Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG PENGIKUT ALUR (A SLICE OF LIFE & SEX)

Bidadari pendamping Yas favorit suhu di sini?

  • Inne

  • Dita

  • Ojay


Hasil hanya dapat dilihat setelah memilih.
Sepertinya bakal menguras emosi air mata pembaca ini wkwkkkk, btw dgn keluarga inne blm clear masih gelap, namun sdh ada cluenya yg cukup bikin yas begidik hahaha.. di sisi lain ada ojay sosok diam² menghanyutkan yg siap menangkap merpati yg patah sayapnya.. 🤣
 
Sepertinya bakal menguras emosi air mata pembaca ini wkwkkkk, btw dgn keluarga inne blm clear masih gelap, namun sdh ada cluenya yg cukup bikin yas begidik hahaha.. di sisi lain ada ojay sosok diam² menghanyutkan yg siap menangkap merpati yg patah sayapnya.. 🤣
Wanjayyy wanjay wanjay🤣
 
Cerita nya mantap berasa terhanyut dalam kisah a iyas , ga bisa ditebak kemana takdir akan membawa iyas berlabuh , apakah akan dibawa ke lautan dengan ombak yang bikin bingung atau bermuara ke sungai yang lurus dan beriak tenang....
 
Cerita nya mantap berasa terhanyut dalam kisah a iyas , ga bisa ditebak kemana takdir akan membawa iyas berlabuh , apakah akan dibawa ke lautan dengan ombak yang bikin bingung atau bermuara ke sungai yang lurus dan beriak tenang....
Asal jangan terbawa nafsu birahi aja hu, bahaya🤣
 
Bimabet
20

“Oh iya, Bu. Syukur alhamdulillah kalo udah mendingan,” ucap Ojay pada Bibi.

“Iya, Mbak. Baru aja tadi Ibu tidur, udah minum obat soalnya,” kata Bibi.

Ojay langsung berbincang dengan Bibi menanyakan perihal kesehatan Ibu. Aku menjemputnya di lobby RS ketika ia baru sampai. Sebelumnya, aku memperkenalkan kepada Bibi, sehingga Bibi tahu siapa itu Ojay.

Tak lama setelah itu Teh Ola dan A Ogoy pun kembali yang telah selesai makan.

“Eeehhh... siapa iniii? Repot-repot jengukin atuh, Mbak,” ucap Teh Ola yang langsung menghampiri Ojay dan bercipika-cipiki.

“Eh iya, Kak. Hehe...”

Kemudian mereka langsung berbincang-bincang. Karena memang Teh Ola sudah mengetahui Ojay sebelumnya.

“Siapa lagiii...???” tanya A Ogoy setengah berbisik kepadaku sembari mencengkram leherku.

“Eh! Eh! Itu temen kantor, A. Anaknya Bu Bosss...”

“Ooohhh, aman kan?”

“Amaaannn...” jawabku.

Ojay terlihat nyaman berbincang dengan Teh Ola dan Bibi, aku tak ikut nimbrung karena asik berjibaku dengan A Ogoy.

“Manis euy...”

“Apa manis?”

“Iniii... teh manis, ekhm...” jawab A Ogoy sembari matanya melirik ke arah Ojay.

“Bilangin ke Teteh jangan?”

“Ribut?

“Gasss...” jawabku sembari memasang kuda-kuda.

Kami pun tertawa karena itu.

“Heh! Berisik! Apaan sih! Kalian ribut mulu!” ucap Teteh.

“Ampun, teu di mana teu di mana!” sambung Bibi.

“Hehe...” jawabku bersamaan dengan A Ogoy.

“Capek da aku mah liat mereka kayak gitu terus...” ucap Teh Ola pada Ojay.

“Haha... rame ya, Kak! Gak sepi jadinya,” balas Ojay.

“Ya gitu, berisik, Mbak. Gak di rumah gak di sini tetep aja gitu, gak beda.”

Ojay pun cukup lama berbincang-bincang kurang lebih satu jam dan Ibu pun masih terlelap. Akhirnya Ojay pun bersiap-siap untuk pamitan setelah bercakap-cakap denganku sebentar.

“Kak... aku pamit dulu ya, ini mau ada acara lagi...” ucap Ojay.

“Bibi, aku pamit yaa...” sambungnya.

“Oh iya-iya mangga, makasih ya udah jenguk. Segala repot-repot ah,” jawab Teteh.

Kemudian Ojay pun salim kepada A Ogoy setelah cipika-cipiki dengan Teh Ola juga Bibi.

“Nanti aku sampein ya ke Ibu...” ucap Teteh.

“A, anterin,” sambungnya padaku.

“Oh, siap!”

Ojay pun tersenyum ke arahku.

Setelah bercakap-cakap untuk yang ke sekian kalinya aku pun berjalan keluar bersama Ojay.

“Jay, makasih ya udah nyempetin nengok ibu,” ucapku.

“Iya, Mas. Lagian kamu sih, Mas, gak ada kabar-kabaran.”

“Oh iya, Mas. Aku udah bilang ke mama. Kata mama kamu boleh cuti, Mas. Sampe ibu pulih...”

“Oalah, Bu Bos udah tau... oke deh, makasih ya, Jay.”

“Udah ah berisik, makasih mulu.”

“Mas aku pengen ke toilet dulu deh, di mana ya?” sambungnya.

“Di sebelah sini, hayu...”

“Kebelet dari tadi hehe...”

“Bukannya bilang dari tadi.”

“Gak enak ah.”

“Oh, mau pipis enak?” godaku.

“Hah? Ih! Apan sih, Mas!” jawabnya dengan muka memerah dan langsung mencubit perutku.

“Hahaha... becanda...”

“Hmmm tau ah.”

“Tuh sebelah sana...” ucapku sambil menunjuk dengan tanganku.

“Kok sepi, Mas.”

“Ya ndak tauuu...”

“Nggak, tuh ada orang...” sambungku setelah melihat ada yang keluar dari toilet.

“Ya udah deh, tungguin, Mas.”

“Iya.”

Ia pun melangkahkan kaki menuju toilet. Aku menunggunya di luar. Tak selang beberapa lama ponselku berbunyi. Kulihat ada pesan masuk.

“Aa...” pesan dari Dita.

“Kenapa, Neng?” balasku.

“Aa ih, udah lama gak ketemu... Besok, Neng mau ke Jogja lagi...”

“Udah masuk kuliah?”

“Nggak, ada proyekan sama dosen.”

“Aa, Neng pengen ketemu dulu sebelum berangkat ke Jogja, bisa gak?”

“Iya nanti dikabarin, Neng.”

“Okedeh, hehe. Makasih Aa sayang...”

Ojay pun sudah keluar dari toilet dan berjalan ke arahku.

“Udah?” ucapku.

Ia hanya mengangguk.

“Ya udah yuk!”

Tapi ia malah diam, menatapku.

“Loh, malah diem. Hayu...”

Ia pun kemudian berjalan, namun dengan kepala menunduk.

“Kenapa, Jay...”

“Hmmm, nggak...”

“Ish, kenapa sih? Kok jadi beda gini?”

“Coba ngomong coba, kenapa Ojaynya kenapa?” sambungku.

“Hhhmmm, ya udah. Tapi, jangan sewot.”

“Iya, nggak...”

“Aku... mmm... ah nggak ah! Hayu aja hayu...” ucapnya seraya kembali berjalan lagi.

“Dih... kenapa nggak?”

Ia berjalan mendekat ke arahku dengan tatapan yang sayu dan langsung menggenggam tanganku.

“Masss... aku nafsu...”

*deggg...*

Aku tak menyangka kalimat itu akan keluar dari mulut Ojay.

“Hah?” responsku.

“Ih! Mas! Aku sangeee...”

“Jay! Kenapa kok bisa?”

“Gak tauuu...”

“Kontrol, coba tahan, tarik nafas...”

Ia malah memelukku, aku pun celingak-celinguk khawatir ada orang yang melihat kami. Apalagi sedang di toilet. Mataku langsung memutar ke berbagai sudut untuk memastikan ada cctv atau tidak.

“Jay... Jay... nanti ada orang, Jay...” ucapku mengingatkannya.

“Ya udah sini hayu, ikut!” jawabnya yang langsung menarik tanganku.

“Jay! Mau ke mana, Jay?”

“Biar nggak ada orang yang liat!” jawabnya.

Ia pun menarik tanganku memasuki ke toilet.

“ckrekkk...” suara pintu toilet yang dikunci oleh tangan Ojay.

Aku masih diam, memandanginya. Otakku masih sedang dalam proses, tak ada nafsu, karena lebih ke khawatir akan ketahuan orang lain.

“Mau ngapain?” tanyaku tersenyum.

“Kan biar nggak ada yang liat aku meluknya, Mas. Hehe...”

Aku menggelengkan kepala.

“Iya terus di sini mau ngapain?” tanyaku memancing.

Ojay sudah memelukku kembali, wajahnya tepat berada di sampingku, menelusup ke leherku. Aku pun mengelus-ngelus punggungnya.

“Mas, aku kangennn...”

“Iya... iyaaa...” balasku yang masih mengelus punggungnya.

“Tadi katanya sange...” sambungku.

“Ih! Mas! Kangeeennn...”

“Iyaaa... iyaaa... Jay iyaaa...”

Tak lama, Ojay pun menarik wajahnya dari bahuku, kini ia menatap mataku sembari tersenyum.

“Mwahhh...” aku langsung mengecup bibirnya.

“Ih! Mas!”

“Hehe...”

*krekeeeekkk...* suara pintu berdecit.

Aku dan Ojay saling tatap muka, sama-sama menyadari ada seseorang yang memasuki toilet. Untungnya pintu toilet ini full, jadi kaki bagian bawah tidak terlihat dari luar.

Aku menempelkan telunjuk ke bibir memberi tahu agar tak bersuara kepada Ojay.

Kami saling diam beberapa menit, sampai mendengar suara flush. Perlahan suara langkah kaki terdengar semakin dekat ke arah kami. Aku semakin tegang, begitupun dengan Ojay yang semakin erat memelukku, menenggelamkan wajahnya di dadaku.

Untungnya suara langkah kaki itu tak berhenti di depan pintu kami, ia langsung pergi dan kembali menutup pintu toilenya.

“Fyuhhh...” ucapku lega.

“Hehehe, tegang gak, Mas?” tanya Ojay nyengir.

“Iya lah, kalo ketauan gimana.”

“Udah ah, yuk keluar,” sambungku.

“Ih! Bentar lagi! Jangan duluuu...”

Ojay seperti ingin memulai sesuatu, namun masih malu-malu kucing dan kaku. Baru hanya berani memeluk dan mengendus-ngendus area leher dan bahuku saja.

Aku yang tak sudah menentu, antara sudah ngaceng dan takut ketahuan segera memulai inisiatif melumat bibirnya.

“Mwwaaahhh... mmhhh... hmmpphhh... sllrrpp... slllrrrpp...”

“Emmhhh... Mas... hhmmm... sllrrpp...”

Ojay langsung merespons lumatanku yang sudah menahan birahinya dari tadi.

“Sssttt... jangan kenceng-kenceng yaaa...”

“Heem, Mas... aaahhh... mmmhhhh...”

Aku kembali melumat dan menghisap bibirnya.

“Mwahhh... sslllrrpp... slrrrppp... sssllrrppp...”

“Jay, aroma bibirmu enak. Ini yang bikin aku terngiang-ngiang mulu... mwahhh... slllrrppp... slllrrppp... ssslllrrrpppp...”

“Ih! Hihihiii...” balasnya yang melepaskan pagutanku.

“Masa iya, Mas?”

“Iya, serius, Jay. Aromanya bikin susah tidur, hehe...”

“Hihi, Mas! Bisa aja!” ucapnya dengan pipi yang merona.

Aku pun kembali melumat bibirnya dengan lembut dan nafsu.

“Mwahhh... hmmpphhh... mmhhh... sssllrrrppp... sssllrrrppp...”

Tanganku tak tinggal diam, kini sudah menjamah payudaranya yang masih tertutup baju.

“Aaahhh... mmhhh... Masss...”

Ia membuka kancing bajunya perlahan-lahan, hingga kini terlihat payudaranya yang sekal dan putih masih terutup oleh bh nya yang berwarna hitam. Melihat itu, aku tak sabar lagi ingin mengecup payudaranya.

“Mwahhh... hmmmhhhhh... mmmpphhh” aku mencium dan mengendus-ngendus payudaranya.

Teksturnya sangat halus, aromanya wangi. Zat feromon nya langsung menyeruak masuk ke dalam hidungku. Rupanya aroma zat ini yang membuatku tergila-gila dengan Ojay. Sejenak kualihkan endusanku di payudaranya menuju bibirnya untuk memastikan aroma yang sama.

“Mwahhh... mmhhhhh... sslllrrppp... sssslllrrrppp...”

Perlahan tangan kananku menyingkapkan cup bra nya ke atas. Kini tanganku bisa meremas dan memainkan payudaranya dengan bebas.

“Aaaaahhhh... Mas... aaahhh enak, Masss... mmhhhh... aaahhhh...” desah Ojay lembut, tangannya berusaha menutupi mulutnya agar desahannya tak terlalu kencang.

Sementara itu, tangan kiri Ojay kini sudah mengusap-ngusap batangku yang sudah mengeras di balik celana. Aku semakin bernafsu karena batangku dielus-elus olehnya. Kini tanganku menyingkapkan rok plisketnya sampai pinggang. Perlahan kuraba paha bagian dalamnya dengan halus.

“Maassss... aaaahhhh... aaaahhhh...” tubuh Ojay mulai kelojotan.

Ia mendapatkan serangan double dariku, mulut dan lidahku yang sedang menghisap serta menyapu-nyapu putingnya dan tanganku yang sedang mengelus-ngelus paha lembutnya yang licin.

“Maassss... aaahhh... aku gak tahan, Massss... aaahhhh... eeemmmhhhh... hhmmpphhh...”

Tangaku langsung menari-nari masuk ke dalam cd nya yang ternyata sudah sangat-sangat banjir. Perlahan kugerakan jari tengahku menelusuri garis vaginanya dari atas ke bawah.

“Aaaahhhhh... aaaaaahhhhh...” pinggulnya terangkat-angkat gara-gara itu.

Ia pun semakin erat membekap mulutnya sendiri dengan tangan kanannya. Dahinya mengkerut, matanya tertutup rapat.

Jariku tengahku semakin aktif mengeksplorasi vaginanya. Aku mainkan klitorisnya yang sudah mengeras, ia semakin mengerang manja. Aku pun sudah tak tahan, segera aku jongkok dan membukakan pahanya, kuarahkan kaki kanannya dan dinaikan ke atas flush.

“Ih! Mas! Mau diapain... Mas, maluuu...” kini kedua tangannya berusaha menutupi vaginanya yang sudah merah dan basah.

“Nikmatin aja yaaa sayaaanngggg...” balasku yang dengan lembut menyingkirkan tangannya.

Perlahan kukecup pahanya, aku endus dengan perlahan. Aroma kulitnya yang khas semakin memabukanku. Hingga akhirnya hidungku mencium vaginanya.

“Aaahhh... Massss... geliii... Masss... jorok, Masss...” ucapnya.

Kedua tanganku membukakan vaginanya perlahan, sungguh pemandangan yang indah. Vagina yang masih suci, selaput daranya bisa kulihat dengan jelas dan berkedut-kedut. Vaginanya sangat bersih, mungkin vagina Ojay adalah vagina terindah yang pernah kulihat. Vagina mantanku dulu Verra dan Inne sedikit lebih gelap bila dibandingan dengan milik Ojay.

“Sssllrrrrppp... ssslllrrrppp... ssslllrrrpppp... mwahhh... hmmmpphhh...” aku menghisap vaginanya dengan gemas.

“Aaaahhh... Maaassss... Maaassss... Hmmmpphhhh... Mashhhh kokkk aaahhh... nikmat banget, Masss...” ia mengerang keenakan, kulihat ekspresi wajahnya yang membuatku semakin bernafsu.

“Sssslllrrppp... ssslllrrrpppp... ssllrrrpppp...” aku semakin lupa diri menciumi, menghisap, dan menjilat vaginanya.

Jari tengahku perlahan mengusap-ngusap lubangnya selagi lidahku menari-nari di klitorisnya.

“Emmhhh... Maaassss... itu diapain lagi... haaahhhh... hmmmmmhhhh...” ia semakin kelojotan. Nafasnya tersenggal-senggal, hidungnya kembang kempis dan dahinya mengkerut menahan kenikmatan oral seks yang baru pertama ia rasakan.

“Assshhhh... mmhhh... Massss awas!!! Aku pengen pipisss...”

Aku segera menarik wajahku dan menjauh dari selangkangannya.

“Crrrrtttt... crrrtttt... serrrr... wwwwwrrrrrr... criiiittt...” Ojay orgasme dan ejakulasi squirt.

Ia beberapa kali menyemburkan cairannya ke lantai toilet. Untung saja aku tak kemakan nafsu sendiri saat Ojay memberitahuku ia akan keluar.

“Aaaahhhh... Maaassss... hahhhh... hahhhhh... haahhhh...” ucapnya seraya memelukku dengan nafas yang masih tersenggal dengan kaki mengangkang. Badannya pun mengejang bergetar.

Kurasakan badannya begitu lemas, sehingga lututnya sedikit bergetar menahan kenikmatan yang masih tersisa di vaginanya dan sesekali masih menyemburkan cairan sisa ejakulasinya.

“Enak sayaaanggg?” ucapku tersenyum dan mengecup keningnya.

“Enak banget sayang haahhh... hahhh...” jawabnya masih tersenggal.

Perlahan aku bantu untuk membuatnya berdiri dengan benar, kurapihkan kerudungnya, kubetulkan kembali branya, kukancingkan lagi bajunya, kubetulkan cdnya, kulap dengan tissue pahanya yang basah terkena cairannya sendiri. Ia masih mengatur nafasnya untuk mejadi normal, sesekali kulihat ia menutupi wajahnya dengan kedua tangan.

“Udah yaaa... cuppp...” ucapku yang mengecup keningnya lagi.

Ia kemudian memelukku dengan erat.

“Eh! Eh! Kan udahhh... yuk! Nanti ketauan kan berabe...”

“Mas, gak papa kan kalo aku lagi nafsu kayak barusan terus bilang ke kamu, Mas?”

“Ish, gak papa dong sayang... Daripada kamu nantinya malah jadi uring-uringan dan nyari pelampiasan di luar sana.”

“Iya, Mas. Aku juga takutnya gitu. Seenggaknya aku lebih tenang kalo bilangnya ke kamu, Mas. Soalnya kamu orang yang udah aku percaya.

“Iyaaa... Jay... iyaaa... yuk udah yuk!” ucapku seraya mengelus punggungnya.

“Hihi, iya, Mas... mwahhhh...” jawabnya seraya mengecup bibirku.

Kemudian aku suruh Ojay keluar toilet duluan dan memastikan keadaan aman. Sebelum ia keluar, ia seperti berdoa terlebih dahulu, merapikan kerudungnya dan menciumku. Sedangkan aku cengar-cengir sendiri di dalam toilet, karena tak menyangka akan melakukan aktivitas seksual di toilet rumah sakit. Bahkan tak pernah kubayangkan sebelumnya aku akan melakukan itu dengan anak Bos ku sendiri yang manis dan wangi.

“Mas... ada dua orang di luar, cowok lagi ngerokok,” Ojay mengabariku lewat pesan teks.

“Kamu gak papa tapi tadi? Gak ada yang curiga?”

“Nggak sih, Mas. Aman.”

“Gimana ini?” sambungya.

“Kamu duluan aja ke parkiran atuh, gak papa?”

“Oke deh, gak papa, Mas. Aku tunggu di parkiran yaa...”

“Oke.”

Lalu aku bersiap-siap memastikan semua pakaianku tak ada yang terkena cairan Ojay saat ia ejakulasi tadi. Setelah dirasa aman, aku membuka pintu dan menuju ke luar. Seperti kata Ojay di kursi dekat toilet ada 2 orang laki-laki yang sedang merokok, dan sepertinya tak memperhatikan siapa-siapa yang keluar masuk toilet karena ia sedang memainkan ponsel masing-masing.

“Punten, Kang...” ucapku membungkuk.

“Mangga-mangga...” jawabnya.

Aku pun segera ke parkiran, dan menemui Ojay yang sudah menunggu di sana.

“Yuk...!!!” ajakku.

“Haha, aman, Mas?”

“Aman, haha...”

Kemudian Ojay menggandeng tanganku menuju mobilku.

21

Di perjalanan kulihat Ojay seperti salting, ia kadang tersenyum-senyum sendiri sambil sesekali ia memainkan ponselnya.

“Mas... kok aku bisa kayak tadi ya?” ucapnya tiba-tiba.

“Kayak tadi gimana maksudnya?” jawabku yang fokus menyetir.

“Ih! Kayak tadi, Mas!”

“Iya apa sayang?”

“Ish! Sayang-sayang hilih...”

“Itu loh! Pipis kayak tadi... hihi.”

“Ooohhh... hahaha... enak nggak?”

“Hehehe... hmmm...”

“Mungkin kamu udah nafsu banget kali, jadi keluarnya gitu kek air mancur, haha...”

“Iiihhh... Mas!” jawabnya malu-malu seraya mencubit pelan pahaku.

“Kedut-kedutnya masih kerasa tau, Mas, lemes banget...”

“Kamu nafsunya gede yaaa...”

“Hihi gak tau, Mas, aku juga. Dari pas pertama waktu kamu ke apart aku udah nahan-nahan, Mas, biar nggak masturbasi.”

“Kenapa? Ditahan?”

“Ih! Kan kata kamu gak boleh, Mas! Jadinya aku tahan-tahan aja ngalihin fokus kalo lagi sange. Terus aku tadi di toilet pipis... terus cebok kesentuh-sentuh gitu jadi geli sendiri. Aku inget kan, kata Mas kalo aku sange bilang ke kamu... hihi aku bilang deh...” jawabnya malu-malu.

“Hahaha ada-ada aja Mbak Bos ini... pantesan aja tadi nyembur, untung gak kena muka aku...”

“Hehe iya, Mas. Makanya aku tadi kan bilang dulu awas ke kamu.”

“Mas, itunya masih ngeceng nggak?” sambungnya sembari melihat ke arah selangkanganku.

“Hmmm... gak tau deh... coba aja cek sendiri...” pancingku.

“Ih! Boleh emang, Mas?” ucapnya menatapku.

“Kan kalo belum yakin harus dipastiin sendiri...”

“Hihi, bu Inne marah nggak tapi...???”

Aku diam tak menjawabnya, aku hanya tersenyum.

“Emmm... maaf deh bu Inne yaaa... aku penasaran soalnya sama burungnya pacar ibu, hihi...”

Aku setengah tertawa mendengar ucapannya.

Perlahan tangannya meraih selangkanganku, ia meraba-rabanya dengan pelan.

“Mana sih, Mas? Ini yaaa?” tanyanya mencari-cari posisi burungku.

“Heem...” jawabku sedikit mengerang.

“Ih! Kenapa, Mas? Haha...”

“Ya gimana aja kalo memek kamu sama aku disentuh.”

“Ih! Mas! Ngomong jorok!”

“Ya emang itu namanya kan.”

“Kalo ini apa, Mas, namanya?” ucapnya seraya mengelus-ngelus batangku.

“Itu kontol, hehe...”

“Ih! Hihihi...” mukanya memerah.

“Coba bilang.”

“Mas! Ih!”

“Ayooo bilang, nanti gak dibolehin pegang nih,” ucapku sedikit mengancam.

“Hmmm... kontol...” ucapnya hampir tak bersuara.

Aku yang mendengarnya gemas dan tertawa, sehingga aku kunyel kedua pipinya menggunakan tangan kiri.

“Ih! Mas! Kok gera-gerak sih?”

“Iya kan ketahan sama celana.”

“Terus gimana, Mas? Sakit nggak?”

“Ya lumayan sih...”

“Hmmm... kalo dibuka celananya nggak sakit, Mas?”

“Keknya nggak sih...”

“Ya udah deh, boleh nggak, Mas?”

“Mau?”

“Penasaran... hehe... kan tadi Mas udah liat punya aku. Masa aku belum liat punya kamu...”

“Liat punya kamu apa? Memek?”

“Ih! Mas! Hmmm iyaaa ituuu...”

“Iya itu apaaa?”

“Iya memek aku...” jawabnya dengan wajah yang merah.

“Sekarang pengen liat apa? Penasaran sama apa?”

“Sama ini, pengen liat ini.”

“Iya apa namanya?”

“Iiiihhh...!!! Mas...!!!” ia pun kesal karena menyadariku yang sedang mengerjainya.

Ia pun menyenderkan mukanya di atas batangku karena kesal.

“Hahaha...”

“Mas, ih! Nyebelin! Aku pengen liat kontol kamu, Mas, penasaran sama kontol kamu, Mas... hmmm puas!!!???”

“Iya boleeehhh sayanggg...”

“Harus gitu dulu, baru dibolehin, hih!”

“Hehe, ya udah sok mau ngga?”

“Mau... hehe...”

Kemudian ia perlahan melepaskan sabukku, melepaskan kancing celana dan menurunkan resleting celanaku.

“Terus gimana, Mas? Tanyanya polos dan setengah tertawa.

“Ya turunin celananya lah, haha...”

“Ih! Susah, Mas!”

Kemudian aku mengangkat pinggulku sedikit.

“Sok tuh, turunin.”

Ia pun perlahan menurunkan celanaku sampai akhirnya batangku terpampang nyata di hadapannya.

“Ih, Mas!” ucapnya reflek menutup muka dengan tangannya saat melihat batangku yang sudah berdiri tegak.

“Loh, kenapa? Katanya mau liat... haha...”

“Bentar, Mas. Aku tarik nafas dulu...” jawabnya polos.

Perlahan-lahan ia pun menurunkan tangannya, dan sedikit mengintip di sela-sela tangannya. Aku membiarkannya saja dan cengar-cengir sendiri.

“Mas gede gitu...” ucapnya dengan tatapan yang sayu.

“Bulunya banyak... hihi...” sambungnya.

“Mas, aku pegang ya?”

Aku mengangguk.

Jemari halusnya perlahan mengusap-ngusap batangku, wajahnya pun didekatkan, sehingga batangku bisa merasakan hembusan nafasnya yang hangat dan memburu. Aku diamkan saja ia menikmati mainan barunya.

“Gini ya, Mas, bentuknya, hihi...”

“Emang gimana?”

“Gede banget, Mas... panjang lagi tuh liat... lebih panjang dari tangan aku...” ucapnya sembari membandingkan batangku dengan seluruh telapak tangannya.

Ia mengamati seluruh bentuk batangku, sesekali ia pun tertawa cekikikan.

“Mas basah... hihi...” ia memainkan cairan pelumas yang sedikit keluar di batangku.

“Ini madzi ya, Mas?” tanyanya kemudian.

“Iyaaa... kan udah ngeceng kontolnya, makanya itu keluar...”

“Mas sange nggak? Hihi...”

“Siapa yang gak sange sih, kontolnya dimainin sama manusia semanis dan sewangi kamu, Jay...”

“Hmmm... Mas mulai niiihhh...”

“Bu Inne niihhh... Mas Yassar nya godain anak orang terus niihhh...” sambungnya.

“Tapi kamu wangi banget, Jay.”

“Hihi... iya makasih Mas Gantengku.”

“Terus kalo Mas sange aku harus ngapain?”

“Kayak tadi aku ke kamu, gituin.”

“Giniii...???” ucapnya seraya tangan halusnya mengocok lembut batangku.

“Hmmmhhh... heem...” jawabku mengerang.

“Mas lucu deh kalo lagi kayak gini, hihi...”

Ia pun memainkan batangku, kadang dielusnya, dikocoknya, bahkan biji pelerku pun tak lepas dari belaian dan remasan jemarinya.

“Mwahhh...” ia pun mengecup batangku yang sudah berdiri tegak itu.

“Mas, jadi merah gini... hihi...”

“Iya lah, kan dimainin mulu sama kamu...”

“Tapi kok belum keluar Mas, padahal dari tadi aku mainin...”

“Kulum coba...”

Ia yang sudah bernafsu pun tanpa babibu langsung memasukan batangku ke dalam mulutnya.

“Iya gitu, jangan kena gigi tapi, sakit...”

“Ooohhh... iyaaa... iyaaa... Mas...”

“Jilatin dulu, Jay...”

“Hmmm tadi sayang, sekarang Jay lagiii...” protesnya.

“Hehe... jilatin dulu sayang...”

“Hmmm...” balasnya seraya menggigit batangku pelan.

“Aw! Sakit, sayang...”

“Hehe... maaf sayanggg... mwahhh...” balasnya mengecup kontolku dan mengelusnya.

Ia pun mulai menjilati batangku dari atas sampai bawah, itu adalah pertama kalinya ia melihat kemaluan lelaki, dan baru pertama juga meraba, mencium, menjilati, sampai kini masuk di mulutnya.

“Keluar masukin kontolnya sayang...” ucapku.

Ia pun menurut, blowjobnya masih amatir sih. Yak maklum newbie.

“Mainin juga lidahnya sayang...”

“Hmmmhhh... slllrrpppp... sslllrrrpppp... ssssllrrrppp...”

Tanganku pun tak tinggal diam tak dibiarkan menganggur. Kini tangan kiriku meremas payudaranya secara bergantian. Ia pun melepaskan kancing bajunya dan mengeluarkan payudara dari branya dengan mulut yang masih sibuk dengan batangku. Ojay pun makin terbiasa memblowjobku.

“Hmmmhhh... slllrrpppp... sssllrrrppp... sslllrrppp...”

Aku pun gemas dan mengangkat pinggulku saat kepalanya turun memasukan batangku ke mulutnya. Tangan kiriku yang dipayudaranya kualihkan ke kepalanya untuk menekan.

“Mmmhhh... ssrrookk... sroookk... srookkk... hoookkk... hoookkk...”

Ujung batangku menyentuh kerongkongannya berkali-kali sampai akhirnya ia berontak dan berusaha melepaskan mulutnya dari batangku.

“Mmmmhhh... haahhh... haahhhh... Iiihhh! Masssss...!” ucapnya dengan mata berair dan hidung yang meler.

“Hehehe enak sayang digituin...”

“Oh enak? Mentok loh sayang di tenggorokan akuu tauuu... ihhh...!!!”

“Lagiii...” ucapku yang mengarahkan wajahnya ke batangku lagi.

Kini sesekali ia melakukan deepthroat padaku tanpa kusuruh. Aku sendiri pun agak kaget, ia cepat sekali paham. Mungkin karena efek dia sering nonton bokep, pikirku.

Tanganku yang sedang bermain-main di payudaranya, kini dituntun olehnya menuju vaginanya. Ia menaikkan roknya dan melebarkan pahanya. Tanganku pun langsung menerobos cdnya dan memainkan vaginanya yang becek.

“Mmmhhhh... aaahhhh... aaaahhhh... aaahhh...” desahnya yang sudah tak tertahan.

Ia seperti menuntaskan desahannya yang tadi tertahan saat di toilet. Mendengar desahannya otomatis membuatku lebih bernafsu. Aku pelankan laju mobil karena nafsuku sudah tak tertahan saat mendengar desahannya. Ojay semakin memburu, vaginanya yang kumainkan membuat ia lebih agresif memblowjob batangku.

“Gleekkk... gleekkk... gleekkk... sslllrrppp... sslllrrrpppp... ssllrrrppp...” gerakan kepalanya makin cepat memompa batangku.

Sesekali liurnya menetes di sudut bibirnya, ia pun kembali menghisap liurnya sendiri. Sekitar kurang lebih 10 menit kurasakan pertahananku semakin di ujung, kuangkat pinggulku seirama dengan gerakan wajahnya.

“Hmmm... hhrrrrgghhh... aku mau keluar sayang...” ucapku.

Ia pun semakin cepat memaju mundurkan kepalanya. Sedangkan pinggulnya menggelinjang menerima serangan hebat jemariku.

Jari tengahku mencoba menerobos masuk ke dalam vaginanya yang sempit.

“Aaahhh... sayanggg... perih... sakiiittt...” ucapnya yang tiba-tiba melepaskan mulutnya dari batangku.

“Sakit sayanggg...” rengeknya padaku.

“Iyaaa iyaaa sayang...”

Ia pun melanjutkan menghisap batangku. Jempol dan jari tengahku menjepit klitorisnya dan jari telunjukku menggeses-geseknya dengan cepat.

“Ahhh... ssllrrpppp... glekkk... gleeekkk... gleeekkk... aaahhh...” mulutnya sibuk antara mendesah dan liurnya yang bercampur di batangku.

“Aaaahhh... hrrrggghhhhhhh... crot... crott... crottt... crotttt...” pertahananku jebol dan menumpahkan seluruh spermaku di dalam mulutnya.

“Mmmhhhhh... hhmmmppphhhh... sssslllrrrpppp...” ucap Ojay yang kaget dan gelagapan.

Aku benamkan kepalanya hingga batangku terasa mentok di tenggorokannya. Aku cukup banyak menyemburkan sperma yang sudah beberapa minggu tak kukeluarkan.

“Mmmmhhhh...!!!” rengeknya yang bingung harus berbuat apa setelah spermaku tumpah di mulutnya.

Aku menarik kepalanya pelan, ia pun mengikuti gerakan tanganku. Mulutnya perlahan-lahan terlepas dari batangku dan sedikit demi sedikit terlihat sperma bercucuran dari mulutnya.

“Haaahhhhh... puuhhh... puuhhh... puhhh...” ia pun memuntahkan spermaku setelah ia merogoh beberapa tissue di dalam tasnya.

“Iiihhh...!!! Mas, ih!” rengeknya manja padaku.

“Hehehe... maaf gak tahan sayanggg...”

“Asin ih! Enek dikiiittt... banyak banget, Mas. Sebagian ketelen, ih!” ucapnya yang kini ia melingkarkan tanganya di lengan kiriku dan menggelayut di bahu.

“Iyaaa... maaf yaaa... hehe enak banget soalnya udah lama gak dikeluarin...”

“Hihi pantesss... kasian deh yang LDR...” jawabnya meledekku.

Kini ia membersihkan batangku yang sudah terkulai lemas dengan tissue.

“Udah bobo ya sekarang, Mas?” ucapnya menyentil-nyentil batangku.

Ia pun merapikan lagi celanaku yang sebelumnya ia mengecup terlebih dahulu batangku.

“Hihi makasih, Maaasss sayannngg...” katanya memeluk lengan kiriku.

Aku mengecup keningnya dengan lembut, ia juga mencium pipiku.

“Mwaahhh...”

“Itu rapiin dulu baju sama roknya, Jay...” ucapku.

“Hmmm... sekarang Ojay lagiii... gituuu...”

“Itu rapiin dulu baju sama roknya Ojay sayanggg...”

“Hehe... iya gantengkuuu... tapi memek aku masih kedut-kedut sayanggg... tadi padahal udah mau keluar...”

“Malah kamu dulu yang keluar...” sambungnya manja.

“Hmmm... yaudah siniii...” jawabku yang kemudian memainkan lagi vaginanya dengan lembut.

“Aaaahhhh... mmhhhhh... enak banget sayaaaanggg...”

Posisinya ia masih memeluk lengan kiriku, kini pahanya lebih mengangkang memudahkan jemariku leluasa.

“Mmmmhhhh... terus sayanggghhhh... aaaahhhhh... bentar lagiiii... aaahhhhh...”

Aku semakin cepat mengusap-ngusap klitorisnya.

“Aaaahhh sayangggg... aku keluarrr... aaahhhhhhh...”

“Crrrrttttt... ssrrrrrtttt... sssrrrttttt...” badannya mengejang, ia semakin erat memeluk lenganku. Sedangkan wajahnya menelusup ke bahuku.

“Crrrtttt... ccrrrrtttt... cccrrrttt...” cairannya keluar menyembur dashboard mobilku dan sebagian menetes ke kursi mobil.

Badannya masih kejang diiringi dengan hembusan nafasnya yang hangat memburu di bahuku.

“Aaahhh sayaaanggg...!!! Maafff...” ucapnya yang baru menyadari bahwa cairannya membasahi dashboard dan kursi mobil yang ia duduki, bahkan cd nya pun ikut basah kuyup.

Aku tak menyangka ia akan squirt lagi karena sebelumnya ia telah squirt. Aku menjadi tambah yakin bahwa ia memiliki nafsu yang besar.

“Gak papa sayanggg... nanti bisa dibersihin kok...”

“Ihhh... untung gak sebanyak tadi di toilet sayanggg...” setelah ia memeriksa kursi dan dashboard mobil.

Ia pun langsung mengeluarkan beberapa lembar tissue lagi untuk melap vaginanya.

“Aaaaa sayaaangggg... cd aku juga basah liaaattt...” rengeknya.

“Hahaha... ya kenapa gak sekalian dilepas barusan...”

“Buka aja... masa mau pake cd basah?” jawabku.

“Ih! Terus aku gak pake cd dong?”

“Daripada pake cd basah?”

“Hmmm iya atuh...” kemudian ia melepaskan cdnya.

“Itu di dashboard ada kantong kresek kalo gak salah, coba buka...”

Ia melap dulu dashboard yang basah karena cairannya sebelum membukanya.

“Iya ada... aku masukkin sini?”

“Ya terus mau di kemanain emang?”

“Eh, iya yaaa... hehehe...”

“Buang aja deh, nanti...” sambungnya.

*anjrit cd victoria secret coyyy...*

“Gak sayang? Cd mu mahal astaga...”

“Terus taro manaaa...???”

“Udah masukkin aja ke dashboard sama kreseknya...”

“Gak papa gitu?”

“Gak papa... buat kenang-kenangan aku... bahwa kamu pernah bikin basah mobil ini... hahaha...”

“Ih! Sayaaangggg...”

Tapi ia pun menurutinya. Lalu ia menyemprotkan parfum mahalnya untuk menghilangkan aroma cairan vaginanya.

*pantes wanginya bukan maen ini anak, parfumnya juga seharga dp motor matic ngab...*

Setelah itu ia kembali mendekap lenganku sambil berbincang-bincang, apartnya pun sudah dekat tinggal beberapa menit lagi.

“Ih kok aneh ya rasanya gak pake cd, hihi...”

“Kayak ada angin masuk gitu, serrr... serrr...” sambungnya cekikian.

“Hahaha... ada-ada aja lagian Mbak Bos ini.”

“Roknya transparan nggak?”

“Ih gatau... gimana dong?” ucapnya panik seraya memandangku.

Aku pun sejenak memalingkan pandanganku melihat roknya. Ia melebarkan roknya dan melebarkan pahanya.

“Keliatan nggak, Mas?”

“Hhhmmm... ngak sih, aman.”

“Ya udah udeh syukur. Hihi...”

Setelah berbincang-bincang ini itu, akhirnya sampai di depan lobby apartnya. Ia pun berpamitan, dan untuk pertama kaliya ia mencium tanganku kemudian mencium pipiku sebelum turun.

“Dadah sayaaannggg...” ucapnya seraya membuka pintu.

Aku ingin memandanginya sampai ia masuk pintu lobby. Namun, ia berbalik arah dan kembali menuju mobilku setengah berlari. Aku pun menurunkan kaca mobil depan sebelah kiri.

“Mas! Mas! Nerawang nggak? Njiplak nggak?” tanyanya dengan memasukan kepalanya ke mobil.

“Hahaha... kirain apa...”

“Nggak sayang, aman kok...”

“Hihi... ya udah deh... siniii...” ucapnya.

Akupun beranjak mendekatinya.

“Sini cium dulu...” ia memanyunkan bibirnya.

“Mwaaahhh...” aku langsung mengecupnya.

“Hihi sampai jumpa honeeyyy...” ucapnya yang kemudian berlalu meninggalkan mobil.

Aku pun menggeleng-gelengkan kepala tak menyangka perempuan sealim dirinya begitu buas hari ini denganku. Mobilku ini menjadi full wangi Ojay karena ia menyemprotkan beberapa kali parfum untuk menyamarkan aroma cairannya. Berkali-kali aku keheranan memikirkan tingkah wanita satu itu yang kini sedang berjalan menuju apartnya tanpa menggunakan cd dibalik rok plisketnya.

*krriinggg... kriiinggg...*

Ponselku berbunyi, kulihat Dita meneleponku. Aku sampai lupa bahwa aku punya janji dengan Dita, semuanya teralihkan karena gara-gara perempuan manis anak Ibu Bosku.

“Iya gimana, Neng?”

“Aa gimana bisa nggak?”

“Kalo gak bisa mah gak usah maksain gak apa-apa” sambung Dita.

“Hhhmmm...”

(bersambung.)
 
Terakhir diubah:
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd