Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA Pengkhianatan Sahabat

Status
Please reply by conversation.
Bimabet
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
Welcome back sis, akhirnya ada update ny lagi walaupun agak segikit lupa sama jalan ceritanya, sehat selalu sis biar bisa nulis sampe tamat..
 
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
Part 42: Diantar Pulang

Wulan-1.jpg

Di saat Pak Syamsul tengah asyik memadu birahi dengan Bu Anita, ia tidak tahu bahwa sang kekasih tengah merasa uring-uringan. Wulan, yang tidak juga kunjung mendengar kabar dari Pak Syamsul, merasa bingung akan tingkah kekasihnya tersebut. Ia telah beberapa kali mencoba menelepon Pak Syamsul, namun tidak juga diangkat. Pesannya lewat WhatsApp pun tidak kunjung dibaca dan dibalas.

Padahal, ia ingin cepat-cepat pulang ke rumah, dan biasanya Pak Syamsul lah yang menjemputnya. Karena hingga sore belum juga ada balasan, Wulan pun memberanikan diri untuk pulang sendiri. Ia berjalan ke pinggir jalan raya, tempat ia bisa menunggu angkutan umum atau taksi. Hari ini, dia mengenakan kemeja lengan panjang berwarna biru muda, dengan jilbab berwarna biru yang ujungnya disampirkan ke bahu. Untuk bawahan, ia mengenakan celana panjang berwarna hitam yang bentuknya cukup ketat membentuk kakinya yang jenjang.

Ia sebenarnya sedikit trauma dengan tempat tersebut, karena kejadian beberapa bulan lalu, ketika ada seorang pria yang menyergapnya dengan obat bius. Itulah mengapa ia selalu minta dijemput ketika pulang. Saat Pak Syamsul tidak bisa menjemput, ia biasanya ikut temannya yang lain, seperti Syifa. Namun tadi Syifa sudah pulang duluan, dan Wulan memutuskan untuk tidak ikut karena masih menunggu balasan dari Pak Syamsul. Wulan sempat berniat menggunakan transportasi online, tapi ketika coba memesan ia tidak kunjung mendapatkan pengemudi yang mau menjemputnya.

Kondisi jalan raya saat itu tengah cukup sepi.

Tiba-tiba, ia melihat ada sebuah mobil Calya berwarna merah yang mendekati tempat dia berdiri. Wulan pun langsung waspada, karena mobil tersebut tampak menurunkan kecepatan dan bersiap untuk berhenti sebentar lagi, kemungkinan tepat di hadapan Wulan. Perempuan cantik tersebut menoleh ke arah kiri dan kanan, khawatir akan ada orang yang menyergapnya lagi. Situasi tampak aman, tidak ada satu orang pun yang tengah menunggu di sana.

Mobil tersebut ternyata benar-benar berhenti di depannya. Kaca mobil tersebut pun langsung diturunkan.

“Mau bareng gak, Cantik?” Ujar seorang lelaki yang berada di kursi pengemudi. Ia meneriakkan ajakan tersebut sambil tersenyum konyol. Ternyata orang yang berada di dalam mobil tersebut adalah Bobi, rekan Wulan di tempat bimbel.

Wulan berpikir sejenak. Hingga saat ini masih belum ada balasan dari Pak Syamsul. Sedangkan hari sudah mulai gelap, dan kondisi jalan pun sudah mulai tidak aman. Apakah pulang dengan anak baru yang sombong ini merupakan keputusan yang baik? Wulan pun berusaha menimbang-nimbang pemikiran tersebut di dalam kepalanya.

“Mau bareng gak neh? Lama banget sih,” ujar Bobi tak sabaran.

Wulan akhirnya mengangguk dan langsung membuka pintu mobil di sisi penumpang. Ia rasa tidak ada salahnya diantar pulang oleh Bobi, pria tersebut tidak akan berani mengganggunya. Apabila ada sesuatu yang terjadi, ia pasti akan langsung mengadukan Bobi ke pemilik bimbel.

“Rumah kamu di mana?” Tanya Bobi ketika mobil telah berjalan.

“Di daerah X,” jawab Wulan, menyebutkan nama daerah di mana rumah Pak Syamsul berada.

“Owh di situ, aku tahu,” jawab Bobi sambil tetap fokus menyetir, tak menoleh sedikit pun.

“Tadi kenapa lewat depan gang lagi? Bukannya kamu sudah pulang duluan?” Tanya Wulan.

“Pas pulang ternyata bensin aku habis, jadi mampir dulu ke pom bensin. Pas balik lagi, eh ngeliat kamu lagi nongkrong di pinggir jalan, hee,” jawab Bobi sambil tertawa hingga memperlihatkan giginya yang putih.

“Aku lagi nunggu angkot tahu, bukannya nongkrong,” ujar Wulan kesal. “Memang rumah kamu di daerah mana?”

“Di deket kampus Y.”

“Ohh,” jawab Wulan. Rumah Bobi memang searah dengan rumahnya, jadi dia tidak perlu merasa telah merepotkan anak baru yang sombong itu.

Wulan pun kembali menyibukkan diri dengan membuka-buka smartphone miliknya. Dan tiba-tiba, ada pesan dari Pak Syamsul yang mengatakan bahwa pria tersebut masih ada pekerjaan, sehingga tidak bisa pulang cepat hari ini. Mood Wulan pun langsung berubah menjadi kurang baik.

“Kamu mau makan dulu gak?” Tanya Bobi tiba-tiba.

Wulan kaget dengan pertanyaan itu. Kalau di kondisi biasa, ia pasti akan menolaknya, karena lebih memilih untuk cepat sampai ke rumah dan bercengkerama dengan Pak Syamsul. Namun hari ini dia sangat kesal dengan pria tua yang merupakan kekasihnya tersebut, dan ingin memperbaiki mood negatif itu.

“Kamu tuh kalau ditanya selalu lama jawabnya yah,” ujar Bobi ketus karena menunggu jawaban Wulan. Namun sesaat kemudian ia kembali melemparkan senyuman.

“Kamu mau makan apa?” Tanya Wulan kemudian.

“Kamu suka seafood gak?”

“Suka”

“Oke, kita mampir ke tempat seafood langganan aku aja yah,” ujar Bobi, tanpa meminta persetujuan dari Wulan.

Perempuan tersebut pun hanya diam, tak protes.

Wulan tampaknya tidak perlu meragukan kemampuan Bobi dalam memilih tempat makan. Tempat makan yang ia pilih hanya merupakan warung biasa yang berada di pinggir jalan. Namun entah mengapa, rasanya sangat enak menurut Wulan. Dan kebetulan, arahnya juga tak jauh berbeda dengan rumah mereka berdua. Karena itu, keduanya tidak perlu berputar terlalu jauh.

Sambil makan, mereka pun mengobrol tentang kisah hidup masing-masing, meski Wulan lebih sering mengeluarkan cerita-cerita standar. Namun perempuan tersebut justru mencecar Bobi dengan pertanyaan-pertanyaan yang sensitif, dan anehnya pria tersebut terus berusaha untuk menjawab. Mereka mengobrol sambil mengupas kulit udang yang tengah mereka santap.

Wulan akhirnya tahu sedikit banyak tentang Bobi yang merupakan seorang anak bungsu. Semua kakaknya sudah mempunyai pekerjaan mapan di perusahaan besar, dan berkuliah di luar negeri. Hanya Bobi yang memilih untuk tetap di Indonesia dan mengajar bimbel.

“Kamu tidak mau cari pekerjaan lain?” Tanya Wulan. Ia tahu orang tua Bobi pasti mempunyai harapan yang besar pada anak bungsunya tersebut.

“Sampai saat ini aku masih merasa nyaman mengajar bimbel, mengapa harus pindah?” Jawab Bobi.

"Tapi kan banyak orang yang menjadikan kerjaan di bimbel sebagai batu loncatan saja, setelah itu cari kerjaan lain,” ujar Wulan.

“Nah itu aku bingung. Untuk apa repot-repot mencari batu loncatan terlebih dahulu. Kalau memang suka sama suatu bidang, kenapa gak langsung terjun aja? Kalau cari-cari batu loncatan dulu, jadi buang-buang waktu kan?” Jawab Bobi sambil menyeruput es teh manisnya sampai habis. Tangannya yang berlumuran saus pun langsung ia masukkan ke tempat air kobokan.

“Kalau begitu, kamu akan bertahan lama donk di bimbel?”

“Kalaupun aku pindah, pasti gak jauh-jauh dari dunia mengajar, karena aku suka bidang tersebut.”

“Tapi kan banyak orang yang belum tahu passion mereka saat ini, sehingga merasa butuh batu loncatan terlebih dahulu sambil mencari bidang lain yang mereka suka.”

“Passion itu bukan takdir, tapi perjalanan. Karena itu, ia tidak perlu dicari. Tentukan saja bidang yang kamu suka, lalu fokus bekerja di bidang tersebut sampai kamu merasa bahagia atau justru gagal. Kalau gagal, kamu tinggal mencari bidang lain. Permasalahan dengan orang yang sukanya mencari batu loncatan, mereka biasanya tidak akan 100% dalam bekerja, yang akhirnya membuat mereka tidak akan diterima di mana-mana,” ujar Bobi.

“Terserah kamu lah,” jawab Wulan yang malas mendebat pria tersebut. Namun, dalam hati Wulan sebenarnya menyetujui pendapat Bobi. Ia justru heran mengapa di zaman serba pencitraan seperti sekarang, masih ada orang yang punya pola pikir idealis seperti Bobi, dan kukuh mempertahankan idealisme tersebut.

“Eh, aku minta nomor telepon kamu donk,” ujar Bobi tiba-tiba.

“Lho, kamu kan udah kerja di bimbel beberapa minggu. Kenapa gak minta sama yang lain dari kemarin-kemarin?”

“Itu mah kerjaannya tukang koleksi nomor telepon. Minta nomor si A si B, tapi gak pernah ditelepon juga. Kalau aku cuma mau nyimpen nomor orang yang mau aku ajak ngomong, jadi gak sia-sia.”

“Jadi kamu mulai sekarang mau ajak aku ngomong? Gak diem-diem aja kayak sebelumnya?” Tanya Wulan menggoda.

“Udah cepetan berapa nomor kamu,” ujar Bobi mulai kesal.

Wulan pun menyerah, dan langsung memberikan nomor teleponnya. Setelah membayar, mereka pun langsung kembali ke mobil. Wulan sebenarnya ingin membayar sendiri makanannya, tapi Bobi berkeras untuk membayar seluruhnya.

Sekitar 30 menit setelah meninggalkan tempat makan seafood, mereka berdua pun telah sampai di dekat rumah Pak Syamsul. Wulan merasa belum saatnya bagi Bobi mengetahui tempat ia tinggal. Karena itu, ia memutuskan untuk tidak turun tepat di depan rumah.

“Di ujung jalan depan, berhenti ya,” ujar Wulan.

“Kamu mau turun di situ?” Tanya Bobi.

“Iya, udah deket koq.”

“Baiklah,” ujar Bobi tidak mau memaksa. Ia kemudian menghentikan mobilnya di lokasi yang ditunjuk oleh Wulan.

“Terima kasih ya, sudah nganterin,” ujar Wulan.

“Sama-sama.”

Tiba-tiba tubuh Bobi yang masih berada di kursi pengemudi perlahan mendekat ke arah Wulan. Semakin lama, jarak mereka semakin dekat. Wulan hanya terdiam, ia merasa pasrah apa pun yang akan dilakukan Bobi terhadap dirinya. Tercium aroma tembakau dari mulut Bobi, khas seorang perokok. Namun anehnya Wulan justru merasa bau tersebut harum ketika dihirup. Perempuan tersebut tampak begitu tegang, dengan napas yang mulai menderu.

Wulan-2.jpg

Bibir mereka kini sudah begitu dekat. Tapi beberapa detik kemudian, bibir mereka tidak juga bertemu.

Tiba-tiba, justru tangan Bobi justru menyentuh pelipis Wulan yang berbatasan dengan ujung jilbab birunya. Wulan bisa merasakan sentuhan Bobi di wajahnya. Tangan tersebut terasa bergerak memasukkan beberapa lembar rambut yang keluar dari ujung jilbab, dan menyelipkannya ke dalam jilbab. Setelah itu, tubuh Bobi pun langsung kembali ke tempatnya semula.

“Nah, udah rapi, hee” ujar Bobi sambil cengar-cengir.

“Dasar, kirain ada apa,” ujar Wulan.

“Emang kirain apa?”

“Sudah ya, aku turun dulu. Bye ...” ujar Wulan yang langsung melepas sabuk pengaman dan turun dari mobil. Perempuan tersebut kemudian langsung berjalan menuju rumah Pak Syamsul, dan mobil Bobi pun kembali berjalan. Sambil menuju rumahnya, perempuan tersebut tersenyum-senyum sendiri mengingat apa yang baru saja terjadi barusan.

Tanpa disadari oleh Wulan, ada sepasang mata yang sedang mengamati pergerakan perempuan tersebut sejak turun dari mobil Bobi tadi. Pemilik mata tersebut tampak sembunyi-sembunyi, tidak ingin ketahuan. Ia memandang dengan tajam gemulai tubuh Wulan yang masih tampak begitu seksi meski tertutup jilbab. Sosok tersebut tampak memiliki banyak rencana di kepalanya.

Ketika sampai di rumah, Wulan langsung masuk ke dalam kamar, tempatnya biasa tidur bersama dengan Pak Syamsul. Ia mematut diri di depan cermin, dan mulai melepaskan kancing kemejanya satu per satu dari atas hingga bawah, hingga payudaranya yang tertutup bra berwarna merah muda perlahan terlihat. Jilbab biru yang tadinya disampirkan ke punggung kini telah turun menutupi payudaranya.

Wulan kemudian menurunkan celananya ke bawah hingga terlepas, menampakkan celana dalamnya yang juga berwarna merah muda. “Apakah tubuhku masih terlihat bagus?” Pikir Wulan dalam hati.

Ia kemudian mengingat tentang hubungannya dengan Pak Syamsul yang mulai terasa hambar. Harus diakui, usia yang cukup jauh membuat komunikasi keduanya tidak berjalan dengan lancar. Wulan masih merupakan perempuan muda yang gemar pergi ke sana ke mari, dan ingin melakukan itu dengan orang yang ia sayangi. Sedangkan Pak Syamsul lebih suka diam di rumah, atau sibuk dengan pekerjaannya di kios. Masalah topik obrolan pun mereka sering tidak nyambung. Dalam hati, ia merasa iri dengan Mila yang tampaknya tetap bisa bahagia hidup dengan Pak Burhan, meski usia mereka berdua juga berbeda jauh.

“Apa mungkin ini hanya perasaan sementara saja yang nanti akan hilang? Atau aku memang tidak cocok dengan Pak Syamsul?” Gumam perempuan tersebut sambil mengelus-elus pinggulnya yang terbuka. Payudaranya yang masih kencang tentu masih bisa menarik setiap lelaki yang melihatnya. Tapi, apabila mereka tahu dirinya sudah tidak perawan lagi, apakah mereka mau menerima Wulan?

Wulan kemudian mengingat kejadian di mobil tadi bersama Bobi. Pria tersebut tidak jauh berbeda umurnya dengan Wulan, karena itu obrolan mereka masih sangat relevan. Hal itu terbukti ketika mereka makan bersama, di mana mereka bisa saling mengungkapkan kegelisahan mereka masing-masing, pendapat mereka tentang topik yang sedang dibicarakan banyak orang, dan candaan khas anak muda. Obrolan seperti ini yang tidak bisa didapat Wulan dari Pak Syamsul.

Untuk urusan ranjang, Pak Syamsul memang tidak perlu diragukan lagi. Tapi bukankah hubungan cinta itu tak melulu soal seks? Bukankah komunikasi setiap hari itu justru hal yang penting untuk melanggengkan sebuah hubungan? Pemikiran-pemikiran seperti itu terus berkecamuk di kepala Wulan.

“Teett … Teett,” tiba-tiba terdengar bunyi notifikasi dari smartphone Wulan yang tergeletak di atas meja. Ia pun langsung mengambil smartphone tersebut.

Ternyata ada pesan dari Bobi. Wulan tampak terkejut, dan lebih terkejut lagi ketika membaca isinya yang absurd. “Kamu harum,” hanya dua kata itu yang dikirimkan oleh Bobi.

Wulan pun membalas pesan tersebut, “aku Wulan, bukan harum.”

“Oh, maaf. Salah sambung kalau gitu.”

“Yaudah, bye.”

“Kenalan donk, Wulan. Aku Leonardo,” Wulan pun tersenyum membaca pesan dari Bobi yang menyebut-nyebut aktor Hollywood favoritnya.

“Mana ada Leonardo makan seafood di pinggir jalan?”

“Aku Leonardo KW 9,” balas Bobi. Wulan tak membalas dan langsung meletakkan smartphone tersebut kembali di atas meja.

Wulan kemudian melepaskan pakaian dalam serta jilbab yang masih ia kenakan, lalu berjalan ke kamar mandi. Di bawah shower, Wulan membasuh setiap lekuk tubuhnya yang montok dengan penuh penghayatan. Ia memanfaatkan aktivitas tersebut untuk melepaskan setiap pemikiran yang mengganggu kepalanya selama seharian ini. Tapi perempuan cantik tersebut tetap tidak bisa melupakan kecepatan degup jantungnya ketika Bobi mendekati tubuhnya di mobil, saat ia akan turun.

Ia membayangkan kalau Bobi tak hanya membetulkan posisi rambutnya, namun juga mengelus pipinya. Wulan sepertinya akan pasrah saja diperlakukan seperti itu. Setelah mendapat persetujuan, mungkin lelaki muda tersebut akan lanjut mengusap bibir Wulan dengan jari, lalu mengecup dengan bibirnya. Lalu keduanya akan saling melumat dan beradu lidah dengan panas di mobil yang sebenarnya cukup sempit tersebut, sambil tangan mereka saling menggapai untuk menggerayangi tubuh satu sama lain. Pakaian Wulan yang masih mengenakan hijab pun pasti akan langsung berantakan tak lama kemudian.

Membayangkan hal tersebut saja, Wulan sudah terangsang. Ia pun memejamkan mata dan mulai meremas payudaranya sendiri dan memainkan putingnya. Ia berandai-andai Bobi ikut masuk ke kamar mandi tersebut dan mendekatinya dari belakang. Pria muda tersebut pasti akan mengecup lehernya, lalu meremas langsung payudara Wulan dari belakang di bawah pancuran air. Remasannya mungkin tak sekuat Pak Syamsul, namun kehangatan dan aroma tubuhnya pasti sangat jauh berbeda. Pria muda itu pasti tidak akan tahan untuk tidak menyentuh kemaluan Wulan, dan memainnkannya dengan jari. Rangasangan seperti itu pasti akan membuat birahi Wulan melayang, serta menghangatkan liang senggamanya.

Wulan pun mengelus-elus sendiri vaginanya dan memutar-mutar puting payudaranya, sambil bermain dengan imajinasi yang ada di kepalanya. Beberapa menit ia melakukan masturbasi, gelombang kenikmatan akhirnya menyerbu selangkangannya. Wulan pun menyenderkan tubuhnya ke dinding kamar mandi, dan tersenyum. Tak ia sangka, imajinasi akan Bobi sudah bisa membuatnya orgasme sendirian.

“Hari-hari esok pasti akan terasa lebih menyenangkan,” gumam Wulan.
 
Terakhir diubah:
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd