Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA TAMAT PERJUMPAAN (racebannon)

PERJUMPAAN – 33

--------------------
--------------------

pacifi10.jpg

“Masih belum mau jawab?”
“Hmm…”

Stephanie hanya terdiam, sambil melihat ke arah jalanan. Rokok di tangannya berkali-kali ia hisap dengan perlahan. Jalanan sepi malam ini, dan kami mengarah ke apartemennya.

“Dia orang dari masa lalu kamu?”
“He eh” jawabnya pelan, dengan muka masam. Mulutya seperti terkunci sejak tadi. Dia tidak bisa berkata-kata. Bukan karena situasi, tapi karena itu adalah pilihan dia. Tak lama kemudian, dia menatap ke arahku dan matanya tampak memelas.

“Kenapa?” tanyaku dengan penuh harap. Tentu aku mengharapkan dia untuk membuka mulutnya dan menjelaskan situasinya. Dari kejadian tadi, aku bisa saja menyimpulkan kalau lelaki tersebut adalah mantan pasangan Stephanie. Dari gesture mereka berdua begitu terlihat. Tapi kenapa ada ketegangan dan kata-kata merendahkan yang tak perlu?

Di satu sisi aku ingin melupakan kejadian tadi, tapi rasa penasaranku tentu saja menggila.

“Nanti aja aku ceritanya” sambung Stephanie, dengan nada yang tak nyaman.
“Hmm..”
“Gak detik ini… Nanti” dia kembali menghisap rokoknya dalam-dalam.

“Gak kayak gitu sih harusnya”
“Kayak gitu apanya? Maksud kamu apa?” balasnya.
“Kalau ada yang bikin kamu ga nyaman, harusnya kamu bilang, gak diem aja terus kabur…. Kayak di nikahan Anthony, kamu inget kan? Kamu ga nyaman sama aku terus kabur gitu aja, habis pulang dari Bangkok juga gitu…..” ujarku panjang.

“Hhh….” Dia tampak kesal dan membuang puntung rokok yang sudah pendek ke luar jendela. Wajahnya masih mengkerut, walau itu tidak menghilangkan garis-garis tegas fitur mukanya yang indah.

“Dan ini aku” sambungku. “Kamu bebas ngomong apa aja sama aku”
“Dia juga ngomong gitu dulu” sahut Stephanie.
“Dia?”
“Michael” dia menarik nafas Panjang. “Yang tadi…”

“Oh…” jawabku. Aku sudah memiliki beberapa perkiraan soal siapa si Michael-Michael ini. “Dia mantan kamu? Someone from your past?”

“….” Dia hanya diam, sambil menyalakan kembali sebatang rokok di dalam mobilku. “Yes” sambungnya, dengan nada yang pelan, menandakan keengganan dan rasa tidak nyaman. “Entahlah Bas, aku gak pengen bahas masa laluku sama kamu”

“Kita orang dewasa, Steph”
“Maksudnya?”
“Kita berdua orang dewasa yang memutuskan untuk bareng. Dan harusnya kita bisa saling cerita soal apapun yang bikin gak nyaman, termasuk soal masa lalu”

“Bareng?” balasnya. Dia menghembuskan asap rokok. Entah mengapa perjalanan pulang ke apartemennya terasa begitu lambat. Aku bisa mendengarnya tertawa kecil. “Kita ini apa juga aku gak tau…. Mungkin karena… Karena kita kayaknya gak punya masa depan, aku gak bisa ngomongin soal masa lalu aku…”

“Tapi gak ada salahnya kalau kamu ngelepasin perasaan gak enak di depan aku”
“Stop”
“Why?”
“You sounds like him”
“Siapa him itu?”
“I’ve already told you, Bas”
“Michael”
“Yes… Dan fyi.. Aku mual tiap kali denger nama itu, bisa tolong kamu gak sebut namanya lagi?”

“Hmm” jawabku pelan, dengan nada tak puas.
“Can we just go back quickly to my place and sleep?” Stephanie melanjutkan kalimatnya dengan nada yang tegas.

“It doesn’t make any sense” balasku.
“So do we”

Kami diam tanpa bahasa. Hanya suara angin yang terdengar dari telinga yang baru saja dikerjai oleh musik keras dan masih berasa pegal itu. Malam ini harusnya terasa lebih panjang dari biasanya.

--------------------

015-ap10.jpg

“What the…” aku bangkit dengan badan pegal dari kasur Stephanie. Aku membuka handphoneku dan menemukan beberapa notifikasi. Aku balas sekenanya, sekadar kewajiban sebagai pasangan resmi.

Amburadul sekali jam tidurku akhir-akhir ini. Rasanya masih gelap, tapi kenapa aku sudah bangun? Sudah pukul berapa sekarang? Apa? Jam tujuh pagi? Tapi masih gelap? Oh… Blinds atau gorden atau tirai menghalangi cahaya matahari dengan enaknya, membuat aku merasa tak ingin bangun pagi ini.

Bukan apa-apa. Tapi karena aku sudah harus kembali ke kehidupan normalku seperti biasa. Aku harus kembali ke rutinitas yang tampaknya, tidak ada ujungnya. Semua hal terukur dan tidak ada rasa bertualang yang selalu kurasakan sekarang, detik ini, dan kemarin.

Aku melirik ke sampingku dan aku tidak menemukan Stephanie Kirana Hartanto. Sepertinya dia sudah bangun.

Memori semalam tiba-tiba kembali. Stephanie berusaha untuk membuat pertanyaanku menguap semalam. Begitu masuk ke dalam apartemen, dia langsung mengunci pintu dan menanggalkan pakaiannya. Dengan sedikit memaksa dia meminta aku untuk duduk di sofa dan dia memuaskanku dengan mulutnya. Aku masih ingat, semalam ia bertumpu di kedua tangan dan kakinya, dan aku menggaulinya dari belakang. Semalam ia tidak menahan suaraya dan membiarkan erangannya memenuhi ruangan.

Dia seperti ingin aku melupakan kejadian semalam dengan mengalihkan perhatianku.

Ya, tadi malam mungkin aku terdistraksi, tapi pagi ini tidak. Aku bangkit dari kasur yang super nyaman itu dan membuka pintu kamar. Tidak ada Stephanie sama sekali. Pikiranku tertuju kepada coffee machine yang tampak baru selesai digunakan. Dengan penasaran, aku berjalan ke ruang tengah dan menemukan Stephanie di balkon.

Suasana pagi ini agak mendung, dan ia tampak sedang merokok di sambil menatap ke layar handphonenya. Rambutnya ia ikat sekenanya dan dia memakai kacamata pagi ini. Entah kenapa, aku lebih menyukai ia yang berkacamata. Beningnya soft lens yang selalu ia pakai sehari-hari membuat matanya terlihat berbinar namun palsu.

Secangkir kopi tampak bertengger di sampingnya. Tanpa berpikir, aku melangkah ke arahnya.

“Wait…”
“Bas?”

Aku menatap layar handphonenya. Dia tampak berusaha menyembunyikannya.

“Kenapa kamu?”
“Gapapa”
“Kamu lagi liat apa kok kamu umpetin?”
“Nevermind”

“I do mind” balasku dengan ketus “What are you trying to hide?”
“Nothing”
“Oh… Aneh banget kamu dari semalem…. Gak jelas banget” aku duduk di sampingnya, mengambil rokok yang tampak menggoda dari kotak rokok yang teronggok di coffee table dan menyalakan rokok tersebut dengan korek yang secara ajaib sudah berada di tanganku.

Kami berdua terdiam, diiringi oleh langit mendung dan asap rokok.

“Kamu keberatan gak, kalo kamu nunjukin apa yang barusan kamu liat?” tanyaku.
“…….”
“Kalo keberatan juga gapapa sih” sambungku. “But it’s suspicious”

“Entah kenapa kamu selalu bisa bikin aku ngelakuin hal-hal yang aku gak nyaman” Stephanie menunjukkan layar handphonenya dengan sekenanya.

“What?”

Aku menatap ke sebuah foto yang terpampang disana. Ada seorang lelaki sedang memeluk perempuan yang bergaun putih di pantai. Pantai itu begitu indah dan aku sama sekali belum pernah melihat pantai seperti itu. Mungkin lokasinya bukan di Indonesia.

“Yep…” balas Stephanie.

Di foto itu, lelaki yang memeluk perempuan itu adalah Michael. Sedangkan, perempuannya sendiri? Ya… Stephanie. Foto itu tampak begitu resmi dan mesra. Wajah mereka berdua terlihat begitu sumringah dan siap menyongsong masa depan. Foto ini pasti diambil beberapa tahun lalu, karena Stephanie terlihat kurus disitu dan berambut panjang.

“Steph” aku menarik nafas dengan panjang sekali. “Siapa dia?”

--------------------
--------------------

BERSAMBUNG
 
Jav Toys
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd