Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Pelangi di Sudut Sumatera

Status
Please reply by conversation.
Ini suhu nya lagi sibuk cari KING sama ARTOMORO nih kayaknya, udah ga ada suhu...
 
Anjrit.... Keren hu ceritanya.
Bahasanya gaul bingitz asli bahasa terong-terongan.
Lanjutkan hu.....
Buruan update ya
 
Aku masih saja terus menatap Jenni, mataku seolah enggan untuk melepaskan pandangan darinya. Jenni yang sadar kupandangi tampak grogi dan serba salah. Dia tidak berani menatapku balik dan selalu mengarahkan pandangan ke arah lain. Kemana perginya cewek keras kepala yang cerewet? Kemana perginya cewek galak berwajah jutek? Entahlah. Saat ini yang ada didepan ku adalah seorang cewek pemalu yang tampak gugup dan serba salah, yang bahkan tidak berani mengangkat wajahnya untuk menatap mataku.

Saat ini aku tidak memerlukan sentuhannya, aku tidak memerlukan buaian darinya, aku juga tidak memerlukan kata-kata indah darinya. Cukup seperti ini, bahkan menurutku ini sudah lebih dari cukup. Apalagi yang bisa kuharapkan? Dengan menatapnya saja sudah bisa membuatku gila seperti ini, membuatku serasa melayang ke awang-awang. Tapi sayang sungguh sayang, moment ini harus terganggu oleh suara dering hape ku. Dering panggilan dari si Dewa Tuak disaat yang sangat tidak tepat.

Bonar Combat Memanggil...

"halo.. " aku menjawab panggilannya dengan malas dan terpaksa

"Halo kijang satu, disini kijang dua. Ganti! " suara Bonar diseberang sana.

"kijang satu disini. silahkan kijang dua. Ganti! "

"Bagaimana kondisi di lapangan? Apa si merpati ada ditempat? Perlukah kijang dua merapat kesana? Ganti! "

"Kondisi aman damai dan berbunga-bunga. Si Merpati terlihat sangat mempesona seperti biasa. Kijang dua bisa balik kandang. Ganti! "

"Roger! Kijang dua keluar! "

Setelah mengakhiri panggilan dari Bonar, aku melihat kearah Jenni yang tampak tertawa kecil melihatku tadi.

"ini kawan, agak kurang genep alias gila orangnya. Jadi ngimbangin aja.." ucapku padanya

"bukannya yang ngomong ya? " ucap Jenni meledekku, hmm mulai berani dia.

"ya sama aja sih. Tapi dia gila karna kepalanya kebentur tembok, kalo saya gilanya karena kebentur kamu..."

"hehe gombel... Pasti kayak gitu ya ke semua cewek? "

"gak sih, cuma sama 3 cewek aja"

"sapa aja" tanyanya sambil menatap mataku dan menyangga dagunya dengan tangan. Waduh imut banget sih bikin grogi aja.

"sama kamu, sama ibu anak-anak saya nanti, trus sama cewek yang bakal nemenin saya sampe tua. Eh, itu satu ya bukan tiga?! " kataku sambil menggerakkan alis ku.

"hehee kan.. kan.. gombel..." ucap Jenni sambil melirik ku. Di lirik seperti itu membuatku semakin grogi dan kaki mendadak lemas. Coba kulawan lirikan matanya, tapi semakin ku lawan semakin lumer hatiku dibuatnya. Ya Allah tolong Gilang Ya Allah..

"oiya, kenapa sms saya waktu itu gak di bales" tanyaku coba menghilangkan grogi dan kembali menguasai diri.

"sms yang mana? Yang salah kirim, apa yang gak jadi salah kirim? " tanya Jenni sambil bergaya mengingat-ingat. Wah rupanya dia mulai bisa balik menggodaku.

"iya yang itu, hehe" jawabku sambil menggaruk kepalaku yang tidak gatal.

"oh yang itu, masuknya besok paginya. Soalnya inbox saya penuh, maklum banyak yang sms" ucapnya sambil menggerakkan alisnya menirukan gayaku tadi. Hmm sombong!

"paling juga operator! "

"Loh Jenni kemana ya, Jeeenn... Kamu dimana sayang..." terdengar suara Mama Jenni dari dalam rumah.

"disini mah... " jawab Jenni

"Loh malah disana, tamunya kok ditinggal. Kamu ngapain di..." Mama Jenni tidak meneruskan ucapannya saat melihat Jenni sedang bersamaku.

"eh ada Gilang ya" sapa Mamanya

"iya tante.. "

"sudah dibuatin minum?"

"sudah tante, terima kasih"

"Jen, itu temen kamu yang didalem kasian sendirian. Kamu ini gimana" ucap mamanya pelan kepada Jenni

"Mah... " jawab Jenni sambil cemberut

"jangan ditinggalin dong Jen, ditemenin... Gak baik begitu sama tamu sayang.. "

"iih.. Mamah ini lhoo... " Ucap Jenni tetap cemberut dan menghentakkan kakinya seperti anak kecil.

"sana masuk aja, ngobrolnya bareng didalem aja. Atau ajak dia ngobrol bareng disini Jen.."

"Gak mau ah! Mamah aja.. " jawab Jenni makin cemberut, bibirnya juga makin maju. Dasar anak manja!

"Gak papa ya Gilang? " tanya mamahnya padaku

"iya gak papa Mah, eh Tante.." jawabku. Ugh neh lidah kok sering amat kepeleset! Mamanya hanya tersenyum mendengar jawabanku.

"tuh Gilang aja gak papa Jen.. Ayo dong sayang"

Jenni langsung mendelik kearahku, wajahnya seperti ingin menelanku hidup-hidup. Waduh salah ngomong ini kayaknya. Rupanya si cewek galak dan jutek yang tadi sempat pergi sudah kembali lagi. Mama Jenni terus menasehati dan membujuk anaknya dengan lembut. Mengusap rambut Jenni, dan sesekali membelai pipinya. Tampak sangat sabar dan lembut dia menghadapi Jenni yang keras kepala.

Dalam situasi dan keadaan seperti ini aku yang menjadi tidak enak hati pada Mamanya Jenni. Karena secara tidak langsung aku yang menyebabkan situasi seperti ini. menurutku semua yang dikatakan Mama Jenni memang benar adanya. Sangat tidak baik memperlakukan tamu seperti itu. Aku berpikiran mungkin akan lebih baik jika aku pamit saja.

"mmm.. Tante maaf, kalo gitu saya pamit mau pulang" ucapku

"Loh ngapain kok pulang, nanti aja. Gak papa disini aja dulu, ngobrol bareng-bareng" jawab Mama Jenni, sedangkan Jenni menatapku dengan tajam.

"gak papa kok tante, memang udah mau pamit pulang tadi" jawabku halus. Melirik ke Jenni ternyata dia masih menatapku tajam. Hmm salah lagi ini.

"saya lupa kalo ada janji mau ngajarin anak-anak belajar ngaji. saya pamit ya tante. Jen, saya.. " belum selesai aku berkata, Jenni langsung bangkit dan berjalan masuk kedalam rumah meninggalkan kami. Hmm udah pasti salah ini.

"gak usah kesini lagi!" ucap Jenni kepadaku. Kan salah kan..

"Jenni sayang kok gitu" Mamanya coba memanggil.

"maaf lho Gilang, Jenni emang gitu orangnya suka ngambek. Tante jadi gak enak ini sama kamu"

"iya gak papa tante, saya paham kok"

"iya, besok-besok main kesini lagi ya"

"iya tante"

Dikarenakan kijang dua yang sudah masuk kandang, maka dengan terpaksa kijang satu harus pulang dengan berjalan kaki. Dalam perjalanan aku sambil memikirkan kejadian malam ini. Perubahan sikap Jenni, si cowok keren penjahit, inbox Jenni yang penuh, dan juga tentang ikan yang dikolam. Huft kenapa malah berakhir seperti ini, Jenni yang sudah bersikap baik padaku harus kembali marah dan ngambek. arrghh kenapa gak happy ending sih cerita malem ini.

Aku sengaja mengambil jalan lewat belakang, tujuanku sekalian ingin mengetahui apakah Bulek Nita sudah ada dirumah atau belum. Kangen juga lama gak ketemu. Melihat kondisi rumahnya yang gelap dan hanya lampu teras yang menyala, menunjukkan bahwa bulek Nita belum pulang. Saat sudah sampai di samping rumahku, ada seseorang yang menyapaku.

"cowok, godain kita dong.." suara cewek yang tiba-tiba mengagetkanku.

"eh kamu Rat. Kaget saya, kirain suzanna.. " ucapku saat mengetahui siapa yang menyapaku. Ternyata Ratna yang sedang duduk diteras rumahnya sambil merokok, pantas saja lampu terasnya dipadamkan. Melihatnya yang hanya sendirian dan aku yang belum mengantuk, akhirnya aku menghampirinya dan duduk disampingnya.

"haha.. darimana? " tanya Ratna

"biasa, ngapel.. "

"yang toketnya gede? " tanya Ratna

"iya yang kenceng itu, bukan yang kendor" jawabku sambil melirik dadanya

"hmm belum tau aja ya. Kalo udah kena jepit klepek-klepek kamu ntar" ucapnya sambil menggoyangkan dadanya.

"mau dong klepek-klepek.. Hehe"

"huu.. Jangan lah, ntar ketagihan malah repot"

"emang sih cewek kalo udah kena sama saya pasti ketagihan"

"bukan saya, tapi kamu yang ketagihan..! "

"iya-iya saya yang ketagihan, jadi kapan dong saya ketagihan?"

"huu.. maunya.. ! Eh Ngapain ngapel kesana? Mending bawa kerumah kamu kan aman. Bisa maen dokter-dokteran"

"gak beranilah, di grebek warga ntar. Mending kalo cuma diarak keliling kampung, kalo lontong saya dipotong bapaknya gimana"

"ya jadi lontong sayur. alah siapa yang bakalan tau, tetangga aja agak jauh. Kalo malem dah pada tutupan, pasti aman"

"tetep aja takut kalo ada yang liat"

"ya gak lah, masukinnya dari siang biar gak ketara. Kawan saya aja udah dari kemaren tuh nginep disini. Udah 2 hari ini kita gak sekolah"

"wuih gila, kamu nginepin cowok Rat dari kemaren? "

"kawan cewek, tapi dia ngajak cowoknya.."

"hahaha pantes manyun aja duduk sendirian diteras, didalem jadi kambing congek"

"iya, bete saya. Mereka mesra-mesraan terus. Ah uh ah uh terus. Begituan sehari bisa 3 kali" ucapnya jengkel

"udah kayak minum obat ya sehari tiga kali. Kamu ajak cowok kamu kesini lah, biar bisa sekalian lomba"

"saya abis putus ama cowok saya"

"ya minta dikit lah ama kawan kamu didalem, nyicip lah Haha.. "

"haha udahlah jangan bahas itu malah tambah pengen saya"

"wah berarti sekarang lagi pengen neh" tanyaku. Ratna tampak hanya diam seperti melamun dan tidak meladeni perkataanku.

Agak lama kami saling berdiam diri, sibuk dengan pikiran masing-masing. Dari perkataan Ratna tadi aku menyimpulkan bahwa dia sedang bernafsu karena terangsang dengan permainan sepasang kekasih didalam, dan Ratna juga sudah pernah berhubungan badan dengan pacarnya tapi sekarang tidak bisa melampiaskan karena mereka sudah putus. Aku baru sadar bahwa sudah lama juga terakhir aku ketemu dengan Teh Lia dan Bulek Nita, pantas saja kantung menyan ku terasa penuh. Baru memikirkan hal itu saja sudah membuatku jantungku berdegup kencang, nafasku pun mulai terasa berat. Aroma parfum dari Ratna yang tadi tidak tercium, kini terasa seperti aroma yang memabukkan.

"Rat.. " panggilku pelan

"hmm..?"

"lanjut ngobrol dirumah saya aja yuk" ajakku sambil langsung menarik tangannya.

Ratna hanya diam dan menurut saja saat ku pegang tangannya. Kutuntun dan kuajak Ratna berjalan menuju rumahku, tak ada sepatah kata pun yang keluar dari mulutnya. Nafsu ku yang makin menggebu membuatku berjalan agak cepat, kulirik sejenak kebelakang melihat Ratna yang masih tetap diam tak bersuara. Aku bahkan tak melepaskan genggaman tanganku saat membuka kunci pintu rumah. Setelah kami didalam, langsung kututup dan kukunci pintu rumahku.

Ratna hanya berdiri melihatku, nafasnya terlihat berat dan dadanya tersengal. Aku langsung memeluknya erat dan melumat bibirnya dengan rakus. Awalnya Ratna tampak sedikit terkejut, tapi kemudian dia mulai meladeni permainan mulutku. Lidah kami saling menjilat dan menghisap, dengus nafas kami makin memburu. Bibir kami semakin basah dengan liur kami berdua. Kuhisap dan kusedot dengan kuat lidahnya, rongga mulutnya tak luput dari usapan lidahku. Bibirnya beberapa kali kuhisap dan kutarik dengan gemas, sampai Ratna sedikit mengerang kesakitan.

"aach.. empphh.. "

Tanganku bergerak kebawah meremas kedua bongkahan pantatnya yang kenyal. Tanganku lalu masuk menyelusup kedalam celananya, menyentuh celana dalamnya. Setelah agak lama Ratna mulai kewalahan meladeni permainanku, beberapa kali nampak dia harus melepaskan mulutnya untuk mengambil nafas. Tanganku kembali membuat kemajuan, masuk kedalam celana dalamnya menyentuh langsung kulitnya. Pantatnya terasa halus dan lembut, tanganku terus meremasnya dengan gemas dan sedikit keras.

"ach.. Aw.. Pelaann.. " ucap Ratna sedikit mengangkat pantatnya yang kuremas.

Aku yang sudah sangat bernafsu lalu mendorong tubuhnya hingga memepet tembok. Kupindahkan ciuman dan jilatanku kearah lehernya, telinganya pun tak luput dari serangan lidahku. Ratna hanya menggelinjang dan mendesis sambil meremas dan mengacak-acak rambutku. Leher dan kupingnya telah basah oleh air liurku, aku juga meninggalkan beberapa bekas merah disana.

Kuangkat dan kubuka baju Ratna dengan tergesa-gesa, dia hanya pasrah dengan mengangkat kedua tangannya. Belum lepas baju dari tangannya yang terangkat, langsung ku serbu ketiaknya yang terpampang didepanku. Ketiaknya yang tembam seperti ketiak Teh Lia ditambah dengan aroma tubuhnya membuatku semakin bernafsu menghirup dan menciuminya. Ratna tampak kegelian dan berusaha menurunkan tangannya, tapi sulit karena terlilit bajunya dan aku yang menahan sikunya. Dia hanya menyandarkan tubuhnya ke tembok dan menggeliat menerima seranganku.

Kubuka dan kubuang kutangnya yang berwarna hitam, membebaskan dada besarnya yang dihiasi pentil coklat kehitaman. Dadanya menggantung besar menggoda untuk disentuh. Langsung kuhisap dan kusedot dengan rakus dada kirinya, tangan kananku meremas dada kanannya. Ratna hanya bisa menggeliat dan mendesah.

"oh.. ach... saakiitt.. copot nanti pentil sayaaa.. "

"tetek kamu gede bener Rat, pentilnya juga item. Sering di kenyot ya"

"ach.. ach.. iyaa lang.. ouch jangan di gigiit.. "

Aku lalu membuka celana Ratna sekaligus dengan celana dalamnya. Terpampanglah didepan ku gundukan memek Ratna yang gemuk dengan bulu jembut yang lebat. Langsung ku remas dengan gemas memek gemuknya.

"aww... aww.. owch.."

Kubelai dan kutarik sedikit bulu jembut lebatnya,

"aduuhh.. jangann di tariik.. "

Kembali kuhisap dan kusedot pentil dadanya, terkadang berpindah menjilat dan melumat ketiaknya. Tangan kananku membelai belahan memek Ratna yang telah sangat secara perlahan, kemudian berhenti di tonjolan itilnya yang menyembul. Kukosok dengan gerakan teratur, awalnya pelan dan lembut, makin kosokan ku makin cepat.

"aaaaahh aah.. ahh.. ngiluuuu... "

"apanya yang ngilu Rat.."

"memek, memek sayaa ngiluu laaang.. "

Aku lalu melumat mulutnya dan menghisap lidahnya, sambil jari tengahku menyelusup masuk kedalam lubang memeknya. Terasa sempit, basah dan hangat didalam sana. Ratna agak menutupkan pahanya ketika jariku masuk, suaranya tidak keluar karena lidahnya sedang kuhisap.

"eeee... emmpphh..."

Kucolok dan kukocok dengan ritme teratur memeknya, jariku semakin terasa basah dan licin. Aku memindahkan mulutku ketelinga dan lehernya, menjilat dan mengecup disana.

"ach.. ach.. ach.. gak kuuat lang.. Masukiin.. Masukiiin.. "

"apa Rat.."

"mmph masukin kontol kamuu.. Masukiin... Cepeett"

"masukin kemana.. "

"ke memekk sayyaa.. Memek saya gatteell... aaah.."

Makin kupercepat kocokan jari tanganku di memeknya, mulutku menghisap pentilnya. Ratna tampak gemetar kakinya dan berpegangan pada pundak ku menahan tubuhnya. Memeknya makin terasa becek dan basah.

"aaahhh keluar.. Keluar! aaacchh... "

Ratna agak berteriak ketika menyambut orgasme pertamanya, memeknya memancarkan cairan kenikmatan membasahi telapak tanganku dan lantai. Ratna menahan tanganku agar tidak bergerak, dadanya tersengal dan pantatnya bergetar. Aku lalu melepaskan tanganku dari memeknya. Ratna yang lemas langsung terduduk bersandar pada tembok, dengan mata terpejam dan mulut menganga. Melihatnya dalam posisi seperti itu, aku langsung membuka seluruh pakaianku dan menyodorkan kontolku yang sudah tegang kedalam mulutnya. Ratna yang masih lemas tampak kaget awalnya lalu dengan agak kesusahan menghisap kontolku. Entah karena lemas atau karena jam terbang, aku merasa service dari mulut Ratna masih kalah dengan service mulut Bulek Nita dan Teh Lia.

Aku lalu melepaskan kontolku dari mulutnya, membantunya berdiri dengan susah payah dan menuntunnya duduk di sofa. Kubuka dan kulebarkan kakinya selebar mungkin, memamerkan memek gemuk dan jembut hitam lebatnya. Ku elus dan ku gesekkan kontolku disepanjang belahan memeknya. Kugosok dengan jempol kananku itilnya yang memerah. Kudorong secara perlahan sedikit demi sedikit kontolku menembus liang memeknya. Ratna membuka matanya lebar lebar dan mulutnya ternganga saat kontolku menembus memeknya. Kudiamkan sejenak kontolku yang sudah mentok didalam, membiarkan memeknya menyesuaikan kehadiran kontolku.

Setelah memeknya berinteraksi dengan kontolku, langsung kugoyang dengan gerakan perlahan dan teratur. Ratna menutup matanya menikmati setiap tusukanku.

"hmmp.. ah.. ah.. ah... "

Dadanya yang bergoyang seirama dengan tusukanku terlihat sangat indah menggoda. Tangan kiriku langsung meremas dan memuntir pentilnya, jempol kananku terus menekan dan menggosok itilnya. Kupercepat tempo sodokan ku hingga menimbulkan suara becek dari beradunya kelamin kami.

"ach ach ach.. terus.. Dikit lagii.. ahh ahh" Mendengar itu dan merasa memeknya semakin ketat, aku langsung mempercepat gerakanku. Memeknya kembali berkedut dan menyemprotkan cairan orgasmenya, membasahi dan menyiram kontolku.

Ratna tampak sangat lemas sekali, nafasnya tersengal dan matanya tertutup. Sebenarnya aku kasihan melihat keadaanya, tapi karena nafsuku yang belum tuntas maka kutancapkan kembali kontolku.

"eegghh.. " Ratna hanya melenguh tak bereaksi karena terlalu lemas.

Langsung kegenjot dengan kecepatan tinggi, aku seolah berlomba ingin mencapai orgasme ku secepatnya. Tubuhnya yang lemas dan tidak ada reaksi darinya membuatku sedikit tidak bernafsu. Sangat jauh jika dibandingkan dengan Teh Lia dan Bulek Nita. Walaupun secara jepitan memek, memek Ratna terasa sangat ketat dan rapat. Mengingat Ratna yang belum sepengalaman mereka, maka aku memutuskan untuk tidak mengeluarkan sperma ku didalam. Kucabut dan kukocok kontolku memuntahkan sperma kentalku diatas jembut lebatnya.

Kuratakan dan kubaluri jembut lebatnya yang penuh sperma dengan kontolku. Setelah rata aku lalu melumat bibirnya sebentar dan meninggalkannya ke belakang untuk minum dan mencuci kontolku yang sudah mulai menyusut. Saat kembali aku melihat Ratna tampak sudah tertidur pulas masih dalam posisi sebelumnya. Masih dengan bertelanjang aku menghidupkan sebatang rokok. Malam ini aku mengetahui ternyata setiap wanita berbeda cara permainan dan juga tipe seks nya. Setidaknya itu dari pengalamanku dengan 3 orang wanita yang pernah kusetubuhi. Teh Lia suka dengan permainan yang lembut dan halus, nafsu seks nya termasuk besar. Bulek Nita menyukai permainan yang sedikit kasar dan nafsu seks nya yang sangat tinggi, sedangkan Ratna tipe yang hanya pasrah dan cenderung tidak ada perlawanan, tapi dia juga tipe yang mudah orgasme, Tingkat nafsu seks nya tergolong biasa saja tidak terlalu menggebu. Berarti kurang tepat anggapan orang yang mengatakan wanita dengan jembut lebat punya nafsu seks yang tinggi dan permainan yang ganas.

Setelah habis sebatang rokok, aku lalu membangunkan Ratna yang masih tertidur. Aku kasihan melihatnya tidur seperti itu, khawatir badannya sakit atau pegal. Setelah bangun Ratna lalu kebelakang untuk bersih-bersih terlebih dahulu. Kami lalu tidur berdua malam itu dikamar ku, saling bertelanjang dengan sebuah selimut yang menyelimuti kami.


***

"besok kamu pulang kesini ya. Ada kakak dateng, baru sampe hari ini. Biar enak bisa kumpul.. "
Seperti itulah kira-kira perkataan Ibu semalam di telpon yang meminta ku untuk pulang. Saat ini aku sedang ada didalam bis AKDP menuju terminal induk, dari tempat tinggal ku menuju terminal membutuhkan waktu sekitar 3 jam perjalanan. Bus yang ku naiki adalah bus ekonomi dengan kondisi seadanya dan penumpang yang berjubel. Penumpangnya bermacam-macam, ada yang rapi, ada yang kusut, ada yang cantik, ada juga yang serem. Barang bawaannya pun beraneka ragam, mulai dari tas jinjing, kardus mie, karung besar, sampai kurungan ayam. Saat ini aku sedang bersusah payah berpegangan pada sebuah besi, sambil menahan kaki yang pegal. Sebenarnya tadi saat pertama kali aku naik bus belum terlalu penuh, sehingga aku masih kebagian tempat duduk. Tapi seiring perjalanan makin lama penumpang semakin penuh. karena ingat pada pelajaran PMP dan juga karena pada dasarnya aku memang orang yang baik hati maka kursi ku aku berikan kepada seorang gadis cantik berambut panjang. Gadis cantik yang bahkan tidak mengucapkan terima kasih, langsung duduk dan sibuk dengan hapenya. Tak ku hiraukan tatapan sinis seorang ibu saat aku memberikan kursiku tadi, maaf Bu masa kejayaanmu sudah lewat.

Perjalanan sulit sambil menahan pegal dan tatapan sinis akhirnya berakhir sudah, bus yang ku tumpangi mulai memasuki terminal. Sesampainya di terminal para penumpang yang turun dari bus langsung diserbu dan dikerubuti oleh para calo terminal. Ada yang tangannya di tarik-tarik, tasnya di seret-seret, istrinya di tarik-tarik, suaminya di seret-seret.

"kemana pak kemana!? "

"ayo mas sini aja mas!? "

"mobilnya disana bu, ayo saya bawain barangnya"

Seperti itulah keramaian dan hiruk pikuk terminal induk ini, belum lagi suara bising knalpot dan klakson mobil. Aku tertegun menyaksikan semua itu, disamping heran dengan suasana terminal yang ramai aku juga heran kenapa para calo tidak ada yang menggubrisku seperti penumpang lainnya. Aku merasa diperlakukan tidak adil oleh mereka, diskriminasi ini namanya! Apa bedanya aku dengan penumpang lain? Apa karena tampangku seperti orang tidak punya uang? Atau karena saat ini aku sedang menenteng sebuah tremos es? Ah bisa jadi aku dikira mereka adalah tukang asongan es balon. Ini semua karena ibu yang berpesan agar tremos es ini dibawa, daripada disana gak dipake katanya.

Dari terminal aku lalu naik angkot satu kali untuk sampai kerumah ku, agar tidak terlalu lama dan menghindari angkot yang nge-tem aku memutuskan untuk naik angkot diluar terminal. Walaupun di sekitaran terminal, ternyata agak sulit juga mencari angkot sambil menenteng tremos es. Banyak yang tidak mau berhenti atau pura-pura tidak melihat saat aku memberhentikannya.

Rumahku terletak disebuah perumahan baru yang sederhana dengan tipe 45. Setibanya dirumah aku disambut kedua orang tua dan kakak laki-laki ku, ternyata kakak ku hanya datang sendiri tanpa ditemani anak istrinya. Kata Kakak ku, dia ada urusan pekerjaan disini, sehingga tidak membawa anak dan istrinya. Kami menghabiskan waktu sore itu dengan mengobrol dan saling bertukar cerita. Tidak lupa request masakan kepada Ibu, karena aku sangat merindukan masakannya.

Malam belum begitu larut, sambil ditemani kopi panas dan obat nyamuk bakar, aku dan kakak ku mengobrol diteras rumah.

"gimana sekolah? " tanya kakak ku

"lancar dan terkendali" jawabku santai

"masih maen bola? "

"masih dong, belum ada rencana gantung sepatu "

"sepatu bola masih bagus? Gak mau ganti, beli baru? "

"masih bagus kak, sayang kalo ganti. Yang kiri udah 88 gol, yang kanan udah 103 gol"

"gol bunuh diri semua kan? Haha"

"hahaha gak lah! Eh kak beliin gitar dong yang agak bagusan dikit, Gilang sekarang ngeband"

"ah kayak bisa aja lu, sok gaya mau ngeband. Bulan depanlah ya, kalo gua udah gajian gua kirimin ke Ibu. Emang udah pernah manggung dimana? "

"iya, makasih ya kak. Kalo manggung sih belum pernah hahaha"

"tes mental dulu sebelum manggung, maen bagus kalo gak ada mental manggung ya percuma."

"tes mental gimana kak? "

"ya tes mental maen depan orang. coba lu ngamen aja di bus atau di pasar, bukan buat cari duit tapi ngebangun mental. Berani gak lu? Kalo udah berani baru lu siap buat manggung"

"nanti Bapak sama Ibu marah kalo tau Gilang ngamen. Apa kata orang, ditinggal orang tua malah ngamen cari duit"

"ya terserah lu sih gimana caranya mau tes mental. Tujuannya kan buat ngelatih rasa malu sama gugup depan orang rame, bukan cari duit. Kalo masalah Bapak Ibu biar nanti gua yang kasih pengertian"

"ntar lah Gilang pikir lagi"

"Daritadi gua liat-liat lu sering ngelamun, kayak lagi ada masalah lu ya? Masalah apaan, berantem ? " tanya kakak ku setelah menyeruput kopinya.

“gak lah, ngapain berantem"

"kalo gitu pasti masalah cewek. cerita ama gua, apa masalah lu. Kakak lu yang tampan ini siap memberi solusi, haha.. "

"hmm jumawa sekali.. "

"hahaha.. Asal lu tau ya, dulu waktu sekolah gua ini jadi rebutan cewek-cewek. Lu kan kebagian 30% dari ketampanan gua, harusnya gak pusing lah masalah cewek"

"enak aja 30%, gantengan Gilang lah kemana-mana.. Liat tuh di kaca.."

"itu karena efek lampu aja, tapi aura ama kharisma gua gak bisa di tandingin. Emang masalah apaan?"

"huft.. Gak tau lah kak, bingung. Lagian cinta kan gak harus memiliki ya kak?"

"ah cemen bener lu! Cinta gak harus memiliki, itu cuma kata-kata dari orang yang kalah brader.. "

"maksudnya kak? "

"cuma orang kalah dan gagal yang bilang gitu. Kalo emang lu suka ama tuh cewek, ya lu kejer. Perjuangin sampe dapet. Dan jangan pernah berpikir kalo dia akan lebih bahagia atau akan lebih baik dengan orang lain. Lu harus yakin dan berusaha bisa buat dia lebih bahagia sama lu, melebihi kalo dia dengan orang lain"

"kalo masih tetep gak berhasil? "

"berarti itu ceweknya aja yang gak beruntung bisa dapetin lu. Lupain dia trus cari yang lain hahaha.. "

Aku terdiam coba mencerna setiap perkataan kakak ku barusan. Kurasa memang benar apa yang dikatakan kakak ku tadi, cinta tidak harus memiliki adalah kata-kata dari orang yang kalah. Dalam cinta kita harus berjuang dan rela berkorban untuk mendapatkannya. Dibalik sikapnya yang tak pernah serius, kata-kata kakak ku mengandung nasehat dan motivasi yang berarti bagiku. Kakak ku adalah orang yang perhatian kepada keluarga, terutama kepadaku adiknya. jika dia berbicara atau memberi nasehat kepadaku, dia seolah menganggap aku seperti temannya. Hingga setiap penyampaian nasehat darinya bisa lebih enak kuterima dan kupahami. Meskipun demikian aku tetap sangat menghormati kakak ku, aku bahkan tidak enak dan segan untuk merokok di hadapannya walaupun dia berulang kali memperbolehkan. Love you brader..

***

Siang menjelang sore setelah pulang sekolah dan beristirahat sejenak melepas lelah, aku memutuskan kerumah Jenni untuk menemuinya. Semoga saja dia tidak les dan ada dirumah. Sampai disana aku melihat kondisi rumahnya sepi, mobil papanya tidak ada dan pintu rumah tertutup rapat. Wah apa pada pergi ya.

"ting tong ting tong assalamualaikum.." aku memencet bel yang ada di dekat pintu.

Pintu kemudian terbuka sedikit, memunculkan hanya sebatas kepala yang melongok keluar. Ternyata kepala Jenni, lengkap dengan sebuah roll rambut di poninya. Agak terkejut dia melihat bahwa aku yang datang, tapi tidak lama karena wajah itu langsung berubah menjadi jutek. Tak kuhiraukan wajah juteknya, aku tetap berusaha memberikan senyuman terbaik ku, senyum pepsodent.

"iih.. Kebiasaan kalo dateng gak bilang dulu! " ucapnya lalu menutup pintu. Aku kaget dan hanya bengong melihatnya menutup pintu. Mungkin dia masih marah kepadaku sehingga tidak mau bertemu atau melihatku. Aku ragu antara memencet bel lagi atau segera balik kanan dan pulang. Tapi kemudian pintu kembali terbuka sedikit dan kepala Jenni muncul,

"tunggu bentar" ucapnya singkat, lalu menutup pintu dan menghilang lagi.

Aku duduk dikursi teras menunggunya keluar. Tidak terlalu lama, hanya menghabiskan dua batang rokok. Jenni kemudian keluar menemui ku sambil membawa segelas besar coca-cola dingin dan meletakkanya di meja. Jenni memakai baju terusan model gaun warna putih kombinasi pink sedikit diatas lutut. Rambutnya di gerai, tidak dikuncir kuda lagi. Rol rambutnya juga sudah dilepas dan memamerkan poni yang sedang jadi andalannya itu.

"mau ngapain kesini?!" tanyanya ketus tanpa melihatku

"mau maen aja"

"yaudah sana maen dibawah pohon, saya mau tidur aja!" ucapnya sambil ingin beranjak pergi.

"eeh. Mau ketemu kamu maksudnya" refleks aku memegang tangannya, menahannya untuk pergi.

"laen kali kalo mau kesini itu ngabarin dulu, jangan mendadak!" ucapnya sambil mengibaskan tanganku yang memegangnya.

"ya tadinya mau ngabarin dulu. tapi namanya kangen, kadang suka mendadak juga.."

"ya kan takutnya saya lagi gak dirumah, kalo ada di rumah sih ya gak papa.. " ucapnya pelan tidak jutek lagi, sambil memainkan poni nya. Nah kalo begini kan cantik..

"kok sepi Jen, pada pergi ya? " ucapku lalu meminum coca-cola dingin, ahh segar.. Nunggu ditawarin kelamaan.

"gak usah mikir mesum ya! Awas kalo macem-macem!" ucap Jenni kembali ke watak asalnya.

"nanya doang Jeeenn... Gak ada maksud apa-apa"

"maen keluar aja lah. Gak enak dirumah sepi begini, gak ada orang. Takut saya sama otak mesum kamu"

"kemana? "

"cari makan, laper saya belum makan"

"hmm... "

"saya yang bayar!"

"ok, makan apa kita"

"gak tau liat nanti aja"

"dimana"

"cerewet sih, nanya terus! "

Jenni lalu masuk ke dalam rumah dan tidak lama kemudian keluar sambil menyerahkan kunci motor kepadaku. Kami lalu berjalan ke garasi yang terletak di samping rumah. Terlihat sebuah motor megapro warna hitam dengan strip orange kombinasi kuning, tampak mengkilat dan masih baru.

"bawa motor papah aja" ucapnya

"motor kamu aja Jen"

"emangnya kamu liat ada motor saya? motor saya lagi dibengkel"

"motornya masih baru Jen, ngeri rusak saya"

"udahlah ayok berangkat, cerewet bener! "

Aku akhirnya menyerah dan menuruti saja kemauannya, berdebat dengan cewek keras kepala seperti Jenni adalah hal yang sia-sia, hanya membuang waktu dan tenaga. Aku pasti akan kalah telak, jangankan untuk menang, menahan imbang saja aku pasti tak mampu.

"helm kamu mana Jen"

"gak usah pake helm, rusak nanti rambut saya! "

"nanti ditangkep polisi gimana. STNK gak ada, SIM gak punya"

"paling juga kamu yang ditangkep! Kalo cewek cantik kayak saya ya gak mungkin ditangkep" ucapnya enteng

"kalo saya di penjara? "

"biarin"

"nanti kalo di penjara, saya gak bisa ketemu kamu"

"arrgghh ribet amat sih" Jenni lalu kembali masuk kedalam rumah dan keluar lagi sambil membawa helmnya.

Kami lalu berangkat berboncengan mencari tempat makan yang diinginkan Jenni. Agak susah juga mengendarai motor besar seperti megapro, selain berat juga karena Jenni yang berpakaian seperti itu harus duduk menyamping di boncengan. Sudah hampir 30 menit kami berkeliling tapi masih belum juga menemukan tempat makan yang cocok. Sebagai navigator, Jenni tidak memberikan informasi yang spesifik tentang tempat makan yang ingin di tujunya, sehingga membuat aku kebingungan dan hanya berputar-putar tidak jelas. Pokoknya bukan makan nasi, harus enak, tempatnya bersih, gak panas, dan gak mau yang dipinggir jalan. Hmm dimana ya tempat begitu.

"sebenernya mau makan apa sih? Bingung ini saya" ucapku setelah menghentikan sepeda motor di tepi jalan.

"ya kamu bawa motornya kebut gitu, apa gak bisa pelan sih! Saya kan susah ngeliat kiri kanannya" jawabnya balik sewot

"makanya jangan pake baju gitu, susah kalo naek motor! Paha kemana-mana... Maka itu saya kebut biar gak diliatin orang paha kamu"

"apaan sih, orang ini gak pendek. Cuma diatas dengkul dikit"

"tetep aja saya gak rela diliatin orang! "

"yaudah makan disitu aja" ucapnya pelan sambil menunjuk kios bakso dan mie ayam tepat didepan kami berhenti saat ini.

Kiosnya lumayan besar dan luas, ada beberapa kendaraan yang terparkir disana menandakan bahwa ramai pengunjung. Kalo ramai pengunjung berarti rasanya enak, begitu sih asumsi ku. Kami memilih sebuah meja kosong dan duduk berhadapan, si pelayan pria langsung cekatan menghampiri kami.

"mau pesan apa mas, mbak..? " tanyanya ramah

"saya mie ayam sama es jeruk mas" ucapku

"es jeruknya habis mas, mau yang lain? "

"jangan bohong mas, itu di gerobak sama banner di depan ada tulisannya, sedia es jeruk. Neh di daftar menu juga ada" protes ku

"iya mas, tapi memang sudah habis" jelasnya

"kalo habis ya banner nya kenapa gak dicopot? Coret tulisannya yang di gerobak sama di daftar menu! "

"habisnya juga barusan mas! Apa iya saya harus ke pasar dulu beli jeruk! " jawab mas pelayan mulai terpancing emosinya.

"harusnya kamu punya stok, jadi gak akan kehabisan begini! Atau kalo perlu kamu tanem pohon jeruk dibelakang! " balasku dengan emosi tak mau kalah.

"udah-udah! teh botol aja! Kalo dia gak mau, suruh kepasar sendiri beli jeruk!" Jenni ikut bersuara melerai kami dengan lebih emosi.

"huft, mbak nya pesen apa?" tanya pelayan itu sambil berusaha meredakan emosinya.

"bakso. baksonya yang kecil aja, jangan kasih mie kuning, pake mie putih aja, jangan pake daun bawang sama bawang goreng, jangan pake sayuran, kasih tauge dikit, jangan pake micin, garemnya sedikit, trus kuahnya jangan banyak-banyak, daging gajihnya di potong kecil-kecil sekitar 2 centi. Minumnya jus alpukat. tapi jangan di blender, di kerok aja pake sendok, susu coklatnya banyakin, es batunya dikit aja yang penting dingin, trus gelasnya jangan yang tinggi itu ya, pake gelas yang lebar. Pipet nya warna ijo juga biar mecing. Udah cukup itu aja mas" ucap Jenni tanpa jeda, mungkin hanya dalam satu tarikan nafas.

Si mas pelayan dan aku hanya saling pandang dengan mulut menganga mendengarnya. Tangannya yang memegang pulpen tampak gemetar tak menulis apapun, tatapan matanya yang sayu seolah meminta pertolongan padaku. Aku hanya mengangkat bahu dan merasa kasihan padanya. Tanpa kata-kata dia lalu meninggalkan kami dengan langkah gontai.

"yang sabar mas.. " ucapku menguatkannya

"kamu juga mas..." jawabnya lemah.

Luar biasa sekali memang efek dari Jenni, bahkan aku dan si mas pelayan pun bisa saling menguatkan walau kami baru bertemu. Aku merasakan aura mencekam yang seolah-olah sedang mengintaiku, ketika kulihat ternyata Jenni yang sedang memandangku dengan tajam dan pipi mengembung menahan emosi. Malah imut sih sebenernya, tapi agak serem juga. Apa dia cemburu ya melihat chemistry antara aku dan si mas pelayan tadi? Aku langsung menghindari tatapan matanya, berusaha memandang sekeliling ruangan kios bakso. Tampak di meja sebelah kanan kami seorang ibu muda dengan anaknya yang berusia sekitar 6 tahun sedang makan bakso. Yang menarik perhatianku adalah penampilan si ibu muda. Wajahnya cantik dengan make up yang sedikit tebal dan lipstik merah menyala, rambutnya digelung keatas memamerkan leher dan sedikit belahan dadanya. Dia memakai celana jeans ketat warna biru dan baju tanpa lengan, sehingga membuat ketiaknya mengintip malu seperti hal nya tali kutangnya yang berwarna merah. Keringat di wajah dan lehernya semakin membuatnya terlihat seksi dimataku. Tanpa sadar aku menelan ludah memperhatikannya.

"ehem.."

Tak kuhiraukan suara berdehem Jenni yang duduk didepanku.

"ehem..! " suaranya agak keras

Tanpa mengalihkan pandangan dari ibu muda itu, aku mengambil sebuah aqua gelas di meja dan menyodorkannya kepada Jenni. Mungkin tenggorokannya kering dan perlu minum pikirku.

"ehem.!!" kali ini makin keras hingga membuat beberapa pengunjung lain termasuk si ibu muda melihat kearah kami. Oh iya mungkin dia minta pipet pikirku, karena tadi aku memberikan aqua gelas tanpa pipet. Ku berikan pipet kepadanya dengan tetap melihat kearah si ibu muda.

"mau sumpit atau garpu?" tanya Jenni.

"sumpit" jawabku asal. Tapi untuk apa Jenni bertanya seperti itu pikirku. Kalo makan mie ayam memang lumrah pakai sumpit, tapi kalau bakso masa' pakai sumpit juga.

"emang untuk ap... " aku tak meneruskan kata-kataku ketika melihat Jenni memegang garpu ditangan kiri dan sumpit ditangan kanan. Matanya menyipit dan wajahnya semakin seram.

"buat apa Jen?" aku mengulangi pertanyaan yang tadi.

"buat nyolok mata keranjang kamu itu!. Bener-bener mesum otak kamu itu ya. Ibu-ibu makan bakso aja kamu liatin sampe segitunya" pelan tapi penuh penekanan.

"enggak, bukan gitu. Kayaknya saya kenal ama dia, mungkin temen SD saya" ucapku

"emang umur kamu berapa? Kok temen SD kamu udah punya anak gede gitu "

"nikah muda mungkin"

"gak usah cari alasan untuk nutupin otak mesum kamu. Saya pake baju gini aja tadi kamu protes, tapi ternyata kamu melotot liat begitu"

"beneran saya itu.. "

"sekali lagi noleh ke kanan, sumpit ini beneran bakal nyolok mata kamu" ancamnya langsung memotong perkataan ku.

Aku akhirnya diselamatkan oleh mbak pelayan yang datang mengantarkan pesanan kami. Aku sangat cemas dan hanya bisa berdoa semoga pesanan Jenni tadi tidak salah, sehingga tidak perlu memancing emosi dan darah tingginya lagi. Jenni memperhatikan sejenak semua pesanannya, meneliti dengan seksama apakah ada hal yang terlewat. Untung saja dia tidak membawa penggaris untuk mengukur panjang dan lebar daging gajihnya.

"loh, mas yang tadi mana mbak? " tanyaku basa-basi sambil berusaha mengalihkan perhatian Jenni dari penelitiannya.

"gak tau mas, katanya kebelakang sebentar. Mau nenangin diri" jawabnya.

"oh.. " Aku lalu menarik nafas lega begitu melihat Jenni meminum sedikit jus nya dan mulai menyantap baksonya.

Kurang dari 10 menit, makanan dan teh botolku sudah habis. Tapi bakso milik Jenni tampak masih banyak dan hanya berkurang sedikit. Dia makan sangat lambat dan pelan, rupanya dia benar-benar menerapkan saran kesehatan untuk mengunyah makanan sebanyak 32 kali. Bakso dengan ukuran kecil pun masih harus di potongnya lagi. Pandangannya selalu menunduk kearah makanan dan sangat fokus menyantapnya. Aku serasa sedang makan bersama seorang putri Indonesia.

Sambil menunggu Jenni selesai menghabiskan makanannya, yang jika dilihat dari cara dia makan maka akan selesai kurang lebih 2 jam lagi. Aku lalu menyalakan sebatang rokok dan memandang ke sekeliling melihat keadaan sekitar. Tentu saja tidak melihat ke kanan, aku tidak mau ada sumpit menancap dimataku. Baru sekitar 4-5 hisapan aku melihat di meja sebelah kiri ada pasangan suami istri menggendong seorang balita, karena takut membuat polusi udara maka aku mematikan rokok ku.

Jenni tampak telah selesai dengan baksonya, dia memposisikan garpu dan sendoknya menghadap ke bawah. Masih tersisa 3 bakso yang tidak dihabiskannya, hmm sayang sebenarnya tapi Jenni tidak menawarkannya padaku. Jenni kemudian melanjutkan untuk menyantap jus alpukatnya, kembali dengan cara anggun dan 32 kali mengunyah. Aku hanya menunggu dan tak berani mengganggunya, aku takut nanti perbuatanku malah akan membangunkan macan yang sedang makan. Mulut mungil dan bibir tipisnya tampak sangat imut saat mengunyah, tapi jangan bayangkan bibir itu jika dia sedang mengoceh dan marah.

Jenni menggeserkan gelas jus nya dan menyeka bibirnya dengan tissu, akhirnya penantian panjangku selesai sudah. Selama menunggunya selesai makan, aku bahkan sudah merasa lapar lagi.

"kenapa rokoknya dimatiin? " tanya Jenni membuka suara.

Rupanya selama makan tadi walaupun pandangan dan wajahnya menunduk, ternyata Jenni tetap tau dan juga memperhatikan gerak-gerik ku. Ahh untung saja tadi aku tidak coba-coba menoleh ke kanan.

"ada anak bayi di sebelah.."

"trus kenapa emangnya? "

"ya gak enaklah, asepnya kesana ntar"

"itu bapaknya aja malah ngerokok, gak peduli. Ngapain kamu malah repot mikirin" ucap Jenni. Aku lalu melihat ke meja kiri dan melihat si bapak sedang asik merokok, rokoknya Surya 16. Iya juga ya, bapaknya malah enak-enakan ngerokok.

"kok kamu peduli banget. jangan-jangan bayi itu anak kamu?!" ucap Jenni penuh selidik.

"astagfirullah Jeeeenn.." aku langsung nyebut dan menatapnya heran.

"iya kan? Ngaku aja" tuduhnya lagi.

"kenal aja enggak, ketemu aja baru sekarang, kok bisa itu anak saya. Darimana sih imajinasi kamu ini..." ucapku sambil menggeleng-gelengkan kepala.

"itu anaknya putih, bapaknya item kumisan. Gak mirip sama bapaknya" lanjutnya menjelaskan analisa ngawurnya

"namanya anak bayi mana ada yang kumisan Jen! Kalo masalah item, bisa aja dia nurun ibunya, ibunya kan putih... " ucapku sambil mengacak-acak rambutku.

"tau darimana kamu ibunya putih, pakaiannya kerudung tertutup gitu. Yang keliatan cuma muka ama telapak tangan aja" ucapnya lagi masih ngawur.

"namanya anak, kalo gak mirip bapaknya ya pasti mirip ibunya Jeeeen.. " Ya Allah beri hambaMu yang tampan ini kesabaran ya Allah.

"trus itu anak siapa dong?"

"ya mana saya tau! Apa iya harus saya tanya sama mereka, itu bayi anak siapa!? Jangan sampe rumah tangga mereka hancur gara-gara imajinasi kamu"

"tapi saya yakin itu anak kamu" ucapnya sinis

"aarrgggghh.... " aku hanya bisa menjambak rambutku sambil menggeleng-gelengkan kepala karena frustasi.

Para pengunjung lain pasti heran melihat tingkah kami saat ini, untung saja jarak antar meja yang agak jauh dan cara berbicara kami yang sedikit berbisik membuat obrolan kami tidak terdengar orang. Aku tidak bisa membayangkan jika suami si ibu mendengarnya, dia pasti akan menghajarku habis-habisan dan langsung menceraikan istrinya. Kasihan si anak bayi, masa depannya akan hancur karena ulah seorang cewek ngawur didepanku ini. Aku kemudian memandang berkeliling mencari si mbak pelayan, aku ingin menanyakan kepadanya dimana si mas pelayan tadi sedang menenangkan diri.

***
 
Maaf ya suhu Knpa ma jenni g satu angkatan hu,,
Ni agak gmn gtu klo udh lulus trs jenni nya msh sekolah,,konflik nya g enak gtu hu..klo jadian brti kn bakal LDR..
Gak seangkatan karena dulu Jenni masuk TK nol kecil, lah gw masuk TK nol besar. Apa sih? Haha
 
Bimabet
mau kasih saran aja nih suhu ttg karakter jenni.. klo misalkan jenni n gilang jadian/pacaran,plis jgn rubah karakter jenni yg jutek/galak n malu malu harimau nya.. n jgn sampai karakter jenni akhir nya jd gampangan juga.. udh trlalu mainstream soal nya karakter ce di crbung ini di jebol.. hehe.. maafkan apabila kata2 hamba menyinggung..
OM LANJUT OM
Doakan saja semoga mereka bisa bersatu, aamiin.
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd