Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG PENGIKUT ALUR (A SLICE OF LIFE & SEX)

Bidadari pendamping Yas favorit suhu di sini?

  • Inne

  • Dita

  • Ojay


Hasil hanya dapat dilihat setelah memilih.
Bimabet
10

Yas berjalan bersama dengan Codot menyusuri bangunan tua yang terdapat di bagian belakang gerbang berkarat yang sebelumnya ia masuki. Yas mulai menyalakan rokoknya setelah ia rogoh dari saku celananya.

“Rokokan dulu Masdot...” tawar Yas pada Codot.

Codot pun mengambil dan mengiyakan tawaran tersebut.

Mereka terus melangkah dengan tenang, tapi tidak dengan tatapan mereka yang serius. Keduanya tak saling bicara, hanya saling mengepulkan asap yang keluar dari mulutnya masing-masing.

Setelah beberapa saat, akhirnya langkah mereka terhenti di hadapan pintu kayu yang sudah lusuh, namun kelihatannya masih bisa difungsikan dengan baik.

“Oke, masuk Mas Yas...” ajak Codot seraya memutar kunci.

Yas mengangguk dan masih anteng menghisapi rokoknya.

Codot memasuki ruangan terlebih dahulu, ruangan seperti gudang kosong yang gelap, Yas pun mengikutinya dari belakang.

*Cklak...* suara saklar lampu berbunyi.

“Selamat datang di Black House, Mas Yassaaaarrr...!!! Hahaha...” ucap Codot kemudian setelah menyalakan lampu.

Yas pun terdiam sejenak, mengamati sekeliling dan siaga.

“Wes... wes... wes... metu siaga gangster e cuuukkk...” ucap Codot.

“Wes santai ae Mas Yas... wedi aku cok! Hahaha...” sambungnya.

Yas masih belum bergeming, masih menatap Codot yang sedang tertawa-tawa ngeri memandangi ekspresi Yas yang berubah seketika. Memang, saat itu Codot merasakan aura yang berbeda ketika Yas sudah siaga.

“Wes tho, Mas Yas... selamat datang di gubuk tercintaku ini... hahaha... ya di sinilah tempat ternyamanku, Mas...”

“Sek! Sampeyan ora bakal macem-macem, kan?” tanya Yas.

“Su! Haha... ora lah Mas Yas, wong aku menyambut tamu dengan baik loh iki...”

“Duduk Mas Yas...” sambungnya.

Yas masih takjub melihat sekitar saat lampu sudah menyala. Bangunan itu terdapat empat ruangan, yang sedang ia masuki sekarang adalah “ruang tamu” nya. Di sana terdapat tiga buah sofa dan meja lumayan besar. Di sebelahnya terdapat mini bar ala-ala dan di raknya tersusun rapi macam-macam minuman beralkohol, entah dari mana Codot mendapatkan minuman-minuman kelas atas itu. Yas pun sempat heran, bagaimana bisa Codot yang hanya seorang editor media publikasi yang nyambi sebagai driver ojol bisa mendapatkan fasilitias seperti ini di tempat tersembunyi. “Komplotan kah?” Yas pun mulai bertanya-tanya pada dirinya sendiri. Karena memang sebelumnya ia tak pernah mendapatkan informasi atau cerita dari Cipeng mengenai ini.

“Sebenernya sampean ini opo seh, Masdot?”

“Aku? Yo manusia lah, emang kelihatannya apa cok?”

“Hm curiga bandar...”

“Asu...”

“Bandar bokep...”

“Bisa jadi...”

“Bajingan!”

“Hahaha...”

“Wine Mas Yas?” tanya Codot kemudian sembari melangkah ke arah mini bar.

“Yo wes, yang tak memberatkanmu...”

“Dan tak merendehkanmu, Mas?” sambung Codot.

“Wis rendah aku Mas di banding sampeyan sing nduwur...”

“Hahahahaha bajingan-bajingan!”

Mereka pun menikmati wine dan berbatang-batang rokok. Codot mulai bercerita tentang semuanya ke pada Yassar. Dugaan Yas memang benar, tapi salah. Codot adalah seorang ahli trading, beneran ahli ya bukan yang scam-scam flexing seperti itu. Kemampuannya menganalisis pasar saham menjadikannya mendapatkan sampingan cuan yang lebih besar daripada gaji kerjanya. Tapi, Yas ada benarnya, bangunan itu adalah basecamp Codot dan komplotannya saat ia masih di dunia gelap dahulu. Yaaa, kurang lebih sama seperti Yassar lah, tapi Codot ini lebih brutal. Dahulu ia dan komplotannya sering menerima order untuk menyulik dan menginterogasi orang. Sekarang? Ia sudah meninggalkan dunia gelapnya itu karena suatu hal. Tapi, tempatnya ini masih sering digunakan komplotannya untuk berkegiatan positif. Itu lah mengapa sekarang ia dan Yas duduk bersama karena ada kaitannya dengan masalah Yas, Mas Novian, dan Inne saat itu. Yas hanya ingin tahu bagaimana kejadiannya dari Codot secara langsung.

“Cipeng belum cerita emang Mas Yas?” tanya Codot di tengah perbincangan mereka.

“Belum dia, wah sangar sih sampeyan, Masdot...”

“Wes-wes podo-podo sangar e karo Kujang Rompang to?”

“Haish... sampeyan iki kok iso weru? Sampeyan...”

“Yo iyo tho, Mas Yas. Dikira dirimu ae sing ngelmu? Haha...” potong Codot kemudian.

Yas hanya tersenyum dan tertawa mendengarnya.

“Sesama pengguna putih sih wis pasti keweruan Mas Yas, asli loh delok sampeyan sing pertama kali wis ngerasa aku...”

“Ngerasa opo?”

“Jatuh cinta.”

“Telek!”

“Hahaha...”

“Wibawamu itu lho, Mas Yas. Berkarismatik...”

“Weleh... pantesan ae Mbak Inne klepek-klepek yo karo sampeyan...” sambung Codot.

“Hahaha...”

“Tapi aku juga podo sih Masdot, sing pertama ketemu sampeyan wis kerasa...” jawab Yas.

“Iyo tho? Pasti...”

“Iyo, jatuh cinta...”

“Bajingan kowe! Hahaha... asu...”

Mereka pun kembali berbincang dengan tertawa-tawa. Yas melihat Codot sepertinya dirinya, begitupun dengan Codot. Mereka memiliki kesamaan yang banyak, sama-sama banyak dikagumi, sama-sama berprinsip teguh dan berkarakter. Tapi bedanya, Codot tak seberuntung Yas dalam hal wanita. Bukan karena apa, karena Codot adalah orang yang kaku ketika wanita mengagumi dirinya.

“Jujur yo Mas Yas. Pertama kali aku delok Mba Inne, aku wes niat dalam hati untuk berani mendekatinya. Beda yo aura perempuan berkelas iku angel dijelaske...”

Yas menatap mata Codot seraya tersenyum.

“Asu kowe Mas! Tatapanmu itu loh su! Najis!”

“Hahaha...”

“Jadi saiki piye? Rebut Inne ning aku tah?”

“Ora lah, Mas... wes cocokan karo sampeyan...” jawab Codot seraya menghisap rokok yang tergeletak di asbak.

“Itu punyaku cok! Maen sedot ae yo koyo vacum cleaner...”

“Weh! Oh iyo yo... wah bibirku wes terkontaminasi cok cok!”

“Hahaha asu kowe Masdot!”

“Aku relakan Mba Inne untukmu Mas Yas, tapi adeknya di gas yo?”

“Dita? Hahahaha, monggo, Mas. Tapi ono syarat e...”

“Wes budalno bae...”

“Inget umur, Mas...” jawab Yas pelan.

“Asssuuuu...!!!”

“Hahaha...”

11

Mobil Yas telah terparkir di halaman kosannya dulu. Ia memandangi sekitar, belum ada perubahan yang siginifikan pikirnya. Ia pun melangkahkan kaki menuju lantai dua seraya menenteng beberapa belanjaan yang tadi ia beli di mini market.

*toktoktok* Yas mengetuk pintu pelan.

“Bentaaarrr...” ucap seseorang di dalam kamarnya.

Tak lama pintu pun terbuka. Di hadapan Yas kini terdapat sosok perempuan dengan tubuh montok yang hanya menggunakan hotpants dan tanktop. Rambutnya berwarna pirang dibiarkan tergerai. Wajahnya bule, hidung mancung bibir tipis ciri khas bule.

“Eh, Kak! Maaf-maaf kirain Dita, duh maaf Kak...” ucapnya yang langsung menyambar selimut seenaknya untuk menutupi bagian tubuhnya.

Yas yang masih kaget hanya bisa menelan ludah dan memundurkan wajahnya.

“Masuk, Kak! Masuk...”

Yas pun akhirnya masuk, pintu kamar sengaja ia tak tutupkan secara penuh. Pandangannya ia alihkan ke bawah untuk menghindari hal-hal yang diinginkan.

“Dita nya ke mana, Del?” tanya Yas kemudian saat sudah tenang.

“Eeemmm... duh gimana ya ngomongnya gak enakan aku Kak...”

“Loh? Emang kenapa?”

“Emmm... jadi tadi sore aku sama Dita baru pulang jalan-jalan, pas abis nyampe sini Atar datang. Dita juga sebenernya udah pengen istirahat, udah rebahan. Tapi si Atar datang tanpa ngasih tau dulu, dia datang tiba-tiba gitu. Katanya sih si Atar pengen ngomong sesuatu, tapi karena aku di sini, dia pengen ngajak ke luar. Dita sih udah keukeuh di sini aja ngomongnya, daripada berantem jadi Dita ngalah aja, aku juga udah mau pulang, tapi Dita nahan aku...”

Yas mendengarkan dengan seksama.

“Ooohhh ya udah atuh...” jawab Yas simple.

“Apa aku kabarin aja ke Dita Kak, Kakak udah di sini?”

Yas pun menggelengkan kepala.

“Gak usah, udah biarin aja, nunggu dulu aja, sekalian santai dulu...”

“Ooohhh... iya... maaf ya Kak...”

“Loh gak usah minta maaf, Del. Haha...”

“Gak enakan hehe...”

Dela, perempuan blasteran. Ayah Jogja, Ibu Ceko. Ia dikaruniai wajah yang cantik dan body yang mantap karena genetiknya. Sehari-hari ia biasa berjilbab, tapi entah anugerah atau apa, saat itu Yas hoki bisa melihat tubuhnya yang putih mulus dan berisi.

Yas mulai menyalakan rokoknya dan mengeluarkan isi belanjaannya.

“Del, nih mau nggak?” tawar Yas.

“Eh! Nggak ah, itu kan buat Dita.”

“Iya sih, tapi banyak kok belinya... santai aja.”

Yas pun mulai menikmati jajanan street food yang ia beli. Dela hanya fokus kepada hpnya dan masih selimutan sembari duduk, ia masih terlihat canggung. Sedangkan Yas ia sudah biasa saja.

“Kalo minta rokoknya aja, boleh nggak, Kak?” ucap Dela setelah hening beberapa saat.

“Oh? Boleh-boleh... nih ambil aja...” jawab Yas.

Perlahan Dela pun beranjak, karena gerakannya, perlahan dada padat yang menyembul di balik tanktopnya terlihat lagi. Kini, selimut itu hanya ia gunakan untuk menutupi bagian kakinya.

Dela pun mulai menyalakan rokoknya, ia pun mulai terlihat rileks, karena Yassar pun sudah mulai seperti biasanya yang santai.

“Eh gitar Dita mana ya?” tetiba tanya Yas.

“Oh, ada Kak... bentar aku ambilin...” Dela pun bangkit.

Kini Yassar melihat lagi kaki Dela yang jenjang berisi nan putih mulus serta ditumbuhi bulu-bulu halus melangkah untuk mengambil gitar yang tertutupi lemari. Yas pun hanya bisa terpana melihat itu, tersenyum dan menggelengkan kepalanya seraya menghisap rokoknya dalam-dalam.

“Sabar, Yas! Inne bentar lagi pulang...” ucap Yas dalam hati.

“Lagipula, Inne jelas menang banyak jika dibandingkan dengan Dela,” pikir Yas kemudian. Yas memang sudah terbiasa mengontrol hawa nafsunya. Hanya beberapa wanita saja yang bisa membuatnya luluhlantak, Inne dan Ojay, kedua perempuan itu Yas mengakui bahwa sangat sulit untuk bisa menahannya. Dita? Yas masih terikat dengan perasaannya sebagai kakak.

“Ini, Kak!” ucap Dela membuyarkan lamunan Yas.

Gitar yang sedari tadi dipegang oleh Dela sudah disambut oleh Yas yang hanyut dalam lamunannya.

“Dita juga udah mulai bisa loh Kak main gitarnya,” sambung Dela.

“Oh ya? Bagus atuh...”

“Katanya kalo sama Kakak gak ada waktu buat ngajarinnya...”

“Haha... iya emang, udah kaku, yang dipegangnya laptop mulu sekarang mah...”

“Hmm...” jawab Dela.

“Eh?” ucap Yassar yang baru menyadari ucapannya bisa ambigu.

“Nggak, Kak. Nggak! Hahaha...”

Dela pun kembali duduk, selimutnya pun ia kembali kenakan untuk menutupi kakinya.

“Kak, mau yaaa...” sambungnya meraih makanan yang tadi ditawarkan.

“Yeh lagian sok aja gak usah malu-malu...” jawab Yas yang kini sedang menyetem gitar.

“Kok nyetem gitarnya nggak pake lagu semua tentang kita, Kak?”

“Hahaha...”

“Wah udah pro nih...” jawab Dela.

Yas pun mulai memainkan gitarnya dengan petikan-petikan fingerstyle lagu hits. Salah satu diantaranya Cupid. Dela pun terkesima dengan permainan gitar Yas, ia sesekali ikut menyanyikannya. Yas memang bisa dibilang piawai memainkan alat musik. Gitar, bass, drum, keyboard, alat musik itu yang paling dikuasainya. Tak heran, sejak SMP sampai kuliah ia adalah anak band, dan sering manggung di gigs-gigs yang lumayan gede. Ia pun tak hanya memainkan satu genre saja meskipun bandnya dulu beraliran metalcore.

“Gila-gila... keren banget, Kak!” ucap Dela saat Yas menghisap rokoknya lagi.

“Busuk gini juga, Del.”

“Eh, keren, Kak! Sumpah! Sempet berkarir di musik emang, Kak?”

“Dulu sih pas SMA sampe kuliahan, lagi seneng-senengnya maen musik.”

“Pantes... di Bandung juga berarti Kak ngebandnya?”

“Iya di sana aja, gak ke mana-mana, cape.”

“Apa alirannya emang?”

“Penganut kepiting.”

“Hah? Emang ada?”

“Hahaha...”

“Ish bencanda mulu, seriiuuss Kak...”

“Metal sih, metalcore, musik keras gitu.”

“Ooohhh... emang sih Bandung sarangnya ya...”

“Eh berarti Kakak tau Band *X* dong?” sambungnya. (Salahsatu band yang cukup gede, dan masih eksis sampai sekarang di skena Undergeround)

“Ooohhh tau... tau...”

“Itu drummernya adeknya ayah aku loh kak...”

“Oalaahhh... Tiran?”

“Hahaha iya Om Tiran, tau, Kak?”

“Tau atuh itu mah temen seperskena-an hahaha...”

“Yang lagunya gini bukan?” tanya Yas.

Yas pun mulai memainkan gitarnya, memainkan lagu deathcore dengan gitar akustik. Memang itu kebiasaannya yang cukup unik. Sering memainkan lagu-lagu metal dengan gitar akustik, bahkan beberapa kali ia diledek oleh Inne.

Tak lama, saat Yas sedang memainkan gitarnya, Dita pun datang.

“Halooo...”

“Maaf udah nungguin...” ucap Dita pada Yas.

Melihat Dita datang Dela pun langsung menarik selimutnya sampai atas, menutupi belahan dadanya yang dari tadi terekspos.

“Tuh datang manusianya...” ucap Dela.

“Dari mana?” tanya Yas.

“Abis gak penting dulu...”

Yas tersenyum sambil tetap memainkan gitarnya.

“Ah, Neng tau... kalo ada teteh pasti bilang gini...” sambung Dita.

Yas pun menoleh ke arah Dita.

“Metalan kok akustikan...” ucap Dita dan Yas bersamaan.

“Hahahaha...”

“Hahaha iya lagian Kak Yassar main metal tapi pake gitar akustik,” sambung Dela.

“Tau, aneh dia mah, Del...” jawa Dita seraya duduk di antara Yas dan Dela.

“Asyiiikkk jajan... makan ah...” sambungnya yang langsung melahap makanan.

Mereka pun lanjut berbincang dan tertawa-tawa sembari menikmati jajanan street food yang dibeli Yassar.

Melihat Dela yang merokok, tiba-tiba Dita manyun dan cemberut ke arah Yas.

“Loh, apa?” tanya Yas.

“Neng boleh ngerokok nggak?”

“Boleh sama Aa mah...”

“Ya udah mau ah...” ucap Dita yang langsung mengambil satu batang rokok.

“Tapi... gak tau sama teteh...” ucap Yas kemudian.

Dita pun langsung menyimpan kembali rokoknya dan kembali manyun.

“Hahaha... gak boleh yaaa cantik... nanti dimarahin lagi sama Bu Inne. Hahaha,” ucap Dela yang langsung menyandarkan kepala Dita ke pundaknya.

12

Yas dan Dita pun sudah di rumah, dan Dela memutuskan untuk menginap di kosan Dita karena kalau pulang sudah terlalu malam dan besoknya ada kuliah pagi. Dita pun demikian, hingga akhirnya Dita inisiatif akan membawa motor Yas ke kampus karena Yas ngantor siang.

Setelah makan dan mandi, Yas dan Dita pun berada di ruang tengah. Dita saat itu meminta bantuan tugas kuliah kepada Yas, dan ada beberapa materi yang belum dimengerti oleh Dita tentang sosiologi. Yas menjelaskan materi itu kepada Dita dengan jelas dan dengan sudut pandang yang lebih mudah dimengerti oleh Dita. Memang, Yas ini cukup pandai dalam menyederhanakan bahasa yang rumit menjadi bahasa yang lebih mudah dimengerti tanpa mengurani esensinya.

“Semoga kamu bisa pandai kaya Mas Yassar ya, Nak...” ucap Bude yang hendak pamitan, di sampingnya ada anaknya, Gono yang sedari tadi melihat-lihat video di yutub ponsel Dita.

“Hooh... hooh... Mas Yasal kewleeennn...” jawab Gono polos sembari mengangkat jempolnya ke arah Bude.

“Hahaha... iiiii... gemeshhh banget si kamuuu...” ucap Dita yang mengunyel pipi Gono.

“Nginep sini yaaa... bobonya sama ateu yaaa...” sambungnya.

“Ndak mau ah, Mbak Dita suka nangis-nangis uh-ah bobonya...” jawab Gono.

Dita terbelalak matanya, lalu tertawa-tawa kemudian.

“Mas, Non... bude pamit yaaa...” ucap Bude kemudian yang langsung memangku anaknya.

“Dadah Mas Yasal, Mbak Ditaaa... nanti jangan uh-ah lagi ya bobonyaaa...” ucap Gono.

“Hahahaha...” Yas dan Dita tertawa bersamaan.

*flashback*

Saat itu, memang Gono pernah tidur siang di kamar Dita setelah cape bermain dengannya. Sedangkan Yas dan Inne sedang berbincang dengan Pakde dan Bude. Saat Dita ingin tertidur, tiba-tiba nafsunya bangkit dan bermasturbasi, Gono pun terbangun setengah tersadar dan melihat ke arah Dita yang sedang menelesupkan tangan kirinya ke dalam celana dan tangan kanannya meremas payudaranya yang terlihat.

“Hmmppphh... Mbak Dita nangis kenapa? Kok sambil maenin nen?” tanya Gono polos.

“Eh!” Dita pun kaget dan langsung merapikan bajunya.

“Nggak sayang... ayok bobo lagi yok sama ateu elus-elus kepalanya...” jawab Dita yang langsung mengeusap kepala Gono agar kembali tertidur.

“Mmmhhh... nen Mbak Dita gede yah sama kayak ibu...” jawab Gono.

“Hush... ayok bobo...”

Gono tau apa yang masih kelas 1 SD dan masih polos. Akhirnya mereka pun tertidur.

*flashback end*

Dita pun merapikan buku-buku dan catatannya saat tugasnya sudah selesai. Sedangkan Yas mulai merebahkan badannya di karpet.

“Makasih, Aa...!!!”

“Muach... hehe...” tetiba Dita mencium pipi Yas yang sedang rebahan.

“Ih apasih!” jawab Yas yang langsung mengelap pipinya dengan baju.

“Ih! Aa! Kok dilap? Jahat!”

Yas nyengir dan tertawa.

“Gak mau! Gak mau!”

“Muachhh... muachhh... muachhh...” Dita menyium lagi pipi Yas beberapa kali.

Yas pun mengelapnya lagi dengan nyengir.

“Ih! Aa!” ucap Dita melotot.

“Muachhh... muach... muachhh...”

“Hahahaha... apa sih Neng ih!” ucap Yassar.

“Emang kenapa diapus segala? Jijik?” tanya Dita.

“Enggak.”

“Terus kenapa?” tanya Dita melotot.

“Hahaha... ya udah mau dimarahin lagi sama teteh mah...”

“Ah! Aa mah gitu!”

“Hahaha...”

Kemudian Dita pun merebahkan badannya di samping Yassar, dan menaruh kepalanya di dada.

“Aa kenapa gak jadi dosen aja sih?”

“Kenapa emang?”

“Penjelasan Aa lebih mudah dimengerti dibanding dosen Neng ih, gak tau dosen teh riweuh itu mah susah ngerti, ketambah garing deuih kalo becandanya...”

“Ghibah...”

“Ih dengerin! Emang gitu tau dosen itu mah, tanya aja sama Dela kalo gak percaya mah...”

Yas pun teringat kembali kepada Dela, badan mulus dan kemontokannya terngiang-ngiang di kepala Yassar.

“Yeeehhh... malah bengong... muachhh...” ucap Dita seraya mencium bibir Yas.

“Eh! Gak tau ini otak teh konslet kayaknya mah euy...”

“Hahaha... mikirin mulu apa?”

“Kerjaan lah...”

“Teteh ngga?”

“Teteh juga.”

“Neng juga?”

“Iya.”

“Muachhh...” Dita pun kembali mencium Yassar.

Tapi, kini Yas menyambut ciumannya dan malah memagut bibir Dita yang manis. Dita sedikit menarik kepala karena kaget saat Yas menghisap bibirnya pelan. Dita pun tersenyum dengan bibir yang masih menempel dan memejamkan kembali matanya.

Dita pun membalas pagutan-pagutan Yas, ia yang sudah menunggu-nunggu momen ini tak menyia-nyiakan kesempatan. Ia berusaha tidak seagresif sebelumnya, membiarkan Yas menjelajahi bibir dan mulutnya.

“Hmmmppphhhh... mmmhhhh...” lenguh Dita saat mulai merasakan vaginanya mulai basah.

Mendengar lenguhan Dita, Yas seperti tersedar dan langsung menarik kepalanya. Pikirannya kembali normal. Ia melihat wajah Dita yang sudah nafsu dengan mata sayu dan napas yang tersenggal. Menyadari itu, Dita berusaha memenangkan momen kembali.

Dita tersenyum ke arah Yas, jemarinya mengusap-ngusap rambut dan kepala Yas. Ia tersenyum begitu cantik, sedangkan Yas masih dengan ekspresinya yang datar seakan memaksa otaknya bekerja secara normal.

“Nggak papa, A...” ucap Dita lembut seraya mengecup kening Yas.

Yas mulai menunjukkan kenyamanan, ia tak memperlihatkan penolakan. Perlahan Dita kembali memagut bibir Yas. Yas pun mulai menikmatinya dan tangannya kini melingkar di leher Dita seraya mengelus-ngelus lembut.

“Mmmmhhhh... hhhmmmppphhh... aaahhhh...” desah Dita, birahinya meluap-meluap.

Tangan Yas yang sedang mengelus kepalanya dipegang, lalu diarahkan ke payudaranya. Tapi, Dita tersadar, karena tak ingin merusak momen, ia ingin membiarkan Yas melakukannya tanpa paksaan.

Bibir mereka pun kembali saling memagut dan lidah saling membelit. Hingga akhirnya Yas bangkit dan menidurkan Dita, kini Yas yang berada di atasnya.

“Aaahhhh... hmmmpphhh... mmmmhhhh...” lenguhan kenikmatan Dita saat Yas mulai menyusuri lehernya yang semerbak nan mulus.

Yas menghisap dan mencium-cium kecil leher Dita. Ia menyusuri leher Dita secara bergantian dari kanan ke kiri sampai akhirnya berhenti di tengkuk dan daun telinga Dita.

“Aaaahhhh... mmmhhhhh... A... mmmhhh... geliii...” ucap Dita di tengah-tengah deruan napasnya yang menggebu.

Dita yang sudah tak tahan pun akhirnya menarik tangan Yas ke payudaranya.

Tanpa berucap dan hanya memandang saja ke arah Dita, Yas pun mengikuti arah tangan Dita. Yas melihat kening Dita sudah berkeringat meskipun sedikit.

Perlahan tangannya bergerak meremas secara lembut dan pelan.

“Mmmmhhhh... A... mmmhhhh... enak...”

“Enak?” tanya Yas pada Dita yang sedang memejamkan mata.

“Heem...” jawab Dita yang membuang muka karena malu.

Payudaranya masih terasa kenyal tak kendor sedikitpun, masih sama rasanya saat pertama kali menjamah di rumahnya.

Napas Dita semakin memburu, badannya mulai meliuk-liuk, pinggulnya mengangkat-ngangkat merasakan sensasi kedutan di vaginanya yang belum tersentuh.

Hingga beberapa saat, tangan Yas menyusup ke balik baju Dita dan mengelus-ngelus perutnya yang halus, sontak itu membuat Dita mendesah tak tertahan.

“Aaaahhhh...”

Dita membuka matanya yang sudah merah menatap ke arah Yassar. Yas pun kembali melumat bibirnya yang manis. Perlahan kini tangan Yas sudah mencapai payudaranya yang masih terbungkus bra.

Tiba-tiba tangan Dita menahannya. Yas pun kaget dan mulai menarik bibirnya dari pagutan.

“A... pindah ke sofa, Neng gak enak sakit punggung...” ucap Dita parau.

Yas pun tersenyum dan mencubit pipi Dita.

“Ih! Aa! Sakit!” rengeknya.

“Muach...” Yas langsung mencium pipinya.

Diraihnya tangan Dita dan langsung dipangku ditidurkan di sofa.

“Nambah berat, kiloan naek?” tanya Yas saat memangku Dita.

“Kayaknya iya deh, A...”

“Pantes...”

“Biarin ah, biar ngisi badannya kaya teteh.”

Yas pun nyengir dan mulai mencumbui lagi Dita.

Kini posisinya Yas berada di antara tengah-tengah paha Dita yang sudah dibuka lebar oleh dirinya. Saat tubuh Yas menindihnya, pinggul Dita langsung menyambut ke atas karena vaginanya sudah terasa berkedut sedari tadi.

Saat Yas tengah sibuk memagut dan menghisap leher Dita, Dita pun mendorong Yas perlahan. Yas pun kembali menapat wajah Dita yang langsung menarik punggungnya ke depan dan segera melapaskan kaosnya.

Mata Yas terbelalak seketika saat melihat bulatan indah payudara Dita yang menyembul di balik bra nya.

“Buka sendiri sama Aa...” ucap Dita yang kemudian menarik leher Yas untuk memagut lagi bibirnya.

Yas kembali menjilati leher Dita dengan lembut.

“Aaaahhhh... hhhmmmppphhhh... aaaaahhhhh...” desah Dita.

Kecupan dan jilatan Yas sudah mulai turun menuju tenggorokan dan dada Dita. Sedangkan Dita di tengah lenguhan-lenguhannya berusaha membuka baju Yas dan menariknya sampai kepala. Seketika Dita pun terkesima dengan badan Yas yang jadi dan kering. Dita pun semakin bernafsu dan menarik kepala Yas ke dadanya. Yas tak tinggal diam, ia langsung mengecup dan menjilati dada Dita, tangannya pun meraih punggung Dita untuk melepaskan pengait bra yang masih terkunci.

*ckleeekkk...”

Bra Dita pun sudah longgar, tapi Yas masih belum melepasnya. Masih melanjutnya menjelajahi bagian payudara atasnya tanpa menyentuhnya dengan tangan. Hal itu pun membuat Dita tak tahan, akhirnya tangan Yas diarahkan kembali ke payudaranya untuk meremasnya.

“Aaaaahhhh... enakkk... Aa.... mmmhhhh...” lenguh Dita saat Yas meremas payudara kirinya.

“Mmmmhhhh... Aaaahhhh...” kepala Yas semakin ditenggelamkan di payudaranya yang sekal.

“Perasaan dulu nggak segede ini, Neng...” ucap Yas.

Dita hanya tersenyum dan membuang muka ke kiri, malu tak berani menatap Yas.

“Udah, tinggal nikmatin aja...” jawab Dita malu-malu.

“Oh iya kan dulu lampunya gelap jadi gak keliatan jelas, hehe...” ucap Yas.

“Hmmm... ya udah nih...” jawab Dita yang tiba-tiba melepas bra nya dan melempar ke bawah.

Yas pun terbelalak melihat keindahan payudara Dita, meskpun posisinya sedang berbaring, tapi payudaranya tetap menunjukkan bulat yang menggoda.

“Biasa aja kali liatnya, kayak gak pernah liat yang punya teteh aja...” jawab Dita seraya mengelus rambut Yas.

“Kan baru liat, wajar kalo terpesona...” ucap Yas nyengir.

“Hadeuh... ka mana wae Aa? Lagian dianggurin mulu...” jawab Dita meledek.

Tiba-tiba tangan Yas pun mengelus vagina Dita yang masih terbungkus kolor pendeknya. Jari Yas merasakan sudah becek saat mengelusnya.

“Aaaahhh...!!! Aaahhh...!!! Mmmhhh... aaahhhh...” ucap Dita mendesah kaget, pinggulnya naik turun mengikuti gerakan jari Yas.

“Aa ih! Kaget tauuu...” rengeknya

“Ada banjir nih...” ledek Yas.

“Hhhmmm... Aa! Ih!”

Tangan Dita pun tak kalah usil, dengan cepat kedua tangannya menarik kolor Yas beserta cdnya ke bawah. Hingga terpampanglah penis Yassar yang sudah berdiri dengan tegak. Yas pun gelagapan karena kaget, tapi tangannya ditahan oleh Dita.

“Apaaa...??? Hihi... wleee...” ledek Dita yang kini sudah menggenggam batas penisnya.

“Mmmhhh...” lenguh Yassar mendapatkan serangan mendadak.

Yas pun tak tinggal diam, ia segera menyerbu payudara Dita yang sedari tadi sudah menggodanya. Lidahnya perlahan mengitari areolanya, putingnya tak tersentuh sama sekali oleh sapuan lidah Yas. Sedangkan Dita mulai mengocok penis Yas dengan lembut dan tak bisa konsisten karena sapuan lidah Yas di payudaranya.

Dita melepaskan tangannya dari penis Yas dan memegang payudaranya sendiri untuk mengarahkan putingnya ke mulut Yas.

“Iseppp Aa sayaaanggg... jangan giniin Neng... ahhhh... mmmhhhh...”

Yas pun tersenyum dan langsung menyedot puting payudara Dita yang sudah mencuat dan mengeras.

“Aaaaahhhh... mmmmmhhhhh... hhhhmmmpppphhhh... aaaaahhhh... enak Aa sayang...”

Kedua tangan Dita bergerak ke bawah pantatnya dan menarik celananya ke bawah karena vaginanya sudah sangat gatal dan berkedut.

Saat akan mengangkat pinggulnya untuk meloloskan celana, pinggul Yas menekannya ke bawah hingga penis dan bagian atas vaginanya yang ditumbuhi bulu beradu.

“Aaaahhh...!!! aaahhhh...!!! mmmhhhh...”

Celana Dita hanya lolos sampai lutut karena terhalang oleh badan Yas yang sedang menindih dan sibuk menghisap payudaranya.

“Sssshhhh... aaaahhhh... mmmmhhhh...”

Tangan kanan Yas pun inisiatif untuk turun menyusuri perut Dita, badan Yas sedikit dicondongkan ke kiri. Lalu dita pun meloloskan celananya hanya dengan kaki.

Jemari Yas pun hinggap di vagina Dita.

“Aaaahhh...!!! Aaaahhhh...!!! Sssshhhh...!!!” pinggul Dita semakin terangkat saat jemari Yas mengusap-ngusap vaginanya yang sudah becek.

Yas pun memandangi seluruh lekuk tubuh Dita yang sudah telanjang bulat di hadapannya. Wajah Dita sedang menikmati kenikmatan-kenikmatan sentuhan jemari Yas di vaginanya. Payudaranya berguncang-guncang sesuai dengan hentakan-hentakan pinggul Dita yang terangkat-angkat.

Sungguh tubuh yang sempurna, tubuh yang baru kali ini Yas bisa melihatnya secara full body. Itu adalah pertama kalinya Yas melihat Dita tanpa busana. Lipatan lemak yang sedikit di perutnya menambah kesan seksi. Setelah dipikir-pikir tubuh Dita pun tak kalah menarik dibandingkan Dela, tapi memang Dela lebih sedikit busty.

Dita perlahan bangkit dan meraih penis Yas yang sedari tadi dianggurkan oleh dirinya, ia mulai mengocoknya, Yas mulai merem melek dibuatnya.

“Aa ke mana aja baru nyadar Neng punya body gini?” godanya dengan nada manja seraya menatap Yas yang sedang merem melek.

Yas mencubit pipi Dita seraya tersenyum.

“Hmmm lengketnya sama Kak Ojay terus sih, sampe gak keperhatiin adeknya sendiri juga gak kalah saing! Huuu...!!!” sambungnya seraya menjulurkan lidah.

“Aa nafsu nggak udah liat Neng bugil gini?” tambahnya.

“Siapa yang nggak nafsu, Aa juga hamba yang punya hawa nafsu...” jawab Yas nyengir.

“Huh! Kudu tataranjang heula emang, dasar!”

Yas iseng, saat Dita berbicara, penisnya ditempelkan ke mulut Dita.

“Hmmmpphhh... apa coba ini ih! Aa! Hahaha...” ucap Dita.

Yas tersenyum. Dita perlahan menjulurkan lidahnya ke penis Yas seraya memandang ke matanya.

“Hmmmpphhh...” lenguh Yas saat ujung lidah Dita mengenai permukaan penisnya.

“Mmmhhh... ahhhh... mmmhhhh... aaahhhh...” lenguh Dita saat jemari Yas mulai menggesek-gesek klitorisnya.

“Mmmhhhh Aa sayanggg... udah dulu nanti Neng keluar... aaahhhh... mmmhhhhh...” desahnya.

Yas pun melepaskan jarinya yang basah dan mendekatkan ke mulut Dita.

“Iiiihhh basahhh...” ucap Dita.

“Hmmmmhhh nanti duluuuu...” rengek Dita sembari merapatkan pahanya saat jemari Yas kembali mengusap-ngusap vaginanya.

Dita tanpa basa-basi langsung memasukan penis Yas ke dalam mulutnya, lidahnya menyapu-nyapu bagian bawah penisnya.

“Aaarrgghhh... hhhmmpphhh...” lengus Yas tertahan.

“Hhhmmpphhh sslllrrpppp... sssllrrrppp... ssslllrrrppp...” Dita mulai memblowjob Yas dengan pelan.

Yas pun demikian, karena keenakan ia memaju mundurkan pinggulnya mengikuti gerakan kepala Dita. Setelah beberapa menit, Yas menahan kepala Dita.

“Hmmmpphhh...” Dita protes yang belum mengeluarkan penis Yas dari mulutnya.

“Hsshhh... udah dulu...”

Dita pun melepaskan kulumannya.

“Kenapaaa... muncratin aja di mulut Neng...” rengeknya.

“Sssshhhh...” ucap Yassar.

Yas pun beralih ke paha Dita dan membukanya lebar-lebar, perlahan kepala Yas didekatkan ke arah vagina Dita.

“Hhmmmpphhh...” Yas mengendus aroma vagina Dita.

“Aaahhhh...” lenguh Dita.

“Wangi nggak, Aa sayang...?” tanya Dita kemudian.

Yas mengangguk.

“Wangi aromanya...” sambung Yas.

Dita tersenyum seraya mengelus-ngelus rambut Yas.

“Aaaahhhh... mmmmhhhh... aaaahhhhh... aaaahhhh...” desah Dita saat lidah Yas menyapu vaginanya.

“Aaaahhh... mmmhhh... hhhmmpppphhh... aarrgghhh...”

Dita tak henti-hentinya melenguh dan mendesah saat mulut Yas menjelajahi inci demi inci vaginanya. Saat menghisap klitorisnya perlahan telunjuk Yas diarahkan ke lubang vaginanya dan memasukannya pelan-pelan.

“Aaaahhh...!!! Aa perihhh...” rengek Dita reflek menjepit kepala Yas.

“Ah bener, masih segel... sesuai perkataannya,” ucap Yas dalam hati.

Yas pun melanjutkan menjilati vagina Dita, kini telunjuknya hanya mengelus-ngelus lubang vaginanya saja yang terus berkedut-kedut saat lidah Yas menyapunya.

Selang beberapa lama, Dita sudah tak kuat lagi menahan puncak birahinya, rambut Yas diremas-remas, pinggulnya semakin menekan-nekan wajah Yas.

“Aaaahhhhh... mmmhhh... aaaaahhhhh... aaaahhhh...”

“Aaaahhh Aa.... Neng.... mau.... aahhhh... keluar.... aaahhhh...”

“Aaaahhhhh... aaaahhhh....”

“Aaaahhhh...!!!”

Namun tiba-tiba Yas menarik kepalanya, pinggul Dita masih bergerak-gerak mencari kenikmatan yang hilang begitu saja di vaginanya.

“Aaaaahhh... Aa kenapa dilepasss... Neng mau keluarrr... Aa... Aaaaa...” rengek Dita.

Wajah Dita memelas, tangannya mencari-cari tangan Yas gelagapan. Vaginanya masih terasa berkedut-kedut di ujung tanduk.

“Aaaaa... Aa pleassee... lanjutin... aaa...” rengek Dita mengaduh.

“Hm? Apa?” goda Yas.

“Aaaaa Aa... aku mau keluar... kedut-kedut tau...”

“Apanya kedut-kedut?”

“Iniiiinyaaa... Aa ih!” jawab Dita sembari merenggangkan pahanya lebar-lebar.

Yas tersenyum genit pada Dita.

Dita pun menyadari kejahilan Yas. Ia pun segera bangkit menarik kepala Yas ke payudaranya, sedangkan tangan kirinya mengusap-ngusap vaginanya sendiri.

“Hhhmmhhh sslllrrppp... sssllrrrppp... sslllrrppp...” Yas mulai menghisap puting payudara Dita dengan kencang.

“Aaaahhhh... aaahhhh... enak banget Aa sayang...” Dita kembali mendesah, kenikmatannya kembali hinggap.

“Sslllrrpppp... ssslllrrppp... ssllrrppp...” sesekali Yas menggigit putingnya.

“Aaaahhh... hhmmmhhh... aaahhhh... memek aku kedut-kedut Aa sayaaaangg...”

Mendengar Dita yang berucap vulgar, semakin membuat Yas bernafsu.

Yas pun kembai menindih Dita, tangan Dita pun dialihkan Yas. Kini batang penisnya sudah menggesek-gesek vagina Dita.

“Aaaaahhhh... aaaahhhh... enak Aa sayang... aaahhhh... memek Neng gatel...” desah Dita, wajahnya dipenuhi dengan keringat yang membuat lebih cantik.

Yas perlahan mengarahkan ujung penisnya ke lubang vagina Dita.

“Aaaahhhh... mmmhhhhh... aahhhhh... mmmhhhh...” lenguh Dita.

“Neng...” ucap Yas.

“Mmmpphhh... hhmmpphhh... iya masukin aja Aa sayang...” respons Dita seakan sudah menebaknya.

Pinggul Yas perlahan mendorong, beberapa kali gagal terpeleset, padahal vagina Dita sudah sangat becek.

Yas menggesek-gesekan lagi ujung penisnya, vagina Dita yang sudah terbuka lebar tapi masih sempit karena belum ada barang apapun yang masuk.

Kembali Yas mengarahkan ujung penisnya ke lubang vagina Dita dan menekannya perlahan. Berulang-ulang Yas melakukan itu sampai akhirnya kepala penisnya berhasil masuk dan terhalang oleh selaput daranya.

Yas menggoyangkan pinggulnya perlahan agar Dita tidak merasakan sakit.

“Aaaahhhh... aaahhhh... mmmhhhh... aaahhhh... terus A... hhmmmphhh...”

Yas pun menggoyangkan pinggulnya semakin dalam dan perlahan, terasa sedikit perih di ujung penis Yas, ia pun megendurkan lagi serangannya.

Sampai akhirnya saat Yas berusaha menekannya lebih dalam lagi, badan Dita mengejang.

Yas merasakan vagina Dita berkontraksi kuat, ujung penisnya dijepit oleh lubang vagina Dita.

“Aaaaahhhh... aaaahhhhh... aaahhhh... aaahhh... aaaahhhh...”

“Ccrrtt... ccrrttt... crrrtt... ccrrtt... ccrrttt...”

Kepala Dita mendongak ke atas, lehernya mengkilap karena keringatnya, payudaranya berguncang mengikuti gerakan pinggulnya yang terhentak-hentak.

Penis Yas pun terlepas karena semprotan cairan orgasme Dita, Yas hanya memandangi Dita yang sedang menikmati puncak kenikmatan dengan tubuh yang bergetar dan mengejang. Tubuh indahnya sungguh menggoda, ia pun kembali mengesekan penisnya yang masih tegang ke vagina Dita saat orgasme nya reda.

Tapi saat melihat wajah Dita yang kelelahan dan peluh yang bercucuran, Yas jadi iba, seketika ia tersenyum seraya melepaskan penisnya di vagina Dita yang masih berkedut.

Ia pun merebahkan diri di samping Dita yang sedang terengah-engah.

“Muachhh...” kecup Yas di kening Dita.

“Enak?” tanyanya kemudian.

Dita tersenyum di tengah napasnya yang masih tersenggal.

Yas pun mengelus-ngelus kepala Dita dengan perasaan yang tentram, tapi tidak dengan penisnya yang seakan protes.

Dita pun membalikan badannya menempatkan kepalanya di dada Yas dan memeluknya. Ia masih belum berucap. Matanya masih terpejam, tapi di bibirnya tersungging senyuman manis merekah. Yas megecup kembali kening Dita dan mengelusnya.

Tak lama, dengkuran halus terdengar begitu lembut di telinga Yas, menandakan si cantik terlelap di dalam dekapannya. Garis senyuman terukir jelas di wajah Yas malam itu. Selimut yang tergeletak di pinggiran sofa ditarik untuk menutupi tubuh mereka berdua.

“Good night, Mas. Selamat beristirahat, aku rindu...” isi notif di ponsel Yas saat mereka sudah larut nan damai dalam dekapan malam yang hangat.

(bersambung).
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd