Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Pelangi di Sudut Sumatera

Status
Please reply by conversation.
Jam baru menunjukkan pukul 9 malam, masih cukup sore bagiku dan teman-teman yang saat ini sedang asik berkumpul di perempatan jalan. Gitar dan rokok menjadi penghangat untuk melawan dinginnya malam. Miras? Belum waktunya bro, malam masih panjang. Entah karena aturan atau karena apa, sudah jadi kebiasaan bagi kami bahwa kami tidak akan minum minuman keras jika ada teman wanita yang kumpul bersama kami.

Seperti pada malam ini ada Reni dan Endang bersama kami, Jenni? Sejak kejadian malam itu aku tidak pernah bertemu secara langsung dengannya. Aku hanya melihatnya dari jauh saja itupun disekolahan. Disini sepertinya dia tidak pernah keluar lagi, seperti malam ini Reni dan Endang hanya berdua saja.

Sebenarnya Jenni baru-baru ini saja dekat dengan mereka berdua, sebelumnya hanya sekedar kenal dan tahu saja. Disamping sekolahan yang berbeda, pada dasarnya Jenni adalah anak rumahan yang jarang keluar rumah. Dia lebih banyak menghabiskan waktu dirumah saja atau kegiatan sekolah dan les. Apalagi harus berkumpul dan bergaul dengan kami di perempatan jalan ini, sungguh sesuatu yang baru baginya.

Aku dan teman-teman asik bernyanyi sambil diiringi permainan gitar dari Sandi, sedangkan Andi memilih untuk mengobrol bertiga saja dengan Reni dan Endang. Entah apa yang mereka bahas, mungkin saja tentang Jenni.

Sudah beberapa hari ini sikap Andi berubah kepadaku, seperti malam ini belum ada satu kata pun yang keluar dari mulutnya untukku. Hanya sekedar senyum basa-basi saat dia baru saja datang tadi. Aku coba menerka ada apa atau apa gerangan yang membuatnya begitu. Aku merasa tidak berbuat salah kepadanya, atau aku mengkhianati persahabatan kami. Jika hal ini menyangkut Jenni, kenapa aku yang dipersalahkan. Toh aku sudah mengalah kepadanya, tidak berusaha mendekati Jenni dan tidak menghalangi niatnya mendapatkan Jenni. Aku yang telah berkorban untuknya, aku bahkan seolah tidak peka terhadap Jenni. Jika dia belum mendapatkan jawaban kepastian dari Jenni, itu semua bukan salahku. Tapi kenapa malah Andi seolah melimpahkan semua kesalahan kepadaku.

Ingin aku menanyakan langsung kepada Andi, atau seperti saat sekarang ini aku ingin mengajaknya berbicara empat mata sebagai 2 orang sahabat, sebagai 2 orang lelaki. Tapi aku merasa waktunya tidak tepat, disamping mungkin pikiran dan suasana hati yang sedang kalut, aku juga tidak ingin teman-teman yang lain mengetahui jika kami sedang ada masalah. Akan sangat memalukan jika kami 2 orang sahabat harus bertengkar bahkan berkelahi hanya karena seorang wanita, setidaknya begitu menurut pendapatku.

Aku merasa sangat tidak nyaman dengan keadaan saat ini dan aku merasa kehadiran ku disini justru membuat Andi dan 2 tim suksesnya merasa terganggu dan tidak bebas. Tapi jika jam segini aku pulang kerumah, apa yang akan kulakukan nanti. Mau tidur, pasti tidak bisa. Ngobrol sama Ratna, takut khilaf. Seandainya saja Bulek Nita tidak pergi mengantar suami berobat ke alternatif, mungkin aku dan dia bisa mengisi malam ini dengan desahan dan goyang pinggulnya.

Mengenai bulek Nita setelah kejadian malam itu, kami sempat kembali mengulang petualangan liar kami setiap hari selama 3 hari berturut-turut. Tentu saja waktunya disesuaikan dengan keberadaanku dirumah dan dikondisikan supaya tidak menimbulkan kecurigaan suaminya. Makin lama bulek Nita makin menunjukkan sisi liarnya, dibalik wajahnya yang cantik dan anggun tersimpan wanita binal yang haus akan seks.

Sudah 2 hari ini bulek Nita pergi mengantarkan suami ke suatu daerah pedalaman. Konon disana ada orang pintar yang bisa menyembuhkan penyakit suaminya. Melalui metode terapi pijat dan ramu-ramuan yang melalui beberapa tahap, sehingga mengharuskan mereka untuk menginap dan tinggal disana sementara waktu. Semoga saja tempat yang di datanginya bukan dukun cabul atau semacamnya.

Aku mengkhawatirkan bulek Nita yang memiliki pesona dan seks appeal tinggi akan diganggu atau dikerjai disana. Apalagi beberapa hari ini tidak bertemu denganku yang notabene sebagai partner seks nya, pasti hasratnya sudah sangat menggebu ingin di salurkan. Tapi menurutku entah itu dukun cabul atau bukan, selama dia lelaki normal maka sudah pasti akan terpikat oleh pesona bulek Nita

***

Bel sekolah menggema diseluruh sekolah menandakan telah berakhirnya jam pelajaran hari ini. Aku dan Bonar sedang berjalan menuju gerbang depan, rencananya hari ini kami akan bermain PS di rental langganan kami.

"ntar kalo kalah jangan nangis ya" kataku kepada Bonar

"bisa aja kalo ngomong, kemaren kan banyakan saya menangnya"

"stick nya gak enak kemaren, jangan disitu lagi nanti. Yang pojokan aja ya sticknya enak"

"ah alasan klasik, kasian stick disalahin terus"

"daripada nyalahin asep rokok. Tendangan bebas Recoba cakepnya kayak gitu kok gak diakui"

"heleh, kebetulan aja itu. Hoki doang. Coba lagi nanti kalo bisa"

"gerbangnya kok masih ditutup Nar, apa gak boleh pulang" tanyaku heran kepada Bonar melihat gerbang yang masih tertutup dan dijaga Satpam. Tampak para murid berkerumun didepan gerbang dan ada juga beberapa guru disana.

"tau. Kan udah bel tadi. Kenapa ya kok pada gak boleh keluar"

"crut, ngapain kok gak boleh keluar. Kan udah bel tadi" tanyaku pada salah seorang temanku yang ada disana.

"diluar rame anak STM crut, tau tuh mau ngapain. Mau nyerbu kita kali" jawabnya.

Diseberang jalan kulihat tampak ramai anak STM sedang berkerumun, mereka berjumlah sekitar 30an orang.

"kayaknya sih mereka mau cari gara-gara ama sekolah kita" sahut temanku lainnya.

"ya ancur kita kalo beneran gitu. Mereka rame, laki semua. Bringasan lagi. Lah kita banyak ceweknya, yang laki juga sebagian tulangnya lembek melambai" kata Bonar sambil melirikku

"ah kampret. Saya udah gak pernah lagi cukur ama facial di salon Mince. Cukurnya sekarang dibawah pohon jambu sama Wak Imron." jawabku

"udah putus ama si Mince? Lagian doyan amat cukur disana" lanjutnya

"hmm belum tau aja adeknya si Mince..." jawabku

"jadi gimana ini kalo gak boleh keluar" tanya Bonar

"tunggu aja Nar bentar, kalo mau nyerbu mah udah dari tadi mereka. Paling cuma ada masalah ama salah satu anak sini. Nah mereka nungguin anak itu keluar" jelasku

"masuk akal juga. Tapi itu guru-guru kok pada bediri aja ngeliatin. Gak ada tindakan apa-apa" kata Bonar.

Perhatian kami kemudian teralihkan ke arah gerbang depan karena ada keributan kecil disana. Tampak mang Sahroni dan rekannya sesama Satpam sedang berdebat dan berargumentasi dengan seorang siswi. Siswi tersebut terlihat memaksa ingin keluar dari gerbang.

"pentolan STM sapa Nar?" tanyaku kepada Bonar sambil tidak melepaskan pandanganku kearah gerbang depan.

"kayaknya masih si Agung, anak belakang pasar itu" jawab Bonar

"si Agung Gorilla?"

"Agung Kingkong"

"oh.. "

Perdebatan didepan gerbang semakin sengit, bibir mungil siswi itu tak berhenti mengoceh. Tak dihiraukan peringatan dari Satpam dan teman-temannya yang mengatakan bahwa keadaan diluar belum pasti aman. Tampak mang Sahroni yang sudah kehabisan kata-kata dan tidak tau harus berbuat apa. Sesuai dugaanku, si siswi berhasil membuatnya tak berkutik. Siswi itu dengan tubuh langsingnya membuka dan mendorong gerbang sekolah yang lumayan berat itu sendiri, lalu pergi keluar gerbang diiringi tatapan cemas kedua satpam dan siswa-siswi lainnya. Dasar cewek keras kepala.

"Nar kalo saya mati, tolong nanti dikubur di samping makam Bung Karno ya" ucapku sambil pergi meninggalkan Bonar untuk menyusul siswi tersebut.

Jarak ku yang tertinggal agak jauh memaksaku untuk mempercepat langkah kakiku. Aku yang sedikit gugup dan cemas tanpa sadar menyalakan sebatang rokok sambil menyusulnya. Tak sadar bahwa aku masih di lingkungan sekolah, dan tak sadar bahwa ada beberapa guru yang melihatku.

Rambutnya yang dikuncir kuda tampak bergerak seirama dengan langkah kakinya yang mantap. Kakinya yang dibungkus kaos kaki putih tinggi dibawah lutut melangkah menyebrang jalan. Beberapa anak STM di seberang jalan yang semula duduk mulai bangkit berdiri dan memperhatikannya. Beberapa lagi tampak tersenyum dan tertawa melihat kedatangannya. Beberapa celetukan dan siulan dari mereka seolah tak diperdulikannya. Ah Jenni, mau kemana sih pikirku. Kenapa malah kesana, kenapa malah menyebrang jalan ke arah mereka.

Sampai di sebrang jalan, Jenni langsung menghampiri seorang pria dibawah pohon, pria setengah baya yang memakai topi berwarna merah. Pria dengan sebuah gerobak berwarna hijau dengan tulisan "ES GOYANG". Masya Allah, astaga naga, Jenni...! Berdebat sama satpam, membuka dan mendorong gerbang sekolah yang berat dan mendekati kerumunan anak STM. melakukan hal itu semua hanya demi Es Goyang. Ya, cuma es goyang! Luar biasa ini cewek, hmm kasih goyang juga neh!

Beberapa anak STM tampak berkerumun mengelilingi gerobak es goyang, menggoda dan mengganggu Jenni. Hanya godaan dan gangguan dengan kata-kata, tanpa sentuhan. Masih dalam batas wajarlah menurutku.

"seneng es goyang ya dek.. "

"kakak beliin juga dong.."

"kalo es kakak mau gak.. "

Begitulah godaan dan gangguan dari mereka, dan Jenni hanya diam tak menggubrisnya sama sekali. Aku yang tiba disana langsung mengambil posisi berdiri disamping memepet rapat Jenni. Secara refleks dan tak ku rencanakan, tangan kiriku bergerak memegang rangkul Jenni, seolah melindunginya. Jenni melirikku sebentar tanpa ekspresi, lalu kembali melihat kearah es goyang yang sedang dibuat sambil menghentakkan pelan lengannya untuk mengusir tanganku. Aku paham apa maksudnya tapi tidak melepaskan tanganku, justru makin mempereratnya.

Menyadari kedatanganku, anak-anak STM langsung menatap tidak senang kearahku. Ah untung saja aku sambil merokok, jadi bisa menutupi grogi dan kelihatan tidak cupu-cupu amat. Sudah ku rencanakan dalam kepalaku seandainya terjadi hal yang tidak diinginkan. Langkah pertama yang kuambil adalah menghajar jatuh dengan serangan mendadak sang pentolan. pukul perutnya, saat dia menunduk langsung kuhantam wajahnya dengan dengkulku. Setelah dia terjatuh aku langsung membawa lari Jenni kedalam sekolahan. Setidaknya begitulah rencana ku nanti. mudah-mudahan dengan melihat pimpinan mereka jatuh terkapar membuat mereka ragu dan tidak menyerang ku, sehingga aku tidak perlu untuk berubah menjadi manusia super seiya 4 menghadapi mereka. Menyadari aura jahat dari mereka yang semakin pekat, sambil menghisap dan menghembuskan asap rokok aku menyapa sang pentolan STM yang ada disana.

"Gung.. " sapaku sesantai mungkin sambil menaikkan alis ku.

"cewek kamu?" tanyanya datar

"ya begitulah.. " jawabku santai. Sekilas Jenni melirikku tajam dan sinis. ah bodo' amat kalau dia marah toh demi kebaikan dia juga.

"cakep-cakep ya cewek sekolahan kamu" lanjut Agung, nada suaranya biasa saja membuatku lebih rileks dan tenang. Kekhawatiran yang kutakutkan sepertinya tidak akan terjadi.

"ah gak juga, anak SMEA malah lebih cantik-cantik" kataku.

"ya gak lah, cantikan anak sini"

"rok nya juga pendekan anak SMEA, bajunya ketat.. " lanjutku

"iya juga sih.." ucap Agung mulai terpengaruh

"saya dulu suka maen kesana, nongkrong nya disana. Tapi sekarang gak lagi, cewek saya cemburuan orangnya" ucapku sambil mengusap-usap lengan Jenni dan tersenyum sok manis kepadanya. Ini akting atau mengambil kesempatan ya.

Jenni lalu melihatku dan tersenyum dengan terpaksa sebentar, hanya sebentar karena secara tiba-tiba senyum terpaksa itu menghilang berubah menjadi senyum licik, matanya menyipit dan tangannya yang dilipat diatas perutnya bergerak merayap ke pinggangku. Mencubit pinggangku kecil dan memuntirnya kekiri dan kekanan. Saat melakukan itu, wajahnya mengeluarkan ekspresi yang menyeramkan dan matanya tak lepas menatapku seolah menikmati setiap siksaannya dan ingin melihat reaksi wajah menderitaku. Bener-bener cewek sadis dan kejam.

Posisi tangannya yang mencubit pinggangku tertutup tangannya yang lain dan posisi berdiri kami yang menempel membuatnya makin leluasa melancarkan siksaannya. Rasanya sangat pedas dan perih, tapi aku berusaha untuk menahannya dan tetap bersikap seolah biasa saja. Setelah merasa cukup memenuhi hasrat kejamnya, Jenni melepaskan cubitan di pinggangku. Matanya tampak memancarkan kepuasan, aku yang sedikit merinding melihatnya memilih untuk tidak menatapnya.

Jenni langsung melepaskan rangkulan tanganku, mengambil pesanan es goyangnya yang telah jadi dan langsung meninggalkan kami dengan wajah juteknya.

"hahaha marah tuh coy cewek kamu" kata Agung melihat tingkah Jenni.

"ya biasalah cewek.. " jawabku

"yuk Gung, cabut dulu ya" lanjutku sambil meninggalkan mereka menyusul Jenni yang telah lebih dulu pergi. Hah lega rasanya semua berjalan aman dan tidak ada keributan yang terjadi.

Kulihat Jenni sudah duduk di bangku semen yang ada di depan gerbang sekolah sambil menikmati es goyangnya. Dia memegang 2 buah es rasa coklat, suka apa doyan kok sampe beli 2 gitu pikirku. Dia tampak sangat menikmatinya, mulut mungilnya tak berhenti mengunyah. Terlihat juga Bonar yang berdiri didepan gerbang sambil merokok, ternyata dari tadi dia memperhatikan kami. Dia pasti memantau keadaan dan bersiap jika terjadi sesuatu padaku tadi. Mungkin itu juga salah satunya yang membuat anak STM tidak mengganggu kami. Tampang ABRI masuk desa dengan rambut cepak dan terkenal jago karate membuat Bonar cukup punya nama dan di segani.

Aku lalu menghampiri Bonar dan berdiri disampingnya sambil mengusap pinggangku yang perih, sementara Jenni yang berjarak sekitar 3 meteran tetap asik dengan es nya tak menghiraukan kami. Seolah tak terjadi apa-apa, atau merasa bersalah. Cewek aneh.

"sebanding kok.... " kata Bonar

"hmm..? " tanyaku yang tak paham maksudnya

"sebanding dengan resiko kalo dikeroyok anak STM, sebanding juga dengan hukuman yang bakal kita terima besok"

Aku baru paham dengan ucapan Bonar, saat tadi akan keluar gerbang aku merokok dan itu dilihat para guru. Bahkan saat inipun kami berdua masih merokok tak memperdulikan bahwa kami masih dilingkungan sekolah dan ada beberapa guru yang melihat kami. Yang penting sekarang aman, besok ya urusan besok pikirku.

"udahlah nyantai aja gak usah dipikirin, cewek kayak gitu layak diperjuangin kok. Wajarlah kalo harus berkorban" lanjut Bonar

Aku terdiam mendengar ucapan Bonar, hmm andai saja aku benar-benar bisa memperjuangkan Jenni seperti kata Bonar. Andai saja...

"selera kamu bagus juga coy. Kalo saya jadi kamu lautan api juga saya sebrangin demi dia" kata Bonar lagi

"nyebrangin lautan api? Minum kopi panas aja masih ditiup, sok mau nyebrangin lautan api" jawabku

"hehehe kampret.. Itukan perumpamaan coy"

"makasih ya.. " ucapku pada Bonar atas antisipasi nya mengawasi kami dari depan gerbang tadi, dia bahkan ikut merokok dan tak memperdulikan hukuman yang akan diterimanya besok.

Aku lalu melirik kearah Jenni yang sudah menghabiskan satu buah es goyangnya, tinggal menyisakan satu lagi. Aku memperhatikan es goyang rasa coklatnya yang tampak nikmat di teriknya matahari saat ini. Aku berharap dia memberikan es goyang itu kepadaku, hitung-hitung sebagai ucapan terima kasih atau sekedar maaf. Seolah paham dan mengerti dengan pikiranku Jenni langsung menggigit es goyangnya dengan gigitannya yang kecil, bibir tipis nya bergerak-gerak saat mengunyah dan menikmatinya. Melihat itu aku hanya bisa menelan ludah dengan kecewa, pupus sudah harapanku mendapatkan es itu.

Aku dan Bonar berdiri sambil merokok, gaya kami seolah seperti bodyguard yang menjaga gerbang dan putri raja yang sedang makan es goyang. Melihat kondisi yang tampaknya aman dan terkendali, pihak sekolah dan satpam lalu membuka gerbang dan memperbolehkan siswi keluar. Para siswi dahulu, sedikit demi sedikit sambil tetap melihat keadaan. Beberapa teman Jenni langsung menghampirinya dan mulai berisik dengan segala obrolan mereka. Aku dan Bonar lalu pergi untuk melanjutkan rencana kami sebelumnya yaitu main PS, Alvaro Recoba dan Bobo Vieri ku siap menjalani Derby mengalahkan Rui Costa dan Shevchenko milik Bonar.

***

Malam ini aku sedang duduk diteras sendirian, mataku fokus menatap surat kabar sedangkan tanganku dengan lincah menekan tombol nokia ku. Aku sedang menyalin not nada yang ada di surat kabar tersebut melalui menu composer, menyalin sebuah nada dering melodi dari permainan gitar Slash yang legendaris. Setelah selesai aku coba memutarnya, hmm keren juga langsung stel sebagai nada dering. Anak zaman sekarang tidak akan tau betapa kerennya nada dering dari composer.

Tak lama kemudian Bonar datang dengan supra X nya, penampilannya tampak necis dengan jaket kulitnya.

"maaf om, gak pesen ojek" kataku

"kampret bener, udah ganteng gini di kira tukang ojek" jawabnya sambil turun dari motor dan duduk di sebelah ku, tangan kanannya menenteng plastik kresek hitam dan meletakkannya diatas meja

"apaan tuh, nasi padang ya" tanyaku

"martabak, buat enakin ngerokok"

"nah sip ini. Eh wangi amat sih, make minyak nyong-nyong mau kemana? "

"nah inilah kalo orang sirik, gak bisa liat orang keren dikit."

"itu rambut pake tancho apa lavender"

"ah udahlah, reseh amat. Apa acara malem ini? " tanyanya

"gak ada acara sih. Nyantai aja. Lagi males keluar" jawabku. Aku memang sudah jarang keluar dan berkumpul bersama teman-teman ku disini. Kecanggungan antara aku dan Andi menjadi penyebabnya. Semua karena Jenni, Jenni yang bahkan tak pernah kutemui lagi sejak kejadian di depan sekolah waktu itu. Entah bagaimana perkembangan mereka saat ini, apakah Andi sudah mendapatkan jawaban dari Jenni atau belum.

"darimana dan hendak kemana tujuanmu sebenarnya wahai anak muda, apa gerangan yang membawamu sampai ke padepokan ku ini" tanyaku kepada Bonar, menirukan gaya bicara dunia persilatan sambil mencomot sepotong martabak.

"awalnya diriku ingin mengunjungi Santi sang pujaan hatiku, tapi tadi dia menghubungi dan mengatakan akan pergi bersama orangtuanya mengunjungi sanak familinya dikampung sebelah wahai orang tua"

"haha kasian sekali nasibmu anak muda".

"Waah.. Sial berarti ini martabak sebenernya bukan buat saya ya" lanjutku kemudian

"hehe dari pada dibawa pulang atau dibuang, kan mending dikasihin ke kaum dhuafa"

"kampret, gak iklhas ini kayaknya. Pantes martabak kacang kok rasanya agak asem"

"ini martabak isi tape ketan setan! Bukan kacang. Orang kok suka ngigau sebelum tidur. Eh iya gimana cewek waktu itu, udah jadian. Anak sini kan dia"

"Jenni? iya anak belakang sana. Cuma kawan coy, gak jadian" jawabku menjelaskan

"ah masak iya. Ampe kita kena strap gitu masa iya cuma temen. gak mungkinlah waktu itu kamu sampe gitu kalo gak sir dia. Palingan di tolak ya, udahlah jujur aja gak usah malu"

"ditolak? Sori aja ya. Cowok ganteng yang udah bawaan dari lahir kayak saya ini mana pernah di tolak cewek. emangnya situ, cowok martabak"

"hahaha kampret, buat nyogok bokapnya coy"

"taun berapa ini, ngapel kok masih bawa martabak. Rhoma Irama aja waktu ngapelin Yati Octavia gak bawa martabak"

"udah sih gak usah dibahas masalah martabak. mending bahas si Jenni aja. Emang beneran belum jadian? "

"Ngopi ya, saya bikin kopi dulu biar enak ngobrolnya. Kayaknya emang perlu curhat neh saya ama kamu"

"ok sip, kopi item ya gulanya dikit aja"

"cerewet"

Setelah membuat 2 gelas kopi kami lalu melanjutkan obrolan kami yang sempat tertunda tadi. Aku akhirnya menceritakan semua yang terjadi kepada Bonar. Tentang Aku, Andi dan Jenni. Tentang kebingungan ku bagaimana harus bersikap dan langkah apa yang harus kuambil. Entah karena Bonar memiliki perasaan yang halus atau karena aku yang sedikit lebay menceritakannya, aku melihat Bonar mengusap matanya yang berair.

"udah coy gak usah nangis. Saya aja gak nangis, saya kuat kok orangnya" kataku sambil menepuk pundaknya

"mata saya kelilipan, kampret! bukannya nangisin kisah kamu"

"oh kirain.. Jadi gimana pendapat kamu? "

"repot sih kalo masalah hati. Antara kamu sama teman kamu gak ada yang salah. Dia lebih mengedepankan perasaan tanpa melihat keadaan dan kenyataan yang ada. Wajar sih namanya lagi kasmaran kadang suka gak realistis. Kamu juga gak salah sih kalo ngalah ama dia, mengutamakan persahabatan kalian walaupun harus ngorbanin perasaan kamu. Tapi yang jadi pertanyaan apakah pengorbanan kamu itu memang jalan keluarnya? Udah yang terbaik buat kalian bertiga? Yang paling kasian dan jadi korban ya si Jenni itu. Kalian berdua justru egois memaksakan keinginan kalian tanpa mikirin perasaan dia. Wajar kalo dia marah dan ngerasa di permainkan" jelas Bonar panjang lebar.

Aku mendengarkan semua perkataan Bonar sambil mengangguk-angguk, semua yang dikatakannya memang benar adanya. Aku tak menyangka orang seperti Bonar bisa berpikir dengan begitu bijak dan memikirkan dari setiap sudut pandang. Ternyata sungguh luar biasa efek dari segelas kopi hitam, apalagi kalo 2 gelas ya.

"kopinya segelas lagi ya Nar" aku menawarkan Bonar

"gak usah. Susu aja"

"susu saya mau?"

"ogah! "

"jadi kira-kira saya harus gimana Nar"

"pastiin hati kamu dulu, mau ngedapetin atau ngelupain dia. Kalo mau ya kejer dia, dapetin dia. Tapi kalo kamu gak mau ya lupain dia. Simple kan"

"kawan saya itu gimana"

"ya setelah kamu nentuin pilihan kamu, kamu temuin kawan kamu itu. ngomong empat mata dari hati ke hati. Terus terang aja ama dia, masalah gimana reaksi dia ya tergantung dia. Toh dia kawan kamu masa iya gak ngerti"

"jadi intinya gini ya.kalo saya milih ngelupain Jenni, saya bilang ke kawan saya kalo saya gak suka Jenni. Tapi kalo saya milih ngedapetin Jenni, saya akan jujur ke kawan saya kalo saya juga suka gitu? "

"ya bisa juga gitu tapi jangan lama-lama keburu berlarut-larut nanti. Kalo kelamaan juga kasian yang cewek. Takutnya juga keburu disamber orang dia. Jadi lelaki itu harus bisa bersikap wahai anak muda"

"iya, sepertinya memang harus begitu wahai orang tua. Makasih ya Nar, gak salah saya curhat ama kamu. Coba dari kemaren pasti gak serumit ini ya"

"saya ini udah menjalani siksaan seribu kehidupan cinta, masalah kamu itu mah sepele, seujung kuku"

"pat kay dong.. "

"tapi bijak ya kata-kata saya, kayak tong bajil"

"tong sam cong kali..! "

Bermodal segelas kopi tanpa susu sebagai sajen, aku bisa mendapatkan pencerahan dari sahabatku Bonar. Aku merasa sangat bersalah kepada Jenni karena sudah mempermainkan perasaannya bahkan juga perasaanku sendiri. Selama ini aku coba membohongi perasaanku sendiri tapi ternyata tak mampu. Harus kuakui bahwa aku menyukai Jenni, menyayangi Jenni dan ingin memilikinya. Tapi disatu sisi ada Andi yang juga menyukai Jenni, aku takut persahabatan kami akan rusak nantinya dan aku takut akan kehilangan sahabatku itu.

Tapi setelah semua yang terjadi apakah Jenni masih memiliki perasaan yang sama kepadaku? Bisakah dia melupakan kesalahanku? Dan bisakah dia memaafkan kekeliruanku? Bisakah aku meihatnya bersama Andi jika mereka nanti pacaran. Ah sedang apa dia sekarang ya, tiba-tiba aku merindukannya dan ingin bertemu dengannya. Melihat rambut kuncir kudanya, melihat bibir tipisnya, menghirup aroma parfumnya yang khas. Aku memberanikan diri untuk mengirim sms kepadanya, tapi nomor waktu itu apakah benar nomor hape Jenni? Belum pasti juga, tapi iyalah! Itu pasti nomornya, siapa lagi kalo bukan dia.

To : Jenni
Selamat malem, lagi ngapain?


Yups terkirim, melihat sms ku terkirim saja membuatku senang dan gugup menunggu balasannya. Hampir 10 menit aku menunggu tapi lampu radiasi nokia 8250 ku masih belum menyala menandakan belum ada sms masuk. Coba ah aku sms sekali lagi, siapa tahu kali ini di balas.

To : Jenni
Udah tidur ya Jen, yaudah kalo udah tidur


Terkirim! Aku kembali cemas menunggu sms jawabannya, sampai-sampai gelas kopiku tumpah tersenggol tanganku. 5 menit, 10 menit, 15 menit masih belum di balasnya. Masih jam berapa sih kok udah tidur pikirku, apa gak punya pulsa ya. Ah sial apa dia masih marah ya, atau memang dia tidak mau membalas sms ku. Sedikit kesal aku kembali mengirim sms kepadanya,

To : Jenni
Maaf Jen, salah kirim tadi.


Hmm terkirim kan, jadi aku tidak akan malu-malu amat dia tidak membalas sms ku. Tapi tunggu dulu, ah sial di sms kedua tadi aku menyebut namanya. Jadi tidak mungkin dan ketahuan bohong jika aku bilang salah sms. Ah sial sial aku lalu mengirimkan sms lagi kepadanya

To : Jenni
Sms tadi gak salah kirim kok Jennifer Natanegara...


Arrgghh aku kembali membaca sms-sms ku, kenapa aku jadi bodoh dan tolol begini ya. Sangat konyol. Entah kenapa aku bisa jadi seperti ini, ah bodo' amatlah mending aku tidur saja. Sambil hati kecilku berharap besok pagi ada sms jawaban dari Jenni. Semoga saja...

***

"coy kita mau buat band neh" kata Bonar kepadaku, saat ini kami sedang duduk dibangku panjang depan kelas IPA I. Kenapa kami duduk disini? ini semua karena Bonar. Dia mengajakku untuk duduk disini karena ada anak IPA I yang sedang di incarnya, Fitri namanya.

"sapa aja"

"saya, Asep, Faisal, Gatot, ama kamu. Gimana? Anak sekelas kita aja biar enak"

"buat apaan? Lagian udah kelas 3 kok baru mau buat band"

"ya buat nyalurin hobi aja, kalo pas ada acara sekolah kan kita bisa tampil. Pasti keren bener coy, saya yakin nanti cewek-cewek bakal histeris liat kita" ucapnya dengan antusias.

"histeris sambil lempar bunga ya, tapi ngelemparnya sama pot-pot nya sekalian"

"nah inilah salah satu contoh pemuda penerus bangsa yang selalu pesimis"

"latiannya gimana? Waktu latiannya kapan. Masalahnya saya takut tumburan ama jadwal saya seleksi timnas"

"ah khayalan kok tinggi amat, masalah timnas biar urusan Bambang Pamungkas ajalah. Kalo latian ya sore aja pulang sekolah, kita latiannya ngerental studio. Gimana mau gak, yang laen dah setuju neh tinggal kamu aja"

"hmm... oke, tapi saya megang suling"

"eh oncom! Bukan dangdut... Tapi musik Pop atau Rock. Kayak Sheila On Seven, Padi, Dewa atau Slank. Gimana"

"yaudah gak papa, saya gendang kalo gitu"

"yang ada malah kamu yang kena tendang! Gak bisa pake cara halus ini kayaknya"

"iya iya, galak amat. terus formasinya gimana? "

"4-4-2 aja, kita maen lewat sayap"

"berantem yuk! Orang udah serius, malah dia yang ngelantur"

"kalem coy kalem... Sewot amat kayak perawan tua dateng bulan aja. Eh bentar ya bentar, ada Fitri... " kata Bonar yang melihat Fitri keluar dari kelas dan duduk di bangku panjang dekat kami. Bonar lalu bergeser duduk mendekati Fitri, meninggalkan aku sendiri yang bingung clingak clinguk kayak sapi ompong.

Awalnya aku ingin mengobrol dengan beberapa anak IPA yang ada disana, tapi aku mengurungkan niatku karena pasti tidak akan stel dan tidak nyambung. Aku menceritakan tentang runtuhnya Majapahit, mereka menceritakan tentang hukum kekekalan energi. Aku menceritakan tentang sistem kekerabatan patrilineal, mereka menceritakan sistem reproduksi ikan paus. IPA dan IPS aku ibaratkan seperti bawang merah dan bawang putih, ada kesamaan tapi banyak perbedaan. Apa sih? Ya pokoknya begitulah.

"Nar, saya jadi obat nyamuk gini ya" ucapku setengah berteriak

"udah sana maen dulu aja, maen gimbot atau maen kelereng. Jangan maen tanah ya" jawabnya sok keren

Hmm sial, gaya amat sih mentang-mentang di depan cewek. Dasar, habis manis sepah dibuang. Sok ganteng bener jadi orang. kemaren-kemaren deketin si Santi, eh sekarang udah mepet cewek lain. Tapi emang cantik sih Fitri ini, kulitnya putih dan badannya lebih tinggi dari Santi. Santi memang kalah putih dan lebih pendek, tapi pantat Santi lebih bahenol dan montok. Balik ke kelas apa ngerokok ke toilet aja ya. Tapi tunggu dulu, siapa itu didepan pintu kelas. Hey hey siapa dia.... Aha Mala, samperin ah ngobrol ama dia.

"sugeng siang... " aku mengucapkan salam dalam bahasa jawa

"hihihi si Sugeng lagi gak masuk sekolah" jawab Mala sambil tertawa

"emm.. Yang ada aja deh kalo Sugeng gak ada"

"tumben maen disini, ngawal orang pacaran ya"

"eh gak juga, emang pengen kesini aja"

"si Bonar itu bukannya sama Santi ya? Apa udah putus. Kok sekarang sama Fitri"

"kalo itu saya gak tau, emang kamu kata siapa dia sama Santi"

"Santi kan sebelah rumah saya. Saya sering tau Bonar maen kesana, saya kira mereka pacaran"

"ya gak tau juga, gak pernah diajak sih kalo maen kesana. Tapi kalo tau rumah kamu sebelahan sama Santi ya saya mau ngikut ah kalo dia maen kesana"

"mau ngapain, nanti jadi obat nyamuk lho"

"ya Bonar dirumah Santi, saya kesebelah rumahnya Santi"

"hihi.. Bisaan aja"

"eh Mala, nomor kamu ya yang sering miscall-miscall nomer saya kalo malem? " ucapku dengan wajah serius

"loh bukan, saya gak pernah kok miscall-miscall kamu" ucapnya agak gugup

"ah yang bener, kayaknya itu nomer kamu deh" desakku

"beneran enggak, suwer" jawab Mala dengan wajah cemas

"masa sih, tapi itu nomer kamu deh kayaknya. Coba berapa no hape kamu" ucapku sambil mengeluarkan nokia 8250 ku yang tampan

"bentar, saya gak hapal nomernya" jawab Mala sambil mengeluarkan hapenya. 0815xxxxxxx dia lalu menyebutkan nomer hapenya, dan aku dengan sigap langsung menyimpannya di hapeku.

"bener kan bukan nomer saya" kata Mala dengan wajah harap-harap cemas

"eh iya ternyata bukan nomer kamu" aku lalu melakukan panggilan di hape ku menghubungi nomer Mala. Begitu tersambung dan hape Mala berdering, langsung ku matikan dan berkata

"itu nomer saya, disimpen ya. Kalo mau miscall boleh kok, apalagi kalo mau sms pasti saya bales. Tapi kalo ada pulsa.. Hehehe" ucapku sambil menaik-naikkan alisku

"hmm ternyata ya, kamu ngerjain saya kan. Cuma mau minta nomer hape aja ribet amat. Minta langsung aja kenapa sih"

"memang sengaja gitu, biar spesial dan berkesan. Beda daripada yang lain. Hehe"

"huu dasar. Eh tunggu bentar ya, bentaarr aja" kata Mala yang kemudian masuk kedalam kelasnya. Tak lama kemudian dia keluar lagi dan menyerahkan sesuatu kepadaku, benda kecil berwarna putih mengkilat yang terbuat dari besi.

"potongan kuku" kataku menyebut nama benda yang disodorkan kepadaku

"he em.. " jawab Mala sambil mengangguk dan tersenyum

"untuk apa.." tanyaku lirih

"saya liat kuku kamu udah panjang, dipotong ya biar bersih." jelasnya dengan lembut

Bibir dan lidahku seketika menjadi beku dan kelu mendengarnya. Baru saja semenit yang lalu aku merasa bangga dan besar kepala karena berhasil mengerjai Mala dan bisa bertukar nomer hape dengannya, tapi justru sekarang merasa sangat malu dan terpukul. Semenit yang lalu aku merasa terbang diatas awan, tapi sekarang merasa seperti jatuh terhempas ke bumi. Dan semenit yang lalu juga aku merasa sangat percaya diri, tapi sekarang rasa percaya diriku itu telah lenyap entah kemana.

Aku menundukkan kepalaku tak sanggup menatap wajahnya. Kuperhatikan kuku jari tanganku yang memang sedikit panjang dan kotor, entah kotor karena aku main tanah atau karena aku menggaruk pantat semalam. Rupanya saat mengobrol tadi Mala memperhatikan kuku jari tanganku. Aku masih terdiam mematung sambil memegang potongan kuku dari Mala, melihat itu Mala kemudian menegurku

"kenapa? Apa mau dipotongin? Sini" ucapnya lembut sambil ingin mengambil potongan kukunya dari tanganku.

"eh, gak usah. Bisa sendiri kok" ucapku pelan

Aku kemudian memotong kuku jari tangan ku sambil sesekali melirik Mala yang tampak tersenyum manis dan memperhatikan ku memotong kuku. Perkataan Mala yang lembut dan penuh perhatian membuatku tidak bisa marah kepadanya, karena aku tahu tujuan darinya baik dan bukanlah untuk mempermalukan aku.

"awas jatoh bibirnya" ucapnya bermaksud bercanda dan coba mencairkan suasana. Aku hanya diam saja dan tidak meresponnya. Saat ini keadaanku sudah seperti anak TK yang akan masuk ke kelas dan harus periksa kuku. Untung saja tadi Mala bicara dengan lembut, tidak seperti guru TK ku dulu yang galak dan sambil memukul tanganku dengan penggaris kayu panjang.

"nanti kalo kukunya jorok, bisa bikin sakit caciiii...." ucap Mala sengaja tidak melanjutkan kalimatnya, seperti sedang bicara kepada anak kecil.

"ngan" jawabku meneruskan kalimatnya

"kalo cacingan, nanti perutnya bisa saa... "

"kit.."

"kalo sakit nanti sama bu dokter di sun... "

"bibirnya.."

"disuntik..! Bukan di sun bibirnya. Hehe dasar... " ucap Mala sambil geleng-geleng

"nanti potongan kukunya bawa kamu aja, buat kamu kalo mau motong kuku" lanjutnya

"gak usah, saya ada kok dirumah. Tapi cuma gak tau aja taroknya dimana, lupa narok. Neh makasih ya" jawabku menolak dan mengembalikan potongan kukunya

"loh itu belum selesai, satu lagi belum dipotong kukunya" ucap Mala sambil menunjuk jari tanganku

"sengaja di sisain satu, buat ngupil "

"kalo untuk itu ya jari kelingking atau jari telunjuk, bukan pake jempol Gilang Ramadhan..." ucap Mala sambil geleng kepala dan menyebut namaku secara lengkap, persis seperti ibuku yang akan memanggil namaku secara lengkap jika sedang jengkel atau tidak habis pikir dengan kelakuanku.

"memang sengaja, biar spesial dan berkesan aja sih" jawabku santai

"hahahah... " kami lalu tertawa bersama.

"woy, playboy cap kapak, balik ke kelas yok udah mau masuk ini?" ucap Bonar mengajakku. Hmm sial masa' disamain sama minyak angin.

"makasih ya" ucapku kepada Mala

"kembali kasih.. "jawab Mala manis.

Aku lalu berjalan menghampiri Bonar yang telah berdiri dan akan kembali ke kelas kami.

"kok gak salim tadi sama bu guru.." ucap Bonar mengejek ku, ah sial rupanya dia mendengar obrolanku dengan Mala tadi. Kudiamkan saja seolah tak mendengarnya

"besok kalo mau sekolah, kukunya potong dulu ya.. " ucapnya lagi belum puas meledek aku.

"nanti kalo kukunya dah bersih, di kasih sun..." Bonar yang belum sempat menyelesaikan ucapannya langsung berlari melihat aku ingin menangkapnya. Melihat dia berlari aku kemudian mengejarnya. Jadilah kami seperti anak kecil yang sedang main kejar-kejaran berlari menuju kelas kami. Didepan pintu kelas IPA I tampak seorang gadis tersenyum sambil menggelengkan kepala melihat kelakuan kami yang kekanakan.

***
 
Terakhir diubah:
Njiir.... Joke,,, SSI,,, gombal - gembel nya manteb, angkat nubie jadi murid mu om R.T,,,, :sembah: :sembah:

Jadi inget SSI temen yg gokil gilak...

Cowo : Mbak, punya korek???
Cewe : Mmm,,, nggak tu mas, kan aku ga ngerokok!!!
Cowo : Gitu ya??? Kalo No hp punya dong???
Cewe : ???? (ndomblong)

Updet kali ini gokiil om, thank :beer:
 
Njiir.... Joke,,, SSI,,, gombal - gembel nya manteb, angkat nubie jadi murid mu om R.T,,,, :sembah: :sembah:

Jadi inget SSI temen yg gokil gilak...

Cowo : Mbak, punya korek???
Cewe : Mmm,,, nggak tu mas, kan aku ga ngerokok!!!
Cowo : Gitu ya??? Kalo No hp punya dong???
Cewe : ???? (ndomblong)

Updet kali ini gokiil om, thank :beer:
Tau aja ada yang updet :tendang:
Udah nongol aja dimari
"Persahabatan bagai kepompong...."
 
wah !!! si jenny nya lagi merajuk tuh.. tp salut ama sikap heroiknya gilang
updetnya jgn lama2 hu
:semangat:
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd