Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA Pengkhianatan Sahabat

Status
Please reply by conversation.
Part 47: Api Cemburu

Wulan tampak menghela napas lega begitu ia berhasil menyelesaikan laporan sesi mengajarnya di bimbel. Ia pun menutup dokumen yang ada di hadapannya.

"Alhamdulillah, akhirnya sekarang bisa pulang," gumam perempuan tersebut sambil meregangkan tubuhnya yang terasa pegal.

Ia memandang sekeliling, tidak ada orang sama sekali di ruang pengajar. Hampir semuanya masih mempunyai sesi mengajar di kelas, atau sudah pulang ke rumah masing-masing.

Saat tengah bersiap-siap akan pulang, Wulan merasakan ada seseorang yang mendekatinya. Hal itu bisa ia ketahui dari bau tembakau yang begitu kental. Orang tersebut memang tidak sedang merokok, namun sisa-sisa nikotin yang menempel di tubuhnya seperti sulit untuk dilepaskan.

"Halo, Wulan," ujar orang tersebut.

"Hai, Bobi," jawab Wulan.

"Mau ke mana?"

"Pulang."

Sejak kejadian Bobi mengantarnya pulang, Wulan memang seperti menjaga jarak dari pria tersebut. Ia tidak ingin merasa malu seperti waktu itu. Di sisi lain, ia masih belum mengerti tentang perasaannya terhadap Bobi, dan apa bedanya dengan perasaan yang ia rasakan pada Pak Syamsul.

"Mau aku antar pulang?" Tanya Bobi.

"Nggak usah, aku bisa pulang sendiri koq," jawab Wulan sambil berjalan pergi menuju pintu keluar. Tadinya perempuan tersebut mengira Bobi akan mengejarnya, tapi ternyata tidak. Pria tersebut hanya terdiam di depan meja kerja Wulan.

Untuk mengajar ke bimbel, Wulan memang malas pulang pergi menggunakan mobilnya. Itulah mengapa ia biasanya mengandalkan angkutan umum yang memang bisa langsung membawanya dari rumah Pak Syamsul menuju bimbel, dan sebaliknya.

Itulah mengapa begitu keluar dari bimbel, Wulan langsung menuju tempat biasa di mana ia menunggu angkutan umum. Namun, tidak berapa lama kemudian, sebuah mobil berhenti di mulut gang yang menghubungkan kantor bimbel dan jalan raya. Perempuan tersebut tahu betul siapa pemilik mobil yang perlahan terbuka jendelanya itu.

"Sudah, ikut aku saja. Aku nggak akan gigit koq," ujar Bobi dari kursi pengemudi.

"Sebentar lagi angkotnya datang, cepat minggir. Jangan menghalangi gang, nanti ada mobil lain yang lewat," jawab Wulan.

"Aku gak akan jalan sebelum kamu naik," Bobi makin memaksa. Wulan pun luluh dan memutuskan untuk mengikuti permainan pria tersebut. Ia langsung membuka pintu dan duduk di kursi penumpang yang ada di sebelah pengemudi.

Mereka berdua lebih banyak diam selama perjalanan. Bobi fokus mengemudi, sedangkan Wulan sibuk dengan smartphone miliknya. Hingga akhirnya, Bobi menyalakan pemutar musik di mobil tersebut yang ternyata langsung memutar lagu Bruno Mars. Wulan pun tertegun mendengar lagi dari penyanyi kesukaannya tersebut.

"When I see your face

There's not a thing that I would change 'cause you're amazingJust the way you are."


Secara otomatis, bibir Wulan pun ikut bergerak setiap kali lagi tersebut sampai pada bait "Just the way you are." Ia tak menyadari kalau Bobi sedang melirik ke arah dirinya dan tersenyum karenanya.

"Oh you know, you know, you know I'd never ask you to change."

Wulan langsung menoleh ke arah Bobi begitu pria tersebut ikut menyanyi. Suara mereka pun saling bertemu, membuat harmoni yang cukup enak didengar. Mereka pun sama-sama tertawa kecil.

"Kamu suka lagu ini juga?" Tanya Wulan.

"Siapa yang nggak suka lagi Bruno Mars, hee," jawab Bobi.

Wulan pun kembali memalingkan muka, meski masih menikmati lantunan suara sang penyanyi kulit hitam itu. Dalam hati ia menyetujui kata-kata Bobi, siapa yang tidak akan tergugah oleh musik Bruno Mars yang penuh beat dan lirik indah.

"You know i'd never ask you to change," ujar Bobi tiba-tiba.

"Hmm, apa katamu?" Tanya Wulan.

"I'd never ask you to change. If perfect's what you're searching for, then just stay the same.
So don't even bother asking if you look okay. You know I'll say you're amazing just the way you are,"
jawab Bobi melanjutkan lirik lagu Bruno Mars tersebut.

"Nyanyi apa curhat?" Tanya Wulan.

"Dua-duanya," jawab Bobi.

Wulan merasakan bahwa lirik lagu yang baru dinyanyikan Bobi tersebut ditujukan untuk dirinya. Ia pun sebal mengapa Bobi seperti memainkan hatinya.

"Kamu sudah sempurna, Wulan. Tidak perlu berubah," ujar Bobi menegaskan. Ia seperti ingin mengatakan dengan jujur seluruh isi hatinya pada perempuan cantik tersebut.

"Jangan gombal, Bobi. Kamu tidak tahu apa-apa tentang aku."

"Karena itu kasih tahu donk. Kamu belum punya pacar kan?"

"Sok tahu ... emang tampang aku ini kayak orang yang gak punya pacar?"

"Menurut aku sih begitu. Makanya aku deketin kamu," ujar Bobi jujur.

"Ini apa sih maksudnya? Dia lagi nembak aku?" Pikir Wulan dalam hati. Namun, ia memutuskan untuk tidak mengomentari kata-kata Bobi tersebut.

"Bener kan?" Tanya Bobi lagi.

"Truth of the matter is I'm complicated," tiba-tiba Wulan melontarkan lirik lagu Bruno Mars yang lain. Hal itu membuat Bobi tertegun. "It's better if you don't understand."

"Ini nyanyi apa curhat?" Kali ini gantian Bobi yang bertanya.

"Dua-duanya," jawab Wulan membalas, sambil memasang senyum yang begitu manis di bibirnya.

Skak mat ... Mereka berdua pun tidak saling berbincang lagi hingga mobil tersebut sampai di depan gang menuju jalan Pak Syamsul.

"Aku turun di depan saja," ujar Wulan. Bobi pun menurut.

"Sampai jumpa besok," ujar Bobi saat Wulan membuka pintu dan turun dari mobil.

"Assalamualaykum," ujar Wulan sambil menutup pintu.

"Waa ... alaykumsalam," jawaban Bobi terputus pintu yang menutup. Ia tak yakin apakah Wulan masih bisa mendengar salamnya atau tidak.

***

Saat membuka pintu rumah, Wulan langsung melihat Pak Syamsul yang sedang duduk di sofa ruang tamu. Dari raut wajahnya, pria tua tersebut terlihat tidak sedang dalam kondisi yang baik.

"Assalamualaykum, Pak. Tumben sudah pulang," ujar Wulan yang langsung duduk di sebelah pria itu dan mencium pipinya.

"Waalaykumsalam. Lagi gak ada kerjaan, makanya di rumah saja," ujar Pak Syamsul ketus. Ia terlihat tidak berniat untuk membalas ciuman Wulan, dan hanya merebahkan diri saja di atas sofa.

"Lagi ada masalah ya?" Tanya Wulan. Ia bisa merasakan ada yang tidak beres dengan kekasihnya tersebut.

"Nggak ada apa-apa."

Keheningan tiba-tiba menyapu ruangan yang hanya diisi oleh mereka berdua tersebut.

"Kalau ada masalah bilang saja," ujar Wulan.

"Tadi kamu diantar pulang oleh siapa?" Tanya Pak Syamsul. Wulan pun akhirnya mengerti apa alasan cemberutnya Pak Syamsul.

"Owh, tadi bareng sama teman di bimbel. Kebetulan rumahnya searah."

"Memangnya gak bisa naik angkot?"

"Ya, apa salahnya kalau ada tumpangan gratis? Kan jadi bisa irit," ujar Wulan sambil tersenyum. Ia masih berusaha menahan emosi karena merasa dihakimi oleh Pak Syamsul.

"Jadi sekarang kamu mau-mau saja diajak jalan sama cowok manapun," ujar Pak Syamsul masih dengan nada bicara yang tidak mengenakkan.

"Koq Bapak ngomongnya begitu? Saya bukan cewek murahan ya," Wulan pun jadi marah mendengar kata-kata tersebut. Seolah-olah dia adalah perempuan yang mau didekati siapa saja. Senyum manis yang tadinya terpatri di bibirnya pun telah hilang.

"Habis kamu ..."

"Kalau Bapak gak suka aku diantar cowok lain, ya usaha donk. Jemput kek, telepon kek, bukannya keluyuran tanpa berita kemana-mana. Sekarang aku baru sekali diantar sama temanku, langsung ngomel-ngomel gak karuan."

Wulan akhirnya mencurahkan semua keluh kesahnya kepada sang kekasih, sesuatu yang selama ini selalu ia pendam sendirian. Wajahnya pun memerah tanda marah.

"Aku keluyuran itu usaha keras cari uang, buat nikahin kamu, tahu nggak?" Pak Syamsul pun tidak kalah naik pitam setelah dibentak oleh perempuan muda tersebut.

"Saya tidak butuh uang, Pak. Saya hanya butuh perhatian dan kasih sayang dari Bapak. Apa terlalu berat permintaan seperti itu?"

Pak Syamsul tidak bisa menjawab. Mengingat hubungannya dengan Bu Anita yang sebenarnya telah menyita cukup banyak waktu, ia pun tidak mampu menemukan kata-kata yang tepat untuk membalas Wulan.

"Sudah lah, aku mau pergi saja," ujar Pak Syamsul pada akhirnya. Ia kemudian beranjak ke kamar mandi untuk mempersiapkan diri.

"Tuh kan, diajak ngobrol malah pergi. Dasar gak punya hati," teriak Wulan, meski Pak Syamsul tidak menggubrisnya.

Perempuan muda tersebut pun merebahkan diri di atas sofa ruang tamu. Ia mencoba menenangkan dirinya, tapi tetap tidak habis pikir dengan jalan pikiran kekasihnya tersebut. Saat diajak bicara secara langsung seperti ini, ia malah mau pergi lagi entah ke mana. Ia pun merasa harapannya kepada kekasihnya tersebut tidak terlalu besar, sehingga seharusnya mudah saja untuk dipenuhi.

"Dingg ..." terdengar bunyi notifikasi masuk dari sebuah smartphone. Ternyata, bunyi tersebut berasal dari smartphone yang tergeletak di atas meja. Itu adalah smartphone milik Pak Syamsul.

Wulan tidak bisa menahan diri untuk tidak melihat pesan yang masuk. Ada sebuah pesan dari pengirim yang bernama Anita. Sudah jelas bahwa itu adalah nama seorang wanita. Pesan tersebut berbunyi: "Jadi ke sini?"

Perempuan muda tersebut pun naik pitam. Ia membayangkan apa sebenarnya yang dilakukan Pak Syamsul di belakangnya? Apakah pria tua tersebut selingkuh dengan perempuan lain? Kalau tidak, mengapa perempuan tersebut mengirim pesan seperti itu? Dan mengapa waktunya begitu pas dengan saat Pak Syamsul akan pergi?

Wulan tidak bisa berpikir jernih. Ia pun memutuskan untuk pergi keluar rumah untuk menjernihkan pikiran. Ia mengambil kunci mobilnya yang tergantung di dinding ruang keluarga, dan langsung mengeluarkan mobil tersebut dari garasi. Perempuan muda tersebut pun langsung melajukan mobil tanpa menunggu kekasihnya keluar dari kamar mandi.

***

Begitu keluar dari kamar mandi, Pak Syamsul bingung karena Wulan sudah tidak ada di ruang tamu. Kekasihnya tersebut pun tidak ada di kamar dan ruangan-ruangan lain di rumah tersebut. Saat mengecek garasi, ia melihat mobil milik perempuan tersebut sudah tidak ada.

"Pasti dia langsung pergi tadi," gumam Pak Syamsul. Dalam hati, ia merasa bersalah telah kurang memberi perhatian pada Wulan. Namun di sisi lain, ia tak bisa menahan gairah untuk perempuan baru di hatinya yang bernama Anita.

Ia pun kembali ke ruang tamu dan membuka smartphone miliknya yang tergeletak di atas meja. Ada sebuah pesan dari Anita: "Jadi ke sini?"

Pria tua tersebut pun membalas bahwa ia akan pergi ke apartemen Anita dalam waktu beberapa menit lagi. Mereka memang telah janji untuk bertemu sejak kemarin. Seperti biasa, mereka ingin menuntaskan birahi masing-masing dalam sebuah pergumulan cinta yang panas.

Setelah membalas pesan tersebut, Pak Syamsul seperti merenungkan kondisinya saat ini. Ia memang telah memiliki kekasih yang usianya lebih muda, cantik, dan juga pengertian. Mereka bahkan sudah berencana untuk menikah. Namun ia tidak bisa mungkir bahwa sekuat apa pun ia mencoba, obrolan mereka seperti tidak saling terhubung.

Ia tidak tahu lagu-lagu yang disukai Wulan, tempat makan kekinian yang sering dikunjungi Wulan, jenis pakaian yang ingin dibeli oleh Wulan, dan semacamnya. Praktis ia hanya bisa memberi perhatian di atas ranjang, yang intensitasnya sekarang sudah berkurang karena kesibukan kerja keduanya dan kehadiran Bu Anita.

"Padahal hubungan setelah menikah kan tidak hanya soal seks," ujar Pak Syamsul kepada dirinya sendiri.

Di sisi lain, Pak Syamsul baru saja bertemu dengan Bu Anita yang juga bisa memberikan kepuasan seksual kepada dirinya. Bahkan intensitasnya sedikit lebih besar daripada Wulan, yang memang minim pengalaman. Bersama Bu Anita, ia tidak perlu mengetahui hal-hal baru yang disenangi anak muda, karena perempuan tersebut memang sudah cukup berumur dan tidak terlalu peduli dengan hal-hal remeh.

Mereka berdua bahkan seling berbincang soal bisnis, sesuatu yang juga disukai oleh Pak Syamsul. Bu Anita tidak pernah sekalipun mengajak untuk nonton film bareng, atau jalan-jalan ke tempat yang ramai dengan anak muda. Mereka lebih sering menghabiskan waktu memadu kasih di kamar, dan saling memuaskan.

"Siapa sebenarnya yang aku butuhkan?" Pak Syamsul bergumam.

Ia sebenarnya ingin mempunyai lebih banyak waktu untuk memikirkan hal ini. Suatu saat, dia pasti harus memberitahu Wulan tentang kehadiran Bu Anita, demikian juga sebaliknya. Ia hanya belum tahu kapan waktu yang tepat.

Namun ketika melihat Wulan diantar pulang oleh pria yang sepertinya tidak berusia lanjut seperti dirinya, membuat Pak Syamsul tersadar. "Sepertinya tidak adil apabila aku mengulur-ulur waktu seperti ini."

***

Wulan ternyata pergi ke sebuah taman yang memang sering ia kunjungi saat sedang ingin sendiri. Di tengah taman tersebut terdapat sebuah danau yang cukup luas, sehingga bisa menjernihkan mata orang yang melihat. Setelah memarkir mobilnya, Wulan pun langsung duduk di sebuah bangku yang ada di pinggir danau tersebut.

Serupa dengan yang dilakukan Pak Syamsul di rumah, ia pun sedang memikirkan nasib hubungannya dengan pria tua tersebut. Ditambah lagi dengan kehadiran Bobi yang dalam waktu cepat berhasil menarik perhatiannya.

"Apa sebenarnya yang salah dari hubunganku dengan Pak Syamsul? Apa aku kurang memberinya kepuasan?" Pikir Wulan.

Ia memutuskan untuk menanyakan langsung kepada Pak Syamsul apa yang terbaik untuk hubungan keduanya. Tentu tidak sekarang, melainkan nanti saat kepala keduanya sudah sama-sama dingin, dan mereka bisa mengambil keputusan dengan lebih baik.

Sebelumnya, ada sebuah hal yang harus ia selesaikan terlebih dahulu. Ia pun mengambil smartphone miliknya dari tas, dan mengirim pesan.

"Boby, kamu bisa datang ke Taman X? Aku tunggu."
 
Part 47: Api Cemburu

Wulan tampak menghela napas lega begitu ia berhasil menyelesaikan laporan sesi mengajarnya di bimbel. Ia pun menutup dokumen yang ada di hadapannya.

"Alhamdulillah, akhirnya sekarang bisa pulang," gumam perempuan tersebut sambil meregangkan tubuhnya yang terasa pegal.

Ia memandang sekeliling, tidak ada orang sama sekali di ruang pengajar. Hampir semuanya masih mempunyai sesi mengajar di kelas, atau sudah pulang ke rumah masing-masing.

Saat tengah bersiap-siap akan pulang, Wulan merasakan ada seseorang yang mendekatinya. Hal itu bisa ia ketahui dari bau tembakau yang begitu kental. Orang tersebut memang tidak sedang merokok, namun sisa-sisa nikotin yang menempel di tubuhnya seperti sulit untuk dilepaskan.

"Halo, Wulan," ujar orang tersebut.

"Hai, Bobi," jawab Wulan.

"Mau ke mana?"

"Pulang."

Sejak kejadian Bobi mengantarnya pulang, Wulan memang seperti menjaga jarak dari pria tersebut. Ia tidak ingin merasa malu seperti waktu itu. Di sisi lain, ia masih belum mengerti tentang perasaannya terhadap Bobi, dan apa bedanya dengan perasaan yang ia rasakan pada Pak Syamsul.

"Mau aku antar pulang?" Tanya Bobi.

"Nggak usah, aku bisa pulang sendiri koq," jawab Wulan sambil berjalan pergi menuju pintu keluar. Tadinya perempuan tersebut mengira Bobi akan mengejarnya, tapi ternyata tidak. Pria tersebut hanya terdiam di depan meja kerja Wulan.

Untuk mengajar ke bimbel, Wulan memang malas pulang pergi menggunakan mobilnya. Itulah mengapa ia biasanya mengandalkan angkutan umum yang memang bisa langsung membawanya dari rumah Pak Syamsul menuju bimbel, dan sebaliknya.

Itulah mengapa begitu keluar dari bimbel, Wulan langsung menuju tempat biasa di mana ia menunggu angkutan umum. Namun, tidak berapa lama kemudian, sebuah mobil berhenti di mulut gang yang menghubungkan kantor bimbel dan jalan raya. Perempuan tersebut tahu betul siapa pemilik mobil yang perlahan terbuka jendelanya itu.

"Sudah, ikut aku saja. Aku nggak akan gigit koq," ujar Bobi dari kursi pengemudi.

"Sebentar lagi angkotnya datang, cepat minggir. Jangan menghalangi gang, nanti ada mobil lain yang lewat," jawab Wulan.

"Aku gak akan jalan sebelum kamu naik," Bobi makin memaksa. Wulan pun luluh dan memutuskan untuk mengikuti permainan pria tersebut. Ia langsung membuka pintu dan duduk di kursi penumpang yang ada di sebelah pengemudi.

Mereka berdua lebih banyak diam selama perjalanan. Bobi fokus mengemudi, sedangkan Wulan sibuk dengan smartphone miliknya. Hingga akhirnya, Bobi menyalakan pemutar musik di mobil tersebut yang ternyata langsung memutar lagu Bruno Mars. Wulan pun tertegun mendengar lagi dari penyanyi kesukaannya tersebut.

"When I see your face

There's not a thing that I would change 'cause you're amazingJust the way you are."


Secara otomatis, bibir Wulan pun ikut bergerak setiap kali lagi tersebut sampai pada bait "Just the way you are." Ia tak menyadari kalau Bobi sedang melirik ke arah dirinya dan tersenyum karenanya.

"Oh you know, you know, you know I'd never ask you to change."

Wulan langsung menoleh ke arah Bobi begitu pria tersebut ikut menyanyi. Suara mereka pun saling bertemu, membuat harmoni yang cukup enak didengar. Mereka pun sama-sama tertawa kecil.

"Kamu suka lagu ini juga?" Tanya Wulan.

"Siapa yang nggak suka lagi Bruno Mars, hee," jawab Bobi.

Wulan pun kembali memalingkan muka, meski masih menikmati lantunan suara sang penyanyi kulit hitam itu. Dalam hati ia menyetujui kata-kata Bobi, siapa yang tidak akan tergugah oleh musik Bruno Mars yang penuh beat dan lirik indah.

"You know i'd never ask you to change," ujar Bobi tiba-tiba.

"Hmm, apa katamu?" Tanya Wulan.

"I'd never ask you to change. If perfect's what you're searching for, then just stay the same.
So don't even bother asking if you look okay. You know I'll say you're amazing just the way you are,"
jawab Bobi melanjutkan lirik lagu Bruno Mars tersebut.

"Nyanyi apa curhat?" Tanya Wulan.

"Dua-duanya," jawab Bobi.

Wulan merasakan bahwa lirik lagu yang baru dinyanyikan Bobi tersebut ditujukan untuk dirinya. Ia pun sebal mengapa Bobi seperti memainkan hatinya.

"Kamu sudah sempurna, Wulan. Tidak perlu berubah," ujar Bobi menegaskan. Ia seperti ingin mengatakan dengan jujur seluruh isi hatinya pada perempuan cantik tersebut.

"Jangan gombal, Bobi. Kamu tidak tahu apa-apa tentang aku."

"Karena itu kasih tahu donk. Kamu belum punya pacar kan?"

"Sok tahu ... emang tampang aku ini kayak orang yang gak punya pacar?"

"Menurut aku sih begitu. Makanya aku deketin kamu," ujar Bobi jujur.

"Ini apa sih maksudnya? Dia lagi nembak aku?" Pikir Wulan dalam hati. Namun, ia memutuskan untuk tidak mengomentari kata-kata Bobi tersebut.

"Bener kan?" Tanya Bobi lagi.

"Truth of the matter is I'm complicated," tiba-tiba Wulan melontarkan lirik lagu Bruno Mars yang lain. Hal itu membuat Bobi tertegun. "It's better if you don't understand."

"Ini nyanyi apa curhat?" Kali ini gantian Bobi yang bertanya.

"Dua-duanya," jawab Wulan membalas, sambil memasang senyum yang begitu manis di bibirnya.

Skak mat ... Mereka berdua pun tidak saling berbincang lagi hingga mobil tersebut sampai di depan gang menuju jalan Pak Syamsul.

"Aku turun di depan saja," ujar Wulan. Bobi pun menurut.

"Sampai jumpa besok," ujar Bobi saat Wulan membuka pintu dan turun dari mobil.

"Assalamualaykum," ujar Wulan sambil menutup pintu.

"Waa ... alaykumsalam," jawaban Bobi terputus pintu yang menutup. Ia tak yakin apakah Wulan masih bisa mendengar salamnya atau tidak.

***

Saat membuka pintu rumah, Wulan langsung melihat Pak Syamsul yang sedang duduk di sofa ruang tamu. Dari raut wajahnya, pria tua tersebut terlihat tidak sedang dalam kondisi yang baik.

"Assalamualaykum, Pak. Tumben sudah pulang," ujar Wulan yang langsung duduk di sebelah pria itu dan mencium pipinya.

"Waalaykumsalam. Lagi gak ada kerjaan, makanya di rumah saja," ujar Pak Syamsul ketus. Ia terlihat tidak berniat untuk membalas ciuman Wulan, dan hanya merebahkan diri saja di atas sofa.

"Lagi ada masalah ya?" Tanya Wulan. Ia bisa merasakan ada yang tidak beres dengan kekasihnya tersebut.

"Nggak ada apa-apa."

Keheningan tiba-tiba menyapu ruangan yang hanya diisi oleh mereka berdua tersebut.

"Kalau ada masalah bilang saja," ujar Wulan.

"Tadi kamu diantar pulang oleh siapa?" Tanya Pak Syamsul. Wulan pun akhirnya mengerti apa alasan cemberutnya Pak Syamsul.

"Owh, tadi bareng sama teman di bimbel. Kebetulan rumahnya searah."

"Memangnya gak bisa naik angkot?"

"Ya, apa salahnya kalau ada tumpangan gratis? Kan jadi bisa irit," ujar Wulan sambil tersenyum. Ia masih berusaha menahan emosi karena merasa dihakimi oleh Pak Syamsul.

"Jadi sekarang kamu mau-mau saja diajak jalan sama cowok manapun," ujar Pak Syamsul masih dengan nada bicara yang tidak mengenakkan.

"Koq Bapak ngomongnya begitu? Saya bukan cewek murahan ya," Wulan pun jadi marah mendengar kata-kata tersebut. Seolah-olah dia adalah perempuan yang mau didekati siapa saja. Senyum manis yang tadinya terpatri di bibirnya pun telah hilang.

"Habis kamu ..."

"Kalau Bapak gak suka aku diantar cowok lain, ya usaha donk. Jemput kek, telepon kek, bukannya keluyuran tanpa berita kemana-mana. Sekarang aku baru sekali diantar sama temanku, langsung ngomel-ngomel gak karuan."

Wulan akhirnya mencurahkan semua keluh kesahnya kepada sang kekasih, sesuatu yang selama ini selalu ia pendam sendirian. Wajahnya pun memerah tanda marah.

"Aku keluyuran itu usaha keras cari uang, buat nikahin kamu, tahu nggak?" Pak Syamsul pun tidak kalah naik pitam setelah dibentak oleh perempuan muda tersebut.

"Saya tidak butuh uang, Pak. Saya hanya butuh perhatian dan kasih sayang dari Bapak. Apa terlalu berat permintaan seperti itu?"

Pak Syamsul tidak bisa menjawab. Mengingat hubungannya dengan Bu Anita yang sebenarnya telah menyita cukup banyak waktu, ia pun tidak mampu menemukan kata-kata yang tepat untuk membalas Wulan.

"Sudah lah, aku mau pergi saja," ujar Pak Syamsul pada akhirnya. Ia kemudian beranjak ke kamar mandi untuk mempersiapkan diri.

"Tuh kan, diajak ngobrol malah pergi. Dasar gak punya hati," teriak Wulan, meski Pak Syamsul tidak menggubrisnya.

Perempuan muda tersebut pun merebahkan diri di atas sofa ruang tamu. Ia mencoba menenangkan dirinya, tapi tetap tidak habis pikir dengan jalan pikiran kekasihnya tersebut. Saat diajak bicara secara langsung seperti ini, ia malah mau pergi lagi entah ke mana. Ia pun merasa harapannya kepada kekasihnya tersebut tidak terlalu besar, sehingga seharusnya mudah saja untuk dipenuhi.

"Dingg ..." terdengar bunyi notifikasi masuk dari sebuah smartphone. Ternyata, bunyi tersebut berasal dari smartphone yang tergeletak di atas meja. Itu adalah smartphone milik Pak Syamsul.

Wulan tidak bisa menahan diri untuk tidak melihat pesan yang masuk. Ada sebuah pesan dari pengirim yang bernama Anita. Sudah jelas bahwa itu adalah nama seorang wanita. Pesan tersebut berbunyi: "Jadi ke sini?"

Perempuan muda tersebut pun naik pitam. Ia membayangkan apa sebenarnya yang dilakukan Pak Syamsul di belakangnya? Apakah pria tua tersebut selingkuh dengan perempuan lain? Kalau tidak, mengapa perempuan tersebut mengirim pesan seperti itu? Dan mengapa waktunya begitu pas dengan saat Pak Syamsul akan pergi?

Wulan tidak bisa berpikir jernih. Ia pun memutuskan untuk pergi keluar rumah untuk menjernihkan pikiran. Ia mengambil kunci mobilnya yang tergantung di dinding ruang keluarga, dan langsung mengeluarkan mobil tersebut dari garasi. Perempuan muda tersebut pun langsung melajukan mobil tanpa menunggu kekasihnya keluar dari kamar mandi.

***

Begitu keluar dari kamar mandi, Pak Syamsul bingung karena Wulan sudah tidak ada di ruang tamu. Kekasihnya tersebut pun tidak ada di kamar dan ruangan-ruangan lain di rumah tersebut. Saat mengecek garasi, ia melihat mobil milik perempuan tersebut sudah tidak ada.

"Pasti dia langsung pergi tadi," gumam Pak Syamsul. Dalam hati, ia merasa bersalah telah kurang memberi perhatian pada Wulan. Namun di sisi lain, ia tak bisa menahan gairah untuk perempuan baru di hatinya yang bernama Anita.

Ia pun kembali ke ruang tamu dan membuka smartphone miliknya yang tergeletak di atas meja. Ada sebuah pesan dari Anita: "Jadi ke sini?"

Pria tua tersebut pun membalas bahwa ia akan pergi ke apartemen Anita dalam waktu beberapa menit lagi. Mereka memang telah janji untuk bertemu sejak kemarin. Seperti biasa, mereka ingin menuntaskan birahi masing-masing dalam sebuah pergumulan cinta yang panas.

Setelah membalas pesan tersebut, Pak Syamsul seperti merenungkan kondisinya saat ini. Ia memang telah memiliki kekasih yang usianya lebih muda, cantik, dan juga pengertian. Mereka bahkan sudah berencana untuk menikah. Namun ia tidak bisa mungkir bahwa sekuat apa pun ia mencoba, obrolan mereka seperti tidak saling terhubung.

Ia tidak tahu lagu-lagu yang disukai Wulan, tempat makan kekinian yang sering dikunjungi Wulan, jenis pakaian yang ingin dibeli oleh Wulan, dan semacamnya. Praktis ia hanya bisa memberi perhatian di atas ranjang, yang intensitasnya sekarang sudah berkurang karena kesibukan kerja keduanya dan kehadiran Bu Anita.

"Padahal hubungan setelah menikah kan tidak hanya soal seks," ujar Pak Syamsul kepada dirinya sendiri.

Di sisi lain, Pak Syamsul baru saja bertemu dengan Bu Anita yang juga bisa memberikan kepuasan seksual kepada dirinya. Bahkan intensitasnya sedikit lebih besar daripada Wulan, yang memang minim pengalaman. Bersama Bu Anita, ia tidak perlu mengetahui hal-hal baru yang disenangi anak muda, karena perempuan tersebut memang sudah cukup berumur dan tidak terlalu peduli dengan hal-hal remeh.

Mereka berdua bahkan seling berbincang soal bisnis, sesuatu yang juga disukai oleh Pak Syamsul. Bu Anita tidak pernah sekalipun mengajak untuk nonton film bareng, atau jalan-jalan ke tempat yang ramai dengan anak muda. Mereka lebih sering menghabiskan waktu memadu kasih di kamar, dan saling memuaskan.

"Siapa sebenarnya yang aku butuhkan?" Pak Syamsul bergumam.

Ia sebenarnya ingin mempunyai lebih banyak waktu untuk memikirkan hal ini. Suatu saat, dia pasti harus memberitahu Wulan tentang kehadiran Bu Anita, demikian juga sebaliknya. Ia hanya belum tahu kapan waktu yang tepat.

Namun ketika melihat Wulan diantar pulang oleh pria yang sepertinya tidak berusia lanjut seperti dirinya, membuat Pak Syamsul tersadar. "Sepertinya tidak adil apabila aku mengulur-ulur waktu seperti ini."

***

Wulan ternyata pergi ke sebuah taman yang memang sering ia kunjungi saat sedang ingin sendiri. Di tengah taman tersebut terdapat sebuah danau yang cukup luas, sehingga bisa menjernihkan mata orang yang melihat. Setelah memarkir mobilnya, Wulan pun langsung duduk di sebuah bangku yang ada di pinggir danau tersebut.

Serupa dengan yang dilakukan Pak Syamsul di rumah, ia pun sedang memikirkan nasib hubungannya dengan pria tua tersebut. Ditambah lagi dengan kehadiran Bobi yang dalam waktu cepat berhasil menarik perhatiannya.

"Apa sebenarnya yang salah dari hubunganku dengan Pak Syamsul? Apa aku kurang memberinya kepuasan?" Pikir Wulan.

Ia memutuskan untuk menanyakan langsung kepada Pak Syamsul apa yang terbaik untuk hubungan keduanya. Tentu tidak sekarang, melainkan nanti saat kepala keduanya sudah sama-sama dingin, dan mereka bisa mengambil keputusan dengan lebih baik.

Sebelumnya, ada sebuah hal yang harus ia selesaikan terlebih dahulu. Ia pun mengambil smartphone miliknya dari tas, dan mengirim pesan.

"Boby, kamu bisa datang ke Taman X? Aku tunggu."
Wah, welkambek. Mg2 rajin2 apdet lagih ya...
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd