Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA Pengkhianatan Sahabat

Status
Please reply by conversation.
wah... nubi pikir, sist sudah lupa sama thread ini, lama nian ditinggal sista.

siap sist... selalu.
 
Part 43: Double Date

Wulan-2.jpg

Sebelum Wulan bertemu dengan Bobi yang kemudian mengantarnya pulang, sebenarnya ia sudah sempat coba menghubungi Mila, sahabatnya. Karena butuh jawaban dalam waktu cepat, ia langsung menelepon sahabat dekatnya tersebut.

“Say, kamu di mana?”

“Aku lagi di mal, Wulan. Ada janji sama teman. Kenapa?”

“Oh, nggak apa-apa. Enjoy yah …”

“Thank you.”

Mila-4.jpg

Mila sebenarnya ingin bertanya lebih lanjut mengapa temannya tersebut tiba-tiba menelepon, tapi urung karena Wulan telah terlebih dahulu menutup sambungan telepon. “Tidak biasanya Wulan seperti ini,” pikir Mila. Tapi ia tidak berusaha untuk memikirkan itu lagi, karena ia memang tengah menunggu seseorang di mal. “Mungkin Wulan ada urusan yang tidak terlalu penting, bisa dibicarakan nanti,” pikir Mila.

Ternyata, orang yang tengah ditunggu Mila adalah Irfan, yang ia kenal sebagai kawan dari mantannya, yaitu Egi. Mereka sebenarnya telah lama sekali tidak bertemu. Namun ketika Mila kembali datang ke Jakarta setelah beberapa lama tinggal di kota S, Irfan langsung mengajak bertemu. Mila pikir, tidak ada salahnya juga untuk bertemu orang lain di Jakarta. Ia memang ingin menghilangkan kegundahan hatinya yang tengah digoda oleh Pak Jarot.

Mereka pun membuat janji untuk bertemu di sebuah restoran. Mila telah datang lebih dulu, dan langsung memesan makanan karena ia telah lapar. Irfan datang sekitar 15 menit kemudian.

“Halo, Mila,” ujar Irfan menyapa.

“Halo, Irfan. Ayo duduk. Maaf ya, aku sudah pesan duluan,” ujar Mila sambil melirik Aglio Olio yang tengah ia makan.

“Ah iya, gpp. Santai saja,” ujar Irfan sambil duduk di hadapan Mila. Ia pun memesan Spaghetti Bolognese dan Es Teh Manis, di restoran yang memang menjual banyak makanan Italia tersebut. “Apa kabar kamu Mila, betah di Kota S?”

“Betah koq, Irfan. Suasananya berbeda dengan di sini, tapi karena termasuk kota besar ya cukup padat juga penduduknya.”

“Udah bisa ngomong bahasa sana?”

“Yang halus mah bisa, kalau yang kasar masih gak berani, hahaa.”

Mereka berdua pun saling berbagi cerita tentang waktu yang telah mereka lewatkan tanpa saling bertemu. Irfan yang kini makin sibuk dengan pekerjaan di kantor, dan Mila yang makin direpotkan dengan bisnisnya.

“Kalau urusan asmara, bagaimana Irfan? Sudah punya pacar?” Tanya Mila.

Irfan hanya tersenyum. Ia pun mengingat hubungannya dengan Bu Anita yang kini telah mulai memudar. Satu hal yang ia tidak tahu, adalah di waktu yang relatif bersamaan, wanita paruh baya pujaannya tersebut tengah digumuli oleh ayah dari perempuan yang ada di hadapannya tersebut.

“Belum neh, Mila. Kasih saran donk bagaimana biar cepat dapat cewek, hee?” Ujar Irfan.

“Kayaknya kamu gak perlu saran deh. Menurut aku kamu baik banget sama cewek, termasuk aku. Pasti banyak cewek yang akan nerima kamu, hanya perlu usaha lagi aja,” ujar Mila.

“Ya mudah-mudahan aja.”

“Kamunya udah pernah coba nembak cewek belum?”

“Sudah sih, dan sudah sempat jadian juga,” ujar Irfan sambil mengingat kembali kecantikan wajah dan gemulai tubuh Bu Anita saat keduanya tengah bersetubuh di ranjang.

“Terus sekarang? Udah putus?” Tanya Mila penuh selidik.

“Ya, gak jelas lah, hee,” jawab Irfan sekenanya.

“Emangnya kamu mau cari pacar yang kayak bagaimana?” Tanya Mila.

“Kayak kamu,” ujar Irfan sambil tersenyum.

“Hushh, masa kamu pacaran sama istri orang, haa,” jawab Mila.

“Ya, kalau istri orangnya mau, aku juga gak nolak,” gumam Irfan dalam hati. “Atau kalau teman kamu si Wulan juga mau, boleh juga aku entotin sampai dia kelojotan,” pikir Irfan.

Tanpa disadari oleh Mila, sejak awal bertemu Irfan telah mencuri-curi pandang ke arah tubuhnya yang seksi. Saat itu, Mila mengenakan kaos hitam yang cukup ketat, dilapisi dengan cardigan berwarna abu-abu yang terbuka di bagian tengah. Jilbabnya yang berwarna hitam hanya disampirkan ke bahu, sehingga tidak menutupi payudaranya yang cukup besar, yang bisa terlihat jelas dari balik kaosnya. Pemandangan tersebut tentu membuat kemaluan Irfan menjadi mengeras dan membesar.

“Aku ke toilet dulu ya sebentar,” ujar Mila sambil berdiri dan meninggalkan Irfan.

Saat Mila berjalan ke toilet, Irfan bisa melihat dengan jelas betapa montoknya pantat Mila dari belakang. Bokong tersebut hanya tertutup dengan celana panjang berwarna hitam yang sebenarnya tidak terlalu ketat, tapi cukup bisa menunjukkan bentuk kaki perempuan cantik tersebut yang begitu jenjang. “Ahh, pasti enak banget ngentotin kamu dari belakang, Mila,” begitu pikiran kotor Irfan.

Sekitar 15 menit kemudian, Mila kembali ke meja dan duduk di tempatnya semula. Irfan hanya tersenyum melihat Mila yang telah kembali. Ia seperti tengah merencanakan sesuatu setelah ini.

“Mila, ada temanku yang lagi ada di mal ini juga. Boleh dia gabung?” Tanya Irfan.

“Gpp, ajak aja ke sini,” jawab Mila tanpa curiga.

“Oke deh …” Irfan pun langsung mengetik sesuatu di smartphone miliknya.

5 menit kemudian, tampak sepasang pria dan wanita datang menghampiri meja yang tengah ditempati Mila dan Irfan. Sang lelaki tempak terkejut ketika melihat Mila. Ia yang saat itu masih menggandeng lengan wanita di sebelahnya, langsung melepaskan gandengan tersebut secara perlahan. Lelaki tersebut pun memandang tajam ke arah Irfan. Lewat pandangan itu ia seperti ingin berkata, “Lo ngapain ajak gw ke sini?"

Dipandang seperti itu, Irfan hanya tersenyum. “Ayo sini duduk, ngapain berdiri terus. Nanti pegel,” ujar Irfan.

Pria tersebut tampak enggan, tapi entah mengapa ia akhirnya menurut. Irfan pun berpindah tempat duduk ke sebelah Mila, sehingga pria tersebut kini duduk menghadap Mila, dan Irfan duduk menghadap sang perempuan yang tadi digandeng oleh sang pria. Mila pun tampak terkejut dengan situasi yang sangat tidak terduga tersebut.

“Apa kabar, Mila?” Tanya pria yang tampaknya sudah sangat mengenal Mila itu.

“Baik, kamu sendiri bagaimana Egi?”

Ternyata pria yang diajak Irfan untuk bergabung adalah Egi, mantan pacar Mila. Saat itu Egi datang bersama Ratna, pacarnya. Ia sebenarnya datang karena diajak Irfan untuk bertemu dan ngobrol bertiga. Ia sebenarnya malas untuk datang dan bertemu dengan Irfan, apalagi Irfan memaksa untuk mengajak Ratna juga. Namun temannya tersebut mengancam akan memberitahukan segala hal buruk yang pernah dilakukan Egi di masa lalu kepada pacar barunya tersebut, apabila Egi tidak datang bersama Ratna. Egi pun akhirnya setuju. Ia tidak menyangka kalau Irfan juga akan mengajak Mila.

Ratna-1.jpg

“Baik juga. Kenalin ini pacar aku, Ratna,” Mila pun berdiri dan menyalami perempuan tersebut sambil memasang senyum yang tampak dipaksakan.

“Apa sih yang sebenarnya direncanakan bocah bangsat ini,” pikir Egi dalam hati sambil memandang sebal ke arah Irfan.

“Kalian, kenal di mana?” Tanya Ratna tiba-tiba. Irfan dan Mila pun sama-sama terkejut akan pertanyaan tersebut.

“Ketemu di komunitas gitu, Sayang,” jawab Egi.

“Komunitas apa?”

“Komunitas pecinta buku."

“Owh, tapi koq kamu belum pernah kenalin ke aku?” Tanya Ratna lagi.

“Sudah lama aku tinggal di Kota S. Jadi emang jarang main ke sini,” jawab Mila berusaha menyelamatkan Egi dari rentetan pertanyaan dari pacarnya tersebut.

Ratna kemudian melirik sekilas ke arah jari dari Mila yang begitu lentik, dan melihat sebuah cincin terpasang di situ. “Kamu sudah menikah ya, Mil?”

Mila pun tersenyum. “Iya, Ratna. Sudah. Saat ini suamiku sedang ada pekerjaan di Australia, jadi aku main aja dulu ke Jakarta.”

“Mila ini dulunya pacaran sama Egi,” tiba-tiba Irfan menjatuhkan sebuah bom yang langsung membuat jantung ketiga orang di meja tersebut hampir copot. Egi kembali memandang temannye tersebut dengan tatapan tajam. Irfan hanya cengengesan melihat respons Egi.

“Ohh, berapa lama kalian pacaran?” Ratna tiba-tiba penasaran dan langsung berusaha menyelidiki. Hatinya tampak telah mendidih karena api cemburu.

“Hmm, berapa yah … 1 tahun kayaknya,” ujar Egi. Sebenarnya mereka telah pacaran lebih lama dari itu, namun pria tersebut sengaja memberikan jawaban yang salah demi menjaga perasaan kekasihnya yang tampak tengah diterpa perasaan cemburu tersebut. Mila pun tampak mengerti apa yang dilakukan Egi, dan hanya mengangguk menyetujui jawaban tersebut sambil terus tersenyum.

“Koq kamu gak pernah cerita ke aku?”

“Lupa kayaknya sayang, hee,” ujar Egi sambil cengengesan.

“Lalu kalian putusnya kenapa?”

Mila dan Egi pun saling berpandangan, seolah mencari jawaban seperti apa yang layak untuk diberikan kepada Ratna. Tidak mungkin mereka menjelaskan bahwa mereka putus karena Mila memergoki Egi tengah bersetubuh dengan bosnya sendiri.

“Sudah gak cocok aja,” akhirnya Mila membuka mulut. “Aku kemudian bertemu dengan pria lain yang aku sayang, dan cocok. Kami pun akhirnya memutuskan untuk menikah.”

Ratna seperti kehabisan pertanyaan mendengar jawaban tersebut. Ia tetap tidak bisa mengubur rasa cemburunya, namun ia sedikit tenang mengetahui bahwa Mila telah menjalin ikatan dengan pria lain, dan kecil kemungkinan bahwa ia akan merebut kembali pacarnya.

“Eh, ayo kalian pesan makan dulu,” ujar Mila sambil memanggil seorang pelayan untuk meminta daftar menu.

Setelah pelayan itu datang dan memberikan menu, Egi dan Ratna kemudian langsung memilih-milih makanan.

“Aku pesan Aglio Olio deh, Mbak. Sama es teh manis satu,” ujar Egi, yang kemudian langsung dicatat oleh sang pelayan.

Sejenak Ratna melirik ke arah makanan di depan Mila yang sudah hampir habis. Makanan dan minuman yang dipesan Egi benar-benar persis dengan apa yang dipesan Mila. Rasa cemburu yang dirasakan Ratna pun seperti akan meledak.

“Sayang, aku mau beli kosmetik dulu yah,” ujar Ratna yang kemudian langsung berdiri dari kursinya.

“Lho, koq. Tiba-tiba banget. Tunggu sebentar, aku temenin,” ujar Egi yang kemudian ikut berdiri.

“Gak usah, kamu kan mau makan. Kamu tunggu di sini saja, aku cuma sebentar koq.”

“Beneran?”

“Iya, bener,” ujar Ratna sambil tersenyum. Padahal, hatinya terasa teriris melihat kecantikan Mila yang tengah duduk di hadapan Egi. Dari tempatnya ia bisa melihat bahwa wajah Mila tampak lebih putih dan lebih mulus dari wajahnya, dan payudaranya pun terlihat lebih besar.

“Kalau begitu aku temani ya,” ujar Irfan tiba-tiba.

“Eh, koq,” Egi kaget melihat tingkah temannya yang tiba-tiba ingin menemani pacarnya tersebut.

“Boleh, yuk Irfan.” Mereka berdua pun langsung pergi keluar restoran, meninggalkan Egi yang masih terdiam, bingung harus berbuat apa. Ia kemudian duduk kembali di kursinya. Pelayan yang tadi mencatat pesanannya telah pergi meninggalkan meja tersebut.

“Harusnya kamu nyusul dia,” ujar Mila sambil memandang ke arah wajah Egi.

“Aku tahu, tapi gak bisa.”

“Kenapa gak bisa?”

“Irfan. Dia pasti akan bertindak nekat kalau aku tidak mengikuti permainannya. Kamu tahu kan ini semua rencana dia?”

“Iya, aku tahu koq. Walau aku gak mengira dia akan senekat itu bikin situasi awkward kayak gini. Emang dia ngancem gmana?”

“Dia ngancem mau ngaduin semua kejelekan aku di masa lalu ke Ratna.”

“Termasuk …”

“Termasuk fakta kalau aku dulu putus sama kamu, gara-gara ketahuan ngentot sama Bu Anita."

“Egi, egi … Selalu aja takut sama masa lalu. Itu tandanya kamu masih belum bisa move on.”

“Aku bukannya gak bisa move on, cuma insecure aja.”

“Sama aja. Kalau Ratna emang benar-benar jodoh kamu, dia pasti akan nerima kamu apa adanya. Kamu gak perlu berpura-pura jadi orang lain, dan membiarkan Irfan mengendalikan kamu.”

“Mungkin aku cuma takut kehilangan. Karena dulu pernah kehilangan orang yang aku sayang banget, karena kesalahan aku sendiri.”

Kata-kata Egi pun membuat mereka berdua terdiam dengan pikiran masing-masing.

“Sudahlah gak usah dibahas yang itu,” ujar Mila.

“Pokoknya kamu jangan dekat-dekat dengan Irfan. Hati-hati,” ujar Egi lagi.

“Kayak kamu ngelarang aku deketan sama cowok-cowok yang deketin aku dulu? Waktu kita pacaran ya? hee,” ujar Mila meledek.

“Bisa aja kamu,” ucap Egi. “Btw, aku minta maaf ya.”

“Minta maaf untuk apa?”

“Untuk semuanya …”

“Gak usah minta maaf. Aku sudah bahagia dengan cara aku sendiri koq. Kamu silakan bahagia dengan cara kamu,” ujar Mila sambil tersenyum.

Perempuan berjilbab tersebut tampak begitu cantik saat itu di mata Egi. Pikirannya pun kembali ke masa-masa lalu ketika ia masih berpacaran dengan perempuan manis di hadapannya. Saat itu, ia bisa dengan bebas meraba-raba payudaranya yang besar, yang meski tertutup kaos dan cardigan namun tetap terlihat bentuknya yang indah. Ia pun bisa meremas-remas bokong Mila yang begitu indah dan montok, sambil mendengar desahan binal perempuan tersebut. Ia bisa mencium bibir Mila yang ranum kapan pun ia mau, termasuk saat di mobil saat mengantarkan perempuan tersebut pulang ke rumah. Meski mereka tidak pernah sampai berhubungan seks, Egi pernah beberapa kali melepaskan spermanya ke tubuh dan jilbab perempuan seksi itu.

“Ahh Egi, nikmat banget sperma kamu,” Egi ingat Mila pernah mengatakan itu saat mereka tengah asyik beradu birahi saat berpacaran dulu. Tepatnya saat kemaluannya tengah berada di mulut indah perempuan tersebut, yang tengah mengemutnya dengan penuh syahwat.

“Kamu mikirin apa?” Ujar Mila tiba-tiba. Membuyarkan seluruh imajinasi Egi. “Mikir jorok yah?”

“Engg … Enggak koq,” ujar Egi mengelak.

“Kamu gak usah bohong. Aku sudah hapal tampang horny kamu,” ledek Mila. Perempuan tersebut pun sedikit menggoda dengan membenahi posisi cardigan dan jilbabnya.

Egi yang tadinya ingin membalas tidak jadi mengeluarkan kata-kata, karena tiba-tiba pelayan datang membawakan makanan pesanannya.

***

Ratna dan Irfan kembali ke restoran tersebut ketika Egi baru saja selesai menghabiskan makanannya. Perempuan tersebut pun duduk di samping Egi, dan Irfan kembali duduk di samping Mila. Suasana hati Ratna sepertinya telah berubah. Ia yang tadinya tampak begitu cemburu dengan Mila, tampak sudah santai dan kembali menjadi pacar yang manja di hadapan Egi. Meski beberapa kali ia melirik ke arah Irfan sambil tersenyum.

“Kamu beli apa, Sayang?” Tanya Egi.

“Biasalah, kebutuhan perempuan,” jawab Ratna sambil menunjukkan plastik belanjaannya yang tidak begitu besar.

Mereka berempat pun mengobrol sejenak tentang hal-hal ringan, dan kemudian memanggil pelayan untuk meminta bill. Sebelum tiga orang lain di meja tersebut mengeluarkan dompet mereka masing-masing, Mila telah langsung mengambil bill tersebut dan memberikan sebuah kartu kredit kepada sang pelayan.

“Kali ini, biar aku yang traktir,” ujar Mila.

“Terima kasih, Mila,” ujar tiga orang lain di meja tersebut di waktu yang hampir bersamaan.

“Setelah ini kamu mau ke mana, Mila?” Tanya Irfan.

“Belum tahu, paling pulang ke rumah,” jawab Mila.

“Mau aku anterin gak?” Ujar Irfan lagi.

Mila berpikir sejenak, kemudian melirik ke arah Egi. Pria tersebut tampak memandangnya dengan khawatir. “Hmm, boleh deh,” jawab Mila.

“Tapi aku naik motor, gpp kan?”

“Iya gpp koq. Santai aku,” jawab Mila sambil tersenyum. Ia seperti mempunyai sebuah rencana di kepalanya. Di saat yang sama, pelayan telah kembali membawa kartu kredit dan menyerahkannya kembali kepada Mila.

“Oke, yuk kita jalan,” ujar Irfan yang kemudian diikuti oleh ketiga orang lainnya.

***

“Yuk, motor aku diparkir di situ,” ujar Irfan ketika ia dan Mila telah sampai di tempat parkir motor.

“Oke,” jawab Mila sambil mengikuti dari belakang. Tiba-tiba smartphone miliknya bergetar. Perempuan tersebut pun langsung mengambilnya dari kantong dan membuka kunci layar sembari berjalan. Ternyata ada sebuah pesan dari Egi.

“Kamu hati-hati sama Irfan,” ujar Egi.

Mila pun mengetik balasan sambil tersenyum. “Kamu tenang aja, hee."
 
Terakhir diubah:
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd