Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Perjalanan Seorang Akhwat

Status
Please reply by conversation.
Pokoknya aldo nanti hrus bikin ziza puas, kalau nggk ane gk rela... :remas:
 
ziza dan pramono pasangan beauty and the beast...

ziza perawan muda cantik..

pramono duda tua....

keduanya di persatukan dlm sex yg nikmat...
 
aduh ziza mulai masuk ke dunia kenikmatan, hehehe
Dunia hitam Om.

Sambung lg om...makin seru nih
Siap Om


banyak tokoh nya jadi makin menarik ceritanya
Semoga bisa sampet tamat...

ziza.. oh.. ziza..
ziza uda mulai nakal y.. hehehe
pokokny jgn smpe sm pak tua ja..

di tunggu update my huu..
Ha-ha-ha...
Liat aja nanti ya Om.

Kok dikit suhu???
Mana dewinya:oops:
Dewinya Nex up bru muncul Om.

Dewiii bagaimana dirimuu ?
Ne up Om.

Pokoknya aldo nanti hrus bikin ziza puas, kalau nggk ane gk rela... :remas:
Siap Om...

ziza dan pramono pasangan beauty and the beast...

ziza perawan muda cantik..

pramono duda tua....

keduanya di persatukan dlm sex yg nikmat...
Enak banget jadi Pak Pramono Om, dapat dua bidadari...

Mantapppppp
Terimakasih Om.
 
Sidang telah memutuskan, bahwa aziza bakal di perawani ane, bukan sama si aldo.
Terima kasih
 
ziza jgn sama aldo suhu...itu sdh mainstream...
klau sama pramono atau pacar rina baru seru dan anti mainstream..
 
Mohon maaf lahir batin Om.
Besok n lusa libur Om..

Selamat menikmati.


Aziza


Aisya


Dewi


Firda

Pov Aziza

Bersama ahkwat lainnya, kami berkumpul di masjid sembari mendengarkan ceramah Ustadz Aisya, suara yang lembut dan cara ia menyampaikan ceramah membuatku dengan muda menangkap apa yang ia sampaikan.

Tidak heran kalau banyak majelis, atau kelompok pengajian yang ingin mengundangnya untuk mengisi ceramah, karena cara ia menyampaikan pesan begitu halus tapi terkesan sangat tegas, sebagai pendengar aku tidak merasa terintimidasi.

"Jadi buat para Uhkti, janganlah kalian khawatir untuk memilih menikah muda, karena rezeki sudah di atur oleh Tuhan penguasa alam, tinggal kita bagaimana cara untuk menjemputnya." Ujar Ustadzah Aisya, sembari tersenyum kepada kami, membuatku rasanya ingin sekali segera menyempurnakan keimananku.

Betapa indahnya hidup kalau kita sudah menikah, selain mendapat pahala, kita juga akan mendapatkan teman hidup suka duka bersama.

Setelah berceramah satu jam lamanya kini memasuki sesi tanya jawab.

Kulihat banyak teman-teman ahkwatku mengacungkan tangannya untuk bertanya, dan satu persatu dari mereka mulai menanyakan seputaran pernikahan.

"Assalamualaikum Ustadza."

"Waalaikum salam Uhkti." Jawab Ustadza Aisya lembut.

"Bagaimana cara kita sebagai seorang Istri membantu Suami dalam menjemput rezeki, apakah kita sebagai seorang Istri harus ikut bekerja? Lalu bagaimana dengan anak saya yang harus saya tinggal bekerja, apa itu tidak mendzolimi anak saya?" Aku tersenyum mendengar pertanyaannya, kurasa apa yang ia tanyakan sangat penting untuk kami yang belum menikah.

Aku sudah tidak sabar mendengar penjelasan dari Umi Aisya, biasanya penjelasan Umi Aisya sangat masuk akal, dan bisa di terima oleh kami anak muda.

Sebelum menjawab pertanyaan sang Ahkwat, Umi Aisya mengambil segelas air dan meminumnya.

"Sebagian besar wanita berfikir untuk membantu keuangan keluarga dengan cara ikut bekerja, atau mencari uang." Ustadzah diam sejenak, melihat reaksi kami. "Itu tidak salah, hanya saja masih banyak cara untuk membantu Suami dalam menjemput rejeki, tanpa harus bekerja. Ada yang tau caranya?" Umi balik melemparkan pertanyaan kepada kami.

"Saya Ustadza." Salah satu dari kami mengangkat tangan.

"Silahkan jelaskan Uhkti."

Sang Ahkwat menegakkan punggungnya. "Menurut pengalaman saya, selain bekerja, kita juga bisa membantu dengan cara mendoakannya, biasanya selain berdoa setelah shalat wajib, saya juga sering melakukan shalat sunah seperti shalat tahajud atau shalat Dhuha." Jelas sang Ahkwat.

"Benar... ada lagi?"

"Kita harus selalu bersyukur, untuk memudahkan Suami dalam menjemput rejeki." Tambah Ahkwat lainnya.

"Subhanallah... alangkah beruntungnya para Suami yang telah memperistri kalian." Ujar Ustadza seraya tersenyum. "Tapi selain itu, masih ada lagi cara lainnya... yaitu dengan cara melayani Suami dengan baik." Ujar Ustadzah Aisya, membuat wajah kami memerah mendengarnya.

Jujur aku menjadi sangat penasaran, apa yang harus di lakukan seorang Istri, dalam melayani Suaminya.

Seseorang mengangkat tangannya. "Ustadzah... pelayanan seperti apa yang harus kami lakukan dalam melayani Suami?" Tanya sang Ahkwat bernama Firdaus, ya... aku mengenalnya dari Mbak Dewi, katanya sebentar lagi ia akan menikah.

"Pertanyaan yang bagus Uhkti." Ujar Ustadzah Aisya. "Selain pelayanan internal, ada juga yang namanya pelayanan eksternal, ada yang tau apa itu pelayanan internal dan eksternal." Tanya Umi Aisya.

Kami semua terdiam. "Pelayanan Internal seperti yang di katakan Uhkti tadi, membantu Suami dengan cara mendoakannya. Sementara pelayanan eksternal yaitu membantu Suami dengan cara selalu membuatnya bahagia. Cara ampuh untuk membuat Suami bahagia, yaitu dengan cara melayaninya dengan baik di atas ranjang." Umi Aisya terdiam sejenak, memandangi kami yang sedang tersipu malu. "Jadi sebagai seorang ahkwat, kalian juga harus pintar memuaskan syahwat Suami kalian, agar dia selalu bahagia." Jelas Ustadza Aisya.

"Maaf Ustadza kalau pertanyaan saya sedikit agak vulgar." Celetuk salah satu Ahkwat. "Apa hukumnya, Hmm... menghisap kemaluan Suami." Tanya sang Ahkwat membuat kami membelalakkan mata.

Walaupun pertanyaan sang Ahkwat sangat vulgar tapi Ustadza Aisya menanggapinya dengan tenang, ia masih sempat tersenyum kearah kami.

"Hukumnya makruh Uhkti, di perbolehkan kalau kedua pihak tidak merasa jijik." Jelas Ustadza Aisya.

"Kalau anal sex Ustadza?"

"Astagfirullah..." Serempak kami beristigfar mendengar kelanjutan pertanyaan sang Ahkwat.

"Pertanyaan yang bagus Uhkti." Kata Ustadz Aisya. "Anal sex jelas hukumnya haram dalam agama kita, tapi... kalau itu membuat Suami kalian senang, maka kalian juga akan mendapatkan pahala." Jelas Ustadzah Aisya, membuat kami terperangah.

Umi Aisya kembali menjelaskan permasalahan anal sex, dan kami semua bisa menerimanya.

Selama itu di lakukan berdasarkan suka sama suka, dan dengan tujuan yang jelas, menurut pendapat Ustadza Aisya itu di perbolehkan.

Tak terasa dua jam telah berlalu, itu artinya pengajian malam ini harus di akhiri, membuatku sebenarnya merasa kurang dan ingin mendengar ceramahnya lebih lama lagi, tapi mau bagaimana lagi waktu membatasi kami.

Selesai acara pengajian malam ini, aku segera keluar dari dalam masjid. "Aziza..." Panggil seseorang, aku celingak-celinguk mencari sumber suara yang baru saja memanggilku.

"Ustadza Aisya." Aku tersenyum saat tau siapa yang memanggilku.

Buru-buru aku mengamit tangannya, lalu mencium punggung tangannya yang terasa halus, aku tidak menyangka Ustadza Aisya akan menyapaku.

Kulihat wajahnya yang putih bersih, terlihat masih sangat cantik dan awet muda di usianya yang sudah berkepala empat. Entah apa resepnya sehingga ia bisa awet muda seperti saat ini. Selain bentuk tubuh Ustadza Aisya masih terlihat bagus, pinggangnya yang ramping dan payudaranya yang tidak kendor, seperti anak remaja pada umumnya.

"Apa kabar sayang?" Tanyanya.

"Alhamdulillah baik... Ustadza sendiri gimana kabarnya?" Tanyaku ramah.

"Kabar Ustadza juga baik, oh iya gimana kabar orang tua kamu Za? Kapan Umi kamu mau ke sini." Tanya Ustadz Aisya, yang memang bersahabat baik dengan Ibuku.

Dulu waktu semasa kuliah, Umi dan Ustadzah Aisya teman satu kamar. Mereka berdua sangat dekat sekali, seperti keluarga, sanking dekatnya, walaupun kini mereka terpisah jarak, mereka tetap menjaga silaturahmi.

"Alhamdulillah baik Ustadza."

"Titip salam untuk Ibumu ya."

Kami mengobrol ringan sembari berjalan menuju parkiran mobil Ustadzah Aisya.

"Gimana kabar Dewi? Kok tadi gak kelihatan?"

Sejenak aku teringat dengan adegan erotis yang mungkin sedang di lakukan Mbak Dewi bersama Suaminya. "Suaminya Mbak Dewi baru tiba Ustadza, jadi Mbak menemani Suaminya." Jelaskan kepada Ustadza Aisya.

"Hmm... pantesan, lagi enak-enak nya ya..."

"Ah... Ustadza bisa saja." Kataku tersipu malu.

"Jadi kamu sendirian di rumah?" Tanya Ustadz Aisya, kami sudah tiba di parkiran mobilnya.

"Beberapa hari ini saya sendirian di rumah."

"Kalau begitu biar Ustadzah temani kamu sebentar di rumah, sudah lama Ustadzah gak ngobrol sama kamu. Yuk... kita ke rumah kamu." Ajak Ustadza Aisya kepadaku.

Mataku berbinar. "Ustadzah mau mampir." Kataku tak yakin, dia menganggukkan kepalanya.

"Iya..." Jawabnya.

---------------

Pov Outhor.

Di bawah siraman air shower, Dewi menangis sejadi-jadinya, mengingat apa yang telah ia lakukan beberapa menit yang lalu bersama seorang pria yang bukan muhrimnya. Seharusnya, ia tidak menikmati perzinahaannya, apa lagi saat ini sang Suami tercinta sedang menunggunya.

Tapi apa daya, Dewi lagi-lagi kalah oleh Syahwatnya yang seakan tak terbendung.

Marah, sedih, kecewa menjadi satu, membuatnya merasa dirinya adalah seorang pendosa. Mungkinkah dosanya masih dapat terampuni.

Kembali ia teringat obrolannya kemarin bersama Aziza, ia merasa menjadi seorang muslimah yang menafik, di sisi lain ia menasehati sahabatnya, tapi di sisi lain, ia sendiri malah terjebak oleh syahwatnya.

Selesai membasuh tubuhnya, Dewi kembali mengenakan jilbab lebarnya, lalu ia mengenakan kimono yang telah disiapkan pihak hotel.

Sejenak ia mematung memandangi dirinya yang terpantul di depan cermin. "Kamu seorang penzina Dewi." Desis Dewi getir.

----------

Di tempat berbeda, seorang wanita cantik tengah telanjang bulat, tubuhnya naik turun menggerakkan pinggulnya, menyambut penis seorang pemuda yang sedang berbaring di atas tempat tidurnya.

Tangan kasar pemuda itu mencengkram pantat sang wanita, meremasnya dengan gemas hingga tampak anusnya yang mengintip malu-malu.

"Enaak sekali Mas Al..." Terangnya.

Aldo mengangkat alisnya sembari tersenyum sinis. "Dasar wanita murahan." Umpat Aldo.

"Aahkk... Aahkkk... Aahkkk..."

Aldo mendorong wanita tersebut lalu memposisikan wanita itu menungging. Dari belakang ia berlutut, sembari mengarahkan terpedonya kedalam lobang anus sang wanita muda.

Dengan perlahan ia mendorong penisnya, menyeruak masuk kedalam anus sang wanita.

"Ouhkk... enak Mas..." Erangnya.

Plaaak...

Aldo menampar pantatnya, hingga pantatnya terlihat bergetar karena tamparannya.

"Dasar perek murahan... Oohkk... anusmu sempit sekali Ran... Aahkk..." Ceracau Aldo sembari menyodomi wanita tersebut.

"Aahkk... Aku dapat... aku dapaaat...."

Creeettss.. Creeeettss... Creeetrss...

Aldo buru-buru mencabut penisnya, lalu dia mengarahkan penisnya di pantat sang wanita. "Ooohkk..." Crooootss... Crooootss... Crooootsss....

-----------

Dewi keluar dari dalam kamar mandi, ia menundukkan wajahnya, menahan rasa malu yang menyesakan dadanya. Kaki mulusnya melangkah perlahan, hendak memunguti pakaiannya yang berserakan di lantai kamar hotel, tempat ia berzina beberapa waktu lalu.

Perlahan Pak Pramono menghampiri dirinya, lalu memeluknya dari belakang membuat Dewi tersentak kaget antara malu dan marah.

"Mau kemana kamu sayang, dengan pakaian itu?" Tanya Pak Pramono.

Dewi mendekap mulutnya, tak terasa air matanya kembali jatuh membasahi kedua pipinya. "Pak... toloong, saya mau ke kamar sebelah, Suami saya sedang menunggu saya." Jujur hati Dewi saat ini sedang teriris pilu, rasanya begitu sakit sekali.

Bukan... bukan karena Pak Pramono melainkan karena dirinya sendiri yang tidak bisa tegas. Ia sakit, karena telah mengkhianati cinta Suaminya.

Sebuah kecupan mendarat di pundaknya, membuat tubuh Dewi gemetaran. Birahi yang tadi sempat padam, kini kembali membara, membuatnya semakin sakit, karena selalu kalah dari syahwatnya.

"Sejujurnya Bapak masih ingin menghabiskan malam bersamamu sayang, tapi... Bapak tidak akan memaksa kamu untuk menemani Bapak." Jelas Pak Pramono.

"Te... terimakasih Pak." Jawab Dewi.

Pak Pramono melepas pelukannya, lalu duduk di tepian tempat tidurnya. "Baru jam 9 malam, masih ada satu jam lagi... kalau kamu pulang sekarang, Bapak khawatir Suami kamu akan curiga." Pak Pramono mengambil sebatang rokok, lalu menghisapnya dengan pelan.

"........."

"Apa tidak sebaiknya, tunggu jam 10 baru pulang." Tawar Pak Pramono.

Sejenak Dewi berfikir, memikirkan omongan Pak Pramono, kalau saat ini ia langsung pulang tentu Suaminya akan curiga, karena pengajian biasanya selesai jam 9, sementara jarak hotel dari tempat pengajian memakan waktu kurang lebih 20 menit.

Setelah mempertimbangkan omongan Pak Pramono, Dewi akhirnya setuju untuk tidak langsung pulang, demi menghindari kecurigaan Suaminya.

"I... iya Pak." Jawab Dewi gugup.

Dewi hendak mengenakan pakaiannya, tapi Pak Pramono buru-buru mencegahnya. "Nanti saja di pakainya, kamu ke sini sebentar." Suruhnya. Dewi mematung ragu. "Tenang, saya tidak akan menyentuhmu, kecuali kamu yang meminta." Ujar Pak Pramono menyeringai.

Walaupun ia tidak yakin dengan ucapan Pak Pramono, tapi akhirnya Dewi menuruti permintaan Pak Pramono.

Pak Pramono menuntun Dewi duduk di pangkuannya, karena tidak ingin berdebat, Dewi lagi-lagi menurutinya, ia duduk di pangkuan Pak Pramono, sehingga ia dapat merasakan penis besar Pak Pramono yang mengganjal di vaginanya .

"Wangi sekali kamu sayang." Puji Pak Pramono sembari menghembuskan asap rokoknya kewajah Dewi, membuat Dewi memalingkan wajahnya.

Dewi menepis tangan Pak Pramono yang hendak meremas payudaranya. "Bapak sudah berjanji barusan." Tolak Dewi.

"Saya berjanji tidak akan menzinahimu." Tegas Pak Pramono, lalu dia meremas payudara Dewi di balik kimono yang di kenakan Dewi.

"Pegang janji Bapak." Tegas Dewi

"Tentu..." Pak Pramono meletakan rokoknya di atas asbak agar leluasa menyentuh tubuh Dewi.

Dewi membiarkan kedua tangan Pak Pramono meremas payudaranya, sembari menciumi pundaknya yang beraroma sabun.

Kemudian tangan Pak Pramono menyusup masuk kedalam sela kimono Dewi.

"Aahkkk...." Desah Dewi.

Pak Pramono mendekap erat tubuh Dewi, sembari meremas payudara Dewi yang terasa kenyal di telapak tangannya. Kedua jarinya mencari puting Dewi, lalu ia memilih lembut putting Dewi.

Ciuman Pak Pramono mendarat di bibir sensual Dewi, dia melumat bibirnya, menikmati tekstur lembut bibir tipis Dewi yang menggoda.

"Maafkan Bapak ya Nak..." Bisik Pak Pramono.

Dewi menggigit bibirnya getir, menahan gejolak birahinya. "U... untuk apa Pak." Jawab Dewi lemah, karena dirinya harus bertarung melawan syahwatnya.

"Seharusnya saat ini kamu bersama Suamimu, tapi gara-gara Bapak, kamu ada di sini." Tangan kanan Pak Pramono turun menuju paha Dewi, dia menyingkap pelan kimono yang di kenakan Dewi.

"Eehmm... Ssssttt...." Desis Dewi. "Ke... kenapa Pak, Aahkk... kenapa Bapak begitu tega?" Dewi menatap sayu kearah Pak Pramono.

"Mungkin karena Bapak sangat merindukanmu."

Pak Pramono membelai vagina Dewi, lalu kedua jarinya menyusup masuk kedalam lobang kenikmatan Dewi, membuat tubuh Dewi menegang.

Dewi memejamkan matanya, berusaha bertahan dari gempuran rangsangan yang di berikan Pak Pramono.

"Aahkkk.. Pak..."

"Bapak suka mendengar suaramu sayang." Lanjut Pak Pramono. "Kamu tau, sangat menyenangkan sekali rasanya bisa membuat kamu mengerang di saat Suamimu sedang menunggumu." Bisik Pak Pramono, membuat birahi Dewi semakin bergejolak.

Dewi menggelengkan kepalanya, berusaha mengusir perasaannya tak nyaman yang melanda dirinya. "Cukup... Aahkk.. jangan sebut Suami saya lagi Pak." Pinta Dewi, sementara lendir kewanitaannya keluar semakin deras.

Slokkkss... Sloookkss... Slooookkss... Slooookkss... Sloookkkkkss... Sloooookkkks....

Kedua jari Pak Pramono keluar masuk dengan cepat mengobel vagina Dewi, mengorek isi dalam vagina Dewi yang semakin basah.

"Bapak tau... kamu suka melihat Suamimu menderita."

"Tidaaaak... Ooohkk... Pak... sudah cukup.... saya gak kuat lagiii... Aahkk..." Pinta Dewi, tubuh indahnya menggelepar seperti ikan.

Dewi merasa melayang ketika orgasme itu semakin dekat, hingga membuatnya tanpa sadar menjepit tangan Pak Pramono di dalam vaginanya.

Dengan nafas memburu ia menatap iba kearah Pak Pramono, yang membuat pria tua itu tersenyum senang, karena ia tau Dewi kembali menyerah atas syahwatnya sendiri.

Ploooops...

Tiba-tiba Pak Pramono mencabut jarinya dari dalam vagina Dewi. "Sudah jam 10." Bisik Pak Pramono mencabut jarinya.

"Eh..." Kagok Dewi.

"Apa kamu mau menghabiskan malam bersama Bapak, selagi Suamimu menunggu di kamarnya?" Goda Pak Pramono, membuat wajah Dewi memerah.

"Tidak... sudah cukup." Jawab Dewi dengan suara parau.

Buru-buru Dewi turun dari pangkuan Pak Pramono, dengan wajah tertekuk. Entah karena ia marah, atau karena ia merasa malu dengan dirinya sendiri yang sempat mengharapkan lebih.

Dewi segera mengenakan pakaiannya kembali, lalu tanpa sepata katapun ia keluar dari dalam kamar Pak Pramono dengan perasaan campur aduk.

-------------

Aldo membereskan pakaiannya, ia mengenakan kembali satu persatu pakaiannya, sembari melihat kearah tubuh seorang wanita yang tergelatak lemas di atas tempat tidurnya, dengan keadaan tubuhnya yang bermandikan keringat yang bercampur sperma.

"Ingat janjimu..." Ujar Aldo.

Wanita itu tersenyum lembut. "Tentu Mas... jangan khawatir, aku akan membantumu." Jawab sang wanita ia merasa sangat puas.

"Aku pulang dulu." Pamit Aldo.

"Besok-besok lagi ya Mas." Seruan sang wanita, tapi tidak di gubris oleh Aldo.

-----------
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd