Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA Pengkhianatan Sahabat

Status
Please reply by conversation.
Akhir nya tamat juga baca dari awal ampe update terakhir :D

mantaps cerita nya om kyaknya bakalan masih bnyak konflik2 niih, d tunvgu next update nya om :beer:
 
Untuk update selanjutnya, sepertinya akan lebih panjang dari biasanya

Sejauh ini sudah selesai 1000 kata :)

Alhamdulilah...
Siaap ukhti...

Ana yakin, muncul konflik perselingkuhan, pengkhianatan yang sebenarnya.
Pak Jarot yang berkhianat, Bobi yang berkhianat, Irfan bisa saja masuk antara Pak Jarot dan om Burhan, atau Egi yang muncul lagi eksistensinya.

Lanjuuut ukhti... : semangat:
 
yg paling kusuka itu mila, dan mungkin bakal ada perselingkuhan juga sama pak jarot, iya kan iya kan wkwk
 
Part 36 - Birahi di Lantai Tiga

Mila-4.jpg

Hanya dalam waktu beberapa minggu, butik busana muslimah yang dibangun Mila di Kota S berhasil dibuka. Mila berhasil mengawasi proses renovasi butik tersebut hingga selesai, dan kini pengunjung sudah mulai berdatangan.

Berbeda dengan Om Burhan yang lebih memilih cara tradisional seperti membuat acara launching dengan mengundang tamu dan media massa, Mila justru lebih suka melakukan promosi lewat media sosial untuk menarik konsumen. Mila bahkan ikut menjadi model untuk busana muslimah yang ia jual, yang kemudian fotonya disebarkan lewat media sosial.

Percaya dengan insting bisnis sang istri, Om Burhan pun membiarkan Mila melakukan apa yang ia inginkan. Dan akhirnya, strategi bisnis Mila cukup berhasil menarik minat para muslimah di Kota S, yang langsung tertarik dengan konsep butik milik Mila yang relatif baru.

Mila pun telah merekrut beberapa petugas untuk melayani pembeli di toko tersebut, lengkap dengan karyawan yang bertugas untuk mencari model-model busana muslimah baru untuk dimasukkan ke dalam koleksi mereka. Semuanya sudah berjalan secara otomatis, dan Mila hanya perlu mengawasi pekerjaan mereka saja.

Seperti siang ini, ketika Mila mengunjungi butik tersebut. Selama lima belas menit, ia memutuskan untuk melayani para pembeli secara langsung. Namun setelah itu, ia masuk ke ruangan kantor di belakang butik untuk mengurus urusan keuangan butik tersebut.

Ketika sedang sibuk bekerja, telepon Mila berdering.

“Assalamualaykum, suamiku,” ujar Mila begitu mengangkat telepon tersebut. Ternyata telepon tersebut berasal dari Om Burhan.

“Waalaykumsalam istriku yang cantik. Kamu lagi sibuk?” Tanya Om Burhan dari ujung telepon.

“Nggak koq. Ada apa Om? Om lagi di mana?”

“Om lagi lihat-lihat properti di pinggir kota, sepertinya harga rumah di sini masih cukup masuk akal. Bagaimana di butik? Ramai?”

“Alhamdulillah, seperti biasa ramai, Om.”

“Bagus kalau begitu. Oh iya, Mila. Malam ini, Pak Jarot mengundang kita berdua ke pesta makan malam di rumahnya. Ia baru pindah ke rumah baru, sehingga ia mengadakan acara semacam Open House dan mengundang teman dan rekan-rekannya di kantor pemerintah, termasuk kita. Kamu bisa ikut?”

Mila berpikir sejenak. “Sepertinya bisa, Om. Jam berapa?”

“Jam makan malam, sekitar pukul 7. Ya sudah, nanti kamu siap-siap ya,” ujar Om Burhan.

“Oke suamiku tersayang, muuuaacch,” ujar Mila genit.

“Hahaha, dasar kamu. Nanti aku balas kalau sudah di apartemen. Dadaahh.”

“Dahh, Om.”

Setelah sambungan telepon terputus, Mila terdiam sejenak untuk memikirkan pakaian apa yang akan ia kenakan nanti malam. Dari cerita Om Burhan, pesta tersebut sepertinya merupakan sesuatu yang meriah dan akan ada banyak orang penting yang hadir. Ia harus tampil berbeda.

“Ahh, baiklah. Aku pakai gaun yang itu saja,” ujar Mila dalam hati sambil memikirkan sebuah gaun yang pasti akan sangat cantik saat ia kenakan.

Setelah itu, perempuan cantik tersebut pun kembali larut dalam pekerjaannya.

---

Tepat pukul 7, mobil Om Burhan dan Mila sampai di sebuah rumah bertingkat yang terletak di kawasan elite kota S. Ketika sampai, sudah banyak tamu yang hadir, ditandai dengan banyaknya mobil yang terparkir di tempat tersebut. Om Burhan sempat kesulitan menemukan posisi parkir, sebelum kemudian melihat sebuah area kosong yang terletak di antara dua mobil yang sedang terparkir. Ia pun menempatkan mobilnya di area tersebut.

Begitu turun dari mobil, Om Burhan langsung menggandeng Mila untuk masuk ke dalam rumah baru Pak Jarot yang tampak megah. Malam itu, Mila tampak anggun dengan baju terusan berwarna kuning dengan jilbab berwarna senada. Model pakaian tersebut memang cukup ketat, sehingga membentuk tubuh Mila dengan sempurna di bagian dada dan pinggul. Hanya ujung di bagian tangan dan betis saja yang terlihat sedikit lebar. Sedangkan untuk jilbab, Mila mengenakannya dengan cara melilirnya di leher, bukan digerai seperti biasanya. Pakaian tersebut merupakan hasil rancangan salah satu desainer muslimah terkenal, yang karyanya begitu laris dijual di butik milik Mila.

“Kamu cantik sekali malam ini,” bisik Om Burhan kepada istrinya ketika mereka tengah memasuki rumah Pak Jarot.

“Jadi, biasanya gak cantik?” Tanya Mila dengan wajah merengut.

“Biasanya cantik juga, apalagi kalau lagi mendesah di atas ranjang,” ujar Om Burhan pelan, khawatir akan terdengar oleh pengunjung lain.

Mila tidak menjawab, namun ia justru menjulurkan tangannya untuk mencubit lengan Om Burhan. Pria tua tersebut pun meringis kesakitan diperlakukan seperti itu.

"Dasar nakal," bisik Mila.

Acara makan malam dan pesta ternyata dilangsungkan di halaman belakang rumah baru Pak Jarot tersebut. Halaman tersebut cukup luas, dan tidak memiliki atap alias bersifat outdoor. Di tengahnya ada kolam renang yang lumayan besar, meski kini tidak ada seorang pun yang berenang di dalamnya.

Om Burhan akhirnya bisa menemukan Pak Jarot yang tengah berada tepat di tepi kolam renang. Di sebelahnya, ada seorang perempuan cantik dengan rambut yang tergerai hingga ke punggung. Meski usianya sudah tidak muda lagi, namun wajah perempuan tersebut tampak masih menyimpan keindahan masa mudanya.

Mila dan suaminya pun mendekati Pak Jarot untuk menyapanya. “Apa kabar sahabat!” Ujar Om Burhan ketika mereka bertemu.

Pak Jarot dan Om Burhan langsung berpelukan. Mila secara otomatis juga memeluk perempuan yang ada di sisi Pak Jarot dan saling mengecup pipi masing-masing.

“Kamu memang tidak salah memilih istri, Burhan,” ujar perempuan tersebut, membuat Mila tersipu malu.

“Oh iya, Mila perkenalkan ini Farida, istri Pak Jarot. Farida, perkenalkan ini istriku, Mila,” ujar Om Burhan mengenalkan mereka berdua.

Farida-1.jpg

“Sudah lama kamu sampai, Burhan?” Tanya Pak Jarot.

“Baru saja. Besar sekali ya rumah baru kamu ini. Sepertinya bisa 3 hingga 4 kali lipat lebih besar dibanding rumah kamu yang sebelumnya,” ujar Om Burhan.

“Lebih tepatnya 5 kali, hee. Alhamdulillah, ini semua rejeki, Burhan,” jawab Pak Jarot.

“Luar biasa. Banyak juga tamu yang kamu undang,” Om Burhan melihat sekeliling dan memperkirakan ada sekitar seratus orang yang berkumpul malam itu, di luar petugas katering yang dengan sigap menyajikan makanan.

