ sahutku.

“Beneran nih ?” cetus Bu Liz sambil merapatkan pipi kanannya ke pipi kiriku.

Aku meminggirkan dulu mobilku. Lalu menghentikannya di pinggir jalan yang mulai sepi itu, karena hari sudah mulai remang - remang. Kemudian, tanpa basa – basi lagi kupagut bibir dosenku yang sedang hamil itu. Bu Liz tersentak sekejap, tapi lalu melingkarkan lengannya di leherku, sambil melumat bibirku dengan lahapnya.

Area petualangan baruku sudah terbentang di depan mataku.

Sudah terbayang indahnya, menikmati bumil yang satu ini.
 
Part 03







S
etelah membuka pintu villa lantai bawah, aku pun menaiki tangga menuju lantai dua. Kulihat Uwa Afri sedang berdiri di roof, sambil memandang keindahan panorama di sekitar villaku. Dengan mengenakan kacamata hitam, karena matahari sedang terik – teriknya di atas kepala.

Tanpa basa – basi, kudekap pinggang wanita muda bertubuh tinggi besar itu dari belakang.

“Aku pengen nginep di sini semalam aja sih, “ ucapnya.

“Mau nginep sebulan juga gak apa – apa. Tapi bagaimana dengan Uwa Darma ? Apa gak bakalan marah ?”

“Dia takkan marah. Karena aku sudah bilang, ceknya mau dicairin dulu besok. Baru bisa pulang. Terus dia bilang silakan. Titip salam aja sama Asep, katanya. “

“Hihihiiii ... kalau Uwa Darma tau rencana kita berdua, pasti marah besar. “

“Aku yakin takkan marah. Soalnya waktu aku merengek ingin punya anak, dia pernah ngomong ... aku ijinkan kamu mencari lelaki yang bisa menghamilimu. Asalkan kamu tetap mendampingiku, karena aku terlalu mencintaimu. Tapi jangan sembarangan memilih lelaki. Pilihlah yang sehat dan jelas asal – usulnya. Sering dia bicara seperti itu padaku. “

Aku cuma tersenyum mendengar pengakuan istri Uwa Darma itu. Karena hal seperti itu sudah pernah kudengar dari mulut istri orang yang lain.

“Boleh aku mandi dulu ?” tanyanya.

“Oke. Di sini ada kamar mandi, di bawah juga ada beberapa kamar mandi, “ sahutku.

Di lantai atas hanya ada 1 kamar. Yang luas terasnya, untuk duduk berjemur di pagi hari.

“Di sini aja. Aku harus mandi dulu, karena perjalanan dari kampung ke hotelmu, banyak debu yang menempel di badan. “

“Ayo kalau mau mandi ... mau ditemenin ? “ tanyaku sambil menuntunnya masuk ke dalam kamar lantai 2.

“Kalau Asep mau mandi juga, itu lebih baik, “ katanya.

“Iya. Supaya jangan jual kucing di dalam karung, “ sahutku.

“Maksudnya ?” dia tampak bingung.

Aku baru sadar kalau dia bukan orang Indonesia asli. Maka kujelaskan arti “jual kucing di dalam karung” itu. Dan dia tampak puas dengan penjelasanku.

Lalu kulihat istri Uwa Darma itu melepaskan segala yang melekat di tubuh tinggi besarnya itu. Sampai telanjang bulat.

Aku terpana menyaksikan tubuh wanita Afghanistan yang tinggi besar dengan pinggang ramping, namun punya sepasang toket gede dan memanjang, mirip buah pepaya. Punya bokong semok pula.

“Tiap kamar mandi di villa ini ada bathtub-nya ?” tanyanya sambil memutar keran air hangat bathtub.














“Iya, “ sahutku, “tapi aku kurang suka mandi di bathtub. Silakan aja kalau mau mandi di situ sih. “

Aku memang kurang suka mandi di bathtub. Karena aku menganggap mandi di bathtub itu kurang bersih hasilnya. Karena air rendaman bercampur busa sabun digunakan berlama – lama, tanpa dibilas air bersih. Mending berdiri di bawah pancaran air shower, sehingga air kotornya mengalir ke arah lantai, lalu terbuang lewat salurannya. Rasanya lebih puas mandi sambil berdiri begitu.

Tapi kali ini aku hanya ingin melihat Uwa Afri telanjang. Setelah melihatnya, aku hanya mencolek memeknya yang tebal labia mayoranya. Lalu berkata, “Aku sudah mandi tadi. Silakan aja mandi sebersih mungkin. Setelah mandi, silakan ambil dan pakai kimono di dalam lemari kaca itu. Aku mau menunggu di depan aja ya. “

Wanita Afghanistan itu mengangguk sambil tersenyum manis. Lalu masuk ke dalam bathtub yang airnya sudah hampir penuh.

Memang di setiap kamar mandi yang biasa kupakai, baik di rumah, di villa mau pun di hotel, aku selalu punya stock kimono dan handuk baru. Sebenarnya kimono dan handuk baru itu tidak ada yang sengaja kubeli. Semuanya pemberian supplier sebagai “special gift” untuk owner. Hampir setiap bulan aku menerima “hadiah istimewa” itu. Sehingga aku pun membagikannya ke kamar – kamar mandi yang biasa kupakai mandi.

Untuk “memudahkan” acara ena-ena dengan istri Uwa Darma itu, kuambil celana pendek dan baju kaus serba putih dari koper di dalam yang selalu kubawa sebagai persiapan. Lalu kulepaskan segala yang melekat di badanku, termasuk celana dalam juga. Kemudian kukenakan baju kaus dan celana pendek serba putih itu, tanpa mengenakan celana dalam lagi.

Hal ini mengingatkanku pada waktu sedang “bertugas” di Singapura, untuk meladeni beberapa wanita setengah baya yang ingin dipuasi oleh brondong, secara bergiliran. Pada saat itu usiaku baru 18 tahun. Sedang rakus - rakusnya melahap memek para wanita setengah baya.

Tapi sampai sekarang aku masih suka melahap memek wanita setengah baya. Karena setiap kali aku berada di atas perut wanita setengah baya, aku merasa sebagai pihak yang sangat dibutuhkan. Lalu wanita setengah baya itu akan melayaniku “selengkap” mungkin. Dengan segala ketrampilannya yang membuatku terkesan.

Berbeda dengan cewek yang masih rendah atau nol jam terbangnya. Cewek seperti itu biasanya cuma menjadi sosok yang pasif. Bahkan terkadang menutupi mukanya dengan telapak tangannya waktu aku sedang menyetubuhinya.

Tak lama kemudian, ketika aku sedang duduk di sofa chat room (ruang cengkerama) istri Uwa Darma pun muncul dalam keadaan sudah mengenakan kimono putih seperti yang kuanjurkan.

Lalu ia duduk di sampingku, langsung mencium pipi kiriku dan berkata, “Sekarang aku sudah benar – benar siap. “

Aku tersenyum dengan gairah yang mulai bergejolak. Sambil menyelinapkan tanganku ke balik kimono putihnya, untuk memegang toket gede yang lonjong bentuknya ini. Memang tiada beha di balik kimono itu, sehingga tanganku leluasa memegang toket kanan istri Uwa Darma.

Dengan agresif wanita Afghanistan itu menurunkan celana pendekku, karena ia tahu bahwa bagian perut celana pendek putihku elastis. Jadi mudah untuk memelorotkan dan mudah pula memegang kontolku yang masih lemas ini. Lalu ia bergerak. Jongkok di lantai, sambil meremas – remas kontolku. Lalu ia mengulum kontolku dengan lahap dan mulai menyelomotinya seperti anak kecil menyelomoti permen loli.

Hanya butuh waktu beberapa detik, kontolku langsung ngaceng. Tapi ia masih terus menyelomoti kontolku yang sudah berlepotan air liurnya. Sementara tangannya pun ikut beraksi, untuk mengocok badan kontolku yang tidak terkulum oleh mulutnya.

Beberapa saat kemudian wanita bernama Afri Afshaneh itu berdiri di antara kedua kakiku, sambil melepaskan kimononya. Sehingga tubuh mulusnya tak tertutup apa – apa lagi. Karena di balik kimono itu ia tidak mengenakan beha maupun CD.

Kemudian ia menduduki kontol ngacengku, sambil menempatkan kedua lututnya di sofa, di kanan kiri bokongku. Sambil memegang kontolku yang sudah ngaceng berat ini.

Lalu ia mengangkat bokongnya, sambil memegang kontolku dan mengarahkan moncongnya ke mulut memeknya sendiri.

Sesaat kemudian ia menurunkan bokong semoknya perlahan – lahan tapi pasti. Maka kontolku pun perlahan – lahan menyelusup ke dalam liang memek istri Uwa Darma itu.

Ketika kontolku baru masuk setengahnya saja, aku sudah merasakan sesuatu yang lain dari yang lain. Sesuatu yang sulit melukiskannya dengan kata – kata. Yang jelas, ada bagian yang bergerinjal – gerinjal empuk di dalam memek wanita bernama Afri Afshaneh ini. Membuat gairah birahiku semakin bergejolak. Namun aku berusaha untuk menahan diri, karena posisinya tak memungkinkan untuk beraksi menurut keinginanku.

Karena itu kubiarkan saja dia mengayun bokong semoknya. Yang membuat liang memeknya membesot – besot kontolku dengan syurnya.

Aku mendekap pinggang rampingnya, sehingga dadaku bertempelan dengan sepasang toket gede lonjong itu. Lalu kunikmati kembali besotan – besotan liang memek Uwa Afri yang legitnya fantastis ... laksana legitnya dodol garut.

Kedua tanganku pun tak cuma mendekap pinggang rampingnya, tapi juga mulai meremas pantat semoknya. Wow ... semakin fantastis saja rasanya. Terlebih ketika ketika ia memagut bibirku ke dalam lumatan lahapnya.

Wanita bernama Afri Afshaneh ini hanya pinggangnya yang ramping. Selebihnya daging semua. Membuatku jadi teringat bahwa aku patut dijuluki buaya. Dan buaya itu senang makan daging. Yang suka tulang, cuma anjing. Hahahaaa ... !

Toketnya yang gede lonjong, bokongnya yang semok abis, membuatku serasa diberi kenikmatan berlebih.

Sementara istri Uwa Darma itu cuma mendesah – desah, sambil mengayun bokong semoknya. Membuat liang memeknya mengocok kontolku dengan lincahnya. “Aaaaaaa .... aaaaaaaaahhhhh ... aaaaa ... aaaaaahhhhhhhh ... aaaaaa .... aaaaaaaaahhhhhhhhh ... aaaaaaaaaaa ... aaaaaaaaahhhhhhhh ... aaaaaaaa ... aaaaaaaaaaaaaahhhhhhh ... “

Namun setelah semuanya ini berjalan lebih dari seperempat jam, tiba – tiba istri Uwa Darma menjambak rambutku sambil mendesakkan liang memeknya sejauh mungkin. Sehingga moncong kontolku terasa didorong oleh dasar liang memek wanita Afghanistan itu.

Disusul dengan menganganya mulut istri Uwa Darma itu. Dengan nafas tertahan.

Lalu ia menggeliat sambil melepaskan nafasnya, “Aaaaaaahhhhhhhhh ..... !”

Aku tahu apa yang telah terjadi. Dia sudah orgasme. Sedangkan aku masih jauh dari ejakulasi. Tapi kontolku masih berada di dalam liang memeknya yang sudah basah oleh lendir libidonya.

Lalu kupegang bokongnya sambil berusaha berdiri.

Ketika menyadari bahwa aku sudah berdiri sambil mengangkat badannya, istri Uwa Darma itu pun memelukku, karena mungkin takut jatuh.

Lalu kubawa tubuh bohai itu ke atas bed. Namun aku kurang hati – hati, sehingga kontolku terlepas dari liang memek istri Uwa Darma. Lalu wanita itu merayap ke tengah bed dan menelentang sambil mengusap – usap memeknya yang tampak sudah merekah karena baru mengalami orgasme.

Aku pun merayap ke atas perutnya sambil memegang kontol dan mengarahkan moncongnya ke mulut memek berlabia mayora tebal sekali itu.

Dengan sekali dorong, kontolku langsung melesak amblas ke dalam liang memek Uwa Afri. Disambut dengan pelukan hangat wanita itu, diikuti dengan bisikannya, “Asep memang luar biasa. Penisnya panjang sekali, ereksinya sempurna ... tahan lama pula. “

“Memek Uwa pun luar biasa enaknya. Lain dari yang lain. Pokoknya aku baru sekarang merasakan liang vagina yang selegit dan segurih ini, “ sahutku sambil mendesakkan terus kontolku sampai mentok di dasar liang memek istri Uwa Darma.

Lalu aku mulai mengayun kontolku di dalam liang memek yang terasa licin, bergerinjal – gerinjal dan hangat ini. Sambil memagut dan melumat bibir tebalnya yang sama legitnya dengan liang memeknya.

Ternyata istri Uwa Darma itu sudah pandai menggeol – geolkan bokong semoknya. Dengan gaya goyang karawang. Mungkin Uwa Darma yang melatihnya sampai trampil begitu.

Tentu saja aku merasa dimanjakan oleh kenikmatan yang diciptakan oleh istri Uwa Darma ini. Pantat semoknya memutar – mutar, meliuk – liuk dan menghempas – hempas. Yang kubalas dengan semakin gencar mengentotnya, sambil menjilati leher jenjangnya, disertai dengan gigitan – gigitan kecil.

Uwa Afri Afshaneh mulai mendesah – desah lagi. Kali ini disertai rintihan – rintihan histeris, yang terdengar erotis di telingaku.

“Aaaaaaaaaa ... aaaaaaaaahhhhhh ... Aseeeeep ... rasanya digauli olehmu ini kok terasa nikmaaaaat Seeep .... ooooooo ... oooooo ,,, ooooooooooohhhhh ... Asep bukan cuma punya senjata yang panjang, tapi juga romantis sekaliii .... semua yang Asep sentuh ... selalu mendatangkan nikmat bagikuuuu ... oooooooo .... oooooooohhhhhh ... Aseeeeep ... aku ... aku pasti ketagihan nanti Seeeep ... ooooohhhh ... Aseeeeeeppppp ... ini nikmat sekali Seeeep ... “

Terlebih lagi setelah tanganku ikut beraksi. Bahwa ketika aku asyik menjilait lehernya yang sudah keringatan, disertai dengan gigitan – gigitan kecil, tangan kiriku pun meremas – remas toket kanannya. Terkadang kupermainkan juga pentil toket gedenya ini dengan jepitan oleh jempol dan jari tengahku, sambil mengelus – elus permukaan pentil toket ini dengan ujung telunjukku.

Ini membuatnya semakin klepek – klepek. Tapi bokongnya tetap bergeol – geol, membuat kontolku terombang – ambing, laksana kapal laut dihantam badai di tengah samudera. Namun aku tetap stabil mengayun kontol ngacengku, sambil menikmati legitnya besotan – besotan liang memek istri Uwa Darma ini.

Bahkan pada suatu saat, kucoba titik lain untuk menjadi sasaran bibir dan lidahku. Ketika tangannya berada di dekat kepalanya, kuserudukkan mulutku ke ketiaknya yang bersih dari bulu tapi sudah basah oleh keringat. Di situlah aku menjilatinya, sambil menyedot – nyedotnya juga sekuatnya.

Tampaknya ia kegelian. Tapi ia semakin erat mendekap pinggangku, sambil merintih – rintih semakin histeris lagi. “Aseeeeep ... gak nyangka aku akan merasakan yang senikmat iniiiiii .... Seeeeeppppp ... ooooooo .... oooooooh ... Aseeeeeeepppppp ... semua titik yang Asep sentuh, benar – benar nikmat rasanya Seeeeeepppp ... ooooohh ... entot terus Seeeeep ... penismu memang luar biasa enaknyaaaaa ... entooootttttttttttt teruuuuuusssss Aseeeeepppp .... aku sudah tergila – gila oleh semua permainanmu iniiiii ... aaaaaaaaaahhhhhh .... aaaaaaaaaaaa ... aaaaaaaaahhhhhhhh .... “

Tapi tahukah dia bahwa aku pun serasa mulai tergila – gila oleh rasa legit dan pulen liang memeknya ?

Karena itu aku bertekad untuk memuntahkan air maniku tepat pada saat dia sedang orgasme lagi untuk kedua kalinya.

Sampai pada suatu saat, ketika istri Uwa Darma mulai berkelojotan sambil memberi isyarat agar aku meremas sepasang toketnya ... aku pun menggencarkan entotanku. Sambil meremas sepasang toket gede lonjongnya.

“Yang kuat remesnya ... aaaaaahhhhh ... aaaaaaaaahhhh ... aaaaaaaaaaaahhhhhhh, “ ucap istri Uwa Darma sambil menggelepar – gelepar.

Aku pun mengikuti keinginannya. Meremas – remas sepasang toket aduhainya sekuat mungkin, sementara entotan kontolku semakin menggila. Detik – detik krusial pun mulai kurasakan.

Dan ketika istri Uwa Darma mengejang tegang sambil menahan nafasnya, aku pun sudah tiba di puncak kenikmatanku yang fantastis sekali. Maka ketika liang memek wanita Afghanistan itu mengedut – ngedut kencang, kontolku pun menghentak – hentak laksana meriam yang sedang melepaskan tembakan – tembakannya.

Air maniku pun termuntahkan berulang – ulang.

Crooooooooooooooottttt ... crooooooooooottttt ... crettttt ... croooooooooooooottttttttttttttt ... cretttttt ... crooooooooooooooooooootttttt ... croooooooooooooooooooottttttttttttttt ... !

Ohhhh ... nikmat sekali rasanya memuntahkan air mani sambil meremas sepasang toket gede lonjong itu sekuatnya.

Lalu aku mengelojot dan terkapar lemas di atas perut wanita bernama Afri Afshaneh itu. Dengan tubuh bersimbahkan keringat yang sudah bercampur aduk dengan keringat istri Uwa Darma itu.

Lalu kulihat mata bundarnya terbuka. Menatapku dengan senyum di bibir tebalnya. Dan berkata lirih, “Terimakasih sudah melepasnya berbarengan denganku Sep ... nikmat sekali rasanya ... “

Lalu ia memagut bibirku ke dalam ciuman mesra dan hangatnya, sambil meremas – remas rambutku yang sudah basah oleh keringat.



Tapi semuanya itu masih ada lanjutannya. Seusai mandi dan makan malam, dia meminta untuk diewe lagi. Tentu saja aku takkan menyerah pada tantangannya.

Malam itu kupuasi dia dengan segenap keperkasaanku. Bahkan malam itu istri Uwa Darma sampai 5 kali orgasme. Sementara aku pun ejakulasi 2 kali lagi.

Barulah dia benar – benar terkapar puas. Lalu kami tertidur nyenyak, sambil berpelukan dalam keadaan sama – sama telanjang.

Keesokan harinya, setelah mandi dan menikmati sarapan pagi di sebuah rumah makan yang terletak tak jauh dari villaku, kami langsung menuju kantor bank. Untuk mencairkan cek ke dalam rekening tabungan istri Uwa Darma.

Setelah urusan dengan bank selesai, aku langsung mengemudikan jeepku menuju rumah Uwa Darma yang letaknya cukup jauh. Dengan jalan yang berkelok – kelok dan naik turun. Bahkan ada beberapa kilometer jalannya berbatu – batu. Sehingga jeepku seolah tengah melintasi jalan offroad.

Tengah hari barulah kami tiba di depan rumah Uwa Darma. Di tengah kampung yang masih jarang rumahnya.

Seorang lelaki tua berbadan tinggi gemuk menyambutku dengan hangat. Dialah kakak sepupu Ayah yang harus kupanggil Uwa Darma itu. Baru sekali ini aku berjumpa dengannya. Tapi dia menyambutku dengan familiar. Memelukku sambil berkata, “Baru sekali ini kita berjumpa ya Sep. Maklum di masa muda uwa jauh terus dari kampung halaman. “

Yang membuatku salah tingkah, adalah ketika aku duduk di kursi panjang yang terbuat dari kayu jati, istri Uwa Darma malah duduk di sebelah kiriku. Dengan sikap yang mesra sekali pula.

Namun Uwa Darma tampak biasa – biasa saja. Bahkan ketika istri Uwa Darma pergi ke dapur, Uwa Darma pindah duduknya ke sampingku.

Pada saat itulah Uwa Darma menyatakan terimakasihnya, karena aku telah membantunya untuk membangun madrasah yang dicita – citakan oleh istrinya. Bahkan secara terbuka Uwa Darma meminta “tolong” padaku, untuk ... menghamili istrinya ... !

Dari almarhumah istri pertamanya, Uwa Darma punya anak dua orang. Tapi mereka sudah pada punya suami dan ikut pada suaminya masing – masing. Yang sulung tinggal di Sumatra, yang bungsu tinggal di NTB.

Pada masa mudanya, Uwa Darma masih normal. Sehingga almarhumah istrinya bisa punya anak dua orang. Tapi entah kenapa, setelah menikah dengan wanita bernama Afri Afshaneh itu, Uwa Darma tidak mampu menghamilinya.

Karena itu Uwa Darma minta tolong agar istrinya kuhamili. Karena beliau takut kalau istrinya meninggalkannya di masa tuanya itu.

Secara terbuka aku menyanggupi permintaan itu. Asalkan istri Uwa Darma datang ke tempatku. Karena aku tak bisa sering - sering meninggalkan kotaku. Uwa Darma pun setuju.

Beberapa saat kemudian istri Uwa Darma mengajakku makan bersama. Dengan makanan yang sudah disiapkan olehnya.

Lalu kami bertiga makan bersama.

Pada saat sedang makan inilah Uwa Darma berkata, “Kalau Asep yang menghamili dia, uwa rela dan ikhlas Sep. Makanya nanti, setiap dia sedang dalam masa subur, akan uwa suruh menemui Asep. “

Istri Uwa Darma menanggapi, “Iya ... harus aku yang datang ke tempat Asep. Karena bisnis Asep itu banyak sekali. “

“Iya, iya, “ Uwa Darma mengangguk – angguk.

Memang suasana di rumah Uwa Darma ini terasa unik. Tapi aku merasa nyaman dengan suasana ini. Karena aku tidak merasa bersalah lagi telah menyetubuhi istri Uwa Darma itu.

Selesai makan, kami ngobrol lagi di ruang keluarga yang perabotannya serba jadul itu.

Pada saat itulah istri Uwa Darma berkata kepada suaminya, “Sebelum Asep pulang, boleh kami melakukannya di sini Kang ?”

Uwa Darma mengangguk sambil berkata, “Lakukanlah sebaik mungkin dengannya. “

Wanita bernama Afri Afshaneh itu mencium pipi suaminya, lalu berkata, “Terima kasih Kang. Aku jadi semakin sayang sama Akang. “

Lalu istri Uwa Darma berdiri, menghampiriku dan memegang pergelangan tanganku sambil berkata, “Ayo ... sebelum berpisah, kita bikin acara perpisahan dulu. “

Uwa Darma pun menimpali, “Iya Sep ... ikuti saja keinginannya. Lakukanlah sebaik mungkin ya Sep. “

“Iya Wa ... “ sahutku canggung. Tapi lalu aku melangkah, mengikuti langkah istri Uwa Darma menuju kamarnya.

Sementara Uwa Darma melangkah ke luar dari rumahnya.

Setelah berada di dalam kamarnya, istri Uwa Darma menanggalkan pakaiannya sehelai demi sehelai, sampai benar – benar telanjang bulat. Lalu ia menutupkan dan mengunci pintu kamarnya.

Aku pun menanggalkan sepatu dan seluruh pakaianku. Untuk memenuhi keinginan istri Uwa Darma.

Lalu aku melangkah menuju tempat tidur jadul itu, di mana istri Uwa Darma sudah menelentang dengan sikap “menantang”.

Aku memang sudah terbiasa menyetubuhi Mama Lanny di depan Ayah. Sudah terbiasa menyetubuhi Bunda dan Mamie di depan Ayah. Tapi kali ini ada perasaan ragu menyetubuhi istri Uwa Darma. Karena aku tidak tahu seperti apa perasaan Uwa Darma pada saat aku dan istrinya berada di dalam kamarnya ini.

Tapi begitu aku merayap ke atas perut istri Uwa Darma, kontolku langsung ngaceng. Karena membayangkan bakal menikmati lagi memek yang rasanya lain dari yang lain itu.

Apalagi setelah kontolku melesak masuk ke dalam liang memek yang legit dan pulen ini ... aku merasa mulai melayang lagi ke alam yang teramat indah ini.

Lalu mulailah kuayun kontolku yang sudah berada di dalam jepitan liang memek wanita bernama Afri Afshaneh ini.


















Peristiwa indah bersama istri Uwa Darma itu sering menggoda terawanganku di hari – hari berikutnya.

Namun aku selalu ada sasaran baru, yang membuatku bisa mengalihkan pikiranku.

Inilah perjalanan kehidupanku. Yang selalu “dihadiahi” perempuan dan perempuan terus.

Sampai pada suatu hari ....

Sore itu aku sudah mau pulang dari hotelku. Tapi aku mau ngecek kamar 501. Hanya untuk mengecek keadaannya, karena aku akan mengupgradenya. Maklum kamar 501 itu jarang disewakan, kecuali kalau dalam keadaan terdesak saja. Namun setelah melihat keadaan di dalam kamar 501 itu, aku berubah pikiran. Karena semuanya masih serba bagus. Masih tetap layak sebagai kamar hotel bintang 4. Sehingga aku merasa tak perlu diupgrade lagi. Maka aku pun masuk lift lagi untuk turun ke lantai 1.

Begitu aku masuk, ada seorang wanita yang sedang hamil, bergegas masuk ke dalam lift. Mungkin takut keburu liftnya kuturunkan.

Begitu kulihat wajah wanita itu, aku terkejut. Karena ternyata dia dosenku yang bernama Elizabeth, tapi biasa dipanggil Bu Liz saja.

Dia juga terkejut setelah melihat wajahku dan menepuk bahuku sambil berkata, “Yosef ?”

“Iya, selamat sore Bu Liz. “

“Sore ... lagi nginap di hotel ini ?”

“Mmm ... hotel ini punyaku Bu. “

“Ohya ?! Punya Yosef atau punya orang tua ?” tanyanya seperti kurang percaya.

“Punyaku Bu. Apakah Ibu sedang menginap di hotel ini ? “

“Gak, habis nemuin saudara yang nginep di sini. “

“Kalau Ibu mau nginep di sini, bisa dapet discount. Serahkan aja kartu namaku ini di front office, “ kataku sambil menyerahkan secarik kartu namaku yang kertasnya berwarna merah.

“Wah ... terimakasih. Tapi nginep sama siapa ya ? Suamiku kan pelaut. Hanya sembilan bulan sekali pulangnya. Masa mau minta ditemenin sama kamu. Hihihiii ... “

“Kalau aku yang nemenin malah gratis Bu. “

“Memang kamu mau nemenin perempuan hamil gini ?” Bu Liz mencubit perutku.

“Mau bu. Sangat mau. Justru ... mmm ... heheheee ... “

“Justru apa ?” Bu Liz memegang kedua pergelangan tanganku.

“Justru wanita hamil jauh lebih menarik di mataku. Heheheee ... maaf ya Bu. “

“Ogitu ya, “ Bu Liz seperti mau memelukku. Tapi lift sudah tiba di lantai 1, pintunya pun sudah terbuka.

“Sekarang Ibu punya acara ?” tanyaku.

“Nggak. Sekarang kan udah mulai cuti hamil. Gak ngajar dulu sampai lahiran nanti. “

“Kalau gitu mendingan ke ruang kerjaku dulu. Mungkin ada beberapa hal yang bisa kita bahas. “

“Ayo ... ingin tau juga ruang kerja owner hotel ini, “ Bu Liz mengangguk. Lalu mengikuti langkahku menuju ruang kerjaku.

Beberapa karyawan hotel pada menyapaku dengan “Selamat sore Big Boss “. Membuat Bu Liz tampak semakin yakin, bahwa aku benar – benar owner hotel ini.

Kubawa Bu Liz menuju ruang tamu owner hotel yang berdampingan dengan ruang kerjaku.

Kebetulan ruang tamuku sudah kuupgrade sedemikan uptodate, sehingga sepintas pun tampak mewah sekali. Sehingga Bu Liz kelihatan seperti kagum menyaksikan keadaan di ruang tamu owner hotel ini.

Lalu aku dan Bu Elizabeth duduk berdampingan di sebuah sofa impor.

“Kelihatannya Ibu bukan seratus persen orang Indonesia. Ada kebule – buleannya gitu, “ kataku membuka pembicaraan.

“Nenek dari ayah memang orang bule. Jadi ayahku blasteran. Mmm ... darah buleku cuma duapuluhlima persen mungkin. Karena ibuku orang Indonesia asli. “

“Duapuluhlima persern darah bulenya, tapi kelihatan dominan bule Bu. “

“Kamu sendiri gak seperti orang Indonesia asli, Yos. Apakah kamu juga ada turunan darah asing ?”

“Nggak ada Bu. Aku seratus persen orang Indonesia. “

“Masa sih ... kamu kok bisa tampan gini ... “ Bu Liz melingkarkan lengan kanannya di leherku. “Yos ... setelah hamil, aku horny terus bawaannya. Hihihiii ... malu nyeritainnya sama kamu. “

“Aku siap meredakan ke-horny-an Ibu. Di belakang ruang kerjaku itu ada kamar pribadiku. Kita bisa ena-ena di situ Bu. “

“Jangan di sini Yos. Aku gak bisa ninggalin rumah lama – lama. Kalau Yosef mau, di rumahku aja yuk. Nanti kukasih sepuas Yosef. “

“Boleh juga. Ibu ke sini pakai apa ?”

“Pakai taksi. “

“Kalau gitu lebih mudah lagi. Pakai mobilku aja. “

“Tapi rumahku di luar kota Yos. “

“Di mana ?”

Bu Elizabeth menyebutkan nama daerah yang memang di luar kota, tapi tidak terlalu jauh dari kotaku. Hanya sekitar 15 kilometer jauhnya.

“Kalau gitu sekarang aja yuk, “ kata Bu Liz sambil mengecup pipi kiriku, “Soalnya aku lagi jemur pakaian yang baru dicuci tadi pagi. Takut keburu hujan. “

“Oke, “ sahutku sambil berdiri. Bu Liz pun berdiri dan mengikuti langkahku menuju kamar pribadiku, “Pulangnya harus lewat sini, karena mobilku diparkir di depan kamar ini. “

“Wah ... ini kamar pribadimu Yos ? Mewah sekali ... jauh lebih mewah daripada kamar yang di lantai lima tadi. “

“Makanya lain kali mendingan di sini wikwiknya. Hehehee ... “ kataku sambil cengar – cengir.

“Iya, lain kali sih gak apa – apa. Tapi sekarang takut jemuranku kehujanan. Dapet cape – cape nyuci tadi pagi, bisa basah kuyup lagi kalau hujan turun, “ kata Bu Elizabeth.

“Memangnya di rumah Ibu gak ada siapa – siapa ?” tanyaku.

“Nggak ada. Tadinya ada adikku, tapi sekarang sudah dapet kerjaan di kota lain. Makanya di rumah hanya aku sendirian. “

“Wah ... berarti aku bisa kenyang merasakan sensasionalnya bumil. “

“Iya, pasti kukasih sekenyangmu Yos. Tapi ingat, jangan sampai bocor mulut di kampus nanti. “

“Dijamin soal itu sih Bu. Mulutku bukan ember bocor. “

“Nanti malam nginep di rumahku aja ya, “ kata Bu Liz.

“Boleh, “ aku mengangguk.

Lalu aku mengajak Bu Liz keluar dari pintu depan kamar pribadiku. Menuju sedan deep brown kesayanganku.

“Wah ... mobilmu ini ... di luar negeri juga biasa dipakai para pejabat tinggi Yos, “ kata Bu Liz ketika aku sudah membukakan pintu mobilku yang sebelah kiri depan. Setelah Bu Liz masuk ke dalam mobil, aku menutupkan kembali pintu kiri depan. Lalu melangkah ke arah pintu kanan depan. Dan duduk di belakang setir sambil menyalakan mesinnya.

“Setahuku, kalau kuliah kamu gak pernah bawa mobil Yos, “ kata Bu Elizabeth lagi.

“Teman kuliahku malah gak ada yang tau aku ini bekerja di mana. Aku memang gak mau menonjolkan diri di kampus Bu, “ sahutku sambil menjalankan mobilku, keluar dari tempat parkir khususku.

“Bagusan begitu Yos. Kalau kamu bawa mobil tiap hari ke kampus, bisa – bisa temanmu pada minta dianterin ke sana ke sini. Minta ditraktir makan, ngajak jalan – jalan dan sebagainya. Akhirnya waktumu habis tanpa guna. “

“Kalau untuk mengantarkan Bu Liz sih seharian juga gak apa apa, “ sahutku.

“Beneran nih ?” cetus Bu Liz sambil merapatkan pipi kanannya ke pipi kiriku.

Aku meminggirkan dulu mobilku. Lalu menghentikannya di pinggir jalan yang mulai sepi itu, karena hari sudah mulai remang - remang. Kemudian, tanpa basa – basi lagi kupagut bibir dosenku yang sedang hamil itu. Bu Liz tersentak sekejap, tapi lalu melingkarkan lengannya di leherku, sambil melumat bibirku dengan lahapnya.

Area petualangan baruku sudah terbentang di depan mataku.

Sudah terbayang indahnya, menikmati bumil yang satu ini.
Akhirnya yang ditunggu2 datang juga.
Terimakasih suhu @Otta
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd