Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Pelangi di Sudut Sumatera

Status
Please reply by conversation.
Ah Jenni, cewek yang aneh dan tidak bisa ditebak menurutku. Pada kejadian tempo hari dikantin, melihat sikapnya aku mengira dia cemburu atau apa. Tapi melihat tingkahnya malam ini yang biasa saja dan sedikit 'menyebalkan', aku menangkap bahwa dia baik-baik saja dan tidak ada apa-apa. Terus kenapa dia bersikap begitu ya waktu dikantin, ah mungkin lagi kebelet pipis ya.

"ada korek Lang" tanya Ratna sedikit mengagetkanku, Kulihat dibibirnya sudah terselip sebatang rokok. Hmm ngerokok juga ternyata dia.

Aku mengeluarkan rokok dan korek dari saku celanaku, Menyalakan sebatang dan tanpa mematikan koreknya aku sodorkan ke Ratna yang langsung menyalakan rokoknya dengan api tersebut. Ratna cuek saja merokok sambil sesekali meneguk minumannya.

"Rat... " panggilku

"hmm.." jawabnya yang sedang memandang keatas langit tanpa menoleh kearahku

"gelep banget ya" ucapku pelan

"kenapa? Takut? Cemen amat" jawabnya lagi tetap menatap keatas langit

"iya takut, tapi bukan sama hantu"

"trus takut sama siapa?“

"sama kamu, saya takut diapa-apain sama kamu. Mana kita cuma berdua. Saya kan masih perjaka Rat" ucapku dengan nada memelas

"potongan kamu kok masih perjaka. Lagian yang ada kamu yang ngapa-ngapain saya, bukan saya yang ngapa-ngapain kamu" ucapnya sambil merubah posisi duduknya menghadapku

"eh mau ngapain!? kalo kamu macem-macem saya teriak lho. Beneran ini" ucapku sambil sedikit menjauh dan menutupkan kedua tanganku didada.

"hahaha dasar cowok aneh.. " ucapnya sambil menggelengkan kepala.

" hahaha... " kami tertawa bersama

"besok kan minggu, gak ke kota nemuin ortu kamu?“ tanya Ratna sambil menghembuskan asap rokok tingg-tinggi.

"gak ah, nanggung. Sorenya harus balik kesini lagi"

"jam berapa sih ini. Itu dangdutan kok belum bubar"

"bentar lagi itu. Lumayan rame sih acaranya, pasti seneng tuan rumahnya kalo meriah gitu"

"iyalah, gak papa. Lagian kasian om Haryono itu"

"kasian kenapa Rat, acara rame gitu kok kasian"

"bukan masalah itu. Tapi masalah penyakit. Om Haryono itu kan sakit" ucapnya pelan

"sakit apa emangnya" tanyaku penasaran

"diabetes. udah setaunan lebih, ampir 2 taun lah"

"sotoy ah"

"yee bulek nita sendiri yang cerita, curhat sama saya"

"kurangin konsumsi gula lah kalo gitu"

"itu sih gak terlalu repot, yang repot kan masalah ranjang"

"ya kalo konsumsi gula jangan diranjang lah, biar gak semutan haha"

"yee koplak neh anak"

"emang ngaruh kesana ya Rat?" tanyaku serius

"iyalah. Bikin disfungsi ereksi atau impotensi. Perasaan kamulah yang sekolah nya favorit, kok malah gak ngerti. Saya aja ngerti" liriknya sinis

"saya kan IPS Rat, mana ngerti gituan" aku berkilah

"halah alasan aja, nyogok ya masuknya"

"enak aja, waktu SD saya ini pernah mewakili lomba cerdas cermat sekabupaten lho"

"menang?"

"juara 3"

"dari?“

“3 peserta"

"mengagumkan" cibirnya menyindir

"biasa aja, saya tuh rendah diri orangnya"

Aku jadi memikirkan dan merasa kasihan kepada om Haryono, ternyata dia menderita penyakit berat hampir 2 tahun ini. Pantas saja dia agak kurusan sekarang. Dan jika benar omongan Ratna tentang efek penyakit yang dideritanya pada fungsi seksual, itu berarti sudah selama itu bulek Nita terganggu kebutuhan biologisnya. Padahal usia mereka belum kepala 4, yang mana kebutuhan biologis masih sangat dibutuhkan.

"eh, tadi itu pacar kamu ya?" tanya Ratna membuyarkan lamunanku

“yang mana?"

"yang toketnya gede"

"cuma temen. Yaelah Rat, nyablak amat kalo ngomong. Yang rambutnya kunciran kek, atau yang pake jaket pink kek. Ini malah yang toketnya gede. Tapi emang gede sih toketnya hahaha.. "

"huu sok munafik, taunya doyan juga. Cowok tuh sama aja dimana-mana pasti mesum otaknya" ucapnya lalu menghembuskan asap rokoknya membentuk lingkaran. Eh buset neh cewek keren amat.

"normal itu namanya, bukan mesum. Lagian cewek juga bangga kan kalo punya toket gede" ucapku sambil melihat ke arah dadanya.

"iya sih. sama lah ya gedenya ama toket saya" sambutnya sambil melihat dan membusungkan dadanya.

"tapi kenceng punya dia" komen ku datar sambil mencoba membuat lingkaran dari asap rokok, tapi gagal.

"jadi punya saya kendor gitu, enak aja" jawabnya sewot lalu memukul lenganku

"kayaknya sih gitu, emang ukuran ampir sama tapi proses pembentukannya yang beda" ucapku yang kembali mencoba membuat lingkaran dari asap rokok, tapi masih tetap gagal

"maksudnya?" tanyanya penasaran

"punya dia besar alami, kalo punya kamu besar karna sering di remes" jelasku sambil melihat dan memperhatikan dadanya dengan seksama

"emang ketara ya?" ucapnya pelan sambil menunduk melihat kearah dadanya lalu menyadari bahwa aku telah mengerjainya

"ah ngaco kamu ya, ngerjain aja" ucapnya kesal

"haha hayo nakal ya...." aku meledeknya

"ah reseh kamu" Ratna mencubit pinggangku, menyadari bahwa aku meledeknya

"hahahah" kami lalu tertawa bersama.

Kami lalu mengobrol banyak dari hal yang serius sampai hal yang tidak berguna. Aku berfikir ternyata asik juga ngobrol dengan Ratna. Dia begitu cuek, santai dan apa adanya. Sehingga membuat aku merasa nyaman dan seperti sudah lama mengenalnya. Sebelumnya aku hanya mengenalnya sebagai tetangga yang suka numpang nonton tv dan tidak tahu diri. Cukup lama kami mengobrol, hingga tidak kami sadari bahwa acara dirumah bulek Nita telah selesai. Disana sudah mulai tampak sepi, hanya tinggal beberapa orang yang sedang berberes.

"abis ya minumnya?" tanya Ratna melihat aku yang meminum tegukkan terakhir minumanku

"iya neh, rokok juga tinggal sebatang buat boker besok pagi. Udah waktunya pulang kayaknya neh" jawabku

"kayak anak perawan aja jam segini mau balik" ledeknya

"hahaha sial"

"masih ada sebotol sih di bawah. Rokok saya juga masih ada setengah neh. Pindah kedalem aja yuk, dingin disini lama-lama" ajaknya

"hmm ayoklah"

Saat ini aku berada diruang tengah tempat tinggal Ratna, aku duduk dilantai yang beralaskan ambal cukup tebal. Tak lama kemudian Ratna keluar dari kamarnya membawa sebotol asoka. Ternyata dia sudah mengganti pakaiannya. Saat ini dia memakai celana pendek model kolor berbahan kain dan baju kaos sedikit tipis.

"kok duduk dibawah?" tanya Ratna sambil menyerahkan botol asoka lalu duduk disamping ku dengan agak menyender pada kursi.

"enakan dibawah, bisa selonjoran. Lah kamu dah salin, mau tidur ya" aku meneguk asoka lalu memberikannya kembali pada Ratna

"belum lah. kalo udah salin kan enak, tinggal tidur" jawab Ratna menyambut botol asoka dan meminumnya

Kami melanjutkan mengobrol sambil saling mengoper botol asoka. hingga saat kuberikan botol kepada Ratna, dia hanya diam saja tak menyambut. kulihat kesamping ternyata dia sudah tertidur pulas, nafasnya tampak teratur turun naik. Ah sial neh cewek, malah molor duluan.

"Rat.. Rat.. " aku membangunkannya sambil menggoyangkan pundaknya. Tak ada jawaban darinya, malah dia bergerak merubah posisi tidurnya miring kearahku.

Mata merahku yang sudah agak pedas secara otomatis menelusuri seluruh tubuhnya. Matanya yang terpejam, lengannya yang mulus sedikit besar, Pahanya yang putih, gumpalan dada yang terhimpit karena posisinya yang menyamping, dan segaris tali kutang warna hitam yang mengintip. Ah sial, jadi sangek gini. Sambil memandanginya aku membayangkan seandainya saja jika Jenni yang ada didepanku saat ini. Membayangkannya Jenni justru membuat nafsuku hilang. entahlah jika dengan Jenni justru nafsu dan pikiran mesumku hilang, mungkin itu karena perasaan sayangku kepadanya.

Aku mematikan rokok dan meletakkan botol asoka keatas meja, mengambil bantal kursi dan merebahkan tubuhku disamping Ratna. Sambil tiduran aku kembali membaca-baca sms yang kuperkirakan dari Jenni tadi. tanpa kusadari kemudian aku terlelap tidur, tidur disamping Ratna yang sudah lebih dulu ke alam mimpi.

Pagi harinya aku terbangun karena suara kicauan burung dan ayam yang berkokok. Kulirik kesamping melihat Ratna, dia tampak masih tertidur lelap. Kedua tangannya terangkat keatas kepala memamerkan sedikit ketiaknya dan bajunya yang terangkat membuat perut mulusnya terlihat, sedangkan pahanya sudah terpampang kemana-mana. Hmm pagi-pagi gini malah dapet sarapan menggiurkan. Saat aku sedang memelototi tubuhnya, Ratna terbangun dan membuka matanya.

"udah bangun, jam berapa ini" tanya Ratna sambil meregangkan otot-otot tubuhnya

"jam setengah 6" jawabku sambil berusaha tidak melihat tubuhnya dan membuang jauh pikiran mesumku

"sori ya semalem ketiduran"

"saya balik ya, mau lanjut tidur mumpung minggu" bahaya lama-lama disini pikirku, bisa terjadi hal-hal yang sangat di inginkan nanti.

"iya, tutup ya pintunya" jawab Ratna berjalan menuju kamarnya.

Kusambar dan kukantongi kotak sampoerna mild Ratna lalu berjalan pulang. Sampai dirumah keadaan sudah sepi, mungkin kru orgen langsung pulang semalam setelah selesai. Aku memeriksa kamar tamu untuk memastikannya, setelah itu aku ke kamar ku untuk melanjutkan tidurku.

***

"tok tok tok Lang.. Lang.. Bangun oy.." suara andi memanggilku mengusik tidur ronde kedua ku. Kulihat jam di nokia 8250 ku sudah menunjukkan jam 08.10. Ngapain nih anak pagi-pagi sudah nongol. Kubuka pintu rumahku sambil menguap.

"woy jam berapa ini kok baru bangun. Berangkat gak ke ultah Reni" tanya Andi padaku sambil ngeloyor masuk.

"masih pagi ini. Acaranya kan jam 10" jawabku santai. Aku berjalan ke belakang sambil menyalakan sampoerna mild milik Ratna lalu menyambar handuk yang ada di atas kursi.

"malah boker dulu, cepetan ya" ucapnya kesal melihatku yang santai. Dia kemudian duduk didepan pintu belakang menungguiku.

"ngapain juga sih buru-buru amat" kataku sambil menutup pintu wc.

"si bendot coy, kampret bener dia" kata andi kesal

"ngapain bendot" tanyaku dari dalam wc

"kemaren dia nembak Jenni! Makanya mereka semalem males mau gabung, karna disana ada bendot"

"paling juga ditolak"

"iya sih, emang ditolak. Tapi kan kampret anak itu. Untung di tolak, kalo diterima bisa kecolongan saya"

"emang tau darimana ndi? "

"Reni n Endang, pokoknya gak bisa ditunda lagi ini. Hari ini juga saya mau nembak dia"

"hmm.. "

Sambil merokok didalam wc aku memikirkan tentang Jenni, tentang andi dan tentang persahabatan kami. Untuk peluang menurutku pribadi peluang Andi diterima Jenni cukup kecil. Aku menaruh keyakinan bahwa Jenni memiliki perasaan yang sama dengan ku. Tapi mengingat andi teman baikku dan dia juga menaruh hati pada Jenni membuatku jadi bimbang dengan perasaan ku. Haruskah aku membohongi perasaanku pada Jenni dan membuang jauh-jauh keinginanku untuk mendapatkannya. Atau aku harus mengabaikan persahabatan kami dan lebih mengutamakan perasaanku. Bisakah aku asik berpacaran dengan Jenni didepan sahabatku sendiri yang juga menyukainya. Kenapa juga Andi harus curhat kepadaku tentang perasaan dia, kenapa bukan aku yang curhat duluan kepada dia.

Andi sudah berteman lama denganku, selama ini dia selalu baik padaku dan terkesan selalu mengalah padaku. Mengalah saat aku ngotot ingin yang jadi Ranger Merah, mengalah saat aku meminta kembali kelerengku jika aku kalah, mengalah padaku saat aku mencetak gol walaupun handball. Andi bahkan pernah menyelamatkanku saat aku tenggelam mandi di empang.

Sambil menghabiskan sisa rokokku, aku memantapkan hati mengambil keputusan. Aku akan lebih mengutamakan persahabatan daripada cinta. Akan kurelakan Jenni dan membuang jauh-jauh hasrat memilikinya. Setidaknya Andi lebih baik daripada aku, dia berani mengakui perasaannya dan usaha yang gigih untuk mendapatkannya. Akan ada yang namanya mantan pacar, tapi tidak akan ada yang namanya mantan sahabat. Semoga berhasil sobat...

***

Dirumah Reni tampak sudah ramai yang datang, rata-rata teman sekampung kami dan hanya beberapa teman sekolahnya.

"ayok masuk coy, banyak cewek tuh" kata Andi bersemangat

"duluan, ngabisin rokok dulu"

"buang ajalah udah pendek ini"

"sayang masih 200" ucapku sambil duduk di bale-bale yang ada dibawah pohon jambu depan rumah reni

"duluan ya, ntar nyusul lho"

"yo"

Dengan semangat 45 Andi masuk kedalam rumah, tampak dia menyapa para tamu lain lalu duduk disamping Reni dan memberikan kadonya. Ah buset kayak anak kecil aja bawa kado, palingan isinya kotak pensil. Karena seperti biasanya dikampung ku jika ada acara seperti ini tidak ada acara bawa kado. Acaranya pun biasanya sangat sederhana, hanya potong kue, makan bersama diselingi games-games yang menurutku norak.

Aku kembali menyalakan sebatang rokok, jujur saja aku malas masuk kedalam. sebenarnya aku sangat tidak menyukai acara-acara seperti ini dan malas datang, tapi karena ajakan Andi dan juga tidak enak pada Reni si punya acara akhirnya aku ada disini. Kulihat Andi sedang mengobrol dengan Reni dan beberapa orang teman, kulihat juga ada Jenni disana. Dia tampak sangat cantik dengan baju terusan sedikit diatas lutut berwarna biru muda, rambutnya? Ah lagi-lagi dikuncir kuda. Sambil mengobrol kulihat Andi menunjuk kearahku, lalu beberapa orang melihat kearahku. Reni kemudian beranjak dan berdiri didepan pintu.

"Lang, ngapain disitu. Ayo masuk acaranya mau mulai" panggil Reni kepadaku

"iya Ren, gak bawa kado sih jadi gak berani masuk" jawabku bercanda

"alah kayak apa aja. Ayo masuk" ucapnya lagi

"sendal saya tarok mana ya, baru neh neckermen" lanjutku bercanda sambil clingak-clinguk berjalan ke arahnya

"hahaha gaya sendal baru, ayok ah masuk" ucapnya sambil menarik tanganku

"selamat ulang tahun ya ren, semoga panjang umur dan gak jomblo lagi" ucapku sambil menyalaminya

"amiiinnn, makasih doanya dan makasih juga udah mau dateng" jawabnya sambil tersenyum

Acarapun kemudian dimulai dengan segala macamnya sesuai dengan susunan acara. Dari potong kue sambil menyanyikan lagu ulang tahun, tiup lilin, makan bersama dan kemudian acara hiburan atau games. Selama acara berlangsung aku memperhatikan Andi yang selalu berusaha untuk mendekati Jenni. Sedangkan aku hanya berani saling lirik dari jauh dengan Jenni. Kok Jenni biasa aja ya, apa mungkin bukan sms dari dia semalam itu.

Setelah acara selesai, ada beberapa orang yang pulang dan ada juga beberapa yang masih mengobrol. Aku kemudian keluar dan duduk dikursi teras sambil menyalakan sebatang sampoerna mild. Sedang asyik menikmati nikotin, Andi kulihat akan keluar juga.

"ayo, bentar aja. ada yang mau saya omongin" katanya pelan kepada seseorang didekat pintu bagian dalam rumah.

"lima menit aja, gak nyampe 10 menit" lanjutnya lagi.

Andi kemudian melewatiku sambil tersenyum lalu menuju ke bale-bale dibawah pohon jambu. Tak lama kemudian tampak Jenni melewatiku sambil menunduk dan menyusul ke arah Andi. Ah sial, kenapa harus disitu sih proses eksekusinya pikirku. Posisi mereka berdepanan langsung dengan posisi duduk ku, agak jauh memang berjarak sekitar 10 meteran. Andi duduk di bale-bale sementara Jenni hanya berdiri disampingnya. Tampak Andi yang sudah mulai menyatakan perasaannya, mereka terlihat sedikit gugup. Aku yang gelisah menyaksikan mereka memutuskan untuk merokok lagi, ah sial rokok ku habis. Aku lalu berjalan kearah warung yang berjarak sekitar 4 rumah dari rumah Reni untuk membeli rokok. Meninggalkan mereka yang sepintas melirikku saat aku beranjak pergi. Cukup lama aku diwarung itu sekitar 10 menit setelah itu aku kembali ke rumah Reni. Kulihat Andi sedang duduk diteras sedangkan Jenni tidak terlihat, mungkin didalam.

"rokok coy" ucapku sambil melemparkan rokok keatas meja, lalu duduk disamping Andi. Andi lalu mengambil sebatang dan menyalakannya.

"gimana, sukses?" tanyaku

"50-50" jawab Andi sambil menghembuskan asap rokoknya

"maksudnya"

"ya belum diterima, tapi gak ditolak juga"

"kalo ngomong yang jelas kenapa, kebanyakan makan kue tart ya"

"ya kata dia, jujur dia sebenarnya gak ada perasaan ama saya. Tapi ngeliat kejujuran sama kegigihan saya yang dia denger dari Reni n Endang dia mau mempertimbangin. Dan banyak juga hal negatif di saya yang dia gak suka, sambil dia mau ngeliat bisa gak saya memperbaikin diri. Nah keputusan diterima atau gak nya ya nanti kata dia"

"jadi sekarang statusnya?"

"ya belum pacaran, tapi temen deketlah. Intinya dia mau menilai saya dulu. Masalah keputusannya sih entah kapan kata dia"

"trus menurut kamu gimana"

"ya gak papa, paling gak saya masih ada harapan kan. Ya 50-50 itu tadi. Pokoknya saya sekarang harus berubah"

"berubah, emangnya power ranger"

"silit lah"

"hahahha.. "

Mendengar cerita dari Andi justru membuatku menjadi bingung bagaimana harus bersikap, entah harus senang atau justru sedih. Dalam hati aku mempertanyakan keputusan Jenni yang memberi jawaban seperti itu. Apa maksud dan tujuannya seperti itu? Kenapa tidak langsung terima atau tolak saja? Tapi yang lebih utama, aku justru meragukan keputusan ku sebelumnya untuk merelakan Jenni. Bagaimana kalo mereka jadian dan pacaran nanti? Sanggupkah aku melihat kemesraan mereka berdua? sanggupkah aku untuk benar-benar merelakannya? Entah bagaimana nanti, mungkin saja dikemudian hari keputusanku ini salah, tapi setidaknya untuk saat ini memang inilah keputusan yang terbaik menurutku.

***

Sorak sorai penonton semakin menambah semangat kami, saat ini aku sedang berlari mengejar umpan terobosan dari Dika temanku. Dua bek tengah tim lawan yang berbadan besar dan kekar tampak bergerak juga menyongsong bola. Saat berjajar denganku, lengan kekarnya mendorong tubuhku hingga membuatku keluar dari jalur bola. Bola bergulir keluar lapangan dan hanya menghasilkan tendangan gawang bagi tim lawan, sedangkan aku yang tidak bisa menghentikan lariku hampir saja menabrak kerumunan penonton. Tampak sekumpulan cewek tertawa melihatku hampir menabrak. Hmm yang baju kuning boleh juga tuh toge pasar, toket gede pantat besar.

Tim kami saat ini tertinggal 1 gol dibabak pertama. Bermain dikandang lawan membuat kami harus sedikit bertahan di babak pertama tadi. Formasi standar 4-4-2 yang biasa kami pakai, kami ubah menjadi 4-1-4-1. Dengan aku sebagai ujung tombak, posisi yang sebenarnya tidak aku sukai. Aku lebih suka di posisi tengah mengendalikan tempo permainan, mengontrol alur bola dan mengatur serangan. Formasi yang kami pakai dibabak kedua ini adalah 4-4-1-1 dengan aku sebagai penyerang kedua dan Sandi temanku sebagai ujung tombak. Tim lawan terus menekan kami, bermain di hadapan pendukungnya membuat keunggulan 1 gol tidak membuat mereka puas. Mereka terus mengurung dan menggempur pertahanan kami, sedangkan kami hanya mengandalkan serangan balik.

Bek kami membuang bola sejauh mungkin, bola melambung tinggi ke arah Sandi sang penyerang tunggal. Tampak Sandi beradu body dengan salah satu bek tengah lawan berebut posisi yang baik untuk menerima bola. Melihat posisi mereka dan arah datangnya bola aku memperkirakan posisi mereka sedikit agak maju, jadi walau mereka bisa menggapai bola dengan kepala mereka arah pantulan bola akan menuju ke belakang ke arah gawang lawan. Aku langsung berlari menuju arah gawang lawan melewati mereka dan satu bek belakang lawan yang hanya terdiam karena yakin temannya akan memenangkan duel udara melawan Sandi. Sesuai dugaan ku bola dapat digapai bek lawan, dan arah pantulan bolanya kebelakang tepat kearahku yang sedang berlari menuju gawang lawan. Bek lawan yang satunya sudah jauh tertinggal dibelakang dan tak sempat untuk mengejarku. Sang kiper yang menyadari akan bahaya langsung maju mencoba menutup ruang tembakan ku. Aku berpikir cepat dan langsung mengambil keputusan. Ruang tembak yang sempit karena kiper sudah maju, bola yang datang dengan memantul, dan sadar akan tendanganku yang tidak terlalu kencang, membuatku tidak mungkin untuk melakukan tendangan plesing atau kuat mendatar. Dengan sekali sentuhan aku menendang bola dengan kekuatan sedang, menendang keatas melewati kepala kiper yang hanya bisa diam saja melihat bola karena diluar jangkauannya. Bola meluncur keatas dan dengan mulus masuk ke dalam gawang, GOOOOL....!!! Kedudukan berubah menjadi sama kuat 1-1. Aku langsung berlari kedepan kerumunan penonton, membuat selebrasi gol menembak ala Van Der Meyde, dan sudah pasti arah tembakan ku arahkan ke toge pasar yang bersorak dan melompat-lompat membuat aset berharganya turun naik kesana kemari.

Pertandingan 45 menit x 2 telah selesai dengan skor akhir 2-1, tim tuan rumah keluar sebagai pemenang dan kembali berhasil mengalahkan kami di leg kedua. Walaupun kalah tapi setidaknya kami telah berusaha dengan keras, dan banyak hal yang didapat dari pertandingan ini dengan beberapa catatan penting menurut kacamataku. Bahwa pertahanan terbaik adalah menyerang, penyerang tunggal bukanlah posisi terbaikku, dan si toge pasar layak di telusuri identitasnya.

***

Malam ini aku sedang duduk diteras sendirian sambil merokok dan menikmati secangkir kopi hitam. Pikiranku melayang memikirkan kejadian hari, memikirkan kekalahan kami sore tadi, memikirkan si toge pasar yang memikat, memikirkan jawaban Jenni atas Andi, memikirkan perasaan ku kepada Jenni, dan memikirkan apa yang mungkin terjadi nanti. Tiba-tiba lamunanku terusik dengan sesosok tubuh yang datang kearahku agak tergesa-gesa bahkan sedikit berlari. Aku memegang gelas kopi ku, bersiap melemparkan kearahnya jika terjadi hal yang tidak-tidak. Begitu sampai dihadapanku ternyata dia adalah Saiful teman sekolahku tapi beda kelas.

"Ah kamu Pul, kirain siapa. Ampir melayang neh gelas" kataku lalu menyeruput kopiku.

"sori coy ngagetin, hehe" jawabnya lalu duduk disampingku

"darimana kok sendiri? “ tanyaku heran karena rumah Saiful yang lumayan jauh dari rumahku.

"abis dari rumah Ayu anak sini. Kenal kan"

"iya, yang sekolah di SMEA kan. Emang pacar km itu ya? “

"belum sih masih PDKT. Sial saya coy"

"sial kenapa? "

"saya di tabokin sama anak-anak sana"

"lah kok bisa. Emang kenapa"

"gak tau. Alasan mereka sih karna saya lewat tapi gak nyapa mereka"

"kejadiannya dimana trus kamu hapal gak ama mukanya"

"perapatan yang ada gardunya. Mereka sekitar orang 6 sampe 7 lah"

"jadi gimana, mau balik lagi apa gak. Kalo masih mau ngapel si Ayu yaudah ayok saya anterin. Amanlah tenang aja"

"gak lah coy. Tapi ya itu motor saya ketinggalan disana, soalnya saya tadi kabur pas di tabokin"

"yaudah ayok balik lagi, sekalian ambil motor"

"kamu aja deh yang tolong ambilin, sama sekalian ambilin jam tangan saya ya. Punya bokap coy"

"yaudah lah tunggu sini ya, bener gak mau ikut"

"gak deh nunggu sini aja, yang penting ya motor ama jam itu. Kalo duitnya gak papa gak usah diminta"

"huft makanya Pul kalo mau maen kesini bilang-bilang, kan gini jadinya. Yang ngambil jam sama yang nabokin kamu gimana orangnya"

"kurus kecil item rambutnya keriting"

"yaudah tunggu sini bentar ya, kopi saya jangan diminum"

"iya cepet ya, takut saya masih gemeter neh"

"kalo ada orang dateng, gonggong aja ya"

"asem emangnya guguk"

Aku lalu berjalan menuju perapatan tempat biasa kami berkumpul, meninggalkan Saiful sendirian diteras rumahku dengan pipi merahnya. Sampai di perapatan aku melihat teman-teman ku sedang berkumpul termasuk Andi. Bersamaan denganku sampai juga cabe-cabean boncengan motor bertiga, Reni, Endang dan Jenni.

"baru nongol dia, sini coy pesta kita. Rokok banyak, jagung bakar ada. Nanti kalo cewek-cewek dah balik kita beli tuak" kata Agus melihatku datang.

"mau vigour juga boleh, tenang aja" sahut Somad

"ah kampret kalian semua, lain kali liat-liat atau tanya dulu lah. Jangan maen sikat aja. Kasian anak orang ditabokin gitu" kataku sambil geleng-geleng

"kawan kamu Lang? " tanya Ridho yang paham arah bicaraku

"iyalah, kawan sekolah. Ampe kabur gitu ketakutan. Motornya aja ampe di tinggal. Sini siapa yang ngambil jam tangannya. Kunci motornya mana"

"ya sori coy, gak tau haha.. " jawab Agus

"sori deh kalo gitu, soalnya anaknya gak sopan. Lewat-lewat aja gak klakson" kata Ridho sambil menyerahkan jam tangan milik Saeful kepadaku.

"halah dasar kalian aja cari masalah. Mau dia nyapa juga tetep salah dimata kalian. Dibilang melotot lah, motor di gas-gas lah. Kunci motornya mana? "

“itu masih ngegantung di motor" kata Somad

"tapi duitnya dah buat beli rokok coy, sisa dikit rencananya mau buat beli minuman nanti" lanjut Ridho

"yaudah duitnya gak papa, tapi lain kali tanya dulu anak mana, sekolah mana gitu. Saya sebagai pemuda berprestasi malu dengan kelakuan kalian. Kalian sebagai penerus bangsa tidak sepatutnya seperti itu. Belum lagi dosa yang akan kalian tanggung di akherat nanti" ceramahku panjang lebar.

"jiaaah.. Malah khotbah dia"

"hahaha... " kami lalu tertawa bersama.

Kuperhatikan Jenni, Reni dan Endang yang hanya memperhatikan kami, Andi tampak berdiri disamping mereka dan sepintas kudengar menjelaskan permasalahan yang terjadi. Awalnya niatku hanya ingin mengambil jam tangan dan motor milik Saiful lalu kembali kerumah menemui Saiful lagi, tapi aku memutuskan untuk tetap disini sebentar mengobrol bersama mereka karena tidak enak, bagaimana pun mereka adalah teman-temanku. Setidaknya aku harus mencairkan suasana dulu karena aku ingin agar seimbang antara teman sekolah dan teman kampungku.

"kawan kamu jangan suruh ngapel Ayu lagi Lang" ucap Ridho kepadaku. Aku paham maksud dari perkataannya dan aku juga tahu bahwa dia menaruh hati pada Ayu.

"hmm gak bisa gitu coy, saya tau kamu sir sama Ayu. Tapi masalah perasaan kan gak bisa dipaksa. Lagian kalo pun dia gak maen kesini kan bisa aja ketemuan diluar. Atau kalopun mereka gak jadian, belum tentu Ayu bakal jadian ama kamu" jelasku

"tapi ya gimana coy, saya suka ama Ayu udah dari dulu. Gak rela aja ngeliat kalo dia diapelin orang lain. Apalagi orang luar" jawabnya pelan

"tapi bukan gitu caranya coy. Dengan kamu make cara tadi justru buat Ayu makin gak respek ama kamu, malah benci jadinya."

"jadi gimana dong"

"ya kamu tetep berusaha lah dapetin dia, jangan nyerah. Jangan putus asa. Kamu tunjukkin perjuangan kamu buat dapetin dia. Tapi ya dengan cara yang baik, bukan kayak tadi. Intinya tetap berjuang"

"hmm paling bisa kalo nasehatin orang" sebuah suara sinis menyela obrolan kami. Kami melihat kearah suara itu, tampak Jenni memalingkan wajahnya kearah lain dengan jutek. Kami semua diam mendengarnya, aku bahkan tak tahu harus bersikap bagaimana. Cewek yang aneh pikirku, suasana hatinya kok berubah-ubah, apa punya kepribadian ganda ya. Sms kemaren itu dari dia bukan ya.

"udahlah, udah malem. Kasian kawan saya nungguin dirumah. Cabut dulu ya" ucapku pada teman-temanku sambil berjalan kearah motor Saiful. Setelah aku duduk diatas motor dan menyalakan mesinnya, tiba-tiba saja

"sekalian anterin saya pulang" suara Jenni yang tiba-tiba duduk diboncengan belakang.

Aku kaget dan menoleh kebelakang, ternyata Jenni sudah duduk dibelakang dengan wajah jutek. Reflek aku mematikan mesin motor dan melihat kearah teman-temanku, melihat kearah Andi yang hanya tersenyum tapi tersenyum kecut.

"udah, ayo jalan" ucap Jenni sedikit membentak

Aku lalu menghidupkan mesin motor dan menjalankannya, meninggalkan teman-temanku dan Andi yang terdiam menyaksikannya. Aku menjalankan motor dengan kecepatan sedang, jangankan pelukan tangan dipinggangku, tekanan sepasang payudara besar di punggungku, atau hembusan hangat nafas di leherku, sekedar obrolan diantara kami pun tidak ada.

"pelan aja bawa motornya" ucap Jenni tiba-tiba masih dengan suara jutek

"ini udah pelan" jawabku. kecepatan motor di speedometer menunjukkan angka 30 km/jam

"pelanin lagi" sahutnya

Ah apa sih maunya neh cewek, udah minta anterin maksa, ngomongnya gak ada manis-manisnya, boro-boro mau pegangan. Tapi setidaknya ada sisi positif dari kejadian ini, impian yang selama ini ku idamkan telah tercapai. Naik motor F1ZR hitam orange dengan suara knalpotnya yang khas dan dibelakang boncengan duduk seorang gadis cantik dan seksi (abaikan wajah juteknya). Tanpa sadar aku tersenyum dan kepalaku agak mendongak sombong, lubang hidungku terasa makin lebar. Kusapa setiap orang yang berpapasan dengan kami, baik itu yang kenal ataupun yang tidak kenal.

Tak terasa kami telah sampai didepan rumah Jenni, aku menghentikan motor didepan terasnya tanpa mematikan mesin motor. Kutunggu reaksinya yang hanya diam saja, tidak turun dari boncengan motor.

"udah nyampe" ucapku pelan sambil menoleh kebelakang

"huh, cepet amat" ucapnya sambil turun dari motor dan berdiri disamping motor

"matiin motornya, berisik tau" lanjutnya lagi

Aku mematikan mesin motor, kok suruh matiin sih pikirku. Tapi yaudahlah turutin aja apa maunya, wajahnya yang jutek sedikit membuatku takut.

"turun dari motor, gak sopan amat ngomong ama cewek sambil duduk dimotor. Kayak lagi ngelobi cewek di pinggir jalan aja" ucapnya ketus.

Aku memasang standar motor lalu berdiri dan menyandarkan pantatku di jok motor menghadap ke arahnya, jarak antara kami hanya sekitar 1 meter. Aroma parfumnya tercium jelas olehku, membuatku terbuai dan menghisap nafas dalam-dalam menikmatinya. Kuperhatikan wajahnya, matanya tajam menatap mataku seolah marah tapi jika Kuperhatikan lagi dengan seksama wajahnya seperti ingin tertawa. Ah entahlah.

"eh Gilang ya. Kirain siapa yang dateng" suara didepan pintu menyapaku. Ternyata Mamanya Jenni sudah berdiri didepan pintu.

"iya tante, nganterin Jenni pulang" jawabku sesopan mungkin

"gimana kabar ibu kamu, sehat kan" tanyanya lembut

"alhamdulillah sehat tante, gimana kabar tante sehat juga kan" tanyaku

"sok perhatian" ucap Jenni pelan tapi masih bisa jelas kudengar. Aku melihat kearahnya dengan tatapan seolah marah, bukannya takut dia malah balik menatapku melotot. Aku langsung memalingkan wajahku kearah Mamanya.

"sehat juga, sini masuk aja kedalem ngapain ngobrol disitu. Jen.. Ajak masuk dong Gilang nya, buatin minum" ucap Mama Jenni.

"iya tante" jawabku sambil bangkit dan ingin berjalan kearah rumahnya, tapi baru selangkah berjalan

"gak usah mah, ini juga udah mau pulang" Jawab Jenni tanpa melepaskan pandangan tajamnya dariku. Mendengar itu aku langsung menghentikan langkahku dan kembali mundur duduk di jok motor.

"iya tante terima kasih, lain kali aja" jawabku halus

"huh sok manis" kembali Jenni mencibirku, kali ini kubiarkan saja dia daripada nanti melotot lagi pikirku

"oh yasudah kalo gitu, sering-sering main kesini ya. Tante masuk dulu, salam buat ibu kamu" ucap Mama Jenni yang lalu masuk kedalam rumah

"iya tante" jawabku sambil melihatnya masuk kedalam rumah. Masih dengan pandangan kedalam rumah aku lalu berkata pelan seolah berkata kepadaku sendiri

"hmm kok bisa beda banget ya, mamanya baik, lembut, ramah tapi anaknya.... " ucapku yang sengaja tak melanjutkannya sambil melirik kearah Jenni.

"apa, kenapa? Anaknya kenapa?" ucap Jenni dengan wajah seperti ingin menelanku hidup-hidup

"gak papa... " ucapku pelan dan tak berani menatap wajahnya. Aku lalu memutar kontak motor berniat ingin pulang.

"mau kemana?" tanya Jenni jutek

"pulanglah, katanya tadi disuruh pulang" jawabku santai tanpa melihat kearahnya

"siapa yang nyuruh pulang, kamu pulang kalo udah saya suruh pulang. Kalo belum saya suruh jangan berani kamu pulang" ucapnya tegas.

Mendengar itu aku lalu mengurungkan niatku untuk pulang, kuputar lagi kontak motor kearah kiri. aku makin bingung dengan sikap dan maksudnya. Okelah turutin aja maunya apa, biar jelas sekalian mau dia apa pikirku. Aku berniat untuk merokok agar mengurangi sedikit grogi ku, kukeluarkan sebatang rokok dan baru saja aku membuka mulutku ingin menyambut dan menyalakan rokokku

"jangan ngerokok! Bau asepnya" cegah Jenni. Mendengar itu aku mengurungkan niatku dan memasukkan kembali rokokku sambil mulutku mengecap-ngecap karena masam.

Cukup lama kami saling berdiam diri dan tak mengucapkan apa-apa, aku hanya menunduk tidak berani menatap wajahnya.

"kamu itu orang paling nyebelin sedunia" ucapnya pelan sedikit bergetar, kulihat matanya tampak sedikit berkaca-kaca seperti ingin menangis, oh tidak please jangan menangis.

"iya, tapi ngangenin ya" jawabku coba melucu agar dia tidak jadi menangis

"gak lucu! Sebenernya mau kamu apa sih" tanyanya dengan tatapan tajam

"mau pulang... " jawabku kembali dengan nada melucu

"bisa serius gak? Apa sih tujuan kamu sebenernya?"

"kita ini lagi bahas apa sih" tanyaku heran

"kamu tau apa yang saya maksud, jangan pura-pura gak ngerti. Apa maksud kamu nyuruh Andi nembak saya" tanyanya tajam

"saya gak nyuruh.. "

"bohong! apa kamu juga yang nyuruh bendot nembak saya waktu itu, iyakan pasti kamu. Apa sih tujuan kamu sebenernya" tuduhnya lagi

"beneran saya gak nyuruh.. "

"kamu tau kan niat mereka? Kamu tau kan perasaan saya ? Kenapa kamu malah nyuruh mereka nembak saya, apa tujuan kamu. Kamu anggep saya apa kok kamu tawar-tawarin gitu ke temen-temen kamu. Kamu mau saya pacaran sama mereka? Sama siapa? Sama Bendot, sama Andi? Iya itu mau kamu kan" ucap Jenni dengan emosi, aku hanya diam tak tahu harus menjawab apa.

"iya, kamu mau saya pacaran sama Andi? " tanyanya lagi

"Andi suka sama kamu.." jawabku pelan

"trus gimana dengan perasaan saya? Apa saya suka sama dia. Egois kamu! Waktu saya pacaran dengan temen sekelas saya, reaksi kamu biasa aja, Setiap Andi deketin saya, reaksi kamu juga biasa aja. Ternyata saya salah ya nilai kamu. Saya yang bodoh" ucapnya

"Jenn... " hanya itu yang keluar dari mulutku. aku diam tak melanjutkan ucapanku, aku bingung harus berkata apa.

"kamu pengecut.." ucap Jenni menatapku dengan air mata yang menetes, dia kemudian berlari masuk kedalam rumah meninggalkan aku sendiri dengan segala kebodohanku.

Kupacu F1ZR milik Saiful sekencang-kencangnya meninggalkan rumah Jenni, suara knalpot yang meraung-raung seolah mewakili perasaan dan suasana hatiku saat ini. Terbayang wajah dan air mata Jenni, terngiang ucapan terakhirnya. Dan seolah terngiang di telingaku sebuah lagu dari sang maestro Iwan Fals

"Sudah cukup jauh
Perjalanan ini
Lewati duka lewati tawa
Lewati segala persoalan

Kucoba berkaca
Pada jejak yang ada
Ternyata aku sudah tertinggal
Bahkan jauh tertinggal

Bodohnya diriku
Tak percaya padamu
Lalu sempat aku berfikir
Untuk tinggalkan kamu

Nona maafkan aku
Nona peluklah aku
Nona begitu perkasanya dirimu

Yakiniku

Nona marahlah padaku
Nona
Nonaku... "



Sampai dirumah kulihat Saiful tampak tertidur dengan posisi meringkuk diteras rumahku. Pipinya tampak sedikit bengkak, mulutnya terbuka meneteskan air liur.

"dek dek.. Bangun. Mau buka tokonya" kataku membangunkannya

"ah sial dikira gelandangan apa" gumamnya sambil bangun

"pintu kan gak dikunci ngapain tidur disitu" ucapku

"ketiduran, kamu sih lama bener"

"ya emangnya gampang. Saya harus berjuang mati-matian ngelawan mereka. Sampe saya harus ngeluarin pedang matahari trus berubah jadi RX-ROBO" ucapku berlebihan

"gak pake kapak maut naga geni 212 aja"

"itu beda misi. Kan misi yang sekarang nyelametin belalang tempur kamu"

"iya iya, makasih ya" ucapnya mengalah

"neh, mau nginep sini apa gimana" tanyaku sambil memberikan jam tangannya

"pulang ajalah coy, makasih ya"

"ya ati-ati dijalan, kalo jatoh bangun sendiri"

Setelah kepergian Saiful, pikiranku kembali memikirkan banyak hal. Semua ucapan Jenni, sikapku selama ini kepadanya, sikap Andi kepadaku tadi yang terkesan berbeda tidak seperti biasanya. Untuk si toge pasar please jangan ikut masuk pikiranku juga, jangan tambah beban pikiranku lagi. Tanpa kusadari tanganku ternyata membuka sms dari Jenni malam itu, aku berfikir sejenak lalu mengetik dan mengirimkan sebuah sms kepadanya. Hanya satu kata, maaf.

***
 
Terakhir diubah:
Saat sedang melamun dan menunggu sms balasan dari Jenni yang sepertinya tidak akan di balas, tiba-tiba saja bulek Nita masuk kedalam rumah dan mengunci pintunya, aku yang sempat terkejut akan kedatangannya lalu bersikap biasa saja.

"ada apa bulek" tanyaku dingin

"gak papa, bulek mau minta maaf soal yang kemarin" ucapnya lembut sambil duduk di samping ku.

"soal apa ya bulek?" Tanyaku seolah tak tahu

"ya yang kemaren itu" jawabnya sambil tersenyum malu

"kemaren memangnya kenapa" tanyaku mempermainkannya

"bulek minta maaf banget karna kemaren nolak kamu. Bukan bulek gak mau, tapi memang keadaan yang bikin gak bisa" jelasnya dengan penuh ketulusan. Sebenarnya aku tidak mempermasalahkan hal kemaren, tapi melihat kesungguhan dan ketulusannya aku berniat untuk sedikit mengerjainya.

"bulek tau gak perasaan saya kemaren, bulek malah pergi gitu aja ninggalin saya tanpa nyelesainnya" ucapku sedikit keras

"iya bulek tau Lang, makanya bulek nyesel. Bulek bener-bener minta maaf. Bulek janji gak akan begitu lagi, gak akan nolak kamu lagi"

"emang siapa yang bilang kita bakal ngelakuin hal itu lagi. Bulek tau kan kalo itu semua salah"

Bulek Nita tampak terdiam dan menunduk, dia tidak mengira aku akan berkata seperti itu. Dia kemudian mengangkat kepalanya dan memandangku, air mata sudah membasahi pipinya. Ada apa dengan hari ini, sudah 2 orang wanita yang menangis karena ku hari ini.

"kejadian waktu itu adalah salah bulek, kesalahan besar. Kita sama-sama khilaf, yang sudah ya sudah, jadi jangan sampe kita ulangin lagi" tambahku

"bulek tau itu salah, bulek tau. Tapi bulek gak bisa apa-apa Lang. Jujur Bulek juga butuh itu, sangat butuh. Tolong kamu ngertiin bulek."

"kan suami bulek ada tempat bulek minta kebutuhan bulek itu, kenapa harus saya"

"suami bulek kena diabetes, sudah hampir 2 tahun ini bulek gak dapet kebutuhan batin. Bulek tersiksa Lang, makanya waktu kejadian kemaren bulek gak nolak, bulek bener-bener menikmatinya. Sesuatu yang udah lama gak bulek rasain" ucapnya dengan wajah sedih dan tersedu menangis

"trus mau bulek apa sekarang? Saya harus mau gitu ngentot sama bulek? " tanyaku tegas, aku iseng ingin mengerjainya. Dia tampak sedikit terkejut dengan perkataan kasar ku, lalu menunduk lagi.

"jawab bulek! Bulek mau saya ngentotin memek bulek lagi? Ngeremes tetek bulek? Ngisep pentil bulek?" tanyaku lagi sedikit keras. Bulek Nita hanya terdiam sambil tetap menunduk, Aku sempat berfikir mungkin aku sudah keterlaluan mengerjainya.

Bulek Nita lalu mengangkat wajahnya menatap kepadaku, menghapus air matanya dan mengangguk pelan.

"saya gak ngerti maksud dari anggukan kepala bulek" kataku sambil membuang muka kesamping tak mau menatapnya

"iya Lang, bulek mau kamu ngentotin bulek lagi" jawabnya pelan hampir tak terdengar

"apa bulek saya gak denger"

"bulek mau kamu ngentotin bulek lagi" ulangnya dengan suara lebih keras dari sebelumnya.

"trus.. " tanyaku mempermainkannya lagi

"bulek mau kamu ngeremes susu bulek, ngisep pentil bulek hmm" ucapnya lirih

"suami bulek gimana? “

"biarin aja dia, dulu waktu masih sehat aja dia kadang gak sanggup ngeladeni bulek. Apalagi sekarang. " jawabnya. Baru aku ketahui ternyata bulek Nita termasuk wanita dengan hasrat seks yang tinggi, pantas saja dia begitu tersiksa dengan penyakit suaminya. Tapi biasanya kalo wanita dengan hasrat seks tinggi cenderung menyukai permainan yang sedikit kasar, dan dengan keadaanya seperti sekarang aku bisa menguasai dan mengendalikannya.

"kalo gitu saya mau bulek nurutin saya" ucapku

"iya, bulek bakalan nurut. Apa kata Gilang pasti bulek ikutin" jawabnya tersenyum penuh makna.

"saya mau bulek bulek buka baju sama celana bulek, celana dalem sama kutangnya jangan dilepas"

Bulek Nita lalu membuka pakaiannya, hanya meninggalkan celana dalam putih dan kutang berwarna cream. Dia lalu berdiri dihadapanku menunggu perintahku selanjutnya.

"besok lagi kalo minta di entot, bulek harus pake celana dalam dan kutang yang warnanya sama. Gak nafsu saya kalo beda gini" ucapku angkuh

"iya maaf" ucapnya sambil menunduk

"buka aja deh kutangnya, celananya gak usah" perintahku yang langsung di laksanakannya.

"sekarang bulek joget" perintahku lalu menghidupkan radio tape dan menyalakan kaset lagu-lagu house music

"joget gimana, bulek gak bisa joget Lang" ucapnya dengan wajah bingung

"terserah bulek, pokoknya saya mau liat bulek joget" kataku lalu duduk mengambil posisi siap menikmati pertunjukannya

Bulek Nita tampak berpikir sejenak, lalu mulai menggerakkan kaki dan tubuhnya. Gerakannya masih sangat kaku dan canggung. Menyadari hal itu aku lalu berusaha memberinya semangat.

"ayoo bulek sayang, goyangin dong body bulek yang seksi itu Jangan malu.. "

Bulek Nita tampak tersenyum mendengar perkataan ku, dia menggerakkan badannya lebih bersemangat dari sebelumnya. Pinggul dan pantatnya bergerak sesuai irama house musik, buah dadanya tampak memantul seiring gerakannya.

"angkat tangannya bulek, saya mau liat ketek seksinya.. Iya gitu bulek. Teteknya di goyang juga bulek... " ucapku memberinya semangat

Makin lama gerakan bulek Nita semakin rileks, tubuhnya tampak luwes dan tidak kaku lagi. Wajah yang sebelumnya kebingungan sekarang sudah menampilkan senyum sensual. Rambutnya yang acak-acakan semakin menambah keseksiannya. Aku yang mulai terangsang langsung membuka semua pakaianku, kemudian kembali duduk menyaksikannya bergoyang sambil mengocok kontolku. Bulek Nita tampak makin bersemangat melihatku, bahkan dia sesekali membuat gerakan menggoda dengan meremas dada dan pantatnya. Bahkan tangan itu sesekali membelai dan mengusap belahan memeknya. Tangan terangkatnya memamerkan ketiak putih mulusnya, bibir yang seksi menghisap-hisap jarinya sendiri. Tubuhnya tampak berkilau dengan peluh keringat, nafasnya tersengal karena mulai kelelahan.

"capek bulek? Sekarang duduk disitu" kataku sambil menunjuk kursi yang ada dihadapanku. Bulek Nita menurutiku lalu duduk dikursi hadapanku.

"sekarang bulek remes tetek bulek" kataku lagi

Bulek Nita menuruti perintahku, dia mulai meremas kedua dadanya langsung dengan kedua tangannya. Sesekali jari nakalnya memelintir pentilnya yang sudah mengeras.

"pencet bulek, tarik pentilnya.. " kataku memberi instruksi

" ooohh... Mmhhmm.. Ach... "

Bulek Nita memencet dan menarik pentilnya, makin lama makin kuat hingga tampak pentilnya molor memanjang. Dia meremas dengan keras kedua dadanya, matanya terpejam dan bibirnya terbuka mengeluarkan suara desahan.

"buka celana dalem bulek, trus gosok itil bulek sendiri" instruksi selanjutnya dariku

Bulek Nita membuka celana dalamnya lalu membuangnya sembarangan, terpampanglah memek kemerahan yang merekah dan tampak telah basah. tangan kanannya langsung mengusap dan menggosok itilnya, tangan kirinya meremas dan memelintir pentilnya bergantian. Matanya menatap kearah kontolku yang sedang ku kocok. Peluh semakin membanjiri tubuhnya, rambutnya semakin acak-acakan karenanya. Dengan tetap menatap kontolku, gerakan kedua tangannya makin dipercepat. Pinggulnya tampak terangkat dan mulutnya semakin membuka lebar.

"aaacchh... Keluaaaarr.... Tempik bulek ngecriitt... Aahhh.. "

Bersamaan dengan itu Menyemburlah cairan orgasme dari memek bulek Nita, cairan bening sedikit kental yang membasahi lantai. Saat orgasmenya mereda bulek Nita tampak melepaskan gosokan tangan pada itilnya. Matanya terpejam menikmati sisa orgasmenya, mulutnya ternganga berusaha menghirup banyak-banyak oksigen.
Aku yang sudah sangat terangsang melangkah mendekatinya, ku cengkram rambut bagian belakangnya dan kuarahkan kontolku kemulutnya yang terbuka. Bulek Nita tampak kaget dan gelagapan dengan serangan mendadak dariku, tapi setelah itu dia mulai menyambut dan menghisap kontolku didalam mulutnya. Tak kulepaskan cengkraman tanganku dikepalanya, terus kusodok kontolku hingga terasa mentok ditenggorokannya. Suara becek air liur dan tenggorokan yang di sodok keras membuatku semakin kesetanan. Tak kuhiraukan suaranya yang ingin muntah dan batuk, tak kuhiraukan air matanya yang mengalir.
Setelah cukup lama aku melepaskan cengkraman tanganku dan mencabut kontolku. Bulek Nita justru tersenyum kearahku dan menatapku dengan binal, menyiratkan bahwa dia tidak keberatan dengan permainan kasar tadi. Kuambil kutang dan celana dalam bulek Nita yang tergeletak dilantai, lalu menyuruhnya berdiri. Kuikat kedua tangannya kebelakang dengan kutangnya, bulek Nita hanya diam menurutiku.

"buka mulutnya bulek" perintahku yang lalu menyumpalkan celana dalamnya kedalam mulutnya.

Langsung kudorong dan kupepet tubuhnya ke bufet yang tingginya sekitar setinggi perutnya. Kutekan punggungnya kebawah hingga dadanya rapat menggencet diatas bufet. Pantatnya kuangkat sedikit dan kubuka belahannya dari belakang, bulek Nita yang mengerti keinginan ku langsung menjinjitkan kakinya mengangkat pantat. Kuarahkan kepala kontolku dimulut memeknya. Sempat terpikir ingin melakukan anal kepadanya, tapi aku masih enggan dan sedikit takut sehingga mengurungkan niatku. Setelah memantapkan posisinya, langsung ku tusukkan dalam-dalam kontolku sampai mentok. Kepala bulek Nita sampai mendongak keatas karenanya, suara erangannya tertahan oleh celana dalam di mulutnya. Memek yang masih basah dan licin membuat kontolku tak kesulitan memasukinya. Ku genjot langsung dengan kecepatan tinggi hingga menimbulkan suara cukup keras dari beradunya tubuh kami. Bulek Nita nampak menggelengkan kepalanya ke kiri dan ke kanan, pantatnya bergerak seirama menyambut tusukan dari kontolku. Tanganku secara bergantian menampar dan meremas keras kedua bongkahan pantat bulek Nita sampai tampak memerah.

Sekitar 5 menit kemudian memek bulek Nita yang semakin basah terasa makin mencengkram dan berkedut kencang. Suara erangan tertahannya semakin menambah gairahku. Kujambak sedikit keras rambutnya hingga dia mendongak, tanganku satunya meremas kencang bongkahan pantatnya. Kesodok terus memeknya tanpa mengurangi kecepatan, hingga akhirnya tubuh bulek Nita mengejang kaku. Dari memeknya yang makin menjepit menyemburlah cairan kenikmatan membasahi batang kontolku. Sensasi jepitan memek yang berkedut menghisap kontolku dan hangatnya semburan cairan kenikmatan bulek nita membuatku tak ingin berhenti dan terus menyodok memeknya. Tak ku biarkan bulek Nita beristirahat dan menikmati sisa orgasmenya.

"mmmph.. emm aaaaaa.. " hanya suara itu yang keluar dari mulutnya yang tersumpal.

Dengan tanpa mencabut kontolku, ku tarik bangun tubuh bulek Nita dan mengajaknya berjalan menuju halaman belakang rumahku. Dengan kondisi yang masih lemas dan kontol yang tertanam di memeknya membuat Bulek Nita tampak kesulitan berjalan, dia bahkan harus berjinjit dan tertatih-tatih agar tidak terjatuh. Aku memegang pinggulnya erat saat menggiringnya berjalan, selain menjaga agar tubuhnya tidak terjatuh juga untuk mencegah kontolku tercabut dari dalam memeknya.

Sampai dibelakang aku duduk di sebuah kursi yang terbuat dari kayu, kontol yang masih menancap membuat bulek Nita duduk dipangkuanku. Kubuka ikatan tangan dan sumpalan celana dalam di mulutnya, tampak celana dalam itu sangat basah karena air liurnya. Bulek Nita nampak lega dan berusaha mengatur nafasnya menghirup udara sebanyak-banyaknya, kedua tangan bebasnya bertopang ke kedua lututku. Aku lalu mengambil 2 buah jepitan yang biasa dipakai untuk menjepit jemuran pakaian. Kujepitkan ke kedua pentilnya yang kecoklatan dan mengacung keras.

"aww.. Sakiittt.. Pentil bulek diapain... "

"sekarang goyang bulek, genjot kontol saya pake memek gatel bulek, kasih saya kenikmatan dengan memek itu.."

Bulek Nita lalu menggoyang pantatnya, awalnya pelan dengan gerakan memutar dan genjotan kecil. Tapi makin lama gerakannya makin cepat dan bertenaga, kenikmatan yang menderanya membuat tenaganya seolah kembali pulih.
Plok Plok Plok.. Suara benturan tubuh dan kelamin kami memecah kesunyian malam di halaman belakang rumah. Tangan kananku bergerak maju mencari dan menggosok itil dari bulek Nita. Tangan kiriku meremas keras dada kirinya dan sesekali menjepit keras jepitan jemuran dipentilnya. Bulek Nita bahkan ikut meremas payudaranya yang satunya, tangan satunya dimasukkan kedalam mulut menghisap dan mengulum jari-jarinya.

"ohh... Emmhh... Achh Achhh Achh.. " suara erangan dari bulek Nita yang terus menggenjot kontolku.

"hmm enak bulek... Memek bulek enak banget... Genjot terus bulek, jangan berenti.. Aahh"

"acchhh uuuhh.. Oh oh oh.. Kontol kamu mentok.. ahh ahh.. Tempik bulek kerasa penuh.. Hmmpp Bulek gak kkuuaatt.. Ohh.. "

"tahan dulu bulek, kita keluar barengan. Suaranya jangan keras-keras, gimana kalo kedengeran suami bulek" bisikku ditelinganya

"ohh mpph.. ahh aah.. Biarin ajjahh.. Biarin kedengeran... oh aaahh" jawab bulek Nita dengan suara agak kencang

"bulek nakal ya, gimana kalo suami bulek ngeliat bulek lagi ngentot orang lain gini, lagi ngegenjot kontol orang, dan ngeliat itil bulek di gosok gini.. " ucapku memancingnya

"aahh ahh ahh ghak.. Pappaah... Bulek gaak kkuaat laghii.. Tempik bulleek uudahh ngiluu.." ucapnya cukup keras. Rupanya kata-kataku semakin membuatnya bernafsu, gerakannya semakin cepat dan tak beraturan

"pelan bulek, nanti kedengeran orang. Gimana nanti kalo ketahuan orang trus bulek di perkosa orang rame-rame.. " ucapku memancingnya lagi

"ohh ahh ahh bulek mauu di perkoosa.. Bulek mauu.. uhh.. uh.." memeknya terasa makin berkedut dan becek, kosokan tanganku pada itilnya samakin kupercepat.

"gimana nanti kalo memek gatel bulek disodok kontol besar, mulut bulek di sumpel kontol juga, tetek montok bulek ngejepit kontol, sama lubang pantat bulek di sodomi" ucapku dengan mencoba mengatur nafas, aku merasakan sebentar lagi akan keluar.

"iyah.. iyahh bulek.. mauu. bulek maauu di perkosaaa... aaah.. "

Bersamaan dengan itu menyemprotlah spermaku kedalam memeknya, kurangkul dan kucengkram pinggulnya memantapkan semburanku. Pantatnya berhenti bergerak dan menekan dalam-dalam kontolku, menerima tiap tetes sperma kentalku. Daging memeknya semakin menjepit dan seperti memijat batang kontolku. Cairan orgasmenya kembali menyembur dan mengalir keluar membasahi paha kami dan kursi. Bulek Nita menyandarkan tubuh lemasnya kebelakang bersandar pada tubuhku, punggung dan dadanya penuh dengan keringat. Aku mencoba mengatur nafasku sambil menikmati sensasi kontolku yang serasa dihisap memeknya. Tak ada kata yang terucap dari kami, hanya suara deru nafas kami yang terdengar.

Setelah cukup lama mengatur nafas dan memulihkan tenaga, bulek Nita bangkit mencabut memeknya yang masih menancap pada kontolku. Begitu dicabut tampak mengalir keluar cairan orgasme kami berdua. Bulek Nita mengambil handuk kecil dijemuran ku dan membasahinya, dia lalu dengan telaten dan lembut membersihkan kontol dan tubuhku yang berkeringat. Setelah selesai bulek Nita lalu meninggalkan ku dan masuk kedalam kamar mandi membersihkan diri. Aku kemudian beranjak masuk kedalam rumah, memakai pakaianku dan menyalakan sebatang rokok sambil menunggunya datang. Ternyata lagu di radio tape ku sudah berhenti entah sejak kapan. Sambil merokok bulek Nita datang dengan tubuh bugilnya, jepitan pada pentilnya sudah dilepas dan meninggalkan bekas kemerahan.

"aduh celana dalem bulek basah, gak enak ini kalo dipake" ucapnya sambil memperhatikan celana dalamnya yang basah karena liurnya sendiri

"masakin saya nasi goreng bulek, sekalian kopi item. Tapi gak usah pake baju, telanjang aja. Saya masih mau ngeliatin tubuh bulek yang seksi" kataku padanya

"iya tuan muda, hehe.. " candanya sambil berjalan kembali kebelakang

Entah karena lezat, entah karena lapar, atau karena kelelahan, kami berdua makan nasi goreng dengan begitu lahap dan nikmat. Setelah makan, aku merokok dan menikmati segelas kopi hitam. Sedangkan bulek Nita mencuci piring dan membereskan rumah bekas pertempuran kami tadi, masih dengan bertelanjang. Setelah selesai dia pamit pulang dan memakai pakaiannya kembali berikut celana dalam basahnya yang terpaksa dipakai.

Setelah menghabiskan kopi dan sebatang lagi rokok, aku masuk ke kamar dan merebahkan tubuh lelahku berniat ingin tidur. Kejadian liar dan luar biasa bersama bulek Nita barusan membuatku berpikir, aarghh kenapa sih aku ini sering berpikir atau memikirkan banyak hal. Apalagi jika akan tidur atau sedang boker sambil menghisap rokok, selalu ada saja banyak hal yang kepikiran olehku. Seperti saat ini aku kembali berpikir, memikirkan sisi liar bulek Nita yang mulai keluar. memikirkan tingkah dan perlakuanku kepadanya yang berjalan secara alami tanpa direncana, apakah aku punya kelainan ya? Ah aku rasa tidak. Memikirkan nafsuku yang menggebu kepada bulek Nita dan Teh Lia, tapi aku masih bisa mengendalikannya saat berhadapan dengan Ratna. Apa aku punya kecenderungan seks pada wanita yang lebih tua ya? Mungkin saja, tapi ah entahlah. Aku akhirnya tertidur lelap dengan semua pemikiran di dalam kepalaku, aku bahkan lupa untuk memasang alarm di nokia 8250 layar biru kesayanganku.
 
Terakhir diubah:
Ceritanya asiik om,, alurnya enak,,:beer: tapi kadang ane bingung sendiri ma kelebihannya si GR, bisa nggaet bnyak cwek diskitarnyaa,, kalo ngganteng kyaknya juga nggantengan ane :Peace: eh btw ditunggu lho Updatenya om :ampun:
Sebenernya kebingungan sampeyan sudah saya perkirakan mas, saya sempet berpikir mau buat POV dari karakter-karakter yang ada supaya lebih jelas dan tidak membingungkan.
Tapi saya masih ragu apakah saya mampu dan bisa menyampaikannya dengan baik.
Untuk yang sekarang aja saya ngerasa masih banyak koreksinya.


Saya coba Mudah2an kedepannya gak membingungkan lagi..
 
klu dah gini artinya jenny secra nggak langsung dah ngungkapin perasaannya ,yah gilang kmu emang lucky...
thank upd hu
:beer:
 
absen pagi hati masbro.....
pagi pagi dah bikin tegang aja nih......
sip sip.....:jempol:
 
Bimabet
Wah ternyata Ratna belum d eksekusi ya hehehe....tetap d tunggu lanjutannya gan...
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd