Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

PEJANTAN PERKASA update Part 15 A

Mantap apdetannya suhu. Setelah lama menanti, ga bosen juga sama si asep. Sehat terus suhu.
 
Part 15 A



P
ada waktu grand opening ceremony hotel punya Meimei yang dipercayakan padaku untuk mengelolanya itu, banyak karangan bunga mengucapkan selamat. Banyak juga tamu yang datang untuk mengucapkan selamat secara lisan. Ayah dan Ceu Imas pun datang. Bu Vivi juga datang untuk mengucapkan selamat kepada Meimei, adik kandungnya. Namun ia datang sendirian, tidak bersama Edo.

Di lobby hotel yang dijadikan ruangan para tamu, Bu Vivi pun menjabat tanganku, mengucapkan selamat atas dibukanya hotel bintang lima itu. Bahkan masih sempat dia bertanya, “Benarkah Yosef sudah menikah dengan Meimei ?”

“Benar, “ sahutku, “Dan sekarang Meimei sudah hamil tiga bulan. “

“Ohya ?! “ Bu Vivi tampak kaget, “Belum kelihatan sedang hamil ya ?”

Pasti Meimei belum bercerita kepada kakaknya, bahwa ia sedang hamil. Karena setahuku, Meimei tidak terlalu terbuka kepada kakak kandungnya itu. Banyak hal yang Meimei tidak mau berterus terang kepada kakaknya, entah kenapa.

Saat itu Meimei tampak sedang ngobrol dengan Ayah dan Ceu Imas. Sementara Bu Vivi seperti ingin bicara banyak denganku.

“Bagaimana caranya kalau aku ingin berbicara dengan Yosef, terutama untuk urusan bisnis ? ” tanya Bu Vivi.

Aku pun menyerahkan secarik kartu namaku kepada kakaknya Meimei itu.

Bu Vivi melirik ke arah Meimei yang masih tampak asyik ngobrol dengan Ayah dan Ceu Imas. Lalu bertanya dengan nada ragu, “Bisakah kita bicara di tempat yang sepi ?”

“Bisa, “ sahutku sambil mengangguk.

“Sebentar ... mau ngomong dulu sama Meimei, “ kata Bu Vivi sambil menghampiri Meimei. Lalu terdengar ia berkata, “Aku mau lihat – lihat dulu keadaan hotel ini ya Mei. “

Meimei mengangguk sambil tersenyum.

Lalu Bu Vivi menghampiriku lagi.

Aku tidak tahu apa sebenarnya keinginan kakaknya Meimei itu. Mungkin dia ingin menceritakan sesuatu yang sangat pribadi sifatnya. Karena itu aku mengajaknya masuk ke dalam lift. Karena aku akan membawanya ke lantai teratas, lantai 9.

Hari itu hotel baru grand opening ceremony. Belum menerima tamu yang mau menginap. Besok baru akan membuka booking kamar.

Karena itu di dalam lift yang akanb kugerakkan ke lantai 9, tidak ada orang lain di dlaam lift ini kecuali aku dan Bu Vivi. Harum parfum mahal pun tersiar ke penciumanku.

Sehingga wanita yang masih bisa dibilang muda itu bebas memegang tanganku sambil berkata, “Sebenarnya aku akan meminta bantuanmu Yos. “

“Bantuan apa Bu ?” tanyaku sambil memperhatikan betapa cantiknya kakaknya Meimei ini.

“Panggil cici aja dong. Aku kan sudah menjadi kakak iparmu. Masa manggil Ibu. “

“Iya Ci. Apa yang bisa kubantu ?” tanyaku lagi.

“Tapi ini rahasia Yos. Jangan sampai Meimei tau ya. “

“Iya. Tampaknya ada sesuatu yang penting akan Cici sampaikan. Katakan aja Ci. Soal kerahasiaan, aku jamin. Takkan sampai bocor ke luar, termasuk kepada Meimei, “ kataku sambil memijat tombol bernomor 9. Maka lift pun bergerak ke atas.

Cici Vivi menatapku dengan sorot menyelidik. Lalu mendekap pinggangku sambil merapatkan pipinya ke pipiku. Lalu terdengar bisikannya, “Hamili aku Yos ... please ... “

Jiwa petualangku belum hilang. Atau mungkin juga takkan pernah hilang. Maka setelah mendengar bisikan Cici Vivi itu, yang pertama kali kupertimbangkan adalah betapa cantik dan seksinya kakak kandung Meimei itu.

Yang kupertimbangkan adalah cinta Meimei yang begitu tulus, tak boleh kurusak.

Maka aku pun balas mendekap pinggang Cici Vivi sambil berkata, “Mudah – mudahan aku bisa menghamili Cici. Tapi aku tak mungkin bisa menikahi Cici. “

“Iya, gak usah menikah. Aku juga tak mau menyakiti hati adik kesayanganku. Yang penting aku hamil. Tak perlu menikahiku. “

Lift sudah berhenti di lantai 9. Pintunya terbuka. Lalu aku mengajak Cici Vivi menuju kamar 901.

Sebenarnya semua kamar masih terkunci, karena hotel ini belum dibuka untuk umum. Tapi aku membawa kartu kunci (electronic key card) istimewa, yang bisa digunakan untuk membuka pintu kamar mana pun di dalam hotel punya Meimei ini

Karena itu aku bisa membuka pintu kamar 901 yang terletak paling pinggir di lantai 9. Dengan sendirinya viewnya ada dua arah, karena letaknya di sudut.

“Nah sekarang Cici bisa leluasa mau bicara apa pun di sini, “ kataku sambil menjalankan AC di kamar 901, lalu duduk di atas sofa.

Cici Vivi yang saat itu mengenakan shanghai dress berwarna orange, dengan belahan di kedua sisinya, seolah memamerkan paha putih mulusnya. Tentu saja membuatku langsung bergairah untuk mendapatkannya.

“Beneran Yosef mau menghamiliku ?” tanyanya sambil berdiri di depanku. Sambil bertolak pinggang, laksana seorang peragawati yang tengah memamerkan tubuh dan gaun seksinya.

“Sangat mau, “ sahutku sambil menarik pergelangan tangan Cici Vivi. Sehingga bokongnya terhempas ke atas sepasang pahaku. “Tapi ... kita harus melakukannya tepat pada saat Cici dalam masa subur. “

“Justru sekarang ini aku sedang dalam masa subur Yos, “ sahut Cici Vivi yang sudah terduduk di atas sepasasng pahaku.

Maka aku pun mengusap – usap paha kanan Cici Vivi yang tersembul lewat belahan gaun sebelah kanannya.

Cici Vivi menyambut aksiku dengan sikap hangat. Dengan memagut bibirku ke dalam ciuman dan lumatan hangatnya. Aku pun membalasnya dengan lumatan, sementara tanganku menyelusup terus sampai ke pangkal paha yang licin dan hangat ini.

“Memangnya Yosef mau melakukannya sekarang juga ?” tanyanya ketika tanganku sudah menyelinap ke balik celana dalamnya dan menyentuh memeknya yang tercukur bersih.

“Kenapa tidak ? Aku tak mau menyia – nyiakan kesempatan ini, “ sahutku ketika jemari tanganku sudah menyelinap ke dalam celah memeknya yang terasas basah, hangat dan licin.

“Tapi jangan terlalu lama ya. Takut Meimei curiga. Sekarang hitung – hitung perkenalan aja dulu. Nanti bisa kita ulangi di lain waktu, dengan persiapan yang lebih matang, “ kata Cici Vivi sambil membuka kancing kancing gaun seksinya ynag berwarna orange mengkilap itu.

Pada saat yang sama aku pun melepaskan sepatu dan kaus kakiku, kemudian melepaskan dasi dan jasku. Disusul dengan pelepasan celana panjang dan celana dalam. Sehingga kontolku yang sudah ngaceng berat ini tak tertutup apa – apa lagi.

Sementara itu Cici Vivi pun sudah telanjang bulat. Membuatku terpaku beberapa saat. Karena aku menyaksikan sekujur tubuh yang putih mulus dengan wajah yang sangat jelita pula. Sehingga kalau aku membandingkan dengan keelokan rupa dan tubuh Meimei, tampaknya sebanding, meski Cici Vivi sedikit lebih tua daripada Meimei.

Jadi seandainya aku menilai Meimei 8,5, maka Cici Vivi pun mendapatkan nilai 8,5.

Namun Cici Vivi mengandung greget tersendiri bagiku. Karena aku belum pernah merasakan seperti apa lezatnya memek kakak kandung Meimei itu.

Tampaknya Cici Vivi pun merasakan kagum juga padaku. Setelah aku telanjang, ia menghampiriku. Mengusap – usap dadaku yang bidang dan perutku yang sixpack, lalu memegang kontolku yang sudah ngaceng full ini seraya berkata, “Gila .. penis Yosef ini ... panjang sekali ... ! Pantaslah Meimei langsung hamil ... “

Lalu Cici Vivi menarikku ke atas bed. Dan menggumuliku dengan hangatnya.

Sampai akhirnya ia menelentang sambil merentangkan kedua kakinya dan berkata, “Untuk yang pertama kali ini jangan terlalu lama ya. Takut Meimei curiga. “

“Iya, “ sahutku sambil meletakkan moncong kontolku di mulut memek Cici Vivi yang sudah ternganga karena kedua kakinya dipentang lebar.

“Ohya ... kalau bisa, jangan ngomong sama siapa pun ya. Termasuk sama Edo yang saudara sepupu Yosef itu. “

“Oke, “ sahutku yang sudah mendengar curhatan Edo bahwa Cici Vivi ini termasuk di antara sekian banyak wanita yang pernah disetubuhinya. Tapi aku bersikap pura – pura tidak tahu apa – apa. Dan mulai mendesakkan kontol ngacengku sekuatnya.

Blessssssssss ... kontolku melesak masuk ke dalam liang memek Cici Vivi yang sudah membasah ini. Lagi – lagi aku merasakan sesuatu yang mirip dengan liang memek Meimei. Maklum mereka berdua terlahir dari cetakan yang sama. Hanya bedanya liang memek Cici Vivi ini tidak terlalu sempit seperti liang memek Meimei. Maklum Meimei kudapatkan sejak masih perawan, sedangkan Cici Vivi ini mungkin sudah sering dipakai oleh suaminya dahulu, ditambah lagi sudah sering dipakai oleh Edo pula. Sehingga dalam tempo singkat kontolku langsung lancar mengentotnya.

Memang ada kemiripan legit dan pulennya memek Cici Vivi ini dengan memek Meimei. Hanya bedanya, liang memek Meimei masih sempit, meski sudah mulai hamil. Sementara liang memek Cici Vivi membuatku lancar mengentotnya, tanpa harus menunggu adaptasi dengan ukuran kontolku. Sehingga aku bisa gencar mengentotnya, sambil berkonsentrasi agar aku jangan terlalu lama menyetubuhinya, seperti yang diminta oleh Cici Vivi tadi.

Cici Vivi pun langsung memagut dan melumat bibirku sejak aku mengayun kontolku. Aku pun balas melumatnya. Sambil meremas toketnya yang juga tidak sekencang dan sepadat toket Meimei.

Tapi anehnya, aku benar – benar merasakan nikmat yang luar biasa pada waktu menyetubuhi Cici Vivi ini. Karena Cici Vivi sudah trampil menggoyangkan pinggulnya, sehingga gesekan antara kontolku dengan liang memeknya terasa sekali.

Namun sayangnya semua ini hanya berlangsung belasan menit. Lalu Cici Vivi mengajakku melepas berbarengan. ‘Aku udah mau lepas ... oooooh ... kalau bisa barengin Yos ... oooooooooh ... “ rintihnya seperti panik.

Terpaksa aku pun menggencarkan entotanku sambil berkonsentrasi agar cepat ngecrot.

Lalu ketika sekujur tubuh Cici Vivi mengejang tegang, aku pun menancapkan kontolku sedalam mungkin, sampai terasa puncak kontolku menabrak dasar liang memek kakak kandung Meimei itu.

Nafasnya tertahan, matanya terpejam, mulutnya meringis ... lalu terasa liang memeknya mengedut -ngedut, disusul dengan mengejut – ngejutnya kontolku yang tengah memuntahkan lendir kenikmatanku ... croooooooooooooooooottttt ... crooooooooottttt ... cretttttttt ... crooooooooooooooooooooottttttttt ... crooooooooooooooooottttttt ... crettttt ... croooooooooooooooooooooootttttttt .... !

Lalu kami sama – sama terkapar lunglai.

Sesaat kemudian terdengar suara Cici Vivi lirih, “Terima kasih Yos ... belum pernah aku merasakan yang senikmat ini. Mudah – mudahan ini pertanda bahwa aku bisa mengandung anakmu ya. “

Kutatap wajah cantiknya. Lalu kukecup bibirnya dengan segenap kehangatanku.

“Kalau bisa besok kita lakukan lagi di rumahku. Tentu secara lebih leluasa, tidak terburu – buru seperti sekarang, “ ucapnya ketika kontolku sudah dilepaskan dari dalam memek Cici Vivi.

“Di rumah Cici bisa membuat Edo curiga. Mendingan di kamar pribadiku, di hotelku, “ sahutku sambil duduk bersila, “Alamat hotelku tercantum dalam kartu namaku yang sudah kukasih tadi. “

“Di hotelmu ? Bisa ketahuan sama Meimei dong, “ ucapnya sambil mengenakan bra dan celana dalamnya.

“Meimei belum pernah tau seluk beluk hotelku. Bahkan seluk beluk hotel ini pun dia tidak tau. Dia hanya ingin duduk manis dan menyerahkan segala sesuatunya padaku. “

“Ya udah ... aku mau datang ke hotelmu besok. Jam berapa ?”

“Sebaiknya sore, sekitar jam enam. Supaya suasananya lebih santai, “ sahutku sambil menyeka kontolku yang berlepotan lendir dengan kertas tissue basah. Lalu mengenakan pakaian lengkapku kembali.

“Oke. Besok aku akan datang ke hotelmu. “

Setelah sama – sama merapikan rambut dan pakaian, kami keluar dari kamar 901 itu, Dan turun lagi ke lobby. Dengan bersikap seperti belum terjadi “sesuatu” di antara kami berdua.

Meimei tampak masih asyik ngobrol dengan Ayah dan Ceu Imas. Aku pun duduk di sebelah kanan Meimei, sementara Cici Vivi duduk di sebelah kiri adiknya.

Sementara para tamu undangan duduk mengitari meja – meja yang sudah ditata di lobby itu.



Setelah para tamu undangan bubar, Ayah dan Ceu Imas pun pamit. Cici Vivi juga pamitan sama Meimei.

Aku pun mengantarkan Meimei pulang ke kamar hotel tua yang disisakan sebagai tempat tinggal Meimei itu. Sekarang Meimei tidak kesepian lagi, karena aku sudah ngasih 2 orang pembantu. Untuk membantu dan menemaninya.

Lalu aku pun pulang ke hotelku.

Entah kenapa, setelah berada di dalam kamar pribadiku, wajah Cici Vivi terbayang – bayang terus di pelupuk mata batinku. Mungkin begitulah hukum alam. Rumput tetangga selalu nampak lebih hijau daripada di pekarangan rumah sendiri.

Tapi aku harus mengakui secara jujur juga. Bahwa Cici Vivi punya pancaran yang membuatku terpesona. Namun tadi aku bersikap datar saja, tidak mau memperlihatkan sikap yang lebay.

Tiba – tiba handphoneku melontarkan bunyi tone WA. Mungkin dari Meimei. Namun ketika kulihat layar handphone, ternyata WA dari Cici Vivi ... !

Isinya : – Lagi beli makanan dulu. Kok aku ingat Yosef terus ya ? –

Aku : – Sama. Aku juga ingat Cici terus. –

Vivi : – Masa sih ?! Sekarang Yosef lagi di mana ? –

Aku : – Sudah di hotelku –

Vivi : – Sama Meimei ? –

Aku : – Nggak. Meimei di rumahnya –

Vivi : – Kalau aku ke situ boleh gak ? –

Aku : – Sangat boleh. Malah seneng aku. Soalnya tadi belum kenyang –

Vivi : – Sama, aku juga belum kenyang. Aku ke sana ya sekarang –

Aku : – Oke. Biar kenyang kita bikin acara semalam suntuk aja ya –

Vivi : – Hihihiii ... iyaaaaaa ... –

Saat itu aku sudah mengenakan baju dan celana piyama, karena tadinya mau tiduran, meski baru jam 7 malam.

Beberapa saat kemudian Cici Vivi muncul, diantarkan oleh seorang petugas security hotel. Saat itu Cici Vivi mengenakan gaun sutra hitam polos, dengan belahan di kanan – kirinya. Seperti gaun yang dikenakannya tadi siang di hotel Meimei, hanya warnanya yang berbeda.

Setelah petugas security berlalu, kupegang pergelangan tangan Cici Vivi dan kuajak langsung masuk ke kamar pribadiku.

“Meimei malah belum pernah kubawa ke kamar pribadiku ini, “ kataku sambil mengajak Cici Vivi duduk berdampingan di sofa yang tak jauh dari bedku.

Cici Vivi melingkarkan lengannya di leherku, lalu memagut dan melumat bibirku dengan lahapnya.



Mulustrasi Vivi sudah ditampilkan di Ketika Birahi Berdesir
Tapi karena judulnya berbeda, ini ditampilkan lagi versi lain



 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd