Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

Siapakah Fatimah Az-zahra...?

  • Sosok wanita baru dalam cerita ini

    Votes: 62 23,7%
  • Sosok wanita yang menyamar dalam cerita ini

    Votes: 200 76,3%

  • Total voters
    262
Ikut meramaikan suhu, siapa tahu nanti bakal jadi salah satu cerita the best.
Semoga saja suhu, ane sebagai penulis tidak begitu memikirkan hal itu, hanya menyalurkan hobby saja, perihal cerita ini nantinya akan banyak yang menyukai itu adalah bonus om... Makasih sudah menjadi bagian trit ini semoga berkenan terus mengikuti nya, memberi saran, kritik serta komentar demi perbaikan supaya semakin baik dan menarik. Terima kasih:ampun:.
 

3143ww9.jpg

Sekar Rahayu Sukmawati aka Sekar

2d7evdk.jpg

Pramudya Adi Pratama aka Papa Pramudya


Chapter 2. Wanita Bertangan Besi



Cuplikan chapter sebelumnya....

Pramudya tergopoh-gopoh datang menengahi.

"Sudahlah, Ma," kata Pramudya melerai.
"Berhentilah menyalahkan orang lain."

Sekar serentak berbalik menghadap Pramudya, seperti mendapat tempat untuk melampiaskan kemarahannya yang memuncak.

Matanya mendelik siap mengajak perang.

"Lalu siapa yang harus kusalahkan?" semprot Sekar berang.
"Diriku sendiri? Selalu aku yang menjadi biang kerok di rumah ini? Begitu maksudmu?"
.
.
.

Pov Sekar


Namaku Sekar Rahayu Sukmawati saat ini usiaku 47 tahun, istri dari Pramudya Adi Pratama, berusia 49 tahun.

Dari pernikahan kami yang sudah melewati usia penikahan perak. Kami berdua dikaruniai 3 orang anak, satu anak laki-laki dan dua anak perempuan.

Anak sulungku bernama Prima Sukmawan Pramudya, anak perempuan kedua kami beri nama Jelita Sukmawati Pramudya, dan yang paling bungsu kami beri nama Cinta Rahayu Sukmawati.


Anak sulungku sudah menikah dengan putri sahabatku, Dewi Safitri nama menantu perempuanku dan mereka dikaruniai seorang anak laki-laki yang mereka beri nama Akbar Maulana Putra berusia 3 tahun saat ini.

Begitu pun dengan Jelita anak perempuan keduaku yang juga sudah menikah dengan Hartono Ruslan teman satu kampusnya dulu dan juga anak dari kolega bisnis suamiku, sekarang Jelita sudah mempunyai seorang putra bernama Dirly Syahputra Hartono berusia 1 tahun.

Cinta Rahayu Pramudya putri bungsuku yang sangat kukasihi, kini sudah berusia 21 tahun.

Jujur aku sangat kecewa dan terpukul sekali mendengar pengakuan Cinta bahwa ia hamil, padahal selama ini aku sangat ketat mengawasinya.

Ya, semua ini gara-gara lelaki itu. Sejak awal aku memang tidak menyukai pacarnya Cinta, pria muda yang bernama Robi Hermawan terlihat masih manja dan kolokan, hanya bisa mengandalkan kekayaan orangtuanya.

Nasi sudah menjadi bubur, semua sudah terjadi. Aku mesti menikahkan anakku Cinta supaya janin dalam kandungannya jelas statusnya. Tetapi, aku tidak serta merta menikahkan Cinta anakku dengan Robi melainkan aku ingin menikahkan Cinta dengan anak rekanan bisnisku yang sudah mapan. Aku tidak mau nanti Cinta anakku hidupnya menderita, walau mungkin ia tidak mempunyai perasaan cinta dengan lelaki yang akan menjadi suaminya itu.

Fredy Mulyadi nama pemuda yang akan menikahi Cinta anakku, dia sudah lama jatuh hati pada Cinta sejak anakku masih SMA. Bahkan, ia tidak mempermasalahkan kehamilan Cinta, dan tetap akan menyayanginya beserta janin yang dikandungnya.

Tapi ternyata keinginanku tidaklah sesuai dengan kenyataan, Cinta nekat kabur dari rumah, lari menghindari pernikahannya.

Aku hanya bisa menahan rasa maluku pada pihak calon besan atas kelakuan Cinta, mau bilang apalagi kalau kejadiannya seperti ini, tetapi aku juga tidak bisa menyalahkan keputusan yang ia buat, "Apakah mungkin karena sikapku yang keras selama ini kepadanya?" tanyaku dalam hati.

Tadi saja aku sempat sewot dan marah sama mas Pramudya suamiku.

"Kalau tidak ada mama, keluarga ini sudah kacau balau sejak lama, Pa! Rumah ini sudah runtuh sejak dulu!"

Kalimat itu meluncur, karena rasa kesalku atas sikap nyinyir suamiku. Padahal aku melakukan ini semua, untuk kebahagiaan mereka. Tapi, kenapa malah seperti ini?

"Apakah benar yang dikatakan suamiku, bahwa aku ini wanita bertangan besi, perfeksionis dan tidak mau dibantah atau dilawan oleh siapa pun?" kataku membatin.

Aku jadi terkenang kembali masa-masa sulit dalam kehidupan rumah tangga kami, hingga saat ini kami bisa dikatakan sukses.

Kami menikah dalam usia muda, saat itu usiaku baru 19 tahun sedangkan mas Pramudya dua tahun lebih tua dari usiaku saat itu.

Aku dan mas Pramudya memang saling mencintai dan sudah berpacaran selama 3 tahun, saat usiaku berusia 16 tahun.

Hubungan kami sama-sama direstui oleh kedua orangtua kami yang memang bersahabat sejak lama dan sudah berniat menjodohkan kami berdua, dan mungkin karena kami sama-sama saling menyukai membuat mereka semakin senang. Bahkan, mereka tidak sabar untuk segera menikahkan kami berdua, setelah aku lulus dari SMA.

Akhirnya aku resmi menjadi istri Pramudya Adi Pratama, putra tunggal Notonegoro dan Rasmi Wulandari, setelah aku lulus dari SMA.

Mas Pramudya, dipercaya oleh papa mertuaku untuk meneruskan usaha papanya. Perusahaan yang bergerak dibidang ekspor kayu yang saat itu terbesar di pulau Jawa.

Entah karena faktor pengalaman yang masih hijau dalam mengelola perusahaan, ditambah lagi perubahan peraturan pemerintah dalam hal ekspor kayu dan penebangan hutan yang mesti memerlukan banyak biaya dan proses yang panjang sehingga membuat perusahaan yang dikelola oleh mas Pramudya jadi bangkrut dan meninggalkan banyak hutang di mana-mana.

Aset perusahaan semua dijual dan hanya menyisakan rumah yang saat ini kami tempati, rumah pemberian papaku saat kami menikah 5 tahun lalu yang masih bisa kami pertahankan.

Pada saat itu kami sudah dikaruniai dua orang anak. Putra sulungku Prima sudah berusia 4 tahun dan putriku Jelita berusia 2 tahun.

Berbulan-bulan lamanya suamiku terpukul meratapi bencana yang menimpanya, seperti kehilangan semangat dan kepercayaan dirinya.

Suamiku seakan trauma untuk kembali memulai usaha baru karena takut gagal lagi, padahal papaku mau membantunya memberikan modal demi membiayaiku dan anak kami yang harus dicukupi kebutuhannya.

Aku terpaksa mengambil alih kewajiban sebagai kepala rumah tangga. Aku banting tulang mencari penghasilan dan menjual semua perhiasan yang kumiliki.

Hadiah-hadiah yang telah diberikan suamiku saat masih berjaya sebagai pemilik perusahaan, yang selalu kukenakan dengan penuh kebanggaan pada pesta dan perjamuan.

Perhiasan yang menjadi simbol dan status sosialku sebagai istri pengusaha kaya raya.

Sebenarnya aku bisa saja meminta bantuan modal sama papaku, tetapi aku tidak mau melakukannya.

Aku ingin membuktikan pada papa bahwa aku bisa mandiri dan bisa bangkit kembali seperti dulu, dengan tekad kuat aku mesti bisa mengembalikan kejayaan suamiku.

Aku tidak pernah malu, dari dulunya seorang istri yang selalu bergelimang harta dan hidup mewah, kini harus rela hidup prihatin dan irit.

Dari hasil penjualan perhiasan itulah, aku mulai berdagang pakaian. Aku mengambil dari penyalur pakaian retail yang di impor dari luar negeri.

Pakaian itu kemudian aku jajakan kepada orang-orang yang kukenal, tetangga, keluarga, dan teman-teman. Bahkan, kepada para relasi yang dulu menjadi rekanan bisnis suamiku pun tak luput menjadi incaran untuk pemasaran barang-barang daganganku.

Aku tidak mengindahkan omongan dan pandangan iba orang-orang yang membeli barang daganganku. Aku tidak mau dikasihani.

Aku berjuang gigih, tanpa merasa malu. Bahkan sambil berdagang aku menggendong Jelita yang saat itu masih balita ke sana ke mari. Sementara Prima sudah cukup besar untuk ditinggal di rumah bersama pembantu.

Tekad dan keinginanku kuat, aku harus menyelamatkan keluarga dan pernikahanku. Anak-anak membutuhkan biaya untuk sekolah dan tidak mungkin mengharapkan suamiku yang setiap hari hanya duduk termenung di teras.

Aku sadar suami dan anak-anak bertumpu dan menggantungkan nasib serta hidup mereka padaku.

Aku bertekad, suatu saat nanti jika uangku sudah cukup, aku akan memberikannya pada suamiku sebagai modal untuk membangun perusahaan baru agar kepercayaan dirinya bisa pulih kembali.

Semula orang-orang hanya membeli karena ingin menolong, lama-lama justru menjadi pelanggan tetap.

Pakaian yang kujual berkualitas bagus dan mengikuti trend paling mutakhir yang sedang in di luar negeri.

Produknya bahkan belum dijual di pertokoan elite di Jakarta. Harganya pun bersaing dan lebih murah daripada di pertokoan elite ataupun butik-butik.

Bahkan aku juga memberi kemudahan dalam pembayaran.

Pelangganku tidak perlu membayar kontan, tetapi bisa mengangsur dengan cicilan yang ringan.

Strategi itu ternyata berhasil.

Pelangganku menjadi seperti orang kalap, memborong semua pakaian yang kutawarkan.

Pelanggan tidak perlu repot ke luar rumah, aku yang mendatangi mereka dan mengantarkan pesanannya dan juga menawarkan koleksi terbaru.

Tentu saja pelayanan seperti ini membuat pelangganku merasa dimanjakan.

Kalau pada awalnya, aku mengambil barang daganganku dari pemasok. Kini sedikit demi sedikit, aku belajar mengimpor sendiri pakaian itu.

Aku mencoba berhubungan langsung dengan para penyalur di Hongkong dan China. Bahkan, aku juga mulai pergi ke negara itu untuk memilih langsung model pakaian dan negosiasi harga.

Selera serta instingku memang cukup baik bisa menangkap keinginan pelangganku, ditambah dengan kepiawaianku mengatur cash flow membuat bisnisku makin lama semakin berkembang pesat. Hingga akhirnya, aku bisa membuka kios untuk menjual pakaian dengan harga murah.

Aku juga membuka butik ekslusif untuk koleksi yang lebih mewah.

Meskipun begitu, layanan antar ke rumah tetap aku pertahankan untuk para pelanggan setiaku yang kelebihan uang, seperti ibu-ibu pejabat, artis atau istri pengusaha.

Semangat suamiku juga mulai bangkit, setelah melihat tekad dan kesungguhanku.

Ia pun tergugah untuk mencari peluang bisnis baru.

Meniru jejakku, ia mengenyahkan harga diri dan gengsinya.

Ia menemui rekan-rekan bisnisnya yang dulu untuk menjajaki kemungkinan memulai usaha baru.

Pekerjaan apapun ia ambil. Ia menjadi penyalur alat tulis kantor, mebel dan elektronik.

Dua tahun lamanya aku menyisihkan keuntungan yang kuperoleh. Setelah terkumpul cukup banyak, aku menyerahkan pada suamiku.

Dengan terharu suamiku memelukku, saat itu aku sangat bahagia sekali, perjuanganku berhasil mengangkat dan mengembalikan harga dirinya.

"Jika aku tidak memilikimu, aku tidak tahu hidupku akan seperti apa," bisik suamiku dengan mata berkaca-kaca.
"Terima kasih untuk tetap setia mendampingiku melewati masa-masa sulit ini, Ma."

Suamiku menggunakan uang itu untuk membangun perusahaan baru. Ia tidak mau lagi menanam modal untuk bisnis yang rumit dan terlalu tinggi tingkat persaingan dan resiko kerugian tinggi. Kali ini, ia lebih hati-hati dalam menentukan jenis usaha. Ia memilih bentuk bisnis dengan spekulasi kecil tapi mendatangkan keuntungan yang banyak.

Suamiku mendirikan perusahaan ekspor pangan dan kebutuhan pokok ke negara-negara maju. Negara-negara yang tidak memiliki cukup lahan untuk menanam sumber alam, padahal mereka tetap membutuhkan sayur-mayur dan buah-buahan segar untuk makanan mereka.

Tentu saja, suamiku tidak perlu merogoh kocek yang besar untuk membeli kekayaan alam di negeri yang subur dan permai ini, bukan? Dengan mengekspornya, ia memperoleh keuntungan yang berlipat-lipat. Modalnya bisa berputar cepat.

Meski begitu, suamiku tetap tidak meninggalkan bisnis penyaluran alat tulis kantor, mebel dan elektronik. Dari bisnis ini, ia juga memperoleh tambahan modal segar.

Suamiku menyadari kesuksesannya itu diperoleh berkat bantuanku. Ia merasa berhutang budi, karena itu ia tidak pernah berani melawanku.

Di kantor, suamiku menjadi pemimpin dan orang nomor satu, tetapi bila di rumah ia menjadi suami yang patuh dan penurut.

Ia tahu diri, jika tidak ada aku istrinya, ia tidak akan bisa sesukses ini lagi dan tidak mungkin dipandang sebagai pengusaha terhormat.

Karena itu, suamiku merasa seluruh hidupnya telah dibeli olehku, harga dirinya, gengsinya, semuanya. Tidak ada lagi yang tersisa.

Aku memugar rumah lama kami, dan membeli kebun kosong di sebelah, sehingga kami memiliki lahan untuk memperbesar rumah kami.

Aku membangun rumah ini seperti layaknya sebuah istana. Megah dan luas. Seolah dengan begitu aku ingin mengatakan kepada semua orang bahwa keluarga kami telah bangkit kembali.

Hanya perlu waktu tiga tahun untuk meraih lagi semua kehormatan dan kedudukan yang sempat hilang terenggut dari mereka.

Cinta lahir setahun kemudian, melengkapi kebahagiaan kami.



Bersambung....

NB: JANGAN LUPA LIKE, SARAN, KRITIKAN JUGA KOMENTARNYA, DEMI PERBAIKAN CERITA INI SUPAYA SEMAKIN MENARIK DAN LEBIH MENARIK....!!!
 
Terakhir diubah:
Yosh, makasih updatenya suhu, ditunggu kisah tentang mbak cintanya. Anyway, maaf belum nyempetin lagi baca karya suhu yg misteri. :ampun:
 
Yosh, makasih updatenya suhu, ditunggu kisah tentang mbak cintanya. Anyway, maaf belum nyempetin lagi baca karya suhu yg misteri. :ampun:
ok makasih om...sudah menyempatkan utk baca trit ini,,, untuk di cerita misteri, sesempatnya saja, cuma saran saja biar terasa feelnya baca nya agak maleman dikit, ane aja nulis nya jadi ikut merinding apalagi baca nya...

Soalnya ane sendiri nulis nya itu hampir 6 bulan, sudah hafal cerita nya eh pas mau nulis malam keberapa lupa...
sempat kebawa mimpi... beneran om... Makanya pas nulis cerita misteri itu ane nulisnya pagi atau nggak siang hari takut kebawa mimpi hehehe... Eh malah curhat.
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd