Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG PENGIKUT ALUR (A SLICE OF LIFE & SEX)

Bidadari pendamping Yas favorit suhu di sini?

  • Inne

  • Dita

  • Ojay


Hasil hanya dapat dilihat setelah memilih.
Singkat cerita, kesibukanku setelah kejadian waktu itu ya mengajar dan membiasakan diri tanpa Yassar, meskipun hatiku menolaknya. Semua kontak Yassar aku blokir. Karena aku butuh waktu untuk diriku sendiri, untuk menetralkan dan mematangkan pikiranku. Aku ingin berusaha pulih atas dorongan diriku sendiri.

Selama itu juga aku tinggal di rumah, meninggalkan kosan yang tiap sudutnya menjadi saksi bisu bagaimana diriku merajut kasih dengan Yassar. Kadang ribet juga menjadi perempuan yang apa-apanya melibatkan hati. Tapi mau bagaimana lagi, sudah begitu kodratnya.

Apakah selama itu aku baik-baik saja? Tentu tidak. Setiap malam pikiranku selalu dipenuhi oleh kecemasan dan kekhawatiran tentang Yassar. Rasa marahku, rasa kecewaku padanya masih tertutup oleh khawatirku. Aku harap Yassar bisa merasakannya, aku tak sekuat itu untuk mendiamkanmu, Yas.

Lalu bagaimana tentang Mas Novian dan Juga Hasna? Tanpa panjang lebar akan kuceritakan tanpa mengurangi dan melebih-lebihkannya. Dan yang jelas intisarinya, yang kupilah agar tak terlalu melebar ke mana-mana.

Aku bertemu dengan Mas Novian 4 kali. Awalnya ia mengaku sebagai perwakilan perusahaan yang menghubungiku atas kejadian kasus tersebut. Dan alasan kenapa ia menghubungiku sebenarnya tak ada kaitannya sama sekali dengan tugas ia di kantor. Hanya saja ia meyebut bahwa dirinya merasa simpati kepadaku, juga merasa empati atas kejadian tersebut yang membuat hubunganku berantakan dengan Yassar. Terlebih lagi, aku tahu Mas Novian adalah tandem Yassar di kantor. Mereka berhasil menorehkan prestasi di kantor atas capaian-capaiannya. Ya, kukira itu cukup make sense kenapa Mas Novian sepeduli itu padaku.

Kuakui, aku hanyut dalam permainan Mas Novian. Cara bicara dan penuturan kata-nya seolah seperti tak terlihat menyudutkan Yassar, penyampaiannya halus, ia menggiringku ke dalam opininya kemudian menyeretku untuk hanyut.

Ia pandai beretorika, mampu menyampaikan dua maksud berbeda dalam satu idea tanpa jeda. Mengerti maksudku? Begini, ia mampu membujuk dan menjebak secara bersamaan, mampu membela dan menyudutkan secara bersamaan pula. Kelas kakap memang, kuakui.

Kejadian menarik bermula dari sini. Aku dijemput Mas Novian ke sekolah 2 kali. Karena ia sedang berada di project dekat sekolahku. Kami berbincang di sebuah café. Pertemuan itu aku dibuat takjub oleh skill yang tadi kujelaskan di atas. Hingga membuatku hanyut dan menangis. Tanganku digenggam olehnya, bahuku pun dielus-elus olehnya. Awalnya kuanggap itu adalah reaksi natural Mas Novian yang menguatkanku.

Pertama-tama ia memuji-muji Yassar setinggi langit. Kinerja Yassar patut dijadikan contoh lainnya, bahkan ia sendiri pun berkata bahwa Yassar mampu membangkitkan semangat kerjanya karena cara kerja Yassar yang efisien.

Kemudian ia menyayangkan perilaku Yassar atas kasus tersebut bersama Hasna. Dan itu yang membuatku menitikkan air mata.

“Sabar, Bu. Saya siap dibutuhkan Ibu. Semakin cepat kasus ini terkuak, semakin besar juga peluang hubungan Ibu dan Pak Yassar menjadi jelas,” ucapnya sembari menggenggam tanganku.

“I-iya, Pak. Terima kasih,” ucapku kaget karena tiba-tiba saja tanganku digenggam.

Kulihat ia tersenyum menatap mataku, kali ini ia mulai mengelus-ngelus punggung tanganku. Aku tatap balik matanya seraya menarik tanganku.

Seketika ia kikuk, segera kuatur jarak dudukku dengannya. Aku tak sadar bahwa duduknya terlalu dekat denganku.

Tak lama dari itu, aku memutuskan untuk pulang lebih dulu. Karena situasinya yang membuatku tak nyaman. Juga rasa gelisah yang kurasakan. Kenapa aku sangat merasa bersalah pada Yassar saat ada tangan lelaki lain yang menggenggam tangan dan mengelus bahuku. Padahal jelas-jelas Yassar sudah berciuman dengan perempuan lain. Namun, tetap aku merasa bersalah waktu itu.

Aku berpamitan pada Mas Novian. Meninggalkannya tanpa banyak basa-basi. Dari sana aku sudah mulai merasa bahwa aku harus mulai waspada. Terbesit niat ingin mengulik balik apa yang sebenarnya terjadi. Feeling-ku terusik saat Mas Novian berani menggenggam tanganku.

Oh ya, semenjak kejadian itu pula. Aku memutuskan untuk tidak berpergian menggunakan kendaraanku sendiri. Aku lebih nyaman menggunakan kendaraan umum atau ojol, karena seringkali fokusku berantakan saat menghadapi permasalahan seperti ini, untuk mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan.

Kejadian menarik lagi, aku mendapatkan driver yang sama ketika waktu itu aku pulang dari kos Yassar.

Aku berjalan mendekati mobil Honda Fred pesananku. Kaca samping pengemudinya perlahan terbuka.

“Mbak Inne?” ucap Driver.

“Iya, Mas.”

“Silahkan masuk, Mbak.”

Aku masuk ke mobil itu dan memilih duduk di kursi belakang. Perlahan mobil pun melaju. Waktu itu aku belum menyadari bahwa mobil dan Driver-nya adalah sama.

Ketika hendak memasang AirPods dan mulai memasangkannya ke telingaku. Ia membuka topik obrolan.

“Pulang kerja ya, Mbak?”

“Engga, Mas. Abis ketemu orang aja,” ucapku ramah.

“Waktu itu juga sama, Mbak, abis ketemu orang?”

“Waktu itu?” tanyaku.

“Iya, Mbak. Waktu Mbaknya nunggu di mini market.”

Aku memalingkan wajahku dari ponsel dan mulai melirik ke kaca spion tengah. Dan aku baru menyadari meskipun agak lupa wajahnya.

“Oh, ini Mas yang waktu itu ya?” ucapku.

“Nah, iya bener, Mbak. Hehe.”

“Oh haha, maaf, Mas. Saya lupa,” jawabku.

Kami mulai berbincang, asyik juga orangnya. Ia banyak bercerita, jarang ada driver yang mampu membuat nyaman customer-nya ketika ngobrol tanpa membuatnya risih atas pertanyaan-pertanyaannya.

“Asli sini, Mbak?”

“Iya, Mas. Jogja pride.”

“Kirain ada keturunan Sunda, Mbak.”

“Ada sih, keturunan saya nanti, haha,” jawabku setengah tertawa.

“Oalah, haha. Pantesan ngomongnya kayak ada logat sunda dikit, hehe.”

Ya, semenjak bertemu Yassar. Gaya bicaraku jadi kebawa-bawa. Karena seringkali Yassar berbicara menggunakan bahasa Sunda padaku.

“Saya juga ada, Mbak, temen orang Sunda yang logatnya kebawa-bawa meskipun ngomongnya bahasa Indonesia.”

“Iya emang ketara ya logatnya ciri khas, di mana tuh, Mas?”

“Temen saya di Bandung, Mbak. Mbak ada kenalan di Bandung?”

“Adaaa… ada...”

“Kalo temen saya di daerah X, Cipeng namanya.”

“Cipeng?” tanyaku.

“Nama aslinya Guntur, Guntur Sawala.”

“Yang rambutnya ikal bukan?” tanyaku.

“Hahaha iya, Mbak. Si Cipeng Sobandi.”

“Kok Sobandi?”

“Nama bapaknya, hahaha.”

“Mbak kenal juga?” sambungnya.

“Hahaha, iya tau ke Cipeng yang orang X mah.”

“Jangan bilang keturunan mbak nanti, bapaknya adalah si Cipeng lagi…” sambungnya.

“Hahaha bukan atuh, Mas. Itu mah temennya,” jawabku.

“Hahaha emang dunia tak selebar daun kelor ya, Mbak.”

“Iya haha, kok tau Cipeng?”

Ia mulai bercerita, rupanya ia adalah teman SMA Cipeng dulu, kawan seperjuangan, partner in crime. Ia lahir di Jogja, dan pindah ke Bandung ketika SMA, lalu balik lagi ke Jogja selepas lulus. Singkatnya ia merasa punya hutang budi kepada Cipeng yang tak pernah dilupakannya. Menurut ceritanya, Cipeng cukup berpengaruh di daerahnya.

“Oh gitu ya, iya sih bener, Cipeng sangar, haha,” ucapku.

“Kalo ke Aldi kenal juga?” sambungku.

“Kenal mah engga, cuman sering denger namanya aja. Cipeng sering nyeritain.”

“Temennya Cipeng emang siapa aja?”

“Ya banyak, Mbak. Pasti pada kenal sih sama dia mah. Orang X mana yang gak tau sama Cipeng.”

“Dia mah dulunya kan ngedompleng sama temennya, jadi dianya juga ikut-ikutan terkenal, ikut-ikutan disegani, hahaha.”

“Ngedompleng ke siapa Cipeng?”

“Siapa yah, lupa, padahal mah badannya lebih kecil dia dari pada Cipeng. Waktu itu Cipeng pernah ke sini nganterin motornya.”

Nailed! Kali ini kuyakin orang yang dimaksud oleh Driver adalah Yassar. Namun, aku diam entah apa alasannya waktu itu aku memilih diam. Padahal semenjak membahas Cipeng, aku berharap ia tahu kepada Yassar.

“Oh gitu yah, ada-ada aja ya Cipeng mah,” ucapku.

“Haha gak aneh dia mah.”

Perbincangan itu harus terhenti karena tujuan telah sampai. Perjalanan menjadi tak terasa karena hanyut dalam perbincangan.

“Sampai, Mbak.”

“Iya, Mas. Gak kerasa ya hehe.”

“Salaman dulu, Mas. Inne,” ucapku menjulurkan tangan.

“Ginan, panggil aja Codot, Mbak, hehe,” balasnya menjabat tanganku.

Aku yakin, baik Yassar, Cipeng, Aldi, dan Codot adalah orang-orang baik. Aku tak melihat sisi arogan di antara mereka yang kata Codot mereka disegani di Bandung. Ya pastinya di sebagian kalangan sih, hehe. Peace.😝

Segitu dulu yah, hehe. Pertemuan kedua, ketiga, dan seterusnya dengan Mas Novian dilanjut malam. See yaa!

NB: Di bagian ini banyak clue.
 
Wah beneran maledog update si Suhu @Shhh666 ahahaaaa...
Hatur nuhun pisan ah
Oh jadi kitu cara maen si Novian ckckck... pikaresepeun peureup beneran
Wah setia pisan euy Inne. Resep aink Hu. Tp perempuan emang gitu kali yak. Di depan mah ngambek, gak mau ketemu, gak mau dihubungin, tp benernya mah ttp sayang, pengen lakinya ngerti dan kuatir jg k pasangannya. Lah kalian mah begitu sok membingungkan kami para lelaki hahahaa. . :aduh:
Tapi Hu, Nubie mah gak bs nebak ada clue apa euy. Fokus nikmatin ajah ceritana hahahaa...
Eh ada satu kayaknya. Yg bikin si Novian babak belur kayaknya si codot dkk. Bener teu Hu. Salah sigana mah hahahaa...
Beneran yah Inne ngadongengkeun si Novian nanti malam. Ditungguan yeuh :hore:
Sok ah der
Monggo dilanjut
 
Setelah banyak cerita yang ku baca. Ketemu lagi cerita yang banyak "rasa" nya. Terakhir kali baca tulisan suhu disini yang kebawa perasaan banget "dua cincin", dan sekarang foilahh here it is. Such a great story suhu.
 
menarik ceritanya
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd