BAB 1
AMANAH
Panggilanya adalah Max, nama lengkapnya Pertamax. Usianya sudah menginjak 35 tahun, tepatnya dua bulan lagi dari sekarang. Tinggi badannya 170 cm dengan berat ideal tentunya. Memiliki tubuh ideal & berotot tak selalu membanggakan. Bahkan, Max tak pernah diteriaki oleh para wanita karena wajahnya justru terlihat menyeramkan akibat ditumbuhi bulu lebat yang menyatu dari ujung ke ujung. Hal itu membuat dia aman dari gangguan makhluk Tuhan yang bernama wanita.
Saat ini, dia disibukkan dengan bisnis keluarga yang diwariskan turun temurun dari kakeknya yang berdarah Minahasa. Max dikenal sebagai pembisnis jenius dan ramah, tapi di balik keramahannya tersimpan karakter lain yang menjunjung tinggi slogan "Senggol Bacok" dan sudah dipahami oleh keluarga serta orang-orang yang berhubungan dengannya. Selain itu, dia masih saja enggan menikah dan tak ada pula wanita yang minat dengan dia karena parasnya tersebut.
Suatu hari, ibunda tercinta tiba-tiba jatuh sakit dan memilih pengobatan di Jakarta karena alasan bahwa rumah sakit di sana lebih lengkap dan bagus. Selama sebulan Max datang dari Jogja ke Jakarta setiap weekend untuk menjenguk ibunya yang bernama Rahayu
"Nak, bagaimana keadaan bisnismu?" tanya Rahayu pada Max yang sedang duduk di sebuah kursi tak jauh dari ranjang perawatan
Max yang sedang memainkan handphone di tangan untuk mengecek email masuk langsung menatap ibunda dan menghentikan kegiatannya, lalu mendekat. Max mendudukkan tubuhnya di tepi ranjang dan menatap lembut Rahayu yang nampak pucat.
"Bisnisku baik-baik saja, Ma. Ada jarwo juga yang bantu aku. Jadi Mama tak usah cemas dan jangan berpikir tentang banyak hal. Semua urusan bisnis sudah ditangani oleh orang yang ahli di bidangnya dan kompeten. Mama cukup banyak istirahat agar cepat sembuh dan pulang," tutur Max lembut memberi penjelasan pada Rahayu yang menyimak.
"Syukurlah kalau begitu," ucap Rahayu singkat.
"Nak, apa boleh Mama minta sesuatu darimu?" lanjut Rahayu dengan suara terdengar lemah.
Max yang mendengar ucapannya sejenak tertegun dengan kening berkerut. Bukan apa-apa, pasalnya Rahayu bukanlah sosok ibu yang banyak pinta dan menuntut. Namun, ucapan Rahayu kali ini membuat hati Max sedikit cemas dan terlintas pikiran jika usia ibunya mungkin tak lama lagi.
"Anak sialan emang aku. Kok bisa-bisanya mikir kalau Mama mau mati sebentar lagi!" oceh Max dalam hati.
"Ada apa, Ma. Mama mau minta apa?" jawab Max sambil meraih tangan kanan Rahayu dan mengelusnya lembut.
Ya, Max sangat menyanyangi Rahayu. Dia adalah segalanya bagi Max, setelah ayahnya yang saat ini ada di Bandung untuk sebuah urusan dan akan kembali besok siang.
"Apa kamu akan memenuhi permintaan Mama?" ucap Rahayu bernada lemah.
"Terlihat Max menarik nafas dalam dan mengulas senyum tulus padanya, lalu berujar kembali.
"Selagi mampu, Max akan penuhi, Ma," jawabnya yakin dan tenang.
Mendengar jawaban Max, Rahayu menarik nafas dalam dan membuat Max cemas serta berpikir yang tidak-tidak, terlebih bibir Rahayu terlihat pucat.
"Ma," panggil Max lembut.
"Mama ingin kamu menikah. Apa bisa kamu penuhi itu? Mama takut tak ada usia, Nak!" ucap Rahayu parau dengan gerak mata yang teramat lambat.
'Mak deg'
Jantung Max mendadak marathon dan menelan air ludahnya berkali-kali karena tenggorokannya terasa sangat kering. Rahayu yang tahu perubahan ekspresi Max menatap sendu. Dia tahu kalau Max tak ingin menikah. Bukan karena memiliki kelainan burung, tapi dia malas berurusan dengan makhluk Tuhan bernama wanita karena baginya mereka sangat merepotkan.
To be continue