Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA Pengkhianatan Sahabat

Status
Please reply by conversation.
Bimabet
Cerita yg selalu sy tunggu upadatenya
Terima kasih sist @fathimah ceritanya kerenz dan mohon trus di update

Salam hangat dr Papa☺☺☺
 
Akhirnya dilanjut lagi nih & makin buat penasaran aja.. thanks hu update nya.. ditunggu kelanjutan nya
 
Bimabet
Part 50: Pengakuan Dosa

Hari ini terasa seperti hari yang biasa bagi Wulan. Saat bangun, Pak Syamsul kembali sudah tidak ada di sampingnya. Malam sebelumnya pun pria tersebut belum pulang saat Wulan telah sangat mengantuk dan akhirnya memilih untuk tidur lebih dahulu. Benar-benar tidak ada bedanya dengan hari-hari yang lain.

Masih dalam keadaan berbaring di atas tempat tidur, Wulan kembali menghela nafas dalam diam. Perempuan muda tersebut sudah memutuskan untuk menjadikan hari itu sebagai saat untuk menentukan sesuatu. Sebuah keputusan penting yang begitu membuatnya bimbang selama beberapa bulan terakhir.

Ia pun mengetikkan sebuah pesan di smartphone miliknya, dan langsung mengirimnya. Tanpa menunggu balasan dari orang yang ia tuju, Wulan pun langsung beranjak ke kamar mandi, demi mempersiapkan diri untuk hari yang telah sangat ia nantikan ini.

***

Saat Wulan tengah dalam proses menentukan keputusan, sahabatnya Mila justru baru saja membuat kerumitan baru dalam hidupnya. Perempuan tersebut kini tengah merebahkan tubuh indahnya di atas ranjang yang berada di kamar tidur Om Burhan, tetapi pikirannya bukan pada suaminya tersebut.

"Pak Jarot pasti tidak akan diam setelah apa yang aku lakukan padanya semalam. Ia tidak mungkin merasa bahwa apa yang terjadi adalah sesuatu yang normal," gumam Mila.

Saat berada di kamar hotel Pak Jarot di malam sebelumnya, Mila memang melakukan sesuatu yang benar-benar tidak diduga oleh walikota Kota S tersebut. Saat tengah berada di mini bar dan selesai menuangkan wine, diam-diam Mila mengambil sebuah tablet yang ia sembunyikan di kantung rahasia yang ada di balik bra yang ia kenakan. Sebuah keputusan yang sangat berisiko, karena posisi tablet tersebut memang sangat rentan hancur apabila Pak Jarot meremas bagian tersebut terlalu kuat.

Untungnya, tablet rahasia tersebut bisa bertahan. Mila pun langsung mengeluarkan isinya dan memasukkan ke dalam gelas yang nantinya akan ia berikan pada Pak Jarot. Ia pun mengambil sebuah gelas lagi untuk dirinya sendiri dan turut mengisinya dengan wine, agar Pak Jarot tidak curiga.

Mila sudah tahu bahwa Pak Jarot akan melakukan sesuatu terhadapnya di kamar hotel tersebut. Namun ia masih berusaha percaya bahwa dirinya bisa meyakinkan pria yang mempunyai posisi tinggi di pemerintahan tersebut untuk mengurungkan niatnya. Namun untuk berjaga-jaga, ia tetap membawa beberapa tablet obat tidur yang ia sembunyikan. Mila mendapat obat tersebut dari Om Burhan, suaminya, yang memang punya masalah dengan waktu tidur dan terkadang mengonsumsi obat tersebut.

Saat tengah ditindih oleh Pak Jarot di atas tempat tidur, Mila merasa bahwa ia sudah tidak bisa berbuat apa-apa untuk menahan gairah pria tua tersebut. Ia sendiri bahkan telah sedikit merasa terangsang dengan sentuhan dan remasan Pak Jarot di daerah-daerah sensitif tubuhnya. Mila pun mengambil keputusan untuk menjalankan rencana terakhirnya tersebut.

Awalnya, ia merasa khawatir obat tersebut gagal bekerja, karena Pak Jarot terlihat tidak mengantuk sama sekali setelah meminum wine. Pria tua tersebut bahkan terus memaksa Mila untuk menghisap kemaluannya. Ia pun merelakan diri untuk melakukan tindakan tercela kepada pria yang bukan pasangannya tersebut. Untungnya, ketika pria tersebut mencapai klimaks berkat blow job dari Mila, ia tidak mampu menahan reaksi dari obat tersebut dan langsung terkapar di atas ranjang. Mila pun bisa menghela napas lega.

Setelah membersihkan diri, Mila langsung keluar dari kamar hotel tersebut. Ia sempat dicegat oleh seorang penjaga ketika akan meninggalkan hotel. Itu adalah penjaga yang juga menyambut Mila saat perempuan berjilbab tersebut baru datang. Sang penjaga tersebut kemudian mengatakan sesuatu lewat alat komunikasi yang ia miliki, dan baru membiarkan Mila pergi setelah terdengar jawaban dari ujung lain alat komunikasi tersebut. Setibanya di depan bangunan hotel, Mila pun langsung memanggil taksi yang memang selalu standby di tempat tersebut.

Setelah taksi berjalan menuju ke rumahnya, Mila merasakan ada sesuatu yang lengket menempel di sisi bibirnya. Ia mengusapnya dan menemukan setetes cairan berwarna putih yang belum terbilas bersih. Ia pun tersenyum kecil membayangkan betapa nekatnya apa yang baru saja ia lakukan.

"Aku memang perempuan nakal," gumamnya.

***

Wulan sampai di sebuah kamar yang berada di Hotel F sekitar pukul 4 sore. Sejak pagi, perempuan muda tersebut hanya berkeliling mal untuk menenangkan pikiran. Ia telah meminta izin kepada tempat bimbingan belajar di mana ia bekerja untuk tidak masuk pada hari ini. Karenanya, saat sampai di kamar hotel yang ia pesan, Wulan pun sudah merasa mantap akan keputusan yang ingin ia ambil.

Hari itu, Wulan sengaja mengenakan pakaian yang membuatnya tampak cantik sekali. Sebuah pakaian terusan berwarna kuning yang tampak membentuk tubuhnya di bagian pinggang dan dada. Ia pun mengenakan jilbab yang ujungnya disampirkan ke bahu. Ditambah dengan kacamata manis yang menggantung di depan matanya, lengkap sudah keanggunan perempuan muda tersebut.

"Ting tong ..." Tiba-tiba terdengar suara bel kamar berbunyi, tanda ada seseorang yang sedang menunggu di depan pintu.

Wulan pun beranjak ke pintu kamar, kemudian membukanya perlahan. Di hadapannya ada seorang pria yang tadi pagi mendapat pesan dari perempuan tersebut untuk datang ke kamar hotel tempat mereka berada saat ini. Ia mengenakan kemeja lengan pendek dan celana panjang berbahan jeans, khas anak muda. Tanpa berlama-lama, pria tersebut langsung masuk ke dalam kamar dan menutup pintu.

"Aku kaget ketika membaca pesan kamu tadi pagi, yang memintaku untuk datang ke kamar ini. Aku pikir itu hanya mimpi," ujar sang pria sambil berjalan mendekat ke arah Wulan. Perempuan tersebut hanya tersenyum.

"Apakah artinya ..." pria itu tidak menyelesaikan kata-katanya dan langsung mendekati tubuh perempuan muda tersebut, lalu membelai wajahnya yang cantik. Meski masih merasa ragu-ragu, ia menarik kepala Wulan agar mendekat dengan perlahan, hingga mulut mereka hanya berjarak beberapa sentimeter. Mereka pun bisa mendengar hembusan nafas satu sama lain yang mulai memburu, karena keduanya sama-sama merasa tegang.

Merasa mendapat persetujuan, pria tersebut pun langsung menempelkan bibirnya ke bibir Wulan. Dalam hening, ia bisa menghirup aroma parfum yang dikenakan perempuan berjilbab tersebut, membuatnya semakin bergairah. Ciumannya pun perlahan berubah menjadi liar ketika ia berusaha memasukkan lidahnya agar bisa bertemu dengan lidah milik Wulan.

Tangan pria tersebut tidak ketinggalan untuk ikut menjamah tubuh Wulan yang masih berbalut pakaian panjang dan jilbab. Namun tiba-tiba, Wulan menarik diri dan menghentikan aktivitas tersebut.

"Tunggu sebentar, Bobi. Ada sesuatu yang harus kita selesaikan terlebih dahulu," ujar Wulan.

Pria yang merupakan rekannya di tempat bimbingan belajar tersebut pun merasa bingung. "Hmm, urusan apa? Apakah ini merupakan sesuatu yang berbahaya? Apa yang harus aku siapkan?"

Wulan hanya tersenyum. "Nanti kamu juga tahu. Tidak ada yang perlu kamu persiapkan. Sekarang kamu tunggu di dalam, karena ada seseorang lagi yang akan datang."

Dengan raut wajah yang kaget sekaligus cemas, Bobi pun memutuskan untuk mengikuti apa yang dikatakan Wulan. Ia sudah sangat menyukai perempuan tersebut, sehigga ia berusaha untuk mempercayainya, dan mengikuti permainannya hingga saat ini. Meski di satu sisi ia pun masih ragu karena belum terlalu lama mengenal Wulan, dan belum paham betul apa yang sebenarnya diinginkan oleh perempuan berjilbab tersebut dari dirinya.

Benar saja apa yang dikatakan Wulan. Ketika Bobi telah berada di dekat jendela kamar yang menghadap ke jalan raya tempat hotel tersebut berada, terdengar ketukan di pintu kamar. Wulan yang masih berada di dekat pintu pun langsung membukanya. Terlihat seorang pria berusia di atas 50-an tahun langsung masuk ke dalam kamar. Bobi menyangka kalau pria tersebut adalah Pak Syamsul, yang sering dibicarakan Wulan.

Namun alangkah kagetnya Bobi ketika selain Pak Syamsul, ada seorang perempuan lain yang juga turut masuk. Perempuan berusia paruh baya tersebut juga tampak bingung dengan kondisi ini. Ia terlihat tidak heran dengan keberadaan Wulan, tetapi ia terkejut melihat keberadaan Bobi di kamar tersebut.

"Coba jelaskan padaku, apa maksudnya ini, Wulan?" Ujar Bobi heran.

Wulan hanya tersenyum mendengar pertanyaan tersebut. "Mari kita semua duduk terlebih dahulu, dan mendengar semuanya."

---

Keempat orang tersebut pun sama-sama menundukkan kepala di dalam kamar tersebut. Pak Syamsul terlihat duduk di atas ranjang dengan diapit oleh Wulan dan Bu Anita. Sementara itu, Bobi memilih untuk duduk di atas sebuah kursi yang ada di kamar tersebut, menghadap ke arah tempat tidur.

"Pak Syamsul ..." akhirnya Wulan memecahkan kesunyian tersebut.

"Iya, Wulan."

"Saya sudah menjelaskan apa yang saya rasakan selama beberapa minggu atau bahkan beberapa bulan terakhir. Saya tahu kita pernah saling mencintai, tapi ... saya tidak merasakan cinta itu lagi. Akan lebih baik kalau Bapak juga jujur tentang apa yang Bapak rasakan terhadap saya," ujar Wulan setelah sebelumnya mencurahkan kegundahan hatinya di hadapan semua orang yang ada di kamar hotel tersebut.

Pak Syamsul menghela nafas. Ia menoleh ke arah Bu Anita, yang justru memalingkan wajah ke arah lain, berusaha menghindar dari tatapan pria tersebut.

"Baiklah, karena kamu sudah jujur akan semuanya. Sepertinya akan lebih baik apabila saya juga jujur," ujar Pak Syamsul.

"Sejak kejadian beberapa tahun lalu, di mana saya sempat melakukan kesalahan, saya jujur sudah sangat mencintai kamu, Wulan. Tapi seiring berjalannya waktu, saya juga merasa ada jurang yang begitu besar di antara kita, sebuah jurang yang tidak mampu saya seberangi."

Pak Syamsul berhenti sejenak untuk berdiri menuju meja yang ada di kamar hotel tersebut, dan mengambil sebuah botol air mineral yang memang tersedia di atasnya. Ia membuka botol tersebut dan meneguknya perlahan. Ia pun melanjutkan kata-katanya setelah melihat tatapan ketiga orang lain di kamar itu yang tajam menuju ke arahnya, menantikan kata-kata selanjutnya.

"Kita berdua seperti mempunyai kehidupan yang sama sekali berbeda, hobi yang berbeda, kesukaan yang berbeda, seperti tidak ada yang nyambung. Selama ini saya menahan diri untuk mengatakan hal tersebut karena merasa itu hanyalah perasaan sesaat yang akan berubah."

"Saya pun sedikit merasa iri dengan kemesraan Burhan dan anakku, Mila. Mereka tampak sangat bahagia, dan saya ingin hal yang sama bisa terjadi antara kita berdua. Tapi, betapa pun saya menginginkan hal tersebut denganmu, saya tidak bisa."

"Hingga akhirnya saya bertemu dengan Anita, dan ... gairah saya seperti muncul kembali. Saya juga tidak tahu bagaimana hal itu bisa terjadi. Mungkin karena usia kami tidak terpisah terlalu jauh seperti saya dan kamu. Tapi seiring hubungan saya dan Anita berjalan, saya justru jadi semakin takut untuk mempertemukan kalian berdua. Saya takut kehilangan kalian berdua."

"Saya tahu itu egois dan merupakan sesuatu yang salah. Untunglah kamu punya keberanian untuk melakukan hal ini lebih dahulu. Terima kasih banyak Wulan," ujar Pak Syamsul mengakhiri penjelasannya. Ia memandang ke arah Bu Anita yang kini telah berani untuk balik menatapnya dengan tatapan penuh cinta.

Mendengar semua itu, Wulan hanya tertunduk. Ia tahu kini hubungannya dengan Pak Syamsul telah benar-benar berakhir. Meski ia sudah bisa memperkirakan jawaban seperti apa yang akan ia dengar hari ini, tetap saja ia merasa sakit hati saat Pak Syamsul mengatakannya secara langsung. Wulan tidak bisa menahan diri lebih lama untuk tidak mengeluarkan air mata, yang kemudian segera ia hapus dengan tangannya.

"Iya, Pak. Terima kasih atas kejujurannya," jawab Wulan, dengan suara tertahan.

"Lalu, laki-laki ini siapa?" Tanya Pak Syamsul sambil menunjuk Bobi. Seluruh perhatian pun beralih ke lelaki muda tersebut.

"Saya Bobi, Pak."

"Kamu ... pacar Wulan?" Ujar Pak Syamsul berusaha mengorek lebih banyak informasi.

Bobi baru ingin menjawab pertanyaan tersebut, ketika Wulan tiba-tiba langsung memotong kata-katanya.

"Belum ... dia belum jadi pacar saya. Jujur memang ada rasa antara kami berdua, tapi sepertinya tidak adil kalau ia tidak tahu latar belakang diri saya yang sebenarnya. Karena itu, saya pun membawa ia ke sini, agar ia tahu hubungan apa yang terjadi antara saya dan Pak Syamsul, serta bagaimana kondisinya saat ini. Setelah ini, dia bisa memutuskan apakah akan melanjutkan hubungan dengan saya atau tidak," jelas Wulan.

Bobi hanya terdiam seribu bahasa. Ia tidak tahu harus menjawab apa di kondisi seperti itu.

"Kamu benar-benar perempuan yang kuat, Wulan. Beruntung sekali pria yang bisa mendapatkan cintamu," ujar Pak Syamsul sambil melirik ke arah Bobi.

"Wulan, aku ..." Bobi baru ingin mengatakan sesuatu sebelum Wulan kembali menahannya.

"Jangan katakan apa pun sekarang Bobi," ujar Wulan sambil bangkit dari tempat tidur. Ia tampak begitu seksi dengan balutan pakaian berwarna kuning yang begitu membentuk lekuk indah tubuhnya.

"Lebih baik kamu berpikir masak-masak terlebih dahulu, sebelum nanti memberikan jawaban kepadaku. Aku bukan lagi perempuan suci seperti yang diharapkan banyak pria. Jadi, jangan sampai kamu menyesal kemudian," ujar Wulan.

Bobi tidak menjawab kata-kata tersebut, tetapi justru langsung bergerak ke arah Wulan dan memeluk perempuan tersebut. Wulan pun pasrah dan justru menyandarkan kepalanya di bahu Bobi. Ia pun merangkulkan tangannya ke pinggang pria muda tersebut.

"Aku ingin pulang," ujar Wulan pelan.

"Mau aku antar?" Ujar Bobi.

"Tidak usah, aku ingin pulang sendiri. Kamu jangan ikuti aku," ujar Wulan sambil beranjak menuju pintu kamar hotel tersebut. Sebelum keluar, ia menyempatkan diri untuk memandang ke arah Pak Syamsul dan Bu Anita. "Sampai jumpa lagi Pak Syamsul, Bu Anita."

Perempuan tersebut pun langsung pergi meninggalkan ketiga orang yang masih berada di kamar hotel tersebut.

"Jadi, kamu kenal Wulan di mana, Bobi?" Tanya Pak Syamsul begitu Wulan telah pergi.

"Saya mengajar di tempat bimbel yang sama dengan Wulan, Om."

Pak Syamsul pun menghampiri pemuda tersebut dan menatap matanya tajam. Pria tua tersebut kemudian menepuk pundak Bobi. "Kamu jaga Wulan baik-baik yah."

Bobi pun tersenyum. "Iya, Om. Saya sebaiknya juga pergi. Permisi," ujar Bobi sambil mengikuti jejak Wulan meninggalkan kamar hotel tersebut.

---

"Ahhh, ahhh ... Teruskan, Mas."

"Nggghhh, enak sekali Sayang."

Terdengar desahan demi desahan yang saling bersahutan di sebuah kamar hotel. Hanya ada dua orang di ruangan tersebut yang sedang saling memacu birahi dengan keringat deras mengucur dari tubuh mereka. Keduanya sudah sama-sama tidak mengenakan sehelai pakaian pun. Tak lama kemudian, mereka pun mencapai klimaks dan melepaskan birahi mereka dengan sepenuhnya di hadapan pasangan mereka. Setelah merasa puas, keduanya pun berbaring dan saling berpelukan.

"Kamu juga selalu liar begini apabila bersama Wulan?" Ujar sang perempuan tiba-tiba, sambil menatap mata pasangannya.

Sang pria tampak menghembuskan nafas, tanda bahwa dia tidak menyukai pertanyaan tersebut. "Kamu harus menanyakan hal itu tepat setelah kita merasakan orgasme, Anita?"

"Hahaa, aku bercanda Mas," ujar Bu Anita sambil mencium lembut bibir Pak Syamsul yang tengah berbaring di atas ranjang yang sama dengannya. Pak Syamsul pun tidak tahan untuk juga membalas kecupan tersebut, hingga menjulurkan lidahnya untuk menjemput lidah milik Bu Anita.

"Jadi, tidak ada lagi hambatan untuk kita bersatu, Mas?"

"Tidak ada, Sayang."
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd