Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Pelangi di Sudut Sumatera

Status
Please reply by conversation.
Bimabet
Suhu tolong beritahu kami alamat jenny dimana? Akan kami kirim cuka mpek mpek agar suhu tidak terlali lama kabur
 
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
"Huft... aku menghela nafas dan memegang dadaku yang masih terasa berdebar. Berdebar kencang setiap mengingat kejadian tadi. Kejadian yang tidak kuduga sama sekali dan terjadi begitu saja secara alami. Kejadian yang mungkin akan menjadi kenangan indah dalam hidupku, atau mungkin justru kejadian yang akan kusesali nanti".

"Jujur aku tidak tahu bagaimana harus menyikapinya, apakah harus senang atau malah sedih. Bibirku saat ini masih terasa bergetar, aku bahkan masih bisa merasakan dengan jelas bagaimana tadi bibirku disentuhnya. Sentuhan hangat yang membuat merinding seluruh tubuhku. Membuat otak ku tiba-tiba beku dan tak bisa berfikir. Ah dasar si bodoh, berani-beraninya dia menciumku. Dia adalah cowok pertama yang telah mencium bibirku, ya si bodoh itu. si bodoh aku menyebutnya. Si bodoh yang telah berhasil mencuri perhatianku selama ini. Si bodoh yang selalu membuatku jengkel dan bingung. Dan si bodoh yang membuatku tidak tahu harus bagaimana lagi menghadapinya. Benar-benar menyebalkan".

"Jika ku pikir-pikir memang sudah sejak dulu sih dia sangat menyebalkan. Mengganggu dan selalu menjahiliku jika bertemu. Aku bahkan sering sekali dibuatnya menangis dan membuatku malas main keluar rumah lagi. Tapi entah kenapa aku terkadang merindukan semua kenakalannya padaku. Bahkan aku merasa ada yang kurang jika dia tidak menggangguku, atau aku akan merasa iri jika dia mengganggu anak perempuan lain. Salah satu kenakalannya dulu yang paling kuingat adalah dia sering sekali menarik-narik rambut kuncir kudaku, satu hal yang mungkin membuatku mempertahankannya sampai saat ini."

"Sudah berbagai macam cara yang kulakukan untuk menunjukkan perasaanku padanya. Baik secara langsung ataupun tersirat. Tapi entah mengapa dia seolah tak menyadarinya atau mungkin memang tidak mengharapkannya. Terkadang dia menunjukkan perhatiannya, tapi terkadang dia juga seolah tidak peduli padaku. Sebenarnya aku tidak ingin bersikap kasar atau berkata keras kepadanya. Tapi mau bagaimana lagi, mengharapkan inisiatif darinya adalah hal yang hampir mustahil. Aku bahkan terkadang harus menurunkan harga diriku sebagai cewek untuk memancing inisiatifnya. Hal yang tak pernah aku lakukan pada cowok lain, cowok lain yang selalu berusaha dekat dan merebut perhatianku. Apakah aku yang terlalu berharap lebih darinya? Ataukah pilihanku ini adalah hal yang tidak tepat? Haruskah aku yang mengambil keputusan? Lalu apa arti dari ciuman tadi untuknya? Sementara waktu terus berjalan dan semakin dekat. Ah bingung, sedang apa ya dia saat ini?"


***

"Assalamualaikum. Selamat malam. Mohon maaf sebelumnya apabila kehadiran saya dan teman saya yang tidak seberapa ini mengganggu ketenangan santap malam bapak ibu. Tak henti-hentinya sambung-menyambung para pengamen yang datang ya bapak ibu? Harap maklum di Indonesia belum banyak wadah untuk menyalurkan bakat-bakat musisi dan seniman seperti kami. Satu buah tembang akan coba kami persembahkan untuk menemani santap malam anda sekalian. Semoga anda semua dapat terhibur dan tidak tertidur, dan yang paling penting adalah jangan pada kabur"

Begitulah kata sambutan pembuka yang kusampaikan sebelum mulai mengamen. Saat sedang melemaskan jari dan mencoba suara gitar, aku memandang berkeliling kearah para pengunjung yang cukup ramai saat ini. Degh! saat memandang berkeliling, mataku beradu pandang dengan sesosok pandangan. Pandangan lembut dari seorang cewek berambut lurus panjang sepinggang bernama Mala. Mala tampak duduk bersama kedua orang tua dan adik lelakinya, dia sangat cantik dengan baju berwarna pink kombinasi putihnya. Tatapannya seperti terkejut dan tak percaya melihatku ada disini, melihatku mengamen. Aku sempat diam mematung beberapa saat. sebelum akhirnya si Japrak menyadarkanku dengan sikutnya, Japrak adalah pasanganku mengamen saat ini. Dengan rambut mowhak ala anak punk dan tindikan dihidung seperti gadis India.

Biasanya aku mengamen didepan orang yang tidak ku kenal. Tapi malam ini aku harus mengamen didepan seseorang yang aku kenal, seseorang yang saat ini masih tetap menatapku. Mungkin inilah yang di maksud dengan tes mental. Benar-benar tes mental. Aku lalu berusaha santai dan menyapa Mala dengan senyuman yang kemudian hanya dibalas dengan senyuman dan pandangan sendu. Sambil menghela nafas untuk menghilangkan rasa gugup, aku mulai memainkan gitar. Membawakan sebuah lagu dari idolaku Iwan Fals.

Pria mana yang tak suka
senyummu juwita
Kalau ada yang tak suka
mungkin sedang ******

Engkau baik
Engkau cantik
Kau wanita, aku cinta

Mata indah bola pingpong
masihkah kau kosong
Bolehkah aku membelai
hidungmu yang aduhai

Jangan marah kalau ku goda
Sebab pantas kau kugoda
Salah sendiri kau manis
Punya wajah teramat manis

Wajar saja kalau ku ganggu
Sampai kapan pun ku rindu
Lepaskan tawamu nona
Agar tak murung dunia

Engkau baik
Engkau cantik
Kau wanita, aku cinta
Aku puja kau betina
Bukan gombal
Aku yang gila

Saat akan memulai lagu tadi, aku melihat Mala masih tampak bingung. Tapi setelah mulai bernyanyi, aku bisa melihat Mala sudah bisa mengendalikan dirinya. Selama bernyanyi tadi aku sering melihat kearah Mala, terutama saat lirik-lirik yang memang ku tujukan untuknya. Sesekali dengan berani aku memainkan mataku berkedip kepadanya. Mala hanya tersenyum melihat dan mendengarkan aku bernyanyi. Hampir tak berkedip dia memperhatikan, sudah pasti dia terpukau dengan ketampanan dan suara emas ku. Tak kuhiraukan tatapan tajam dari ayahnya yang berkumis lebat, tak kuhiraukan tatapan ibunya pada celana robek-robek ku. Dan juga tak kuhiraukan keberadaan Japrak disebelahku yang bertepuk-tepuk tangan mengikutiku bernyanyi dengan suara sembernya.

"Demikianlah satu buah tembang lagu yang saya persembahkan spesial. Apabila bapak ibu kurang berkenan dan bila kami kurang sopan, kami mohon maaf. Juga terima kasih untuk yang sudah berkenan memberikan senyum manisnya, wassalam" ucapku menutup persembahanku sambil melihat kearah Mala dan menunggu Japrak berkeliling dengan kantong permen relaxanya.

"wuih lumayan coy, dapet banyak. Cair kita.. " ucap Japrak saat kami berjalan keluar meninggalkan warung tenda tadi.

"cewek cakep yang pake baju pink tadi ngasih sepuluh ribu" lanjutnya dengan mata berbinar.

"istirahat dulu ya. Gantian ama yang laen" ucapku.

Kami lalu bergabung dengan teman-teman lain yang sedang berkumpul. Tampak Bonar yang sedang bercerita dengan sangat seru, tangannya bergerak kesana kemari seperti seorang Mayoret Drumband. Seperti yang sudah-sudah ceritanya adalah 30% fiktif, 50% khayalan dan 20% mistik. Kami hanya tertawa mendengar ceritanya dan sesekali menimpalinya dengan guyonan. Memang beginilah aktifitas kami di sela-sela waktu mengamen, bertukar cerita, saling mengejek dan bercanda.

"arah jam sembilan coy" bisik Bonar kepadaku. Aku lalu menoleh kearah belakang mecoba mencari apa yang dimaksud Bonar.

"jam sembilan!" lanjut Bonar. Akupun langsung memutar kepalaku memandang kearah kananku.

"jam sembilan woy, ngerti gak sih"

"jam saya digital Nar"

"aahh sebelah kiri kamu!" ucap Bonar

Aku menolehkan kepala melihat kearah kiriku, disana aku melihat Mala yang sedang berjalan kearah kami. Seperti biasa langkahnya sangat tenang dan anggun. Senyum manisnya seperti biasa menghiasi indah bibirnya. Tanpa membuang waktu, aku langsung beranjak menghampirinya. Aku tak mau jika dia bergabung bersama kami disini. Selain takut tidak nyaman dengan teman-teman baruku, aku juga merasa kurang pantas rasanya jika cewek seperti Mala harus bergabung bersama kami. Aku lalu mengajaknya duduk disebuah bangku taman yang kosong. Duduk berdua di bangku taman, dibawah sinar rembulan dan taburan bintang-bintang di langit. Hmm romantis kayak di film-film ya.

"kok sendirian aja, pada kemana?" tanyaku menanyakan keluarganya.

"lagi ke swalayan depan, belanja. Nanti saya dijemput disini" jawab Mala.

"oh, gak ikut?" tanyaku yang hanya di balas dengan gelengan kepala. Kemudian hening sesaat. Mala menatap kedepan melihat keramaian dan aktifitas orang yang lalu lalang. Aku hanya diam ikut memperhatikan apa yang diperhatikan Mala.

"bentar ya, bentar.. " ucapku, Mala hanya melihat aku yang lalu pergi meninggalkannya menuju penjual minuman bandrek. Aku membeli dua gelas bandrek dan memberikan satu gelas kepada Mala.

"makasih.." ucap Mala manis menerima gelas bandrek dariku.

"buat anget anget. Lagian makasihnya jangan ke saya" ucapku

"hmm? Ke siapa?"

"ke cewek baju pink yang cantiknya keterlaluan. Tadi dia makan disana sama keluarganya. Ngasih sepuluh ribu. Hmm udah cantik, baik hati lagi"

"hehe.. Oh ya? Secantik itu kah?"

"gak sih, biasa aja haha.. " ucapku dan kamipun tertawa bersama.

"Tapi saya suka cara dia jalan, bener-bener anggun" lanjutku. Mala lalu menoleh kearahku.

"matanya, saya paling suka matanya.. " aku melanjutkan kata-kata ku sambil menatap sepasang mata indahnya. Mala juga menatap mataku. Membuatku sangat enggan untuk mengalihkan pandangan. Cukup lama kami saling pandang tanpa ada kata-kata yang terucap.

"ehem.. ee.. ini bandreknya enak ya.. " ucap Mala grogi lalu mengalihkan pandangannya ke depan, tak berani menatap mataku.

"tau darimana enak, diminum aja belum"

"eh ini.. dari aromanya, saya tau dari aromanya" jawab Mala gugup lalu menyeruput bandrek nya dan aku hanya tersenyum melihat tingkahnya.

"gimana? enak kan. Malem-malem gini memang cocoknya minum bandrek panas. Apalagi mendung gini, mau ujan" ucapku sambil melihat keatas memandang langit.

"hmm? Cerah kok, banyak bintang" ucap Mala juga memandang langit.

"oh itu bintang? Kok gak bersinar? Lebih bersinar mata kamu" ucapku sambil mengerutkan dahi dan tetap memandang langit.

"hehehe masih kepake ya gombalan gitu?" ucapnya sambil menoleh kearahku.

"kepake dong, dan kayaknya sih berhasil" jawabku sambil memperhatikan wajahnya yang merona.

Mala lalu kembali memandang ke atas, sambil tersenyum menikmati keindahan langit malam. Aku hanya bisa terpana menatap dan menikmati paras cantiknya. Hidung bangirnya tampak imut jika dilihat dari samping seperti ini. Dagunya terlihat sangat menggemaskan dan membuatku serasa ingin menggigitnya. Lehernya yang putih dan jenjang sangat indah dimataku. Aku merasa seperti terhipnotis menyaksikannya. Dan aku menganggap bahwa Mala adalah keajaiban dunia yang ke 8.

"coba ka... " ucap Mala. Dia tidak melanjutkan kata-katanya ketika menyadari aku yang masih terpana memandangi wajahnya.

"hei.. Kok bengong" ucap Mala sambil melambaikan tangannya di depan wajahku, berusaha menyadarkan ku dari lamunan.

"sssttt.. saya bukan lagi bengong. Tapi lagi menghentikan waktu" ucapku

"hmm? Menghentikan waktu?" Mala tampak heran dengan ucapanku.

"iya. Menghentikan waktu, karna saya gak mau moment ini cepet berakhir" lanjutku.

"hehehe Gilang.. Gilang..." Mala menggeleng-gelengkan kepalanya.

"kamu percaya De Javu gak?" tanyaku serius.

"mmm gak tau. Tapi kadang saya kayak pernah ngalamin" jawab Mala ragu.

"saya sekarang kayak lagi De Javu. Duduk dikursi berdua sama kamu. Saya ngerasa seolah-olah saya bakal ngalamin ini lagi suatu saat nanti, dikemudian hari nanti" jelasku.

"De Javu itu bukannya suatu perasaan saat kita mengalami sesuatu yang pernah terjadi sebelumnya ya?" Ucap Mala coba meluruskan.

"itu yang dialami orang lain, beda kalo saya yang mengalami" jawabku. Mala mengerutkan dahinya tampak berpikir dan memahami kata-kata ku.

"udah-udah gak usah di pikirin, jadi berkerut nanti muka kamu" ucapku.

Kami kemudian kembali memandang ke langit, menikmati keindahannya.

"kamu tau gak, dimanapun kita berada kita akan tetap melihat bintang yang sama" ucap Mala.

"masa' sih?"

"he em. Mereka ada disana, dan akan selalu ada disana. Hanya saja kadang mereka bisa terlihat, dan kadang juga tidak bisa terlihat." ucap Mala.

"oh, ketutup awan ya?" tanyaku

"bisa begitu. bisa juga karena ada bintang lain yang bersinar lebih terang" jelasnya.

"ada bintang yang lebih bersinar terang... " aku mengulangi ucapan Mala. Coba mencerna dan memahaminya. Seharusnya kan.. ahh sudahlah, semakin coba memahami aku malah semakin bingung.

Kami lalu kembali memandang keatas langit, kembali menikmati taburan bintang-bintang. Tiba-tiba saja kami melihat sebuah bintang jatuh yang melintas. Hanya sekejap dan sangat cepat, tapi kami masih sempat melihatnya.

"bintang jatuh..!" aku berseru.

"jangan bilang kamu percaya bintang jatuh" ucap Mala sambil melirik ku.

"hah? Gak lah! Mana percaya saya sama begituan"

Mendengar jawabanku Mala hanya tersenyum dan dari raut wajahnya aku yakin dia meragukan perkataan ku.

"itu bukan bintang jatuh" ucapnya.

"trus apa?" tanyaku.

"bintang jatuh itu sebenernya adalah meteor. Setiap hari ada ribuan batu angkasa yang jatuh ke bumi. Yang kecil akan hancur jadi debu begitu terbakar di atmosfer. Sedangkan yang besar gak langsung hancur. Batuan yang besar dan terbakar itu akan meluncur jatuh ke bumi. itulah yang kamu kira sebagai bintang jatuh" jelas Mala.

"masa' sih?" tanyaku.

"maaf ngecewain kamu ya. Tapi memang itu yang sebenernya. Itu kan kita pelajari waktu SD. Di SD kamu dulu pasti di pelajarin"

"waktu pelajaran itu mungkin saya lagi gak masuk sekolah" ucapku sambil menunduk sedangkan Mala hanya tersenyum.

"emang kamu mau minta apa tadi sama bintang jatuh?" tanya Mala menatapku.

"minta apa? Saya gak percaya begituan" jawabku menghindari tatapannya.

"seandainya.. seandainya kamu percaya, kamu mau minta apa"

"hmm... Keajaiban dunia yang ke delapan"

"hah? Keajaiban dunia yang ke delapan? Bukannya sekarang ini cuma ada tujuh ya? Kamu pasti ngarang ya"

"saya bisa membuat mata kamu lebih bersinar dari bintang di langit. Saya bisa menghentikan waktu yang berputar untuk menikmati momen berdua kamu. Saya juga bahkan bisa membalik De Javu. Dengan itu semua, apa susahnya bagi saya untuk menciptakan keajaiban dunia ke delapan" ucapku mantab, Mala hanya tertegun mendengarnya.

"keajaiban dunia kedelapan... " gumam Mala hampir tak terdengar.

"oiya gimana penampilan saya tadi?" tanyaku.

"oh itu. Lumayan"

"lumayan?"

"maen gitarnya biasa aja, suaranya juga standar. Gak spesial"

"kejujuran itu memang kadang menyakitkan ya. Padahal dalam agama boleh kok berbohong demi kebaikan" gumamku.

"hehe becanda... tapi saya suka liat kamu nyanyi. Apalagi kalo nyanyi nya untuk saya. Itu spesial banget buat saya" ucapnya. Aku hanya tersipu mendengar kata-katanya. Ah sial, sekarang malah gantian dia yang menggodaku. Asem!

"saya pengen suatu saat nanti kamu nyanyiin lagi lagu buat saya. Tapi bukan disini, bukan sebagai... Ah entah kapan ya hehe.. " ucapnya.

"hehe kamu kenapa sih?"

"mm.. Karna.. tadi saya.. saya baru tau kalo kamu disini... Saya kira.. Saya.. gak nyangka kamu..." lanjutnya lagi setelah agak lama. Mala tampak sangat berhati-hati dalam memilih kata-kata, mungkin takut menyinggungku.

"ngamen? iya lumayan hasilnya buat jajan. Gimama mau minta tanda tangan gak?" kataku yang dibalas Mala dengan senyum kecil.

"Saya sempet pangling juga tadi liat kamu. Gak nyangka kalo itu kamu. Pake topi dibalik, celana sobek." kata Mala tak menggubris candaanku.

"celana andalan saya neh, warisan kakak. Topinya juga baru, diskon lima ribu khusus orang tampan" jawabku sambil menepuk celana dan menunjuk topiku.

"emm gini.. Sampe kapan kamu mau begini" tanya Mala tak menanggapi candaanku lagi.

"belum tau, tapi sementara ini saya belum ada rencana lain. Jadi ya bakal begini dulu. Kecuali nanti ada tawaran jadi cover majalah Aneka Yess" jawabku.

"kalo kamu begini terus gimana sekolah kamu? apa gak ganggu sekolah. kamu bisa makin sering terlambat, sering gak masuk sekolah" ucapnya serius, lagi-lagi tak menggubris candaanku.

"kalo itu sih kebiasaan aja, susah bangun pagi. Lagian kata dokter kulit saya, saya harus banyakin tidur, minimal 7 jam sehari. supaya tetap menjaga kesehatan dan kecerahan kulit saya Hehe.. " ucapku kembali bercanda tak mau meladeninya dengan serius.

"kita kan udah kelas tiga, mau ujian sebentar lagi. kamu gak bisa begini terus Lang"

"tenang aja, saya percaya kok dengan kemampuan otak jenius saya. Paling gitu-gitu aja soal ujiannya, cukup pake 30% dari kemampuan otak saya hehe"

"please Lang, serius ini jangan bercanda terus"

"saya serius kok, duarius malah. sapa tau dari sini saya bisa jadi penyanyi terkenal, kayak di film Rhoma Irama, Berkelana 2. Saya gak punya pilihan, Takdir kalo kata Desi Ratnasari"

"huft kamu tau gak, kamu itu gak pinter bohong" ucapnya sambil menatapku.

"maksudnya" tanyaku agak grogi ditatap seperti itu

"kita udah lama kenal, bahkan dulu pernah satu kelas"

"terus?"

"jadi saya paham sama kamu. Dibalik sikap kamu yang konyol dan gak pernah serius ini, sebenernya kamu seorang yang pemikir dan serius. Dan sifat konyol kamu itu adalah cara kamu untuk nutupin rasa bingung atau gugup kamu"

"hmm mungkin" ucapku sambil manggut-manggut dan pura-pura berpikir.

"maaf kalo saya nasehatin kamu. Tapi pergaulan kamu disini gak baik, liat cara penampilan kamu sekarang. Kamu juga mengabaikan sekolah. Saya yakin orang tua kamu gak mengabaikan kamu sampai kamu harus ngamen buat sekedar jajan." ucapnya pelan.

Aku hanya terdiam mendengar perkataan Mala. Aku bingung harus menjawab apa menanggapinya. Aku mulai sedikit terganggu dengan perkataannya, kenapa harus bawa-bawa orang tua sih. Aku hanya bisa menatap ke depan, melihat keramaian taman dan orang yang berlalu lalang.

"saya peduli sama kamu, ini semua buat kebaikan kamu. Ngerokok, bolos, terlambat, bergaul dengan orang yang gak tepat, kamu harus mulai mikirin masa depan kamu. Pikirin orang tua kamu yang pasti menaruh harapan sama kamu" lanjutnya.

"seburuk itu ya saya dimata kamu? Apa gak ada sedikit kebaikan yang ada sama saya?" tanyaku sambil menyalakan sebatang rokok untuk menenangkan diri. Aku tidak peduli lagi dia akan keberatan melihatku merokok. Dan aku yakin dia melihat tanganku yang agak gemetar saat menyalakan rokok tadi. Gemetar karena menahan marah dan emosi yang mulai merasuki hatiku. Jujur aku mulai merasa tidak nyaman dengan penilaiannya. Aku merasa seperti seorang penjahat yang sedang dihakimi, jiwa lelaki dan sisi ego ku berontak. Apalagi dia kembali membawa-bawa orang tua ku.

"hmm bukan begitu. Kan tadi sudah saya bilang, saya peduli sama kamu" ucapnya lembut sambil tersenyum dan menyentuh lenganku. Sentuhan lembut yang berusaha meredam emosi dan menenangkanku.

"kenapa kamu peduli sama saya? Tanyaku.

"gak tau juga kenapa" jawabnya sambil mengangkat bahu.

"paling gak saya lebih baik dari kamu. Saya melakukan sesuatu karena ada alasannya. Bukan kayak kamu yang melakukan sesuatu tanpa tau alasannya"

"mungkin. Tapi mungkin juga saya tau alasannya. tapi saya belum yakin aja"

"makasih nasehat kamu. Saya hargain itu. Saya mau balik lagi ke temen-temen saya. Saya gak mau nanti orang tua kamu ngeliat kamu duduk berdua dengan orang kayak saya" ucapku sambil bangkit dan meninggalkannya tanpa menunggu jawaban. Meninggalkannya yang hanya terpaku melihatku pergi. Meninggalkannya sendiri dibangku taman yang dingin.

***

"Sudah hampir satu jam ini aku hanya bolak balik memutar badanku mencari posisi tidur yang nyaman. Bantal guling ku juga sejak tadi berubah posisi, kupeluk, kuletakkan disamping, kadang ku letakkan mengganjal kaki. Sudah kucoba memaksakan mataku untuk terpejam tapi tetap tidak bisa. Aku merasa gelisah dan masih memikirkan kejadian di taman tadi. Entah harus kusesali atau memang harus begitu adanya. Masih kuingat jelas perubahan raut wajahnya, tangannya yang bergetar dan punggungnya yang menjauh meninggalkanku sendiri di bangku taman.

Mungkin memang aku yang terlalu mencampuri urusan pribadinya, terlalu mengatur kehidupannya. Tapi entah kenapa aku tidak bisa menahan diri untuk itu. Seperti yang kusampaikan tadi padanya, bahwa entah karena alasan apa aku begitu peduli kepadanya. Aku merasa sangat peduli dan perhatian padanya, aku merasa seolah-olah sangat mengerti dan paham mengenai dirinya. Aku bisa melihat kebaikan yang ada padanya, dengan perhatian dari orang yang tepat aku yakin dia bisa menjadi lebih baik.

Sebenarnya tanpa kusadari entah sejak kapan dia sudah berhasil mencuri perhatianku. Setiap kecil tingkah lakunya seolah berkesan dibenak ku. Dia sangat berbeda dengan cowok-cowok lain yang berusaha mendekatiku. Tingkahnya sangat spontan dan apa adanya, tampak tulus tidak dibuat-buat. Terkadang dia bahkan bisa berulah konyol seperti seorang anak kecil.

Masih kuingat dulu saat kami sekelas, sering sekali dia memperhatikan hal-hal kecil yang ada padaku. Seperti rambutku yang ku potong sedikit hanya untuk dirapikan. Ternyata dia menyadarinya, bahkan temanku yang lain tak ada yang menyadari perubahan rambutku. Kulitku yang agak gelap karena berlibur kepantai, wajah ku yang sedih dan mata yang sembab karena semalam menonton film kuch kuch hota hai, atau berat badanku yang sedikit naik karena banyak makan coklat, dia selalu menyadarinya.

Dia juga sering bersikap baik kepadaku. Seperti meminjamkan handuk kecil hitam birunya untuk melindungi kepalaku dari hujan gerimis saat pulang sekolah. "takut kamu sakit, kalo kamu sakit nanti saya gak ada tempat nyontek." katanya saat itu. Atau ketika dia meminjamkan kalkulatornya padaku yang lupa membawa kalkulator saat ulangan matematika, "lebih bermanfaat sama kamu, kalo sama saya mubazir aja" katanya. Juga saat pelajaran praktek olahraga, dia berdiri di dekatku dengan tujuan melindungi ku dari sengatan matahari, "kalo kamu item, nanti gak ada yang ngasih coklat lagi lho. Kalo saya yang item, makin item makin berwibawa plus eksotis" ucapnya.

Itulah beberapa contoh hal kecil yang dilakukannya padaku. Hanya hal kecil memang, tapi begitu besar dan berkesan menurutku. Tapi tadi sepertinya dia marah padaku sampai meninggalkanku sendirian di taman. Apa kata-kataku ada yang salah ya? Atau mungkin caraku menyampaikan yang kurang tepat? Kulihat tadi tangannya tampak bergetar menahan emosi, bahkan ketika aku berusaha menenangkannya. Walaupun begitu aku tau dia masih peduli dan perhatian padaku, karena kulihat dia masih memperhatikanku dari jauh dan tetap begitu sampai memastikan orang tuaku datang menjemputku. Mungkin besok aku harus menemuinya dan menjelaskan semuanya agar tidak ada kesalahpahaman lagi. semoga saja dia mau mengerti dan menerimanya."


***

Setelah kepergian Mala yang dijemput orang tuanya tadi, aku meminta Bonar untuk segera mengantarku pulang. Aku sudah tidak mood dan suasana hati ku tidak bagus. Mungkin lebih baik aku pulang dan tidur lebih awal, mudah-mudahan besok pagi bisa lebih segar dan tidak kesiangan lagi. Sebenarnya ada sedikit penyesalan dalam hatiku meninggalkan Mala tadi. Aku merasa sudah bertindak jahat kepadanya. Kepada Mala yang sudah baik dan peduli padaku. Tapi jujur aku merasa agak terganggu dia mencampuri urusan pribadiku, seolah olah mengatur kehidupanku. Walaupun aku tau niatnya adalah bagus dan demi kebaikanku juga. Apa aku terlalu berlebihan ya menanggapinya? atau aku yang terlalu sensitif?

"makanya jadi cowok jangan sok ganteng. Satu aja gak dapet-dapet, mau sok-sok maen gila" kata Bonar saat dalam perjalanan mengantarku pulang.

"bukan gitu coy"

"jahat amat maen tinggal aja anak orang. Samber orang baru tau rasa. Ntar sedih, bunuh diri minum kalpanax..."

"ampuhan salep 88"

"nyesel kan kamu sekarang"

"mungkin"

"telpon aja, minta maaf"

"gak ada pulsa"

"SMS"

"kurang juga"

"telpon rumah aja, kita mampir wartel atau telpon umum"

"takut bapaknya yang ngangkat"

"gagang telponnya kamu tutupin pake sapu tangan. Kayak di film-film"

"besok ajalah"

"takut amat sih sama bapaknya"

"kumisnya serem. kayak pager betis Inggris"

"kadang suka heran sama tipe cewek kamu. Jenni sama Mala kan 2 tipe yang beda banget"

"iya beda, banget" jawabku pendek. Bonar sepertinya memahami situasi ku saat ini. Karena setelah itu Bonar hanya diam saja sepanjang perjalanan. Sesampainya dirumah aku tidak langsung masuk, berniat ingin menghabiskan rokok ku dulu. Saat sedang menghabiskan sisa rokok ku, aku melihat temanku Agus datang.

"ngapain woy ngelamun aja" sapanya

"ah biasa mikirin negara"

"negara di pikirin, awas gila. ikut aja yo. Kita lagi kumpul neh, minum"

"dimana Gus"

"biasalah. Udah daritadi sih, neh saya beli tambahannya. Kurang tadi"

"ayolah, daripada suntuk"

Aku dan Agus lalu menuju ketempat kami biasa berkumpul, gardu perapatan. Disana sudah ada beberapa temanku, termasuk Andi. Beberapa dari mereka tampak ada yang sudah mulai mabuk. Aku menyapa mereka dan mulai bercanda seperti biasa. Hanya Andi yang sepertinya tampak tidak suka dan terganggu dengan kehadiranku. Rupanya dia masih marah dan kesal kepadaku. Untuk mengembalikan mood dan suasana hatiku, aku tidak ambil pusing dan ikut minum bersama mereka.

"enak bener dateng-dateng ikut minum! Sum aja enggak! " ucap Andi dengan sinis. Aku melihat wajah dan matanya tampak memerah, pasti dia mulai mabuk. Aku yang memahami keadaanya hanya tersenyum dan tidak menanggapi.

"ya gak papalah coy, kayak sama siapa aja" jawab Agus.

"iya, biasa ajalah. nyantai aja" Somad menambahi.

"gimana mau nyantai! Tadi ya kita nyantai. Tapi sekarang gak enak suasananya" kata Andi melirikku.

"norak amat Ndi, gitu aja itungan! Kayak gitu ya cara kamu bergaul!" ucap Agus yang mulai terpancing emosinya.

"kalo iya kenapa hah! Gak suka? Ngajak ribut?" tantang Andi yang langsung berdiri.

"slow Gus.. " ucapku menahan pundak Agus yang akan bangun berdiri.

"masalah kamu apa sih Ndi. Gak suka sama saya? Kita omongin aja baek-baek" kataku lalu bangkit berdiri kehadapannya.

"gak perlu saya ngomong ama penghianat kayak kamu!" bentaknya sambil menunjuk wajahku.

"yang penghianat itu siapa? Yang ngehalalin semua cara siapa? Yang nusuk kawan dari belakang siapa?" kataku menepis tangannya dan mulai terpancing emosi.

"gak usah banyak omong lah!" bentaknya yang lalu dengan cepat dan tanpa kuduga melayangkan tinjunya kearah wajahku. Karena tidak menduga dia akan melakukan itu dan posisiku yang sangat dekat, aku tidak bisa menghindarinya.

BUKK!!!

Tinjunya dengan tepat mengenai pelipis kiriku. Terasa sangat sakit dan membuat tubuhku terhuyung. Sambil terhuyung aku masih sempat melepaskan tendangan kaki kiriku yang mengenai tepat ke arah perutnya.

BUGH!!

Andi mundur satu langkah kebelakang terkena tendanganku. Saat sudah memantapkan posisi, aku dan Andi sudah siap saling menyerbu. Tapi teman-teman kami yang lain langsung melerai dan memegangi kami. Aku dan Andi masih saling berusaha berontak dan melepaskan diri. Hanya teriakan dan makian yang bisa kami keluarkan.

Teman-teman lalu membawa kami ketempat yang terpisah. Setelah terpisah cukup jauh dan mulai tenang, mereka mulai menasehati dan menenangkan kami. Cukup lama juga, setelah itu untuk menghindari terjadi keributan lagi aku diantarkan pulang, begitu juga dengan Andi tak lama kemudian. Mereka bilang besok akan mendamaikan kami, agar masalahnya selesai dan tak ada dendam diantara kami. Tidak malam ini karena selain masih emosi, kami juga bisa lebih menjernihkan pikiran malam ini. Sehingga besok sudah tenang dan dapat berpikir dengan kepala dingin.

Sampai dirumah aku melihat kearah cermin kamarku, memeriksa pelipisku yang terasa perih. Disana tadi aku tidak terlalu merasakan sakitnya, walau pelipisku sedikit sobek dan mengalirkan darah. Ah sial, ini pasti karena panca warnanya. Jika tidak mana mungkin pelipisku akan sobek.

***

"kenapa itu coy" tanya Bonar saat aku baru datang dan melihat luka di pelipis kiriku.

"kejedot pintu" jawabku sambil meletakkan tas dan duduk disampingnya.

"bisa luka juga. Bohong berarti guru kamu"

"jimatnya ketinggalan, makanya bisa tembus"

"malah jadi tambah ganteng kayaknya" ucapnya lagi.

"dari sono udah ganteng kali"

"eh ngeliat semalem kamu ama Mala, saya ada ide brilian neh" ucapnya antusias

"apaan?"

"minggu depan disekolah kita kan ada acara. Acara musik gitu. Tiap Band bawain 2 lagu, saya udah daftarin Band kita"

"emangnya bisa? Biasanya di seleksi dulu kan?"

"panitianya kan anak kelas 2. Udah saya intimidasi, intervensi, sama reboisasi. Jadi Band kita udah lolos seleksi, udah terdaftar dan pasti tampil. Saya juga minta waktu tampilnya di pertengahan acara, biar pas rame penontonnya"

"dasar kakak kelas yang dzalim. trus hubungannya sama Mala apaan?"

"hmm gini. Bukan saya gak percaya sama band kita atau kamu sebagai vokalis. Tapi kayak kamu bilang dulu, ganteng aja gak cukup. Apalagi ini penampilan pertama band kita, jadi kita harus ngasih kesan yang istimewa. Yang berkesan" jelasnya

"gak usah bertele-tele sih. Langsung aja"

"untuk menarik minat penonton dan supaya band kita tampil beda dengan band laen, gimana kalo Mala kita suruh jadi vokalis waktu tampil nanti. Kan belum ada tuh band lain yang vokalis cewek. Mala kan pernah ikut paduan suara. pasti rame nanti sambutan penonton buat kita, apalagi Mala cantik"

"trus saya kamu buang gitu? Mau digantiin Mala seterusnya?"

"bukan gitu, sementara aja buat acara besok. Itu juga bukan Mala sendiri jadi vokalis, duet sama kamu. Pasti keren tuh, iya gak"

"gak tau"

"kok gak tau sih. Ide brilian tuh"

"ya gak taulah. Yang pertama jujur aja saya masih ragu ama band kita kalo tampil di acara rame gitu. Yang kedua, belum tentu anak-anak yang laen setuju ama rencana itu. Yang ketiga kemungkinannya kecil Mala mau ikut gabung. Yang keempat kalopun Mala mau, mau bawa lagu apa kita nanti. Yang kelima udah pasti Mala belum padu sama band kita, malah kacau ntar" jelasku.

"yang pertama kita harus percaya diri sama kemampuan kita, lagian band laen juga gak bagus-bagus amat. Yang kedua saya yakin anak-anak laen pasti setuju karena ini memang ide brilian. Yang ketiga istirahat nanti kita samperin Mala, kita rayu-rayu pasti dia mau. Kalo perlu kita ancam dia, bilang aja kita bakal bunuh diri kalo dia nolak"

"emang dia peduli?"

"kayaknya sih enggak peduli, tapi gak ada salahnya kan kita coba. Yang keempat apaan tadi?"

"pilihan lagu"

"iya. Masalah lagu nanti kita pikirin sambil yang kelima, sambil latian biar Mala makin padu ama kita. Bisa langsung mulai siang ini, siang ini kan jadwal kita latian. Gimana sip kan?"

"huft.. "

"udahlah jangan kebanyakan mikir, istirahat nanti kita temuin Mala ya dikelasnya. Sekalian liat Fitri.."

"kamu ajalah yang kesana. Saya gak enak semalem udah ninggalin dia sendirian di taman"

"makanya kamu ikut, sekalian minta maaf sama dia. Masalah ngebujuk serahin sama saya. kamu pokoknya diem aja terima beres, cukup manggut-manggut aja kayak boneka di dashboard mobil"

Waktu istirahat pertama telah tiba, aku dan Bonar berjalan menuju kelas IPA I, kelas Mala. Saat dalam perjalanan kami melihat Mala yang keluar dari kelasnya dan menuju koperasi sekolah.

"nah itu dia, ke koperasi. Kita susul aja kesana" kata Bonar.

Kami lalu menunggu Mala didepan koperasi, Mala tampak membeli beberapa alat-alat tulis. Saat dia keluar dari koperasi, Bonar langsung menghadangnya.

"halo Mala... How do you do.. Tambah cantik aja. Gini, kita berdua ada perlu sama kamu. Kita punya rencana... " sapa Bonar yang langsung di potong oleh Mala.

"muka kamu kenapa" tanya Mala padaku sambil melihat luka di pelipis ku.

"kejedot pintu" jawabku sambil mengusap pinggiran luka, gatel-gatel enak rasanya.

"tau tuh, kebiasaan. Sukanya ngintip cewek-cewek ganti baju, padahal... " celetuk Bonar yang kembali di potong Mala.

"Udah di obatin belum" tanya Mala padaku.

"udah" jawabku pendek sambil melihatnya, tampak rasa cemas terlihat diwajahnya.

"kok masih gitu, kayak belum diobatin. Diobatin pake apa" tanya Mala

"pake ludah"

"kok pake ludah. Ya mana bisa sembuh"

"dari dulu juga pake ludah. Ludah ibu saya manjur"

"kalo mamak saya pake kopi. Jadi di lukanya itu..." sahut Bonar yang lagi-lagi tidak selesai karena di potong Mala.

"tunggu sini dulu, jangan kemana-mana" ucap Mala yang kemudian pergi meninggalkan kami dengan berjalan agak cepat. Jalan gitu aja kok tetep keliatan anggun ya.

"3 kali coy, 3 kali... Saya gak dianggep. Dipotong terus omongan saya" kata Bonar seperginya Mala.

"gak pantes lah seorang Mala ngeladenin omongan rakyat jelata kayak kamu" ucapku.

"jaga ucapanmu kisanak. Jangan sampai aku menurunkan tangan jahatku padamu"

"lancang sekali mulutmu berbicara seperti itu kepada seorang pangeran"

Tak lama kemudian Mala datang sambil membawa kotak P3K di tangannya. Rupanya dia tadi pergi ke ruang UKS untuk mengambil obat.

"udah kamu duduk sana aja dulu. Jangan maen tanah ya nanti cacingan. Pangeran sama Putri mau yayangan dulu" ledek ku.

"dasar Pangeran kodok" gerutu Bonar sambil mengambil posisi duduk agak jauh dari ku.

"yuk duduk sini" ucap Mala yang datang dan mengajak ku untuk duduk di bangku panjang depan koperasi. Mala lalu duduk didepanku dan posisinya membelakangi Bonar. Bisa kulihat tampang Bonar yang meledekku. Dengan cekatan Mala menyiapkan beberapa perlengkapan seperti kain kasa, gunting, betadine dan alkohol.

"hmm mampus, pedih pedih dah itu" celetuk Bonar sambil tersenyum mengejek.

"sini, deket sini" ucap Mala memintaku mendekatkan wajahku yang luka, ditangannya dia telah memegang kapas yang sudah diberi alkohol. Ugh membayangkan pedihnya saja sudah bikin merinding.

"eh jangan deh. Gak usah diobatin. Udah sembuh kok. Saya takut nanti malah lukanya ninggalin bekas. Saya gak mau wajah tampan saya ada bekas lukanya"

"kalo gak dibersihin trus diobatin, nanti bisa infeksi. lukanya bisa makin parah. Kalo udah begitu apa muka kamu masih tampan? Pedih dikit aja kok, tahan ya"

"bener pedih dikit?"

"iya. lebih pedih ditinggalin sendirian di taman" sindir Mala.

JLEB! Kata-katanya memang lembut dan singkat. Tapi terasa menusuk dan mengena. Aku menjadi salah tingkah dan merasa bersalah mendengarnya.

"emm.. maaf, saya... "

"udah gak usah dibahas. Udah saya lupain" potong Mala.

"cepetan sini" lanjut Mala. Aku menyodorkan wajahku mendekat dengan ragu. Mala lalu membersihkan luka di pelipisku dengan kapas alkohol. Tapi baru saja disentuh, aku sudah berteriak.

"aww!! udah.. udah.. " ucapku yang kesakitan sambil menjauhkan kepalaku.

"baru juga dikit, sini dikit lagi" Mala kembali menempelkan kapasnya.

"aww.. aww.. ampun.. ampun.." Aku coba menjauh dan menghindarinya.

"diem jangan gerak-gerak.." ucap Mala sambil memegang leher belakangku dengan tangan kirinya. Jarak kami menjadi sangat dekat. Belum pernah wajahku sedekat ini dengannya. Karena dekatnya aku bahkan bisa merasakan hembusan nafasnya. Wow posisi macam apa ini? Otak kreatifku mulai membayangkan yang iya-iya. Matanya, matanya ternyata semakin indah dalam jarak sedekat ini. Sangat bening, aku bahkan bisa melihat bayanganku disana. Situasi seperti ini membuatku gugup dan tiba-tiba saja teringat kejadianku dengan Jenni waktu itu.

"aaawww attiiiit... " ucapku manja.

"cup cup jangan nangis, nanti beli es krim ya" bujuknya.

"emangnya anak kecil! "

Dasar Mala, menganggap ku seperti anak kecil. Apa dia tidak tau kalo aku sudah terlalu tua untuk di bujuk dengan es krim.

"dikit lagi ya, fuuh fuuh fuuh..." ucap Mala sambil meniup-niup luka di pelipisku.

Bibirnya yang sedang meniup terlihat sangat menggemaskan seolah ingin ku caplok. Nafasnya pun harum tercium, hmm pasti dia kumur dengan listerine. Tidak seperti Bonar yang kumur dengan tuak. Aku memuaskan mataku untuk memandangi setiap bagian wajahnya. Bibirnya, hidungnya, matanya, alisnya, dagunya, bahkan ke lubang-lubang hidungnya. Aku berusaha memaksimalkan kapasitas penyimpanan otak ku yang terbatas untuk merekam semua ini. Tidak akan ku hapus atau ku format. Tak kuhiraukan sekekeliling ku, tak kuhiraukan suara-suara berdehem orang yang lewat, dan tak kuhiraukan celetukan serta ocehan Bonar yang sejak tadi mengumpat.

"dah selesai, gak sakit kan" ucap Mala.

"gak kalo sambil ditiup kamu" jawabku sambil menyentuh pinggiran luka ku. Rupanya karena terpana dengan wajah Mala dalam jarak dekat, aku tidak menyadari bahwa luka ku telah selesai di bersihkan dan diobati.

Saat ini Bonar tampak sedang berbicara serius dengan Mala, membujuk Mala sesuai dengan ide brilian versi nya. Melihat gaya bicara dan raut wajahnya, aku yakin dia sedang melebih-lebihkan dan mendramatisir. Mala tampak hanya tersenyum dan menjawab secukupnya. Aku tidak tahu apa yang mereka bicarakan karena jarak ku yang agak jauh, selain itu juga aku sedang fokus menikmati es krim yang di belikan Mala tadi. Obrolan mereka akhirnya berakhir saat bel berbunyi, berbarengan dengan habisnya es krim ku. Aku lalu menghampiri mereka yang sudah berdiri dari duduknya.

"oke. Salam ya buat Fitri.. " ucap Bonar pada Mala yang dijawab dengan senyum dan anggukan kepala.

"lukanya jangan kena air dulu" ucap Mala sesampainya aku disana.

"iya, makasih ya. Makasih juga buat es krim nya"

"iya.. "

"makasih juga udah ngelupain yang semalem"

"oh itu, gak saya lupain semua kok. Cuma bagian belakang aja yang saya lupain" ucap Mala.

"kok saya serasa nonton film india ya?" celetuk Bonar melihat dan mendengar obrolan kami.

"gak sekalian aja nyanyi sama nari-nari di bawah pohon?" lanjutnya.

"yaudah saya balik ke kelas dulu ya" pamit Mala.

"ayo saya anter" ucapku.

"Sok perhatian amat, ke kelas aja dianter" sahut Bonar.

"hehehe.. duluan ya, daah.. " ucap Mala lalu pergi meninggalkan kami.

"dadaahh..." sahutku dan Bonar berbarengan.

"tentuin pilihan coy" ucap Bonar saat kami sedang berjalan menuju kelas.

"hah?"

"Mala atau Jenni"

"berisik ah"

"dikasih tau malah ngeyel"

"hmm"

"secepatnya. Jangan sampe malah kacau, bisa gak dapet semuanya. Siapapun pilihan kamu, saya pasti dukung. Karna sebenernya memang mereka terlalu bagus buat kamu"

"bedebah!"

"Oiya, Mala setuju sama rencana kita"

"kita? rencana kamu kali... "

"sama aja lah"

"kok bisa mau? Padahal saya kira gak mau lho"

"Bonar gitu lho"

"emang kamu bilang apa"

"saya bilang kalo ini permintaan kamu. Tapi kamu malu mau ngomong, makanya nyuruh saya yang nyampein"

"kan kan.. malah pake nama saya"

"yang penting berhasil lah. Siang nanti pulang sekolah kita latian sama Mala. Tapi dia mau salin dulu, gak enak masih pake seragam sekolah katanya"

"yaudah"

"yaudah yaudah, ya kamu anter nanti dia pulang sekolah. Trus ajakin ke studio musik"

"kok saya? Kamu kenapa? Lagian saya gak ada motor"

"pake motor saya. Kalo saya yang kesana gak enak ama Santi. Rumahnya sebelahan. Tapi kalo kamu gak mau ya gak papa, saya minta yang lain aja nganterin dia. Siapa sih yang nolak boncengin Mala, di pegang pinggangnya, kalo beruntung bisa di tempelin... "

"saya yang anter!"

***
 
Terakhir diubah:
Maaf semua, agak lama update.
Update inipun rasanya kurang mantep. Tapi gak papalah ya.
Next diusahakan update gak terlalu lama.
Terima kasih
 
Mantap suhu..gilang makin galau tuh antara jenni atau mala..udah sikat 22nya aja:pandaketawa:
 
Akhirnya setelah penantian........
Thanks a lot suhu.......
 
Sedikit kripik suhu untuk pov mala atau jenny sebaiknya jgn di kasih tulisan yg berwarna..cukup di kasih tau di atas pov siapa atau di buat miring tulisannya..klo berwarna agak pusing hu bacanya..hehe


Btw update berikutnya jgn lama2 ya suhu:D
 
Terakhir diubah:
Mantap.. ......suhu... ... Update lanjutannya di tunggu... .
 
Kocak ni bocah berdua
:mantap:
Terimakasih updatenya suhu
 
Mantap hu,udah masuk fase galau nich.......
Segera update berikutnya. :beer:
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd