Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT PERSELINGKUHAN

Bimabet
Looooh... blm nyampe 4s udh tamat hu, sayang banget padahal kereeeen bgt nih cerita
 
Nice story, bikin baper mupeng, tetep semangat hu buat cerita2 kayak gini yang mudah bawa kita ke dalam alur ceritanya👍👍👍👍👍👍👍
 
BAGIAN 14
PASRAH

Kulihat arloji menunjukkan pukul dua dini hari. Aku tertidur setelah tak berani menganggu Mbak Eva yang tak menjawab pertanyaan terakhirku semalam. Dengan malas, aku melangkahkan kaki ke kamar mandi. Mataku masih lengket karena belum seratus persen sadar.

"Eh, sorry, Mbak," kataku kaget

Aku menutup kembali pintu kamar mandi setelah sekilas melihat Mbak Eva sedang berada di sana. Kenapa pintunya tak dikunci sih. Tidak ada yang aneh dengan kondisi Mbak Eva di dalam. Ia masih mengenakan baju semalam, tanpa berkurang satu pun. Jilbab juga masih menempel di sana meski agak acak-acakan. Aku sudah sangat ingin buang air kecil. Setelah Mbak Eva keluar, buru-buru kutuntaskan hasrat yang tertunda ini.

Keluar dari kamar mandi, aku melihat Mba Eva berdiri di dekat jendela. Ia menatap langit dan lampu-lampu, tak peduli aku sudah berada di dekatnya.

"Maaf ya Mbak kalau pertanyaan saya semalam menyinggung," kataku sambil duduk di sofa

"Nggak kok, Mas. Saya memang ketiduran semalam, maaf ya," jawabnya meski agak kaget

"Jujur saya memang mancing Mbak Eva tadi malam. Tapi ternyata tidak berhasil," kataku lalu tertawa

Ia tidak menjawab, hanya tersenyum. Pandangannya masih ke luar jendela.

"Siapa sih Mbak yang nggak punya pikiran mesum kalau sekamar sama wanita kayak Mbak Eva," kataku

Aku memang mencoba menggodanya lagi. Kali ini dengan cara yang lain. Ide ini kudapatkan saat melepaskan air kencing barusan. Tapi Mbak Eva masih diam, hanya tersenyum.

"Mbak Eva sadar nggak kalau sangat menarik buat laki-laki?" tanyaku tidak menyerah

"Maksudnya, Mas?" akhirnya dia buka suara

"Mbak pernah perhatiin nggak kalau Mas Abror dan Pak Yunus sering curi-curi pandang ke Mbak Eva?" tanyaku berusaha mengungkapkan apa yang kudapat selama ini

Dua nama yang ku sebutkan adalah kader dari program ini yang memang beberapa kali kutangkap memperhatikan tubuh Mbak Eva. Bahkan sempat sekali atau dua kali aku menggoda mereka berdua.

"Kalau sekadar lihat dan godain kayak biasanya ya sering, Mas. Tapi menurut saya itu biasa saja," jawabnya coba mengelak

"Fisik Mbak Eva paling menarik diantara yang lain. Laki-laki mana pun sadar itu," kataku mencoba terus memuji

"Itu perkataan Mas Bayu atau Mas Abror dan Pak Yunus?" tanyanya menyelidik

"Jelas perkataan saya, tapi Mas Abror dan Pak Yunus bilang hal yang hampir sama waktu saya goda ketika curi-curi pandang ke Mbak Eva," jawabku berkilah

"Mas Bayu berlebihan. Dina sama Ayuk lebih menarik dari saya, Mas," Ia mulai terbawa suasana

"Itu kan pendapat Mbak Eva. Kalau saya punya pendapat berbeda nggak apa kan?" tanyaku menggoda

Ia hanya tersenyum, melirik sebentar, lalu membuang pandangan lagi.

"Sebelum kejadian di hotel kemarin, jujur saya kurang memperhatikan Mbak Eva. Tapi ternyata Mas Abror dan Pak Yunus benar. Mbak Eva seksi sekali," kataku mulai frontal

"Seksi dari mananya, Mas? Wong sudah ibu-ibu begini," katanya sedikit malu-malu

"Justru karena itu, wong ibu-ibu anaknya dua kok badannya bisa begini. Maaf ya, Mbak, meskipun Mbak Eva pakai baju seperti apa pun nggak akan bisa menutupi kelebihan itu," kataku makin tak terkendali

"Hah? Kelebihan apa, Mas?" Ia mulai memposisikan diri menghadapku

"Maaf ya, Mbak, itu susu sama bokong Mbak Eva. Kayak bukan ibu-ibu anak 2," sudah kepalang tanggung, digas sekalian pikirku

Mbak Eva membetulkan bajunya. Aku menunduk, berusaha menunjukkan rasa bersalah. Sengaja aku gunakan kata yang agak kasar untuk memancingnya. Siapa tahu berhasil. Tapi Ia justru kembali menghadap ke luar jendela.

"Saya jadi iri sama suami Mbak," kataku belum menyerah

"Mas Bayu kan sudah punya istri dan Dokter Mirza," aku cukup kaget dengan jawabannya

"Kalau ternyata Mbak Eva mau sama saya, mana bisa saya menolak," kataku sambil tertawa genit

"Mas Bayu dari tadi mencoba menggoda saya?" Ia menyerangku langsung ke jantung pertahanan

"Iya, Mbak. Saya bukan orang yang memaksa. Kalau ternyata saya tidak berhasil membuat Mbak Eva mau, saya tidak akan mengganggu lagi," kataku dengan sangat tenang

"Ke Dokter Mirza juga begini?" Ia bertanya lagi

"Iya. Kalau saya memaksa, hasilnya tidak akan mungkin seperti yang Mbak Eva lihat kemarin," jawabku lagi

Ia menarik nafas panjang. Aku masih belum bisa yakin bahwa ini pertanda kemenangan. Bisa saja Ia tiba-tiba menolak mentah-mentah. Mimiknya berubah-ubah, sulit ditebak.

Mbak Eva beranjak dari tempatnya berdiri sedari tadi. Ia berjalan melewatiku menuju ranjang, lalu merebahkan diri. Ah, nampaknya aku gagal kali ini. Aku merasa Ia begitu tenang.

"Buktikan kalau bukan cuma Dokter Mirza yang bisa teriak-teriak sama kemampuan Mas Bayu,"

Hah? Apa aku tidak salah dengar? Aku mematung sejenak, tak percaya apa yang kudengar baru saja. Apa ini artinya Ia mempersilakan aku menikmati tubuhnya. Atau bagaimana. Otakku tiba-tiba berhenti memproses informasi. Aku masih termenung. Memandang Mbak Eva yang sudah berbaring dengan tonjolan payudara yang menantang.

"Mas Bayu nggak jadi tertarik sama saya?" tanya Mbak Eva menyadarkanku

"Saya masih nggak percaya Mbak," jawabku sambil tersenyum

"Ini pertama kalinya saya dengan laki-laki selain suami, Mas," katanya sedikit gugup

"Ikuti insting Mbak Eva saja," kataku menenangkan

Ini canggung sekali. Tapi birahiku mulai naik. Kesempatan ini tak mungkin aku lewatkan begitu saja. Belum tentu besok masih akan sama.

"Kalau Mbak Eva nggak nyaman, bilang ya,"

Aku sudah berbaring di sebelahnya. Pakaiannya masih lengkap, sengaja kubiarkan. Kami masih saling pandang lalu pelan-pelan wajah kami mendekat. Cup. Bibir itu akhirnya bertemu. Mbak Eva masih tegang tapi nafasnya panas sekali. Birahinya sudah diujung sepertinya.

Kami berciuman dengan pelan. Ia masih kaku menerima bibir baru ini. Aku mulai emainkan lidahku berusaha membawa suasana menjadi lebih nyaman. Setelah beberapa kali usaha akhirnya Ia merespon. Memang amatir. Gerakannya kaku, penuh kehati-hatian. Perlahan, aku mencoba meraba tubuhnya. Astaga, payudara itu memang besar. Tanganku tak muat menggenggamnya. Ia melenguh. Satu per satu kancing bajunya kulepaskan. Ia memakai kemeja panjang hingga lutut dan celana kain. Bebas. Payudaranya kini terpampang di depanku. Aku melepaskan bibirku dari tautan bibirnya. Pemandangan ini harus kunikmati sebentar. Benar-benar indah. Tubuh ramping dan putih itu sangat cocok dengan payudara besar yang menepel di sana. Ia memakai bra yang terlihat kekecilan dengan renda di sekeliling. Seleranya lumayan.

"Malu mas, jangan dilihati gitu," katanya dengantangan berusaha menutupi payudaranya

Itu tak akan berhasil. Tangan mungil itu jelas bukan tandingan payudaranya. Aku hanya membalas dengan senyuman lalu menyingkirkan tangannya perlahan. Kembali kucumbui bibirnya. Ia lebih rilek sekarang dan mengikuti permainanku. Kedua tanganku sudah melaksanakan tugasnya. Mereka bergerilya melepas bra dan mulai bekerja. Untuk ukuran ibu dua anak, payudara ini masih kencang. Putingnya besar kecoklatan, kontras sekali dengan warna kulitnya.

"Uh, Massss"

Mbak Eva melenguh ketika aku mulai memainkan putingnya. Aku gemas sekali dengan gunung kembar ini. Bibirku mendarat di sana dan mulai menjilati setiap inchi bagiannya.

"Uh. Ehh. Massss. Uh,"

Ia lebih berisik dari pada Dokter Mirza. Baru begini saja sudah meracau. Masih dengan bibir mengerjai payudara, tanganku berusaha melepaskan celananya. Beberapa kali payudaranya kusedot seperti bayi yang sedang menyusu. Ia terus menjambak rambutku. Dengan bantuannya, aku berhasil meloloskan celana panjang itu. Seperti dugaanku, vaginanya tembam dan penuh bulu. Beberapa bahkan keluar melewati celana dalam berwarna hitam itu.

Bibirku mulai beranjak. Pelan-pelan, sedikit demi sedikit kujilati perutnya. Ia menggeliat. Tangannya masih di rambutku. Pusarnya menjadi sasaranku kemudian. Ia kembali kegelian. Sementara jariku berusaha menerobos masuk lewat celah celana dalam.

"Ohhh, Masss,"

Lenguhannya seksi sekali. Tangaku mulai mencari di mana tonjolan kecil yang bisa membuatnya semakin mengaduh. Bibir ikut turun. Dengan sedikit usaha, celana dalam ditu lepas. Bebas. Bulunya memang lebat dan terkesan tidak teratur. Dengan bentuk begini, aku harus berusaha lebih keras.

"Mass. Mas Bayu mau ngapain ohhh,"

Pinggulnya terangkat saat bibirku mulai mengerjai klitorisnya. Cukup susah menemukannya. Dan kini lidahku ikut membantu. Kelentitnya cukup besar dan tersembunyi. Kujilati dan kusedt bergantian. Lalu tanganku mulai menusuk lubang vaginanya. Kombinasi ini biasanya mampu membuat pasangan seksku orgasme. Durasinya saja yang berbeda-beda.

"Ouh Masss. Enaak ohhh terusss,"

Wanita ini berisik sekali. Tapi karena suaranya seksi aku jadi makin termotivasi. Kuteruskan aksiku tanpa mempedulikan Mbak Eva makin sering menggeliat, mengangkat pinggul, atau menenggelamkan wajahku. Aku sampai kesulitan bernafas. Karena tubuhnya kecil maka gerakannya mudah kuhentikan. Vagina itu makin basah. Kocokan tanganku makin kencang. Hisapan dan permainan lidahku juga makin cepat. Ia makin tak beraturan gerakannya.

"Mas. Mass. Masss. Ahhh. Ohhh. Ohhh,"

Sialan. Orgasmenya belum datang juga sementara tanganku mulai pegal. Tapi kesan pertama harus selalu istimewa. Aku makin gila. Kini ada dua jari yang keluar masuk vagina Mbak Eva. Ia makin kacau. Kecepatannya kutambah. Aku sedikit kesulitan bernafas.

"ADUUUH OOOOH. APA INIII. OOOOH. MAASSSSS"

Ia muncrat. Ya, muncrat. Cairan vagina bercampur cairan kencing itu membasahi seluruh wajahku. Aku mundur. Nafasku ngos-ngosan. Wajahku basah kuyup, juga pakaianku.

Aku memandang tubuh Mbak Eva dengan nafas kembang-kempis. Ia menengadah mengatur nafasnya sedemikian rupa. Sengaja kutunggu reaksinya.

"Saya malu, Mas," katanya dengan terbata-bata

"Kenapa, Mbak?" tanyaku

"Saya kalau lagi begituan nggak pernah bisa diam. Padahal kan ini sama suami orang," jawabnya lalu menutupi muka

Kontan saja aku tertawa, meski kutahan agar tak terbahak. Kupikir malu karena apa. Kalau sudah begini, Ia benar-benar menikmati pengalaman barunya. Tak ada mimik menyesal ku lihat.

Aku mendekati tubuh telanjang itu. Ia menatapku dalam, lalu kami berciuman lagi. Kali ini makin pintar saja Ia membalas pagutanku. Tanganku tentu saja sudah menjelajah payudaranya. Sayang sekali kalau benda indah itu dibiarkan. Mbak Eva berinisiatif membuka kaosku, kemudian celana kolor yang kukenakan. Ia berusaha mengimbangi, meski terkesan kaku.

"Biar saya yang memuaskan Mbak Eva malam ini, jangan terlalu dipaksa kalau nggak nyaman," kataku berbisik

Itu kulakukan saat Ia mulai memainkan penisku, dan terasa sekali canggungnya. Aku berusaha mengajaknya untuk jujur dalam bercinta karena itu kunci kepuasan bagiku. Percuma kalau memaksa, yang ada malah trauma. Mbak Eva mengerti, lalu mengalihkan tangannya memelukku. Aku sendiri melanjutkan merangsang birahinya naik lagi dengan menjilati payudaranya. Percayalah, aku tak akan bosan dengan benda ini.

"Uhh, Masss. Saya sudah nggak tahan," katanya dengan menjambak rambutku

Aku mengikuti keinginannya. Kuminta Ia berbalik, mimiknya menunjukkan protes tapi aku merayunya.

"Mbak Eva kan sudah biasa gaya kayak biasanya, nggak mau coba variasi lain?" Tanyaku menggoda

Ia mencium bibirku lalu menungging. Pelan-pelan, kegesekkan penisku ke lubang yang sangat basah itu. Bentuknya memang mengairahkan.

"Aduuuh enak, Masss,"

Bless. Penis itu masuk perlahan. Mbak Eva meringis seperti menahan sesuatu. Gesekan vaginanya harus kuakui lebih menggigit ketimbang Dokter Mirza. Mungkin karena posturnya lebih ramping.

"Masss penuuh ooooh," Ia mulai meracau

Aku suka suaranya, maka kubiarkan Ia mengoceh sesuka hati. Setelah nyaman, penisku mulai beraksi. Maju mundur perlahan sambil bokongnya kuremas.

"Masss Ohhh. Ternyata posisi ini enak. Ohhh,"

"Aduh. Aduh. Terus, Mass,"

"Ehh. Enak. Ohh. Enak,"

"Masss. Lebih cepet lagi. Aduuuh,"

"Rasanya, ohh. Gatel, Mas. Oohhh teruss,"

"Pantas Dokter Mirza teriak-teriah. Uh. Uh. Uh,"

"Mass Bayuu. Ooh. Kok enak, Mass,"

"Tambah lagi, Mas. Ohh. Ohh. Saya mau lagi, duh,"

Mendengar racauannya yang tanpa jeda membuat birahiku makin tinggi. Aku hanya takut ejakulasi lebih dulu. Padahal pengalaman tadi menunjukkan Mbak Eva bukan wanita yang mudah orgasme. Bahaya ini.

"Masss. Kamu belajar di mana. Ohh,"

"Kalau saya ketagihan gimana ini. Uh. Uh. Terus, Masss,"

Racauannya benar-benar membuat terpacu. Tak tahan, badanku menelungkup dan mempermainkan payudaranya. Wajahnya menengok dan kusambar segera. Mbak Eva meremas sprei kuat-kuat.

Aku mulai ngos-ngosan tapi orgasmenya belum datang juga. Entah sudah berapa lama kami berpacu birahi. Kuputuskan ganti gaya. Kuminta dia di atas. Ia menurut. Ah. Ini pemandangan luar biasa. Wajahnya erotis sekali kalau sedang birahi begini.

"Aduuh penuhnyaaa,"

Ia kini bergerak. Aku pun. Kami berpacu lagi. Jelas tak kusia-siakan kesempatan mengerjai gunung kembar favoritku.

"Saya belum pernah diginikan Mas. Ooohh,"

Payudara ini melonjak kesana kemari jika dilepaskan. Kuminta Ia rebah. Mulutku melahap habis gunungnya sembari penis tetap bergerak menghujam liang surganya. Mbak Eva mulai berteriak. Antara desahan dan jeritan sudah tak ada beda.

"Mas. Mas. Mas. Kayaknya saya mau. Oooohhh,"

Yes. Akhirnya aku akan berhasil membuatnya orgasme. Aku juga sudah di ujung masalahnya. Aku tak bisa bertahan lebih lama lagi. Ini terlalu nikmat. Jepitannya menakjubkan. Vaginya seperti menyedot penisku habis. Belum lagi aku dibutakan payudara bulat ini. Aduh. Kombinasi sempurna.

"Mass. Mau muncrat lagi. Aduuuh. Terus, Mas,"

"Mbak saya juga mau muncrat. Kita bareng yaa,"

"Iya. Aduh. Iya. Semprot saya, Mas. Saya mau, ih. Oh. Oh,"

"Mbak, ayo. Ayo. Uhhh,"

"MASSSSS OOOOH"

"MBAK EVAAA OOOHHH"

Ia menjambak rambutku kencang sekali. Aku memegang bokongnya. Menghujamkan penisku sedalam-dalamnya. Kami mencapainya bersamaan. Selangkanganku basah. Mbak Eva benar-benar muncrat. Cairan kelamin kami bertemu di dalam sana. Jangan ditanya lagi, ini nikmat sekali. Rasanya beda dengan Dokter Mirza. Aku kini percaya, tiap vagina punya kenikmatan masing-masing. Sulit sekali digambarkan. Hanya dengus nafas kami yang menjelaskan.
Jangan samakan semua laki laki. Karena memek perempuan itu beda beda. Wkwkwkwk
 
BAGIAN 20
AKHIRNYA

Intan sudah bulat dengan keputusannya. Ia akan mmbicarakan ini dengan Bayu, suaminya. Ketika memulai hubungan dengan Bayu, mereka sepakat untuk terbua dan jujur. Karena sama-sama sakit saat itu, mereka memilih komitmen yang diharapkan bisa menyelamatkan semuanya. Selama ini, komitmen itu mereka patuhi. Intan tahu apa yang dilakukan Bayu, begitu pun sebaliknya. Ia mencintai laki-laki itu sepenuh hati. Bayu yang menyelamatkan hidupnya, juga membantunya hingga benar-benar sembuh tanpa paksaan sedikit pun. Walau bagaimana pun, Ia tak ingin kehilangan cintanya, juga cinta Bayu kepadanya.

Kejadian malam itu menyadarkannya. Sudah sebulan terakhir kehidupan seksnya dengan Bayu meningkat drastis. Padahal, sebelumnya mereka sedang memasuki masa-masa jenuh. Intan merasa cukup dengan aktivitas seks seperti biasanya. Ia tak sadar ada yang menurun dari aktivitas tersebut. Seksnya dengan Bayu tak lagi hangat. Ia seperti hanya melaksanakan kewajiban. Padahal, kalau mau menjawab jujur, Intan selalu dibuat puas oleh Bayu. Bayu memang tak setampan mantan-mantannya. Juga tak seatletis beberapa mantannya. Tapi Bayu memiliki kemampuan itu. Memuaskan Intan di ranjang. Keahlian itu makin menebalkan cintanya pada Bayu.

Terbiasa menikmati seks yang memuaskan membuat Intan jenuh. Ia tak lagi antusias pada aktivitas itu. Terutama setelah memiliki anak. Waktunya habis untuk mengasuh anak, rumah, dan beberapa pekerjaan lepas yang mulai diambilnya sebagai tambahan kesibukan. Ia sadar Bayu mulai jenuh juga. Bayu adalah lelaki yang amat memahaminya. Ia tahu Bayu tak mau protes karena melihatnya telah begitu sibuk dengan rumah. Itu juga yang membuatnya merasa masih baik-baik saja. Karena Ia percaya, Bayu akan bilang jika semua sudah tak nyaman.

Intan merasa ini sudah waktunya. Kalau terlambat, Ia takut rumah tangganya yang menjadi taruhan. Ia juga ingin jujur dengan apa yang terjadi pada dirinya akhir-akhir ini. Rasanya, semua akan impas. Ia tak tahu akan berakhir bagaimana, tapi semua perlu dibicarakan.

"Kamu mau mulai dari mana?" tanya Bayu dengan wajah yan berusaha santai

"Akhir-akhir ini ada banyak perubahan dalam hubungan kita. Terutama soal di dalam kamar. Aku tahu kamu jenuh. Aku juga. Seks kita gitu-gitu aja. Tapi semua tiba-tiba berubah lagi. Kamu jadi lebih antusias lagi," Intan berhenti sejenak

"Kamu juga tiba-tiba antusias lagi kan?" tanya Bayu

"Ya. Aku menemukan sesuatu yang membuat bisa antusias lagi," jawab Intan

"Aku juga," timpal Bayu singkat

Mereka saling menatap. Cinta memang masih memenuhi mata mereka berdua, tak bisa disembunyikan.

"Aku tahu kamu menemukan wanita lain," kata Intan

"Aku nggak yakin kamu menemukan laki-laki lain," balas Bayu

Mereka sama-sama diam untuk sementara waktu. Pikiran mereka menerawang. Situasi ini aneh. Tapi harus dilalui bersama.

"Sudah berapa lama?" tanya intan

"5 bulan mungkin," jawab Bayu berusaha menatap Intan

"Sering?"

"Nggak. Cuma beberapa kali,"

"Cuma seks?"

"Ya. Tentu saja. Jangan tanya aku masih cinta kamu apa nggak,"

Intan menyodorkan ponselnya pada Bayu. Di ponsel tersebut terpampang fotonya menggunakan lingerie. Seksi sekali. Bayu menggeser untuk melihat foto lain. Ada yang memperlihatkan payudara Intan dengan pose sensual. Ada juga foto Intan hanya memakain bra dan celana dalam. Masih banyak foto lain yang mengekspos keseksian tubuh istrinya. Melihat itu, birahi Bayu perlahan naik. Tapi Ia segera sadar harus menyelesaikan permasalahan ini dulu sebelum menikmati tubuh istrinya.

"Buat apa ini?" tanya Bayu setelah puas melihat beberapa foto sensual istrinya

"Aku kirim ke kenalan virtual" jawab Intan tenang

"sudah lama?"

"Dua bulan ini,"

"Sudah berapa orang?"

"Tiga atau empat kayaknya,"

"Menikmati?"

Intan hanya menjawab dengan senyuman. Bayu membalas senyuman itu dengan lebih manis. Mereka lalu melanjutkan percakapan.

"Kamu nggak marah?"

"Marah waktu pertama tahu. Tapi aku sadar komitmen kita. Semua harus dibicarakan baik-baik,"

"Kapan tahunya?"

"Minggu lalu. Kamu lupa hapus histori di HPmu waktu aku pinjam. Aku nggak ada niat menggeledah,"

"Kenapa nggak langsung bilang?"

"Aku harus mengelola emosi dulu,"

"Lalu sekarang?"

"Itu yang mau aku tanyakan ke kamu, Ay. Kamu mau semua ini jadi gimana?"

"Aku nggak tahu. Aku bisa saja mengakhiri semua. Tinggal mengelola hubungan lagi saja. Meskipun sulit, sepertinya bisa,"

"Setelah itu kamu masih bisa antusias di ranjang?"

"Nggak tahu. Belum dicoba,"

"Sebentar. Berapa orang sih?"

"Dua,"

"Aku tahu kamu memang punya daya tarik luar biasa"

"Aku tahu itu"

"Pasti mereka yang nggak bisa lepas dari kamu,"

"Sepertinya gitu,"

"Ceritakan padaku bagaimana dua orang itu,"

"Dua-duanya lebih tua dari kamu. Sama-sama tidak puas dengan suaminya. Yang satu lebih berisi, satunya lebih kecil dari kamu,"

"Cantik?"

"Jelas masih lebih cantik kamu,"

"Aku percaya sekarang. Orang selingkuh sering bukan karena fisik,"

"Aku juga percaya"

"Kamu nggak marah sama aku?"

"Kalau cuma itu yang kamu lakukan, aku nggak marah. Apa ternyata ada yang lain?"

"Hanya pernah dua kali video call, seks,"

"Mereka semua tahu wajahmu bagaimana?"

"Ada yang tahu ada yang tidak"

"Dua kali video call itu dengan orang yang sama?"

"Nggak. Oh ya, semua orang jauh, bukan area sini atau kota tempat kita tinggal dulu. Kami benar-benar orang asing yang tidak saling kenal"

"Fisik mereka lebih baik dari aku?"

"Harus ku akui, iya. Seingatku hanya satu yang tidak,"

Mereka tertawa bersama. Suasana lebih cair sekarang. Mereka merasa lagi telah sama-sama berterus terang perihal tingkah laku masing-masing.

"Lalu setelah ini bagaimana?"

"Aku ingin kita mengelola ini"

"Hah? Maksudnya?"

"Kamu nggak boleh meninggalkan mereka begitu saja. Aku masih belum yakin kalau semua ini berakhir, seks kita bakal tetap panas,"

"Lalu?"

"Kamu boleh bermain dengan mereka, seizin dan sepengetahuanku"

"Dan kamu?"

"Aku akan melakukan ini semua juga dengan seizin dan sepengetahuanmu. Kamu nggak masalah?"

"Kayaknya enggak. Kita coba saja,"

"Aku pengen"

"Aku juga"

Mereka lalu bersetubuh dengan sangat panas, di dapur. Bayu menghabisi istrinya sekuat yang Ia bisa. Sementara Intan mengeluarkan kemampuan terbaik untuk mengimbangi suaminya. Seingatnya, ini seks terpanas dan terliar yang pernah Ia lakukan. Mereka berhenti saat klimaks dan mendengarkan anaknya bangun dari tidur. Bayu telah orgasme dua kali sedangkan Intan mungkin 5 kali. Ia tak benar-benar ingat.

"Kamu nggak kepikiran nyoba laki-laki lain?" tanya Bayu sambil beres-beres

"Aku masih belum yakin ada yang lebih dari ini kemampuannya" jawab Intan disertai meremas penis Bayu yang masih belepotan

***

Setelah hari itu, kehidupan rumah tangga Bayu dan Intan justru makin harmonis. Apalagi suasana di atas ranjang. Intensitas seks mereka makin naik, juga kualitasnya. Mereka mulai mencoba mengeksplorasi berbagai jenis permainan. Mulai dari roleplay, membuat sex tape, hingga eksibisionisme. Menjadi hal biasa ketika mereka keluar entah sekadar ke mini market atau pasar, Intan tak mengenakan pakaian dalam. Atau terkadang mengenakan pakaian yang tipis sekali. Tentu itu dilakukan dalam kondisi yang aman, dan tak terlampau sering juga. Tapi setidaknya mereka mulai gila, dan harmonis.

Lalu bagaimana hubungan Bayu dengan Dokter Mirza dan Eva? Mereka masih bersetubuh seperti biasa. Jika ada kesempatan dan kondisi benar-benar aman. Dokter Mirza berperan sangat besar di sini. Ia menjadi orang yang selalu mengingatkan dan memastikan kondisi tersebut. Pengendalian emosi yang bagus membuat hubungan itu tetap aman hingga sekarang. Dan ini sudah satu setengah tahun sejak persetubuhan pertama itu.

"Ay, aku punya ide," kata Intan selepas Ia bercinta dengan Bayu malam itu

"Apa itu?" tanya Bayu penasaran

"Pacarmu sudah tahu belum kalau aku tahu?" tanya Intan, Ia memang menyebut Dokter Mirza dan Eva sebagai pacar Bayu

"Belum, Ay. Masih aman," jawab Bayu

"Aku pengen main berempat sama mereka," kata Intan sambil menengadah

Bayu kaget luar biasa. Meski Ia memikirkan kemungkinan ini sebelumnya tapi Ia tidak benar-benar yakin Intan akan memintanya. Ia senang sekaligus deg-degan. Hubungan ini makin menegangkan saja.

"Kamu serius, Ay?" taya Bayu memastikan

"Seribu rius. Ayo kita atur waktunya," jawab Intan meyakinkan

Mereka berpandangan. Bayu masih tak pecaya sedangkan Intan semangat sekali. Bayu masih bingung bagaimana Ia akan bilang ke Dokter Mirza dan Eva. Ia juga membayangkan betapa canggungnya pertemuan itu nantinya. Bayu bingung. Intan malah senyum-senyum sendiri. Kembali, Bayu merasa perjalanan hidupnya aneh sekali. Ia memutuskan tidur saja.

"Ay, gimana? Ay? Ay? Loh malah tidur. Aku perkosa juga ya kamu"
Pas episode 20 dan ending yang bagus. Akhir kata memgambil judul thread lain suhu. Jalan kehidupan.
 
Selamat pagi teman-teman. Masih pada sehat semua kan? Terima kasih ya masih bertahan menunggu kelanjutan cerita. Saya baca-baca komentar kalian semua, ada yang mulai menebak arah cerita kemana ya. Tentang benar atau tidak, ikuti saja sampai cerita selesai ya. Mudah-mudahan saja ceritanya bisa memuaskan.

Sekali lagi, selamat membaca!
Halloo Salam knl
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd