Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

Who do you think Gilang will end up with?

  • Saras, kan dia First Love nya Gilang

    Votes: 44 10,7%
  • Tara dong.... dia yang bareng Gilang dalam susah dan senang

    Votes: 161 39,0%
  • Gak sama siapa-siapa.... Sedih amat ya?

    Votes: 51 12,3%
  • Dua-duanya, bobonya digiliar tiap hari, kadang-kadang threesome

    Votes: 157 38,0%

  • Total voters
    413
  • Poll closed .
Fak... Dari roman2nya bakal mewek nih... Untung gw baru beli tisu n g salah beli... Coba gw beli tisu basah.. Yg mewek kan dibawah... Hahahahah....


Glad to see back my brotha...
Jujur di amyra gw ngerasa lu agak ngenahan... Di cerita baru ni lu balik lagi blak2an... N itu yg gw suka disetiap cerita loe.....
 
Lagu Jumat siang. Temanya sesuai sama perasaan Gilang. Let's feel it together


I close my eyes and I picture us together
I hope you know
That I'll be waiting here for you, my love
On this New York City coast
I close my eyes and I picture us together
I hope you know
That I'll be waiting here for you, my love
On this New York City coast
 
Prediksinya ini pasti bakal banyak menguras air mata hu... Dan juga bakalan terjadi sesuatu antara Saras dan Gilang dan berakhir di sad ending
 
Gpp hu minim ss. Memahami pergulatan batin juga sama menarik dg pergulatan fisik hehehe. Lanjut hu
 
perasaan bakalan sad ending cerita ini..
semoga hanya perasaan saya saja..
 
Bimabet
penant10.jpg

PENANTI – PART 3

------------------------------

#TARA – 1

home9311.jpg

Menurutku, Gilang itu hebat. Kenapa? Karena Gilang, di umur 30 tahun, sudah jatuh bangun beberapa kali. Pertama sih, waktu dia ditinggal sama childhood crush nya kuliah ke luar negeri. Inggris to be exact. Kalo denger dari cerita Gilang, si cewek yang namanya Saras ini, ngambil jurusan semacam ilmu politik gitu lah, terus katanya mau lanjut entah S2 atau kerja di sana, aku lupa. Tapi yang pasti, hari ini, cewek yang namanya Saras itu balik ke Indo.

Gilang udah pasti seneng banget, keliatan banget kok. Doi sekitar semingguan ini katanya pengen banyak-banyak di dalem dapur. Padahal it’s not his responsibility. Dia harusnya cuma kontrol doang dan jadi host di burger bar ini. Iyalah, karena dia yang punya. Well, pada awalnya, modalnya emang dari aku, cuma lama kelamaan, karena memang kita pake resep dari almarhum bokapnya Gilang, and it sells, Gilang lumayan banyak dapat share juga.

Jadilah Red Comet ini sepenuhnya 50/50 punya Gilang sama Tara. Sobat zaman kuliah. Sama-sama gak lulus kuliah. Kalo Gilang karena dia gak sanggup ngelanjutin karena kedua orang tuanya udah wafat, kalau Tara, alias aku, emang kayaknya salah jurusan dan gak minat lanjutin kuliah. Mending cari duit aja. Toh sekarang udah punya duit kan ya? Duit dari usaha sendiri lagi, gak jadi karyawan orang. Membanggakan sih.

Lebih membanggakan buat Gilang, karena dia bener-bener dari nol.

Selain jatuh karena ditinggal love of his life ke Inggris sejak 12 tahun yang lalu dan kehilangan orang tua…. Gilang bener-bener sosok yang persistent. Selain karena kerja kerasnya ngebangun Burger Bar ini… dia juga persistent banget nungguin Saras pulang ke Indonesia.

Dia gak pernah bisa berhenti cerita kalo dia dapet berita anyar dari Eyang Putri-nya soal Saras. Dan dia hebat juga gak mau buka medsosnya Saras. Katanya gak mau, dia pengen penantiannya bener-bener terbayar ketika nanti Saras pulang. Padahal gak susah buat ngeliat apa yang Saras lakuin di Inggris, walau foto yang bisa diliat terbatas. Aku udah liat. Lucu sih. Anaknya cantik banget dan elegan banget. Cocok sebagai reward buat Gilang yang udah rela nungguin dia berbelas tahun lamanya.

Coba aja ya, ada yang rela nungguin aku selama berbelas tahun kayak gitu, pasti adem banget rasanya. Dan aku mulai senyum-senyum sendiri. I wonder, I want to have my own Gilang.

Speaking of the devil, tuh dia anaknya. Duh, ngapain sih dateng ke Red Comet? Katanya hari ini mau ke rumah Saras.

“Ngapain ke sini? Kan hari ini hari ketemu sama Saras?” tanyaku ke GIlang yang datang dengan muka super sumringah dari arah parkiran.
“Keluarganya nitip signature menu kita” jawabnya sambil senyum.
“Signature? Menu kita didominasi sama cheeseburger.. Hahaha”
“Yak, itu yang mereka mau… Lagian Saras kan gak pernah ngerasain cheeseburger gue”
“Dan harus elo yang masak sendiri ya?”
“Yoi dong”

“Eh sebelom lo masuk dalam dapur, gue harus ingetin dulu…”
“Alah, apaan lagi sih?”
“Minggu depan, inget?”
“Jakarta F&B Gathering kan? Gue mana mungkin lupa acara yang bisa bikin gue tambah pinter… Ada-ada aja sih elo” senyum Gilang dari dalem helmnya.

Gilang lalu ngebuka helmnya, dan dia cuci tangan dan bergegas masuk ke dalam dapur. Gak lama kemudian suara mentega berdesis dan bau harum mulai muncul. Bunyi dan bau yang bisa bikin aku senyum tiap harinya. Gak ada yang lebih nikmat daripada ngeliatin Gilang masak. Dan masakannya enak banget. Mungkin karena dia terpaksa selalu di rumah sendiri sama Eyang Putri-nya semenjak ibunya sakit, jadi dia terbiasa masak.

Gak kebayang betapa beruntungnya jadi Saras, pulang ke Indonesia, udah ada calon suami yang nunggu, sekaligus personal chef. Gak salah emang kalau aku selalu pengen punya my own Gilang. Jadi inget mendadak, dulu waktu masih pacaran sama Zul. Orang yang jago banget ngeracik kopi, tapi kalo buat urusan masak, bisa dibilang skill nya minus. Kocak banget tu orang. Sekarang udah nikah lagi, mudah-mudahan istrinya bisa masak.

Lagian lucu juga dulu pacaran sama Zul. Karena jadwal hidup kita berdua beda, kita berdua literally gak bisa ngapa-ngapain dan kencan aja cuma sekali dua kali. Zul gak punya hari libur kalo udah urusan kopi. Untung sekarang dia dibantu sama kakak iparnya di café-nya. Kalo enggak, mungkin dia gak bisa berduaan sama istrinya.

Dan karena burger bar ini masih sepi, cobain deh, aku ngegangguin Gilang sebentar.

“Sibuk Pak?” tegurku dengan muka konyol.
“Sibuk” jawabnya sambil senyum.
“Rumahnya Saras di mana sih?”
“Pondok Indah”

“Tempat rumah elo dulu ya?”
“Iya” jawab Gilang.

Sebelum keluarganya jatuh, Gilang memang tinggal di daerah itu. Berkecukupan lah pokoknya. Tapi semua berubah waktu kanker mulai menggerogoti ibunya. Mereka pindah ke rumah yang jauh lebih kecil di bilangan Tebet. Apalagi waktu ayahnya ternyata punya penyakit yang parah juga. Pukulan bertubi-tubi ke Gilang. Untungnya dia tetap kuat. Gak terjerumus ke hal yang aneh-aneh.

Dia bilang waktu itu, itu semua karena Saras. Dia bilang Saras orangnya energetik banget dan punya willpower yang gede. Saras katanya malah sempet jadi ketua OSIS. Orangnya ambisius banget dan secara gak langsung itu mempengaruhi Gilang banget. He adores Saras very much. Dan dia jadi kuat karena dia hidup dari penantiannya ke Saras.

So sweet kan? Beruntung banget mereka berdua, udah jelas mau berakhir sama siapa dari usia muda. Sementara aku cuma bisa menatap dan membayangkan doang. Gak berani untuk mengganggu. Karena kalau kita sudah mengganggu tujuan hidup orang lain, itu jahat banget. Dan aku bukan orang jahat. Aku teman yang baik, yang mendampingi di samping.

Dan mudah-mudahan terus begitu. Karena aku takut, merusak mimpi dan tujuan yang sebegitu manisnya.

------------------------------
------------------------------
------------------------------

opexco10.jpg

“Nnnmmmyynn….”

“Jangan nguap, Tar”
“Orang ngantuk masa ga bole nguap…. Bosen tau” gue bisik-bisik pelan ke Gilang.
“Minum kopi, makan permen, apa kek…” balas orang yang sedang ceria ini. Gilang lagi ceria banget akhir-akhir ini. Walaupun dia baru ketemu dua kali sama Saras, sekali di rumahnya Saras dan satu lagi kayak semacam ngedate di mall, tapi di mataku dia keliatannya kayak bersemangat banget.

Good for him. Love can ignite his spirit. Tanpa sadar gue senyum ke arah Gilang.

“Tara sehat?” bisik Gilang.
“Sehat dong” aku menahan ketawa, sambil memperhatikan panel di depan.

Kami berdua, lagi ada di acara Jakarta F&B Gathering. Acara yang berlangsung seharian ini, ngumpulin para pengusaha di bidang Food and Beverages se-Jakarta lah kira-kira. Hari ini ada tiga sesi Panel, yang diselingin sama makan siang, dan diakhiri sama makan malam dan cocktail party. Lokasinya ada di hotel bintang lima yang ada di barat Jakarta ini.

Oleh karena itulah Gilang tampil rapih. Jarang liat dia pakai kemeja dan sweater yang keliatan dandy itu. Aku sendiri simple saja, cotton dress dengan pola etnik yang cantik. Untung saja aku banyak stok baju-baju dan dress-dress unik.

Ngomong-ngomong, pembicara yang pertama sebelum makan siang dan pembicara yang baru aja beres sebelum coffee break tadi rada-rada boring sih memang. Selain karena mereka udah toku dan oldskool banget, cara menyampaikan presentasinya amat-sangat gak menarik. Yang menarik buat aku dan Gilang, dan tampaknya cocok untuk dipelajari model bisnisnya dan bisa dicuri ilmunya adalah pembicara yang ketiga.

Aidan Sjarief. Bos muda, umurnya belum 35, penggagas dan salah seorang dari stakeholder Vimana Group. Vimana Group adalah sebuah jaringan usaha F&B yang menggurita di Indonesia. Group ini memiliki banyak banget lini restoran, bar, lounge dan segala macamnya. Dan target marketnya beragam, mulai dari menengah, sampai menengah ke atas.

Orang ini yang wajib kami berdua curi ilmunya dan pelajari gerak-geriknya. Bahkan kalau perlu, nanti pas cocktail party kita berdua PDKT aja ke beliau, biar bisa ngobrol enak, tuker ilmu, siapa tau dimodalin untuk buka cabang kan oke juga.

“Bapak dan Ibu sekalian, terimakasih tetap bersama kami” oke, sang MC sudah membuka sesi panel terakhir. “Mudah-mudahan setelah coffee break semua segar lagi ya, karena kali ini, kita bakal mendengar sharing dari rising star kita, yang dalam waktu lima tahun, sudah berhasil membangun kerajaan bisnis Food and Beverages dengan nama Vimana Group”

Semua hadirin tepuk tangan, termasuk kami berdua.

“Saya panggil saja ke panggung, Bapak Aidan Sjarief” aku senyum dong. Dari sebuah meja, bangkitlah sosok yang keliatannya bener-bener keren. Dia pakai T-shirt berwarna abu-abu tua dan setelan jas ringan berwarna hitam. Tubuhnya terlihat tegap, gagah, dan pandangan matanya benar-benar tajam.

“Selamat sore semuanya… Mudah-mudahan belum pada ngantuk” salam Aidan Sjarief di atas panggung. Sang MC sudah menyingkir, dan lampu meeting room besar ini sudah meredup. “Saya akan ceritakan sedikit sejarah tentang Vimana Group…. Perkembangannya, lini-lini restoran kami, dan setelah itu, saya akan lanjut ke sesi sharing, dimana saya akan menjelaskan soal Titik Jenuh”

“Apaan tuh Titik Jenuh?” aku berusaha sedikit bercanda ke Gilang.
“Dengerin dulu kali Tar, menarik nih…. BTW, gue tau sih rahasia ultimatenya orang itu apa….” muka Gilang sangat serius, sepertinya dia bisa memecahkan misteri kesuksesan Aidan Sjarief.
“Apa tuh?” aku bener-bener penasaran sih.

“Bokapnya tajir”
“Garing”
“Hahaha” sialan. Gilang ternyata cuma bercanda. Aku jadi kesal dibuatnya. Dikirain apa gitu ya, yang serius atau gimana.

“Eh tapi, kalau bokapnya tajir, tapi anaknya gak bener juga, gak bakal jadi apa-apa” bisikku.
“Setuju. Orang ini kayaknya bisa manfaatin fasilitas yang dia punya dari orang tuanya, beruntung keluarganya punya penerus kayak dia” balas Gilang.
“Katanya selain Vimana, dia punya banyak unit bisnis lain ya?”
“Gak tau, tapi gak heran” senyum Gilang.

Dia menatap Aidan Sjarief yang sedang bicara di atas panggung dengan berbinar-binar. Gak heran sih. Aidan Sjarief memang keren. Track recordnya pun bersih. Tidak pernah kena kasus gosip pacaran dengan artis gak jelas, tidak pernah pakai narkoba, bahkan setahuku dia rajin yoga, bahkan tidak merokok dan tidak minum minuman keras. Sehat sekali hidupnya. Tidak seperti aku dan Gilang. Jam tidur kami berdua bisa dibilang tidak mainstream. Belum lagi kami berdua perokok. Untung aku tidak minum-minum seperti Gilang. Untung banget. Minum bir saja aku gak kuat. Apalagi yang lebih keras dari bir ya?

“Ganteng gak sih doi Lang?” bisikku iseng.
“Kalau gue sebut ganteng, so gay banget gak?” tanya Gilang balik.
“Enggak”
“Kalo gitu ganteng”
“So gay”

“Becanda mulu nih, jadi gak konsen gue” keluh Gilang.
“Hehe…. Tapi gantengan kakak iparnya si Zul sih”
“Kakak iparnya?” Gilang tampak terganggu konsentrasinya dalam mendengarkan pemaparan Aidan Sjarief, karena kelakuan usilku.

“Arya”
“Oh”
“Ganteng sumpah yaolo tu orang yak” bisikku membicarakan Arya. Aku sebenarnya cuma ingin menggoda Gilang, karena muka kesalnya membuatku gemas. Dan sekarang, dia terlihat lumayan kesal. Gimana gak kesal, udah bela-belain geser waktu tidur biar kayak orang normal demi bisa dengerin Aidan Sjarief di acara ini, tapi malah digangguin. Yang gangguin partner bisnisnya sendiri pula. Hahaha.

“Udah kawin kan? Arya udah punya anak. Gak usah ganggu gue, kalo mau ganggu, tuh, MC nya lo gangguin, lagi nganggur” balas Gilang, terus berusaha mendengarkan Aidan Sjarief.

“Haha, yaudah… Fanboynya Aidan dasar” aku tersenyum sambil bertopang dagu ke meja, menatap gerak-gerik dan pemaparan Aidan Sjarief yang memang benar-benar menarik dan penuh energi. Kami berdua kayaknya gak sabar untuk bisa ngobrol nanti dengan Aidan Sjarief. Mudah-mudahan bisa dan berhasil nambah value kita berdua.

Amin!

------------------------------

stockb10.jpg

“Gilang”
“Apa”
“Tuh”

Aku memegang gelas berisi jus buah. Aku menunjuk ke arah Aidan Sjarief. Dia tampak sedang mengobrol bersama seorang lelaki yang lebih tua, sambil memegang gelas kecil berisi air putih. Gilang tampak gugup, dia menggenggam segelas wine dan dia terlihat malu-malu untuk take a step further towards Aidan.

“Entar ya Tar… Dia masi ngobrol sama dua orang om-om itu” bisik Gilang.
“Entar ya Tar. Kayak pantun” tawaku kecil.
“Sempet-sempetnya word play elo…”
“Sori. Gugup juga sih, ngobrol sama Aidan, mudah-mudahan ilmunya nyerep yak ntar kalo berhasil ngobrol” lanjutku.

Dari tadi, dari sehabis makan malam, aku dan Gilang mulai membuntuti Aidan Sjarief. We both want to talk to him that badly. Toh, tujuan utamanya datang ke acara ini itu buat dengerin dia dan ketemu dia kan? Jadi gak salah kalau kami berdua bersikap seperti fanboy dan fangirl nya Aidan. Somehow situasi ini lucu. Kita berdua keliatan kayak remaja yang sneak in ke backstagenya One Direction dan deg-degan liat Harry Styles.

Oh! Dua orang om-om itu berlalu! This is an opening babe!

“Gilang”
“Iya akyu tau” candanya, berusaha mencairkan suasana.
“Siapin kartu nama”
“Udah"
“Yuk”

Aku dan Gilang berjalan ke arah Aidan yang sedang menghabiskan air di dalam gelas kecilnya, dia terlihat celingukan, seperti menunggu orang dan berulang kali melihat ke arah jam nya. Yes. Inilah saat yang dinantikan.

“Halo Mas Aidan” sapa Gilang.
“Halo” Aidan tersenyum dan mengangguk kepada kami berdua.

“Saya Gilang, dan ini Tara” Kami berdua langsung memberikan kartu nama kami berdua, dan Aidan tampak panik, mencari-cari kartu nama di saku jas nya. Untung cepat ketemu. Dan kami bertukar kartu nama. Aku menatap ke arah kartu namanya.

Aidan Sjarief
CEO of Vimana Group


Gagah banget ya titelnya. Aku tersenyum, dan membiarkan Aidan Sjarief membaca kartu namaku dan Gilang. Mendadak dia tersenyum lebar. Mukanya tampak tenang, dan dia menatap lekat-lekat ke mata Gilang.

“Saya udah kenal kamu kok… Red Comet… Best burger in town menurut saya”
“Oh ya? Masa Mas?” tawa Gilang gugup.
“Saya sering makan Red Comet”
“Wah, kehormatan” aku sedikit menyela agar ikut dalam pembicaraan.

“Seringnya sih ngegojekin ya, tapi sekali dua kali saya dateng ke venue nya…. Kemang kan?” aku dan Gilang mengangguk dengan semangat. “Tapi kayaknya saya gak populer ya, kalian waktu itu cuek-cuek aja ngeliat saya makan di sana sendirian” tawanya.

“Kitanya yang lagi siwer kali Mas…. Masa se-famous Aidan Sjarief kita ga sadar” candaku.
“Serius kok, saya dianggurin, hahaha”

“Tapi saya suka sih denger pemaparan Mas soal Titik Jenuh” sambung Gilang.
“Really?”
“Iya, soalnya kita berdua kadang suka bingung, kapan waktu yang tepat buat buka cabang, dan semacamnya”

“Memang, kalau.... untuk itu sih… mesti dilihat lagi ya, beberapa restoran, titik jenuhnya adalah ketika mereka kehilangan pelanggan, dan mereka harus innovate. Kalau untuk kalian, mungkin titik jenuh yang cocok itu adalah ketika kalian sudah mulai kewalahan nerima order. Itu artinya ordernya harus didistribusi ke cabang lain. Nah, pada saat itulah, kalian ketemu titik jenuh dimana kalian harus mulai cari inovasi” senyumnya sambil menjelaskan.

“Nah, tapi kalau kayak gitu, kan sulit ya Mas buka cabang, belum lagi modal buat tempat baru dan sebagainya…”
“Yang bikin sevel bangkrut di sini itu pemikiran kayak gitu lho” responnya. “Rahasianya Vimana apa coba? Most of our restaurant is not ours…”

“Oh…”
“Semua pakai merk-nya Vimana, pegawai dan chef nya yang nyari Vimana, yang keluar biaya buat renovasi interiornya Vimana. Tapi yang sewa tempat, yang gaji pegawai, yang bayar biaya overhead, itu orang lain yang tertarik untuk buka restoran atas nama merk-nya Vimana… Mungkin kalian bisa tiru itu”
“Menarik” senyum Gilang.

“Keren…. Jadi yang nyediain tempatnya orang lain, yang mengoperasikan restorannya dia, tapi pakai nama kita, menu kita, pegawai yang training kita, dan kita yang beresin dekorasinya?” tanyaku.
“Tepat”

“Hmm…” Gilang tampak serius, sambil mengangguk-anggukan kepalanya.
“Tapi kalau seni cari investor atau orang yang buat diajak kerjasamanya, itu sih pinter-pinternya kalian cari kenalan dan deal-dealannya” lanjut Aidan.
“Tentunya” aku menimpali.

Lucu, aku dan Gilang terlihat seperti dua orang adik kelas yang sedang ditatar oleh kakak pengurus OSIS. Aku menatap ke arah Gilang yang berbinar. Sepertinya ada ide-ide baru di kepala Gilang untuk Red Comet. Sekarang mungkin saatnya, saatnya kami berdua berkembang lebih baik lagi. Apalagi sekarang ada Saras. Saras bisa bikin spiritnya Gilang ngeboost terus-terusan kayak sekarang.

Aidan Sjarief mendadak diam. Dia merogoh handphonenya dan dia melihat ke arah layarnya, dan dia kemudian tersenyum. Dia lalu melambai ke arah belakang kami.

“Mumpung dia baru datang, saya kenalin kalian ya ke tunangan saya” senyum Aidan Sjarief. Aku menengok ke belakang. Wow. Cantik sekali. Alisnya tebal, rahangnya mungil tapi tegas, bibirnya indah banget, rambutnya ikal sebahu, dan keliatannya lembut banget. Mukanya entah kenapa familiar. Sepertinya aku pernah lihat di media sosial. Tapi makin dekat, rasanya makin familiar banget.

Tapi aneh. Ketemu tunangan di keramaian, harusnya mukanya cewek ini happy dong, minimal sekedar senyum. Mukanya entah kenapa keliatan kayak habis liat setan gitu. Agak-agak pucat. Dia kayak lagi anxious terus panik gitu. Gak tau kenapa.

“Ha… Halo” tunangannya Aidan keliatan kaku ngeliat ke arah kami. Dengan otomatis aku menengok ke arah Gilang. Mata Gilang nanar, napasnya kok keliatan berat banget? Aku liat tangannya Gilang, yang tadi lagi megang kartu namanya Aidan Sjarief. Kartu namanya Aidan jatuh. Tangannya Gilang gemeteran, liat tunangannya Aidan.

“SARAS?” nama itu keluar dari mulut Gilang.

Apa? Saras? Aku kaget, rasanya kayak sedang lihat proses kecelakaan yang sangat mematikan. Muka Gilang pucat. Muka tunangannya Aidan pun pucat banget. Mereka berdua saling menatap dengan nanar. Mata mereka berdua kayak mau copot.

“Oh, kalian udah kenal?” suara Aidan dari belakang punggung Gilang, terdengar seperti sebuah ancaman mematikan. Aku bisa merasakan angin dingin ikut merayap ke punggungku, karena aku melihat reaksi Gilang dan tunangannya Aidan, benar-benar aneh di mataku.

Gilang langsung menoleh dengan kencang ke arah Aidan. Dia menatap Aidan tajam, dengan muka shock. Dia lalu menatap ke arah tunangannya yang disebut Saras tadi.

Aidan Sjarief lalu membuka mulutnya lagi. “Saras, ini….” dan sebelum kalimat Aidan habis, Gilang menjatuhkan gelas wine yang tadi dia pegang ke lantai dengan gontai. Mata Gilang berkedip-kedip dengan kencangnya. Aku bisa merasakan dia seperti akan meledak. Gilang lantas bergerak dengan tak karuan ke arah pintu keluar.

“Gilang!” aku mencoba menahannya tapi aku tidak kuasa karena dia terlihat begitu emosi. Dia tidak berkata apa-apa dan menepis tanganku. Aku terdiam. Aku melihat ke arah Aidan yang kemudian menundukkan kepalanya dan Saras menghampirinya. Saras menggamit lengannya dan menatap ke arah wajahnya. Aidan mengangguk lalu menarik napas panjang.

“Maaf.. Saya.. Permisi dulu… Maaf…” aku gak tau lagi harus ngomong apa. Aidan mengangguk, mempersilakanku pergi dengan muka yang ekspresinya pun agak keliatan gak karuan. Tapi walau begitu, dia tetap terlihat tenang. Aku dengan panik nyari waiter yang lagi berdiri terpaku, kaget ngeliat Gilang kabur kalang kabut, setelah ngejatuhin gelas wine. Tanpa pake ngomong lagi aku langsung naro gelas jusku di atas nampan mas-mas waiternya dan aku keluar dari ruangan ini, mencari Gilang.

------------------------------

pullma10.jpg

15 menit kemudian, aku menemukan Gilang. Dia duduk di pool bench, di pinggir swimming pool yang sepi banget itu. Di sampingnya ada bungkus rokok yang sudah di remas-remas oleh Gilang. Puntung-puntung rokok yang patah, yang belum sempat dibakar berserakan. Kayaknya dia tadi berusaha merokok, tapi mungkin dia terlalu emosi, jadi nasib rokok-rokok tersebut hanya menjadi sampah di lantai.

Gilang duduk, menunduk, serta menutup mukanya dengan satu tangan. Dia tangannya yang satu lagi ada korek api yang kepalanya sudah berantakan, sepertinya diremas-remas dan dirusak oleh Gilang.

Walau tidak terdengar, aku bisa melihat, Gilang menangis, sendirian. Menangis tanpa suara. Rasanya pedih sekali ngeliat kejadian tadi.

Itu Saras. Ya, aku yakin itu Saras-nya Gilang. Mukanya sama dengan Saras yang pernah kulihat di sosial media. Walaupun begitu, aku tidak melihat tanda-tanda kalau Saras dan Aidan berhubungan di manapun. Dan kemunculan Saras hari ini sebagai tunangannya Aidan, pasti sudah merobek-robek hati dan pride-nya Gilang. He looks very miserable. Gak ada yang lebih menyedihkan daripada ngeliat mature grown-up people seperti Gilang nangis.

Ini ketiga kalinya.

Aku pertama kali ngeliat Gilang nangis pas nyokapnya meninggal. Lalu, ketika bokapnya meninggal. Dan yang ketiga sekarang. Ketika dia lihat kalau tunangannya Aidan Sjarief itu Saras. Sedih dan hancur banget ngeliat Gilang nangis, sendirian di pool bench. Aku kemudian mendekat dan menyentuh tangannya.

“Gilang….”
“LEPAS!” Gilang menepis tanganku, dengan suaranya yang bergetar. Dia masih menangis.

“Gilang…. Pulang? Yuk?” aku duduk di samping Gilang, sambil memeluk tangannya yang masih bergetar. Gilang masih terdiam. Dia down banget. Rasanya pasti kayak habis diangkat ke surga, lalu dihempas begitu keras ke tanah.

“Pulang ke mana?” jawabnya.
“Rumah… Gue anterin… Ya?”
“Buat apa?”

“Pulang, istirahat, ketemu Eyang, nanti kita ngobrol…. Oke?” aku berusaha tersenyum, dengan kerasnya, karena hatiku rasanya pun sakit sekali.

“Buat apa lagi semua ini sekarang?” mendadak dia ngasih pertanyaan retoris.
“Mmm?”

“Buat apa gue perjuangin semua ini?” lanjutnya.
“Sshh… Habisin dulu nangisnya ya…..”

Aku menyentuh punggung Gilang, menggosoknya, dan dia lantas langsung menangis sesenggukan, seperti anak kecil. Aku berusaha menahan tangis yang dari tadi juga sepertinya ikut menulariku. Aku menggenggam tangannya, sambil berusaha terus menenangkannya.

Sekarang aku takut, karena mimpi dan tujuan yang sebegitu manisnya, telah rusak.

------------------------------

BERSAMBUNG
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd