Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Pesantren Series (Remake)

Status
Please reply by conversation.
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
Seru siih.. Tp ngafalin nama2 nya dulu nih... Hhahahaaa....
Banyak beneerr Suhuuu.... :genit: :genit: Tp sexy2 siih..
 
09:00

Asyifa


Clara


Adinda


Adinda

Dedaunan dan ranting dari pohon cemara itu berguguran tertiup angin hingga jatuh ke tanah, dan sebagian lagi tertiup hingga ke jalan trotoar. Beberapa burung kecil turun dari pohon, mengambil daun dan ranting kecil yang jatuh untuk di jadikan sangkar. Tak jauh dari situ, tampak beberapa anak remaja perempuan tengah duduk santai di teras perpustakaan.

Kedua tangan mereka sibuk memegang buku, hanya saja tidak satupun dari mereka yang sedang membaca buku. Mereka malah sibuk mengobrol, menceritakan kejadian naas yang di alami salah satu santriwati tadi malam.

"Jadi gimana kabar Amelia?" Tanya Clara.

Asyifa menggelengkan kepalanya. "Gak tau, katanya sekarang ia lagi di rawat di rumah sakit." Jawab Asyifa. Ia sangat marah atas kejadian tadi malam.

"Kasihan Amanda!" Lirih Aziza.

"Semoga saja pelakunya cepat di temukan dan di hukum seberat-berat." Lirih Asyifa, ia memandang jauh kearah segerombolan Santri yang tengah tidur-tiduran di bawah pohon besar.

Aurel mendesah pelan. "Dengar-dengar katanya itu mahluk halus yang memperkosa Amanda." Ucap Clara, membuat suasana menjadi semakin mencekam.

"Astaghfirullah! Kalian ngomong apa?" Tegur Adinda. Ia terlihat sibuk memperbaiki ujung jilbabnya karena tertiup angin yang cukup kencang.

"Menurut kabar burung memang seperti itu kok." Jelas Clara tidak mau dianggap berbohong. Tadi pagi ia tidak sengaja mendengar obrolan teman kelas Amelia, tentang kejadian yang menimpa Amanda.

"Aku dengar juga seperti itu." Bela Aziza.

Adinda menghela nafas pelan. "Tetap saja kita tidak boleh begitu saja mengambil kesimpulan seperti itu. Apa lagi itu baru kabar burung, belum jelas kebenarannya seperti apa." Nasehat Adinda.

"Benar apa kata Adinda, lebih baik kita tunggu hingga pelakunya di tangkap." Ujar Asyifa menambahkan. Mereka bertiga kompak menganggukan kepala.

"Sudah-sudah, kok jadi membahas kejadian semalam! Ingat besok kita ada hafalan." Ujar Aziza mengingatkan.

Suasana pun kembali hening, yang terdengar hanyalah suara gumaman mereka yang tengah menghafal. Tepatnya, mengulangi hafalan, agar nanti mereka tidak merasa gugup ketika menyetor hafalan.

Berbeda dengan santri, bagi Santriwati sangat memalukan bagi mereka kalau harus menerima hukuman karena tidak hafal.

*****


Eni

Walaupun hari ini libur, Enni tetap memilih ke kantor Mahkamah pesantren, menemani Yenni yang sedang piket menjaga kantor Mahkamah. Seperti biasanya mereka merumpi, membahas masalah-masalah terkini yang sedang viral.

Kali ini mereka membahas kejadian tadi malam, mereka benar-benar tidak menyangkah kalau peristiwa semalam bisa terjadi di lingkungan pesantren yang selama ini sangat aman.

Jangankan kasus pemerkosaan, pencurian saja sudah lama tidak terjadi di pesantren.

"Anaknya sudah di jemput orang tuanya ya?" Tanya Enni.

Yenni mengangguk. "Iya, orang tuanya marah besar, apa lagi saat ini KH Hasyim sedang tidak ada di pesantren." Jelas Yenni, Enni mendesah pelan.

"Seharusnya di saat seperti ini KH Hasyim tinggal di pesantren." Ujar Enni.

Yenni menyandarkan punggungnya sembari melipat kedua tangannya. "Semenjak sibuk di politik, KH Hasyim sangat jarang ke pesantren, beruntung ada KH Sahal yang masih bisa di andalkan."

"Kamu benar! Sekarang apa-apa selalu KH Sahal yang menyelesaikan masalahnya." Tambah Enni.

KH Sahal sebenarnya bukan orang lain, karena KH Sahal sendiri adalah saudara KH Hasyim yang kini memang di beri amanah untuk mengurusi setiap masalah pesantren di saat KH Hasyim sedang sibuk dengan urusan politiknya.

Dan karena kesibukan berpolitiknya itu jugalah yang membuat banyak staf maupun guru di pesantren kurang menyukai KH Hasyim. Mereka merasa KH Hasyim hanya fokus dengan urusan dunia.

Selagi mereka mengobrol tiba-tiba seorang santri wati memasuki kantor Mahkamah.

Melihat siapa yang masuk Enni langsung mengerti, ia melirik Yenni sembari menggeleng-gelengkan kepalanya. "Kapan kamu tobat Uhkti." Sindir Enni.

"Nanti, ada saatnya!" Jawab Yenni.

Yenni beranjak menghampiri sang santri, lalu tanpa banyak bicara ia membawa Santriwati tersebut memasuki ruangan kosong yang ada di bagian belakang kantor Mahkamah.

Buru-buru Yenni menutup pintu ruangan tersebut, dan kembali menghampiri santrinya yang sedang duduk di tepian matras.

"Lama sekali, kamu dari mana?" Tanya Yenni.

Ria tersenyum kecil. "Tadi ketoilet dulu Umi." Jawab manja Ria.

"Gak kangen sama Umi?" Rayu Yenni.

Tanpa menjawab Ria langsung menyosor bibir Yenni, mereka berciuman layaknya sepasang kekasih. Yenni yang terbakar api birahi langsung menyodorkan lidahnya, membelit lidah muridnya dengan rakus.

Tidak sampai di situ saja, Yenni menjamah buah dada Ria, meremasnya dengan perlahan, membangkitkan birahi muridnya.

"Eehmmmppss.... Eeehmmppsss... Eeehmmppsss..."

Ria membelai dan meremas-remas paha Yenni di balik gamis yang di kenakannya.

"Buka baju kamu sayang." Ujar Yenni.

"Bukaain."

Yenni menyentil hidung Ria. "Dasar manja." Gemes Yenni terhadap pasangan lesbinya.

Kedua tangan Yenni menarik keatas kaos yang di kenakan Ria, dan di balik kaos tersebut Ria sudah tidak memakai bra, hingga menampakan sepasang payudaranya berukuran 34B, dengan puting mungil berwarna kemerah-merahan.

Yenni yang sudah tidak sabar langsung melahap payudara muridnya, sembari menarik lepas celana training berikut dengan dalamannya.

"Umiii... Aaahkk... Enak Umi." Rintih Ria.

Sluuuppsss... Sluuuppsss... Sluuuppsss...

Secara bergantian Yenni melahap payudara Muridnya, sementara jemarinya membelai bibir vagina Ria yang sudah basah.

Ia menggosok-gosok clitoris Ria yang semakin membengkak, kemudian ia memasukan jari tengahnya ke dalam lobang vagina Ria yang terasa hangat memeluk jarinya. Dengan gerakan perlahan ia memaju mundurkan jarinya di dalam lobang senggama Ria.

"Sssttt... Umi! Aaahkk... Aaahkk..."

Slooooppss... Slooooppss... Slooooppss...

Ciuman Yenni turun menuju perut Ria, ia menjilati perut Ria sembari menyodok-nyodok kemaluan Ria yang semakin terasa licin, hingga akhirnya lidahnya mendarat di atas clitoris Ria.

Dengan rakus Yenni menjilati clitoris Ria, hingga membuat gadis muda itu menggelinjang nikmat.

"Umiiiiii...." Jerit Ria.

Pantatnya tersentak-sentak menyambut datangnya orgasme yang bagaikan air bah yang membanjiri satu kabupaten.

Perlahan Yenni mengangkat wajahnya, menatap wajah cantik Ria sembari tersenyum.

Selagi menunggu tenaga Ria pulih, Yenni melepas pakaiannya, hingga ia juga ikut telanjang bulat dan hanya menyisakan hijabnya saja, sama seperti keadaan muridnya saat ini.

Yenni mengangkangi wajah Ria, menyodorkan vaginanya kearah Ria.

"Jilat sayang." Pinta Yenni.

Cup... Cup... Cup...

Ria mencium bibir kemaluan Gurunya. "Ria kangen memek Umi." Ujarnya sembari menjulurkan lidahnya, menjilati bibir vagina Yenni yang berwarna coklat muda.

"Oughk... Enak sayang! Aaahkk... Ya begitu... Aaahkk... Aaahkk..." Desah Yenni keenakan.

Sruuupsss... Sruuupsss... Sruuupsss...

Ria menyeruput bibir kemaluan Yenni, sesekali lidahnya menusuk-nusuk lobang vagina Gurunya, mengorek-ngorek lobang surgawi tersebut hingga menimbulkan getar-getarran syahwat hingga ke ubun-ubun kepala Yenni.

"Umi mau pipis sayang." Erang Yenni.

Ria membuka mulutnya, menempelkan bibirnya di selangkangan Yenni.

Sedetik kemudian...

Seeeeeeeeeeeeeeeerrrr....

Air kencing Yenni tumpah, menyembur keluar masuk ke dalam mulut Ria. Dan tanpa merasa jijik Dia mencoba meminum air kencing dari gurunya tersebut, bahkan ia berusaha menelan semua air kencing yang keluar dari kemaluan Yenni.

Setelah tidak ada lagi air kencing yang keluar dari vaginanya, Yenni segera beranjak dari atas wajah muridnya yang tampak basah terkena percikan air kencingnya.

Kemudian Ria mrngambil dildo simpanannya, ia mengulum dildo tersebut lalu memberikan sisi lain dari dildo tersebut kepada muridnya.

Dildo milik Yenni memiliki dua kepala besar yang berbentuk penis pria dewasa. Dan biasanya mereka menggunakan dildo tersebut secara bersama-sama, sehingga keduanya sama-sama terpuaskan.

Setelah di rasa cukup melumasi dildo tersebut, Yenni memasukan dildo itu ke dalam vaginanya, lalu sisi lainnya di masukan ke dalam vagina muridnya.

Dengan gaya menggunting mereka bergerak maju mundur, maju mundur.

"Ohhkk... Enaaaak sekali Umi..." Rintih Ria.

Yenni makin bersemangat menggerakan tubuhnya, menikmati dildo yang ada di dalam kemaluannya saat ini, sembari mendesah-desah tak karuan.

"Aaahkk.... Aaaahkkk... Aaahkk..."

"Aaaaahkk.... Ougjkkk... Enak Umi! Aaaahkk..." Erang Ria keenakan.

Sembari menikmati tusukan dildo di vagina mereka, Yenni maupun Ria secara serempak meremas-remas payudara mereka sendiri, menstimulasi puting mereka hingga birahi mereka makin tak terkendali.

"Ganti gaya sayang!" Pinta Yenni.

Ria ikut mencabut dildo yang ada di lobang vaginanya, lalu ia memberikan dildo tersebut kepada Yeni untuk di kulum oleh gurunya. Dengan rakus Yenni mengulum kepala dildo yang tadi di gunakan menusuk vagina muridnya.

Kemudian Ria menungging di hadapan Yenni, segera Yenni meremas-remas pantat Ria, membelai bibir kemaluan muridnya.

Dengan perlahan ia mendorong dildo tersebut masuk ke dalam lobang vagina Ria.

"Ough... Enak banget Umi." Rintih Ria.

Yenni iku berpose menantang, ia menungging sama seperti Ria sembari memasukan sisi dildo lainnya ke dalam lobang vaginanya. "Aaahkk... Enak banget! Ayo sayang gerakin." Ajak Yenni.

"Aaahkk... Umi..." Ria mulai menggerakan pantatnya maju mundur, begitu juga dengan Yenni, ia mengikuti irama goyangan muridnya.

Ketika Ria mendorong pantatnya, Yenni juga ikut mendorong pantatnya hingga kedua pantat mereka bertemu, membuat dildo tersebut tenggelam di dalam lobang vagina mereka berdua.

Semakin lama mereka melakukannya semakin cepat, lebih cepat dan sanga cepat.

Plooookss... Plooookss... Plooookss...

"Aaahkk... Aaahkk... Aaahkk..."

"Oughk... Enaaaak... Aaahkk... Aaahkk..."

Plooookss... Plooookss... Plooookss...

Tampak sepasang buah dada mereka berayun-ayun seiring dengan hentakan pantat mereka yang semakin cepat dan keras.

Hampir lima belas menit mereka melakukan gerakan yang sama, hingga akhirnya Ria maupun Yenni merasa sudah berada di ambang batasnya, mereka sudah siap mengakhiri permainan mereka pagi ini dengan puncak kepuasaan.

"Umi dapat sayang..."

"Riaaaa juga Umi... Oughk..."

Seeeeeeeeeeeeeeeerrrr....

Creeettss.... Creeettss... Creeettss...

Tubuh mereka terhentak-hentak, dan secara bersamaan mereka mencapai klimaks terenak yang mereka rasakan.

Setelah orgasme itu meredah, mereka berdua terbaring lemas dengan deruh nafas memburu.

Yenni memeluk muridnya, lalu mencium wajah muridnya sebagai ungkapan terimakasih, sementara Ria tampak senang mendapatkan perlakuan intim dari Guru tercintanya.

Sementara itu di luar ruangan, tampak Enni mendesah beberapa kali. Mendengar suara erangan mereka membuat Eni menjadi birahi.

Beruntung tidak lama kemudian Ria keluar dari ruangan tersebut lalu di susul oleh Yenni.

"Gila ya kamu, suara kalian kenceng banget." Omel Eni kepada sahabatnya.

Yenni meletakan kedua tangannya diatas meja untuk di jadikan bantalan kepalanya. "Habis enak si!! Kamu mau coba?" Goda Yenni.

Enni menggelengkan kepalanya. "Aku masih normal." Seloroh Enni sembari terkikik.

*****

Hari libur selalu di manfaatkan para santri untuk bermain sepuasnya, ataupun berbelanja di pasar terdekat dengan menaiki angkutan desa. Sebagian lagi memilih untuk pulang ke rumah, bagi mereka yang tinggal tidak jauh dari pesantren.

Di pinggiran lapangan sepak bola yang ada di depan pesantren, tampak beberapa santri tengah beristirahat setelah melakukan pertandingan persahabatan antar kelas. Sembari mengistirahatkan tubuh mereka, Rayhan, Rico, Doni dan Azril membicarakan tentang kejadian semalam, yang membuat heboh satu pesantren.

"Gila memang." Umpat Rico.

Doni meneguk minumannya. "Tapi aku salut sama orang itu." Ujar Doni, alhasil teman-temannya menatapnya dengan tajam.

"Kamu mendukung perbuatan orang tersebut?" Tuduh Rayhan.

Doni menggelengkan kepalanya. "Ya enggaklah, maksudku aku salut dengan keberaniannya! Bayangkan kalau orang itu tertangkap, bisa habis dia di gebuk satu pesantren." Jelas Doni.

"Kira-kira siapa pelakunya ya?" Tanya Azril.

"Rasanya tidak mungkin orang luar." Kata Nico, menganalisa kejadian tadi malam.

"Bisa jadi." Timpal Riko.

"Tapi kalau orang dalam rasanya juga tidak mungkin, karena pasti muda di lacak." Jelas Rayhan, meragukan hipotesa sahabatnya.

Doni ikut menyampaikan hipotesa nya. "Tapi kalau orang luar, bagaimana dia bisa kabur dengan muda? Itu artinya orang tersebut sangat memahami dena lokasi pesantren." Ujar Doni.

"Atau jangan-jangan yang melakukannya orang luar, tapi di bantu orang dalam." Tebak Azril.

"Itu bisa juga." Ujar Nico.

"Tapi buat apa orang tersebut membantu orang luar buat memperkosa santri kita? Apa untungnya?" Tanya Rayhan, semua kembali terdiam.

Kasus yang terjadi semalam memang masih menerawang. Bahkan pihak kepolisian sendiri belum bisa memastikan motif dari perbuatan sang pelaku, sejauh ini kesimpulan yang di ambil polisi hanya sebuah tindakan pemerkosaan biasa.

Setelah di rasa cukup beristirahat, Rayhan segera beranjak dari duduknya. "Aku duluan ya, ada urusan." Ujar Rayhan.

"Mau kemana?" Tanya Doni.

"Ada deh!" Jawab Rayhan sembari melambaikan tangannya kearah teman-temannya.

Azril juga ikut beranjak. "Aku juga duluan ya, mau kepasar." Ujar Azril sebelum di tanya oleh teman-temannya.

Selepas kepergian Rayhan dan Azril, Doni, Nico dan Riko kembali melanjutkan permainan bersama teman-temannya yang lain.

*****


Haifa


Asyifa

Setelah mandi dan berganti pakaian, Rayhan bergegas menujur klinik Ustadza Haifa yang berada di dekat villa. Sejujurnya Rayhan tidak terlalu suka menjadi pengurus, dia tidak ingin direpotkan oleh tugas-tugas pengurus, apa lagi sekarang ia malah di suruh menjadi pengurus bagian kesehatan.

Tapi mau bagaimana lagi, Rayhan tentu tidak berani membantah permintaan Kakaknya.

Setibanya di depan klinik kesehatan, Rayhan sempat merasa ragu untuk menemui Ustadza Haifa. Tapi setelah teringat dengan cubitan Kakaknya, Rayhan akhirnya tetap menuju ke klinik.

Sementara itu tampak seorang santriwati hendak keluar dari klinik, baru saja ia ingin membuka pintu klinik, tiba-tiba pintu tersebut di dorong ke dalam, alhasil gadis cantik itu terjengkang karena terkena benturan dari pintu klinik yang tiba-tiba di buka seseorang.

Rayhan yang membuka pintu tersebut tampak mematung, ia memandangi Asyifa yang terduduk dengan kedua kaki mengangkang.

Wajah Rayhan tampak mengeras, menatap nanar kearah selangkangan Asyifa yang terbuka.

"Aduh..." Rengek Asyifa sembari memegangi pinggulnya.

Gadis cantik itu tidak sadar kalau ada seorang pemuda di depannya yang sedang menatap nanar kearah selangkangannya. Dan sialnya, Asyifa hanya mengenakan dalaman berwarna biru muda dengan motif Doraemon.

Saat sadar ada Rayhan di depannya, Asyifa bukannya segera menutup roknya, dia malah terdiam sejenak.

"Astaghfirullah.... Aaaaa..." Jerit Asyifa.

Alhasil jeritannya mengundang Haifa keluar dari ruangannya, dan melihat ada Rayhan yang mematung di depan Asyifa.

Saat sadar apa yang sedang terjadi, Haifa bukannya memarahi Rayhan ia malah tertawa.

"Ya Tuhan Asyifa! Buruan di tutup, menang banyak Rayhan. Hihihi..." Tegur Haifa sembari cekikikan. Ia tidak bisa membayangkan perasaan Rayhan maupun Asyifa saat ini.

Buru-buru Asyifa menutup roknya. "Kamu gila ya?" Bentak Asyifa kesal.

"Gak sengaja..."

"Ketuk dulu kek, salam dulu kek, jangan asal buka, gak sopan banget si." Protes Asyifa.

Haifa buru-buru menengahi mereka berdua. "Sudah-sudah, kan Rayhan gak sengaja." Ujar Haifa kepada Asyifa, sembari membantu Asyifa berdiri. "Ada yang luka sayang?" Tanya Haifa lagi

Asyifa menggelengkan kepalanya. "Gak ada Ustadza." Ujar Asyifa ketus, karena ia masih merasa kesal dengan Rayhan yang sudah membuatnya terjengkang dengan posisi yang sangat memalukan.

"Kamu juga Ray, lain kali hati-hati, jadi kelihatan kan dalamannya Asyifa." Goda Haifa. Rayhan tersenyum geli, sementara Asyifa tampak cemberut.

"Ustadza..." Rengek Asyifa.

Di depannya Asyifa, Rayhan terkikikan. "Cuman keliatan sedikit kok." Goda Rayhan, membuat Asyifa makin jengkel terhadap Rayhan.

"Dasar mesum." Umpat Asyifa.

Rayhan tidak mau kalah, ia dengan sengaja menyanyikan soundtrack Doraemon. "Aku ingin begini, aku ingin begitu aku ingin..." Tiba-tiba sandal melayang kearah Rayhan, tapi masih bisa Rayhan hindari.

"Mesuuuuum...." Jerit Asyifa.

Haifa makin tertawa terpingkal-pingkal. "Udah-udah, jangan berantem, nanti malah jatuh cinta loh." Goda Haifa, membuat Asyifa makin kesal, tapi tentu saja ia tidak bisa marah kepada Haifa.

"Dih najis Ustadza." Tolak Asyifa.

Rayhan ikut tertawa renyah. "Yakin..." Goda Rayhan.

"Ustadzah aku pulang dulu ya, sudah gak mod." Asyifa segera menyalimi Haifa. "Hati-hati Ustadza, ada pria mesum di sini." Sindir Asyifa sembari melirik kearah Rayhan yang tengah tersenyum menggoda.

Segera Asyifa pergi meninggalkan Clinik sembari memasang wajah masam kearah Rayhan.

"Masuk Ray!" Ajak Haifa masuk ke dalam ruangannya.

Rayhan sempat memandangi Asyifa sejenak, sebelum akhirnya mengekor masuk kedalam ruangan Haifa.

*****


Clara

"Mau kemana?" Tanya Adinda, melihat Clara yang sedang mengenakan sandal.

"Biasa." Ujar Clara sembari mengedipkan matanya.

"Mau ketemu Dedi lagi? Ingat jangan terlalu serius, Dedi itu playboy." Nasehat Adinda, ia khawatir sahabatnya kemakan rayuan playboy nya Dedi.

"Siap Bu Kiayi." Seloroh Clara.

Adinda mendesah pelan, sembari menggeleng-gelengkan kepalanya. Sebenarnya Adinda kurang setuju Clara berpacaran dengan Dedi, karena ia khawatir Dedi hanya ingin mempermainkan sahabatnya saja, tetapi ia juga merasa tidak berhak melarang Clara berpacaran dengan Dedi.

Adinda hanya berharap, sahabatnya itu bisa menjaga dirinya dengan baik.

Saat sedang menunggu angkutan desa, tiba-tiba ia melihat sosok Azril yang juga sedang menunggu angkutan desa. Alhasil mereka berdua menunggu bersama, setidaknya Clara merasa ada teman.

"Kamu mau kemana?" Sapa Clara.

"Pasar, kamu?"

"Sama aku juga, kalau begitu barengan aja ya." Ajak Clara.

Hati Azril berbunga-bunga karena bisa barengan dengan wanita idamannya. "I-iya." Jawab singkat Azril yang tampak salah tingkah.

Tidak lama kemudian angkutan yang mereka tunggu pun tiba, segera mereka berdua masuk ke dalam mobil, Azril memilih paling belakang dekat jendela belakang mobil, yang kemudian di susul Clara yang duduk di sampingnya.

Selama di perjalanan Azril lebih banyak diam, walaupun sebenarnya ada banyak yang ingin ia katakan kepada Clara, hanya saja mulutnya terasa kaku.

Hingga akhirnya merekapun tiba di pasar, segera Azril dan Clara turun dari mobil. Dengan cepat Azril membayarkan ongkos Clara, biar di bilang cowok yang perhatian.

"Terimakasih ya!" Ucap Clara.

Azril tersenyum manis. "Sama-sama Uhkti." Jawab Azril kaku.

"Nyebrang yuk." Clara menarik tangan Azril untuk menyebrang.

Azril hanya diam saja, terpaku tak percaya kalau saat ini dirinya sedang menggenggam tangan seorang gadis pujaan hatinya. Rasanya lembut dan hangat, membuat Azril makin berbunga-bunga.

Setelah menyebrang jalan, Clara segera melepaskan genggamannya.

"Kamu mau membeli apa?" Tanya Azril basa-basi.

"Gak ada, cuman lagi nunggu teman aja."

"Oh gitu, aku temanin ya, sampe temannya datang." Tawar Azril.

"Boleh."

Selagi menunggu temannya Clara datang, mereka memutuskan untuk membeli minuman sembari mengobrol ringan.

Tidak lama kemudian yang di tunggupun datang, Azril terlihat kaget saat tau siapa yang sedang di tunggu oleh wanita pujaan hatinya. Terus terang, perasaan Azril saat ini campur aduk.

"Lama banget yang." Rutuk manja Clara.

Dedi tersenyum. "Maaf sayang, tadi ada urusan sedikit, hehe..." Ujar Dedi.

"Mau sekarang." Tanya Clara.

"Yuk, udah gak tahan." Ajak Dedi.

Clara melihat kearah Azril. "Azril aku duluan ya." Ujar Clara kepada Azril.

"Mau kemana?" Tanya Azril penasaran.

Belum sempat Clara menjawab, Dedi lebih dulu menjawab. "Mau ke sana." Dedi menunjuk sebuah bangunan yang bertuliskan losmen melati. "Kita mau ngentot." Sambung Dedi setengah berbisik, Clara yang kaget mengikut kekasihnya.

"Sayang..." Geram Clara.

Azril yang shock diam saja, ia tidak menyangkah kalau wanita yang ia kira baik, ternyata ingin melakukan zinah dengan kekasihnya.

"Jangan kamu sebarin ya, awas kalau sampai kamu sebarin kami ngentot." Ancam Dedi sembari mengepalkan tangannya.

"Zril tolong jangan kasih tau siapa-siapa ya." Mohon Clara.

Azril mengangguk lemah. "I-iya, aku gak akan kasih tau siapa-siapa." Jawab Azril terbata-bata, hatinya saat ini benar-benar remuk.

"Sekalian Zril, minta uang seratus dong, buat sewa ngentot." Kelakar Dedi, dan lagi-lagi Clara menegurnya.

Azril yang notabenenya penakut, terpaksa merogo saku celananya, dan memberikan uang tersebut kepada Dedi dengan perasaan yang sulit di gambarkan, bahkan tanpa mereka sadari, mata Azril kini tengah berkaca-kaca menahan rasa sakit di dadanya.

"Terimakasih bro! Lumayan dapat ngentot gratis." Ucap Dedi memanas-manasi Azril.

Clara yang merasa kasihan kepada Azril, segera mengajak kekasihnya pergi, sementara Azril terlihat mematung, memandangi orang yang dia cintai berjalan menuju sebuah losmen.

Hati Azril bukan hanya terluka, ataupun retak, kini hati Azril benar-benar hancur. Bukan hanya karena mengetahui kalau wanita yang ia cintai telah memiliki kekasih, tetapi juga karena wanita yang ia cintai sudah di nodai oleh pria lain, dan parahnya lagi, hari ini dirinya sendiri yang membiayai wanita pujaan hatinya untuk memadu kasih.

Azril terduduk lemas tepat ketika Clara dan Dedi menghilang di balik pintu losmen. Ia menumpahkan perasaannya dengan tangisan.

Bayangan-bayangan tubuh telanjang Clara yang tengah di jamah Dedi, mengusik pikirannya.

******


Mariska

Di tempat berbeda, Ustadza Mariska di temani Hj Irma sedang menuju kediaman Pak Sobri yang tinggal di perumahan elit di tengah-tengah kota. Mereka sengaja menyewa mobil pribadi, karena kalau harus menaiki mobil umum, mereka harus dua kali berganti kendaraan umum.

Setelah satu setengah jam perjalanan, akhirnya mereka tiba di depan rumah Pak Sobri yang terbilang besar dan mewah.

Setibanya di sana mereka di sambut oleh ajudan Pak Sobri, kemudian mereka di persilahkan masuk ke dalam rumah Pak Sobri yang begitu besar, bahkan ruangan tamunya saja berukuran 5X5 yang di isi oleh barang-barang mewah.

Hampir lima menit mereka menunggu, akhirnya Pak Sobri menemui mereka.

"Maaf ya Bu Haja, tadi lagi ada keperluan sedikit." Ujar Pak Sobri tenang, sembari menghisap rokoknya di hadapan dua orang wanita Soleha.

"Iya gak apa-apa Pak." Jawab Hj Irma.

"Fuuuuh..." Pak Sobri menghembuskan asap rokoknya. "Jadi ada perlu apa Bu Haja sama Ustadza Mariska bertemu dengan saya?" Tanya Pak Sobri, padahal sebelumnya Hj Irma sudah memberitahu maksud kedatangan mereka hari ini.

"Sebenarnya yang ada keperluan sama Bapak Ustadza Mariska." Ujar Hj Irma. "Sampaikan saja Ustadza, jangan malu-malu." Pinta Hj Irma.

Walaupun sempat ragu, tapi pada akhirnya Mariska menyampaikan maksud dan tujuannya menemui Pak Sobri. Ia meminta keringanan kepada Pak Sobri tentang hutang Suaminya, dan ia berjanji secepatnya dia akan melunasi hutang Suaminya.

Tapi tentu saja Pak Sobri menolaknya, ia memiliki niat lain terhadap Mariska.

Haja Irma yang merasa bertanggung jawab atas masalah yang di alami Ustadza Mariska, mencoba bernegosiasi dengan Pak Sobri, membujuk Pak Sobri agar mau memberikan keringanan.

"Begini saja, saya bersedia membantu Ustadza Mariska tapi dengan satu syarat." Ujar Pak Sobri, seraya mematikan rokoknya.

"Apa syarat nya Pak?" Tanya Mariska antusias.

Pak Sobri mencondongkan tubuhnya ke depan. "Sejujurnya dari dulu saya sangat mengagumi Ustadza Mariska, selain cantik Ustadza Mariska juga sangat pintar." Ujar Pak Sobri berbasa-basi.

"Langsung saja Pak." Kejar Mariska, entah kenapa Mariska merasa tidak nyaman dengan pujian Pak Sobri.

"Oke." Pak Sobri kembali menyandarkan punggungnya. "Saya akan berterus terang sekarang! Saya menyukai Ustadza Mariska, saya menyetujui permintaan Ustadza Mariska asalkan Ustadza mau menikah dengan saya." Ucapan Pak Sobri barusan bagaikan petir di siang bolong bagi Mariska.

"Astaghfirullah..." Pekik Mariska emosi.

Hj Irma yang berada di sampingnya berusaha menenangkan Mariska. "Kalau Ustadza tidak mau ya tidak apa-apa." Ujar Pak Sobri sembari tersenyum sinis.

"Anda sangat menjijikan! Saya tidak sudi menjadi Istri anda." Geram Mariska, ia segera beranjak dari tempat duduknya. "Ayo Umi, kita tinggalkan rumah lakna ini." Ajak Mariska penuh emosi.

"Maaf ya Pak! Tapi terimakasih sudah mau menerima kami." Ujar Hj Irma sopan, membuat Mariska makin gusar.

"Sama-sama Bu Haja." Jawab Pak Sobri.

Mariska segera menarik tangan Hj Irma untuk pergi meninggalkan rumah Pak Sobri. Dari dulu ia sudah merasa kalau pria tersebut bukanlah orang baik, melainkan manusia terbejat yang pernah ia temui.

Mariska merasa sangat menyesal karena sempat memohon kepada pria yang tidak berakhlak seperti Pak Sobri.

Selama di perjalanan pulang, Mariska mengungkapkan kekesalannya di hadapan Hj Irma, sementara Hj Irma hanya diam saja mendengarkan caci maki Mariska terhadap Pak Sobri.

*****


Clara

Kembali ke penginapan melati, tampak sepasang kekasih yang baru menyewa kamar sedang bermesraan, mereka berpelukan sembari berciuman hangat. Kedua tangan Dedi menggerayangi punggung dan pantat Clara yang terasa kenyal.

Clara yang juga sudah sangat terangsang, meladeni kenakalan kekasihnya, ia melumat menyedot dan membelit mesrah lidah Dedi.

"Aku beruntung mendapatkan kamu sayang." Bisik Dedi merayu Clara.

Clara tersipu malu mendengarnya. "Jangan pernah tinggalin aku sayang." Manja Clara, sembari membuka celana Dedi.

"Tentu saja, aku sangat mencintaimu." Jawab Dedi.

Clara berlutut di hadapan Dedi, kemudian ia menanggalkan celana Dedi, menggenggam mengurut penis Dedi yang tengah ereksi maksimal. Dedi terlihat sangat menikmati sentuhan tangan kekasihnya.

"Kamu jahat banget Yang tadi." Keluh Clara.

Dedi membelai kepala Clara yang tertutup hijab putih. "Jahat kenapa?" Tanya Dedi heran.

Clara tidak langsung menjawab, ia menjilati kepala penis Dedi, menggelitik lobang kencing dengan ujung lidahnya. "Kamukan tau kalau Azril suka sama aku?" Jawab Clara, kemudian ia melahap penis Dedi, mengulumnya dengan perlahan.

"Ssstt.... Aaahkk... Gak apa-apa sayang, aku sengaja manas-manasin dia! Kira-kira gimana ya perasaan Azril sekarang?"

Sluuuppsss... Sluuuppsss.... Sluuuppsss...

"Hancur Yang, pasti hancur banget, apa lagi kamu kasih tau dia kalau kita mau ngentot." Ujar Clara sembari mengoral penis Dedi.

"Lebih parah lagi, yang bayarin sewa kamarnya dia, hehehe..." Tambah Dedi.

Sapuan lidah Clara turun menuju kantung testis Dedi, ia menjilatinya dengan perlahan, kemudian menghisapnya dengan lembut. "Puas kamu Sayang, nyakitin dia? Aku yakin Azril pasti sangat benci sama aku." Rajuk Clara.

Dedi membantu Clara berdiri, lalu ia menidurkan Clara diatas tempat tidur. Sembari berlutut ia menyingkap rok yang di kenakan Clara, menarik turun celana dalam Clara hingga vagina Clara yang telah basah, terpampang di hadapannya saat ini.

Bibir hitam Dedi menciumi paha Clara secara bergantian kiri dan kanan.

"Ssssttt... Aahkkk..." Desah Clara.

Cup... Cup... Cup...

"Azril gak mungkin benci kamu sayang! Kalau tidak percaya coba saja tegur dia besok." Usul Dedi.

Kemudian Dedi membenamkan wajahnya di selangkangan Clara, mencium dan menjilati bibir kemaluan Clara dengan sangat rakus. Lidahnya menari-nari menggelitik clitoris Clara, menghisapnya dengan rakus, membuat Clara menggelinjang.

Sembari menjilati clitorisnya, Dedi memasukan kedua jarinya ke dalam vagina Clara, ia menusuk-nusuk vagina Clara dengan kedua jarinya.

"Oughk... Yang! Aaahkk... Enak Yang." Rintih Clara.

Sluuuppsss.... Sluuuppsss... Sluuuppsss...

Dedi memutar tubuh Clara hingga menungging, lalu kemudian ia kembali menjilati vagina Clara dari belakang, hingga membuat Clara menggelinjang keenakan merasakan sapuan lidah kekasihnya.

Kedua tangan Clara mengepal, dan raut wajahnya yang memerah tampak mengeras.

Setelah di rasa cukup, Dedi segera naik keatas tempat tidur sembari mengarahkan terpedonya kearah bibir vagina Clara. Ia menyingkap kembali rok yang di kenakan Clara keatas pinggangnya.

Bleesss...

Dengan satu hentakan, penis Dedi bersemayam di dalam lobang peranakan Clara.

"Oughk... Enak Yang! Aaahkk... Aaahkk..."

Plooookss... Plooookss... Plooookss...

Dedi menggoyang pinggulnya maju mundur, menyodok-nyodok lobang vagina Clara.

Semakin lama sodokan Dedi semakin cepat seiring dengan dinding vagina Clara yang semakin licin. Dengan gemasnya Dedi menampar bongkahan panta Clara yang putih mulus.

Plaaaak... Plaaaak... Plaaaak...

"Oughk... Aaahkk... Sayaaaang! Aaaahk... Eenak Yang! Aaahkk..." Desah Clara.

Plooookss... Plooookss... Plooookss...

Jemari Dedi mencengkram erat pantat Clara, sembari menghujani terpedonya dengan sangat kasar, mengobrak-abrik vagina Clara tanpa ampun.

Plooookss... Plooookss... Plooookss...

"Sayang aku keluaaaar..." Jerit Clara.

Dedi segera mencabut penisnya, tampak lelehan lendir kewanitaan Clara yang mengalir, menetes keatas sprei tempat tidur mereka.

Tubuh Clara terhempas diatas kasur, dengan nafas memburu. Dari raut wajahnya ia terlihat begitu puas setelah menerima gempuran penis dari kekasihnya, pria pertama yang membobol perawannya.

Dedi yang belum puas memutar tubuh Clara hingga terlentang, kemudian ia menindih tubuh Clara.

Dengan inisiatifnya sendiri Clara menuntun penis Dedi untuk kembali berada di kemaluannya. Perlahan Dedi mendorong masuk penisnya kedalam vagina Clara yang sudah sangat licin.

Plooookss... Plooookss... Plooookss...

Kembali Dedi mengajar vagina kekasihnya, sembari membuka kaos yang di kenakan Clara, berikut dengan bra-nya. Dedi hanya menyisakan jilbab Clara dan rok panjang yang masih di kenakan Clara.

Sembari menggenjot vagina kekasihnya, kedua tangan Dedi bermain manja diatas payudara Clara, memilih putingnya dengan gemas.

"Aaahkk... Aaaahkk... Aaahkk..."

"Sayang aku keluar..." Erang Dedi.

Clara menatap sayu mata kekasihnya. "Jangan di dalam sayang." Pinta Clara yang juga hendak orgasme.

Plooookss... Plooookss... Plooookss...

Dedi yang seakan tidak perduli malah semakin dalam membenamkan penisnya di dalam rahim Clara. Penisnya berkedut-kedut beberapa kali, hingga akhirnya ia melepaskan spermanya di dalam rahim kekasihnya tanpa perduli tentang kekhawatiran Clara.

Croootss... Croootss... Croootss...

Clara dapat merasakan hangatnya sperma Dedi di dalam rahimnya, hal tersebut malah membuat Clara ikut orgasme.

Creeettss... Creeettss... Creeettss...

Tubuh Dedi ambruk diatas tubuh Clara, reflek Clara memeluk tubuh kekasihnya yang bermandikan keringat setelah menggempur tubuhnya.

"Aku puas sayang!" Bisik Clara.

******


Nadia


Helena

Seperti biasanya Pak Eddi selalu memilih jalan melewati rumah Ustadza Nadia, walaupun itu artinya ia harus memutar, membuat jarak semakin jauh. Tapi Pak Eddi tidak mempermasalahkannya, asalkan bisa bertemu dan menyapa Ustadza Nadia.

Beberapa langkah lagi ia akan melewati rumah Ustadza Nadia, membuat Pak Eddi was-was dan terlihat sangat gugup.

Dan yang ia takutkan pun terjadi, ia tidak melihat wanita idamannya berada di depan rumahnya, bahkan rumah Ustadza Nadia terlihat sepi. Kondisi tersebut membuat Pak Eddi sedikit kecewa.

Tapi tiba-tiba...

"Mau kemana Pak?" Terdengar suara merdu yang sangat ia kenal.

Pak Eddi menghentikan langkahnya, menatap gadis cantik yang berdiri di depan rumahnya. "Cuman keliling-keliling aja Nak Helen." Balas Pak Eddi kepada putrinya Nadia.

"Ehmmm..."

"Nak Helen mau kemana?" Tanya balik Pak Eddi, sebenarnya ia ingin bertanya tentang Ibunya Nadia, tapi Pak Eddi takut nanti Helena menaruh curiga kepadanya.

Helena mengenakan sandalnya. "Mau ke asrama teman Pak! Helena duluan ya Pak." Pamit Helena, lalu kemudian pergi meninggalkan Pak Eddi.

Pak Eddi mendesah pelan, ia tidak cukup punya keberanian untuk menanyakan sosok Nadia kepada anaknya. Saat ia hendak kembali melanjutkan langkahnya, tiba-tiba wanita yang ingin ia temui keluar dari dalam rumahnya.

Nadia terlihat begitu cantik dengan gamis berwarna coklat muda di padu dengan hijab yang sewarna.

"Baru pulang Pak?" Sapa Nadia.

Pak Eddi mengangguk. "Iya Bu Ustadza, mau kemana Bu Ustadza?" Tanya Pak Eddi, di dalam hati ia kegirangan karena bisa bertemu dengan Nadia.

"Gak kemana-mana, sengaja keluar karena tadi sempat dengar suaranya Pak Eddi." Aku Nadia, membuat Pak Eddi salah tingkah. "Mampir dulu Pak." Tawar Nadia sopan.

"Takut merepotkan Bu Ustadza." Tolak Pak Eddi.

Nadia tersenyum menggoda. "Takut merepotkan apa karena gak enak sama suami saya?" Sindir Nadia.

"Bu Ustadza bisa aja."

"Katanya mau mampir kalau Suami saya sedang tidak ada di rumah?" Singgung Nadia.

"Emang Pak Ustadnya kemana?"

"Gak tau tuh Pak pergi kemana, katanya tadi ada urusan aja, pulangnya nanti selepas magrib." Jawab Nadia. "Jadi mampir gak ni Pak?" Tanya Nadia setengah memaksa.

"Gak enak Bu, nanti di lihat orang malah jadi fitnah." Ujar Pak Eddi beralasan.

Nadia menghela nafas. "Kan gak ada orang." Nadia melihat kekiri dan kanan. "Bilang aja kalau Bapak gak mau nampir, terlalu banyak alasan." Rajuk Nadia, membuat Pak Eddi menjadi serba salah antara mengiyakan ajakan Nadia, atau menolaknya.

"Boleh deh, kalau Bu Ustadza memaksa."

"Na gitu dong, masak sudah janji mau mampir malah gak jadi." Omel Nadia, yang kemudian mempersilahkan Pak Eddi masuk ke dalam rumahnya, padahal saat itu rumahnya sedang tidak ada orang.

Sebagai seorang muslimah seharusnya Nadia tidak mengizinkan pria lain yang bukan muhrimnya masuk ke dalam rumahnya, apa lagi di saat Suaminya sedang tidak ada di rumah. Tetapi Nadia seakan mengabaikan kewajiban nya sebagai seorang muslim.

Selagi Nadia membuatkannya minumannya, Pak Eddi terlihat santai sembari memandangi bingkai foto Nadia yang ada di dinding rumah Nadia.

Tidak lama kemudian Nadia kembali menemui Pak Eddi sembari membawa minuman.

"Bengong aja Pak! Liatin apa si?" Tegur Nadia sembari meletakan segelas kopi diatas meja.

Pak Eddi tersenyum. "Ngeliatin foto Bu Ustadza waktu nikah dulu! Cantik banget." Puji Pak Eddi tak segan memuji wanita yang ada di dekatnya.

"Cantik kan mana dulu sama sekarang?"

Pak Eddi diam sejenak sembari memandang lekat foto yang ada di dinding rumah Nadia, lalu beralih kearah Nadia. "Sama cantiknya Mbak, tapi yang sekarang lebih berisi." Ujar Pak Eddi yang terbilang nekat.

"Berisi gimana Pak? Lebih gendut gitu."

"Bukan Bu Ustadza, tapi lebih montok, lebih enak di lihat." Jawab Pak Eddi semakin berani.

"Hussstt... Sembarangan! Ingat sudah punya orang. Hihihi..." Canda Nadia, sembari terkikik renyah.

"Kan yang punya lagi gak ada."

"Emang Pak Eddi berani?" Tantang Nadia menggoda.

Sebenarnya Pak Eddi ingin sekali menerkam Ustadza Nadia saat ini juga, tapi sayang ia tidak cukup berani. "Gak berani Bu, takut kualat, hehehe..." Jawab Pak Eddi seraya memandangi kecantikan Nadia.

"Dasar Pak Eddi, di minum Pak, nanti keburu dingin." Pinta Nadia.

"Terimakasih Bu Ustadza." Pak Eddi segera menyeruput kopi pemberian Ustadza Nadia.

Nadia terlihat panik melihat wajah Pak Eddi yang tegang setelah mencicipi kopinya. "Gak enak ya Pak? Kurang manis atau gimana?" Tanya Nadia panik.

Pak Eddi tidak langsung menjawab, dengan raut wajah misterius Pak Eddi memandangi Nadia.

"Kemanisan Bu Ustadza." Jawab Pak Eddi.

Nadia merenyitkan dahinya karena keheranan. "Masak si pak, padahal aku ngasi gulanya biasa aja." Buru-buru Nadia mengambil kopi tersebut dan mencicipinya, dan rasanya tidak ada yang aneh.

"Tuhkan gak kemanisan! Biasa aja Pak." Ujar Nadia.

Pak Eddipun tertawa puas setelah berhasil mengerjai Nadia. "Soalnya saya minum kopi ini sambil ngeliatin Ustadza, jadinya makin manis! Hahaha..." Canda garing Pak Eddi, tapi berhasil membuat Nadia ikut tertawa renyah.

"Bisa aja Pak Eddi."

*****


Fatimah

Malam hari 19:30

Di dalam sebuah kamar, tampak seorang wanita paruh baya tengah merias dirinya. Ia memoles bibirnya dengan lipstik merah, setelah selesai ia mematut dirinya di depan cermin, memandangi wajahnya yang masih cantik di usianya yang sudah tidak muda lagi.

"Jangan nangis... Jangan nangis..." Gumam Hj Fatimah.

Cobaan yang ia hadapi saat ini memanglah sangat besar, tetapi ia percaya badai pasti berlalu dan ia memiliki keyakinan kalau dirinya mampu melewati badai yang tengah menerpa dirinya saat ini.

Fatimah tidak habis pikir, kenapa Pak Sobri begitu menginginkannya, padahal usianya sudah tidak mudah lagi. Apakah peredikat sebagai seorang Istri Kiayi yang membuat Pak Sobri begitu menginginkan dirinya, begitu ingin mengoyak harga dirinya.

Setelah di rasa cukup tenang, Hj Fatimah segera meninggalkan kamarnya.

"Mau kemana Mi?" Tegur Elliza.

Fatimah tersenyum menutupi kegelisahan hatinya. "Mau ke rumah Hj Irma, ada perlu." Ujar Fatiimah jujur, tapi ia tidak memberitahu putrinya kalau ia kesana untuk melacurkan diri.

"Titip salam sama Amma Irma Umi."

"Iya sayang, nanti Umi sampaikan." Jawab Fatimah, yang kemudian pamit pergi.

*****


Laras

Sementara itu di tempat berbeda, tampak Laras yang sedang menonton sinetron kesukaannya, sembari memijit kakinya yang masih terasa sakit. Padahal sebelumnya kakinya sedikit membaik setelah di pijit oleh keponakannya Daniel.

Mengingat Daniel, membuat Laras kembali teringat tentang kejadian akhir-akhir ini bersama Daniel.

"Ya Tuhan, apa yang kupikirkan." Gumam Laras.

Ia mencoba menepis bayangan-bayangan memalukan bersama Daniel sembari memfokuskan dirinya ke dalam alur cerita sinetron.

Tiba-tiba Daniel datang menghampirinya, membuat Laras sedikit kikuk.

"Gimana Kaki Amma? Sudah mendingan?" Tanya Daniel.

Laras sedikit meringis. "Masih sakit Dan, kemarin waktu kamu pijitin agak mendingan, tapi sekarang sakit lagi." Jawab Laras sembari memijit Kakinya.

"Biar saya lihat Amma."

Daniel Duduk di lantai sembari memegangi pergelangan kaki Laras yang masih terlihat bengkak. Kemudian ia menekan-nekan bagian bengkak tersebut membuat Laras mengadu kesakitan.

"Sssttt... Sakit." Keluh Laras.

"Tahan ya Amma." Ujar Daniel, sembari mengurut pergelangan kaki Laras. "Sepertinya ini semakin parah Amma, kalau Amma mau ini harus di pijit secara menyeluruh." Ujar Daniel.

"Kamu bisa sembuhkan kaki Ammakan Dan?"

"Bisa kok, saya ambilkan minyaknya dulu." Ujar Daniel beranjak dari tempatnya.

Tidak lama kemudian Daniel kembali sembari membawa sebotol minyak yang terlihat bening dan segelas jahe hangat untuk Laras.

Ia meminta Laras untuk meminum minuman tersebut, setelah habis Laras di minta telungkup.

"Tahan ya Amma!" Pinta Daniel.

"Iya Dan."

Daniel kembali menyentuh pergelangan kaki Laras, memijit pelan pergelangan kaki Laras hingga Laras mengaduh kesakitan.

Setelah di rasa cukup pijitan Daniel naik keatas ke betis Laras yang tertutup celana piyama panjang berbahan katun. Dengan lembut ia memijitnya, membuat Laras mulai tampak rileks.

"Gimana rasanya Amma?" Tanya Daniel.

"Lumayan Dan, tidak sesakit tadi." Jawab Laras, yang terlihat menikmati pijitan Daniel.

Jemari Daniel kembali berpindah ke bagian dalam lutut Laras. "Otot-otot kaki Ustadza terlalu kaku, jadi harus di bikin rileks." Ujar Daniel.

"Ssssttt... Dan! Eehmm..."

"Sakit Amma?"

Laras menggelengkan kepalanya. "Gak kok, ehmmm..." Rintih Laras.

Tampak Laras terlihat mulai gelisah, dan tanpa di sadari Laras Daniel tersenyum penuh arti. Minuman yang di minum Laras barusan sudah di campur dengan obat perangsang, sehingga wajar saja kalau Laras mulai gelisah, di tambah lagi sentuhan Daniel barusan mengenai titik gelinya.

Pijatan Daniel naik keatas, menuju paha Laras terus naik hingga kepangkal paha Laras.

"Tidak jangan sekarang..." Gumam Laras.

Kedua kakinya bergerak pelan menahan gejolak birahinya yang tiba-tiba saja muncul tanpa diundang. Di tambah lagi dengan pijitan Daniel yang mendekati bagian sensitifnya membuat Laras tidak tahan.

Nafas Laras memburu, pantatnya bergoyang-goyang kekiri dan kanan. Laras terlihat mulai tidak tenang, tapi di sisi lain tubuhnya mulai menikmatinya.

"Kalau sakit bilang ya Amma."

Laras menggigit bibirnya sejenak sebelum menjawab. "I-iya Dan! Aaahkk... Sssttt..." Erang Laras makin kencang ketika pijitan Daniel makin keatas.

"Amma jarang di pijit ya?"

"Iya, Ughk... Sudah lama Amma gak di pijit Dan! Eehmmm... Dan, bisa di bagian betis aja gak ngurutnya?" Pinta Laras yang semakin merasa tidak nyaman.

Bukannya turun Daniel malah memijit pantat Laras. "Emang kenapa Amma, sakit ya? Pantat Amma juga harus di pijit agar otot-otot nya tidak kaku." Ujar Daniel memberi alasan yang membuat Laras tidak bisa membantahnya.

Pijitan Daniel kembali turun kebawah, menuju betis hingga kembali ke pergelangan kaki Laras, tapi tidak lama kemudian pijitannya kembali keatas.

Creetss...

Tanpa bisa dicegah, cairan bening itu mulai keluar dari sela-sela kemaluannya.

"Eehmm... Aaahkk... Aaahkk..."

Daniel menyusupkan kedua jarinya ke dalam piyama Laras, memijit pinggul Laras sembari menarik turun sedikit demi sedikit celana piyama yang di kenakan Laras.

Laras yang sudah di landa birahi sama sekali tidak menyadari perbuatan Daniel. Ia sama sekali tidak menyadari kalau jemari Daniel sudah menarik turun celananya, hingga belahan pantatnya terlihat jelas.

Pijitan Daniel kembali menuju paha dan betis Laras, lalu kembali naik keatas.

Ia menyusupkan lebih dalam jemarinya, hingga celana piyama berikut dengan dalam Laras ikut tertarik kebawah. Kini tertampang jelas bulatan pantat Laras yang terlihat putih mulus.

"Daan... Aaahkk..." Jerit Laras.

Daniel menaiki sofa, dengan begitu ia semakin leluasa memijit pantat Laras.

Sembari menarik turun celana Laras, jemarinya mulai menyasar kebagian bawah pantat Laras. Ia memijit, meremas pantat Laras, hingga membuat suara erangan Laras makin terdengar nyaring.

"Ughk.... Sssttt... Dan! Aaahkk..." Laras makin gelisah.

Beberapakali ia merubah posisi wajahnya, sesekali kekiri dan sesekali ke kanan, terkadang ia membenamkan wajahnya di bantal untuk mengurangi suara jeritannya yang semakin keras.

Merasa kalau Laras makin tidak berdaya, Daniel menggerakan jarinya ke bagian dalam selangkangan Laras, Istri dari salah satu pimpinan pesantren.

"Danieeel..." Laras hendak protes.

"Tahan Amma, ini hampir dapat uratnya." Potong Daniel sebelum Laras melarangnya.

"Aduuuuh Dan! Aaahkk... Sssttt..."

Kedua jari jempol Daniel menekan pinggiran bibir kemaluan Laras, membuat Istri KH Umar itu kian mengerang panjang.

Daniel dapat melihat bibir kemaluan Laras yang tampak sudah sangat basah.

"Ya Tuhan ada apa denganku? Sssttt... Kenapa ini enak sekali..." Jerit hati Laras yang semakin terbuai oleh sentuhan jemari Daniel.

Tanpa ada penolakan dari Laras, membuat Daniel makin leluasa menjamah bagian intim tubuh wanita Soleha yang telah berhasil ia perdaya. Dengan jari jempolnya ia menggosok bibir kemaluan Laras.

"Ughk... Aaahkk..." Erang Laras.

"Tahan ya Amma, ini hanya sebentar." Jelas Daniel menenangkan Laras.

Laras mengepal kedua tangannya, sembari membenamkan wajahnya. "Berhenti Dan... Amma sudah gak kuat lagi..." Jerit hati Laras.

Sekuat tenaga Laras menahan gelombang orgasme yang sudah berada di ujung tanduk, tetapi semakin ditahan, ia malah semakin menderita. Laras merasa dirinya sudah tidak sanggup lagi, sedikit lagi birahinya akan meledak.

Vaginanya berkedut-kedut beberapakali, seiring dengan cairan bening yang keluar semakin banyak dan makin deras membasahi celana berikut dengan sofa tempat ia berbaring.

Creeettss... Creeettss... Creeettss...

Seeeeeeeeeeeeeeeerrrr...

Nafas Laras tersengal-sengal dengan mata terpejam, Laras sadar kalau dirinya baru saja di lecehkan oleh Daniel. Tapi entah kenapa ia seakan tidak memiliki alasan untuk memergur Daniel, walaupun ia tau, kalau pemuda yang hendak membantunya ini telah melecehkan dirinya.

"Gimana Amma, sudah enakkan?" Tanya Daniel.

"Apa yang sudah kamu lakukan Dan?" Bisik hati Laras. "I-iya Dan, kayaknya sudah mendingan." Jawab Laras lemah.

Tap... Tap... Tap...

Terdengar langkah kaki dari atas yang sedang menuruni tangga.

Layaknya orang yang sedang ketahuan selingkuh, Laras buru-buru menarik kembali celananya, tepat ketika Azril tiba di ruang keluarga. Sementara Daniel terlihat begitu santai.

"Kenapa Umi?" Tanya Azril keheranan.

Laras memaksakan dirinya tersenyum. "Gak apa-apa kok sayang, kamu mau nonton?" Tanya Laras.

"Iya." Jawab Azril santai.

"Umi ke kamar duluan ya, sudah ngantuk." Ujar Laras, sembari berjalan menaiki anak tangga dengan tertatih-tatih.

Azril terdiam memandang Ibunya yang berjalan keatas, ia kaget melihat celana piyama Ibunya yang tampak basah. Tidak sampai di situ saja, ketika ia duduk di sofa, lagi-lagi ia menemukan sofanya dalam keadaan sudah basah.

"Kok basah?" Gumam Azril bingung.

*****


Fatimah

Fatimah yang baru saja tiba di kediaman KH Sahal langsung di sambut oleh saudaranya Irma. Ia di ajak ke sebuah kamar, kemudian Irma memberinya pakaian yang harus di gunakan Fatimah sebelum bertemu dengan Pak Sobri yang sudah menunggunya di kamar yang lain
.
Saat melihat pakaian yang di berikan saudaranya, Fatimah sempat protes, ia merasa pakaian tersebut sangat melecehkan dirinya sebagai seorang ahkwat.

Tetapi setelah mendapatkan penjelasan dari Irma, Fatimah mau tidak mau menerimanya.

Setelah berganti pakaian dan mengenakan kimono, Fatimah kembali diantar Irma, kali ini menuju kamar Pak Sobri yang sudah menunggunya.

Saat pintu di buka, Irma sangat terkejut melihat Pak Sobri bersama Jahal sudah menunggunya diatas tempat tidur hanya mengenakan selembar handuk. Fatimah menatap saudaranya seakan meminta penjelasan.

"Gak apa-apa kok Mbak! Saya sudah biasa." Jawab Irma.

"Maksud kamu?"

"Maaf Mbak, ini memang sudah di rencanakan Pak Sobri, saya hanya mengikuti saja perintah Pak Sobri, kalau Mbak keberatan gak apa-apa, tapi Mbak pasti tau sendiri resikonya." Jelas Irma, seraya tersenyum manis, membuat Fatimah menjadi emosi.

"Jadi kamu juga bagian dari rencana ini?" Tuding Fatimah, Irma mengangguk. "Astaghfirullah... Irma... Kamu keterlaluan Irma..." Bentak Fatimah kesal.

Plaaak...

Tiba-tiba Irma menampar wajah Fatimah. "Jangan kurang ajar Mbak, kamu di sini hanya pelacur." Bentak balik Irma.

"Ckckckck... Masih belum sadar juga." Ejek Sahal.

"Bajingan kalian semua." Geram Fatimah.

Irma tersenyum kecil. "Selamat di nikmati ya Bapak-bapak, saya pergi dulu." Ujar Irma lalu pergi meninggalkan mereka.

"Cukup dramanya Bu Haja, lakukan sekarang, atau saya akan mengirimkan video kemarin ke hp suami anda." Ujar Pak Sobri mengancam Irma yang terlihat begitu marah dengan kelakuan mereka semua.

Sadar kalau dirinya kini bukan Fatimah yang dulu, membuat Fatimah tidak melanjutkan emosinya yang sudah di ubun-ubun.

Sembari menitikan air matanya, Fatimah membuka kimono yang ia kenakan, lalu ia biarkan terjatuh di lantai begitu saja. Pak Sobri maupun KH Sahal tampak takjub dengan penampilan Istri dari pimpinan pesantren Al-fatah yang terlihat sangat seksi dan menggoda.

Bagian atasnya Fatimah hanya mengenakan bra tanpa cup berjenis tirai yang menopang bagian bawah payudaranya hingga terlihat makin membusung kendepan, sehingga membuat sepasang buah dadanya semakin terlihat indah, dan perutnya yang sedikit berlemak terpampang di hadapan kedua pria cabul tersebut.

Bagian bawahnya Fatimah memakai g-string jenis belahan, di mana g-string tersebut memiliki belahan di bagian bawahnya, hingga bibir kemaluannya tetap terekpose jelas, di padu dengan stoking gantung jenis jaring laba-laba.

Tentu saja tidak lupa Fatimah memakai jilbab berwarna hitam sewarna dengan warna pakaian dalamnya.

"Wow... Saya baru tau ternyata Istri Mas Hasyim sangat seksi, pantas saja dia menolak saat di minta mencari Istri muda." Ucap KH Sahal, menandakan kalau Suaminya seorang pria setia.

Ucapan KH Sahal seakan menampar wajahnya. "Maafkan Umi, Abi." Sesal Hj Fatimah.

Pintu kamar kembali terbuka, Irma masuk sembari membawa segelas minuman bersama sebutir pil untuk diberikan kepada Fatimah.

"Minum ini Mbak." Suruh Irma.

Fatimah merenyitkan dahinya. "Apa ini?"

"Obat perangsang! Malam ini akan menjadi malam yang panjang, Mbak tidak akan kuat kalau tidak minum pil ini." Ujar Irma menjelaskan.

Tanpa banyak bicara Fatimah segera menelan pil tersebut setelah Hj Irma pergi, dengan begini ia berharap rasa bersalahnya sedikit berkurang, karena ia melakukannya karena berada di bawah pengaruh obat perangsang dan ancaman dari Pak Sobri.

Setelah meminumnya Pak Sobri menyuruh Fatimah mendekat, kemudian secara bersamaan Pak Sobri dan KH Sahal membuka handuk mereka.

Wajah Fatimah merenyit ketika melihat ada dua tungkai kemaluan pria dewasa berada di hadapannya. Jujur ini kali pertama ia melihat kemaluan pria dewasa sekali dua.

"Ayo kita mulai." Perintah Pak Sobri.

Fatimah berlutut di depan mereka berdua yang sedang duduk di tepian tempat tidur.

Secara naluri Fatima menggenggam kedua penis mereka, mengocoknya dengan perlahan sembari memandanginya secara bergantian. Dari segi ukuran penis Pak Sobri lebih panjang, tapi lebar ukuran penis mereka sama-sama gemuk.

"Hisap." Perintah Pak Sobri.

Fatimah membuka mulutnya lalu dia memasukan penis Pak Sobri kedalam mulutnya. Dan dengan perlahan kepalanya bergerak naik turun mengulum penis Pak Sobri untuk kesekian kalinya.

Sementara tangan kanannya masih sibuk mengurut batang kemaluan KH Sahal, yang notabenenya adalah adik iparnya sendiri.

"Oughk... Enak sekali! Kiayi harus mencobanya." Seloroh Pak Sobri.

"Tentu saja, hahaha..."

Sluuuppsss... Sluuuppsss... Sluuuppsss...

Sembari menikmati kocokan tangan Fatimah, Pak Sobri mulai membelai payudara Kakak iparnya tersebut yang usianya lebih muda darinya.

Dengan kasar ia meremas-remas payudara Fatimah, memilin dan menarik putingnya.

"Eeehmmppsss... Sssttts... Sssttt..."

Sluuuppsss... Sluuuppsss... Sluuuppsss...

"Gantian Bu Haja." Suruh Pak Sobri.

"Fuaah..." Hj Fatimah melepas penis Pak Sobri, tampak air liurnya menetes.

Kemudian ia beralih ke penis KH Sahal, Fatimah tidak langsung mengulumnya, melainkan memainkan penis Sahal dengan lidahnya, ia menjilat kepala penis Sahal, menyapu bersih lobang kencing KH Sahal.

Tentu saja Hj Irma melakukan hal tersebut karena ingin mengistirahatkan rahangnya, tapi tidak bagi mereka berdua, tindakan Hj Irma mereka artikan sebagai bentuk kebinalan Hj Irma kepada mereka, dan hal tersebut membuat kedua pria paruh baya itu senang.

Setelah di rasa cukup, Laras melahap penis KH Sahal, menghisapnya hingga kedua pipinya kempot.

Sluuuppsss... Sluuuppsss... Sluuuppsss...

"Oughk... Ini enak sekali!" Racau KH Sahal.

Sluuuppsss... Sluuuppsss... Sluuuppsss...

"Lebih dalam lonte! Aaahkk... Enak banget... Mulut Haja Fatimah memang layak mendapatkan predikat mulut lonte." Racau KH Sahal.

Pak Sobri yang duduk di sampingnya hanya tertawa puas. "Hahahaha..."

Sementara Hj Fatimah sendiri merasa sangat frustasi, tapi ia tidak berdaya, dan yang bisa ia lakukan memberikan servis terbaik seperti yang mereka inginkan darinya, dan berharap semua ini cepat berakhir.

Pak Sobri beranjak dari duduknya, ia menuju bagian belakang tubuh Fatima. Dengan memberi isyarat tepukan ia menyuruh Fatimah membuka kakinya.

"Sudah basah ya Bu Haja." Ejek Pak Sobri.

Plaaak...

Ia menampar bongkahan pantat Hj Irma yang berbentuk hati terbalik. Kemudian ia membuka pipi pantat Hj Irma sembari membelai lobang anus.

"Ughk..." Lenguh Hj Irma ketika satu jari Pak Sobri menusuk anusnya.

Sloookksss... Sloookksss... Sloookksss...

Dengan jari tengahnya ia mengocok lobang anus Hj Irma yang mulai terbiasa dengan benda asing di dalam anusnya, bahkan Hj Irma terlihat sangat menikmati tusukan jari Pak Sobri di anusnya.

Perlahan tapi pasti, pengaruh obat perangsang yang di telan Hj Fatimah mulai menuai hasil. Ia terlihat makin menikmati perannya sebagai pelacur.

Pak Sobri sedikit mengangkat pantat Hj Fatimah, lalu ia menyodorkan lidahnya di bibir kamluan Fatimah yang sudah bergelembir. Ia menghisap, menyedot gelembir bibir kemaluan Fatimah, membuat wanita alim itu merintih nikmat alhasil ia malah semakin kuat menyedot penis KH Sahal, hingga membuat Kiayi mesum itu melolong keenakan.

Sembari mengulum penis KH Sahal, jemari Fatimah dengan lincahnya meremas-remas lembut kantung testis KH Sahal.

"Ganti posisi." Pinta Pak Sobri.

Fatimah melepaskan kulumannya, ia hanya pasrah ketika dirinya di baringkan diatas tempat tidur.

KH Sahal membuka kedua kaki Fatimah, menatap takjub bibir kemaluan Fatimah yang terlihat seperti jengger ayam. Perlahan ia menjilatinya, lalu menghisapnya membuat Hj Fatimah menggelinjang nikmat, di tambah lagi dengan tusukan jari KH Sahal di lobang vaginanya.

Sloookksss... Sloookksss... Sloookksss...

"Hisap kontol saya Bu Haja." Pak Sobri menyodorkan penisnya kepada Hj Fatimah.

Hj Fatimah yang sudah berada di bawah kendali obat perangsang, tanpa ragu melahap penis Pak Sobri, menghisapnya dan menjilatinya.

Selagi menikmati servis mulut dari Hj Irma, Pak Sobri menjamah payudaranya, meremasnya dengan kasar hingga meninggalkan bekas bercak merah diatas gumpalan payudara Fatimah.

"Eehmm... Aaahk... Aaahkk..." Desah Fatimah di sela-sela rasa nikmat yang melanda dirinya.

Tidak butuh waktu lama, akhirnya Fatimah mencapai puncaknya. Ia melolong panjang, pantatnya tersentak-sentak, dan kedua kakinya melejang-lejang, menyambut datangnya badai orgasme.

Tubuh Fatimah terkulai lemas, tapi anehnya birahinya masih membara.

KH Sahal menindih tubuh Hj Irma, ia menyiapkan terpodonya tepat di depan bibir vagina Hj Irma yang terlihat berkilauan terkena cahaya lampu LED yang tergantung diatas mereka.

"Akhirnya saya bisa merasakan memekmu." Racau KH Sahal.

Fatimah menatap sayu KH Sahal. "Kamu puaskan sekarang? Kamu puas membuat Istri saudaramu sendiri seperti ini?" Kecam Hj Irma.

"...." KH Sahal menyeringai.

Bleesss...

"Aaaahkk..." Jerit Hj Irma ketika penis KH Sahal menerobos masuk lobang vaginanya.

Dengan kasar ia menangkup payudara Hj Irma. "Bagaimana rasanya, kontol saya jauh lebih enakkan di bandingkan kontol suamimu yang lembek itu." Geram KH Sahal.

"Auww... Ssstt..." Rintih Fatimah.

"Jawab, atau kupecahkan layudaramu." Ancam KH Sahal.

Fatimah meringis kesakitan. "Ya Tuhan, sakiiit." Jerit Hj Fatimah.

"Jawab..."

"Iya, itumu lebih enak."

Plaaaak...

KH Sahal menampar wajah Hj Fatimah dengan keras. "Jawab yang benar, bilang kalau kontolku lebih enak di bandikan titit suamimu." Ulang KH Sahal.

"Ughkk... Kontol KH Sahal lebih enak di bandingkan kontol Suamiku." Jerit Fatimah frustasi, sementara Pak Sobri terlihat tenang-tenang saja melihat drama yang ada di hadapannya.

"Bagus, akan aku buktikan." Ujar KH Sahal.

KH Sahal mendekap kepala bagian belakang Hj Fatimah, lalu melumat bibirnya dengan rakus, sementara pinggulnya menyentak-nyentak kasar, menubruk, menusuk lobang vagina Hj Fatimah.

Perlahan tapi pasti, Fatimah mulai merasakan kenikmatan dari sodokan penis saudara Iparnya tersebut, ia tidak menyangkah di usia yang tidak muda lagi, KH Sahal masih memiliki tenaga yang begitu dahsyat.

Plooookss... Plooookss... Plooookss...

Puas melumat bibir Hj Fatimah, ciuman dan jilatan KH Sahal pindah keatas payudara Fatimah. Ia mengitari aurola Hj Fatimah dengan ujung lidahnya dan berhenti diatas puting Fatimah.

Ia mencucup, menghisap puting Hj Fatimah, hingga membuat Istri KH Hasyim makin menggelinjang nikmat, merasakan kenikmatan yang sulit di jelaskan.

Saat Fatimah hampir kembali mendapatkan puncaknya, tiba-tiba KH Sahal menarik penisnya.

Hj Fatimah terdiam, sementara selangkangannya mencari-cari penis KH Sahal yang sudah terlepas dari dalam vaginanya.

"Kenapa lonte? Mau kontol saya?" Ledek KH Sahal.

Fatimah yang kini haus akan sex, menatap KH Sahal dengan tatapan memohon.

KH Sahal meremas kembali payudara Fatimah. "Kamu tau apa yang harus kamu katakan?" Ujar KH Sahal sembari tersenyum tipis.

"Tolong masukan Mas." Melas Fatimah. "Ya Tuhan apa yang aku katakan? Apakah aku benar-benar menginginkan ini semua?"

"Bukan seperti itu, katakan dengan benar lonte."

Fatimah menggigit bibirnya, ia benar-benar frustasi dengan dirinya sendiri, ia sudah tidak kuat lagi. "Masukan kontol mu Mas! Memek lontemu gatal." Ungkap Fatimah sembari menggosok-gosok clitorisnya.

"Hahahaha... Bagus bagus..." Tawa puas KH Sahal.

Ia kembali mendorong penisnya, menembus lobang vagina Laras yang terasa hangat dan licin. Dengan ritme cepat KH Sahal menyodok-nyodok lobang vagina Fatimah, secara reflek Fatimah melingkarkan kedua kakinya memeluk pinggang KH Sahal.

Tubuh kerempengnya yang telah bermandikan keringat sama sekali tidak menjadi penghalang untuk menggempur Istri dari saudaranya sendiri.

Plooookss... Plooookss... Plooookss...

Pak Sobri kembali menyodorkan penisnya, tanpa banyak bicara Fatimah segera menghisap penis Pak Sobri, mengulumnya dengan rakus, membuatnya kini tak terlihat seperti seorang wanita Soleha.

Fatimah yang alim kininberubah menjadi Fatimah pelacur, yang haus akan kenikmatan birahi.

"Oughk... Nikmat sekali memekmu! Aaahkk... Sssttt... Aaahkk..." Erang Pak Sobri dengan mata merem melek menikmati jepitan vagina Fatimah.

Tubuh Fatimah melejang, ia merasa sudah hampir sampai. "Aaahk... Aaahkk... Saya sampai Mas! Lebih keras lagi." Mohon Fatimah.

Plooookss... Plooookss... Plooookss...

Orgasme Fatimah hampir sampai, ia mulai ikut menggerakan pantatnya, menyambut sodokan-sodokan penis KH Sahal, hingga akhirnya ia menutupnya dengan lolongan panjang.

"Aaarrrtt..." Jerit Fatimah.

Tubuhnya melejang-lejang, menikmati orgasme yang baru saja ia dapatkan.

"Hah... Hah... Hah..." Nafas Fatimah terengah-engah.

KH Sahal mencabut penisnya, lalu mengocoknya dengan perlahan, tidak lama kemudian spermanya menyembur membasahi perut dan dan sebagian payudara Fatimah.

Setelah puas ia berganti posisi dengan Pak Sobri, meminta Fatimah membersihkan sisa spermanya.

"Oughk... Nikmat sekali!" Racau KH Sahal.

Pak Sobri berbaring di samping Fatimah, kemudian ia meminta wanita alim yang kini telah menjadi lonte mereka untuk menduduki ke jantanannya.

Walaupun Fatimah sudah dua kali orgasme, tetapi sepertinya birahi Fatimah belum juga redup. Pengaruh obat perangsang yang di tekannya benar-benar mujarap, membuat Fatimah terlihat seperti wanita murahan yang haus akan belaian pria.

Dengan sisa-sisa tenaganya Fatimah menaiki selangkangan Pak Sobri.

Jemari halusnya menggenggam penis Pak Sobri yang sudah ereksi maksimal, terasa hangat dan keras, begitu kaku seperti batang kayu.

Kepala penis Pak Sobri yang gundul itu ia gesek-gesekkan kebibir vaginanya yang telah basah, kemudian dengan perlahan ia menekan pinggulnya kebawah. "Bleeesss..." Penis besar Pak Sobri tertancap di dalam relung vaginanya.

"Oughk... Nikmat sekali memekmu lonte." Racau Pak Sobri merasakan jepitan dinding vagina Hj Fatimah.

Perasaan yang sama juga di rasakan Hj Fatimah. "Aaahkk... Besar sekali Pak! Ughkk... Memek saya rasanya penuh." Ujar Hj Fatimah yang sepenuhnya sudah di kuasai hawa nafsunya.

"Goyang Bu Haja." Pinta Pak Sobri tak sabar.

Hj Fatimah mulai menggerakan pinggulnya naik turun dengan perlahan, menikmati setiap gesekan di kedua kelamin mereka. Semakin lama, ia semakin mempercepat gerakan pinggulnya, naik turun, naik turun dan naik turun, semakin lama semakin cepat, dan makin cepat.

Plooookss... Plooookss... Plooookss...

Hentakan kelamin mereka terdengar nyaring, dan tampak sepasang payudaranya mentul-mentul seperti balon yang terisi penuh.

"Oughk... Enaaak... Aaahkk... Aaahkk..." Erang Hj Fatimah.

Dari belakang KH Sahal meraih buah dadanya, meremas dan memilin putingnya. "Enak ya? Hehehe... Kamu suka kontol kita berdua?" Tanya KH Sahal sembari memainkan puting Fatimah.

"Suka Mas! Aaahkk... Enak banget Mas... Oughk... Aaahkk... Aaahkk..." Fatimah makin meracau tak karuan, ia terlihat sangat menikmatinya.

Pak Sobri menarik kedua tangan Fatimah, hingga tubuh Fatimah ambruk ke dalam pelukannya. Dengan rakus Pak Sobri melahap bibir Fatimah, mengulum lidah Fatimah, menjelajahi rongga mulut Fatimah dengan lidahnya.

Dari belakang KH Sahal meremas-remas bongkahan pantat Fatimah, sesekali ia menamparnya, lalu kemudian menyusupkan kedua jarinya ke dalam anus Fatimah, mengorek-ngorek lobang anus Fatimah.

"Sssttt... Eehmmmppss..." Rintih Fatimah.

Pak Sobri melepas ciumannya, lalu beralih menciumi pundak mulus Fatimah.

"Hah... Hah... Hah..." Fatimah terengah-engah.

Rasanya sungguh luar biasa, Fatimah tidak menyangkah kalau rasanya akan seenak ini ketika lobang vagina dan anusnya di mainkan secara bersama-sama, membuat Fatimah melayang ke nirwana.

Tidak butuh waktu lama, Fatimah kembali mencapai batasnya. Dengan tubuh yang bermandikan keringat, ia melejang-lejang menumpahkan cairan bening dari dalam tubuhnya, melalui lobang vaginanya.

Seeeeeeeeeeeeeeeerrrr....

"Aaarrrtt...." Fatimah melolong panjang.

Tubuhnya ambruk ke samping, nafasnya memburu membuat payudaranya naik turun. Telapak tangan Pak Sobri menjulur, memijit, meremas-remas payudara Fatimah yang masih sekal.

"Sekarang giliran pantatmu." Bisik Pak Sobri.

Fatimah menggigit bibirnya, mengingat bagaimana nikmatnya ketika anusnya di obrak-abrik oleh penis Pak Sobri yang besar dan panjang itu.

Tidak seperti biasanya, Fatimah sama sekali tidak menolak ajakkan Pak Sobri. Ia memutar tubuhnya, menungging sembari merenggangkan kedua kakinya di hadapan Pak Sobri. Segera Pak Sobri berlutut di belakang Fatimah sembari membuka pipi pantat Fatimah.

"Mantab sekali." Gumam Pak Sobri.

Ia menampar-nampar pantat Fatimah dengan penisnya, kemudian menuntun penisnya menjelajahi lobang anus Fatimah.

Jlerrbb...

"Aaahkk... Pak! Sssttt..." Fatimah mendesis nikmat.

Sembari memegangi kedua pipi pantat Fatimah, Pak Sobri memompa penisnya maju mundur, menuduh, mengobrak-abrik lobang anus Fatimah yang tampak mekar karena sering ia sodomi.

KH Sahal yang kembali ireksi meminta Fatimah menghisap penisnya.

Segera Fatimah melahap penis KH Sahal yang berdiri di depannya, di dekat pinggiran tempat tidur mereka, yang kini menjadi saksi bisu perbuhan di dalam diri Hj Fatimah yang di kenal sebagai wanita bersahaja.

Plooookss... Plooookss... Plooookss...

Pak Sobri semakin gencar menyodomi Fatimah, sembari sesekali menggapai payudara Fatimah dari bawah.

"Aaahkk... Aaahkk... Aaahkk..." Desah Fatimah di sela-sela mengulum penis Pak Sobri.

"Saya suka kalau sudah liar kayak gini!" Puji Pak Sobri, sembari menampar berulang kali pantat Fatimah yang terlihat bergelombang.

Jujur hati kecil Fatimah menjerit, ia tidak tau kenapa dirinya kini tidak bisa lagi membohongi dirinya sendiri kalau ia menikmatinya. Bahkan ia merasa kalau dirinya sekarang sudah seperti pelacur.

"Saya tidak menyangka kalau seorang Istri KH Hasyim bisa sehaus ini! Hahaha..." Ledek KH Sahal.

Fatimah tidak menanggapi obrolan cabul mereka, yang begitu merendahkan harga diri dan martabatnya sebagai seorang istri Kiayi.

Cukup lama Pak Sobri menyodok-nyodok anus Fatimah, hingga Pak Sobri mulai merasakan spermanya sudah sangat dekat. Dengan satu hujaman sangat dalam, ia melepaskan benihnya di dalam lobang anus Fatimah. Croootss... Croootss... Croootss... setelah puas Pak Sobri mencabut penisnya.

Tampak lelehan sperma Pak Sobri mengalir turun, menetes keatas tempat tidurnya.

KH Sahal menarik tangan Fatimah, ia meminta Fatimah berdiri di depan meja rias dengan sedikit menungging kan pantatnya. Ia menggesek-gesek penisnya diantara lobang vagina dan anus Fatimah.

Sementara Fatimah sendiri terlihat pasrah sembari memandangi pantulan dirinya di depan cermin. Ada rasa malu yang menyeruak di hati Fatimah, mengingat dirinya kini sudah sangat kotor.

Bleeess...

"Aaahkk..." Jerit Fatimah.

Dari belakang KH Sahal kembali menusuk-nusuk lobang vaginanya, ia menggerakan pinggulnya maju mundur dengan sangat cepat, sembari mengusap punggung Fatimah yang bermandikan keringat.

Dari pantulan cermin, Fatimah dapat melihat ekspresi wajahnya yang keenakan, sebuah ekspresi yang memalukan bagi seorang wanita Soleha.

Plooookss... Plooookss... Plooookss...

Sepuluh menit berlalu mereka bercinta hingga akhirnya mereka berdua mencapai puncaknya.

*****


Salma

Sementara itu di kediaman anaknya Hj Irma, Furqon baru saja melaksanakan Sunnah malam bersama sang Istri yang masih dalam keadaan telanjang bulat. Furqon terlihat puas setelah menanam benih ke dalam rahim Istrinya.

"Kapan kita punya anak ya?" Lirih Furqon.

Salma terlihat kesal dengan sikap Suaminya yang kenak-kanakkan. "Mas beneran pengen ke dukun itu?" Tanya Salma sembari menatap mata Suaminya.

Furqon mengangguk. "Iya Dek! Entah kenapa Mas sangat yakin kita akan segera di beri momongan kalau pergi ke sana."

"Tapi itu dosa Mas."

"Ini bagian dari ihktiar kita sayang." Ujar Furqon, mencoba meyakini Suaminya.

"Terserah Mas saja, adek ikut."

Furqon menatap tak percaya kearah Istrinya. "Jadi kamu setuju sayang? Kamu mau berobat ke dukun?" Tanya Furqon memastikan.

"Iya mas, ini bagian dari bakti Adek sebagai seorang Istri." Jawab Salma.

Furqon langsung memeluk Istrinya, mengecup mesrah kening sang Istri. "Besok Mas akan ke rumah KH Sahal untuk menanyakan alamat dukun tersebut." Ujar Furqon bersemangat.

Fatimah tersenyum, akhirnya mereka tidak berantem lagi dengan masalah yang sama yang selalu mereka berdua bahas.

Setelah mengobrol sebentar, Fatimah izin ke kamar mandi untuk membersihkan diri.

Di dalam kamar mandi, Fatimah kembali mempertanyakan keputusan, ia masih ragu apakah keputusannya sudah benar. Tetapi setelah ia pikir-pikir, demi keutuhan rumah tangganya, tidak ada salahnya ia menuruti permintaan Suaminya.

*****

Sabtu 05:00


Zaskia

Selepas menuntaskan hasratnya, Rayhan segera mengambil handuknya, menyampirkannya di atas pundak. Ia berjalan menuju kamar mandi, dan seperti biasanya tanpa mengetuk terlebih dahulu Rayhan membuka pintu kamar mandi.

Untuk kedua kalinya Rayhan memergoki Zaskia, Kakak iparnya yang sedang berjongkok diatas closet, tampak cairan berwarna oranye mengucur deras keluar dari sela-sela bibir vagina Zaskia.

"Astaghfirullah... Ray!" Jerit Zaskia.

Bukannya pergi Rayhan malah mematung memandangi Kakak iparnya yang sedang buang air kecil. "Kebiasaan ni Kakak, pake kamar mandi gak di kunci." Omel Rayhan dengan suara gemetar, seraya mencuri pandang kearah bibir vagina Zaskia yang sedang buang air kecil.

"Kamu tuh kebiasaan gak ngetuk pintu dulu." Zaskia memercikan air kearah Rayhan.

"Basah Kak!" Protes Rayhan.

"Sana keluar dulu, Kakak belum selesai." Suruh Zaskia, sembari melototi adiknya.

Tapi Rayhan tidak bergeming, walaupun jantungnya rasanya mau copot. "Buruan Kak kencingnya, aku mau mandi ni, bentar lagi waktu ibadah habis." Protes Rayhan tanpa mengindahkan omelan Kakak Iparnya.

Zaskia terlihat geram tetapi ia tidak berbuat apa-apa, bahkan untuk menutupi kemaluannya. Ia seakan membiarkan Rayhan melihat vaginanya yang telah ia cukur habis, terlihat mulus tanpa penghalang apapun, bahkan Rayhan dapat melihat jelas tonjolan clitorisnya yang menyembul diantara lipatan bibir kamaluannya yang berwarna merah segar.

Tentu saja pemandangan tersebut membuat Ray junior memberontak, membuat celana boxer yang ia kenakan terlihat mengembung.

Zaskia menelan air liurnya, menatap tonjolan di celana Rayhan yang terdapat sebercak noda tepat di bagian ujung kepala penis Rayhan. Mendadak Zaskia merasa vaginanya begitu gatal.

"Masih lama Kak? Sudah selesai tuh." Tegur Rayhan.

Zaskia mendadak tersadar dari lamunannya. Buru-buru tanpa membersihkan vaginanya, Zaskia mengenakan kembali celananya lalu dengan wajah memerah seperti tomat ia meninggalkan kamar mandi.

Selepas kepergian Zaskia, barulah Rayhan bisa bernafas lega, nyaris saja jantungnya meledak sanking tegangnnya.

Sekarang ia hanya perlu menunggu apa yang akan di lakukan Kakaknya kepada dirinya yang begitu nekat. Kemungkinan terburuknya, ia akan di usir dan perbuatannya akan di aduhkan ke saudaranya maupun orang tuanya di kampung.

Sementara Zaskia terlihat termenung di dalam kamarnya. Ia tau kalau Rayhan salah, tapi yang membuatnya tidak habis pikir ialah dirinya sendiri, bagaimana mungkin ia membiarkan Rayhan menatap kemaluannya, bahkan sampai-sampai ia tidak sadar kalau dirinya sudah selesai buang air kecil.

"Apa benar kalau aku senang di liatin Adikku? Tidak... Tidak... Tidak..." Zaskia menutup matanya sembari menggelengkan kepalanya.

*****


Eni


Yenni

Di hari pertama bekerja, Daniel terlihat begitu bersemangat. Setelah berpamitan dengan Laras ia segera menuju kantor Mahkamah. Sembari berjalan menuju kantor Mahkamah, matanya melirik ke kiri dan kanan, memperhatikan santri-santri muda yang terlihat begitu menggiurkan.

Suatu hari nanti, ia memiliki keyakinan bisa mencicipi mereka semua.

Setibanya di kantor Mahkamah ia melihat di dalam ruangan tersebut ada seorang pria yang bukan bagian dari pengurus Mahkamah.

"Kenalin Mas, ini Daniel, Ustad baru di pesantren." Ujar Enni memperkenalkan Daniel kepada Suaminya.

"Rifki..."

"Daniel."

Setelah berkenalan satu sama lain, Rifki izin pamit pergi karena ia ada kelas pagi ini. Setelah menyapa Yenni ia meninggalkan kantor Mahkamah.

Tampak Enni terlihat salah tingkah ketika Daniel duduk di sampingnya.

"Cie... Cie... Sang mantan bertemu dengan sang Suami." Goda Yenni, wajah Enni bersemu merah mendengar ucapan sahabatnya.

"Jadi cemburu." Celetuk Daniel.

Enni menyikut lengan Daniel. "Apaan si?" Rajuk Enni.

"Hihihihi... Enaknya bisa bertemu mantan sekaligus suami." Lanjut Yenni menggoda Enni yang mulai terlihat gelisah dengan obrolan mereka.

"Yenni..." Geram Enni.

Daniel tertawa puas melihat raut wajah Enni yang sedang ngambek.

Tapi di dalam hatinya, entah kenapa Enni berbunga-bunga, bahkan ia merasa tidak pernah sesemangat ini saat sedang bekerja. Mungkinkah ia masih mencintai sosok pria yang ada di sampingnya?

"Aku jadi iri sama Rifki, beruntung sekali ia bisa memiliki Istri secantik Enni." Puji Daniel, sembari menatap wajah Enni yang memerah.

Yenni menggelengkan kepalanya. "Enggak bener itu, yang beruntung itu kamu? Karena kamu pria pertama yang memetik perawan Enni." Ujar Yenni, sembari melirik kearah Enni yang tampak kaget mendengar ucapan sahabatnya itu.

Sebelum Yenni membongkar semua isi curhatannya, buru-buru Enni menegur sahabatnya. "Yenni... Sumpah aku gak mau lagi temenan sama kamu." Rajuk Enni, ia marah bukan karena merasa di permalukan, ia marah karena ia malu kepada Daniel.

"Hihihihi... Cie... Cie..." Goda Yenni.

"Hahahaha... Jadi Enni cerita ke kamu tentang masa lalu kami." Seloroh Daniel.

Yenni mengangguk. "Aku tau semuanya! Bahkan aku tau siapa yang terbaik diantara kalian diatas ranjang menurut Enni." Jawab Yenni.

"Serius? Terus siapa?" Kejar Daniel semangat.

Enni melotot kearah Yenni. "Bener Yen, aku gak mau lagi kenal sama kamu." Ancam Enni, ia terlihat panik takut kalau sahabatnya membocorkan rahasianya.

"Gak jadi ah, takut ada yang marah." Tolak Yenni sembari cekikikan.

"Kan ada pawangnya di sini, aman..." Ujar Daniel.

Perasaan Enni campur aduk saat ini, di sisi lain ia merasa sangat malu kalau sampai sahabatnya menceritakan rahasianya, tapi di sisi lain ia ragu kalau dirinya akan marah walaupun Yenni memberitahu Daniel siapa yang terbaik diantara mereka yang pernah menidurinya.

"Oh ya bener juga... Jadi katanya Enni yang terbaik diantara kalian berdua itu." Yenni diam sebentar sembari melihat kearah Enni. "Yang katanya kontolnya paling besar, berurat, keras dan panjang." Yenni kembali diam.

"Yen... Please..." Mohon Enni.

Yenni menatap Enni seraya tersenyum tipis. "Kamu Daniel, Enni bilang dia gak akan perna lupa bentuk kontol kamu yang perkasa, bahkan..."

Enni beranjak dari duduknya lalu dengan cepat membekap mulut sahabatnya.

Daniel tertawa terpingkal-pingkal melihat reaksi Enni, ia tau kalau Enni tidak akan benar-benar marah kepada sahabatnya Yenni, karena pada dasarnya Enni masih menyimpan rasa kepadanya, walaupun mungkin itu bentuknya bukan cinta tapi nafsu.

*****


Lidya

Sembari berjalan menuju kelas, Daniel tersenyum sendiri mengingat kejadian beberapa menit yang lalu ketika Yenni membongkar rahasia Enni tentang bagaimana mantan kekasihnya itu tidak pernah melupakannya.

Walaupun yang di ingat Enni hanya tentang selangkangan, tapi itu sudah lebih cukup bagi Daniel. Rasanya ia sudah tidak sabar kembali meniduri mantan kekasihnya itu.

Tok... Tok... Tok...

"Assalamualaikum..."

"Waalaikumsalam..." Jawab serempak seisi kelas ketika Daniel masuk ke dalam kelas.

Ia melihat beberapa santri tampak gerasah gerusuh kembali ke meja mereka masing-masing. Beberapa yang sedang tertidur di pojokan belakang meja, buru-buru bangun dan kembali ke kursi mereka.

Hanya ada satu santri yang tampaknya masih terlelap tidur. Saat temannya hendak membangunkannya Daniel mencegahnya.

"Biarkan saja." Suruh Daniel.

Kemudian Daniel mulai membuka absensi kelas yang ia masuki pagi ini.

Sebelum mengabsen, Daniel sempat memperkenalkan dirinya, dan memberitahu mereka kalau dirinya adalah Ustad baru yang akan mengajar olah raga menggantikan Ustad sebelumnya.

Beberapa santri yang jahil sempat melontarkan pertanyaan-pertanyaan yang bersifat menggoda, seperti menanyakan umur, sudah punya pacar atau belom, hingga menawarkan diri menjadi pacarnya. Daniel menanggapi pertanyaan tersebut dengan santai, dan sedikit di beri bumbu humor sehingga membuat mereka tertawa terpingkal-pingkal.

Di hari pertama ia mengajar sudah mendapat respon positif dari murid-muridnya, membuat Daniel cukup merasa senang.

Tidak terasa waktu terus berjalan hingga akhirnya terdengar suara bell bertanda berakhirnya jam pelajaran yang di ajarkan Daniel, berganti dengan jam istirahat. Daniel mempersilahkan murid-muridnya untuk meninggalkan kelas.

Ketika seorang santri hendak kembali membangunkan temannya yang masih tertidur di barisan belakang, lagi-lagi Daniel mencegahnya.

"Biarkan saja Tiwi, nanti saya yang akan bangunkan." Ujar Daniel.

"Iya Ustad." Tiwi urung membangunkan sahabatnya, ia bergegas menyusul Clara yang sedang menunggunya di luar kelas.

Setelah kelas sepi, Daniel menghampiri muridnya yang masih tertidur lelap. Ia tersenyum menatap muridnya yang terlihat sangat cantik dengan gaya tidur yang sedikit sembrono.

Rok hijau yang di kenakan sang Santri tersingkap lebar, membuat Daniel dapat melihat gundukan tebal yang di hiasi rambut hitam diatas pubik vaginanya. Ya... Santri tersebut tidak memakai dalaman di balik rok hijau yang ia kenakan, sehingga Daniel dapat leluasa memandangi vagina santrinya.

"Ternyata benar apa yang dikatakan KH Sahal, di sini memang surganya bidadari." Gumam Daniel.

Karena tidak ingin di anggap guru cabul, Daniel segera membangunkan perlahan calon mangsanya dengan menyentuh lengan santri tersebut.

Awalnya santri tersebut masih enggan untuk bangun, hingga Daniel memanggilnya.

"Mau sampai kapan kamu tidur?" Ucap Daniel.

Santri tersebut langsung membuka matanya, saat ia berbalik, santri tersebut tampak kaget lalu buru-buru berdiri dan duduk di tempat duduknya.

Sejenak santri tersebut telihat bengong melihat ruangan yang sudah kosong.

"Kelas sudah selesai sejak tadi." Ujar Daniel.

Santri tersebut baru sadar kalau ia tertidur sangat lama. "Maaf Ustad, saya ketiduran." Lirih santri tersebut sembari menundukkan wajahnya.

"Nama kamu siapa?"

"Lidya ustad." Jawabnya.

Daniel menarik kursi dan duduk di sebelah Lidya, menghadap langsung kearah Lidya yang tampak tertunduk takut. "Semalam kamu begadang?" Tanya Daniel lembut.

Lidya mengangguk. "I-iya Ustad, saya semalaman sibuk menghafal."

"Ehmmm... Dari muka kamu Ustad gak yakin kamu menghafal! Ayo ngaku kenapa semalam kamu tidak tidur?" Todong Daniel yang membuat Lidya terlihat mati kutu karena kebohongannya di ketahui gurunya.

"Anu Ustad, saya nemenin temen jaga malam."

Daniel menghela nafas sembari mencondongkan badannya ke depan. "Bukan karena main hp?" Tembak Daniel membuat wajah Lidya semakin panik, karena ucapan Daniel memang benar adanya.

Kemarin ia baru saja membeli hp baru, dan semalam ia sibuk menonton video porno menggunakan HP tersebut, dan gara-gara itu juga yang membuatnya menjadi sangat mengantuk pagi ini. Lidya kembali mencoba mengelak tudingan Daniel.

Tetapi sebelum ia memberi alasan, Daniel memegang saku rok yang di kenakan Lidya.

"Coba keluarkan." Suruh Daniel.

Karena merasa sudah tidak bisa mengelak lagi, Lidya segera mengeluarkan hp miliknya lalu memberikannya kepada Daniel.

Daniel membuka historis browser di hp tersebut, dan sedetik kemudian Daniel tersenyum penuh arti melihat apa yang sudah di buka oleh Lidya. Tidak sampai di situ saja ia juga membuka galeri di hp tersebut, dan ternyata isinya adalah foto-foto Lidya, dari yang biasa hingga foto Lidya yang terlihat seksi.

Daniel sedikit kecewa karena tidak menemukan foto Lidya dalam keadaan telanjang.

"Tolong jangan di sita Ustad, aku baru beli." Melas Lidya. Tentu saja Daniel tidak berniat menyita hp Lidya, ia hanya ingin memeriksanya saja.

"Ustad gak suka kamu berbohong."

"Maaf Ustad."

Daniel mengembalikan kembali hp Lidya, tapi ia memasukan sendiri hp tersebut di saku depan seragam Lidya. Dengan sengaja ia menyenggol payudara Lidya, karena ingin melihat reaksi Lidya. Dan ternyata Lidya terlihat biasa-biasa saja, tidak ada penolakan dari Lidya.

"Jangan di ulangi lagi ya."

Lidya mengangguk. "Iya Ustad."

"Sekarang kamu boleh keluar." Suruh Rayhan.

Lidya segera beranjak dari kursinya, hendak keluar dari dalam kelas. Tapi tiba-tiba Daniel kembali menegurnya.

"Lidya... Besok-besok pake dalaman ya." Tegur Daniel.
Lidya terperangah, kemudian tersenyum ketika melihat Daniel mengerling kearahnya.

Gadis cantik tersebut tampak berbunga-bunga keluar dari dalam kelas. Entah kenapa ia merasa jatuh cinta dengan guru barunya itu.

*****

14:30


Ustadza Dwi


Aziza

Teng... Teng... Teng...

"Dada..."

"Da..."

"Aku duluan ya..."

"Nanti habis makan kumpul di asrama ya." Teriak Clara.

Helena, Aziza,dan Elliza pulang ke rumah, sedangkan Asyifa pergi ke klinik, sementara Adinda dan Clara kembali ke asrama.

Di persimpangan Aziza berpisah dari kedua temannya, ia berbelok ke kiri menuju rumahnya. Ketika sudah dekat dengan rumahnya, ia melihat seorang pria paruh baya tengah memperhatikan rumahnya sembari mengelus-elus kemaluannya.

Semakin dekat ke rumahnya, ia semakin merasa curiga, hingga akhirnya ia sudah sangat dekat dengan rumahnya.

Ia melihat Kakaknya, Ustadza Dwi sedang membakar sampah dan dedaunan di samping rumah mereka, membuat kecurigaan Clara semakin besar, kalau pria tersebut sedang mengintip Kakaknya yang sepertinya tidak menyadarinya.

Dengan langkah cepat ia menghampiri pria tersebut dan menegurnya.

"Ada perlu apa Pak? Ngintip ya." Todong Aziza.

Pak Bejo tampak gugup. "Eh anu Non, cuman lewat aja kok." Elak Pak Bejo, di dalam hati ia merasa kesal dengan sikap arogan Aziza.

"Numpang lewat kok malah berdiri di sini?"

"Maaf Non, tapi saya benar-benar tidak mengintip. Permisi Non." Pamit Pak Bejo, yang kemudian segera pergi dengan hati dongkol karena di ganggu oleh Aziza.

Sebenarnya Aziza ingin kembali mengintrogasi Pak Bejo, tapi niat itu di urungkan ketika Ustadza Dwi menghampirinya dengan raut wajah keheranan.

"Kamu marahin siapa?" Tanya Dwi.

Aziza menunjuk Pak Bejo yang berada tidak terlalu jauh. "Pria tua tidak tau diri." Umpat Aziza kesal, karena Pak Bejo tadi jelas-jelas ngintipin saudaranya.

"Astaghfirullah Aziza... Jaga mulut kamu."

"Tadi aku mergokin dia ngintipin Kakak lagi bakar sampah." Jelas Aziza, tidak mau di salahkan atas ucapan kasarnya.

Dwi tampak menghela nafas. "Jangan menuduh orang sembarangan, takutnya nanti jadi fitnah." Nasehat Dwi, membuat Aziza makin kesal, karena ia merasa kalau Pak Bejo memang benar-benar lagi ngintipin Kakaknya.

"Mbak, saya benar-benar memergoki Pak Sobri lagi ngeliatin Mbak Dwi."

"Anggap saja kamu benar, tapi tetap saja kamu harus menjaga etikamu, bagaimanapun juga Pak Bejo itu orang tua." Jelas Dwi, menasehati Adiknya yang memang suka ceplas-ceplos.

"Iya Mbak, tapi lain kali Mbak hati-hati!"

Ustadza Dwi mengangguk. "Sekarang kamu makan dulu sana, sudah Mbak siapkan diatas meja." Suruh Dwi, dengan patuhnya Aziza segera bergegas masuk ke dalam rumahnya.

Selepas kepergian Aziza, Dwi berjanji di dalam hatinya agar lebih waspada.

*****


Suci

Pulang mengajar, Suci tidak langsung pulang ke rumahnya, melainkan pergi ke rumah sahabatnya. Setibanya di depan rumah sahabatnya ia hanya melihat anak sahabatnya yang sedang bermain di halaman depan rumah mereka.

Suci menghampiri anak tersebut dan menanyakan keberadaan Ibunya. Dengan polos anak kecil tersebut memberitahu Suci kalau Ibunya sedang ada di dapur.

Segera Suci masuk ke dalam rumah sahabatnya yang terlihat sepi. Maklum saja, jam segini Suami dari sahabatnya masih bekerja, hingga jam lima sore nanti baru pulang.

Dari arah dapur Suci mencengar suara yang sedikit familiar, membuat Suci penasaran.

Ia bergegas menuju dapur rumah sahabatnya, dan alangkah terkejutnya ketika ia melihat Novi, sahabatnya sedang bercinta dengan seorang pria paruh baya diatas meja makan mereka.

Novi berbaring diatas sova, sembari memeluk leher pria tersebut, sementara pria itu menggenjotnya tanpa ampun.

"Ya Tuhan Novi." Histeris Suci.

Novi melirik sebentar, melihat siapa yang datang. "Eh kamu Ci! Oughk... Sebentar masih tanggung ni... Ssstt... Aahkkk... Aaahkk..." Desah Novi.

"Aku tunggu di luar ya."

Novi dengan cepat mencegah sahabatnya. "Di sini aja, gak apa-apa! Oughk... Enak Pak, teruuuss... Aaahkk... Aaahkk..." Erang Suci yang sedang menikmati genjotan dari Pak Sueb.

Walaupun ragu akan saran sahabatnya, tapi pada akhirnya Suci menuruti ucapan dari sahabatnya.

Ia duduk di kursi meja makan sembari memperhatikan sahabatnya yang sedang bercinta dengan pria lain yang bukan suaminya. Diam-diam Suci mulai terangsang melihat betapa perkasanya Pak Sueb di usianya yang sudah tidak muda lagi.

"Pak... Aku dapat..." Jerit Novi.

Plooookss... Plooookss... Plooookss...

"Bareng Non... Aaahkk... Aaahkk... Di dalam apa di luar Non." Erang Pak Sueb sembari meningkatkan ritme tusukannya.

"Di dalam Pak... Aaahkk... Aku dapat Pak." Erang Novi.

Creeettss... Creeettss... Creeettss...

"Terima peju saya Non."

Croootss... Croootss... Croootss...

Ploopss...

Mata indah Suci membelalak menatap penis Pak Sueb yang begitu besar dan panjang, ia dapat melihat lelehan sperma Pak Sueb yang keluar dari sela-sela bibir kemaluan sahabatnya.

Pak Sueb sempat menatap nanar kearah Suci sembari menjilati bibirnya.

Buru-buru menyilangkan kedua tangannya untuk menutupi tubuhnya, seakan-akan ia merasa kalau Pak Sueb sedang menelanjanginya.

"Jangan di sentuh Pak, dia masih alim, nanti saja kalau sudah liar, hihihi..." Goda Novi sembari mengenakan pakaiannya kembali.

"Astaghfirullah... Kapan kamu tobatnya Vi."

"Nanti deh... Hehehe... Sudah sana pulang Pak. Sebentar lagi suami saya pulang." Usir Suci sembari merapikan rambutnya.

"Oke Non, besok lagi ya."

"Iya."

Suci memalingkan wajahnya ketika Pak Sueb hendak berpamitan, entah kenapa ia merasa takut akan sosok pria tersebut. Selepas kepergian Pak Sueb, Suci langsung mengintrogasi sahabatnya yang baru ia ketahui kalau diam-diam telah berselingkuh.

"Sejak kapan?" Todong Suci.

Novi mengambil segelas mineral. "Kalau sama Pak Sueb baru tiga Ci, hehehe..." Jawab Novi santai, tanpa merasa berdosa sedikitpun.

"Gila ya kamu."

"Hidup kamu sekarang gak asyik, gak kayak dulu lagi." Sinis Novi yang tampak kesal karena di protes oleh sahabatnya sendiri.

Suci menghela nafas perlahan. "Kamu itu sudah punya suami, sudah punya anak." Nasehat Suci. "Apa kurangnya Suami kamu, sudah ganteng, kerjaan bagus, baik lagi." Cecar Suci.

"Karena itu Ci! Aku bosan tau enggak, aku butuh tantangan Ci."

"Astaghfirullah... Novi."

"Masak iya, kamu gak kangen merasakan batang-batang besar seperti milik Pak Sueb, wanita secantik kamu pasti jadi rebutan."

"Aku sudah taubat."

"Kamu masih mudah, apa salahnya kalau kita sedikit bersenang-senang? Jangan kamu pikir apa yang aku lakukan dengan Pak Sueb itu sebuah perselingkuhan ya..." Ujar Novi santai.

"Terus apa?"

Novi tidak langsung menjawab. Ia menghampiri sahabatnya. "Hanya sebatas kebutuhan saja Ci! Aku yakin kamu juga pasti butuhkan, kamu pasti merindukan kontol sebesar Pak Suebkan? Kamu pasti merindukan tubuh indahmu itu di grayangi pria macam Pak Suebkan? Ayo jujur Ci, mau sampai kapan kamu bohongi diri sendiri." Serang Novi, membuat Suci sempat tidak bisa berkata-kata.

"Aku sudah punya Suami." Tegas Suci.

Novi mendekatkan bibirnya di telinga Suci. "Suami yang tidak mampu membuat kamu banjir, Suami yang tidak mampu membuat kamu berteriak nikmat, Suami yanh tidak mampu menghamili mu." Lanjut Novi.

"....." Suci terdiam.

"Kamu nyaris tidak kekurangan apapun Suci, kamu cantik, seksi, karier cermelang, suami kamu yang hanya seorang sopir itu sangat beruntung memiliki kamu, jadi tidak ada salahnya kalau kamu sedikit bersenang-senang di luar sana." Lanjut Novi, mempengaruhi keimanan Suci yang baru mulai tumbuh sejak ia menikah dua tahun yang lalu.

Suci menghela nafas. "Gak usah bahas itu, aku ke sini cuman mau belajar bikin kue." Potong Suci, lama-lama ia merasa risih juga dengan ucapan Novi.

"Hihihi... Tapi aku istirahat dulu ya, memek aku agak ngilu ni." Goda Novi.

"Novi..."

"Hihihihi..."

******

22:00


Zaskia


Haifa

Sehabis mengajar jam malam, Zaskia menemui Haifa yang juga baru keluar dari kelas. Mereka berjalan beriringan sembari mengobrol ringan. Awalnya mereka hanya membicarakan tentang sosok pria misterius yang telah memperkosa seorang santri, yang sudah beberapa hari ini belum juga di tangkap.

Hingga akhirnya mereka mulai membahas tentang sosok Rayhan.

"Gimana adik ana Mbak, apa bisa di andalkan." Tanya Zaskia.

Haifa menganggukkan kepalanya. "Iya, dia cepat belajar kok, rajin dan nurut juga." Ujar Haifa, seraya merapikan ujung jilbab nya yang tertiup angin.

"Masak si Mbak, kok di rumah gak gitu."

"Masak kamu masih belum ngerti juga si?"

Zaskia menatap bingung kearah Haifa. "Maksudnya Mbak?" Tanya Zaskia keheranan.

"Dia kayak gitu cuman ingin mendapatkan perhatian kamu saja! Dia sengaja pura-pura malas biar kamu bangunkan setiap hari, biar kamu marahin, kamu cubit." Bisik Haifa.

"Apa enaknya di cubit?" Heran Zaskia. "Ngomongin Rayhan jadi keinget kejadian tadi pagi." Ujar Zaskia, mengingat kejadian memalukan yang terjadi tadi pagi.

"Mau cerita?"

Zaskia mengangguk.

"Ke klinik aja yuk." Ajak Haifa.

Mereka berdua segera menuju klinik, sesampainya di klinik Zaskia mulai menceritakan kejadian tadi pagi, di mana ia merasa Rayhan sengaja melihatnya dalam keadaan buang air kecil. Mendengar cerita Zaskia yang menggebu-gebu, membuat Haifa mengulum senyum.

Bahkan Zaskia memberitahu Haifa kalau ia sempat melihat tonjolan di celana Rayhan, menandakan kalau pemuda itu terangsang melihatnya buang air kecil.

"Gilakan Mbak." Ujar Zaskia mengakhiri ceritanya.

"Ya Tuhan, Rayhan nekat banget ya... Bandel banget tuh anak." Omel Haifa membuat Zaskia kembali tersenyum.

"Iya Mbak! Dia gak ada takut-takut nya."

"Laporin aja Uhkti, bila perlu kamu usir dari rumah, biar dia kapok."

Zaskia terperangah mendengar jawaban Haifa. "Ya gak sampai segitunya juga Mbak!" Protes Zaskia, tidak setuju kalau Rayhan sampai di usir dari rumahnya.

"Kenapa?"

"Rayhan memang salah Mbak, tapi dia tidak perlu sampai di usir begitu Mbak." Tanpa sadar Zaskia malah membela adiknya, tentu saja respon tersebutlah yang ingin di dengar Haifa.

"Kok kamu jadi belain dia?" Protes Haifa.

Zaskia terdiam sejenak mencari alasan agar Rayhan tidak sampai harus di usir. "Bukan belain Mbak, tapikan aku juga salah, aku lupa mengunci pintu kamar mandi, ya jadinya begitu." Jelas Zaskia, ia merasa Rayhan memang tidak salah sepenuhnya.

"Kamu benar, tapi seharusnya Rayhan langsung pergi bukan malah mendebat kamu biar bisa melihat memek kamu."

"I-iya tapi..."

"Apa? Emang kamu gak marah memek kamu di liatin Rayhan? Sudah dua kali loh." Pancing Haifa, membuat Zaskia makin tak berkutik.

"Mbak..." Lirih Zaskia menyerah.

Sejujurnya bukan nasehat seperti itu yang di inginkan Zaskia, melainkan nasehat-nasehat seperti biasa yang biasa ia terima dari Haifa, nasehat yang membuatnya berfikir kalau apa yang di lakukan Rayhan sama sekali tidak salah.

Tapi kali ini ia malah menerima nasehat yang memojokan Adiknya.

Haifa menggenggam tangan Zaskia. "Saat dia melihat kamu pipis, apa kamu berusaha menutupi memek kamu?" Tanya Haifa.

"Eh..." Zaskia terdiam, mengingat kejadia tadi pagi. Sedetik kemudian Zaskia menggelengkan kepalanya. "A-aku juga tidak tau kenapa Mbak." Lirih Zaskia.

Haifa beridiri dari duduknya, menghampiri Zaskia, kemudian memeluk lehernya dari belakang. Zaskia yang tengah duduk di kursinya hanya diam saja, membiarkan Haifa memeluknya. Karena pelukan Haifa bisa mengurangi kegelisahan hatinya.

Setelah di pikir-pikir apa yang di katakan Haifa ada benarnya juga. Bahkan tadi pagi ia sampai lupa, kalau dirinya sudah selesai. Apa jangan-jangan dirinya sengaja memamerkan kemaluannya.

"Itu namanya naluri betina Uhkti! Tidak ada yang aneh, dan sangat wajar." Ujar Haifa. "Sebagai seorang wanita, sadar atau tidak sadar, kita juga suka di kagumi oleh pejantan, itu sangat normal." Zaskia menggigit bibirnya, menahan gejolak di hatinya.

"Jadi aku harus bagaimana Mbak?"

"Tidak harus bagaimana-bagaimana, nikmatin saja Uhkti! Ini bukan salah kamu, ataupun adikmu." Haifa melepaskan pelukannya, lalu kembali duduk di hadapan Zaskia.

Zaskia terdiam, ucapan Haifa benar-benar mengena di hatinya. Walaupun dirinya berusaha keras mengelaknya, tapi hati kecilnya tidak bisa ia bohongi, kalau dirinya mulai menikmati setiap kenakalan-kenakalan yang di lakukan Rayhan kepadanya.

*****

Setelah saya baca, ternyata capek juga mata kalau terlalu panjang seperti ini, selanjutnya apa perlu saya bagi jadi 2 bagian di setiap chapternya biar enak di baca, komen di bawah ya... Terimakasih.
Paling penasaran kalau udh bahas Zazkia & adik tirinya...
Incest + Exhib nya dapet bgt Gan....
 


"Assalamualaikum.... Assalamualaikum..."

Tampak Zaskia baru saja selesai menunaikan kewajibannya subuh ini. Selesai beribadah Zaskia segera merapikan sajadah miliknya, menaruhnya kembali ke tempat asalnya.

Perlahan ia membuka pintu kamarnya, memandangi kamar Rayhan yang sejak tadi tidak ia kunjungi.

Pagi ini Zaskia bertekad tidak akan membangunkan Rayhan. Bukan karena ia marah kepada adik iparnya, melainkan karena Zaskia ingin menegur Rayhan agar tidak berbuat seperti kemarin, yang dengan sengaja melihatnya sedang buang air kecil.

Walaupun ada keraguan, tapi pada akhirnya Zaskia memantapkan hatinya. Ia melangkah pergi menuju kamar mandi.

Baru saja ia membuka pintu kamar mandi, Zaskia langsung di kagetkan dengan sosok pemuda yang akhir-akhir ini membuatnya gelisah. Rayhan yang sedang buang air kecil membuat Zaskia terperangah memandangi penis Rayhan. Tidak hanya gemuk dan berurat, tapi juga sangat panjang.

"Kontoool... Eh kontol... Ya Tuhaaan..." Jerit Zaskia.

Rayhan yang ikut terkejut tanpa sadar malah mengarahkan terpedonya kearah Zaskia, alhasil Rayhan mengencingi Kakaknya.

Seeeeeeeeeeeeeeeerrrr....

"Adeeeek..." Geram Zaskia.

Tetapi Zaskia sama sekali tidak beranjak pergi, walaupun mukenanya di kencingi oleh Adik Iparnya, bahkan Zaskia dapat merasakan hangatnya air kencing Rayhan di selangkangannya.

Sementara Rayhan yang shock, tampak terpaku memandangi Zaskia yang sedang ia kencingi.

Hingga akhirnya Rayhan menyelesaikan hajatnya, ia melihat kearah bawah tempat air kencingnya tadi muncrat dan ternyata mengenai mukena bagian bawah kakaknya, tepatnya di bagian selangkangan Zaskia, samar-samar Rayhan dapat melihat dalaman Zaskia yang berwarna merah maroon.

"Ma-maaf Kak gak sengaja!" Mohon Rayhan.

Zaskia terpaku melihat mukenanya yang basah. "Ya Allah Dek, mukenna Kakak jadi kena najiskan." Keluh Zaskia tampak kaget.

"Habisnya Kakak asal masuk aja, terus teriak lagi bikin kaget aja."

"Gimana gak teriak, kamunya lagi telanjang gitu." Deg... Zaskia seakan tersadar akan kondisi mereka saat ini.

Bukannya segera keluar kamar, mata Zaskia malah kembali melirik kearah penis Rayhan yang sedang ereksi maksimal. Reflek Zaskia menutup mulutnya, memandangi penis Rayhan yang terlihat naik turun, membuat gairah mudanya bergelora.

Sadar kalau Kakak Iparnya sedang memperhatikan penisnya, membuat Rayhan semakin ingin memamerkan kebanggaannya tersebut di hadapan Zaskia, ia menggerakan sedikit pinggulnya, hingga penisnya bergoyang-goyang.

Penampakan tersebut membuat Zaskia makin sakit kepala, bahkan ia Sampat menggigit bibir bawahnya, dengan ekspresi wajah sange.

"Buruan keluar, sudah selesaikan?" Omel Zaskia lagi, menutupi kegundahan hatinya.

Rayhan pura-pura kesal. "Aku mau mandi dulu Kak! Gak sabaran banget si Kak." Omel balik Rayhan, membuat Zaskia naik pitam karena Rayhan mulai berani membantah ucapannya.

"Oh sudah berani sekarang." Dengan gemas ia mencubit perut Rayhan.

"Auww..." Jerit Rayhan.

"Masih berani ngomelin Kakak? Gak sopan sama orang tua." Rutuk Zaskia seraya mencubit perut Rayhan, hingga membuat pemuda itu tertunduk karena kesakitan.

"Am-ampun Kak, aduuuh..." Rengek Rayhan.

Zaskia melepaskan cubitannya. "Kalau kakak ngomong itu di dengerin, jangan di bantah! Kakak gak suka kamu bantah." Omel Zaskia, Rayhan hanya tertunduk mendengar Omelan Zaskia.

"Maaf Kak."

"Kakak perhatikan makin hari kamu makin berani ngejawab, mau jadi apa kamu? Kalau tidak mau mendengarkan nasehat Kakak, lalu kamu mau dengerin nasehat siapa?" Zaskia melipat kedua tangannya, menatap Rayhan tajam, tepatnya menatap penis Rayhan yang masih berdiri kokoh walaupun tengah di marahi.

Kalau di pikir-pikir, sebenarnya Zaskia memarahi Rayhan secara personal, atau malah memarahi penis Rayhan yang seakan menantang Zaskia.

Setelah puas mengomeli Rayhan, Zaskia segera pergi keluar dari kamar mandi.

Setibanya di dalam kamar mandi, Zaskia bertanya-tanya kepada dirinya sendiri, kenapa ia sangat kesal kepada Rayhan, padahal adiknya itu tidak salah apa-apa, dirinya yang salah karena tidak mengetuk pintu terlebih dahulu.

"Tidak... Tidak... Rayhan yang salah, kenapa ia tidak mengunci pintu kamar mandi." Rutuk Zaskia di dalam hatinya.

Terus apa bedanya dengan dirinya atas kejadian kemarin, bukankah dia yang menyuruh Rayhan mengetuk pintu kamar mandi?

"Ya Tuhaaaaan..." Keluh Zaskia frustasi.

Ia merebahkan tubuhnya diatas kasur, masih dengan memakai mukena yang sudah terkena najis dari Rayhan. Perlahan ia memejamkan matanya, membiarkan penis Rayhan menari-nari di kelopak matanya. Tanpa sadar jemari Zaskia membelai vaginanya dari luar mukenanya, ia masih dapat merasakan hangatnya air kencing Rayhan.

Sementara itu di dalam kamar mandi Rayhan terlihat bersiul-siul senang, kini ia memiliki keyakinan lebih besar, kalau Kakak Iparnya juga tertarik dengan dirinya.

*****

06:50


Tiwi


Aurel


Lidya

Setelah berpamitan Aurel segera menuju kelasnya, tetapi tiba-tiba ia di cegat oleh Tiwi dan Lidya, mereka berdua mengajak Aurel untuk membolos hari ini. Awalnya Aurel tidak mau, ia khawatir Abinya tau kalau dirinya membolos, tetapi setelah di bujuk, akhirnya Aurel menuruti kedua temannya itu.

Mereka bertiga menuju tempat biasa mereka menghabiskan waktu, merokok, bergosip dan menonton video porno.

Setibanya di tempat lokasi, mereka langsung menyalakan sebatang rokok dan menghisapnya penuh nikmat. Dan rasa itu kian nikmat, tatkalah mereka harus melakukannya dengan cara sembunyi-sembunyi.

Tanpa mereka sadari, segerombolan santri sedang berjalan tidak jauh dari lokasi mereka yang sedang merokok. Sayup-sayup, salah satu santri mendengar suara mereka.

"Tunggu... Kayaknya ada suara perempuan deh." Ucap Ferdi, dirinya yang penakut membuat bulu kuduknya merinding.

"Aku juga dengar." Timpal Yogi.

"Jangan-jangan ada hantu." Panik Ferdi, sembari memandangi suasana sekitarnya yang di tumbuhi pohon-pohon karet yang sudah tidak terurus.

Dedi mengeplak kepala Ferdi. "Masak siang bolong kayak gini ada hantu." Omel Dedi garang dengan salah satu sahabatnya itu.

"Dari pada kita penasaran, kita cari aja sumber suaranya." Usul Efran.

"Kayaknya di sana deh." Tunjuk Boy.

"Yuk..." Ajak Dedi.

Ferdi yang pada dasarnya sangat penakut memilih berjalan di belakang Dedi, sembari mengawasi sekelilingnya yang terasa mencekam bagi Ferdi. Boy yang berada di belakangnya sesekali mengagetkan Ferdi, hingga Ferdi kesal.

Dedi yang kesal akhirnya menggeplak mereka berdua dan meminta mereka berdua untuk berhenti bercanda.

Hingga akhirnya mereka tiba di lokasi tempat Aurel, Lidya dan Tiwi yang sedang merokok santai sembari bergosip ria.

"Jadi ini hantunya." Sindir Dedi.

Ferdi tampak manyun. "Ya mana aku tau." Ucap Ferdi ngeles.

Yogi, Efran dan Boy tertawa melihat Ferdi yang terlihat Misu-misu.

Dedi mengajak teman-temannya untuk menemui Clara dan yang lain. Saat melihat kehadiran mereka, Aurel, Lidya dan Tiwi tampak panik, mereka buru-buru mematikan rokok mereka.

"Hayo pada ngapain kalian ke sini."

"Apa urusanmu?" Bentak Aurel.

Boy yang tampak familiar dengan Aurel langsung menodongnya. "La, diakan anaknya KH Umar?" Tunjuk Boy, membuat Aurel pucat pasi.

"Adiknya Azril?" Tanya Dedi.

"Iya bener banget." Jawab Ferdi.

Efran menggelengkan kepalanya. "Wah... Wah... Gak nyangka, anaknya Kiayi nakal juga." Ucap Efran, yang membuat Aurel semakin panik.

Wajar saja kalau Aurel khawatir saat ini, bisa di bayangkan bagaimana reaksi orang tuanya kalau sampai mereka tau kelakuan Aurel. Bisa-bisa ia habis di pukulin, dan parahnya ia akan di sekolahkan ketempat yang jauh, membayangkannya saja sudah membuat Aurel merasa was-was.

Belum lagi rasa malu yang akan di terima oleh orang tuanya, bisa-bisa namanya di coret dari kartu keluarga.

Lidya dengan tenang berdiri menatap mereka semua. "Terus kalian di sini ngapain? Belajar? Apa kelasnya sudah pindah." Sindir Lidya.

"Berarti kita sama ya." Ujar Dedi.

"Bisa di kondisikan kan?" Ujar Lidya mengajak berdamai. Toh mereka sama-sama membolos pagi ini.

"Tentu saja! Ehmmm... Bagaimana kalau kalian gabung bareng kami aja?" Tawar Dedi, membuat teman-temannya tampak bersemangat.

"Maksudnya?" Kejar Tiwi.

Dedi duduk di samping Tiwi. "Kalau kalian di sini terlalu berbahaya, karena masih sangat dekat dengan pesantren, cepat atau lambat kalian akan ketahuan, sementara di tempat kami lebih aman!" Jelas Dedi, sembari melihat kearah Lidya, Tiwi dan Aurel.

"Aku juga ngerasa khawatir di sini." Ungkap Aurel.

"Kalau begitu kalian nongkrong di tempat kami saja, tempatnya asyik kok, di pinggir danau! Dan yang pastinya tidak ada orang yang bakalan ke sana." Ujar Ferdi bersemangat.

Tentu sangat menyenangkan bolos bersama lawan jenis, ketimbang hanya mereka saja.

Lidya juga berfikiran yang sama, rasanya lebih menyenangkan bolos bareng santri ketimbang hanya bertiga dengan kedua temannya.

Tanpa berfikir panjang, mereka bertiga setuju dengan usulan Dedi dan teman-temannya.

Segera merekapun pergi menuju markas Dedi dan kawan-kawannya yang berada terletak di dekat danau yang sangat sepi dari pesantren maupun orang lalu lalang, sehingga sangat aman untuk mereka jadikan markas bersama.

Selain aman, tempatnya juga lumayan nyaman, karena markas mereka sebenarnya sebuah rumah panggung yang sudah lama tidak di tempati.

Dengan semangat 45, Aurel dan kedua temannya segera menaiki tangga yang sudah mulai rapu, saat masuk ke dalamnya, mereka tampak takjub dengan ruangan rumah tersebut yang cukup luas, di sekelilingnya juga terdapat jendela yang menghadap ke danau, dan juga terdapat dua ruangan kosong yang kemungkinan dulunya adalah kamar.

Sementara di belakangnya terdapat tempat bersantai yang bisa di jadikan tempat melompat ketika ingin berenang di sungai.

"Bagaimana, di sini lebih enakkan?" Tanya Dedi sembari mendekati Aurel yang sedang memandangi ikan-ikan kecil yang berada di sungai.

Aurel tersenyum. "Iya, lebih nyaman juga." Aku Aurel senang.

"Rokok." Tawar Dedi.

Aurel mencabut sebatang rokok dari bungkus rokok sampoerna yang di berikan Dedi, bahkan Dedi juga menyalakan api rokok Aurel. Sembari menghisap rokok bersama, mereka berdua berkenalan, karena sebelumnya mereka belum berkenalan secara langsung.

Tidak butuh waktu lama, mereka berdelapan sudah terlihat begitu akrab.

*****

13:30


Laras

Hj Laras baru saja selesai mandi, masuk ke dalam kamarnya. Ia melihat kearah Suaminya yang tengah sibuk mengenakan pakaian yang terlihat lebih rapi dari biasanya ketika ia berada di rumah.

Hj Laras duduk di tepian tempat tidurnya, melepas hijabnya, kemudian mengeringkan rambutnya dengan handuk kecil.

"Mau kemana Bi?" Tanya Hj Laras.

KH Umar menoleh sebentar sembari mengancingkan kancing lengan baju kokohnya. "Mau ke rumah KH Sahal, ada perlu." Ujar KH Umar seraya duduk di samping Istrinya yang terlihat cantik dengan daster rumahannya.

"Baru juga sampe Bi, emang gak kangen?" Pancing Laras.

"Mau bagaimana lagi Mi! KH Hasyim yang minta aku ke sana." Jawab KH Umar.

"Mau ngomongin masalah kemarin ya Bi."

KH Umar mengangguk. "Aku pergi dulu ya, nanti sore Abi baru pulang."

Hj Laras mengamit dan mencium punggung tangan Suaminya. "Titip salam sama KH Sahal dan keluarga." Ujar Hj Laras.

"Iya, nanti Abi sampaikan." KH Umar mengecup kening Istrinya.

Hj Laras kembali mengenakan hijabnya, dan memakai pakaian, kemudian ia mengekor dari belakang, mengikuti Suaminya yang berjalan lebih dulu keluar dari dalam kamar. Saat berada di lantai satu ia sempat bertemu Daniel, dengan sopan Daniel mengamit tangan KH Umar.

Hj Laras yang berada di belakang KH Umar tampak tidak nyaman bertemu dengan Daniel.

"Bagaimana Dan? Kamu betah tinggal di sini?"

Daniel mengangguk. "Betah Kiayi, di sini saya merasa tinggal di rumah sendiri." Jawab Daniel, sembari sesekali melirik kearah Hj Laras.

"Saya pergi sebentar ya Dan! Titip rumah." Pesan KH Umar yang di jawab dengan anggukkan. "Assalamualaikum..." Salam KH Umar.

Hj Laras dan Daniel mematung memandangi KH Umar yang berjalan keluar dari rumah, hingga akhir sosok KH Umar menghilang dari pandangan mereka, dan kini mereka hanya tinggal berdua saja.

Hj Laras hendak kembali ke kamarnya, tapi di cegah oleh Daniel.

"Amma..."

"Eh iya Dan..." Jawab Hj Laras tampak kikuk.

Daniel tersenyum. "Gimana kakinya Amma, sudah mendingan?" Tanya Daniel sembari mendekat kearah Tantenya.

"Dari kamu pijit kemarin sudah agak mendingan, terimakasih ya Dan." Hj Laras memasang senyuman terbaiknya, membuat hati Daniel meleleh menatap senyuman Hj Laras.

"Alhamdulillah kalau begitu! Mau saya periksa lagi Amma?" Tawar Daniel.

Sebenarnya Laras ingin sekali kembali di pijit Daniel, agar kakinya bisa benar-benar sembuh. Walaupun sekarang bengkaknya sudah mengempis, tetapi tetap saja terkadang ia merasa nyerih di pergelangan kakinya, membuatnya susah berjalan.

Hanya saja masalahnya kejadian kemarin membuat Laras orgasme, ia merasa sangat malu. Andai saja Daniel perempuan, mungkin dengan senang hati Laras akan memintanya.

"Kayaknya gak perlu Dan!" Tolak Laras.

Daniel menghela nafas perlahan. "Maaf Amma, saya hanya takut kaki Amma belum sembuh betul, bisa-bisa nanti tambah parah dan sulit untuk di sembuhkan." Jelas Daniel, menakut-nakuti Laras.

Dan ternyata cara Daniel cukup berhasil, Laras mulai kepikiran yang enggak-enggak, membayangkan kakinya kembali bengkak yang membuat dirinya tidak bisa berjalan. Membayangkannya saja sudah membuat bulu kuduk Laras berdiri.

Tetapi kalau ia menerima tawaran Daniel, ia khawatir kejadian semalam terulang kembali, walaupun harus ia akui pijitan Daniel memang mujarab.

Ini demi pengobatan.

Gumam hati Laras, meyakinkan dirinya kalau semuanya akan baik-baik saja.

"Boleh deh Dan, agak takut juga kalau sampai nanti Amma gak bisa jalan." Ujar Laras, menyetujui saran Daniel yang tampak senang mendengarnya.

"Kalau dianggap sepele, nantinya memang bisa bahaya, bahkan Tante bisa saja lumpuh." Jelas Daniel.

Laras makin ketakutan. "Serius kamu Dan?"

"Iya Amma, takutnya pembuluh darah Amma pecah karena sarafnya terjepit." Jelas Daniel, membuat Laras semakin percaya

"Enaknya saya kamu pijitin di mana?"

"Di kamar Azril aja Amma! Tapi sebelum itu pakaiannya di ganti dengan kain jarit aja Amma." Saran Daniel.

"Kamu tunggu aja di kamar ya, Amma mau ganti pakaian dulu." Ujar Laras, yang kemudian ia segera pergi menuju kamarnya.

Sementara Daniel terlihat sangat senang, sebelum ke kamar Azril ia pergi ke dapur untuk membuat segelas jahe hangat yang ia campur dengan obat perangsang, dan kali ini dosisnya lebih banyak di bandingkan sebelumnya.

*****

14:00


Clara

"Azril..."

Untuk kesekian kalinya Azril mendengar suara wanita yang memanggil-manggil dirinya, tetapi Azril memilih untuk tetap jalan, menutup telinganya seakan tidak mendengar panggilan tersebut.

Tetapi wanita tersebut tidak menyerah, setengah berlari ia mengejar Azril.

Hingga akhirnya ia mampu mensejajarkan dirinya dengan Azril yang masih saja terus berjalan, tanpa memperdulikan sosok yang ada di sampingnya.

"Azril..." Lirihnya. "Azril... Kamu kenapa si?" Kesal Clara sembari menarik tangan Azril.

Pemuda itu berhenti, tetapi ia tidak berbicara sepatah katapun. Azril masih sangat kecewa dengan kejadian kemarin, di mana ia melihat sendiri orang yang ia suka di bawah masuk ke dalam sebuah penginapan yang cukup terkenal di kabupaten nya.

Sebenarnya Azril tidak berhak untuk marah, mengingat Clara hanyalah temannya, bukan kekasihnya, tetapi Azril yang terlanjur mencintai Clara, tidak bisa membohongi perasaannya.

"Kamu marah?"

"....." Azril masih diam.

Clara menghela nafas perlahan. "Aku tau kamu pasti kecewakan sama aku, atau jangan-jangan kamu merasa jijik sama aku karena sudah tidak suci lagi." Rajuk Clara, sembari menundukkan wajahnya.

"Aku tidak begitu." Potong Azril.

"Terus, kenapa kamu menghindari aku? Apa salah aku sama kamu?" Desak Clara, membuat Azril kini merasa bersalah.

"Maaf!"

"Maaf buat apa? Buat untuk kita tidak berteman lagi? Apakah aku begitu kotor sehingga kamu tidak mau berteman dengan aku?" Ungkap Clara menggebu-gebu, membuat Azril merasa terpojok.

Azril menatap sayu mata Clara. "Maaf... Ka-karena aku cemburu... Aku sadar aku tidak berhak cemburu, tapi... Aku tidak bisa membohongi perasaanku." Jelas Azril.

"Cemburu?" Ulang Clara.

Azril tertunduk malu, karena secara tidak langsung Azril telah mengungkapkan perasaannya.

Clara meraih kedua tangan Azril, menggenggamnya sembari menatap mata Azril. Tampak segaris senyuman terukir di bibirnya. "Kamu suka aku?" Tanya Clara, Azril mengangguk.

"Iya, tapi aku sadar kalau kamu sudah milik orang lain." Jawab Azril lemah.

"Apa sekarang kamu masih menyukaiku? Walaupun kamu sudah tau kalau aku sudah tidak perawan lagi." Tanya Clara, entah kenapa ia merasa sangat penasaran dengan perasaan Azril saat ini.

Azril lagi-lagi mengangguk. "I-iya, aku sangat mencintaimu, bahkan sampai detik ini." Aku Azril.

"Maaf ya Zril, kalau aku sudah menyakiti kamu. Jujur aku juga sayang sama kamu, tapi aku belum bisa menjadi pacar kamu." Lirih Clara, ia terlihat sedih dan merasa menyesal karena tidak bisa membalas perasaan Azril.

"Kamu gak salah! Kamu berhak memilih pria mana yang kamu suka."

"Kamu masih maukan jadi sahabat aku?"

Azril mengangguk lemah. "I-iya Clara, aku mau jadi sahabat kamu." Jawab Azril, walaupun dirinya sangat ingin menjadi kekasih Clara, bukan hanya sekedar sahabat. Tetapi Azril sadar kalau dirinya bukan pilihan hati Clara, hanya saja ia berharap suatu hari nanti bisa menjadi pendamping hidup Clara.

"Terimakasih Zril."

"Iya, sama-sama."

"Aku duluan ya, gak enak di lihat sama orang lain." Pamit Azril, Clara tersenyum sembari mengangguk.

Sebelum Azril benar-benar pergi, Clara kembali berujar. "Aku berharap rasa cinta kamu ke aku selalu utuh di hati mu." Bisik Clara seraya tersenyum, membuat hati Azril meleleh.

"Itu pasti! Selamanya aku akan mencintaimu."

*****


Laras

Terik matahari seakan tidak mempengaruhi mod seorang pemuda yang sedari tadi tersenyum sendiri. Azril pulang ke rumah dengan perasaan berbunga-bunga. Walaupun dirinya tidak bisa menjadi pacar Clara, terapi ia merasa sangat bahagia karena Clara juga menyayanginya dan memintanya untuk selalu menjadi sahabatnya.

Setibanya di rumah Azril langsung menuju kamarnya yang ada di lantai dua, tetapi sedetik kemudian raut wajah Azril yang tadinya berseri-seri kini berubah datar.

"Umi..." Panggil Azril.

Pemuda itu kaget melihat ibunya yang sedang telungkup memakai kain jarit, bahkan Azril dapat melihat sepasang tali bra berwarna hijau stabilo di pundak Ibunya. Sementara di sisi Ibunya ada Daniel yang sedang memijit betis Ibunya.

Daniel terlihat santai ketika melihat Azril yang baru saja pulang, tapi tidak dengan Laras, ia terlihat panik, khawatir kalau anaknya salah paham.

"Baru pulang Zril?" Tanya Daniel.

Azril mengangguk. "I-iya Mas! Lagi mijitin Umi ya." Tanya Azril yang tampak heran dengan penampilan Ibu Tirinya yang tidak biasanya mengenakan kain jarit, tetapi pakaian sederhana itu malah membuat Ibu Tirinya terlihat semakin seksi di matanya.

"Kaki Ibu kamu masih sakit, takut kenapa-kenapa, jadi harus rutin di pijit." Jelas Daniel yang tengah memijit betis dan pergelangan kaki Laras.

"Adu Dan! Sssttt..."

"Tahan ya Amma..." Pinta Daniel.

Telapak tangan Daniel naik keatas menuju betis Laras, menyingkap kain tersebut hingga kulit mulus betis Laras terpampang, tidak hanya di hadapan Daniel tapi juga di hadapan Azril.

Dalam diamnya Laras mulai gelisah, terutama ketika Daniel memijit bagian belakang lututnya.

"Ya Tuhan... Jangan sekarang." Jerit hati Laras.

Vaginanya mulai terasa gatal, membuat Laras tidak nyaman, alhasil ia bergerak tak beraturan menahan rasa geli bercampur nikmat.

Azril menelan air liurnya yang hambar ketika telapak tangan Daniel makin keatas, yang membuat kain jarit yang di kenakan Laras makin tersingkap hingga sebatas paha mulusnya. Layaknya anak muda pada umumnya, Azril mulai terangsang melihat aurat lawan jenisnya.

"Tahan ya Amma." Ujar Daniel, sembari memijit paha bagian luar Laras.

"Ughk... Dan!" Lenguh Laras.

Jemari Daniel kembali naik keatas menuju pantat Laras, sedikit demi sedetik Azril dapat melihat karet bagian bawah penopang pantat Ibu Tirinya terlihat. Tubuh Azril gemetar, menantikan kemontokan pantat Ibu Tirinya yang pernah beberapa kali ia lihat.

Laras berusaha menarik turun kainnya, tapi usahanya sia-sia saja, di tambah jemari Daniel sudah berhasil masuk semakin dalam, hingga ke pantat bulatnya.

"Aduuuh Dan! Aaahkk..." Laras tampak makin gelisah.

Laras menatap Azril, berharap anaknya itu bisa membebaskannya dari cengkraman Daniel yang tengah melecehkannya. Tetapi Laras harus kecewa setelah melihat tatapan Azril, pemuda itu tak berkedip menatap tubuhnya yang secara tidak langsung di jamah oleh Daniel.

Sebenarnya Azril sendiri tidak rela melihat tubuh ibunya di jamah, tetapi rasa penasarannya mengalahkan akal sehatnya.

"Zril..." Panggil Daniel untuk kesekian kalinya.

Azril tergagap setelah sadar akan panggilan saudara sepupunya itu. "Eh iya ada apa Mas?" Tanya Azril salah tingkah setelah melihat senyuman misterius Daniel.

"Tolong tuangkan baby oil itu di sini." Daniel menunjuk kearah pantat Laras.

Jemari Azril tampak gemetar ketika meraih baby oil tersebut, di tambah lagi Daniel dengan santainya menyingkap kain Laras hingga sebatas pinggangnya.

Mata Azril membelalak menatap pantat Laras yang dibalut kain segitiga berwarna hijau stabilo. Di bagian selangkangan Laras, samar-samar Azril bisa melihat bercak noda yang menggelap.

"Zril..." Tegur Daniel lagi.

"I-iya."

Buru-buru Azril menumpahkan cairan kental itu diatas pantat Ibunya. Tampak pantat Ibunya bergetar ketika cairan itu mengenai selangkangannya, membuat celana Ibu Tirinya terlihat semakin basah, hingga menjiplak bibir kemaluannya.

Jemari Daniel kembali bekerja, memijit paha berisi Laras, dari bagian luar hingga ke bagian dalam paha mulus Laras dengan perlahan.

"Ughk... Dan! Sssstt..." Desah Laras.

Jemari telunjuk Daniel menyelip diantara kedua paha Laras, menekan dan menggesek bibir kemaluan Laras dari luar celana dalamnya. "Sakit ya Amma?" Tanya Daniel, semakin intens menggosok-gosok bibir kemaluan Hj Laras yang terasa berkedut-kedut.

"Iya agak sakit." Ujar Laras berbohong.

Tidak mungkin ia memberitahu Daniel, kalau ia menikmati pijitan yang di berikan kepadanya. Tidak mungkin ia memberitahu Daniel kalau saat ini ia tengah rerangsang. Mau di taruh dimana mukanya.

Tetapi walaupun Laras tidak mengatakannya, jelas Daniel mengetahuinya.

Pijitan Daniel pindah ke pantat Laras, terus naik menuju pinggang Laras. Wanita yang masih mengenakan hijab itu tampak bisa bernafas lega karena Daniel tidak lagi menyentuh bagian sensitifnya.

Tapi berbeda dengan Azril, ia tampak kecewa ketika Laras merapikan kembali kain jarit nya. Walaupun ia tau, kalau bukan hanya dirinya saja yang akan menikmati keindahan tubuh ibunya, melainkan juga ada orang lain yang akan menikmatinya.

Daniel memijit lembut pundak Laras, menuju tengkuk lehernya yang terasa kaku.

"Amma kecapean ya?" Ujar Daniel basa-basi.

"Iya Dan, maklumlah pekerjaan Ibu rumah tanggakan seabrek." Ujar Laras yang mulai sedikit tenang.

Daniel kembali memijit pundak Laras, turun ke lengan Laras yang terasa lembut. Ia menarik tangan Laras, dan dengan sengaja meletakan tangan Laras di selangkangannya, membuat wanita cantik itu dapat merasakan tonjolan di celana Daniel.

Deg... Deg... Deg...

"Ya Tuhan, apa itu?"
Gumam hati Laras.

Tubuh Laras gemetar merasakan tonjolan keras di celana Daniel. Sanking tegangnya, ia merasa jantungnya mau copot.

Hati kecilnya menjerit, ingin menarik tangannya untuk menjauh, tapi tubuhnya malah mengkhianatinya, ketika Daniel kembali memijit pundaknya, tangan Laras tetap berada di selangkangan Daniel, seakan enggan walaupun hanya bergeser sedikit.

"Sadar Laras, di dekatmu ada Azril..." Gumam Laras berusaha menyadarkan dirinya.

Sedikit demi sedikit Daniel menurunkan kain yang di kenakan Laras, sembari memijit mengusap-usap lembut punggung halusnya.

Kliiik...

Tiba-tiba Laras merasakan tali BHnya mengendur, menandakan kalau pengaitnya sudah di lepas, dan dengan begitu Daniel semakin leluasa membelai, mengelus dan memijit punggungnya. Anehnya Laras sama sekali tidak protes walaupun ia sadar kalau dirinya tengah di lecehkan oleh keponakannya sendiri.

Kedua tangan Daniel naik keatas, menuju pundak Laras, memijitnya dengan pelan, kemudian kedua tangannya menyusup ke balik tali bra yang di kenakan Laras, menariknya turun melalui pundaknya.

"Ya Tuhan, Daniel..." Jerit hati Laras.

Tapi lagi-lagi ia tidak menahan perbuatan Daniel dan terkesan membiarkan yang di lakukan Daniel kepada dirinya. Pijitan Daniel kembali turun ke punggung Laras, menekan bagian samping punggunya, hingga payudara Laras juga ikut ketekan.

"Ughk..." Lenguh Laras tak Tahan.

Jemari Daniel naik turun, menekan pinggiran payudara Laras. "Behanya di lepas aja ya Amma." Ujar Daniel, sembari berusaha menarik lepas bra-nya.

"Eh..." Kaget Laras.

Tanpa sadar Laras sedikit mengangkat dadanya ketika Daniel menarik bra-nya.

Azril yang berada di dekat mereka tampak tegang, melihat Ibu Tirinya kini sudah tidak lagi memakai bra. Dan anehnya Azril hanya diam, dan melihat bagaimana Daniel menelanjangi Ibu Tirinya.

"Azril..." Panggil Daniel kesekian kalinya.

Lagi-lagi Azril tidak menyadari panggilan saudara sepupunya itu. "Eh... Iya mas." Ujar Azril tergagap.

"Ini..." Daniel menyodorkan beha Ibunya. "Kamu mikir apa si Zril? Dari tadi bengong terus." Sindir Daniel, membuat wajah Azril merona merah karena malu, apa lagi Daniel mengatakan hal tersebut di depan ibunya.

Laras memang diam saja, tetapi ia memperhatikan putranya, ia tau kalau putranya sedang terangsang melihat dirinya yang kini nyaris telanjang.
.
Walaupun ia kesal dengan sikap putranya, tetapi Laras memakluminya, karena bagaimanapun juga tubuh Laras memang masih sangat menggoda, apa lagi saat ini ia nyaris telanjang. Hal yang wajar kalau putranya tersebut merasa birahi melihat dirinya.

Seharusnya yang patut di salahkan adalah dirinya sendiri, membiarkan Daniel mempertontonkan setiap inci aurat tubuhnya, yang seharusnya hanya di lihat oleh Suaminya seorang.

"Aliran darah Amma kurang lancar, saran saya jangan sering-sering menggunakan beha." Ujar Daniel yang kembali memijit punggungnya.

"I-iya Dan! Duh... Sssttt..." Lenguhan nikmat Laras.

Jemari Daniel kembali turun, memijit pinggang Laras sembari menarik turun kain jaritnya. Semakin lama kain tersebur semakin turun hingga sebatas pantatnya. Dan lagi-lagi Laras membiarkannya, walaupun ia tau kalau tidak hanya Daniel yang dapat melihatnya tetapi juga putranya.

Laras menggigit bibirnya ketika Daniel kembali memijit pantatnya dari atas, turun kebawah paha bagian dalamnya dan berakhir di selangkangan.

"Jangan di situ Dan! Aaahkk..." Jerit hati Laras.

Dengan kedua jarinya Daniel menggosok-gosok kemaluan Laras, membuat vagina Laras semakin membanjir. Rasa nikmat yang luar biasa, membuat dirinya lupa diri.

Begitu juga dengan Azril, sanking terobsesinya dia terhadap tubuh Ibunya, pemuda itu hanya mematung melihat apa yang di lakukan Daniel.

"Dan... Aaaahkkk... Sssttt..." Lenguh Laras.

Dengan jari jempolnya Daniel menekan-nekan vagina Laras dari luar.

Setelah di rasa cukup, pijitan Daniel kembali naik keatas, ke paha Laras, pantat, hingga pinggang Laras. Ia memijit pinggul Laras, sembari menyelipkan kedua jarinya masuk ke dalam celana dalam Laras, kemudian sedikit demi sedikit ia menurunkan celana dalam Laras.

Tanpa sadar Azril meremas kemaluannya, ketika matanya menangkap belahan pantat Ibunya.

"Dan!" Laras mulai panik.

Tetapi Daniel tidak menggubrisnya. "Tahan ya Umi." Pinta Daniel, sembari memijit pinggul Laras, turun kepantatnya hingga membuat celana dalamnya semakin turun, hingga semakin terlihat penampakkan pantat Laras yang membulat sempurna.

Laras ingin sekali menghentikan perbuatan Daniel, tapi entah kenapa tangannya terasa begitu berat untuk digerakkan.

Daniel menaiki betis Laras, duduk dengan kedua kaki terlipat untuk menopang tubuhnya. Dengan perlahan ia memijit pantat Laras, dari atas kebawah, dari bawah keatas. Gerakan Daniel terlihat seperti sedang meremas-remas pantat Laras.

Azril maju satu langkah, sembari menatap bulatan pantat Laras. Ketika Daniel melakukan gerakan pijitan dari dalam keluar, maka belahan pantat Laras terbuka, dan tampak anus Laras mengintip malu-malu.

"Ughk... Dan! Ssssttt..."

"Ini biar aliran darah dari pantat Amma lancar." Ujar Daniel menjelaskan, walaupun rasanya tidak masuk akal.

Tetapi di karenakan Laras berada di bawah pengaruh obat perangsang, ia hanya mengiyakan saja, seakan membenarkan apa yang di katakan Daniel, untuk menutupi rasa berdosanya.

Kedua jari tangannya menyusup dari samping bibir kemaluan Zaski, naik turun, naik turun membuat Zaskia makin belingsattan. Lendir kewanitaannya keluar semakin banyak, membasahi bibir kemaluannya yang terlihat sangat jelas.

"Tuangkan baby oilnya lagi." Suruh Daniel.

Azril dengan cepat mengambil baby oil, lalu menuangkannya ke pantat Ibunya yang tengah di buka lebar oleh Daniel. Tampak anus Laras berkedut-kedut ketika di aliri cairan kental tersebut.

Kedua jemari Daniel turun kebewah, ia membuka pipi pantat bagian bawah Laras.

Tanpa di suruh Azril menuangkan cairan tersebut diatas vagina Laras yang sudah terlihat sangat basah dan semakin basah karena cairan bening tersebut. Beberapakali Azril terlihat menelan air liurnya, menatap nanar selangkangan Ibunya.

"Duduk di sini aja Zril." Suruh Daniel.

Lagi-lagi Azril mematuhi perintah Daniel, sembari memandangi pantat dan vagina Ibunya.

Sementara Laras terlihat semakin tidak tenang, ada rasa malu bercampur birahi mengetahui bagian intimnya menjadi santapan keponakannya dan juga anaknya.

"Ya Tuhan, ada apa denganku." Bisik hati Laras tidak percaya.

Daniel menyelipkan kedua jarinya di sela-sela pantat Laras, kemudian menggerakannya mengikuti alur belahan pantat Laras, hingga kebawah bibir vaginanya. Gesekan antara kulit tangan Daniel dengan bagian sensitifnya membuat Laras menggelinjang.

"Aaahkk... Hah... Hah..."

Sloookksss... Sloookksss.... Sloookksss...

Semakin lama semakin cepat Daniel menggosok-gosok bibir vagina Laras, membuat wanita itu makin tak tahan. Kedua tangannya terkepal, sembari membenamkan wajahnya di bantal.

"Enggkkk... Aaaahkk... Aaaahkkk... Aaaahkkk..."

Azril yang duduk di samping kaki kanan Laras hanya termenung melihat perbuatan Daniel.

Hingga akhirnya Laras merasa cairannya sudah berada di ujung vaginanya. Wajahnya memerah karena menahan nafas, dan akhirnya ia sudah tidak mampu lagi membendung orgasmenya. Sembari mengangkat wajahnya Laras melolong panjang.

"Aaaaaaarrttt...."

Creeettss.... Creeettss... Creeettss...

Seeeeeeeeeeeeeeeerrrr....

Azril menelan air liurnya, melihat genangan air yang membasahi sprei tempat tidurnya. Saat Daniel mengangkat jarinya, Azril dapat melihat tetesan cairan bening yang menempel di jari Daniel.

"Sudah selesai Amma!" Bisik Daniel.

Kemudian pemuda itu mengambil selimut lalu menyelimuti tubuh Laras.

Tanpa mengatakan apapun Daniel mengajak Azril pergi meninggalkan kamar, membiarkan Laras beristirahat, masih dalam kondisi telungkup.

Selepas kepergian mereka, raut wajah Laras tampak berubah murung. Ia menyesali apa yang terjadi, bagaimana mungkin dirinya menikmati pijitan erotis yang di berikan Daniel, dan parahnya Daniel melakukan hal tersebut di depan putranya.

*****


Zaskia

Seharian ini Zaskia mendiamkan Rayhan, bukan karena ia marah, melainkan karena Zaskia merasa malu karena sudah melihat Rayhan dalam keadaan telanjang bulat, bahkan ia sempat terkena kencing Rayhan, tapi anehnya dia malah mengajak Rayhan berdebat.

Sikap Zaskia yang berbeda dari biasanya, membuat Rayhan merasa tidak nyaman, beberapa kali ia mengajak Kakaknya mengobrol tetapi jawaban Zaskia sangat singkat.

Rayhan beranjak dari tempat tidurnya, ia berencana menanyakan alasan kenapa Kakaknya mendiamkannya hari ini.

Tok... Tok... Tok...

Rayhan mengetuk pintu kamar Zaskia, dan tidak lama kemudian Zaskia membukakan pintu untuknya.

"Aku boleh masuk Kak." Izin Rayhan.

Zaskia tampak menghela nafas lalu mengangguk. "Masuk aja! Tumben pake permisi." Sindir Zaskia, Rayhan tampak manyun.

Pemuda itu duduk di tepian tempat tidurnya, sementara Zaskia dduk di kursi kerjanya. "Ada apa? Kakak masih banyak kerjaan." Ketus Zaskia, melihat Rayhan, selalu mengingatkan nya dengan penis adiknya.

"Kakak kenapa si?" Tanya Rayhan heran.

"Kenapa apanya?"

Rayhan mendengus kesal. "Seharian ini jutek terus! Gak biasanya." Rutuk Rayhan, entahlah, rasanya ada yang hilang dari saudaranya.

"Pikir aja sendiri." Ambek Zaskia.

Wanita cantik itu berdiri, berjalan beberapa langkah dan berhenti tepat di depan kaca lemarinya, sembari melipat tangan diatas dadanya. Dari raut wajahnya, terlihat semburat merah, menandakan kalau Zaskia saat ini di landa rasa malu.

Bayangan penis Rayhan seakan berseliweran di depan kelopak matanya. Berapa kali ia berusaha membuang bayangan tersebut, tetapi tetap saja kembali.

Rayhan berdiri, menghampiri Kakak Iparnya. Tiba-tiba pemuda itu memeluknya dari belakang.

Deg... Deg... Deg...

Nafas Zaskia terasa berat, tubuhnya lemas seakan tulang-tulang nya meleleh. Baru kali ini Rayhan berani memeluknya, dan anehnya Zaskia merasakan sensasi yang belum pernah ia rasakan. Pelukan Rayhan tidak hanya mendamaikan hatinya, tetapi juga membuat tubuhnya merasa hangat.

Debat jantung Zaskia semakin kencang, bahkan Rayhan yang tengah memeluknya dari belakang dapat merasakannya.

"Adek, apa yang kamu lakukan?" Lirih hati Zaskia.

"Kakak marah ya?" Bisik Rayhan.

Zaskia tak mampu berkata-kata, pelukan Rayhan membuat bibirnya terasa keluh.

"Kak..."

"Pikir aja sendiri." Jawab Zaskia dengan suara parau.

"Ya Allah, kenapa aku menjadi kekanak-kanakan seperti ini? Sadar Kia, dia adikmu." Jerit frustasi Zaskia di dalam hatinya.

"Soal tadi pagi ya Kak? Maafin aku ya Kak." Rayhan memeluk tubuh Zaskia semakin erat. Dari jarak yang begitu dekat Rayhan dapat mencium aroma lavender dari tubuh Zaskia.

Zaskia terpaku diam, ia tidak menyangkah Rayhan akan senekat ini. Ia dapat merasakan adanya tonjolan di pantatnya yang terasa panjang dan keras, menyundul-nyundul pantatnya dari belakang. Dan anehnya Zaskia sama sekali tidak marah.

Rasa nyaman dan hangat seakan membuatnya lupa akan cincin mas yang melingkar di jemari manisnya.

"Itu kontol kamu Dek?" Bisik hati Zaskia.

"Kok diam... Di maafin gak?" Tanya Rayhan lagi.

"Enggak!" Jawab Zaskia manja.

Rayhan meletakan dagunya di pundak Zaskia, ia jadikan pundak Zaskia sebagai penopang dagunya. Hembusan hangat nafas Rayhan terasa penerpa pipinya, membuat pipinya kian merona.

Tidak sampai di situ saja, Rayhan mengayunkan tubuhnya kekiri dan kanan, hingga tubuh Zaskia ikut berayun-ayun, yang membuat tonjolan di celana Rayhan menggesek-gesek pantatnya.

"Cie yang masih ngambek..." Goda Rayhan.

Zaskia menggembungkan pipinya, hingga ia terlihat begitu imut. "Siapa yang ngambek?" Elak Zaskia, sembari memejamkan matanya, menikmati hembusan nafas Adiknya.

"Gak baik Lo Kak, kalau orang sudah minta maaf tapi gak di maafin." Bujuk Rayhan tidak menyerah.

Zaskia tidak bergeming, bukan karena Zaskia tidak ingin memaafkan adiknya. Tetapi jauh di lubuk hatinya Zaskia tidak mau kehilangan momen saat ini. Walaupun Zaskia sadar, kalau apa yang mereka lakukan saat ini salah besar.

"Siapa juga tidak marah di kencengin." Omel Zaskia.

Dari pantulan cermin, terlihat senyuman mengembang dari Rayhan. "Emang tadi pagi aku ngencingin apa Kak?" Goda Rayhan.

"Memek!" Reflek Zaskia.

Bola mata Rayhan membesar mendengar pengakuan Kakaknya, sementara Zaskia buru-buru muntup mulutnya. "Ya Tuhan ini mulut." Kesal Zaskia.

"Kan aku gak sengaja ngencingin me-meeek Kakak." Ujar Rayhan, menekankan kata memek di dekat telinga Zaskia, membuat bulu kuduk Zaskia sampai berdiri.

"Bodo..." Ketusnya.

Rayhan melepaskan pelukannya, lalu menarik pundak Zaskia hingga menghadap kearahnya. Rayhan menatap tajam mata Zaskia, hingga menimbulkan getaran-getaran syahwat diantara keduanya.

Tangan Rayhan terjulur ke depan, membelai pipi merah Zaskia.

Deg... Deg... Deg...

"Maafin aku ya Kak!" Ucap Rayhan lembut.

"Adek... Kamu...."

"Kak..." Panggil lembur Rayhan.

Zaskia menggit bibir bawahnya hingga terlihat menggemaskan. "Iya, Kakak maafin tapi jangan di ulangi lagi." Ucap manja Zaskia.

"Siap..." Dengan gerakan hormat.

Zaskia menyodorkan jari kelingkingnya. "Kita baikan." Ujar Zaskia, Rayhan ikut melingkarkan jemari kelingkingnya di jari kelingking Kakak iparnya.

"Udah gak marah lagi kan?" Zaskia mengangguk. "Kak... Aku lapar." Bisik Rayhan.

Zaskia terbengong selama beberapa detik, dan kemudian ia tertawa setelah dirinya ingat kalau ia belum menyiapkan makan siang. Momen romantis yang sebelumnya tercipta diantara mereka berdua, berubah menjadi gelak tawa.

*****


Elliza

"Mau kemana anak Umi?" Tegur Hj Fatimah sembari membereskan meja makan.

Elliza menghampiri ibunya, sembari bergelayut manja di lengan Ibunya. "Biasa Mi, mau ambil paket di depan." Jawab Elliza seraya tersenyum tipis.

"Astaghfirullah... Paket lagi?"

Elliza mengangguk. "Terakhir deh Mi... Soalnya bajunya bagus banget, aku belum punya." Bujuk Elliza agar ibunya tidak marah.

Fatimah menggeleng-gelengkan kepalanya. "Dari kemarin kamu bilang terakhir, dan dari kemarin kamu bilang bagus dan belum punya." Ujar Fatimah menirukan gaya bicara putrinya.

"Hihihi... Umi bisa aja."

"Ya sudah ambil sana paket kamu! Ingat langsung pulang." Pesan Fatimah sembari menyentil hidung anaknya.

"Ok Mi, assalamualaikum..."

"Waalaikumsalam..."

Elliza bergegas pergi dengan penuh semangat. Rasanya ia sudah tidak sabar ingin melihat baju yang baru saja ia beli di olshop.

Walaupun jarak rumahnya menuju pos satpam cukup jauh, tapi tidak menghilangkan semangatnya.

Ya, setiap paket yang masuk biasanya memang di titipkan ke satpam, sehingga para santrilah yang harus mengambil sendiri paket mereka di pos satpam. Maklum saja, aturan Ma'had Al-fatah memang sangat ketat, tidak semua orang bisa masuk ke dalam pesantren.

Setibanya di pos satpam, Elliza terlihat celingak-celinguk karena tidak melihat ada yang jaga. Tentu saja Elliza menjadi kesal, karena acara unboxingnya bisa tertunda gara-gara pak Satpam.

Elliza memasuki pos Satpam, berharap bisa menemukan paketnya di laci meja satpam. Tapi sayang ia tidak menemukannya.

Elliza duduk di kursi satpam, sembari menunggu satpam yang datang.

"Aaahkk... Aaahkk... Aaahkk..."

Kening Elliza mengkerut, sayup-sayup ia mendengar suara erangan seseorang dari balik pintu ruangan satpam. Karena penasaran ia mendekati pintu satpam tersebut. Semakin dekat, suaranya terdengar semakin jelas.

Reflek Elliza membuka pintu ruangan tersebut, dan alangkah kagetnya Elliza ketika melihat seorang santri sedang di gangbang oleh keempat satpam sekaligus, Pak Girno, Pak Rudi, Pak Dadang, dan Pak Toyib. Kondisi santri tersebut terlihat sudah dalam keadaan telanjang bulat.

"Astaghfirullah..." Jerit Elliza sembari menutup wajahnya.

Keempat satpam dan santri tersebut tidak kalah kagetnya. Mereka saling pandang dengan muka pucat pasi sanking takutnya.

Elliza yang tersadar dari keterkejutannya berusaha kabur dari sana, tetapi ia kalah cepat dari Pak Dadang yang keburu menahan tangannya, kemudian mendorongnya keatas tempat tidur.

"Auwww... Mau apa kalian?" Bentak Elliza.

Pak Dadang dengan cepat menyergap tubuh Elliza, ia mendekap mulut Elliza agar ia tidak berteriak. Pak Girno, Pak Sueb dan Pak Rudi tampak terkejut dengan tindakan Pak Dadang.

"Kamu mau ngapain?" Tegur Pak Girno.

"Jangan banyak tanya, buruan bantuin saya ngiket Non Elliza, sekalian ambil lakban." Suruh Pak Dadang panik ke teman-temannya.

Pak Rudi mengambilkan dua borgol yang tergantung di dinding ruangan tersebut, lalu memborgol kedua tangan Elliza di tiang ranjang mereka. Sementara Pak Girno yang tidak menemukan lakban, memberikan celana dalam kusamnya ke Pak Dadang.

Karena tidak ada pilihan Pak Dadang menyumpal mulut gadis alim itu dengan celana dalam Pak Girno yang sudah tiga hari tidak di ganti.

Elliza nyaris muntah, mencium aroma celana dalam Pak Girno yang berbauk pesing, karena Pak Girno jarang mencuci kemaluannya saat buang air kecil. Di tambah lagi rasanya yang apek, membuat perut Elliza terasa mulas.

"Ya Tuhan." Pak Sueb sampai menjambak rambutnya sendiri.

"Kamu mau ngapain si Dang?" Omel Pak Girno, melihat kenekan Pak Dadang.

"Kalian mau di pecat? Hah..." Umpat Pak Dadang.

Mereka bertiga terdiam, sembari memandang frustasi kearah Elliza. Tentu saja mereka tidak ingin di pecat, apa lagi kalau sampai mereka di pecat karena ketahuan mencabuli salah satu santri. Bisa-bisa mereka tidak hanya di pecat tapi juga di penjara.

"Sekarang kamu mau ngapain?" Tanya Pak Rudi.

Pak Dadang menghela nafas. "Lis, kamu tolong jaga di luar ya, setidaknya sampai si kampret itu balik." Umpat Pak Dadang kesal kepada salah satu temannya yang harusnya berjaga malah menghilang.

"Iya pak." Jawab sang Santri.

Gadis manis itu segera mengenakan pakaiannya, lalu keluar dari ruangan tersebut.

"Terus sekarang kita harus ngapain?" Tanya pak Sueb.

Pak Dadang terdiam sesaat sembari menatap Elliza yang tengah meronta-ronta. "Bukankah selama ini kita selalu membahas Non Elliza?" Ujar Dadang, sembari menatap ke tiga temannya.

"Gila kamu Dang." Umpat kesal Pak Girno.

"Pilihan ada di tangan kalian masing-masing, kalau saya lebih baik mewujudkan mimpi saya terlebih dahulu, sebelum di penjara." Ungkap Dadang.

Mereka bertiga masih terdiam membisu, sementara Elliza terlihat sangat panik.

Gadis muda itu paham arah dari pembicaraan mereka, oleh karena itulah ia merasa sangat ketakutan, ia tidak bisa membayangkan dirinya berada di dalam cengkraman keempat predator itu.

"Kamu benar Dang." Ujar Pak Rudi tiba-tiba.

"Saya ngikut aja, sudah kepalang basah! Anjiing..." Kesal Pak Sueb yang terlihat frustasi.

Pak Dadang melihat kearah Girno. "Kalian memang sudah tidak punya moral." Umpat Girno, sembari menatap teman-temannya.

"Dari dulu kita memang tidak bermoral Girno." Ledek Pak Sueb.

"Saya setuju, tetapi dengan syarat kalian tidak boleh menyakiti Non Elliza, atau kalian akan berhadapan dengan saya." Ancam Pak Girno kepada teman-temannya yang terlihat tidak berkutik.

Mendengar ucapan mereka membuat tubuh Elliza terasa lemas, ia berharap kalau ini hanya sekedar mimpi buruk saja.

Pak Girno mendekati Elliza, ia membelai kepala Elliza yang tertutup kerudung. "Maaf ya Non, setelah ini Non boleh melaporkan kami semua." Ucap Pak Girno yang terlihat tampak sangat menyesal karena harus berbuat kurang ajar kepada Elliza yang selama ini begitu baik kepada mereka.

Elliza balik menatap pak Girno, memohon agar Pak Girno mau menyelamatkannya.

"Eeehmmppsss.... Eehmmmppss..." Elliza menggeleng-gelengkan kepalanya, sementara matanya berkaca-kaca.

Tangan Pak Girno turun menuju buah dada Elliza, ia menjamahnya dari luar gamis yang di kenakan Elliza, meremasnya dengan lembut, berharap tidak menyakiti anak dari orang yang telah memberikan mereka pekerjaaan.

"Jangan di lawan, di nikmatin saja Non." Pinta Pak Girno.

Pak Dadang duduk di sisi lain tempat tidur mereka, kemudian ia ikut membelai payudara sebelah kiri Elliza yang menganggur, meremasnya dengan pelan, berusaha membuat Elliza senyaman mungkin.

Sementara Pak Sueb dan Pak Rudi memijit, merabahi betis hingga ke paha Elliza yang tertutup celana leging yang di kenakan Elliza.

Walaupun mereka melakukannya dengan perlahan dan selembut mungkin, tetapi tetap saja membuat gadis alim itu histeris, ia meronta-ronta berusaha melepaskan dirinya dari mereka, bahkan ia tidak perduli kedua pergelangan tangannya menjadi sakit karena gesekan kulitnya dengan borgol yang mengikat tangannya.

"Percuma Non melawan, hanya akan membuat Non Elliza makin tersiksa." Nasehat Girno, sembari membuka kancing gamis yang di kenakan Elliza.

"Betul Non, mending di nikmatin aja Non." Timpal Pak Dadang yang paling bernafsu ingin meniduri putri bungsu dari KH Hasyim.

"Hmmmpps... Hmmmpps..." Racau Elliza tak jelas.

Tiba-tiba pintu ruangan kembali terbuka, tampak Pak Lukman memasuki ruangan sembari menatap mereka berempat yang sedang menggerayangi anak dari pimpinan pesantren, anak dari ketua DPRD kabupaten XXX.
.
Melihat hadirnya Pak Lukman, membuat tubuh Elliza semakin lemas.

"Kemana aja kamu? Di suruh jaga malah keluyuran." Kesal Girno, tetapi yang di marahi malah cengar-cengir merasa tidak bersalah.

"Tadi lagi kencing."

"Sana jaga yang benar!" Usir Pak Sueb.

"Siap Bos, tapi jangan lupa sisain buat saya ya, hehehe..." Tawa Pak Lukman, pria cabul tersebut sempat menjilati bibirnya yang kering, membuat Elliza merasa jijik melihatnya.

Selepas kepergian Pak Lukman, mereka berempat kembali menjamah tubuh Elliza, membangkitkan birahi Elliza agar ketika eksekusi Elliza tidak begitu merasa tersiksa oleh mereka.

Setelah kancing gamis Elliza di buka, Pak Girno kembali menjamah payudara Elliza yang terasa kenyal dan empuk.

"Non haus?" Tanya Pak Girno.

Elliza mengangguk.

"Sumpelan mulutnya saya buka ya Non, tapi Non Elliza janji jangan ngelawan! Karena saya bisa tidak menjamin kalau Pak Dadang tidak berbuat kasar kepada Non Elliza." Ujar Pak Girno mengingatkan Elliza agar tidak macam-macam kalau ingin selamat.

Membayangkan dirinya di bunuh dan mayatnya di buang, membuat Elliza menjadi ketakutan. Dengan cepat Elliza menganggukkan kepalanya.

Segera Pak Girno mencabut dalaman miliknya, yang menjadi sumpalan mulut Elliza.

"Fuaaah... Hah... Hah..." Akhirnya Elliza bisa bernafas lega. Elliza menghirup udara sebanyak-banyaknya, mengisi paru-parunya yang terasa kempis.

Pak Girno mengambilkan botol mineral yang sudah tidak terisi penuh lalu memberikannya kepada Elliza yang tampak kehausan.

Elliza sempat ragu meminumnya, setelah di beritahu kalau itu bekas Lissa, barulah Elliza mau meminumnya beberapa teguk. Elliza merasa tenggorokannya begitu kering setelah di sumpel oleh celana dalam pak Girno yang rasanya sudah tak karuan.

Setelah merasa cukup tenang, barulah Elliza berbicara. "Tolong Pak jangan sakiti saya." Melas Elliza.

"Selama Non Elliza bisa kooperatif, kami tidak akan menyakiti Non Elliza, percaya sama Bapak." Ujar Girno menenangkan Elliza yang masih terlihat sangat ketakutan.

"Kami malah ingin membuat Non Elliza enak." Celetuk Pak Sueb yang sedang merabahi betis hingga ke bagian paha Elliza.

"Betul Non, kita semua sayang sama Non." Tambah Pak Rudi.

Elliza tampak menarik nafas lega. "Tolong lepasin saya ya Pak! Saya berjanji tidak akan memberitahu siapapun tentang kejadian barusan." Ucap Elliza penuh harap kepada mereka.

"Maaf Non, kami tidak bisa mengabulkan permintaan Non Elliza, ini bukan masalah lapor atau tidak, karena pada dasarnya kami sudah siap kalau Non Elliza mau melaporkan kami." Ujar Pak Dadang.

"Betul Non, kami siap di penjara, asalkan bisa menikmati Non Elliza." Ungkap Pak Rudi.

"Ya Allah, Istighfar Pak." Pinta Elliza.

Seakan mengabaikan permintaan Elliza, Pak Girno malah menyingkap keatas cup bra yang di kenakan Elliza, hingga sepasang buah dadanya yang membusung itu terpampang di hadapan mereka, dan siap untuk di nikmati oleh mereka.

Gleeek... Pak Dadang sampai menelan air liurnya yang terasa hambar sanking takjubnya.

"Jangan Pak..." Melas Elliza.

Tetapi ia tidak bisa berbuat apa-apa ketika payudaranya di jammah oleh oleh Pak Girno dan Pak Dadang. Rudi yang tidak mau ketinggalan, menarik lepas celana legging yang di kenakan Elliza dengan perlahan, hingga terpampang sepasang kaki jenjang Elliza yang terlihat putih mulus bak pualam.

Pak Rudi dan Pak Sueb sampai melongok, melihat keindahan tubuh bagian bawah Elliza.

"Sudah basah ya Non?" Goda Pak Sueb.

Tampak di celana dalam berwarna putih yang di kenakan terdapat bercak lendir kewanitaannya, menandakan kalau Elliza mulai rerangsang.

Mendengar ucapan Pak Sueb tentu saja membuat Elliza malu, ia sendiri juga tidak mengerti kenapa tubuhnya tiba-tiba saja terasa sensitif, bahkan semenit yang lalu Elliza merasa ngompol di celananya, hanya saja tidak terlalu banyak.

Pak Girno memandangi wajah Elliza. "Non Elliza cantik sekali kalau sedang terangsang." Puji Pak Girno, yang kemudian mencium kening Elliza, turun ke mata, hidung, hingga akhirnya berhenti di bibir merah Elliza.

Ia memanggut bibir Elliza, melumatnya dengan perlahan. Elliza yang polos tampak gelagapan, di tambah lagi aroma rokok yang menyengat, membuat Elliza makin tidak tahan dengan ciuman Pak Girno di bibirnya, tetapi Elliza tidak dapat berbuat apa-apa, karena Pak Girno menahan kepalanya.

Pak Dadang yang sudah tidak tahan melahap payudara Elliza ke dalam mulutnya, ia mengenyot-ngenyot payudara Elliza, menghisap putingnya dengan rakus.

Sruuupsss... Sruuupsss... Sruuupsss...

"Eeehmmppsss... Ehmmmppss.... Eeehmmppsss..." Erang Elliza tak tahan.

Semakin lama rasanya semakin nikmat, bahkan ciuman Pak Girno yang awalnya terasa menjijikan kini malah terasa nikmat. Tanpa sadar Elliza membuka mulutnya, membiarkan lidah Pak Girno bergerilya di dalam mulutnya, menyapu rongga mulutnya, hingga membelit lidahnya dengan rakus.

Sementara di bawah sana, Pak Sueb dan Pak Rudi berbagi kaki jenjangnya. Elliza dapat merasakan hangatnya lidah mereka yang sedang menjilati setiap inci kulit kakinya.

Di rangsang oleh keempat pria sekaligus membuat Elliza makin tak tahan. Terlihat dari celana dalamnya yang makin basah.

"Ehmmmppss... Eeehmmppsss... Eehmmmppss..." Erang Elliza.

Pak Rudi dengan perlahan mulai menarik celana dalam Elliza, dan nampaklah kemaluan Elliza yang di tumbuhi rambut hitam yang tidak begitu lebat. Bibir kemaluannya yang kemerah-merahan tampak mengkilat karena lendirnya.

Sembari memandangi Elliza Pak Rudi mencium dalaman Elliza, membuat gadis muda itu bergidik menatap kelakuan Pak Rudi, yang kemudian bergantian dengan Pak Sueb mencium dalamannya.

"Wangi sekali Non." Puji Pak Sueb.

Pak Girno melepas lumatannya. "Bibir Non Elliza juga enak, manis... Hehehe..." Puji Girno setinggi langit, membuat Elliza tersipu malu.

"Ya Allah Non, sudah baik, cantik... Badannya juga bagus banget." Puji Pak Dadang tidak mau kalah dari teman-temannya.

Elliza hanya pasrah saja ketika Pak Girno dan Pak Dadang kembali menjamah payudaranya, bahkan kini ia terlihat sangat menikmati sentuhan-sentuhan mulut mereka di atas puting nya berwarna kemerah-merahan.

Tanpa sadar Elliza merenggangkan kedua kakinya, ketika sapuan lidah Pak Rudi semakin naik keatas, menuju bibir kemaluannya yang merekah indah. Dengan mata terpejam, pinggulnya bergetar ketika ujung lidah Pak Rudi menggelitik bibir kemaluannya.

"Pak! Aaahkk... Aaahkk..." Erang Elliza.

Pak Sueb tidak mau ketinggalan, ia mencium dan menjilati perut Elliza yang rata.

Sluuuppsss... Sluuuppsss... Sruuupsss... Sluuuppsss.... Sruuupsss...

"Enak sekali memeknya Non! Masih perawan ya Non." Racau Pak Rudi, seraya menikmati bibir kemaluan Elliza yang masih rapat.

Di rangsang oleh keempat satpam sekaligus, membuat Elliza melayang-layang, hingga akhirnya Elliza merasa ada yang ingin keluar, seperti kencing tapi ini terasa sangat nikmat. Pinggul Elliza tersentak-sentak, kedua tungkai kakinya melejang-lejang.

Sembari menahan nafas, ia melepaskan cairan bening yang terasa penuh di dalam vaginanya.

"Oughkk..." Jerit Elliza.

Dengan pinggul terangkat, Elliza menyemburkan cairan cintanya, hingga membuat wajah Pak Rudi yang berada di selangkangannya bermandikan cairan cintanya.

Selama beberapa detik pinggulnya mengudara, hingga tidak ada lagi yang keluar dari vaginanya.

"Enak banget ya Non!" Goda Pak Girno.

Wajah cantik Elliza merona merah karena malu. "Ehmm... Pak!" Lirih Elliza, secara tidak langsung mengakuinya.

"Non Elliza cantik maukan di entotin sama kami?" Rayu Pak Sueb.

"Tolong jangan Pak... Saya mohon." Melas Elliza.

"Pertanyaannya saya rubah ya Non. Non Elliza cantik mau kami perkosa atau dengan suka rela." Tanya Pak Dadang dengan intonasi mengancam, membuat Elliza kembali takut.

"Non Elliza bisa pilih, siapa orang pertama yang beruntung memperawani Non." Usul Pak Girno, yang sama sekali tidak menyelamatkannya.

Rasanya di dunia ini tidak ada satupun perempuan yang ingin menyerahkan kesuciannya dengan suka rela kepada pria yang tidak ia cintai, apa lagi wanita itu sekelas Elliza, yang di didik dari kecil dalam lingkungan fanatik Agama.

Tetapi Elliza hanya memiliki dua pilihan, di paksa yang artinya akan menyakiti dirinya, atau dengan suka rela menyerahkan virginnya kepada salah satu dari mereka berempat.

Elliza menatap pak Girno yang berdiri paling kiri, tubuhnya tegap, dengan tampang menyeramkan. Saat katanya turun kebawah, wajahnya meringis, memandangi penis Pak Girno, yang tidak hanya besar dan gemuk, tapi juga berurat.

Lalu pandangan Elliza beralih ke Pak Sueb, tubuh kecil dengan senyum menjijikkan. Ukuran penisnya lebih pendek, tapi cukup gemuk.

Ia kembali beralih ke Pak Rudi, penisnya panjang sama seperti milik Pak Girno, hanya saja tidak segemuk milik Pak Girno. Terakhir ia menatap Pak Dadang, pria yang sedari tadi mengancamnya. Ukurannya tidak begitu panjang dan besar, standar seperti penis pria Asia pada umumnya.

Lama Elliza memikirkannya, menjatuhkan pilihan pria mana yang beruntung bisa mendapatkan perawannya. Setelah memikirkannya matang-matang akhirnya Elliza menunjuk sala satu dari mereka.

"Pak Girno!" Lirih Elliza.

Yang di tunjuk tampak bengong. "Saya Non? Serius..." Ujar Pak Girno kegirangan, sementara yang lainnya tampak kecewa, terutama Pak Dadang, mengingat ukuran penisnya yang tidak sekstrim milik teman-temannya, membuatnya berfikir bahwa dirinyalah yang akan di pilih oleh Elliza.

Gadis muda itu memalingkan wajahnya, ia sadar kalau tidak ada gunanya ia melawan. Sore ini sudah takdirnya untuk kehilangan mahkotanya.

Bukan tanpa alasan kenapa Elliza memilih Girno, karena selama ia berada di ruangan ini, Elliza melihat hanya Girnolah yang benar-benar perduli kepadanya. Kalaupun hari ini ia harus kehilangan kesuciannya, ia merasa Girnolah yang layak mendapatkannya.

Segera Girno menaiki tempat tidur, berlutut di ujung kasur yang saat ini di tiduri oleh Elliza.

"Non jangan nangis! Nanti enak kok." Bujuk Pak Girno.

Bagaimana mungkin Elliza tidak menangis, kalau hari ini dirinya akan kehilangan kegadisannya. Bayangan masa depan yang suram seakan menghantuinya.

"Tolong jangan kasar-kasar ya Pak!" Mohon Elliza.

Pak Girno menyapu air mata Elliza. "Bapak janji akan pelan-pelan, jangan nangis lagi ya." Pinta Pak Girno penuh perhatian kepada Elliza, membuat gadis cantik itu perlahan mulai tenang.

Sebelum mengeksekusi mangsanya, Pak Girno memberi Elliza minum terlebih dahulu. Elliza yang merasa sangat kehausan segera meminumnya hingga menyisakan sedikit saja. Selesai Elliza minum, barulah Pak Girno beraksi, di mulai dari menjamah tubuh Elliza.

Tangan kanan Pak Girno membelai payudara Elliza, meremasnya dengan pelan, sementara tangan kirinya membelai kepala Elliza, membuat birahi Elliza kembali naik.

Ia memilin puting Elliza dengan perlahan, hingga putingnya kembali mengeras.

"Enakkan Non?" Tanya Pak Girno.

Elliza mengangguk malu-malu. "I-iya Pak! Sssttt... Aaahkk..." Lenguh Elliza keenakan.

"Nanti akan lebih enak lagi dari sini." Ujar Girno.

Setelah meyakini kalau Elliza mulai menikmati permainannya, Pak Girno menuntun penisnya kearah bibir merah vagina Elliza. Ia tidak langsung memasukannya melainkan menggesek-gesekkan penisnya terlebih dahulu di bibir kemaluan Elliza yang terasa licin.

Alhasil Elliza semakin birahi, bibir kemaluannya berkedut-kedut, mengundang penis Pak Girno untuk segera memasuki relung vaginanya.

"Saya masukan sekarang ya Non."

"Pelan-pelan Pak." Ujar Elliza kembali mengingatkan Pak Girno.

Pria setengah paru baya itu meludahi tangannya, lalu menggosok-gosok kemaluannya agar semakin licin dan mudah untuk membobol gawang Elliza. Kemudian dengan perlahan menuntun kembali penisnya kearah lobang vagina Elliza.

Ia mendorong pelan penisnya, mencoba mendobrak kemaluan Elliza.

"Ughk... Sssttt..." Rintih Elliza.

Walaupun sulit, Pak Girno tidak pantang menyerah. "Tahan ya Non!" Pinta Girno, ia sedikit menekan pinggulnya agar penisnya masuk ke dalam vagina Elliza.

"Ughk..." Lenguh Elliza ngilu.

Usaha Pak Girno perlahan mulai menemui hasil, kepala penisnya perlahan berhasil masuk ke dalam lobang vagina Elliza.

"Gilaaa... Sempit banget." Racau Pak Girno.

"Hah... Hah... Hah..." Nafas Elliza tersengal-sengal, ia merasa vaginanya begitu sesak.

Pak Girno mendiamkan sebentar penisnya, setelah di rasa cukup, ia kembali mendorong penisnya, lalu menariknya dengan perlahan, mendorongnya lagi dan menariknya lagi.

Gerakan maju mundur, maju mundur ia lakukan dengan perlahan, ketika ia memajukan pinggulnya, Pak Girno mendorong penisnya semakin dalam, lalu menariknya lagi. Sementara jemarinya dengan sibuk menstimulasi puting Elliza.

Awalnya Elliza memang terlihat tampak tersiksa, tapi lama kelamaan ia mulai menikmatinya.

"Oughk... Pak! Sssttt..." Rintih Elliza di tengah ketidak berdayaannya.

Pak Girno sumringah ketika penisnya menabrak sesuatu penghalang di dalam vagina Elliza. "Tahan ya Non, ini agak sakit." Bisik Pak Girno.

Elliza mengangguk lemah, sembari menatap sayu kearah Pak Girno. Elliza sadar, percuma saja ia melawan, tidak ada gunanya, Elliza memilih untuk pasrah dari pada nasib yang lebih buruk menimpa dirinya.

Saat dirinya mulai rileks, tiba-tiba Pak Girno menghentak pinggulnya. Sreeettt...

"Aaasrrtt... Sakit Pak...." Jerit Elliza.

Penis besar Pak Girno akhirnya berhasil merobek selaput perawan sang ahkwat. Buru-buru Pak Girno mendekap tubuh Elliza yang tampak tegang setelah penisnya merenggut kesucian sang Santri yang tampak melolong kesakitan.

Ia mengusap kepala Elliza sembari mencium kepala Elliza dengan penuh kasih sayang.

"Aduh sakit Pak!" Erang Elliza.

Pak Girno mendiamkan penisnya tanpa melakukan gerakan sedikitpun. "Tahan ya Non, jangan di lawan... Nanti enak kok." Bujuk Pak Girno, seakan tengah membujuk anak kecil.

"Cabut Pak! Cabut..." Melas Elliza.

Telapak tangan Pak Girno semakin intens meremas payudara Elliza, memilin putingnya dengan perlahan, membuat Elliza kembali sedikit tenang.

Sentuhan-sentuhan Pak Girno berhasil membuat Elliza kembali tenang, rasa sakit yang sempat di rasakan Elliza berangsur hilang, tetapi Elliza masih belum berani bergerak. Ia merasa vaginanya kini terasa begitu penuh, seakan tertancap kayu besar.

"Bapak mulai ya Non." Ujar Girno.

Elliza kembali mengangguk. "Pelan-pelan ya Pak." Pinta Elliza.

"Percaya sama Bapak, Non Eliza pasti ketagihan." Ucap Pak Girno seraya tersenyum sumringah karena telah berhasil mendapatkan perawan Elliza.

Rasanya sulit sekali bagi Pak Girno untuk mempercayai apa yang sedang terjadi saat ini. Tetapi kenyataannya ia memang telah merenggut kegadisan anak dari pimpinan pesantren Al-fatah. Tentu saja bagi Girno itu sebah prestasi.

Perlahan Girno menarik penisnya, tampak lelehan dara segar menyelimuti batang kemaluannya, sebagai bukti kalau memang dirinyalah yang telah merobek selaput perawan Elliza.

"Aduuuh... Ssstt..." Lenguh Elliza.

Pak Girno kembali mendorong masuk penisnya. "Oughk... Non Elliza, nikmat sekali memekmu." Racau Pak Girno keenakan.

"Pak! Aaahkk... Aaahkk..."

Seiring dengan seringnya terjadi gesekan antara dinding vagina Elliza dengan batang kemaluan Pak Girno, membuat rasa sakit yang di derita Elliza seakan lenyap tanpa bekas, berganti dengan rasa nikmat yang luar biasa, membuat Elliza mengerang-erang keenakan.

Apa lagi Pak Girno sangat pandai memainkan tempo, membuat Elliza belingsattan.

Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss...

Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss...

Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss...

"Gimana Non? Enakkan?" Goda Pak Girno.

Dengan polosnya Elliza mengakuinya. "Iya Pak, enak... Aaahkk... Aaahkk... Aaahkk..." Desah Elliza semakin keras.

Bahkan tanpa sadar Elliza melingkarkan kedua kakinya di pinggang Pak Girno, hingga membuat penis Pak Girno masuk semakin dalam ke dalam lobang peranakannya.

Bahkan Elliza merasa penis Girno seakan mengobok-obok rahimnya.

Pak Rudi menghampiri mereka sembari mengocok penisnya. Saat Elliza mengerang, membuka mulutnya sedikit lebar, tiba-tiba Pak Rudi menjejalkan penisnya ke dalam mulut Elliza, membuat gadis cantik itu gelagapan karena mulutnya di sumpal oleh penis Pak Rudi.

"Hisap Non, tapi jangan di gigit." Suruh Pak Rudi, seakan memerintahkan budaknya saja.

Elliza awalnya mau muntah merasakan aroma penis pak Rudi, bahkan ia sampai menahan nafas. Tapi pada akhirnya ia mulai menikmati penis Pak Rudi di dalam mulutnya.

Pak Dadang ikut mendekati Elliza. "Borgolnya kita lepas ya Non!" Ujar Pak Dadang. Elliza merasa legah, karena kedua tangannya akhirnya terlepas dari belenggu borgol yang mengikat tangannya, dengan begitu ia merasa lebih bebas.

Tetapi kebebasan itu hanya sesaat, karena setelah itu Pak Dadang memintanya mengocok penisnya. Dengan patuhnya Elliza mengocok penis Pak Dadang.

"Enak banget Non mulutnya." Racau Pak Rudi.

Begitu juga dengan Pak Dadang, ia juga merasa keenakan ketika Elliza mengocok batang kemaluannya yang terasa semakin keras.

Seakan tidak mau ketinggalan Pak Sueb ikut menjamah tubuh Elliza, ia menyusu di payudara Elliza, mengenyot-ngenyot puting Elliza yang terasa kenyal seperti permen yupi.

Sementara di bawah sana Pak Girno semakin gencar menyodok-nyodok vagina Elliza yang terasa semakin basah dan licin.

Di rangsang terus menerus, membuat Elliza kembali merasakan desakan nikmat yang luar biasa. Elliza sadar kalau dirinya hampir orgasme, sehingga ia ikut menggerakan pinggulnya menyambut setiap sodokan penis Pak Girno.

Pelukan kaki Elliza di pinggul Pak Girno semakin erat, membuat penis Pak Girno tertancap semakin dalam.

"Oughk..." Elliza melolong nikmat.

Pinggulnya tersentak-sentak, tubuhnya bergetar hebat dan kedua kakinya melejang-lejang tak karuan ketika cairan bening itu menyembur keluar seperti air kran.

Seeeeeeeeeeeeeeeerrrr....

"Oughk... Enak Pak! Aaahkk..." Lenguh Elliza nikmat.

Pak Girno, Pak Sueb, Pak Rudi, dan Pak Dadang terperangah melihat tubuh indah Elliza yang ngulet keenakan. Setelah orgasmenya meredah, Elliza baru sadar kalau dirinya menjadi pusat perhatian mereka, membuat Elliza merasa malu.

Setelah orgasme Elliza meredah, Pak Girno kembali bersiap menyetubuhi Elliza. Ia berbaring di samping Elliza, mengangkat satu kaki Elliza, perlahan penis besar Girno kembali menjelajahi lobang sempit Elliza.

"Aughk..." Elliza melenguh nikmat.

Pantat Pak Girno kembali menganyuh, menyodok-nyodok vagina Elliza. "Gimana Non, ngentot itu enakkan? Sore ini Non akan merasakan lima batang sekaligus." Bisik Pak Girno di telinga Elliza.

"Ssstt... Pak! Aaahkk... Enak Pak." Rintih Elliza.

"Memek Non Elliza juga enak, sempit banget Non! Aaahkk... Nikmatnya." Rintih Pak Girno di samping Elliza. Kedua tangan Pak Girno meraih buah dada Elliza, meremasnya dengan gemas.

Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss...

Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss...

Semakin lama hujaman penis Pak Girno semakin dalam dan cepat, hingga akhirnya dengan satu tusukan sperma Pak Girno meledak di dalam rahim Elliza, alhasil Ellizapun kembali orgasme, walaupun tidak sehabat sebelumnya.

Tubuh Elliza terasa lemas, ia tidak menyangkah kalau ternyata apa yang di katakan mereka benar, rasanya luar biasa, dan sulit untuk di jelaskan.

Pak Dadang yang sudah sangat bernafsu, memposisikan Elliza menunging. Dari belakang Pak Dadang tampak menelan ludah, memandangi bulatan pantat Elliza yang membulat sempurna.

Jemari jempol Pak Dadang membuka lipatan pantat Elliza, lalu dengan perlahan ia mendorong penisnya masuk ke dalam lobang vagina Elliza.

"Aaahkk..." Lenguh Elliza.

Tanpa kesulitan berarti Pak Dadang melesatkan penisnya dari vagina Elliza. "Oughk... Nikmat sekali Non." Racau Pak Dadang.

"Hisap kontol saya Non!" Pak Sueb berdiri di depan Elliza.

Tanpa di minta dua kali, Elliza menggenggam penis Pak Sueb. Ia menggerakan jemarinya naik turun, mengurut penis Pak Sueb. Tidak seperti sebelumnya, Elliza terlihat sudah biasa, seakan-akan ia sudah sering memainkan penis seorang lelaki.

Lidahnya Elliza menyapu kepala penis Pak Sueb, mencium dan menyedot cairan yang sedikit keluar dari lobang kencing Pak Sueb.

Ia membuka mulutnya, melahap penis Pak Sueb, menghisapnya tanpa ragu. Walaupun penis Pak Sueb rasanya dan aromanya tidak jauh berbeda dengan penis yang lainnya, tetapi kali ini Elliza menikmatinya, bahkan ia tidak ragu, menyedot penis Pak Sueb.

"Non! Aaahkk... Aduh...." Erang Pak Sueb keenakan.

Tidak butuh waktu lama, tubuh Pak Sueb melejang-lejang, pria tersebut merasakan spermanya yang sudah berada di ujung penisnya.

Pak Sueb menekan kepala Elliza, hingga hidungnya mencium rambut kemaluan Pak Sueb. Sedetik kemudian, cairan lengket menyembur masuk ke dalam mulutnya. Karena tidak ada pilihan Elliza terpaksa menelan sperma Pak Sueb.

"Oughk... Nikmat sekali Non." Racau Pak Sueb.

"Khok... Khok... Khok..." Elliza terbatuk, setelah menelan sperma Pak Sueb.

Plaaaak...

Pak Dadang mencengkram pantat Elliza, dengan nafas memburu ia semakin cepat memompa bibir kemaluan Elliza yang berwarna merah muda.

"Paaaak... Ough... Teruuus... Lebih cepat Pak." Jerit Elliza tanpa sadar.

Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss...

Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss...

Elliza mulai ikut menggoyangkan pantatnya menyambut setiap sodokan penis Pak Dadang. Dan sedetik kemudian ia kembali mendapatkan orgasmenya. Wajah Elliza mendongak keatas, menikmati puncak orgasmenya.

Tubuh Elliza ambruk diatas tempat tidur, ia terlengkup dengan nafas memburu.

Pak Dadang yang hampir orgasme, tetap menggenjot vagina Elliza dalam kondisi telungkup. Hingga akhirnya Pak Dadang pun mencapai puncaknya. Ia mencabut penisnya dan menumpahkan spermanya diatas pantat bulat Elliza.

Croootss... Croootss... Croootss...

"Oughkk... Nikmat sekali memekmu Non Elliza." Racau Pak Dadang.

Kini giliran Pak Rudi, ia memutar tubuh Elliza hingga terlentang, kemudian ia mengaitkan satu kaki Elliza ke lengannya sembari menusukan penisnya ke dalam vagina Elliza yang sudah sangat basah dan licin, hingga tidak mempersulitnya dalam melakukan penetrasi.

Elliza terlihat semakin pasrah dan menikmati setiap sentuhan yang ia dapatkan dari mereka. Karena sejujurnya Elliza kini sudah berada di bawah pengaruh hawa nafsunya.

Tubuh Elliza tersentak-sentak membuat sepasang buah dadanya ikut bergoyang.

"Gila enak banget memeknya." Racau Pak Rudi.

Tangan Pak Rudi menjulur ke depan, ia meraih buah dada Eliliza, meremasnya dan memilin puting Elliza yang berwarna merah muda.

Walaupun ukuran payudara Elliza hanya 34B, tetapi terasa pas di genggaman Pak Rudi.

"Aaahkk... Aaahkk... Aaahkk..."

Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss...

Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss...

Pak Rudi menarik tangan Elliza lalu dengan cepat memutar tubuhnya, hingga kini posisi Elliza berada diatas tubuh Pak Rudi, alhasil penis Pak Rudi menusuk vaginanya semakin dalam.

Seakan sudah sangat profesional, Elliza dengan nalurinya menggoyangkan pantatnya naik turun diatas selangkangan Pak Rudi, sesekali memutar pinggulnya, mengulek-ngulek penis Pak Rudi, membuat pria tersebut tampak tidak tahan.

Pintu ruangan tiba-tiba terbuka, tampak Pak Lukman masuk ke dalam ruangan. Ia buru-buru membuka pakaiannya.

Elliza sedikit bernafas lega, karena ukuran penis Pak Lukman hampir sama dengan Pak Dadang, hanya sedikit lebih panjang, tapi tidak sepanjang milik Pak Rudi dan Girno.

"Hisap Non." Pinta Pak Lukman.

Dengan senang hati, Elliza melahap penis Pak Lukman, menghisap dan menyedot-nyedot penis Pak Lukman dengan penuh hikmat.

"Non saya keluar..."

Pak Rudi menekan pinggul Elliza, hingga penisnya mentok, lalu menyemburkannya ke dalam rahim Elliza.

Croootss... Croootss... Croootss...

"Turun Non." Ajak Pak Lukman.

Elliza hanya menurut saja ketika di minta Pak Lukman turun dari atas tempat tidur, meninggalkan Pak Rudi yang terbaring lemas, kemudian Pak Lukman menanggalkan gamis Elliza dan melepas bra yang masih melekat di tubuh Elliza, walaupun sudah tidak berbentuk lagi dan terlihat aut-autan.

Kemudian Pak Lukman meminta Elliza duduk diatas meja, lalu dia merenggangkan kedua kaki Elliza sembari melesatkan penisnya ke dalam vagina Elliza.

"Oughk..." Jerit Elliza.

"Wuih... Gurih banget rasanya! Hehehe..." Tawa puas Pak Lukman.

Pantat Pak Lukman bergoyang maju mundur, maju mundur, menyodok-nyodok lobang vagina Elliza, menjelajahinya, menikmati setiap jepitan yang di rasakan Pak Lukman.

Elliza mencengkram erat meja tersebut, sembari ikut menggoyangkan pantatnya, membuat meja tersebut berderit-derit.

Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss...

Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss...

"Aaahkk... Aaahkk... Aahkkk..."

Pak Lukman menarik wajah Elliza lalu melumatnya dengan rakus. Lidahnya menari-nari di dalam mulut Elliza, menikmati manisnya bibir merah Elliza.

Dan tanpa ragu Elliza membalas pagutan Pak Lukman, bertukar air liur dengan pria menjijikan tersebut.

Elliza melingkarkan kedua tangannya di leher Pak Lukman, begitu juga dengan kedua kakinya, sehingga sodokan Pak Lukman terasa semakin dalam hingga menyentuh rahimnya.

"Pak saya dapat..." Erang Elliza.

Gadis cantik tersebut memeluk erat leher Pak Lukman, sembari menikmati orgasmenya.

Setelah orgasme Elliza meredah, Pak Lukman mengangkat tubuh Elliza lalu menggendongnya sembari menyetubuhinya. Tubuh Elliza berayun-ayun di dalam gendongan Pak Lukman.

Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss...

Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss...

"Saya keluar Non..." Jerit Pak Lukman.

Ia menusukan penisnya sedalam mungkin, sembari menyirami rahim gadis Soleha tersebut. Croootss... Croootss... Croootss.... sperma Pak Lukman terasa begitu banyak, memenuhi rahimnya.

Setelah puas Pak Lukman memberikan tubuh Elliza kepada Pak Sueb.

Pria tersebut meminta Elliza berdiri membelakanginya sembari berpegangan dengan meja kecil yang ada di samping tempat tidur. Tanpa banyak protes Elliza menuruti keinginan Pak Sueb.

Ia berdiri dengan sedikit menungging kan pantatnya, kedua tangannya berpegangan erat di kedua sisi meja. Pak Sueb mendekatinya sembari mengurut penisnya yang tengah ireksi maksimal. Sembari membuka cela pantat Elliza, ia mendorong, membenamkan penisnya di dalam vagina Elliza.

Dengan gerakan perlahan, ia menggoyang pantatnya maju mundur, menusuk tajam lobang vagina Elliza yang sudah sangat licin.

Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss...

Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss...

"Ughk... Enak banget Non." Racau Pak Sueb.

Tangan kanannya memegangi pundak Elliza sementara tangan kirinya terjulur mencengkram payudara Elliza dari bawah.

"Aaahkk... Aaahkk... Aaaahkkk..." Desah Elliza.

Tenaga Elliza yang sudah terkuras habis, karena terus menerus di paksa melayani mereka berlima, mulai terlihat sudah berada di ambang batasnya.

Kedua tungkai kaki Elliza tampak gemetaran menahan berat badannya.

Menyadari hal tersebut Pak Sueb menarik kursi kayu lalu duduk di kursi tersebut, ia meminta Elliza duduk di pangkuannya.

Sembari duduk di pangkuan Pak Sueb, Elliza menuntun penis Pak Sueb memasuki lobang vaginanya. Lalu dengan gerakan perlahan, ia menarik turunkan badannya, menyambut setiap tusukan penis Pak Sueb di dalam vaginanya.

"Saya mau keluar Non!" Racau Pak Sueb.

"Bareng Pak."

Dengan sisa-sisa tenaganya Elliza menggerakan tubuhnya naik turun, hingga akhirnya secara bersamaan mereka berdua menyudahi pertempuran panjang Elliza melawan mereka berlima.

"Saya dapat Pak." Jerit Elliza.

Pak Sueb semakin erat memeluk tubuh Elliza. "Non... Ohk... Nikmat banget." Erang Pak Sueb sembari menyirami rahim Elliza.

Croootss... Croootss... Croootss...

Seeeeeeeeeeeeeeeerrrr...

*****


Elliza

Elliza termenung di dalam ruangan tersebut, sedetik kemudian ia menangis menyadari kalau dirinya kini bukan lagi gadis suci. Dan parahnya lagi, ia melakukannya tidak dengan satu pria melainkan dengan lima pria sekaligus, membuat harga diri Elliza terasa hancur.

Gadis muda itu menatap Pak Girno yang memasuki ruangan satpam, di mana ia hanya sendirian di dalam ruangan tersebut.

"Non..."

"Apa salah saya Pak." Bisik Elliza.

Pak Girno duduk di samping Elliza. "Kamu tidak salah Non! Kami yang salah... Setelah ini Non bisa melaporkan perbuatan kami, dan kami sudah siap untuk menerima hukuman atas apa yang sudah kami lakukan terhadap Non Elliza." Ujar Pak Girno yang terlihat pasrah.

Elliza tidak menggubrisnya, ia terlanjur sakit hati atas apa yang sudah mereka lakukan kepada dirinya.

"Kenapa Bapak kemari? Bukannya saya sudah bilang ingin beristirahat." Kesal Elliza karena mereka tidak puas-puasnya mengganggu dirinya.

"Bapak cuman pengen ngasi ini." Pak Girno menyodorkan pil kapsul. "Non Elliza pasti tidak ingin mengandum anak dari kamikan?" Sambung Pak Girno, membuat Elliza mengerti obat apa itu.

Elliza menerima obat tersebut, kemudian Pak Girno mengambilkan botol mineral yang isinya tinggal sedikit. Segera Elliza meminumnya.

Setelah meminum obat tersebut, Elliza kembali menangis, memikir masa depannya. Mungkinkah masih ada pria yang mau menikahinya kelak, kalau seandainya mereka tau dirinya sudah tidak suci lagi.

Pak Girno yang melihat Elliza menangis segera merangkulnya, memberikan dadanya sebagai sandaran Elliza.

"Maafin Bapak, yang sudah menyakiti Non Elliza." Bisik Pak Girno.

Cukup lama Elliza menangis di dalam pelukan Pak Girno, hingga akhirnya ia kembali tenang. Elliza menatap Pak Girno keheranan, karena sikap Pak Girno yang begitu peduli kepadanya, tetapi di sisi lain Pak Girno juga salah satu aktor yang menodainya.

Pak Girno balas menatap Elliza, ia tersenyum hangat membuat Elliza merasa nyaman berada di dekat pria yang sudah merenggut kesuciannya.

"Kenapa Bapak menodai saya?" Tanya Elliza pelan.

Pak Girno mengusap kepala Elliza. "Maafkan Bapak Non, soalnya Non Elliza itu sangat cantik, selama ini Bapak sering masturbasi sembari membayangkan tubuh Non Elliza." Aku Pak Girno.

"Apa saya begitu menggairahkan di mata Bapak?"

Tangan Elliza terjulur menuju selangkangan Pak Girno, meremas penis Pak Girno di balik celana satpam yang di kenakan Pak Girno.

Tanpa menjawab Pak Girno mengangkat dagu Elliza, lalu melumat bibir merah Elliza.

Elliza membalas ciuman Pak Girno, ia menjulurkan lidahnya ke dalam mulut Pak Girno, mencari-cari lidah Pak Girno, yang kemudian membelitnya dengan rakus. Mereka berciuman sangat panas, hingga tampak air liur mereka menetes keluar dari sela-sela bibir mereka.

Selama hampir dua menit mereka berciuman, akhirnya mereka mengakhirnya. Elliza membuka matanya, menatap sayu kearah Pak Girno yang tengah memandangnya dengan takjub.

Dalam sekejap rasa sedih yang tadi menyelimuti hatinya, mendadak berubah menjadi sangat bergairah.

Elliza membuka kembali kancing gamisnya, menanggalkan satu persatu pakaiannya hingga ia nyaris telanjang bulat, Elliza hanya menyisakan kerudungnya saja, yang sengaja tidak ia lepas.

Pak Girno yang kembali terbakar api birahi segera menyergap tubuh Elliza, menidurkannya diatas tempat tidur di mana ia mendapatkan perawan Elliza. Mereka kembali berciuman, bertukar air liur.

Sementara tangan Pak Girno menjamah tubuh indah Elliza, merabahi dan meremas payudara Elliza, kemudian turun menuju bibir kemaluan Elliza. Ia merabahi vagina Elliza, menggosok-gosok clitoris Elliza yang terasa semakin membesar.

"Oughk..." Lenguh Elliza saat kedua jari Pak Girno menembus vaginanya.

Dengan gerakan perlahan jemari Pak Girno bergerak maju mundur, mengorek-ngorek liang vagina merah Elliza, yang sudah sangat basah, membuat Pak Girno semakin bersemangat mengerjai tubuh indah Elliza.

Sloookksss... Sloookksss... Sloookksss...

"Oughk... Pak! Aaaahkk... Aaahkk... Aaahkk..." Erang Elliza tidak tahan.

Cairan cintanya menyembur keluar sangat banyak, membasahi seprei tempat tidur yang sudah lecek dari sebelumnya. Pinggul Elliza tersentak-sentak ketika Pak Girno mencabut jarinya dari dalam vagina Elliza.

"Oughk... Pak! Aaahkk... Aaahkk..." Dengus nafas Elliza.

"Bapak masukan sekarang ya Non?"

Elliza mengangguk lemah. "Iya Pak! Hah... Hah... Hah... Puaskan birahi Bapak." Pancing Elliza sembari menuntun penis Pak Girno ke dalam vaginanya.

Bleesss...

Dengan satu dorongan penis Pak Girno bersemayam di dalam tubuh Elliza yang terasa hangat dan licin.

"Enak banget Non... Aaahkk..." Erang Pak Girno sembari melakukan penetrasi di dalam lobang vagina Elliza.

"Aaahkk... Aaahkk... Aaahkk..."

Tubuh indah Elliza tersentak-sentak oleh dorongan pinggul Pak Girno, yang semakin lama semakin kasar menyetubuhinya, dan anehnya Elliza malah semakin menikmatinya, ia merasa vaginanya semakin gatal dan sangat nikmat.

Sembari menggenjot vagina Elliza, Pak Girno kembali melumat bibir merah Elliza. Dan meremas-remas payudara Elliza yang terasa pas di telapak tangannya.

Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss...

Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss...

Pak Girno menarik tubuh Elliza memutarnya, hingga Elliza kini berada di atas. Tanpa di minta Elliza menggerakan pantatnya naik turun diatas tungkai penis Pak Girno yang terasa keras dan kaku, memenuhi lobang vaginanya.

Kedua tangan Elliza bertumpuh diatas perut Pak Girno, membuatnya semakin leluasa memainkan perannya sebagai joki.

"Pak saya dapat..." Jerit Elliza.

Ia menarik pinggulnya keatas, menikmati orgasmenya yang membuat pinghulnya tersentak-sentak.

Seeeeeeeeeeeeeeeerrrr...

Air kencing Elliza menyembur deras, mengenai dada dan tempat tidur. Sanking nikmatnya, Elliza sampai terkencing-kencing.

"Oughk... Enak banget Pak!" Rintih Elliza.

Setelah orgasmenya meredah, Elliza memutar tubuhnya hingga membelakangi Pak Girno. Ia kembali menuntun penis Pak Girno memasuki rongga surgawinya, dengan perlahan penis Pak Girno kembali merasakan hangatnya vagina Elliza.

Dengan sisa-sisa tenaganya Elliza kembali menggoyang pinggulnya, naik turun, naik turun, dan semakin lama semakin cepat.

Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss...

Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss...

Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss...

Pak Girno yang tidak ingin pasif, menahan pinggul Elliza sembari ikut menggoyangkan pinggulnya menyodok-nyodok vagina Elliza. Membuat Elliza merasa tidak kuat, hingga ia merebahkan tubuhnya diatas kedua tungkai kaki Pak Girno.

Elliza terlihat pasrah membiarkan Pak Girno menggempur vaginanya dari bawah.

"Lepas dulu Non." Pinta Girno.

Elliza segera menarik diri ke samping dengan posisi menungging. Pak Girno beranjak mendekati Elliza, membelai pantat Elliza.

Ia membuka pipi pantat Elliza, menatap nanar anus Elliza yang berwarna kemerah-merahan.

"Masih perawan Non." Bisik Pak Girno.

Elliza mengerti maksudnya. "Lain kali saja Pak." Pinta Elliza, Pak Girno tidak memaksanya, ia hanya membelai anus Elliza.

Kemudian ia berlutut di belakang Elliza sembari mendorong penisnya masuk ke dalam lobang peranakan Elliza. Dengan satu dorongan penis Pak Girno menusuk dalam lobang vagina Elliza yang terasa ketat memeluk batang kemaluannya.

Dengan ritme perlahan ia memompa vagina Elliza dari belakang, sembari membelai pantat Elliza.

"Pak... Aaahkk... Aaahkk..." Erang Elliza.

Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss...

"Enak banget Non! Aaahk... Aaahkk..."

Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss...

Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss...

"Semakin lama Pak Girno semakin mempercepat tusukannya, mengobrak-abrik lobang vagina Elliza. Sesekali ia menampar pantat Elliza yang menggemaskan itu.

Rasa nikmat itu kian bertambah ketika Elliza ikut menggoyangkan pantatnya, menyambut penis Pak Girno yang terasa penuh menyumbat lobang kemaluannya.

Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss...

Selama sepuluh menit bertempur dengan doggy-style, Pak Girno tampaknya sudah tidak kuat lagi. Wajahnya mendongak keatas, sembari menyodok-nyodok vagina Elliza dari belakang.

"Saya mau keluar Non..." Erang Pak Girno.

Elliza semakin cepat menggerakan pantatnya. "Bareng Pak! Saya juga...."

Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss...

Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss...

"Oughk..."

Tusukan penis Pak Girno semakin dalam, seiring dengan semburan spermanya ke dalam rahim Elliza, dan tidak lama kemudian Elliza menyusulnya.

Croootss... Croootss... Croootss...

Seeeeerrrr... Seeerrr.... Seeeerrr...

*****
Nafas dulu deh gw....
Mantaab suhuuu...
Sampe page 17 dulu...
Mantaab
:)
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd