Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA TAMAT PERJUMPAAN (racebannon)

PERJUMPAAN – 45

--------------------
--------------------

messy-10.jpg

“Mau tidur sampai kapan?” tanya suara itu dengan lembut di telingaku.
“Lagi gak pengen bangun dulu…” jawabku dengan senyum. Tentunya senyum terpaksa karena aku masih dilanda kantuk yang luar biasa.

“Sounds scary” bisiknya di dalam selimut.
“Gak seseram itu kok… Aku emang gak pengen bangkit dari kasur… Soalnya rasanya kayak mimpi”

Perlahan, aku membuka mata. Lokasi kutidur masih sama seperti kemarin-kemarin ini, yakni kontrakanku yang sudah kutinggali selama lebih dari setahun di Bali ini. Tapi pemandangan yang ada di hadapanku ini bisa dibilang, baru ada disini selama tiga bulan.

Wajah cantiknya tersenyum, menyapaku di pagi hari ini.

“Gombal banget sumpah” tawanya. “Untung aku belum pake kacamata atau softlens”
“….” Aku terdiam, sambil menarik nafas. “Emang kenapa?”
“Kamu gombalin sambil liat muka kamu mungkin aku bisa muntah”
“Yaudah, makanya tidur lagi, yuk”
“Udah jam berapa ini?”
“I don’t care” balasku.

Posisi tidur kami sudah tidak karuan, seperti layaknya pasangan yang baru bangun tidur. Jangan bayangkan adegan ala film-film holywood, dimana pasangan yang baru bangun terlihat sempurna, saling berpelukan dan masih berpakaian rapih.

Kakiku entah ke arah mana dan badannya menimpa tanganku. Rasanya cukup mati rasa, dan wajahnya yang cantik itu, terlihat amburadul. Ya, aku juga pasti terlihat amburadul di detik ini. Tidak ada seorangpun yang terlihat sempurna ketika baru bangun tidur.

“Untung masih pagi” bisiknya, setelah ia melirik ke arah handphonenya yang masih tertancap di charger”
“Kamu ada agenda apa hari ini?” tanyaku.
“Hari ini aku harus ke Ubud, ada meeting… Kan jauh, untung kerjaan sehari-hari bisa remote” jawabnya.
“Yaudah, siap-siap gih”
“Sure….” Dia bangkit.

Dia bangkit masih dengan pakaiannya yang semalam, dengan menggunakan tank top warna hitam dan celana pendek warna abu-abu yang menggemaskan. Aku sendiri masih telanjang bulat, dan dia berusaha mencari-cari kacamatanya yang entah ada dimana. Tampaknya dia sedikit kesulitan, karena penglihatannya cukup terganggu.

“Kacamata?” tanyaku sambil duduk.
“Yep, dimana ya?”
“Disini” jawabku, sambil meraih kacamatanya yang ada di meja kecil di sebelah sisi kasurku. Aku tersenyum kecil karena semalam aku yang membukanya.

Kami berdua larut dalam sajian film seri horor yang kami temukan di netflix. Tanpa sadar, kami bergumul dan bercinta. Tenang, kami tidak bercinta tiap malam. Kami tidak seperti itu. Kami biasa-biasa saja. Kami layaknya pasangan yang tinggal bareng, hidup kami tidak melulu diisi oleh seks.

Pikiranku terputus oleh adegan Stephanie yang mengambil kacamatanya dari tanganku, lantas mencium keningku, untuk kemudian berlalu ke meja kerja dimana laptopnya berada. Dia tampak mulai memeriksa email-email yang mungkin ada.

“Kamu beres kantor jam berapa?”
“Biasa” jawabku, oh masih jam 6 pagi waktu Bali ternyata. Aku menghela nafas dan mencari-cari pakaianku yang semalam dilucuti dengan penuh canda oleh Stephanie. Cuma T-Shirt belel dan celana kolor kok, pakaian tidurku selalu simple. Dengan satu gerakan cepat, aku memakai bajuku.

Aku menuju dapur, membuka lemari es dan menemukan es kopi yang semalam lupa kuminum. Kuambil dengan mata berbinar, sambil mencari-cari sedotan yang mungkin ada di laci dapur.

“Kok pagi-pagi minum gituan?”
“Aku kan gak punya maag”
“Sayangin lambung kamu dong…” nadanya terdengar serius, walau matanya masih menatap laptop.

“Gapapa, aku kan gak punya maag” aku mencari-cari rokok yang kotaknya tergeletak dimana, korek, dan berjalan ke arah teras, untuk melihat sawah kecil dan bagian belakang jejeran club yang menghiasi pemandangan dari teras kontrakanku. Kontrakan kecil mungil dan lucu yang cuman satu lantai ini jadi tempat tinggalku dan Stephanie selama tiga bulan ini.

“Bandel” sahutnya dengan kesal.

Setelah kami bertemu lagi, hubungan kami berdua terus berkembang. Tidak ada yang menghalangi kami lagi untuk bersama. Tidak statusku, tidak satusnya, tidak pekerjaanku, tidak pekerjaannya, dan tidak ada siapapun yang bisa mengomentari kami disini. Media sosial kami berdua kami gembok, dan hubungan kami berdua tidak pernah kami umbar di internet.

Aku duduk di teras dan menyalakan rokok, sambil membayangkan perjalanan tiga bulan ini. Lucu. Kami tinggal bareng, Kayaknya kami berdua lebih sering bertengkar daripada bercinta. Sepertinya dinamika kami hidup. Kami saling bercanda, saling kesal, saling mendiamkan, saling merajuk, saling manja dan saling marah-marah.

Tiga bulan. Masih baru. Kami tidak membahas pernikahan, bahkan kami tidak punya momen “jadian” kami hanya ingin bersama, tinggal berdua. Untung pekerjaan Stephanie membuatnya banyak remote working. Dia hanya seminggu dua kali ke Ubud, dan disana pun hanya meeting beberapa jam saja.

“Mau dong”
“Mau apa?”
“Rokok” Stephanie menghampiriku dan duduk di pangkuanku. Dengan seenaknya dia mengambil kotak rokok itu dan menyalakan rokoknya. Dia terlihat begitu kusut pagi ini.

“Kamu kan punya rokok sendiri” bisikku.
“Males ngambilnya”

“Lah itu…” aku menunjuk dengan bibirku, ke arah coffee table yang ada di teras.
“Gapapa, lupa” tawanya sambil menghembuskan asap rokok ke arahku.
“Duh… Yang bener dong Tep…”
“Kok kamu manggil aku kayak gitu sih, ngeselin” dia mencekik bagian belakang leherku dengan bercanda.

“Kan bener, nama kamu Stephanie, terus kependekannya apa? Yang gampang disebut kan Tep”

“Ngaco” kesalnya sambil beranjak dari pangkuanku, sambil berlalu masuk ke dalam kontrakan.

“Eh, kan udah dibilang gak ada yang boleh ngerokok di dalem kan” kesalku.
“Kamu bikin aku kesel pagi ini, jadi aku boleh bikin kamu kesel”
“Kan kamu duluan yang nyomot rokok”
“Pelit amat sama aku”
“Gak pelit, tapi itu kan rokok kamu juga ada, deket sama kamu”
“Ah udah ah, berisik banget…. Kamu mau sarapan apa?”

Dia membuka lemari es, dan menemukan bahan-bahan makanan yang tidak ada.

“Kok kamu gak ngingetin aku kemaren buat belanja?” suara Stephanie terdengar keras dari dapur.

“Gimana? Kan katanya kamu mau belanja kemaren?”
“Iya, aku lupa”
“Nah, salah siapa itu…” senyumku, merasa menang.
“Salah kamu lah”
“Kenapa jadi salah aku?”
“Karena kamu ga ngingetin”

“Ya ampun, masa gitu sih, kemaren kan aku sibuk, kan itu kamu udah janji mau belanja, aku pikir kamu inget…”
“Ya kamu ngingetin kek, minimal whatsapp atau apa gitu”
“Err…”

“Yaudah, mau apa? Yang ada Cuma indomie ama roti tawar, selainya ga tau masih ada apa engga” jawab Stephanie.

“Apa aja deh”
“Indomie mau?”
“Mau”

“Oke” jawabnya sambil senyum, dengan rokok bertengger anggun di bibirnya, pemandangan Stephanie Kirana Hartanto mengambil beberapa bungkus mie instan dari lemari di dapur sungguh terlihat indah.

Rambut pendeknya yang tidak tersisir, kacamata tebalnya, kulit pucatnya, tank top hitam dan celana pendek belelnya, dan juga keributan pagi ini, semuanya terasa surga bagiku. Entah sampai kapan, kami berdua tidak berani berencana. Kami berdua tidak berani berharap, tapi kami berdua ingin menjalaninya.

Biarkan kami ada disini dulu. Kami tahu kalau cinta itu tidak abadi.

Biarkan kami berdua menghentikan waktu dan bersama-sama, selama yang kami berdua bisa.

Tidak ada rencana, tidak ada harapan, tidak ada proyeksi serta ini dan itu.

Kami berdua ingin mengalir, mulai dari perjumpaan itu, hingga sekarang, dan mungkin nanti. Mungkin tidak selamanya, mungkin besok berakhir, tapi kami ingin hidup di hari ini. Dan aku ingin menghentikan waktu, sebagaimana dia ingin waktu berhenti.

Sejauh ini, waktu memang berhenti. Berhenti untuk kami.

--------------------

TAMAT

Masih ingin baca cerita lain dari universe Bastardverse? Tenang, silahkan klik lini cerita di bawah

GADIS DI DALAM FOTO
 
Matur thank you bro suhu balapan...
Akhirnya tamat juga kisah ini.
Segera menuju kisah berikutnya
Mantaffff
 
Congrats suhu..
Udah tamat..
Lanjutkan dgn sekuel...
Dari sisi isteri bas..
 
Finally, paradise in paradise.
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd