Penikmatsedarah
Semprot Holic
- Daftar
- 2 May 2021
- Post
- 345
- Like diterima
- 449
Absen dulu biar ga tenggelam
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.
-
Alamat alternatif sudah baru gan.
Bookmark alamat ini gan : https://bit.ly/ceksemprot
Atau buka dengan VPNIkuti alamat terbaru dari forum di : Follow Twitter @SemprotCom
CERBUNG PENGIKUT ALUR (A SLICE OF LIFE & SEX)
ArchieLouise
Semprot Baru
- Daftar
- 4 Nov 2018
- Post
- 28
- Like diterima
- 23
Dita belum bangun yaa
pecintajilbob
Semprot Baru
- Daftar
- 28 Jan 2023
- Post
- 32
- Like diterima
- 29
seru huuu lagi
Ciluk_ba17
Suka Semprot
- Daftar
- 30 Dec 2017
- Post
- 22
- Like diterima
- 13
Wah baru kali ini baca cerbung dari slide 1 sampe 98 full dibaca walau beberapa hari.. mantap mang suhu ditunggu lanjutnnnya
13
“Bagaimana kabarmu, Mas? Semoga sehat-sehat saja ya...”
Seorang pria tercekat sembari duduk di sebuah ruangan saat mendengar suara yang tak asing baginya. Ia pun masih diam tak bergeming.
“Mas? Masih bicara kan?” sambung si pria yang menelepon seraya mengepulkan asap rokoknya.
“Maaf dengan siapa saya bicara?”
“Saya yakin, anda masih mengenali suara saya, Mas. Masih orang yang sama yang memiliki suara seperti ini...”
“Tuuutt... tuuuttt... tuuutt...” sambungan telepon pun terputus.
“Hhhh... syukur kau masih ada...” ucap Yas memasukan ponsel ke saku celananya.
Kemudian ia pun melangkah pergi, menuju motornya yang terparkir di trotoar jalan.
“Pak, pulang dulu yooo... makasih...”
“Iya, Mas. Hati-hati...” ucap penjaga warung membalas.
Ia pun kemudian memacu motornya membelah jalanan yang padat di siang yang terik itu. Entah apa yang sedang ia rencanakan, ia bersikap seperti biasa, bertindak semaunya dengan segala pertimbangan-pertimbangan yang memenuhi otaknya.
14
“Eh, kamu udah beres belum tugas yang dikasih sama Bu Ningrum?”
“Udah dong, Dit. Huhh...!!! Bisa mampus kalo gak dituntut ngerjainnya kalo tugas dari si ibu itu...”
“Hahahaha, iya ya. Ngasih tugasnya udah kayak kerja rodi si ibu itu...”
“Eh, btw, kapan Bu Inne balik, Dit?”
“Nanti malem kayaknya baru landing di Jakarta, Del...”
“Owalahhh... syukur deh. Eh, tapi kasian nih temen aku yang ini jadi gak bisa lengket lagi sama Aa kesayangannya, hahaha...”
“Halah, apaan... orang susah banget ditempel A Yassar tu orangnya...”
“Emang iya, Dit? Aku kira dia bisa gampang ditempel sana-sini sama kamu...”
“Mana ada... dia itu orangnya business oriented, dia bakalan mentingin hal yang penting, kalo cuman sekedar recehan, mana mau dia...”
“Hahaha... tipe-tipe orang yang mikir ya kalo mau apa-apa?”
“Yap... begitulah dia...”
“Yuk ah, ke kelas, udah 10 menit lagi nih kelas dimulai...”
“Yuk...”
Mereka pun meninggalkan kantin, dan berjalan beriringan menuju kelas perlkuliahan.
“Gimana kamu sama Attar, Dit?”
“Nggak gimana-gimana, udah aja gitu udahan.”
“Yakin, gak bakal balikan?”
“Hmmm... nggak.”
“Mau sama Attar? Gih ambil...” sambungnya.
“Gila lo... hahaha... kalo sama Kak Yassar sih mau...”
“Haduh, aneh nih orang, hellow, Teh Inne segimananya elo, Del?”
“Segini... hahaha jauh...” jawab Dela sembari merantangkan kedua tangannya menggambarkan perbedaan dirinya dengan Inne.
15
“Siang, Pak...” ucap seseorang karyawan saat Yas memasuki pintu lobby.
“Siang...” jawab Yas ramah.
Seperti biasa, ia tak lelah memberikan senyuman dan sapaan ramahnya kepada setiap karyawan yang berpapasan ataupun menyapanya. Ia berjalan tegap dengan pandangan lurus ke depan, tangan kanannya menenteng tas laptop.
Ia pun memasuki ruangannya setelah naik ke lantai dua. Pemandangan yang sering ia lihat sama sekali tak berubah. Di hadapannya kini ada sesosok perempuan manis yang tengah sibuk dengan laptopnya.
“Tumben telat, Pak...” ucap Dhea.
“Biasaaa, keasyikan ngopi di warung haha...”
Dhea melirik ke arah Ojay yang masih sibuk mengetik di laptonya, Yas tak menghiraukannya dan segera menuju ke mejanya.
Memang, suasana di ruangannya saat itu terlihat sibuk masing-masing karena diburu oleh laporan-laporan tutup buku akhir bulan. Yas pun mulai mengeluarkan laptop dan menata mejanya sebelum ia hanyut dalam pekerjaannya yang membosankan.
Sejenak Yas melihat ke arah Ojay yang masih saja fokus, ia sedikit mengangkat alisnya dan segera mengalihkan pandangannya kembali ke laptop. Begitupun dengan Dhea yang kini sudah memasangkan airbuds di telinganya.
Sekitar 20 menit berlalu suasana di ruangan itu hening, hanya ada suara ketikan-ketikan yang saling bersahutan karena saking fokusnya orang-orang di sana.
“Hahhh... akhirnyaaa...” ucap Dhea sembari merentangkan ke dua lengannya ke atas.
“Beres, Mbak?” tanya Ojay.
“Sudah, Mbak. Nih tinggal dicek sama Pak Yassar, terus tanda tangan deh...”
Dhea pun kemudian beranjak dari kursinya dan menuju ke meja Yassar sembari membawa salinan pekerjaannya di flashdisk.
“Pak Yassar... tolong dicek yaaa... aku udah kiriman juga lewat gmail kok...”
“Oke... makasih ya...” jawab Yas.
“Hehe... aku cari kopi dulu deh Pak ke bawah, nitip nggak?
“Nggak ah, udah tadi...”
“Hmmm... baiklah... Mbak Chyntia mau nitip apa?” tanya Dhea pada Ojay.
“Mmm... aku ke bawah juga deh...” balas Ojay.
Ojay pun kemudian menutup laptopnya dan berjalan menghampiri Dhea yang masih berada di meja Yassar.
Yas pun menoleh ke arah Ojay yang sedang memandanginya juga, kedua mata beradu pandang.
“Tumben Mas siang banget ke kantornya, kesiangan ya?” tanya Ojay.
“Tidak Bu, saya lupa malah keasyikan di warkop tadi...”
Ojay menurunkan bibirnya seperti meledek.
“Gak mau nitip nih?” tanya Ojay meyakinkan.
Yas menggelengkan kepala, tatapannya ke laptop.
“Yasudahhh...” jawab Ojay seraya membalikan badan ke arah pintu.
“Nitip Bu Chytnia aja nanti balik lagi ke sini...”
Dhea mengalihkan pandangannya ke arah lain sembari mengulum bibirnya untuk menahan senyum.
Begitupun dengan Ojay yang terdengar tawa kecilnya mendengar ucapan Yas.
“Mbak Dhea gak disuruh balik lagi?” tanya Ojay.
“Mbak Dhea kan udah kelar kerjaannya, kamu?”
“On progress... hahaha...”
“Ya makanya...” jawab Yas nyengir.
“Udah udah hayu hayu... dipinjem dulu ya bentar Mbak Chyntianya Pak Yassar...” ucap Dhea sembari mendorong Ojay perlahan menuju pintu.
16
Ojay dan Dhea pergi ke kantin dekat kantor untuk membeli kopi dan minuman sembari berbincang-bincang tipis.
“Kirain Mbak Sin nggak suka ngopi Mbak...” ucap Dhea.
“Jarang sih Mbak, kalo lagi pengen aja...”
“Wah kalo Pak Yassar mah udah minuman wajib ya Mbak hehe...”
“Ah dia mah kalo apa-apa harus sambil ngopi...”
“Tapi kok barusan ditawarin nggak mau yah?”
“Itu kalo gitu berarti ngopinya udah 2 kali...”
“Eh buset, baru jam segini kopi udah dua gelas aja...”
“Wah ketahuan nih Mbak Sin sering merhatiin haha sampe tau gitu...”
“Eh bukan gitu, kan kalo lagi kunjungan barengan aku suka bareng dia jadinya tau.”
“Barengan nggak kunjungan juga sering kan Mbak? Hehe...”
“Aduh... hahaha...”
Mereka pun tertawa cekikikan berdua.
17
“Duluan ya Pak... Mbak...” ucap Dhea saat berpamitan pulang duluan kepada Yassar dan Ojay.
“Yaaa hati-hati Mbak...” ucap Ojay yang sedang duduk di meja Yassar.
Sedangkan Yassar hanya mengangguk tersenyum ke arah Dhea.
“Jadi, ini harusnya gimana, Mas? Salah mulu aku...”
“Ya itu kayak tadi udah bener cuman formatnya aja salah, coba ubah marginsnya dulu, abis itu diinput lagi, manual aja kalo otomatis hasilnya error atau not found...” jawab Yassar menjelaskan.
“Haduh ribet bangettt... harus dari awal lagi masa.”
“Ya nggak dari awal lagi dong, itu tinggal ubah formatnya aja, gini-gini...” Yas meraih laptop Ojay.
“Nah gitu dong hahaha...”
“Sialan anak Bos satu ini...”
“Hahaha...” Ojay tertawa renyah melihat Yassar yang akhirnya turun tangan sendiri.
Yassar mulai mengotak-ngatik laporan Ojay dan merevisinya secara langsung, sedangkan Ojay asyik menikmati camilannya yang tadi dibeli di kantin sembari menggoyang-goyangkan kepala.
“Aduh bikin meleleh nih kalo liat kamu lagi ngerjain sesuatu dengan muka yang serius gitu, Mas. Hehehe...”
“Heleh gombal biar direvisiin kerjaannya...”
“Hahaha gak papa dong, Mas... baru kali ini lagian aku kayak gini hehe...”
“Nih aaaa...” sambungnya seraya menyuapi makanan ke Yassar.
“Apa ini?” tanya Yassar
“Coklat...”
“Enak...”
“Enak lah orang disuapin...”
“Ya enak lah orang dikerjain...”
“Ih! Mas! Hahaha...”
“Jam tangan ganti, Mas?” tetiba ucap Ojay yang memperhatikan tangan Yas yang sedang mengetik.
“Engga... dari dulu juga pake yang ini.”
“Sevenfriday?”
Yas mengangguk.
“Baru ngeuh jamnya mengerikan hahaha...”
“Halah apalah daya hamba jika bersanding denganmu wahai anak kesayangan bos...”
“Murah kok jam aku ini... nih...” Ojay menyodorkan lengannya yang ditumbuhi bulu-bulu halus.
“Murah iya tapi dua digit, bagi aku itu bisa bikin pabrik gorengan, Mbak...”
“Hahaha...”
“Mau juga dong sevenfriday, di mana belinya, Mas?”
“Gak tau ini dikasih...”
“Bu Inne?”
Yas mengangguk.
“Yampun baik banget Bu Inne beliin jam mahal buat supirnya...”
“Woy!”
“Hahaha becanda cayang... mwahhh...” Ojay mendaratkan ciumannya di pipi Yassar yang sedang protes disebut supir Inne.
“Kapan beliau balik, Mas?”
“Sekarang malam sih landingnya...”
“Asyiiikkk jemput dong?”
“Iyalah kan supir...”
“Hahahaha Mas ih!”
Ojay masih duduk di meja Yassar sembari asyik menikmati makanannya dan sesekali menyuapi Yas yang masih merevisi laporannya. Rutinitas yang sering disaksikan Dhea jika ia sedang di kantor, menyaksikan kegemeasan cengkrama antara Ojay dan Yas, bahkan tak jarang Dhea pun ikut nimbrung bersama mereka. Tapi, Dhea rupanya orang yang mengerti situasi dan memahami kedekatan di antara mereka.
Posisi Ojay di ruangan itu begitu kuat, sehingga Dhea hanya bisa menggelengkan kepalanya saja melihat tingkah anak bosnya itu kepada Yassar. Juga sikap Yassar yang tak pernah keberatan jika Ojay bertingkah seperti itu.
“Kangen banget sama Bu Inne gak, Mas?” tanya Ojay tetiba.
“Pake nanya...”
“Bagus, jangan kangennya ke aku...”
Yas pun mengalihkan pandangannya segera ke Ojay, ia pun menatap balik tatapan Yas.
“For sure i really miss u too...”
“For sure?” tanya Ojay.
Yas mengangguk.
“Kiss me...”
Yas perlahan memajukan wajahnya mendekati Ojay, wajah Ojay sedikit diturunkan dan menyambut gerakan kepala Yassar.
Selang beberapa detik bibir keduanya pun bersentuhan dan mulai saling memagut.
“Mwahhh...”
“Mwaaahhh... hmmm...”
Mereka saling hisap menghisap bibir dan lidah, berpagutan detik demi detik.
“Now i can feel that, you really miss me...” ucap Ojay seraya tersenyum mengusap-ngusap rambut Yassar.
Bibir mereka merekah tersenyum bersamaan diiringi dengan mata yang saling menatap dalam.
“Mas, abis ini mau ke mana?”
“Mau dianter ke mana?” tanya Yas langsung.
“Hihi langsung peka... anter ke Mall...”
“Oke...
18
Di sebuah bangunan dua lantai terdapat beberapa display baju band dengan dominasi warna hitam dan berbagai macam koleksi cd lagu-lagu underground baik lokal maupun internasional, dindingnya penuh dengan poster-poster band. Banyak pernak-pernik yang antik di ruangan itu dan ada beberapa orang pengunjung yang melihat-lihat kaos, swater, dan jaket.
Di halaman depan terdapat beberapa orang yang tengah duduk berbincang seraya menikmati bir kaleng ditemani kepulan-kepulan asap rokok. Tak lama motor vespa matic memasuki halaman bangunan itu dan memarkirkannya.
“Tumben Teh mampir, abis dari mana?” ucap Cipeng.
“Iya nih, biasa lah abis dari pasar, nih belanjaan banyak, riweuh...”
“Owalah... sini-sini atuh...” Cipeng pun menghampiri Teh Yola hendak salim dan membersamainya berjalan.
“Jaga sendiri, Peng?”
“Iya Teh...”
“Ke mana si Aldi?”
“Biasa lagi nyortir stok barang di Uber...”
“Alhamdulillah atuh bisa kemanage sampe rame kayak gini meskipun diurusin cuman berdua ge...”
“Haha iya Teh alhamdulillah, da ari kita mah gimana si Obos weh... si obos nyuntik modal bebeledagan ya kita juga harus sama bebeledagan haha...”
“Ah percaya lah teteh sama kalian berdua mah, masih gak nyangka Teteh mah ini teh cita-cita si Iyas pisan cenah, Iyas mah pengen punya usaha distro sama cafe... eh alhamdulillah usahanya bareng-bareng juga...”
“Iya bener teh kita sering pisan ngobrolin pengen punya usaha bareng siga kieu Teh, ya alhamdulillah si Iyas ada jalannya, Cipeng sama Aldi mah bantuin aja, modal ge cuman nyimpen dikit.”
“Eh jangan gitu atuh, pokoknya mah jalaninnya harus bener, ini teh mimpi kalian bertiga pan, jangan mikirin ke sana da si Iyas ge udah percaya banget sama kalian mah...”
“Iya Teh doain aja weh biar lancar terus usahanya...”
“Iya atuh itu mah pasti...”
“Udah dapet pegawai teh?” sambung Teh Yola.
“Udah teh baru 2, tuh... satu kasir, satu lagi bagian ngelola barang sama display...”
Teh Yola pun menoleh ke arah dalam mengikuti petunjuk Cipeng.
“Oh iya iya... udah berapa lama?”
“Baru sebulan, lumayan lah daekan orangna.”
Teh Yola mengangguk.
“Ari buat yang di atas?”
“Di cafe mah udah aman semua, bagian kitchen sama waitress udah ada Teh, rame sekarang juga di atas mah...”
“Eh iya, mau pesen apa atuh?” tanya Cipeng.
“Ah yang dingin aja lah Peng... yang enak...”
“Okelah minuman yang best selling aja lah ya? Makannya apa?”
“Minum aja weh...”
“Okeee...” Cipeng langsung masuk ke distro dan menuju ke lantai dua untuk ke cafe.
Teh Ola pun menunggunya sembari memainkan ponsel.
Beberapa orang yang nongkrong di luar pun sesekali melihat ke arah Teh Ola, bagaimana tidak, parasnya yang cakep tapi rada judes sungguh menarik untuk dipandang. Terkadang Teh Ola pun menoleh ke arah mereka dan memberikan senyum mengangguk. Dari sebagian mereka ada yang sudah mengetahui Teh Ola siapa, karena dia cukup aktif di sosmed dan cukup terkenal di kalangan anak-anak skena, anjay.
“Teh ke sini sendirian?” Tetiba ucap seorang pemuda yang setengah berteriak terhalang beberapa meja.
“Iya sendirian...” jawab Teh Ola ramah.
“Si A Yassar di Bandung, Teh?”
“Oh nggak, dia masih di Jogja...”
“Oh kirain teh lagi di Bandung...”
Teh Ola menjawabnya dengan ramah, karena tak aneh, di Bandung itu menyapa orang yang tak dekat adalah budaya hahaha.
“Salam ya Teh ke A Yassar...” jawab pemuda itu.
“Iyaaa...” jawab Teh Ola tersenyum.
Tempat ini memang didesain sedemikian rupa, perpaduan antara estetik dan nuansa metal. Sebelum memasuki distro, di halamannya terdapat beberapa kursi dan meja ala-ala cafe warna putih dan disekelilingnya terdapat bunga-bunga estetik yang merambat ke tiang penyangga seperti payung di antara setiap meja dan kursinya. Lantainya dicor dan dihiasi batu-batu sungai putih yang ditata. Di setiap dusut terdapat lampu, yang jika dinyalakan malam hari akan menambah suasana yang hangat.
Memasuki distro nuansanya sudah berbeda, semua ruangan dicat hitam, semua dindingnya penuh dengan poster-poster band dan aksesoris antik seperti turntable, gitar, bass, drum electric, piano, dan pernak-pernik lainnya.
Di lantai kedua, temanya adalah spot open view seperti rooftop yang estetik. Di setiap sudutnya ada tiang penyangga untuk menyangga atap agar tidak terlalu terik saat siang, dan tidak terlalu basah saat hujan. Di sana pun juga sering ada yang mengisi live band. Konsep ini sudah direncanakan matang-matang oleh Yas, Cipeng, dan Aldi. Merekalah arsitek dari perwujudan mimpi.
“Nih Teh...” ucap Cipeng memberikan pesanan Teh Ola.
Teh Ola sedang sibuk berbincang dengan seseorang melalui video call.
“Saha Teh?” tanya Cipeng kemudian.
“Si Neng...” jawab Teh Ola yang mengarahkan ponselnya ke arah Cipeng.
“Eh halooo Cipeeenggg... ih aku pengen ke sanaaa enak banget tempatnya...” teriak Inne antusias.
“Hahaha sinilah nanti malem dari bandara langsung sini hahaha...” jawab Cipeng.
“Hahaha si Aa nya juga masih kerja atuh, Peng. Gak mungkin langsung ke sana...”
“Hah gawe wae da si eta mah... ya udah kangen-kangenan aja dulu ketang sama Yassar, cekin cekin hahaha...”
“Heh astaghfirullah...” jawab Inne melotot.
“Hahaha...” Teh Ola pun tertawa setelah sebelumnya memasang ekspresi meledek saat mendengar Inne.
“Tuh Teh marahin Cipeng Tehhh...” adu Inne ke Teh Ola.
“Tapi mau?” tanya Teh Ola.
“Mau apa Teh?”
“Cekin?” jawab Teh Ola.
“Ih! Hahaha Teteh!”
“Terserah Aa. Hahaha...” sambung Inne.
“Hahahaha...” Cipeng dan Teh Ola tertawa bersamaan.
“Jangan hamil...” bisik Teh Ola mendekatkan bibirnya ke speaker ponsel.
“Astaghfirullah Tetehhh...”
“Iya diusahakan... hahahaha...” sambung Inne.
“Hahahaha ya udah hati-hati yaaa... safe flight sayang...”
“Iya Tehhh... gak sabar pengen ke sana...” rengek Inne.
“Nanti dong hari Jum’at kan si Aa setengah hari, belum langsung kerja kan kamu? Libur dulu?”
“Iya belum Teh, nanti minggu depan mulai masuk lagi ngajar...”
“Ya udah Jum’at aja yaaa sayang...”
“Iyaaa, Neng mah gimana Aa aja...” ucap Inne.
“Nanti sama Teteh disuruh langsung si A Iyas nya,” bela Teh Ola.
“Yesss... gitu dong! Hahaha...”
“Iya Teh titak balik si Iyas tong gawe wae bisi beuki beunghar kituh...” ucap Cipeng.
“Gelo siah...”
“Biarin... biar cepet-cepet nikahin aku... hahaha...” kata Inne.
“Adeuuhhh... gaya yang udah beres S3 mah meni pengen langsung dinikahin hahaha...” ledek Teh Ola.
“Hahaha ya iya atuh Teh, doain ya ya ya ya...”
“Iyaaa sayang aamiin...”
“Nanti malem dijemput...”
“iya iya dijemput Aa...” Inne langsung memotong Teh Ola.
“Iya atuh piraku weh gak bisa ngejemput mah si aa gorok sama Teteh...”
“Hahaha aman kok Teh aman...”
“Ya udah nanti kalo udah sama aa malem kabarin Teteh yaaa...”
“Iyaaa siapgrak...” ucap Inne menirukan gaya Yassar.
“Lah si eta katepaan si Iyas...” ucap Cipeng.
“Hahaha...” mereka pun tertawa.
19
Kini beralih ke ruangan di mana Codot sedang merebahkan dirinya di atas sofa di markasnya bersama dengan teman-temannya. Tangannya memainkan ponsel dan berusaha untuk menelepon seseorang.
“Info Kujang Rumpang, hamba sedang menunggu instruksi...” ucapnya di sambungan telepon.
“Hahaha bajingan...”
“Loh tenanan iki Mas Yas... mungpung sedang gabut hehehe...”
“Haish, kok iso yo gabut e nelepon kulo... ora nelepon wadon kah?”
“Asu kowe Mas Yas ora bosen opo tho ledeki kulo...”
“Hahaha, iyo iyo Mas Dot, santai saja dulu pantau ae pergerakan e...”
“Haih bosen nemen cah pantau terus sampai mampus... mendingan kalo disuruh mantau Bu Inne...”
“Berjibaku kita Mas Dot jika soal itu...”
“Hahahaha gas, menarik...”
“Wes wes ojo ngawur tho Mas Dot, wedi aku karo sampeyan... instruksinya segitu dulu aja Mas Dot, pantau, jika sampeyan wes gatel yo wes sakarepmu asal ojo gawa-gawa kulo...”
“Hahaha siap laksanakan Kujang Rompang...”
Tak lama dari itu, Codot pun mengangkat jari dan menginstruksikan temannya untuk ikut bersamanya.
20
Di Mall Yas sedang berjalan dengan Ojay, tangan Yas tak pernah kosong yang terus digandeng oleh Ojay.
“Siapa, Mas?” tanya Ojay.
“Mas Codot...”
“Yang waktu itu?”
“Iya,” jawab Yas mengangguk.
“Ooohhh... masalah apa keknya serius gitu...”
“Kalo serius mana ada aku ketawa-ketawa...”
“Gak tau kenapa ya Mas, aku makin peka aja keknya kalo kamu ngumpetin sesuatu...”
“Hm...” Yas menarik nafas dan mengembuskannya perlahan seraya tersenyum.
“Apaaa? Kenapaaa?” tanya Ojay seraya memandang wajah Yas yang tersenyum seraya berjalan.
“Ini masalah aku dan Inne di masa lalu...” jawab Yas pelan.
“Ooohhh... sorry-sorry, Mas...” ucap Ojay yang langsung menundukkan wajahnya, tapi pegangan tangannya di lengan Yas semakin kuat.
“Gapapa kok lag...”
“Jam berapa nanti jemput Bu Inne, Mas?” Ojay langsung memotong Yas.
Yas diam dan menghentikan langkahnya, ia memandangi wajah Ojay.
“Ini udah jam 5 loh, Mas. Awas nanti kamu capek nyetirnya ya...” ucap Ojay.
“Mending makan dulu yuk, Mas... nyari minum yang seger gitu aku aus juga, udah pegel-pegel nih kaki...” sambungnya seraya menarik tangan Yas untuk kembali berjalan.
Yas pun mengikutinya dan mengiyakan kemauan Ojay. Ojay kembali bersikap seperti biasanya, tapi Yas cenderung lebih banyak diam dan menanggapi ucapan-ucapan Ojay seperlunya saja.
“Liat deh, Mas, bagus keknya... masuk yuk...” ajak Ojay saat ia melihat baju yang menarik baginya.
“Bagus nggak Mas kalo dipake di aku?” tanya Ojay saat mengangkat baju yang dipajang serta membulak-balikan dirinya di hadapan Yas.
“Emmm bagus... warnanya juga cocok...” ucap Yas.
“Mending ini atau yang ini, Mas?” tanya Ojay kembali dengan menentang kedua baju dengan warna yang berbeda, krem dan biru donker.
“Biru donker deh...”
“Emmm tapi pengen yang ini...” ucap Ojay seraya mengangkat baju yang berwarna krem.
“Ya udah, itu juga bagus kok...”
Ojay menatap agak lama mata Yas saat melihat responsnya. Itupun membuat Yas bingung.
Yas mengangkat alisnya.
“What’s wrong?”
“Nope,” jawab Ojay datar.
“Yuk ah makan...” sambungnya seraya menarik tangan Yas.
“Gak jadi beli?” tanya Yas.
“Nggak.”
“Kenapa?”
“Ngetest doang.”
Kening Yas mengkerut tak memahami maksud Ojay.
“Udah ah hayuuu makaaannn...” ucap Ojay dengan nada yang sedikit memaksa.
“Iya iya hayu...”
Yas mengira Ojay bersikap seperti itu secara tiba-tiba karena mungkin cemburu, karena sebelum Codot menelepon sikap Ojay masih aman-aman saja.
Kini tangan Yas memeluk pinggang Ojay dari belakang setelah melepaskan jarinya di genggaman Ojay.
Badan Ojay sedikit kaget dan bergetar saat telapak tangan Yas mulai mendarat di sisi perutnya, tapi ia tak berucap hanya sedikit melirik ke arah Yas yang sedang menatap lurus ke depan.
Ojay tertunduk mengulum bibirnya untuk menahan senyum agar tidak terlihat oleh Yassar.
“Senyum mah senyum aja, nanti pegel pipinya kasian...” ledek Yas.
“Mmm apasi!” jawab Ojay judes.
Sontak tangan Yas yang melingkar di pinggul Ojay dilepaskannya seketika.
Ojay yang tak menginginkan itu langsung berhenti berjalan dan menatap Yas yang berada di depannya.
“Apa?” tanya Yas.
“Ih! Ngeselin!”
Perlahan Ojay kembali berjalan menghampiri Yas dan langsung mengapit lagi lengan Yas dengan muka yang ditekuk.
Yas pun senyum-senyum sendiri melihat tingkah betina satu ini anak majikannya.
“Jangan senyum-senyum gitu, gak usah tebar pesona!” ucap Ojay galak.
“Siapgrak...” jawab Yas.
(Bersambung)
“Bagaimana kabarmu, Mas? Semoga sehat-sehat saja ya...”
Seorang pria tercekat sembari duduk di sebuah ruangan saat mendengar suara yang tak asing baginya. Ia pun masih diam tak bergeming.
“Mas? Masih bicara kan?” sambung si pria yang menelepon seraya mengepulkan asap rokoknya.
“Maaf dengan siapa saya bicara?”
“Saya yakin, anda masih mengenali suara saya, Mas. Masih orang yang sama yang memiliki suara seperti ini...”
“Tuuutt... tuuuttt... tuuutt...” sambungan telepon pun terputus.
“Hhhh... syukur kau masih ada...” ucap Yas memasukan ponsel ke saku celananya.
Kemudian ia pun melangkah pergi, menuju motornya yang terparkir di trotoar jalan.
“Pak, pulang dulu yooo... makasih...”
“Iya, Mas. Hati-hati...” ucap penjaga warung membalas.
Ia pun kemudian memacu motornya membelah jalanan yang padat di siang yang terik itu. Entah apa yang sedang ia rencanakan, ia bersikap seperti biasa, bertindak semaunya dengan segala pertimbangan-pertimbangan yang memenuhi otaknya.
14
“Eh, kamu udah beres belum tugas yang dikasih sama Bu Ningrum?”
“Udah dong, Dit. Huhh...!!! Bisa mampus kalo gak dituntut ngerjainnya kalo tugas dari si ibu itu...”
“Hahahaha, iya ya. Ngasih tugasnya udah kayak kerja rodi si ibu itu...”
“Eh, btw, kapan Bu Inne balik, Dit?”
“Nanti malem kayaknya baru landing di Jakarta, Del...”
“Owalahhh... syukur deh. Eh, tapi kasian nih temen aku yang ini jadi gak bisa lengket lagi sama Aa kesayangannya, hahaha...”
“Halah, apaan... orang susah banget ditempel A Yassar tu orangnya...”
“Emang iya, Dit? Aku kira dia bisa gampang ditempel sana-sini sama kamu...”
“Mana ada... dia itu orangnya business oriented, dia bakalan mentingin hal yang penting, kalo cuman sekedar recehan, mana mau dia...”
“Hahaha... tipe-tipe orang yang mikir ya kalo mau apa-apa?”
“Yap... begitulah dia...”
“Yuk ah, ke kelas, udah 10 menit lagi nih kelas dimulai...”
“Yuk...”
Mereka pun meninggalkan kantin, dan berjalan beriringan menuju kelas perlkuliahan.
“Gimana kamu sama Attar, Dit?”
“Nggak gimana-gimana, udah aja gitu udahan.”
“Yakin, gak bakal balikan?”
“Hmmm... nggak.”
“Mau sama Attar? Gih ambil...” sambungnya.
“Gila lo... hahaha... kalo sama Kak Yassar sih mau...”
“Haduh, aneh nih orang, hellow, Teh Inne segimananya elo, Del?”
“Segini... hahaha jauh...” jawab Dela sembari merantangkan kedua tangannya menggambarkan perbedaan dirinya dengan Inne.
15
“Siang, Pak...” ucap seseorang karyawan saat Yas memasuki pintu lobby.
“Siang...” jawab Yas ramah.
Seperti biasa, ia tak lelah memberikan senyuman dan sapaan ramahnya kepada setiap karyawan yang berpapasan ataupun menyapanya. Ia berjalan tegap dengan pandangan lurus ke depan, tangan kanannya menenteng tas laptop.
Ia pun memasuki ruangannya setelah naik ke lantai dua. Pemandangan yang sering ia lihat sama sekali tak berubah. Di hadapannya kini ada sesosok perempuan manis yang tengah sibuk dengan laptopnya.
“Tumben telat, Pak...” ucap Dhea.
“Biasaaa, keasyikan ngopi di warung haha...”
Dhea melirik ke arah Ojay yang masih sibuk mengetik di laptonya, Yas tak menghiraukannya dan segera menuju ke mejanya.
Memang, suasana di ruangannya saat itu terlihat sibuk masing-masing karena diburu oleh laporan-laporan tutup buku akhir bulan. Yas pun mulai mengeluarkan laptop dan menata mejanya sebelum ia hanyut dalam pekerjaannya yang membosankan.
Sejenak Yas melihat ke arah Ojay yang masih saja fokus, ia sedikit mengangkat alisnya dan segera mengalihkan pandangannya kembali ke laptop. Begitupun dengan Dhea yang kini sudah memasangkan airbuds di telinganya.
Sekitar 20 menit berlalu suasana di ruangan itu hening, hanya ada suara ketikan-ketikan yang saling bersahutan karena saking fokusnya orang-orang di sana.
“Hahhh... akhirnyaaa...” ucap Dhea sembari merentangkan ke dua lengannya ke atas.
“Beres, Mbak?” tanya Ojay.
“Sudah, Mbak. Nih tinggal dicek sama Pak Yassar, terus tanda tangan deh...”
Dhea pun kemudian beranjak dari kursinya dan menuju ke meja Yassar sembari membawa salinan pekerjaannya di flashdisk.
“Pak Yassar... tolong dicek yaaa... aku udah kiriman juga lewat gmail kok...”
“Oke... makasih ya...” jawab Yas.
“Hehe... aku cari kopi dulu deh Pak ke bawah, nitip nggak?
“Nggak ah, udah tadi...”
“Hmmm... baiklah... Mbak Chyntia mau nitip apa?” tanya Dhea pada Ojay.
“Mmm... aku ke bawah juga deh...” balas Ojay.
Ojay pun kemudian menutup laptopnya dan berjalan menghampiri Dhea yang masih berada di meja Yassar.
Yas pun menoleh ke arah Ojay yang sedang memandanginya juga, kedua mata beradu pandang.
“Tumben Mas siang banget ke kantornya, kesiangan ya?” tanya Ojay.
“Tidak Bu, saya lupa malah keasyikan di warkop tadi...”
Ojay menurunkan bibirnya seperti meledek.
“Gak mau nitip nih?” tanya Ojay meyakinkan.
Yas menggelengkan kepala, tatapannya ke laptop.
“Yasudahhh...” jawab Ojay seraya membalikan badan ke arah pintu.
“Nitip Bu Chytnia aja nanti balik lagi ke sini...”
Dhea mengalihkan pandangannya ke arah lain sembari mengulum bibirnya untuk menahan senyum.
Begitupun dengan Ojay yang terdengar tawa kecilnya mendengar ucapan Yas.
“Mbak Dhea gak disuruh balik lagi?” tanya Ojay.
“Mbak Dhea kan udah kelar kerjaannya, kamu?”
“On progress... hahaha...”
“Ya makanya...” jawab Yas nyengir.
“Udah udah hayu hayu... dipinjem dulu ya bentar Mbak Chyntianya Pak Yassar...” ucap Dhea sembari mendorong Ojay perlahan menuju pintu.
16
Ojay dan Dhea pergi ke kantin dekat kantor untuk membeli kopi dan minuman sembari berbincang-bincang tipis.
“Kirain Mbak Sin nggak suka ngopi Mbak...” ucap Dhea.
“Jarang sih Mbak, kalo lagi pengen aja...”
“Wah kalo Pak Yassar mah udah minuman wajib ya Mbak hehe...”
“Ah dia mah kalo apa-apa harus sambil ngopi...”
“Tapi kok barusan ditawarin nggak mau yah?”
“Itu kalo gitu berarti ngopinya udah 2 kali...”
“Eh buset, baru jam segini kopi udah dua gelas aja...”
“Wah ketahuan nih Mbak Sin sering merhatiin haha sampe tau gitu...”
“Eh bukan gitu, kan kalo lagi kunjungan barengan aku suka bareng dia jadinya tau.”
“Barengan nggak kunjungan juga sering kan Mbak? Hehe...”
“Aduh... hahaha...”
Mereka pun tertawa cekikikan berdua.
17
“Duluan ya Pak... Mbak...” ucap Dhea saat berpamitan pulang duluan kepada Yassar dan Ojay.
“Yaaa hati-hati Mbak...” ucap Ojay yang sedang duduk di meja Yassar.
Sedangkan Yassar hanya mengangguk tersenyum ke arah Dhea.
“Jadi, ini harusnya gimana, Mas? Salah mulu aku...”
“Ya itu kayak tadi udah bener cuman formatnya aja salah, coba ubah marginsnya dulu, abis itu diinput lagi, manual aja kalo otomatis hasilnya error atau not found...” jawab Yassar menjelaskan.
“Haduh ribet bangettt... harus dari awal lagi masa.”
“Ya nggak dari awal lagi dong, itu tinggal ubah formatnya aja, gini-gini...” Yas meraih laptop Ojay.
“Nah gitu dong hahaha...”
“Sialan anak Bos satu ini...”
“Hahaha...” Ojay tertawa renyah melihat Yassar yang akhirnya turun tangan sendiri.
Yassar mulai mengotak-ngatik laporan Ojay dan merevisinya secara langsung, sedangkan Ojay asyik menikmati camilannya yang tadi dibeli di kantin sembari menggoyang-goyangkan kepala.
“Aduh bikin meleleh nih kalo liat kamu lagi ngerjain sesuatu dengan muka yang serius gitu, Mas. Hehehe...”
“Heleh gombal biar direvisiin kerjaannya...”
“Hahaha gak papa dong, Mas... baru kali ini lagian aku kayak gini hehe...”
“Nih aaaa...” sambungnya seraya menyuapi makanan ke Yassar.
“Apa ini?” tanya Yassar
“Coklat...”
“Enak...”
“Enak lah orang disuapin...”
“Ya enak lah orang dikerjain...”
“Ih! Mas! Hahaha...”
“Jam tangan ganti, Mas?” tetiba ucap Ojay yang memperhatikan tangan Yas yang sedang mengetik.
“Engga... dari dulu juga pake yang ini.”
“Sevenfriday?”
Yas mengangguk.
“Baru ngeuh jamnya mengerikan hahaha...”
“Halah apalah daya hamba jika bersanding denganmu wahai anak kesayangan bos...”
“Murah kok jam aku ini... nih...” Ojay menyodorkan lengannya yang ditumbuhi bulu-bulu halus.
“Murah iya tapi dua digit, bagi aku itu bisa bikin pabrik gorengan, Mbak...”
“Hahaha...”
“Mau juga dong sevenfriday, di mana belinya, Mas?”
“Gak tau ini dikasih...”
“Bu Inne?”
Yas mengangguk.
“Yampun baik banget Bu Inne beliin jam mahal buat supirnya...”
“Woy!”
“Hahaha becanda cayang... mwahhh...” Ojay mendaratkan ciumannya di pipi Yassar yang sedang protes disebut supir Inne.
“Kapan beliau balik, Mas?”
“Sekarang malam sih landingnya...”
“Asyiiikkk jemput dong?”
“Iyalah kan supir...”
“Hahahaha Mas ih!”
Ojay masih duduk di meja Yassar sembari asyik menikmati makanannya dan sesekali menyuapi Yas yang masih merevisi laporannya. Rutinitas yang sering disaksikan Dhea jika ia sedang di kantor, menyaksikan kegemeasan cengkrama antara Ojay dan Yas, bahkan tak jarang Dhea pun ikut nimbrung bersama mereka. Tapi, Dhea rupanya orang yang mengerti situasi dan memahami kedekatan di antara mereka.
Posisi Ojay di ruangan itu begitu kuat, sehingga Dhea hanya bisa menggelengkan kepalanya saja melihat tingkah anak bosnya itu kepada Yassar. Juga sikap Yassar yang tak pernah keberatan jika Ojay bertingkah seperti itu.
“Kangen banget sama Bu Inne gak, Mas?” tanya Ojay tetiba.
“Pake nanya...”
“Bagus, jangan kangennya ke aku...”
Yas pun mengalihkan pandangannya segera ke Ojay, ia pun menatap balik tatapan Yas.
“For sure i really miss u too...”
“For sure?” tanya Ojay.
Yas mengangguk.
“Kiss me...”
Yas perlahan memajukan wajahnya mendekati Ojay, wajah Ojay sedikit diturunkan dan menyambut gerakan kepala Yassar.
Selang beberapa detik bibir keduanya pun bersentuhan dan mulai saling memagut.
“Mwahhh...”
“Mwaaahhh... hmmm...”
Mereka saling hisap menghisap bibir dan lidah, berpagutan detik demi detik.
“Now i can feel that, you really miss me...” ucap Ojay seraya tersenyum mengusap-ngusap rambut Yassar.
Bibir mereka merekah tersenyum bersamaan diiringi dengan mata yang saling menatap dalam.
“Mas, abis ini mau ke mana?”
“Mau dianter ke mana?” tanya Yas langsung.
“Hihi langsung peka... anter ke Mall...”
“Oke...
18
Di sebuah bangunan dua lantai terdapat beberapa display baju band dengan dominasi warna hitam dan berbagai macam koleksi cd lagu-lagu underground baik lokal maupun internasional, dindingnya penuh dengan poster-poster band. Banyak pernak-pernik yang antik di ruangan itu dan ada beberapa orang pengunjung yang melihat-lihat kaos, swater, dan jaket.
Di halaman depan terdapat beberapa orang yang tengah duduk berbincang seraya menikmati bir kaleng ditemani kepulan-kepulan asap rokok. Tak lama motor vespa matic memasuki halaman bangunan itu dan memarkirkannya.
“Tumben Teh mampir, abis dari mana?” ucap Cipeng.
“Iya nih, biasa lah abis dari pasar, nih belanjaan banyak, riweuh...”
“Owalah... sini-sini atuh...” Cipeng pun menghampiri Teh Yola hendak salim dan membersamainya berjalan.
“Jaga sendiri, Peng?”
“Iya Teh...”
“Ke mana si Aldi?”
“Biasa lagi nyortir stok barang di Uber...”
“Alhamdulillah atuh bisa kemanage sampe rame kayak gini meskipun diurusin cuman berdua ge...”
“Haha iya Teh alhamdulillah, da ari kita mah gimana si Obos weh... si obos nyuntik modal bebeledagan ya kita juga harus sama bebeledagan haha...”
“Ah percaya lah teteh sama kalian berdua mah, masih gak nyangka Teteh mah ini teh cita-cita si Iyas pisan cenah, Iyas mah pengen punya usaha distro sama cafe... eh alhamdulillah usahanya bareng-bareng juga...”
“Iya bener teh kita sering pisan ngobrolin pengen punya usaha bareng siga kieu Teh, ya alhamdulillah si Iyas ada jalannya, Cipeng sama Aldi mah bantuin aja, modal ge cuman nyimpen dikit.”
“Eh jangan gitu atuh, pokoknya mah jalaninnya harus bener, ini teh mimpi kalian bertiga pan, jangan mikirin ke sana da si Iyas ge udah percaya banget sama kalian mah...”
“Iya Teh doain aja weh biar lancar terus usahanya...”
“Iya atuh itu mah pasti...”
“Udah dapet pegawai teh?” sambung Teh Yola.
“Udah teh baru 2, tuh... satu kasir, satu lagi bagian ngelola barang sama display...”
Teh Yola pun menoleh ke arah dalam mengikuti petunjuk Cipeng.
“Oh iya iya... udah berapa lama?”
“Baru sebulan, lumayan lah daekan orangna.”
Teh Yola mengangguk.
“Ari buat yang di atas?”
“Di cafe mah udah aman semua, bagian kitchen sama waitress udah ada Teh, rame sekarang juga di atas mah...”
“Eh iya, mau pesen apa atuh?” tanya Cipeng.
“Ah yang dingin aja lah Peng... yang enak...”
“Okelah minuman yang best selling aja lah ya? Makannya apa?”
“Minum aja weh...”
“Okeee...” Cipeng langsung masuk ke distro dan menuju ke lantai dua untuk ke cafe.
Teh Ola pun menunggunya sembari memainkan ponsel.
Beberapa orang yang nongkrong di luar pun sesekali melihat ke arah Teh Ola, bagaimana tidak, parasnya yang cakep tapi rada judes sungguh menarik untuk dipandang. Terkadang Teh Ola pun menoleh ke arah mereka dan memberikan senyum mengangguk. Dari sebagian mereka ada yang sudah mengetahui Teh Ola siapa, karena dia cukup aktif di sosmed dan cukup terkenal di kalangan anak-anak skena, anjay.
“Teh ke sini sendirian?” Tetiba ucap seorang pemuda yang setengah berteriak terhalang beberapa meja.
“Iya sendirian...” jawab Teh Ola ramah.
“Si A Yassar di Bandung, Teh?”
“Oh nggak, dia masih di Jogja...”
“Oh kirain teh lagi di Bandung...”
Teh Ola menjawabnya dengan ramah, karena tak aneh, di Bandung itu menyapa orang yang tak dekat adalah budaya hahaha.
“Salam ya Teh ke A Yassar...” jawab pemuda itu.
“Iyaaa...” jawab Teh Ola tersenyum.
Tempat ini memang didesain sedemikian rupa, perpaduan antara estetik dan nuansa metal. Sebelum memasuki distro, di halamannya terdapat beberapa kursi dan meja ala-ala cafe warna putih dan disekelilingnya terdapat bunga-bunga estetik yang merambat ke tiang penyangga seperti payung di antara setiap meja dan kursinya. Lantainya dicor dan dihiasi batu-batu sungai putih yang ditata. Di setiap dusut terdapat lampu, yang jika dinyalakan malam hari akan menambah suasana yang hangat.
Memasuki distro nuansanya sudah berbeda, semua ruangan dicat hitam, semua dindingnya penuh dengan poster-poster band dan aksesoris antik seperti turntable, gitar, bass, drum electric, piano, dan pernak-pernik lainnya.
Di lantai kedua, temanya adalah spot open view seperti rooftop yang estetik. Di setiap sudutnya ada tiang penyangga untuk menyangga atap agar tidak terlalu terik saat siang, dan tidak terlalu basah saat hujan. Di sana pun juga sering ada yang mengisi live band. Konsep ini sudah direncanakan matang-matang oleh Yas, Cipeng, dan Aldi. Merekalah arsitek dari perwujudan mimpi.
“Nih Teh...” ucap Cipeng memberikan pesanan Teh Ola.
Teh Ola sedang sibuk berbincang dengan seseorang melalui video call.
“Saha Teh?” tanya Cipeng kemudian.
“Si Neng...” jawab Teh Ola yang mengarahkan ponselnya ke arah Cipeng.
“Eh halooo Cipeeenggg... ih aku pengen ke sanaaa enak banget tempatnya...” teriak Inne antusias.
“Hahaha sinilah nanti malem dari bandara langsung sini hahaha...” jawab Cipeng.
“Hahaha si Aa nya juga masih kerja atuh, Peng. Gak mungkin langsung ke sana...”
“Hah gawe wae da si eta mah... ya udah kangen-kangenan aja dulu ketang sama Yassar, cekin cekin hahaha...”
“Heh astaghfirullah...” jawab Inne melotot.
“Hahaha...” Teh Ola pun tertawa setelah sebelumnya memasang ekspresi meledek saat mendengar Inne.
“Tuh Teh marahin Cipeng Tehhh...” adu Inne ke Teh Ola.
“Tapi mau?” tanya Teh Ola.
“Mau apa Teh?”
“Cekin?” jawab Teh Ola.
“Ih! Hahaha Teteh!”
“Terserah Aa. Hahaha...” sambung Inne.
“Hahahaha...” Cipeng dan Teh Ola tertawa bersamaan.
“Jangan hamil...” bisik Teh Ola mendekatkan bibirnya ke speaker ponsel.
“Astaghfirullah Tetehhh...”
“Iya diusahakan... hahahaha...” sambung Inne.
“Hahahaha ya udah hati-hati yaaa... safe flight sayang...”
“Iya Tehhh... gak sabar pengen ke sana...” rengek Inne.
“Nanti dong hari Jum’at kan si Aa setengah hari, belum langsung kerja kan kamu? Libur dulu?”
“Iya belum Teh, nanti minggu depan mulai masuk lagi ngajar...”
“Ya udah Jum’at aja yaaa sayang...”
“Iyaaa, Neng mah gimana Aa aja...” ucap Inne.
“Nanti sama Teteh disuruh langsung si A Iyas nya,” bela Teh Ola.
“Yesss... gitu dong! Hahaha...”
“Iya Teh titak balik si Iyas tong gawe wae bisi beuki beunghar kituh...” ucap Cipeng.
“Gelo siah...”
“Biarin... biar cepet-cepet nikahin aku... hahaha...” kata Inne.
“Adeuuhhh... gaya yang udah beres S3 mah meni pengen langsung dinikahin hahaha...” ledek Teh Ola.
“Hahaha ya iya atuh Teh, doain ya ya ya ya...”
“Iyaaa sayang aamiin...”
“Nanti malem dijemput...”
“iya iya dijemput Aa...” Inne langsung memotong Teh Ola.
“Iya atuh piraku weh gak bisa ngejemput mah si aa gorok sama Teteh...”
“Hahaha aman kok Teh aman...”
“Ya udah nanti kalo udah sama aa malem kabarin Teteh yaaa...”
“Iyaaa siapgrak...” ucap Inne menirukan gaya Yassar.
“Lah si eta katepaan si Iyas...” ucap Cipeng.
“Hahaha...” mereka pun tertawa.
19
Kini beralih ke ruangan di mana Codot sedang merebahkan dirinya di atas sofa di markasnya bersama dengan teman-temannya. Tangannya memainkan ponsel dan berusaha untuk menelepon seseorang.
“Info Kujang Rumpang, hamba sedang menunggu instruksi...” ucapnya di sambungan telepon.
“Hahaha bajingan...”
“Loh tenanan iki Mas Yas... mungpung sedang gabut hehehe...”
“Haish, kok iso yo gabut e nelepon kulo... ora nelepon wadon kah?”
“Asu kowe Mas Yas ora bosen opo tho ledeki kulo...”
“Hahaha, iyo iyo Mas Dot, santai saja dulu pantau ae pergerakan e...”
“Haih bosen nemen cah pantau terus sampai mampus... mendingan kalo disuruh mantau Bu Inne...”
“Berjibaku kita Mas Dot jika soal itu...”
“Hahahaha gas, menarik...”
“Wes wes ojo ngawur tho Mas Dot, wedi aku karo sampeyan... instruksinya segitu dulu aja Mas Dot, pantau, jika sampeyan wes gatel yo wes sakarepmu asal ojo gawa-gawa kulo...”
“Hahaha siap laksanakan Kujang Rompang...”
Tak lama dari itu, Codot pun mengangkat jari dan menginstruksikan temannya untuk ikut bersamanya.
20
Di Mall Yas sedang berjalan dengan Ojay, tangan Yas tak pernah kosong yang terus digandeng oleh Ojay.
“Siapa, Mas?” tanya Ojay.
“Mas Codot...”
“Yang waktu itu?”
“Iya,” jawab Yas mengangguk.
“Ooohhh... masalah apa keknya serius gitu...”
“Kalo serius mana ada aku ketawa-ketawa...”
“Gak tau kenapa ya Mas, aku makin peka aja keknya kalo kamu ngumpetin sesuatu...”
“Hm...” Yas menarik nafas dan mengembuskannya perlahan seraya tersenyum.
“Apaaa? Kenapaaa?” tanya Ojay seraya memandang wajah Yas yang tersenyum seraya berjalan.
“Ini masalah aku dan Inne di masa lalu...” jawab Yas pelan.
“Ooohhh... sorry-sorry, Mas...” ucap Ojay yang langsung menundukkan wajahnya, tapi pegangan tangannya di lengan Yas semakin kuat.
“Gapapa kok lag...”
“Jam berapa nanti jemput Bu Inne, Mas?” Ojay langsung memotong Yas.
Yas diam dan menghentikan langkahnya, ia memandangi wajah Ojay.
“Ini udah jam 5 loh, Mas. Awas nanti kamu capek nyetirnya ya...” ucap Ojay.
“Mending makan dulu yuk, Mas... nyari minum yang seger gitu aku aus juga, udah pegel-pegel nih kaki...” sambungnya seraya menarik tangan Yas untuk kembali berjalan.
Yas pun mengikutinya dan mengiyakan kemauan Ojay. Ojay kembali bersikap seperti biasanya, tapi Yas cenderung lebih banyak diam dan menanggapi ucapan-ucapan Ojay seperlunya saja.
“Liat deh, Mas, bagus keknya... masuk yuk...” ajak Ojay saat ia melihat baju yang menarik baginya.
“Bagus nggak Mas kalo dipake di aku?” tanya Ojay saat mengangkat baju yang dipajang serta membulak-balikan dirinya di hadapan Yas.
“Emmm bagus... warnanya juga cocok...” ucap Yas.
“Mending ini atau yang ini, Mas?” tanya Ojay kembali dengan menentang kedua baju dengan warna yang berbeda, krem dan biru donker.
“Biru donker deh...”
“Emmm tapi pengen yang ini...” ucap Ojay seraya mengangkat baju yang berwarna krem.
“Ya udah, itu juga bagus kok...”
Ojay menatap agak lama mata Yas saat melihat responsnya. Itupun membuat Yas bingung.
Yas mengangkat alisnya.
“What’s wrong?”
“Nope,” jawab Ojay datar.
“Yuk ah makan...” sambungnya seraya menarik tangan Yas.
“Gak jadi beli?” tanya Yas.
“Nggak.”
“Kenapa?”
“Ngetest doang.”
Kening Yas mengkerut tak memahami maksud Ojay.
“Udah ah hayuuu makaaannn...” ucap Ojay dengan nada yang sedikit memaksa.
“Iya iya hayu...”
Yas mengira Ojay bersikap seperti itu secara tiba-tiba karena mungkin cemburu, karena sebelum Codot menelepon sikap Ojay masih aman-aman saja.
Kini tangan Yas memeluk pinggang Ojay dari belakang setelah melepaskan jarinya di genggaman Ojay.
Badan Ojay sedikit kaget dan bergetar saat telapak tangan Yas mulai mendarat di sisi perutnya, tapi ia tak berucap hanya sedikit melirik ke arah Yas yang sedang menatap lurus ke depan.
Ojay tertunduk mengulum bibirnya untuk menahan senyum agar tidak terlihat oleh Yassar.
“Senyum mah senyum aja, nanti pegel pipinya kasian...” ledek Yas.
“Mmm apasi!” jawab Ojay judes.
Sontak tangan Yas yang melingkar di pinggul Ojay dilepaskannya seketika.
Ojay yang tak menginginkan itu langsung berhenti berjalan dan menatap Yas yang berada di depannya.
“Apa?” tanya Yas.
“Ih! Ngeselin!”
Perlahan Ojay kembali berjalan menghampiri Yas dan langsung mengapit lagi lengan Yas dengan muka yang ditekuk.
Yas pun senyum-senyum sendiri melihat tingkah betina satu ini anak majikannya.
“Jangan senyum-senyum gitu, gak usah tebar pesona!” ucap Ojay galak.
“Siapgrak...” jawab Yas.
(Bersambung)
Terakhir diubah:
zaxfani
Senpai Semprot
welcome back with a nice story
check_mate
Pertapa Semprot
- Daftar
- 23 Apr 2018
- Post
- 4.897
- Like diterima
- 21.987
cukiberegu
Senpai Semprot
- Daftar
- 7 Apr 2014
- Post
- 981
- Like diterima
- 2.402
Kangen manjanya Ojaayyy
lemari_plastik_1029
Guru Semprot
- Daftar
- 20 Aug 2019
- Post
- 737
- Like diterima
- 969
Gemoyyyy bngttt
Similar threads
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