“Habis aku bingung kalau harus pilih-pilih, jadi aku undang saja semua. Di sana ada Ketua DPRD Kota, kalau di sana ada Pak Wakil Walikota,” ujar Pak Jarot menunjuk-nunjuk beberapa tamunya. “Aku juga mengundang Pak Gubernur sebenarnya, tapi beliau berhalangan hadir.”

“Luar biasa memang kawanku ini. Beruntung kamu, Farida,” ujar Om Burhan.

“Salah, Burhan. Aku yang beruntung mendapatkan dia, hee,” ujar Pak Jarot yang kemudian disambut dengan kecupan bibir Bu Farida pada bibirnya. Pasangan suami istri tersebut tampak tidak malu-malu untuk mengumbar kemesraannya di hadapan Om Burhan dan Mila yang justru tersipu malu.

“Ya sudah, silakan kalian berkeliling dan nikmati makanannya,” ujar Bu Farida sambil tersenyum manis. Om Burhan dan Mila pun mengangguk sopan, lalu menarik diri.

Di antara tamu-tamu yang hadir, hampir tidak ada yang dikenal oleh Om Burhan dan Mila. Hal ini tentu wajar, karena mereka memang baru tinggal di Kota S tersebut setelah pindah dari Jakarta. Mereka pun memutuskan untuk menghabiskan waktu dengan menyantap hidangan yang tersedia.

“Pak Jarot ini benar-benar kaya, ya Om,” ujar Mila kepada suaminya, sambil menikmati semangkuk Soto Lamongan.

“Ya, begitulah. Sebelum menjabat sebagai Walikota, dia memang sudah sukses membangun bisnis. Ditambah dengan jabatannya sekarang, tentu bisnisnya juga akan berkembang pesat tanpa harus dia urus terlalu jauh,” jawab Om Burhan. “Tapi sayang …”

“Sayang kenapa, Om?” Tanya Mila heran dengan kata-kata suaminya yang terpotong.

“Sayang mereka sampai sekarang belum mempunyai anak. Sehingga sampai saat ini belum ada ahli waris yang akan mewarisi semua kekayaan ini,” ujar Om Burhan.

“Ohhh,” gumam Mila.

Mereka berdua kemudian berjalan ke tempat makanan penutup, sebelum tiba-tiba muncul seseorang yang menyapa Om Burhan. Ternyata dia adalah rekan bisnis Om Burhan sewaktu di Australia.

“Mila, Om mau ngobrol berdua sebentar. Kamu bisa Om tinggal?” Tanya Om Burhan.

“Iya, Om. Gak apa-apa,” jawab Mila, meski di dalam hatinya ia sedikit menggerutu.

Setelah Om Burhan pergi, Mila mondar mandir sendiri di dekat buffet untuk makanan penutup. Dia sudah memakan banyak jenis makanan, sehingga merasa perutnya sudah cukup penuh. Ia merasa bosan, dan bingung harus melakukan apa lagi setelah ini. Terlebih dia tidak mengenal satu orang pun di pesta itu.

“Hai, Mila,” tiba-tiba ada suara yang memanggil Mila dari belakang. Mila menoleh, dan ternyata itu adalah suara Pak Jarot.

“Ehh, Bapak. Sudah selesai menyalami semua tamu?” Tanya Mila sambil tersenyum ramah.

“Sudah. Burhan ke mana?”

“Tadi ketemu teman bisnisnya, dan sekarang sedang mengobrol berdua,” ujar Mila sambil memandang berkeliling berusaha menemukan di mana suaminya berada, namun ia gagal.

“Hmm, biar kamu gak bosan. Mau saya ajak keliling lihat-lihat rumah ini gak?” Tanya Pak Jarot.

Mila berpikir sesaat, sebelum kemudian menganggukkan kepala. Ia berpikir, dibanding bosan sendirian tanpa ada seorang pun yang bisa diajak ngobrol, lebih baik dia berkeliling bersama Pak Jarot. “Boleh, Pak.”

Pak Jarot kemudian mempersilakan Mila untuk berjalan lebih dahulu ke dalam rumah, meninggalkan kerumunan tamu lain yang berkumpul di dekat kolam renang. Begitu masuk, mereka melewati ruangan yang sepertinya merupakan ruang makan, lalu masuk ke ruang keluarga. Jalan menuju ruang keluarga berbeda dengan jalan menuju ruang tamu, tempat para tamu keluar masuk dari rumah.

“Ada berapa kamar di rumah ini, Pak Jarot?” Tanya Mila.

“Hmm …” Pak Jarot terdiam sejenak, mencoba menghitung. “Ada sekitar tujuh kalau tidak salah. Ada empat di lantai satu, dan tiga kamar di lantai dua.”

“Wah, banyak sekali ya,” ujar Mila. Ia tadinya ingin menambahkan bahwa jumlah tersebut terlalu banyak untuk pasangan yang tidak mempunyai anak. Namun ia menahan diri untuk mengatakan itu, khawatir akan menyinggung Pak Jarot.

“Buat persiapan saja, siapa tahu nanti ada banyak orang yang mau menginap di sini,” ujar Pak Jarot sambil tersenyum. “Ini adalah salah satu kamarnya.”

Pak Jarot membuka pintu sebuah kamar yang teletak di lantai satu. Kamar tersebut tampaknya bukan kamar utama, karena ukurannya yang tidak terlalu besar. Ranjang di dalamnya pun bukan ranjang yang berukuran besar.

“Ayo, masuk,” ujar Pak Jarot.

“Tidak, Pak. Saya di sini saja,” ujar Mila. Ia memutuskan untuk hanya melongokkan kepala dari pintu kamar tersebut saja. Ia merasa tidak nyaman masuk ke sebuah kamar berdua dengan Pak Jarot. “Sampai saat ini, kamar ini masih kosong ya, Pak?”

“Iya. Yang terisi baru kamar saya, kamar pembantu, dan kamar supir saja,” jawab Pak Jarot. “Ayo kita lihat-lihat kamar di lantai atas.”

Mereka berdua kemudian naik melewati tangga menuju lantai dua rumah tersebut. Tangga tersebut tampak megah, dan memang sesuai dengan nuansa rumah tersebut. Berbeda dengan kondisi lantai satu yang ramai dengan orang berseliweran, mulai dari tamu, petugas katering, hingga petugas kebersihan, lantai dua rumah tersebut tampak sepi. Praktis hanya ada Mila dan Pak Jarot yang berada di sana.

Di lantai dua, terdapat sebuah ruangan lebar di tengah. Ruangan tersebut dikelilingi oleh kamar-kamar yang ada di sisi-sisi ruangan. Pak Jarot kemudian menuju sebuah kamar yang ada di situ, dan membuka pintunya. Seperti yang ia lakukan di lantai bawah, Mila tetap tidak mau masuk ke dalam kamar tersebut. Ia masih berusaha menjaga diri akan statusnya yang merupakan istri dari Om Burhan, dan sebagai tamu di rumah Pak Jarot. Sepertinya tidak pantas kalau dia masuk ke dalam kamar-kamar yang ada di rumah tersebut, apalagi berdua dengan Pak Jarot.

“Semua kamar di sini sudah diisi perabot ya, Pak,” ujar Mila.

“Iya, buat persiapan saja, hee,” jawab Pak Jarot.

Mila sebenarnya tidak mengerti apa yang dimaksud Pak Jarot dengan persiapan. Namun ia tidak mau bertanya lebih jauh kepada orang penting di Kota S tersebut.

“Kalau itu, tangga untuk ke mana, Pak?” Ujar Mila sambil menunjuk sebuah tangga yang berbentuk cukup aneh, yang berada di ujung ruangan.

“Owh, kalau itu tangga menuju ruang kerja saya. Ayo kita lihat,” ujar Pak Jarot. Mila pun menurut dan ikut naik ke satu-satunya ruangan yang berada di lantai 3 rumah tersebut.

Ruangan kerja yang disebut oleh Pak Jarot ternyata merupakan ruangan yang dikelilingi oleh rak-rak yang penuh dengan buku. Di ujungnya terdapat sebuah meja kerja dan kursi yang menghadap ke arah tangga tempat Mila dan Pak Jarot masuk. Mila pun melihat-lihat koleksi buku yang tersimpan di sana.

“Kamu suka baca buku?” Tanya Pak Jarot.

“Sedikit, Pak. Kebanyakan saya hanya baca buku fiksi seperti novel. Baru-baru ini saja saya suka baca sedikit buku biografi,” ujar Mila. “Ini semua koleksi buku Bapak?”

“Iya, baru saya pindahkan dari rumah lama ke sini.”

Setelah beberapa menit melihat-lihat koleksi buku Pak Jarot, Mila tertarik untuk melihat sebuah jendela besar yang ada di belakang meja kerja Pak Jarot. “Pak, boleh saya ke sana?” Ujar Mila meminta izin.

“Boleh, silakan Mila,” jawab Pak Jarot.

Jendela tersebut terbentang dari lantai hingga plafon ruangan tersebut. Ketika berdiri tepat di hadapannya, Mila bisa melihat kerumunan para tamu yang sedang berkumpul di bawah. Ruangan tersebut ternyata menghadap ke arah kolam renang yang ada di halaman belakang rumah.

Dari jendela tersebut, Mila bisa melihat kondisi lingkungan sekitar rumah baru Pak Jarot yang terhitung sepi. Praktis tidak ada bangunan besar yang menutupi pandangan, sehingga Mila bisa melihat dengan jelas bulan yang sedang bersinar malam itu. Bulan tersebut telah memasuki fase purnama, sehingga bulatnya yang sempurna bisa terlihat dengan jelas oleh Mila. Ruang tersebut dengan pemandangan dan isinya benar-benar terasa romantis.

“Kalau sedang suntuk bekerja, saya akan membalikkan kursi dan menatap pemandangan di luar jendela itu,” ujar Pak Jarot. Mila tidak menjawab ataupun menoleh, dan tetap menikmati keindahan alam di balik jendela besar itu.

Mila-1.jpg

Mila hampir tidak bisa mendengar suara apa pun di ruang kerja tersebut, termasuk keramaian para tamu di bawah. Itulah mengapa ia bisa mendengar dengan jelas ketika dengusan nafas Pak Jarot telah begitu dekat dengannya. Ia belum sempat berbalik ketika tiba-tiba ada sentuhan tangan yang menyentuh pinggulnya.

Awalnya hanya pinggul yang sebelah kanan, namun kemudian tangan tersebut pun menyentuh pinggul sebelah kirinya. Tanpa harus berbalik, ia sudah tahu tangan siapa yang tengah bersemayam di tubuhnya.

Mila sadar bahwa ini merupakan sesuatu yang salah, namun situasinya saat ini benar-benar tidak memungkinkan dirinya untuk melawan. Ia tidak mungkin berteriak karena lokasinya yang jauh dari tempat tamu-tamu lain berada. Kalaupun ada yang mendengar, mereka nantinya akan mengetahui dengan siapa Mila sekarang berada, dan nama baik pria tersebut nantinya pasti akan rusak.

Di sisi lain, Mila juga harus mengakui bahwa ia menikmati kondisi tersebut. Sudah lama ia tidak merasakan situasi yang romantis seperti ini, terdiam tanpa diganggu oleh suara bising, memandang purnama di langit yang penuh bintang. Rabaan tangan pria dewasa di belakangnya pun membuatnya merasa nyaman.

Sentuhan tangan tersebut kemudian bergeser naik, menyusuri sisi tubuh Mila mulai dari pinggul, ke pinggang, perut, hingga naik ke dadanya. Tangan tersebut bergerak sangat pelan, membuat Mila bisa merasakan kenikmatan setiap tangan tersebut bergeser senti demi senti. Pakaian pestanya yang cukup ketat membuat Mila bisa merasakan sentuhan tersebut hampir secara langsung, seperti tidak mengenakan sehelai pakaian pun.

Ketika sampai di ketiak Mila, kedua tangan tersebut bergeser ke arah belakang, dan mengelus punggung Mila. Tangan tersebut menyusui tulang punggung Mila dari atas ke bawah hingga menyentuh pinggang, kemudian kembali lagi ke atas.

Itulah saat di mana Mila merasakan rasa geli yang teramat sangat, dan membuatnya sampai harus membusungkan dada agar punggungnya tertarik menjauh dari tangan pria tersebut. Namun Mila tahu bahwa solusi tersebut hanya bersifat sementara, karena tak lama kemudian tangan pria tersebut kembali menyentuh tubuhnya.

Tubuh pria tersebut bergerak maju, hingga Mila bisa merasakan bagian belakang tubuhnya menempel dengan bagian depan tubuh pria tersebut. Punggung Mila kini bersandar di dada yang terasa bergerak naik turun dengan irama yang cukup cepat, tanda bahwa jantung pemiliknya tengah berdetak cukup kencang. Sedangkan bokong Mila kini bersandar di bagian selangkangan pria tersebut. Mila pun bisa merasakan ada sesuatu yang mulai menonjol di situ.

Tangan kiri pria tersebut kemudian menggenggam tangan kiri Mila, hingga jemari mereka saling berkait. Sedangkan tangan kanan pria tersebut mulai mengelus-elus pipi Mila. Diperlakukan seperti itu, Mila merasa melayang. Hanya jendela besar dan bulan purnama yang menjadi saksi apa yang mereka berdua lakukan, karena semua tamu masih berada di dekat kolam renang.

“Pak Jarot. Kita gak bisa melakukan ini. Ingat, aku istri dari teman baikmu,” gumam Mila pelan. Namun Mila tidak menunjukkan tanda-tanda penolakan. Ia justru malah memejamkan mata, seperti menikmati perlakuan tersebut.

“Aku tahu, tapi tubuh indahmu benar-benar menggodaku, cantik,” ujar Pak Jarot di telinga Mila yang masih tertutup jilbab, sambil mengelus kembali pinggang Mila yang seksi.

“Hentikan, Pak. Nghhh …” Mila sebenarnya sudah mulai berusaha untuk menolak tindakan Pak Jarot dengan cara menepis tangannya. Namun hal itu tampak tidak digubris oleh pria yang menjabat sebagai Walikota Kota S tersebut. Di sisi lain, rabaan tangan Pak Jarot justru membuat Mila semakin terangsang hingga mengeluarkan suara desahan.

Tangan Pak Jarot kini tambah berani dan mulai meraba-raba payudara Mila dari belakang. Pakaian pesta berwarna kuning yang cukup ketat tersebut memang cukup memperlihatkan bentuk buah dada Mila yang indah. Setiap lelaki yang melihatnya pasti akan memperhatikan bentuk payudara seksi tersebut meski masih tertutup dengan pakaian pestanya.

Tak terkecuali Pak Jarot, yang sudah tergiur dengan bentuk tubuh Mila sejak mereka bertemu, dan tambah bernafsu ketika melihat Mila datang dengan pakaian indah tersebut di pesta hari ini. Ia kini mulai meremas-remas payudara tersebut dengan perlahan. Pria tua tersebut tampak tidak terburu-buru, dan seperti ingin menikmati setiap remasan yang ia lakukan terhadap buah dada Mila dengan penuh penghayatan.

“Ahhh, Pak Jarot …” Diperlakukan seperti itu, birahi Mila jelas meninggi. Perempuan muda tersebut terus memejamkan mata dengan kepala yang sedikit mendongak ke atas, mencoba menahan desakan birahi yang mulai melandanya. Vaginanya pun menghangat, tanda libidonya mulai teraduk-aduk. Desahan demi desahan pun mulai keluar dari bibirnya yang indah.

Melihat perempuan di hadapannya telah takluk, Pak Jarot seperti makin bersemangat. Remasannya di payudara Mila semakin kencang, dan kepalanya kini telah menempel di bahu Mila, mengecupi tubuh bagian atas perempuan tersebut dari balik pakaian pesta dan hijabnya.

“Kamu adalah perempuan muda yang sangat cantik dan seksi, Mila.” Dipuji seperti itu, Mila makin merasakan kehangatan dari dekapan Pak Jarot.

Bibir Pak Jarot mulai menciumi leher Mila yang tertutup oleh lilitan jilbab. Kecupan tersebut kemudian bergeser ke pipi Mila, lalu ke bibirnya. Mila pun menolehkan kepala untuk menyambut kecupan tersebut. Pak Jarot mencoba untuk defensif, dan hanya memberikan bibirnya untuk dikecup. Kini justru Mila yang lebih aktif mengejar kecupan tersebut, sampai mengeluarkan lidahnya untuk menjemput kenikmatan yang ia inginkan.

Keduanya larut dalam suasana penuh birahi, dengan pakaian yang masih terpasang. Di dalam pikiran mereka, keduanya telah melayang dalam awan birahi di mana keduanya telah sama-sama bergelut tanpa busana dan saling memadu kasih. Kemaluan keduanya telah sama-sama basah karena cairan cinta mereka masing-masing yang merembes keluar.

Mila seperti tidak peduli lagi dengan status dirinya yang merupakan istri orang, dan status Pak Jarot yang merupakan seorang walikota dan suami perempuan lain. Kumis Pak Jarot yang menyentuh hidungnya ketika berciuman benar-benar membuatnya mabuk kepayang. Apalagi ditambah remasan tangannya yang kuat memainkan payudara Mila yang membusung indah.

Tangan kanan Pak Jarot kini bahkan turun ke pantat Mila. Awalnya ia hanya mengelus bagian tubuh Mila yang cukup sensitif itu. Namun karena montoknya pantat tersebut, Pak Jarot pun tak tahan untuk tidak meremasnya.

“Ahhh, Pak. Jangan di situ,” ujar Mila melarang.

“Montok sekali pantat kamu, sayang,” jawab Pak Jarot.

Di tengah suasana yang romantis dan penuh birahi tersebut, tiba-tiba … “Ayaaah, ayah di mana?” Terdengar suara seorang perempuan yang memanggil-manggil suaminya. Pak Jarot pun langsung menghentikan aktivitasnya di tubuh Mila. Ia melepaskan dekapannya pada tubuh Mila dan menghela nafas kecewa. Meski baru pertama kali bertemu, Mila tahu betul kalau itu adalah suara Bu Farida, istri dari Pak Jarot.

“Hufthh …” desahnya. Pria tua tersebut kemudian membalikkan tubuh Mila, lalu mengecup bibirnya. “Lima menit lagi, baru kamu turun ke bawah,” ujarnya pada Mila.

Mila mengangguk, dan Pak Jarot pun turun dari ruang kerjanya tersebut, meninggalkan Mila sendirian.

Mila kemudian kembali memandang ke luar jendela. Dengan menghadap bulan yang berada di ujung langit, ia tampak menyesali apa yang telah ia lakukan. Kini perasaan bersalah benar-benar menerpa Mila. Begitu kesalnya dia akan dirinya sendiri, hingga tetesan air mata pun mengalir di pipinya.

“Tidak seharusnya aku membiarkan Pak Jarot menyentuh tubuhku dan melakukan hal seperti itu,” gumamnya. “Ini adalah terakhir kalinya aku mengkhianati suamiku.”

Lima menit kemudian, Mila menghapus bekas air matanya, dan turun ke bawah. Ia langsung membaur dengan para tamu lain, dan mencari suaminya. Sekilas ia melihat Pak Jarot dan istrinya sedang mengobrol dengan seorang tamu yang sepertinya merupakan orang penting. Sesaat, Mila bisa merasakan tatapan mata Pak Jarot bertemu dengan matanya, namun perempuan tersebut langsung memalingkan muka.

Mila akhirnya menemukan Om Burhan di dekat kolam renang. “Om, masih lama di sini?”

“Eh, kamu. Om tadi cari kemana-mana tapi gak ketemu. Saking besarnya rumah ini ya, hee,” ujar Om Burhan sambil tertawa.

Mila pun memaksakan diri untuk tertawa juga. “Mila sudah bosan, pulang yuk.”

Om Burhan pun mengiyakan, karena ia juga sudah ingin pulang dari tadi. “Boleh, sayang. Ayo pamit ke Jarot dulu.”

Mila mengangguk.

Ketika berpamitan dengan Pak Jarot, Mila tampak berbeda. Kini ia berusaha untuk terus menunduk, dan tidak memandang langsung Pak Jarot dan Bu Farida. Beruntung, sepertinya tidak ada yang mengetahui perubahan sikap Mila tersebut, kecuali Pak Jarot mungkin.

Sesampainya mereka berdua di dalam mobil, Mila langsung menarik kepala Om Burhan dan mengecup suaminya dengan kencang. Ia luapkan seluruh birahinya yang tadi tidak tersalurkan kepada Pak Jarot lewat kecupan tersebut. Ia berusaha menghilangkan bekas bibir Pak Jarot dari bibirnya, dengan cara mengecup suaminya sendiri.

Diperlakukan seperti itu, Om Burhan pun kaget. “Hmmpphhhh, sudah gak sabar ya, sayang?”

“Ayo entotin Mila, Om. Mila udah horny,” bisik Mila di telinga Om Burhan. Pria tua tersebut pun langsung menginjak pedal gas di mobilnya. Mereka berdua pun melaju kencang menuju apartemen mereka, demi memuaskan nafsu sang perempuan muda tersebut yang sepertinya tengah sangat menggebu-gebu.
 
Terakhir diubah:
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd