Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG PENGIKUT ALUR (A SLICE OF LIFE & SEX)

Bidadari pendamping Yas favorit suhu di sini?

  • Inne

  • Dita

  • Ojay


Hasil hanya dapat dilihat setelah memilih.
24
“Mwahhh... hmmmhhh... mmpphhh... mwahhh... sllrrpppp... sllrrppp... ssllrrrppp...”
“Mwahhh... hmmpphhh... mmmhhh... sslllrrppp... sslllrrppp...”
“Udah duluuu... ini kan masih di jalan, Jay...” ucapku.
“Hehe, iya, Mas. Abisnya sih kamu gemesin, hihi...” jawabnya seraya menggelendot manja di lengan kiriku.
“Awas dulu dong bentar, ini aku susah loh tangannya mau pindah gigi,” ucapku yang hendak parkir.
“Aaahhh... gak mauuu...” rengeknya.
“Loh... loh... loh... nanti gak nyampe-nyampe dong...”
“Hehehe... iyaaa... iyaaa... tapi nanti kalo udah jalan aku pengen gini lagi tapi...” ucap Ojay.
“Iyaaa, bentar kok ini kan mau parkir dulu...”
“Siap bos...”
Sepanjang jalan memang Ojay menggelendot terus di bahu kiriku, ia tak ingin melepaskannya meskipun sesekali ia memainkan ponselnya. Saat itu kami berhenti sejenak dulu di rest area untuk menunaikan ibadah. Jika jalan dengannya memang harus menyempatkan meskipun sesibuk apapun untuk menunaikan kewajiban. Itu hal yang aku salut dari dirinya. Taat tapi bisa lah, hehe.
“Ini dari tadi nempel mulu iniii... gak pegel apa?” ucapku.
“Emang kenapa? Kamunya pegel ya, Mas?”
“Dikit sih, tapi aman lah.”
“Haha... iya nanti bentar lagi aku ganti posisi kok, Mas. Santai-santai...” jawabnya yang masih asyik scroll medsos.
“Ih cantiknyaaa...” tetiba ucapnya.
“Mas liat coba, Mas, cantiknyaaa...” sambungnya sembari memperlihatkan ponselnya ke wajahku.
“Wawww...” jawabku takjub.
“Pacar siapa si iniii... cantik banget masya allah...”
“Ih suka deh liat-liat foto Bu Inne, sangat-sangat menggemaskan sekaliii...” sambungnya.
Ojay melihatkan foto Inne yang muncul di beranda medsosnya, ia pun tak henti-hentinya memuji Inne di hadapanku. Aku merasa bangga, bahwa memang betul adanya jika Inne memang sangat cantik sekali. Mau lelaki ataupun perempuan biasanya betah lama-lama memandangi fotonya.
“Mas... Mas... kamu segimananya Bu Inne sih?” tanyanya.
“Hmmm... ini pertanyaan ngeledek atau serius nih?”
“Emang tingginya berapa sih Mas, Bu Inne?”
“170 dia...”
“Mas berapa?”
“165.”
“Oiya pantes deh, gak beda jauh sama aku tingginya kamu, Mas. Hahaha...”
Aku hanya mengangkat alis saja merespons ucapannya, dia tertawa.
Selama di perjalanan kami hanya bersikap biasa saja. Tak ada adegan-adegan yang terlalu intim, karena memang sedang perjalanan jauh. Hanya kecupan dan remasa-remasan tipis saja.
“Jay, mungkin kamu bosen ya dengernya, tapi emang kamu wangi banget. Apa tips nya?”
“Haha iya ih bosen...”
“Ya aku makanya nanya kan penasaran, dari parfum?”
“Ya bisa jadi sih, tapi, Mas. Kalo mau tau ya, aku dari dulu kalo mandi tuh gak pernah pake sabun tau Mas...”
“Kok?”
“Iya, emang awalnya kan kulit aku pas kecil tuh gampang banget alergi. Terus dibawa kan ke dokter sama Mama, kata dokter kulit aku alergi sabun. Udah pernah coba segala macam sabun yang cocok di badan aku, eh ternyata nggak ada yang cocok sama sekali. Jadi akhirnya ya udah deh mandinya gak pake sabun. Dokter juga ngasih tau, manfaatnya apa aja kalo misalkan mandi gak pake sabun. Katanya jadi aroma badannya tetap terjaga alami gitu...”
Ia menjelaskan dengan detail, sampai ke akar-akarnya.
“Ooohhh gitu... jadi pantes yang bikin aku terngiang-ngiang mabuk kepayang tuh karena zat alami aroma tubuh kamu yang nggak terkontaminasi dari bahan kimia yang ada di sabun?”
“Pinteeerrr... iya itu namanya zat feromon. Gitu Mas Yassarku...”
“Pantesan wangi kamu enak ya... hehehe...” balasku.
Kemudian ia mendekatkan pipinya ke wajahku dengan tersenyum. Lantas akupun menghirupnya.
“Hmmmpphh... mwahhhh...”
“Hehehe... mwahhh...” ia membalas kecupanku di pipi.
Selama dalam perjalanan lancar-lancar saja, tak ada kejadian yang menegangkan, kecuali si adek kecilku saja kadang-kadang tegang dan tidak wkwk. Entah mengapa, dalam perjalanan itu aku tak memancing duluan ke adegan yang terlalu menjerumus. Hanya sebatas kecupan dan remasan tipis saja seperti di awal. Ia pun begitu, merespons sewajarnya saja.
Justru kami lebih banyak berbincang dan tukar pikiran dalam perjalanan itu, kami lebih banyak membahas masalah kerjaan, dari yang ringan sampai yang ribet, dari ghibah sampai tertawa-tawa bersama.
“Kamu pegel-pegel nggak, Mas?” tanya Ojay setelah berhenti sejenak untuk makan.
“Ya lumayan sih, apa? Mau gantiin nyetir?”
“Boleh, sini mana kuncinya...”
“Bener nih, gak papa?”
“Gak papa, Mas. Lagian bentar lagi nyampe kok.”
“Duh jadi nggak enak disupirin Mbak Bos, haha...”
“Mbak Bos juga manusia...” ucapnya sembari menjulurkan lidah.
“Hih julur-julur gitu... mau disedot?”
“Aaa mauuu... nanti di dalem mobil...” balasnya dengan ekspresi lucu.
“Hahaha...”
Waktu itu memang sudah masuk ke Jogja setelah kurang lebih 8 jam perjalanan dari keberangkatan kami selepas isya.
*brug...* suara pintu mobil tertutup.
Ia pun duduk di kursi supir, menarik kaca atas untuk bercermin dan merapikan kerudungnya. Aku menegoknya dengan tersenyum. Sehingga ia pun menoleh.
“Manaaa...” ucapnya.
“Hah, apa mana?” jawabku polos.
“Mau disedooottt...” sembari menyenderkan kepalanya ke bahuku.
“Hahahaha...”
Aku pun memundurkan bahuku agar bisa menatap wajahnya yang sudah sedikit memerah, ia balas menatapku sembari matanya tak berani menatap langsung mataku, celingak-celinguk menahan malu.
“Ih, Mas! Jangan liatin gitu, malu tau...”
“Cakep bener anak orang...”
“Anak mama...”
“Mama Ratna emang the best...”
“Hah? Parah sih parah...” ucapnya sembari menggelengkan kepala.
“Ih! Nggak! Maksudnya the best bisa milikin anak secakep ini...”
“Hmmm...”
“Mwahhh...” aku langsung mengecup bibirnya lembut.
“Mwahhh... hmmhhhh... aaahhhh...”
“Aba-aba dulu dong, curang nih...” sambungnya.
Kemudian ia pun melanjutkan lagi pagutannya di bibirku seraya mengalungkan tangannya di leherku.
“Mwahhh... mwah... mwahhh... hhmmmhhh...”
Lumatannya lembut namun bisa kurasakan ia sudah bernafsu. Perlahan kuremas payudaranya yang masih terbungkus baju dengan pelan.
“Aaaahhhh, Masss...” badannya sedikit bergetar ketika jemariku meremasnya pelan.
Kemudian ia menempelkan bibirnya tepat di hidungku.
“Nih... ini kan favoritmu, Mas?” ucapnya nyengir.
Hembusan nafasnya begitu sangat terasa oleh hidungku. Aromanya sungguh memabukan.
“Aaaahhhh... wangimu, Jay...” ucapku.
“Hehe, Masku candu yaaa...” jawabnya yang kembali melumat bibirku.
Kini, ia beralih duduk di tempatku. Posisinya kini ia di pangkuanku, dan saling berhadapan hingga selangkangannya merapat erat dengan penisku yang sudah tegang dibalik celana jeans. Perlahan kuangkat-angkat pahaku untuk menggesekan penis ke vaginanya yang masih terbungkus kulot. Ia pun mendesis pelan.
“Aaahhh..., Masss... udah basah tau, Mas...” lirihnya dengan mata yang sayu.
“Hihi masa?” tanyaku.
Kemudian tangannya pun menuntun tanganku dan mengarahkannya ke selangkangannya, jariku meraba vaginaya yang masih terbungkus itu. Dan benar, bisa kurasakan sedikit basah di kulot area selangkangannya. Tanganku tak tinggal diam. Tangan kiriku meneruskan aksinya mengelus-ngelus selangkangan sedangkan tangan kananku sibuk meremas payudara di balik sweater rajutnya.
“Mmmhhhh... Mas... aku sangeee...” rengeknya sembari menatapku.
Ia memasang wajah gemas, pinggulnya digesekan sehingga menyenggol penisku yang sudah tegang.
“Sakit nggak, Mas?”
“Lumayan...”
Ia pun mengangkat pinggulnya, tangannya langsung melepaskan celana kulotnya dan menyimpannya di kursi supir. Aku kaget melihatnya. Tak hanya itu, ia pun menarik sabukku dan menurunkan resletingnya hingga penisku terbebas dari sangkarnya.
“Aaaahhhh...” lirihnya saat melihat batang penisku yang sudah tegak sempurna.
Tanpa babibu ia pun langsung melahapnya, melakuan blow job dengan lembut.
“Aaaahhhh...” lenguhku saat lidah hangatnya menyapu permukaan batangku.
Ia menoleh ke arahku dan tetap melanjutkan aksinya.
“Hmmpphhh... ssslllrrpp... ssllrrppp... ssllrrppp...”
Saat sedang menikmati blow jobnya, tiba-tiba ponselku berdering, waktu itu menunjukkan pukul 3 dini hari lebih.
Kulihat ternyata Teh Ola yang meneleponku.
“Jay, udah dulu, ini Teteh aku nelepon...” ucapku seraya memperlihatkan layar ponselku.
Tapi, ia hanya mengangguk saja tanpa melepaskan mulutnya dari batangku.
“Angkat aja sayang...” ucapnya tersenyum.
“Halo, Teh...” ucapku mengangkat telepon.
“Udah nyampe, A?”
“Udah di Jogja teh, bentar lagi nyampe ini lagi di rest area dulu belum keluar tol.”
“Oh iya syukur atuh kalo bentar lagi mah, mana si manis?” tanya Teh Ola.
Aku memandang ke arahnya yang masih mengulum penisku, ia tersenyum melihatku yang susah payah menahan desah.
“Eeuuu... lagi ke toilet dulu dia Teh, ini Iyas di mobil...”
Ojay mencubit pelan pahaku karena itu.
“Ooohhh iya atuh, bilangin salam dari Teteh gitu yah...”
“Oke, Teh... nanti kalo udah ada orangnya dikabarin lagi...”
“Iyaaa... ya udah atuh, dadah.”
“Dahhh...”
“Huuu boong...” ucap Ojay tertawa pelan setelah aku menutup telepon.
“Lagian disuruh berenti dulu malah dilanjutin...”
“Hehe sengaja, Mas. Hihihi...”
“Dasar...”
Aku mencubit hidungnya sebagai hukuman.
“Aaa, Mas sakiiiittt...”
“Uuuuu sayang... sini-sini ciummm...”
“Mwahhh...”
Kemudian ia naik ke pangkuanku kembali dan berciuman.
“Mas... masukin yaaa...”
“Hah? Di sini?”
“Heem... aku udah pengen, Mas...”
“Nggak nyari hotel aja? Ini masih di rest area ih!”
“Orang sepi jugaaaa...”
“Ya Mas yaaaa...???” rengeknya.
Akhirnya aku bisa pasrah, ia mengarahkan penisku ke liang senggamanya yang sudah basah. Tak butuh waktu lama akhirnya terbenam juga batangku bertemu dengan sarangnya.
“Aaaahhhhh...” desahannya saat penisku memasuki vaginanya.
“Nanti mobilnya goyang iniii...” ucapku.
“Pelan-pelan ajaaa...” jawabku sembari menggoyangkan pinggulnya pelan.
“Uuuhhhh...” lenguhku merasakan sensasi yang campur aduk.
Sejauh itu sudah dua kali kami melakukan hubungan seksual di tempat umum, di toilet RS dan si parkiran rest area. Kali ini sampai ngentot. Aku menggelengkan kepala sambil tersenyum mengingatnya.
“Aaaahhh... sshhhh... mmmhhhhh... enak banget Mas sayangg...”
Tanganku menyingkap sweaternya hingga ke atas, sampai muncul payudara indahnya dan langsung aku lumat habis.
“Mpphhhhh...”
“Aaaaahhhh...” tiba-tiba penisku merasakan sensasi terjepit yang luar biasa.
“Aaahhh... mmhhhh sayanggg... memek kamu jepit banget... aaahhhh...”
“Hihi... nikmat sayang?” tanya Ojay tersenyum manis.
Vaginanya berkedut-kedut kencang, beberapa detik penisku seperti dicengkram kencang sekali, setelah itu longgar kemudian cengkram lagi. Entah apa yang dilakukan oleh Ojay tapi itu membuat pertahananku cepat jebol.
“Aaaaahhhh aku cepet keluar nanti...” lenguhku.
“Hihi gak papa, Mas. Keluarin aja, aku bentar lagi...”
Ia pun kembali menggoyangkannya secara pelan selama beberapa menit.
“Aku mau keluar sayang...”
Ojay pun kembali melakukan cengkraman lagi di vaginanya.
“Aaaahhhh... hhhmmmhhhh.... aaahhhh... Massss... aaaahhhh...”
“Crrtttt... crrrttttt.... crrrrttttt...” penisku tersiram cairan vaginanya yang hangat.
Ia tetap menggoyangkan pinggulnya selama orgasme, vaginanya terus mencengkram dan berkedut. Sontak itu membuat pertahananku runtuh juga.
“Aaaahhhh... hhhmmmpphhhh... aarrrggghhhhh...”
Aku menghisap payudaranya kencang untuk menyamarkan suara desahanku. Sedangkan ia menggigit kecil bahuku.
“Crottt... crottt... crottt... crotttt... crottt...”
Vaginanya kembali berdenyut saat aku menumpahkan laharku di dalamnya.
“Aaaaahhh sayang... angettt... aaaahhh aku keluar lagiii...”
Ia pun orgasme lagi saat aku keluar di dalam.
“Haaahhhh... haaahhhh... haaahhhh...”
“Haaahhhh... hmmmmhhhh... haaahhhh...”
Nafas kami tersenggal-senggal berebutan udara di mobil yang pengap itu walaupun sudah menggunakan ac. Memang tak lama kami melakukannya sekitar 15 menit, tapi sensasi kenikmatannya bisa nempel dan awet. Kami saling berpelukan untuk mengatur nafas diselingi dengan hisapan-hisapan.
“Aaahh enak banget Mas sayanggg... anget...”
“Aih aku tembak dalam gak kuat maaf...”
“Hihi gak papa, Mas. Aku lagi gak subur kok, mwah...” balasnya meyakinkanku.
“Syukurlah...”
“Lagian kamu pake digituin segala, jadinya aku cepet keluar...”
“Hihi... gini?” jawabnya sembari mengkedutkan lagi vaginanya.
“Aaaaahhh udah... ngilu sayang...”
“Hihi... mwahhh...”
“Mani aku terkuras habis gara-gara kamu gituin...”
“Biarin, biar maninya habis sama aku... wle...” jawabnya menjulurkan lidah.
Kemudian ia perlahan mengangkat pinggulnya, terlepaslah batangku dari sarangnya yang langsung memuntahkan sisa sperma dan cairannya.
“Banyak banget, Maaasss...” ucapnya.
Ia pun segera meraih tasnya untuk mengambil tisu basah dan kering membersihkan ceceran sperma di pahaku.
Kulihat ia mengecek bajunya memastikan tak ada noda sperma yang menempel, begitupun dengan baju dan celanaku ia bersihkan dengan telaten.
“Mwahhh...” aku melumat bibirnya melihat ketelatenannya.
“Ihhh... aku bersih-bersih dulu sayaaanggg...”
“Hehe iya-iya...”
Setelah beberapa saat, kami sudah bersiap-siap untuk melakukan sisa perjalanan yang akan langsung menuju ke rumah Ojay, kediaman Bu Ratna, atas perintahnya. Sesuai perjanjian, Ojay yang menyetir waktu itu, sedangkan aku tumbang, tertidur sampai tujuan karena lemas tak menyisakan tenaga, hahaha.
Sebelum itu Ojay berbincang dulu dengan Teh Ola di telepon karena ia yang menagi.
“Mana Teteh?”
“Oh iya, nih...” ucapku sembari menyerahkan ponsel.
“Ih malu... telepon dulu sama kamu...”
Setelah telepon tersambung akupun memberikannya kepada Ojay.
“Assalamu’alaiku...”
“Wa’alaikumussalam... ih si manis... hehe...”
“Eh Teteh... hehe...”
“Gimana, baru sampe mana itu?”
“Baru sampai X teh, bentar lagi keluar tol, udah dekat kok ke rumah aku.”
“Oh langsung ke rumah?”
“Iya, Teh. Disuruh mama.”
“Oh iya ya udah atuh, nitip Yassar ya, jangan sampe malu-maluin di rumah boss-nya.”
“Eh! Nggak kok, Teh...”
“Hahaha...” aku tertawa menimpali.
Ojay tertawa ke arahku seraya mengelus jemariku.
“Tuh da si eta mah...” jawab Teh Ola.
“Apa katanya?” tanya Ojay padaku.
“Hahaha...” Teh Ola tertawa mendengar itu.
“Nggak, bukan apa-apa, gak jelas dia mah emang...” jawabku yang langsung merebut hp dari Ojay.
“Udah ah Teh, nanti dikabarin lagi...” sambungku pada Teh Ola.
“Ya udah iya-iya. Dadah manis...” ucap Teh Ola.
“Iya Teeehhh... dadahhh...” jawab Ojay.
“Emang boleh semanis ini...” ucap Ojay saat telepon sudah tertutup.
“Haha manis lah...” jawabku.
“Coba...” ucap Ojay sembari menjulurkan lidah.
“Mwahhh... ssllrrppp...”
“Tuh kan manis...” ucapku seteleh menghisap lidahnya.
“Hahaha...” kami tertawa karena itu.
25
Sekitar pukul 7 pagi, aku dibangunkan oleh Ojay dengan kecupan lembutnya dan mencubit-cubit pipiku.
“Masss... Masss... sayanggg... udah sampe sayang...” bisiknya lirih di telingaku.
Perlahan aku membuka mata dan disuguhi bidadari secantik Ojay yang beberapa saat sebelumnya berhasil membuatku luluhlantak.
“Udah sampe? Di mana ini?” tanyaku.
“Ini udah di komplek perumahan, Mas... siap-siap dulu, gih...”
Aku pun segera merapikan pakaian dan menyisir rambut yang sedikit acak-acakan, Ojay membantuku dengan melap wajahku dengan tisu dan memakaikan cream ke wajahku agar terlihat sedikit segar setelah kusam karena kecapean dan tertidur.
“Sini, Mas...” ucapnya seraya menata kembali rambut dan mengusap alisku.
Kulihat ia sudah cantik juga wangi, semerbak parfum memenuhi isi mobilku, ia pun menyemprotkan parfumnya ke baju dan leherku. Setelah itu ia pun melajukan lagi mobil.
“Udah rapi belum untuk menghadap Bu Bos?” tanyaku pada Ojay.
Ia mengangguk mengangkat alis dan mengacukan jempol ke arahku.
“Udah rapi, wangi, handmade by Chyntia Jayanti...” jawabnya.
“Hahaha... siap Mbak Mbos...”
“Cium dulu siniii...” ucapnya mendekatkan wajahnya tanpa menoleh.
“Mwaaahhhh...”
Tak lama, kami sampai di depan rumah yang sangat mewah dan besar sekali, di depannya terhalang pagar hitam, Ojay membukakan klakson dua kali. Lalu ia membuka kaca jendela mobil dan sedikit berteriak.
“Pak Muuusss...”
Tak lama gerbang terbuka disusul dengan seorang security yang kira-kira berusia 50 tahunan keluar setengah berlari menghampiri mobil.
Kulihat ia pun mengangguk sopan saat melihat Ojay yang ada di dalam mobil.
“Maaf, Mbak Non, saya kira bukan, Non... silahkan, Mbak...”
“Iya pak gak papa, makasih ya, Paaakkk...” jawab Ojay ramah.
Ia pun kemudian menjulurkan tangan untuk salim, tapi Pak Mus menghindar. Aku pun salim dan mendapat respons yang sama.
Mobil pun memasuki halaman rumah, sejenak aku dibuat kaget melihat rumah itu yang megah dan besar, kuyakin Ojay melihat tingkahku tapi ia memilih untuk tak mengomentarinya. Sampai akhirnya aku melihat sosok Bu Ratna sedang duduk di depan rumah bersama seorang lelaki paruh baya, kutebak itu suaminya. Karena selama bekerja dengan beliau, baru kali ini aku masuk ke rumahnya. Biasanya hanya sampai depan pintu gerbangnya saja. Itu pun kali pertama aku melihat secara langsung suami Bu Ratna.
Menyadari yang di dalam mobil adalah putrinya dan aku, Bu Ratna sontak langsung berdiri untuk menyambut kami, wajahnya langsung tersenyum ke arah mobil meskipun kami belum turun karena masih bersiap-siap.
“Siap bertemu orang tuaku, Mas?” ucap Ojay tetiba.
“Harus siap!”
“Mantap!”
Kami pun lalu turun. Aku berinisiatif turun terlebih dahulu, Ojay kaget dan hendak akan seperti bicara.
Aku melemparkan senyum pada Bu Ratna.
“Buuu...” sapaku ramah.
Bu Ratna tersenyum mengangguk.
Begitupun aku menyapa suaminya yang masih duduk sembari menikmati teh, ia pun tersenyum ke arahku.
Aku tak langsung menghampiri Bu Ratna, aku segera bergegas untuk membukakan pintu Ojay.
“Aku gak suka ditinggalin ih!” rengeknya pelan.
Aku hanya tersenyum meresponsnya.
“Bisa aja cari mukanya, Mas...” sambungnya sedikit menjulurukan lidah.
“Alhamdulillah anakku sudah sampai dengan selamat dengan ajudanku...” ucap Bu Ratna.
“Paahhh...” sambungnya.
Kemudian suaminya bangkit, kulihat wajahnya berseri-seri saat melihat putrinya.
“Sehat, kamu, Nak?” ucap Papanya sembari langsung memeluknya.
Sedangkan aku salim ke Bu Ratna.
“Makasih, Yas. Sudah membawa putriku balik dengan selamat dan ceria...”
“Ah, sama-sama, Bu. Udah jadi tugas itu...” jawabku penuh hormat.
“Memang gak salah pilih ajudan aku, hahaha...” jawab Bu Ratna tertawa renyah.
“Ini lho, Pah! Yassar, ajudanku itu, yang ngurus perusahaan di Bandung...”
“Weleh... welehhh... gak dari tadi to Bu ngasih tau...” jawabnya langsung menghampiri dan menjabat tanganku.
Bu Ratna langsung memeluk Ojay dan bercipika-cipiki.
“Makasih ya Mas Yassar, sudah tanggungjawab mengemban tugas yang diberikan istri saya...” ucap Pak Bakti.
“Nggih, Pak. Sama-sama, suatu kehormatan bisa bekerja dengan Ibu...” jawabku.
“Yok mari-mari masuk...” ajaknya merangkul pundakku.
Kami pun masuk ke dalam rumah, aku tak henti-hentinya melongo dan melirik ke sana ke mari melihat isi rumah seorang pengusaha kaya raya ini. Ruangannya dipenuhi dengan barang gemerlapan, banyak lukisan-lukisan antik yang pasti sudah mahal harganya. Juga terpajang beberapa foto keluarga. Kulihat wajah kakak-kakaknya di foto itu. JIka dibandingkan, yang mencakup seleraku hanya Ojay saja sih diantara kedua kakaknya, haha...
“Biii... ini si bontot datang...” teriak Bu Ratna yang mungkin kepada ART-nya.
Kemudian tak lama kulihat keluar seorang wanita sepantaran Bu Ratna dari dapur dan langsung memeluk dan meraba-raba tubuh Ojay seperti memastikan bahwa anak majikannya itu baik-baik saja.
Batinku berkata, entah mengapa aku seringkali dipertemukan dan dierlihatkan dengan keluarga yang memiliki tali hati yang dalam. Termasuk keluarga Ojay, meskipun ia bukan anak kandung tapi suasana harmonisnya begitu terasa di dalam hati ini. Setelah berbasa-basi itu ini. Akhirnya Ojay pamit ke untuk membersihkan diri dan merapikan barangnya ditemani Bu Ratna, sedangkan aku berbincang dengan Papa nya ditemani secangkir kopi hitam dan rokok.​
Apa kira-kira yang diperbincangkan Pak Bakti dengan Yassar?
 
Makasih updatenya setelah agak lama cuti, tapi sepanjang ditulis Ojay masih perawan lho, sebelum ni cuma baru belajar nakal² aja, masih belum bolos lg segelnya termasuk di wc, apartment, dan mobil dulu, tiba² chapter ni langsung masuk, jadi plot hole hu. Biar 1st time Ojay ada momentnya tersendiri baru seru thor. Hehe. Ojay kan punya pesona luar biasa.
 
Terakhir diubah:
Makasih updatenya setelah agak lama cuti, tapi sepanjang ditulis Ojay masih perawan lho, sebelum ni cuma baru belajar nakal² aja, masih belum bolos lg segelnya termasuk di wc, apartment, dan mobil dulu, tiba² chapter ni langsung masuk, jadi plot hole hu. Biar 1st time Ojay ada momentnya tersendiri baru seru thor. Hehe. Ojay kan punya pesona luar biasa.
Tunggu saja update selanjutnya yaks Hu🤣
 
Bimabet
Bentar bentar. Perasaan kmaren2 masih ngeluh sakit waktu pake jari. Kok ini dah nikmat aja hu waktu dimasukin titit? Wah kapan diprawaninnya?
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd