Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

PEJANTAN PERKASA update Part 15 A

Part 10 A



M
eski Bi Irah orang kampung yang tidak cantik, tapi tubuhnya yang bohai dan memeknya yang punya rasa khas, membuatku kagum juga padanya. Terlebih kalau mengingat bahwa dia termasuk salah seorang yang dibutuhkan oleh hotelku. Untuk mengurus makan karyawan dan karyawati hotelku. Sementara untuk mengurus resto hotel, lain lagi pegawainya. Ada 2 orang chef segala di situ. Tentu harus lebih profesional dan menguasai cara masak makanan internasional, karena sering ada tamu orang asing.

Bi Irah kubebaskan mengatur dan mengurus kantin pegawai. Supaya bersemangat, kubiarkan dia memodalinya sendiri. Jadi Bi Irah seolah berdagang sendiri di kantin. Hasilnya boleh dimiliki olehnya. Yang penting, dia berkewajiban mengurus makanku 3 kali sehari. Itu saja “pajak”nya.

Kalau ada tamu yang harus disuguhi makanan, aku memintanya dari resto hotel. Bi Irah hanya berkewajiban mengurus isi perutku saja.

Siang itu Bi Irah tampak senang sekali. Karena telah menelan spermaku sampai tak tersisa setetes pun. Memang dia yang minta, agar spermaku jangan dimuncratkan di dalam liang memeknya. Takut hamil, katanya. Dan aku tidak menawarkan pil kontrasepsi. Karena aku sendiri ingin memuntahkan air maniku di dalam mulut Bi Irah.

Sebelum meninggalkan kamar itu, Bi Irah masih sempat berkata, “Nanti kalau Den Boss butuh memek bibi lagi, bibi siap Den Boss. “

Aku ketawa kecil lalu menepuk bahunya sambil menyahut, “Iya, pasti aku sering membutuhkannya Bi. “

Kemudian ia berlalu. Meninggalkanku dalam kepuasan, karena kontolku tidak ngaceng dan pegal lagi.

Tiba – tiba handphoneku berdenting ... tiiiiing ... !

Ketika kulihat layar hapeku, ternyata Tante Sharon yang call.

Lalu :

Aku : “Hallo Tante Cantik ... apa kabar ?”

T.S. : “Sehat. ANak – anak juga sehat. Yosef sendiri gimana ? Sehat juga kan ?”

Aku : “Sehat Tante. Udah lumayan lama kita gak ketemu ya ?”

T.S. : “Mmm ... sekitar dua bulan lah gak ketemunya. Ohya, aku ada perlu Yos. “

Aku : “Ya Tante ... ?”

T.S. : “Aku punya rekan bisnis yang sama masalahnya seperti aku dahulu. “

Aku : “Masalah apa ?”

T.S. : “Dia sudah tujuh tahun punya suami. Tapi belum punya anak juga. “

Aku : “Terus Tante minta aku menghamilinya ? Hihihiii ... “

T.S. : “Iya. Tarifmu pasti udah naik lagi kan ?”

Aku : “Gak ada tarif lagi Tante. Aku sudah retired dari pergigoloan. “

T.S. : “Haaa ?! Serius ?”

Aku : “Serius Tante. Waktu kita ketemuan terakhir pun, aku sudah bukan gigolo lagi. “

T.S. : “Baguslah kalau begitu. Aku senang mendengarnya. “

Aku : “Iya Tante. “

T.S. : “Lagian sekarang kamu kan udah tajir melilit. Ngapain jadi gigolo lagi. “

Aku : “Tapi aku bisa begini, awalnya kan berkat kebaikan hati Tante. “

T.S. : “Aku hanya mengawalinya saja. Selanjutnya kamu kan yang mengembangkan. “

Aku : “Iya Tante. “

T.S. : “Terus gimana ? Kamu mau gak ?”

Aku : “Siap Tante. Aku kan belum pernah menolak permintaan Tante. “

T.S. : “Bodoh aja kalau gak mau dikasih memek bule sih. “

Aku : “Memek bule ?”

T.S. : “Iya. Dia orang Belanda, tapi suaminya orang Indonesia. “

Aku : “O gitu ... tapi dia bisa ngomong Indonesia ? “

T.S. : “Udah lancar bahasa Indonesia. Dia kan sudah tujuh tahun tinggal di Jakarta. “

Aku : “Terus acaranya gimana ?”

T.S. : “Mungkin harus dibikin seperti kita dahulu. Tapi dia gak punya villa di kota ini. “

Aku : “Soal tempat sih gak masalah. Villa dari Tante masih ada. Di hotelku juga bisa. “

T.S.: “Iya. Tentang proses pertemuan, kalian atur aja sendiri nanti ya. “

Aku : “Siap Tante. “

T.S. : “Nomor ponselmu akan kuberikan padanya. Nomor dia akan kukirimkan padamu.”

Aku : “Iya Tante. “

T.S. : “Namanya Brenda. “

Aku : “Iya ... Brenda ... “

T.S. : “Dia itu sudah mendapat ijin dari suaminya untuk mencari pejantan. “

Aku : “Ohya ?!”

T.S.: “Suaminya hanya minta, pejantannya harus orang Indonesia yang tak dikenalnya.”

Aku : “Baguslah. Berarti aku tenang juga melakukannya nanti. Tante sendiri gimana ?”

T.S. : “Apanya yang gimana ?”

Aku : “Mau nambah lagi momongannya ?”

T.S.: “Gak dulu ah. Untuk sementara dua anak juga udah cukup. “

Ya, Tante Sharon sudah punya dua anak cowok dariku. Tapi sampai saat ini Tante Sharon belum mau mempertemukan kedua anak itu. Aku hanya mendengar ceritanya saja, bahwa kedua anak dariku itu tampan – tampan seperti ayahnya, kata Tante Sharon.

Sebelum hubungan seluler ditutup, Tante Sharon masih sempat mengirimkan nomor hape wanita Belanda yang bernama Brenda itu.

Sebenarnya tadi pagi – pagi sekali, aku menerima call dari Habiba. Yang menjelaskan bahwa Farah, kakak kandungnya, harus terbang ke Dubai dulu. Karena Farah punya bisnis besar di kota yang serba modern dan banyak yang ter ter ter di sana. Gedung tertinggi di dunia, hotel termahal di dunia dan sebagainya.

Karena itu aku harus melupakan dulu rencana “penghamilan” Farah yang belum tau seperti apa bentuknya itu. Tapi ada penggantinya dari Tante Sharon, wanita bule bernama Brenda itu. Wanita yang entah seperti apa bentuknya. Semoga saja bukan wanita gendut, supaya aku tidak cepat letih menyetubuhinya. Tapi meski pun gendut, yang penting ada lubangnya. Hahahahaaa ... !



Empat hari kemudian, aku mendapat panggilan seluler dari wanita bernama Brenda itu. Dia memintaku datang ke alamat yang dikirimkannya padaku lewat WA, hari ini pada jam 19.00.

Aku mengiyakan saja. Mau dikasih memek bule, masa nolak ?

Ketika aku memperhatikan alamat yang diberikan oleh wanita bernama Brenda itu, ternyata alamat rumah di dalam kompleks perumahan elit. Lalu aku teringat kata – kata Tante Sharon, bahwa wanita Belanda yang bersuamikan orang Indonesia itu, tidak punya villa di sekitar kotaku ini. Jadi mungkin dia merasa lebih nyaman kalau pertemuannya dilakukan di rumah saja. Karena setahuku, di kompleks perumahan elit itu penghuninya cuek – cuek sekali. Tak pernah mau tahu urusan tetangganya. Bahkan banyak yang saling tidak mengenal tetangganya.

Tapi bagiku, suasana elu-elu gue-gue itu lebih bagus. Jadi apa pun yang kulakukan tak akan merasa risih. Yang penting jangan teriak – teriak atau nyetelin musik keras – keras saja, supaya tidak mengganggu tetangga.

Jam 18.00 aku pun meluncurkan mobilku menuju alamat rumah itu. Sebenarnya kalau jalanan tidak macet, 20 menit pun aku bisa mencapai rumah itu. Tapi karena jlanan sering macet, aku berangkat lebih awal. Kalau terlalu cepat tiba di sana, aku bisa istirahat dulu di pinggir jalan sebelum belok ke clusternya.

Tapi ternyata kedatanganku di depan rumah yang alamatnya ada padaku itu, tepat pada waktunya. Jam 19 kurang semenit jeepku sudah tiba di depan rumah itu. Lalu kuparkir jeepku di pinggir jalan, di belakang 2 buah sedan made in England berwarna hitam dan merah.

Rumah – rumah di sini kebanyakan tiada garasinya. Jadi mobil penghuni diparkir di bahu jalan saja, dengan perasaan aman, karena keamanan di perumahan elit ini sangat terjaga.

Ketika aku melangkah ke arah teras depan, seorang wanita bule menyongsongku sambil bertanya, “Yosef ?”

“Betul. Dengan Tante Brenda ?” tanyaku sambil memperhatikan wanita itu, yang menurutku cantik, berambut brunette dan pakai poni di depannya. Usianya kutaksir sekitar 30 tahunan lah.

“Iya. Ayo kukenalkan dulu pada suamiku, “ sahutnya.

“Suami ?!” cetusku kaget bercampur heran.

“Iya. Pertemuan ini legal. Suamiku akan serah terima dulu denganmu. Lalu kembali ke Jakarta. Sedangkan aku akan tinggal di sini. Ayolah masuk, jangan takut – takut. “

Meski ragu – ragu, aku melangkah juga mengikuti langkah wanita itu masuk ke ruang tamu.

Seorang lelaki tua (mungkin usianya di atas 50 tahun) sedang duduk di sofa ruang keluarga. Dan spontan berdiri setelah melihatku datang. “Ini Yosef ?” tanyanya.

“Betul Oom, “ sahutku sambil menjabat tangan lelaki berbadan tinggi besar itu.

“Pratono, “ ucapnya mengenalkan diri waktu berjabatan tangan denganku.

Lalu lelaki bernama Pratono itu mempersilakanku duduk di sofa ruang keluarga. Tante Brenda duduk di sampingnya.

“Dek Yosef sudah tau kan apa yang harus dilakukan dengan istriku nanti ?” tanya Oom Pratono.

“Iya Oom, “ sahutku dengan sikap canggung.

“Kita bicara secara terbuka saja ya, “ kata Oom Pratono, “Aku sudah mengijinkan istriku dihamili olehmu, seperti yang Dek Yosef sudah lakukan pada Bu Sharon. Bahkan Bu Sharon sudah dua kali melahirkan, berkat pertolongan Yosef kan. “

“Betul Oom, “ sahutku tanpa keberanian memandang mata lelaki tua itu.

“Nah ... lakukanlah pada istriku juga ya, “ Oom Pratono menepuk bahuku perlahan.

“Siap Oom, “ sahutku sambil menunduk.

“Untuk memudahkan Dek Yosef, sengaja kubeli rumah ini. Supaya jangan terlalu jauh menemui istriku pada setiap masa suburnya. “

“Iya Oom. “

“Kalau Dek Yosef berhasil menghamilinya, nanti ada present dariku sebagai ungkapan kebahagiaan hati kami. Oke ?”

“Oke Oom. “

“Mengenai hal – hal lain, nanti akan dijelaskan secara mendetail oleh istriku ya. “

“Iya Oom. “

Lalu Oom Pranoto menoleh ke arah istrinya. Sambil bertanya di dalam bahasa Belanda, “ Alles is toch duidelijk ? “ (Semuanya jelas kan ?)

Tante Brenda mengangguk sambil tersenyum. Oom Pratono pun mengecup bibir istrinya. Lalu berdiri sambil berkata padaku, “Titip istriku ya Dek. Tolong bahagiakan hatinya. “

“Iya Oom. “

Lalu Oom Pratono menepuk bahuku, “Aku harus kembali ke Jakarta, karena besok akan terbang ke Eropa. Sekali lagi ... titip istriku ya Dek. “

“Siap Oom. “

Ketika Oom Pratono keluar dari pintu depan, Tante Sharon mengantarkan kepergian suaminya, sampai di samping sedan yang hitam. Kemudian melambaikan tangannya ketika sedan hitam itu mulai bergerak menjauh.

Tante Brenda masuk lagi ke dalam rumah. Menutup dan menguncikan pintu depan. Dan duduk di sampingku sambil menepuk lututku, “Sekarang kita bebas melakukan apa pun. Suamiku baik kan ?”

Harum parfum mahal pun tersiar ke penciumanku. “Iya Tante, “ sahutku.

“istilah tante dan oom itu berasal dari bahasa Belanda, “ kata Tante Brenda.

“Iya, karena Indonesia kan bekas koloni Belanda, “ sahutku.

“Istilah koloni juga berasal dari bahasa Belanda. Hanya beda nulisnya. Koloni di dalam bahasa Belanda harus ditambah hurup e di belakangnya. “

Aku cuma mengangguk sambil tersenyum. Sambil mengamati bentuk Tante Brenda yang saat itu mengenakan daster tipis berwarna hitam. Sangat kontras dengan kulitnya yang putih bersih. Sepintas pun kelihatan bahwa wanita Belanda itu bertubuh tinggi langsing, namun aku yakin toketnya gede. Bokongnya juga gede. Karena daster yang dipakainya terbuat dari kain goyang, sehingga kalau ia berjalan, kelihatan bentuk tubuhnya yang masih tertutupi daster itu.

Tante Brenda tampaknya sadar kalau aku sedang mengamatinya secara diam – diam. Dia memegang tanganku sambil berkata, “Begitu melihatmu tadi, aku langsung horny. Karena Yosef punya wajah tampan dan tubuh atletis. Sehingga aku mulai berkhayal tentang apa yang akan terjadi nanti ... “

Ucapan itu ditutup dengan ciuman hangat di bibirku. Tentu saja aku tak mau berdiam pasif. Kusambut ciuman itu dengan lumatan hangat, sambil melingkarkan lenganku di pinggangnya.

“Di kamarku aja yuk. Biar lebih leluasa, “ ajak Tante Brenda setelah ciumannya terurai.

Aku mengangguk. Lalu mengikuti langkahnya menuju kamarnya.

Setelah berada di dalam kamarnya, Tante Brenda langsung melepaskan daster hitamnya, sehingga tinggal bra hitam dan celana dalam hitam juga yang masih melekat di badannya. Kalau bangsaku mengenakan bra dan CD serba hitam gitu, banyak yang kelihatannya jadi kumal. Tapi kalau wanita bule yang mengenakannya, aneh, pantas saja kelihatannya.

Setelah tinggal mengenakan bra dan CD, semakin jelas bentuk Tante Brenda itu, sesuai dengan dugaanku. Berpinggang ramping, namun bertoket gede dan berbokong semok.

Diam – diam kontolku mulai bangun di balik celana dalam dan celana denimku. Terlebih setelah bra Tante Brenda dilepaskan ... benar – benar gede toketnya itu. Lonjong pula, seperti buah pepaya yang masih tergantung di pohonnya.

Aku pun melepaskan baju kaus dan celana denimku. Sehingga tinggal celana dalam yang masih melekat di badanku. Sementara Tante Brenda sudah melepaskan celana dalam hitamnya, sehingga tubuh indahnya sudah tak terhalang sehelai benang pun.

“Wow ... tubuh Tante indah sekali, “ kataku sambil mengusap – usap perut Tante Brenda.

“Terima kasih, “ sahutnya sambil tersenyum, “mudah – mudahan Yosef takkan pernah bosan padaku nanti ya. “

Sebagai jawaban, kudekap pinggang wanita bule itu. Sambil mendaratkan ciuman hangat di bibir sensualnya.

Tante Brenda pun melumat bibirku lagi, sambil melangkah mundur ke arah bednya.




 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd