Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA Pengkhianatan Sahabat

Status
Please reply by conversation.
Part 40 - Kembali ke Jakarta

Farida-1.jpg

Saat Mila baru terbangun dari tidurnya, ia tak tahu bahwa sang suami tengah berada di sebuah kamar hotel bersama dengan seorang perempuan cantik lain. Ya, perempuan tersebut adalah Bu Farida, istri dari Pak Jarot yang baru saja menolong Mila di malam sebelumnya.

“Burhan, lihat sini,” ujar Bu Farida memanggil Om Burhan yang tengah membereskan koper.

Saat itu, Bu Farida telah melepaskan pakaian atasannya, begitu juga dengan celana panjangnya. Bu Farida kini hanya mengenakan bra dan celana dalam berwarna biru tua, yang begitu kontras dengan kulitnya yang putih. Bra yang ia kenakan pun tidak bisa menutup sempurna payudaranya yang besar. Om Burhan merasa kaget melihat pemandangan tersebut.

“Apa yang kamu lakukan, Farida?” Ujar Om Burhan.

“Bukannya sudah jelas?” Ujar perempuan tersebut.

“Jelas bagaimana?”

“Aku ingin kamu merasakan tubuhku ini ...”

Om Burhan terdiam. Bila hal ini terjadi ketika Om Burhan masih tergila-gila kepada wanita tersebut, atau minimal ketika Om Burhan masih berstatus duda dan sering bermain wanita, ia tentu akan langsung menyerbu dan menjamah tubuh Bu Farida. Kucing mana yang tidak suka apabila diberi ikan nikmat seperti itu. Namun saat ini Om Burhan telah memiliki istri cantik bernama Mila, yang tidak mungkin ia khianati. Om Burhan pun berusaha berpikir apa yang harus ia lakukan.

Ketika ia tengah berpikir, Bu Farida telah berjalan mendekati posisi Om Burhan berdiri, dan langsung memeluknya dari depan. Perempuan tersebut kemudian membelai pipi Om Burhan dengan punggung tangan, dan langsung mendekatkan wajah untuk menciumi lehernya yang terbuka. Tak ada suara yang keluar dari mulut mereka berdua. Semuanya hening, hanya terdengar bunyi kecipak ketika bibir Bu Farida bersentuhan dengan kulit leher Om Burhan.

Diperlakukan seperti itu, Om Burhan pun hanya terdiam. Dalam hati, ia memang menikmati situasi ini. Siapa lelaki yang tidak senang dikecup oleh seorang perempuan cantik seperti Bu Farida. Payudara perempuan tersebut yang hanya tertutup secarik bra pun lekat menempel di dada Om Burhan. Namun ia masih memiliki akal sehat dan sadar bahwa situasi tersebut merupakan sesuatu yang salah.

Bu Farida kemudian melepaskan kecupannya di leher Om Burhan. Ia menekan tubuh seksinya ke tubuh Om Burhan yang tampak masih perkasa di usianya yang telah senja, lalu menarik kepala lelaki tersebut. Bu Farida pun mengecup bibir Om Burhan, sembari mengeluarkan lidahnya agar bisa menyentuh bibir hangat pria tersebut. Perempuan tersebut tampak sudah begitu terangsang.

Tangan Bu Farida coba merangkul leher Om Burhan, namun kesempatan tersebut kemudian digunakan Om Burhan untuk sedikit mendorong tubuh Bu Farida hingga pelukannya terlepas.

“Ada apa Burhan?” Ujar perempuan tersebut heran.

“Aku haus, bagaimana kalau kita minum dulu,” tanpa menunggu jawaban dari Bu Farida, Om Burhan langsung menuju mini bar yang ada di kamar tersebut, dan menuangkan minuman.

Bu Farida menerima minuman tersebut dan langsung menengguknya hingga habis. Om Burhan pun melakukan hal yang sama. Tak lama setelah itu, seperti sudah sangat tak sabar, Bu Farida pun menarik tangan Om Burhan hingga keduanya sama-sama terjatuh ke atas ranjang. Ketika mereka telah saling bergumul, Bu Farida menarik kepala Om Burhan, lalu kembali mencium bibirnya dengan liar. Ia keluarkan lidahnya untuk menjemput lidah Om Burhan. ia selipkan lidah tersebut di antara kedua bibir Om Burhan yang mulai terbuka.

Namun di saat yang sama, Bu Farida juga merasakan kantuk yang teramat sangat. Ia curiga dirinya kurang tidur di pesawat, atau mengalami jet lag, hingga perasaan tersebut muncul. Bu Farida berusaha melawannya dengan terus bergerak aktif merangsang tubuh Om Burhan, namun rasa kantuk tersebut tidak bisa ditahan, hingga akhirnya Bu Farida pun tertidur. Melihat perempuan di hadapannya telah terlelap, Om Burhan justru tersenyum.

Tanpa diketahui oleh Bu Farida, Om Burhan sebenarnya telah mencampurkan obat tidur dosis tinggi yang memang selalu ia bawa ketika bepergian ke luar kota, demi menghadapi gangguan tidur yang ia derita. Tak pernah ia duga, bahwa obat tidur tersebut ternyata punya manfaat lain, yaitu untuk menghindar dari godaan perempuan yang liar seperti Bu Farida.

Om Burhan pun langsung mengemasi kembali pakaiannya dengan cepat, dan keluar dari hotel. Sebelum pergi, ia tak lupa menghubungi front office untuk check out keesokan harinya. Namun ia mengingatkan pengelola hotel bahwa saat ini masih ada perempuan yang tengah beristirahat di kamar tersebut. Setelah itu, Om Burhan langsung pergi mencari hotel lain dengan langkah cepat, bahkan terkesan berlari. Ia memang telah memberi obat tidur dengan dosis yang besar, namun ia tidak bisa memastikan sampai kapan Bu Farida akan terlelap seperti itu. Om Burhan pun tak ingin mengambil risiko, dan bergegas untuk menghilang agar tidak bisa disusul oleh Bu Farida.

Saat itulah tiba-tiba telepon dari Mila berdering.

“Halo, Om,”

“Hhhh, hhhh … iya Mila. Ada apa?” Om Burhan menjawab telepon tersebut sambil mengatur nafasnya yang ngos-ngosan karena tengah kabur dari jeratan Bu Farida.

“Nggak apa-apa, kangen aja. Om lagi apa?”

“Lagi …. Nggghh, ada urusan sebentar. Lagi lumayan buru-buru, sayang,” ujar Om Burhan dengan nafas yang masih tersengal.

“Owh gitu,”

“Ahhh, ahhhh … Ada apa lagi Mila, yang bisa Om bantu? Kamu baik-baik saja kan di sana?” Dalam hati Om Burhan merasa sedikit khawatir dengan istrinya yang tiba-tiba menelepon.

“Iya, Om. Mila baik-baik saja. Tapi …”

“Ngghh … Tapi apa sayang?”

“Tapi, Mila kangen sama Ayah. Boleh gak Mila pulang dulu ke Jakarta?”

“Owh itu … Hhhhh Hhhhh … Iya boleh Mila. Mau pulang kapan?”

“Hari ini. Boleh kan?”

“Nggghh … Iya boleh, Sayang.”

“Ya sudah. Selamat bekerja ya suamiku tercinta. Love you.”

“Love you too.”

Telepon pun ditutup. Tak lama kemudian, Om Burhan telah sampai di depan sebuah hotel lain yang pernah ia sewa juga sebelumnya. Ia pun langsung masuk ke lobby untuk memesan kamar.

“Semoga saja aku tidak perlu lagi bertemu Farida di sini,” pikir Om Burhan dalam hati.

---

Mila-4.jpg

Wulan-2.jpg

Setelah cukup lama tinggal di Kota S, Mila akhirnya kembali ke ibu kota. Pesawat yang ia tumpangi mendarat menjelang senja hari, ditemani pemandangan matahari yang tengah tenggelam. Begitu keluar dari bandara, ia langsung disambut oleh pelukan hangat seorang perempuan cantik yang telah lama menjadi teman baiknya.

“Beberapa minggu gak ketemu, kamu kok keliatan makin cantik, Mil?” Ujar Wulan.

“Masa sih? Nggak mungkin lah … Kota S kan panas, yang ada aku makin gosong neh. Kulitku makin hitam. Makanya aku ke sini mau perawatan,” Jawab Mila.

“Bener kok. Jangan-jangan kamu dikurung terus sama ayah ya di kamar? Ayo ngaku …” Ujar Wulan meledek sahabatnya tersebut.

“Emangnya aku ayam? Pake dikurung segala?” Ujar Mila sambil mencubit lengan Wulan.

“Ayam kampus?” Goda Wulan sambil tertawa.

“Apa siiihhh …” Mila pun ikut tertawa.

Dua perempuan cantik tersebut pun langsung berjalan menuju tempat parkir, di mana mobil Wulan berada. Mila hanya menyeret sebuah koper ukuran sedang, karena ia memang hanya membawa pakaian secukupnya. Banyak pakaiannya yang masih ia tinggal di Jakarta, dan bisa ia gunakan.

Begitu mereka berdua sampai di mobil, Wulan langsung memacu mobilnya menuju rumah Mila, yang kini telah menjadi rumahnya juga.

“Jadi, kamu sudah hamil belum?” Tanya Wulan tiba-tiba.

“Kok kamu tiba-tiba nanya begitu?” Ujar Mila balik bertanya.

“Loh, kan wajar donk nanya seperti itu sama perempuan yang sudah bersuami, hee.”

“Memangnya kamu mau cepat-cepat punya adik baru?” Ujar Mila sambil terkekeh.

“Hmm, ya … boleh aja sih,” jawab Wulan sambil mengedipkan mata.

“Oh iya, ayahku mana? Kok gak ikut jemput?” Tanya Mila.

“Biasa, sibuk kerjaan. Ayah sama anak kan sama saja tingkah lakunya,” ujar Wulan menyindir.

“Ihh, apa sih kamu,” jawab Mila sambil menjulurkan lidahnya.

“Hahaha,” ujar Wulan terkekeh.

“Kita mau langsung pulang?” Tanya Mila. Dalam hati, ia memang merasa bosan di Kota S yang kurang gemerlap dibanding Jakarta. Karena itu, mumpung ia tidak sedang bersama dengan Om Burhan, dan Wulan pun tidak tengah bersama ayahnya, sepertinya ini waktu yang tepat untuk mereka berjalan-jalan berdua.

“Memangnya kamu mau ke mana dulu?”

“Nge-mall, yuk,” ajak Mila. “Sudah lama kan kita tidak hang out berdua kayak dulu."

“Siap bos,” jawab Wulan sambil mengarahkan mobilnya menuju mall di pusat kota yang mereka berdua biasa kunjungi.

Sekitar 30 menit kemudian, Mila dan Wulan pun sampai di mall yang mereka tuju. Mereka langsung melakukan aktivitas yang biasanya mereka lakukan ketika berada di mall tersebut, mulai dari melihat-lihat pakaian, produk kecantikan, hingga aksesoris.

Ketika tengah berada di sebuah toko pakaian, Mila melihat sebuah cermin yang lebar.

“Wulan, selfie yuk di depan kaca ini,” ajak Mila.

“Yuk, boleh,” ujar Wulan setuju.

Mereka berdua pun mengambil beberapa foto selfie yang menangkap wajah dan tubuh mereka hingga ke bagian betis. Kedua perempuan berjilbab tersebut pun mengambil beberapa foto dengan berbagai pose dan mimik wajah. Hingga akhirnya mereka memutuskan untuk mengambil selfie dengan pose yang sedikit binal. Mata mereka menatap sayu ke arah kamera, bibir mereka terbuka sedikit, dengan jemari yang menyentuh bibir. Mereka pun sedikit memundurkan bokong mereka dan memajukan dada mereka, sehingga keduanya seperti tengah berada dalam posisi setengah menungging.

Ketika melihat hasilnya, mereka berdua pun tertawa.

“Ihh, hapus ahh … jelek neh,” ujar Wulan.

“Hahaa, nggak koq ini bagus. Aku posting yang ini di Instagram Story ya,” jawab Mila.

“Jangan ih, nanti orang mikir macem-macem.”

“Biarin aja,” ujar Mila sambil tertawa. Ia pun langsung mengunggah foto tersebut lewat fitur Story di akun Instagramnya.

Mereka berdua pun kembali berkeliling mall. Setelah satu jam melihat-lihat toko, mereka pun merasa lapar. Mereka mampir sejenak di sebuah restoran, sebelum kemudian kembali ke mobil untuk pulang ke rumah.

Di dalam mobil, Mila dan Wulan sama-sama terdiam karena kelelahan. Wulan fokus menyetir mobil, sedangkan Mila yang duduk di kursi penumpang di samping pengemudi sibuk melihat-lihat pesan di smartphone miliknya. Tiba-tiba, ada sebuah pesan yang masuk di DM Instagramnya. Pesan tersebut ternyata berasal dari Irfan, yang mengomentari foto setengah binal mereka berdua ketika berada di mall tadi.

“Lagi di Jakarta, ya?” Tanya Irfan.

“Iya, Fan. Baru sampai neh,” jawab Mila.

Tak berapa lama, terlihat tanda titik-titik yang menandakan bahwa Irfan tengah mengetik sesuatu. “Ketemuan yuk,” begitu bunyi pesan yang muncul.

“Boleh,” jawab Mila singkat. Ia pun langsung menutup aplikasi Instagram di smartphone-nya tanpa memberi balasan tambahan.

Ketika ia hendak mengunci kembali smartphone miliknya, muncul sebuah pesan baru, kali ini lewat WhatsApp. Terlihat bahwa pesan tersebut berasal dari Pak Jarot. Mila sempat ragu, apakah ia harus membuka pesan tersebut atau tidak. Kecanggungan tersebut bahkan dirasakan oleh Wulan yang tengah menyetir.

“Kamu gak apa-apa?” Tanya Wulan tiba-tiba.

Mila pun sedikit kaget. “Eh, iya … Iya gak apa-apa koq, Wulan,” jawab Mila.

Perempuan cantik tersebut kemudian memutuskan untuk membuka pesan tersebut. Alangkah terkejutnya ia membaca isi pesan dari Pak Jarot itu. Ia tak tahu harus membalas atau bertindak seperti apa, karena pesan tersebut berbunyi seperti ini:

“Tiga hari lagi saya ada tugas di Jakarta, ketemu Pak Presiden. Saya menginap di Hotel X, nanti saya kabari nomor kamarnya."
 
Terakhir diubah:
Pertamax........
Setelah sekian lama akhirnya update juga..... Suwun bos...
 
Part 40 - Kembali ke Jakarta

Farida-1.jpg

Saat Mila baru terbangun dari tidurnya, ia tak tahu bahwa sang suami tengah berada di sebuah kamar hotel bersama dengan seorang perempuan cantik lain. Ya, perempuan tersebut adalah Bu Farida, istri dari Pak Jarot yang baru saja menolong Mila di malam sebelumnya.

“Burhan, lihat sini,” ujar Bu Farida memanggil Om Burhan yang tengah membereskan koper.

Saat itu, Bu Farida telah melepaskan pakaian atasannya, begitu juga dengan celana panjangnya. Bu Farida kini hanya mengenakan bra dan celana dalam berwarna biru tua, yang begitu kontras dengan kulitnya yang putih. Bra yang ia kenakan pun tidak bisa menutup sempurna payudaranya yang besar. Om Burhan merasa kaget melihat pemandangan tersebut.

“Apa yang kamu lakukan, Farida?” Ujar Om Burhan.

“Bukannya sudah jelas?” Ujar perempuan tersebut.

“Jelas bagaimana?”

“Aku ingin kamu merasakan tubuhku ini ...”

Om Burhan terdiam. Bila hal ini terjadi ketika Om Burhan masih tergila-gila kepada wanita tersebut, atau minimal ketika Om Burhan masih berstatus duda dan sering bermain wanita, ia tentu akan langsung menyerbu dan menjamah tubuh Bu Farida. Kucing mana yang tidak suka apabila diberi ikan nikmat seperti itu. Namun saat ini Om Burhan telah memiliki istri cantik bernama Mila, yang tidak mungkin ia khianati. Om Burhan pun berusaha berpikir apa yang harus ia lakukan.

Ketika ia tengah berpikir, Bu Farida telah berjalan mendekati posisi Om Burhan berdiri, dan langsung memeluknya dari depan. Perempuan tersebut kemudian membelai pipi Om Burhan dengan punggung tangan, dan langsung mendekatkan wajah untuk menciumi lehernya yang terbuka. Tak ada suara yang keluar dari mulut mereka berdua. Semuanya hening, hanya terdengar bunyi kecipak ketika bibir Bu Farida bersentuhan dengan kulit leher Om Burhan.

Diperlakukan seperti itu, Om Burhan pun hanya terdiam. Dalam hati, ia memang menikmati situasi ini. Siapa lelaki yang tidak senang dikecup oleh seorang perempuan cantik seperti Bu Farida. Payudara perempuan tersebut yang hanya tertutup secarik bra pun lekat menempel di dada Om Burhan. Namun ia masih memiliki akal sehat dan sadar bahwa situasi tersebut merupakan sesuatu yang salah.

Bu Farida kemudian melepaskan kecupannya di leher Om Burhan. Ia menekan tubuh seksinya ke tubuh Om Burhan yang tampak masih perkasa di usianya yang telah senja, lalu menarik kepala lelaki tersebut. Bu Farida pun mengecup bibir Om Burhan, sembari mengeluarkan lidahnya agar bisa menyentuh bibir hangat pria tersebut. Perempuan tersebut tampak sudah begitu terangsang.

Tangan Bu Farida coba merangkul leher Om Burhan, namun kesempatan tersebut kemudian digunakan Om Burhan untuk sedikit mendorong tubuh Bu Farida hingga pelukannya terlepas.

“Ada apa Burhan?” Ujar perempuan tersebut heran.

“Aku haus, bagaimana kalau kita minum dulu,” tanpa menunggu jawaban dari Bu Farida, Om Burhan langsung menuju mini bar yang ada di kamar tersebut, dan menuangkan minuman.

Bu Farida menerima minuman tersebut dan langsung menengguknya hingga habis. Om Burhan pun melakukan hal yang sama. Tak lama setelah itu, seperti sudah sangat tak sabar, Bu Farida pun menarik tangan Om Burhan hingga keduanya sama-sama terjatuh ke atas ranjang. Ketika mereka telah saling bergumul, Bu Farida menarik kepala Om Burhan, lalu kembali mencium bibirnya dengan liar. Ia keluarkan lidahnya untuk menjemput lidah Om Burhan. ia selipkan lidah tersebut di antara kedua bibir Om Burhan yang mulai terbuka.

Namun di saat yang sama, Bu Farida juga merasakan kantuk yang teramat sangat. Ia curiga dirinya kurang tidur di pesawat, atau mengalami jet lag, hingga perasaan tersebut muncul. Bu Farida berusaha melawannya dengan terus bergerak aktif merangsang tubuh Om Burhan, namun rasa kantuk tersebut tidak bisa ditahan, hingga akhirnya Bu Farida pun tertidur. Melihat perempuan di hadapannya telah terlelap, Om Burhan justru tersenyum.

Tanpa diketahui oleh Bu Farida, Om Burhan sebenarnya telah mencampurkan obat tidur dosis tinggi yang memang selalu ia bawa ketika bepergian ke luar kota, demi menghadapi gangguan tidur yang ia derita. Tak pernah ia duga, bahwa obat tidur tersebut ternyata punya manfaat lain, yaitu untuk menghindar dari godaan perempuan yang liar seperti Bu Farida.

Om Burhan pun langsung mengemasi kembali pakaiannya dengan cepat, dan keluar dari hotel. Sebelum pergi, ia tak lupa menghubungi front office untuk check out keesokan harinya. Namun ia mengingatkan pengelola hotel bahwa saat ini masih ada perempuan yang tengah beristirahat di kamar tersebut. Setelah itu, Om Burhan langsung pergi mencari hotel lain dengan langkah cepat, bahkan terkesan berlari. Ia memang telah memberi obat tidur dengan dosis yang besar, namun ia tidak bisa memastikan sampai kapan Bu Farida akan terlelap seperti itu. Om Burhan pun tak ingin mengambil risiko, dan bergegas untuk menghilang agar tidak bisa disusul oleh Bu Farida.

Saat itulah tiba-tiba telepon dari Mila berdering.

“Halo, Om,”

“Hhhh, hhhh … iya Mila. Ada apa?” Om Burhan menjawab telepon tersebut sambil mengatur nafasnya yang ngos-ngosan karena tengah kabur dari jeratan Bu Farida.

“Nggak apa-apa, kangen aja. Om lagi apa?”

“Lagi …. Nggghh, ada urusan sebentar. Lagi lumayan buru-buru, sayang,” ujar Om Burhan dengan nafas yang masih tersengal.

“Owh gitu,”

“Ahhh, ahhhh … Ada apa lagi Mila, yang bisa Om bantu? Kamu baik-baik saja kan di sana?” Dalam hati Om Burhan merasa sedikit khawatir dengan istrinya yang tiba-tiba menelepon.

“Iya, Om. Mila baik-baik saja. Tapi …”

“Ngghh … Tapi apa sayang?”

“Tapi, Mila kangen sama Ayah. Boleh gak Mila pulang dulu ke Jakarta?”

“Owh itu … Hhhhh Hhhhh … Iya boleh Mila. Mau pulang kapan?”

“Hari ini. Boleh kan?”

“Nggghh … Iya boleh, Sayang.”

“Ya sudah. Selamat bekerja ya suamiku tercinta. Love you.”

“Love you too.”

Telepon pun ditutup. Tak lama kemudian, Om Burhan telah sampai di depan sebuah hotel lain yang pernah ia sewa juga sebelumnya. Ia pun langsung masuk ke lobby untuk memesan kamar.

“Semoga saja aku tidak perlu lagi bertemu Farida di sini,” pikir Om Burhan dalam hati.

---

Mila-4.jpg

Wulan-2.jpg

Setelah cukup lama tinggal di Kota S, Mila akhirnya kembali ke ibu kota. Pesawat yang ia tumpangi mendarat menjelang senja hari, ditemani pemandangan matahari yang tengah tenggelam. Begitu keluar dari bandara, ia langsung disambut oleh pelukan hangat seorang perempuan cantik yang telah lama menjadi teman baiknya.

“Beberapa minggu gak ketemu, kamu kok keliatan makin cantik, Mil?” Ujar Wulan.

“Masa sih? Nggak mungkin lah … Kota S kan panas, yang ada aku makin gosong neh. Kulitku makin hitam. Makanya aku ke sini mau perawatan,” Jawab Mila.

“Bener kok. Jangan-jangan kamu dikurung terus sama ayah ya di kamar? Ayo ngaku …” Ujar Wulan meledek sahabatnya tersebut.

“Emangnya aku ayam? Pake dikurung segala?” Ujar Mila sambil mencubit lengan Wulan.

“Ayam kampus?” Goda Wulan sambil tertawa.

“Apa siiihhh …” Mila pun ikut tertawa.

Dua perempuan cantik tersebut pun langsung berjalan menuju tempat parkir, di mana mobil Wulan berada. Mila hanya menyeret sebuah koper ukuran sedang, karena ia memang hanya membawa pakaian secukupnya. Banyak pakaiannya yang masih ia tinggal di Jakarta, dan bisa ia gunakan.

Begitu mereka berdua sampai di mobil, Wulan langsung memacu mobilnya menuju rumah Mila, yang kini telah menjadi rumahnya juga.

“Jadi, kamu sudah hamil belum?” Tanya Wulan tiba-tiba.

“Kok kamu tiba-tiba nanya begitu?” Ujar Mila balik bertanya.

“Loh, kan wajar donk nanya seperti itu sama perempuan yang sudah bersuami, hee.”

“Memangnya kamu mau cepat-cepat punya adik baru?” Ujar Mila sambil terkekeh.

“Hmm, ya … boleh aja sih,” jawab Wulan sambil mengedipkan mata.

“Oh iya, ayahku mana? Kok gak ikut jemput?” Tanya Mila.

“Biasa, sibuk kerjaan. Ayah sama anak kan sama saja tingkah lakunya,” ujar Wulan menyindir.

“Ihh, apa sih kamu,” jawab Mila sambil menjulurkan lidahnya.

“Hahaha,” ujar Wulan terkekeh.

“Kita mau langsung pulang?” Tanya Mila. Dalam hati, ia memang merasa bosan di Kota S yang kurang gemerlap dibanding Jakarta. Karena itu, mumpung ia tidak sedang bersama dengan Om Burhan, dan Wulan pun tidak tengah bersama ayahnya, sepertinya ini waktu yang tepat untuk mereka berjalan-jalan berdua.

“Memangnya kamu mau ke mana dulu?”

“Nge-mall, yuk,” ajak Mila. “Sudah lama kan kita tidak hang out berdua kayak dulu."

“Siap bos,” jawab Wulan sambil mengarahkan mobilnya menuju mall di pusat kota yang mereka berdua biasa kunjungi.

Sekitar 30 menit kemudian, Mila dan Wulan pun sampai di mall yang mereka tuju. Mereka langsung melakukan aktivitas yang biasanya mereka lakukan ketika berada di mall tersebut, mulai dari melihat-lihat pakaian, produk kecantikan, hingga aksesoris.

Ketika tengah berada di sebuah toko pakaian, Mila melihat sebuah cermin yang lebar.

“Wulan, selfie yuk di depan kaca ini,” ajak Mila.

“Yuk, boleh,” ujar Wulan setuju.

Mereka berdua pun mengambil beberapa foto selfie yang menangkap wajah dan tubuh mereka hingga ke bagian betis. Kedua perempuan berjilbab tersebut pun mengambil beberapa foto dengan berbagai pose dan mimik wajah. Hingga akhirnya mereka memutuskan untuk mengambil selfie dengan pose yang sedikit binal. Mata mereka menatap sayu ke arah kamera, bibir mereka terbuka sedikit, dengan jemari yang menyentuh bibir. Mereka pun sedikit memundurkan bokong mereka dan memajukan dada mereka, sehingga keduanya seperti tengah berada dalam posisi setengah menungging.

Ketika melihat hasilnya, mereka berdua pun tertawa.

“Ihh, hapus ahh … jelek neh,” ujar Wulan.

“Hahaa, nggak koq ini bagus. Aku posting yang ini di Stories ya,” jawab Mila.

“Jangan ih, nanti orang mikir macem-macem.”

“Biarin aja,” ujar Mila sambil tertawa. Ia pun langsung mengunggah foto tersebut lewat fitur Stories di akun Instagramnya.

Mereka berdua pun kembali berkeliling mall. Setelah satu jam melihat-lihat toko, mereka pun merasa lapar. Mereka mampir sejenak di sebuah restoran, sebelum kemudian kembali ke mobil untuk pulang ke rumah.

Di dalam mobil, Mila dan Wulan sama-sama terdiam karena kelelahan. Wulan fokus menyetir mobil, sedangkan Mila yang duduk di kursi penumpang di samping pengemudi sibuk melihat-lihat pesan di smartphone miliknya. Tiba-tiba, ada sebuah pesan yang masuk di DM Instagramnya. Pesan tersebut ternyata berasal dari Irfan, yang mengomentari foto setengah binal mereka berdua ketika berada di mall tadi.

“Lagi di Jakarta, ya?” Tanya Irfan.

“Iya, Fan. Baru sampai neh,” jawab Mila.

Tak berapa lama, terlihat tanda titik-titik yang menandakan bahwa Irfan tengah mengetik sesuatu. “Ketemuan yuk,” begitu bunyi pesan yang muncul.

“Boleh,” jawab Mila singkat. Ia pun langsung menutup aplikasi Instagram di smartphone-nya tanpa memberi balasan tambahan.

Ketika ia hendak mengunci kembali smartphone miliknya, muncul sebuah pesan baru, kali ini lewat WhatsApp. Terlihat bahwa pesan tersebut berasal dari Pak Jarot. Mila sempat ragu, apakah ia harus membuka pesan tersebut atau tidak. Kecanggungan tersebut bahkan dirasakan oleh Wulan yang tengah menyetir.

“Kamu gak apa-apa?” Tanya Wulan tiba-tiba.

Mila pun sedikit kaget. “Eh, iya … Iya gak apa-apa koq, Wulan,” jawab Mila.

Perempuan cantik tersebut kemudian memutuskan untuk membuka pesan tersebut. Alangkah terkejutnya ia membaca isi pesan dari Pak Jarot itu. Ia tak tahu harus membalas atau bertindak seperti apa, karena pesan tersebut berbunyi seperti ini:

“Tiga hari lagi saya ada tugas di Jakarta, ketemu Pak Presiden. Saya menginap di Hotel X, nanti saya kabari nomor kamarnya."
Lega rasax sdh ada update
 
ahhh..pak jarot..yes...teruskan..hehe

kira swinger nih...walaupun ngak sengaja :p
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd