Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Pesantren Series (Remake)

Status
Please reply by conversation.
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
Chapter 3

05:00





Dari belakang seorang pemuda berjalan mengendap. Ia melingkarkan kedua tangannya di pinggang ramping seorang wanita berusia 24 tahun. Gadis bermata indah itu tersenyum menyambut pelukan hangat dari seseorang yang amat ia sayangi. Ia memutar tubuhnya hingga mereka saling berhadapan.

Kedua mata mereka saling menatap, menimbulkan getaran-getaran syahwat yang semakin membakar birahi mereka berdua. Rayhan mendekatkan wajahnya, bibir tebalnya menyentuh lembut bibir Zaskia yang kemerah-merahan.

Zaskia memejamkan matanya, menikmati lumatan lembut dari sang Adik yang tengah mengulum bibirnya. Ia membuka sedikit bibirnya, membiarkan lidah adiknya masuk kedalam mulutnya, menjamah bagian dalam mulutnya, membelit lidahnya, dengan mesrah, seperti sepasang ular yang tengah memadu kasih.

Kedua tangan Rayhan kebawah, ia menyentuh dan membelai bongkahan pantat Zaskia yang terasa kenyal dan padat.

"Eehmmpss.... Hmmmpss..."

Ciuman mereka semakin panas, ketika jemari Zaskia menyentuh kemaluan Rayhan yang ternyata sudah ereksi maksimal. Wanita berparas cantik itu melepas ciuman mereka, ia turun kebawah, berlutut di hadapan Rayhan. Jemari lembutnya kembali membelai tonjolan yang ada di celana Rayhan.

"Kakak buka ya Dek!" Pinta Zaskia.

Rayhan menganggukan kepalanya, sembari membelai kepala Zaskia yang terbungkus jilbab segi empat berwarna biru muda.

Dengan perlahan jemari lentik itu membuka pengait celana Rayhan. Lalu ia menarik turun celana Rayhan bersama celana dalamnya yang berwarna coklat tua. Sedetik kemudian, batang kemaluan Rayhan yang berukuran 22Cm melompat keluar dari dalam sarangnya, terpampang di hadapannya.

"Eessstt..." Rayhan mendesis nikmat ketika jemari halus Zaskia menggenggam batang kemaluannya.

Zaskia menatap Rayhan sembari tersenyum menggoda. "Enak Dek? Kamu suka?" Tanya Zaskia,

Sembari menggerakan tangannya maju mundur, mengocok kemaluan Adiknya.

"Enak banget Kak! Aaahkk... Hisap kontolku Kak." Pinta Rayhan, dia kembali membelai kepala Kakak kandungnya.

Saat wajahnya semakin dekat dengan kemaluan Rayhan. Zaskia dapat mencium aroma menyengat dari batang kemaluan Rayhan yang membuatnya kian terbakar birahi. Perlahan Zaskia menyapu permukaan kepala penis Rayhan dengan ujung lidahnya, lalu turun menelusuri batangnya yang panjang. Sementara jemarinya membelai lembut kantung testis Rayhan.

Tidak ada satu incipun dari kemaluan Rayhan yang terlewat dari sapuan lidahnya. Setelah batang kemaluan Rayhan basah oleh air liurnya, Zaskia melahap penis Rayhan. Wanita berhijab biru itu mengoral penis Rayhan dengan mulutnya.

"Oughkk... Astaghfirullah! Enaaak Kak." Keluh Rayhan.

Sluuuppsss... Sluuuppsss... Sluuuppsss...

Zaskia mengombinasikan kulumannya dengan kocokan telapak tangannya di batang kemaluan Rayhan. Membuat pemuda berusia belasan tahun itu mengerang nikmat.

Permainan mulut, lidah dan telapak tangan Zaskia membuat Rayhan rasanya ingin meledak. Aliran darahnya memanas, berkumpul di satu titik dan siap untuk di tumpahkan kapan saja. Tetapi sebelum itu terjadi, Rayhan segera meminta Zaskia berhenti mengoral penisnya.

Ia meminta Zaskia kembali berdiri. Lalu bibirnya mencium dan melumat bibir Zaskia yang telah memberikan servis yang luar biasa untuk Rayhan junior.

Sembari berciuman, Rayhan menarik turun resleting gamis Zaskia yang berada di punggungnya. Kemudian dari pundaknya, Rayhan menarik turun gamis Zaskia dengan perlahan. Tampak pundak Zaskia yang putih mulus terpampang di hadapannya. Cup... Rayhan mengecup mesrah pundaknya, sembari terus menarik turun gamis Zaskia hingga jatuh kelantai.

Di hadapannya saat ini seorang wanita dewasa berdiri di depannya hanya mengenakan bra berwarna hitam berukuran 34E, celana dalam jenis g-string yang menutupi pubik vaginanya, dan kaos kaki sepanjang betis berwarna putih bersih.

Kedua jari tangan Rayhan menyusup masuk ke tali bra Zaskia. Lalu ia menurunkannya dengan perlahan. Tidak sampai disitu saja, Rayhan juga melipat kebawah cup branya, hingga meninggalkan sepasang gunung kembar yang terlihat sangat indah, dengan kedua puting mungil yang kemerah-merahan.

Rayhan menelan air liurnya, tak tahan dengan keindahan yang ada di hadapannya saat ini.

"Hisap tetek Kakak Dek!" Pinta Zaskia.
Rayhan menangkup payudara Zaskia. "Cuman di hisap saja Kak?" Goda Rayhan, dia meremas lembut gumpalan daging gemuk yang berada di telapak tangannya

"Oughkk... Enak! Lakukan sesuka kamu Dek. Tetek Kakak milik kamu sayang." Ujar Zaskia dengan suara mendesah, membuat Rayhan semakin bersemangat mengerjai sepasang payudara Zaskia yang sempurna itu.

Anak remaja itu memposisikan Kakak Iparnya untuk duduk diatas meja rias. Lalu Rayhan membungkukkan tubuhnya, sembari mendekatkan wajahnya di hadapan payudara Zaskia. Mulutnya terbuka lebar, dan melahap payudara Zaskia. Sementara tangannya yang menganggur meremas payudara Zaskia.

"Oughkk...!" Desah Zaskia.

Kedua tangan Zaskia mencengkram erat pinggiran meja hias miliknya dengan wajah cantiknya yang mendongak keatas, merasakan setiap sentuhan di payudaranya yang merangsang tubuh indahnya.

Secara bergantian Rayhan merangsang, menyentuh payudara Zaskia dengan bibir, lidah dan tangannya. Ia juga meninggalkan bekas merah di sana.

"Aahkkk... Ray! Aduh... Kakak gak tahan sayang!" Erang Zaskia.

Rayhan menggigit puting Zaskia, sembari membelai paha mulus Kakak kandungnya yang selama ini selalu tersembunyi di balik gamisnya.

Jemari Rayhan terus naik, menuju gundukan tebal yang berada diantara kedua paha mulus Zaskia. Jari telunjuknya menyentuh lembut lembah terlarang tersebut, lalu bergerak mengikuti garis vagina Zaskia.

"Aduh Dek! Enaaak." Pinggul Zaskia tersentak-sentak.

Telapak tangan kanannya meremas lengan kanan Rayhan yang jarinya tengah membelai, menjamah vaginanya.

"Apanya yang enak Kak?" Goda Rayhan.

Zaskia menggigit bibir bawahnya, membuatnya terlihat sensual. "Itu Kakak sayang, enak!" Desah Zaskia, wajahnya bersemu merah karena malu.

"Iya apa? Adek gak ngerti Kak."

"Vagina Kakak?"

"Eh... Ini namanya memek Kakak!" Bisik Rayhan, ia menarik celana dalam Zaskia keatas, sehingga permukaan kain G-string Zaskia menggesek-gesek bibir kemaluannya.

Zaskia mendekap mulutnya, ia merasakan cairan cintanya keluar semakin banyak. "Aduh... Aahkkk... Enak! Eehmm..." Desah Zaskia, ia menggeleng-gelengkan kepalanya, berusaha melawan rasa nikmat yang di berikan Rayhan kepada dirinya.

"Jawab Kak." Desak Rayhan.

"I-iya Memek Dek!" Jawab Zaskia terputus-putus. "Kakak mau pipis Dek." Melas Zaskia, ia semakin menggelinjang tidak beraturan, ketika orgasme itu hampir tiba.

Rayhan tersenyum tipis. Ia ingin sedikit mengerjai Kakaknya sehingga ia menghentikan aksinya sejenak. Zaskia yang hampir saja klimaks mencoba menarik tangan Rayhan agar kembali menarik-narik celana dalamnya. Tetapi Rayhan menolaknya, ia malah meminta Zaskia untuk kembali turun dari atas meja hiasnya.

Zaskia hanya pasrah menuruti kemauan Rayhan, walaupun ia merasa kecewa.

Mereka kembali berciuman selama beberapa detik. Kemudian Rayhan meminta Zaskia untuk menghadap kearah cermin meja riasnya. Rayhan menarik pantat Zaskia agar sedikit menungging.

"Kamu mau apa Dek?" Tanya Zaskia. Kedua lengannya bertumpu diatas meja rias.

Anak remaja berusia belasan tahun itu tidak menggubrisnya. Ia membelai punggung telanjang Zaskia. Lalu melepas pengait bra Zaskia dengan perlahan dan melempar bra berwarna hitam itu ke sembarang tempat.

Belaian kuku Rayhan turun menuju pinggang ramping Zaskia, membuat wanita yang sampai detik ini masih menjaga kesucian pernikahannya itu menggelinjang geli.

Rayhan berlutut di belakang tubuh Zaskia. Sementara telapak tangannya membelai bongkahan pantat Zaskia yang besar tapi sangat kencang. Jari telunjuknya menyusup dan mengait tali G-string yang menyelip di dalam belahan pantatnya. Dengan satu tarikan, tali G-string tersebut membetot bibir kemaluan Zaskia yang telah berlendir.

"Auwww!" Pekik Zaskia manja.

Mata mereka berusaha kembali bertemu, dan sedetik kemudian mereka berdua sama-sama tersenyum.

Kedua tangan Rayhan meraih pinggiran G-string yang di kenakan Kakaknya. Lalu dengan perlahan ia menarik turun kedua sisi celana dalam Zaskia, hingga melewati betisnya yang masih terbungkus kaos kaki berwarna putih. Dan lagi Rayhan membuang salah satu penutup tubuh Zaskia.

"Dek!" Lirih Zaskia malu.

Wanita cantik berusia 24 tahun itu menatap sayu kearah Rayhan, ketika anak remaja itu membuka pipi pantatnya, hingga anus dan lobang vaginanya terlihat jelas oleh Adiknya. Sebagai wanita yang amat menjaga privasi nya itu, tentu apa yang di lakukan Rayhan sangat memalukan baginya. Tetapi di sisi lain, ia tertantang untuk melanjutkan kegilaannya.

Mula-mula Rayhan mencium bongkahan bokong Zaskia yang padat berisi itu. Lidahnya menjilati setiap inci pantatnya, terus turun menuju lubang sempit yang terlihat seperti kuncup bunga mawar yang belum mekar. Zaskia tersentak kaget saat merasakan lidah Rayhan menyapu lobang anusnya.

Dia menatap Adik kandungnya tak percaya sembari menggelengkan kepalanya. Tetapi ia juga tidak bisa menghentikan aksi Rayhan, karena sejujurnya ia menikmati sensasinya.

"Ahkk... Dek! Kamuuu... Aduh!" Pantat Zaskia terdorong ke depan ketika ujung lidah Rayhan menusuk anusnya.

Rasa asin di ujung lidah Rayhan, mengantarkan getaran nikmat ke sekujur tubuhnya. Membuat Rayhan semakin betah berlama-lama menjilati anus Kakak Iparnya. Sementara jemari Rayhan yang lainnya, membelai bibir kemaluan Zaskia. Ia menggosok-gosok clitoris Zaskia yang semakin membengkak.

Zaskia membenamkan wajahnya di atas meja. Wajah cantiknya meringis menahan rasa nikmat yang luar biasa. Bahkan jauh lebih nikmat dari sebelumnya.

Kombinasi lidah Rayhan yang bermain di anus dan jarinya yang menggosok clitoris Zaskia. Membuat wanita muda itu dengan cepat kembali di kuasai birahi. Tubuhnya menegang, dan keringat dingin mengucur deras, membasahi tubuh mulusnya. Ketika orgasme yang tadi tidak kunjung datang, kini sudah tidak bisa dihentikan lagi.

Tubuhnya bergetar hebat, matanya terbelalak lebar dengan wajah bersemu merah seperti kepiting rebus.

"Adeeeeeeeeeekkkkkkk..... Banguuuuuuunnn...."

Ngiiiiiiiiing.....

Tubuh Rayhan tersentak kaget, dan telinganya terdengar suara dengungan yang membuatnya harus mengusap-usap telinga bagian kanannya untuk menghilangkan efek dengungannya.

Rayhan menoleh ke samping, ia melihat seorang wanita cantik tengah berjongkok di samping tempat tidurnya dengan senyuman iblis tanpa dosa, setelah mengacaukan mimpin indahnya. Rayhan mengeram kesal, tapi tentu saja ia tidak akan pernah berani berteriak di depan Kakak iparnya.

Zaskia mengangkat alisnya. "Masih mau tidur?" Ledek Zaskia. Rayhan mendesah pelan.

"Nyebelin!" Sungut Rayhan.

"Bodoh." Zaskia tertawa tipis. "Kamu sih Dek, di bangunin baik-baik gak bangun. Ya udah Kakak pake cara terakhir buat membangunkan kebo kayak kamu." Ujar Zaskia senang, karena berhasil mengerjai Adik kandungnya.

"Sakit ni." Rengek Rayhan.

Zaskia mendekat, ia duduk di tepian tempat tidur Adiknya. "Sakit ya? Kaciaaan... Cini-cini biar Kakak tiup." Ujar Zaskia dengan nada suara yang di buat menirukan anak kecil. Jemari halusnya menyentuh daun telinga Rayhan, sembari meniup kuping Rayhan.

Jantung Rayhan berdetak kian cepat saat ia dapat melihat jelas bibir merah Zaskia yang meruncing ke depan, seakan meminta untuk di lumat. Gleeek... Rayhan menelan air liurnya dengan bersusah paya, menahan birahinya yang di rasakan semakin membara. Andai saja yang ada di sampingnya saat ini bukan saudaranya, mungkin Rayhan akan nekat memperkosanya.

"Udah sembuh!" Ujar Zaskia sembari mengucek rambut Adiknya.

"Terimakasih ya Kak!"

Zaskia menganggukkan kepalanya. "Sama-sama adikku sayang! Sekarang kamu ambil wudhu ya, waktu subuh sudah mau hampir habis." Ujar Zaskia.

Rayhan menyingkap badcover yang menutupi sebagian tubuhnya, lalu turun dari atas tempat tidurnya. Ia berdiri sejenak di depan Kakaknya sembari merenggangkan otot-otot tubuhnya yang dirasa kaku. Sementara Zaskia yang berada di dekatnya tampak meringis ketika matanya tidak sengaja melihat tonjolan di celana Rayhan yang sangat besar.

Walaupun Rayhan Adik Iparnya, tetapi tetap saja sebagai seorang wanita dewasa, ia juga memiliki rasa penasaran dengan bentuk kelamin Rayhan yang sepertinya besar dan panjang.

"Tunggu Ray!" Cegah Zaskia ketika Rayhan hendak keluar kamar. "Mandi wajib dulu." Bisik Zaskia nyaris tidak terdengar sembari menunjuk tonjolan di celana Rayhan menyisakan bercak sperma Rayhan di sana.

Mata Rayhan tertuju di celananya. "Eh... Iya, maaf Kak!" Lirih Rayhan, tapi ia tidak berusaha menutupinya.

"Kebiasaan!" Sungut Zaskia.

Rayhan mematung hingga Zaskia pergi meninggalkan kamarnya.

Kembali ia teringat dengan kejadian semalam dan beberapa hari yang lalu ketika ia tidak sengaja melihat Kakaknya dalam kondisi nyaris telanjang. Normalnya seorang wanita akan marah kalau ada orang lain melihatnya dalam kondisi memalukan tersebut, tetapi entah kenapa Kakak Iparnya malah bersikap seakan tidak terjadi apa-apa.

Rayhan mulai berpikir kalau jangan-jangan Kakak Iparnya juga menyukainya, buktinya Zaskia tidak pernah marah setiap ia menjahilinya, dan lagi Kakak iparnya itu masih rajin membangunkannya, dan beberapakali Rayhan memergoki Kakak Iparnya yang melirik kearah selangkangannya.

"Enggak... Gak... Itu tidak mungkin."Rayhan menggelengkan kepalanya, mengusir prasangka buruknya terhadap Kakak Iparnya.

*****

06:00



Di kediaman KH Umar, Azril baru saja selesai menunaikan ibadah subuh, ia terlihat sibuk melipat kembali sajadahnya. Tiba-tiba tanpa permisi Adik perempuannya yang bernama Aurel menyelonong masuk ke dalam kamarnya, dan yang membuat Azril melongok karena penampilan Aurel yang hanya mengenakan handuk.

Aurel mengacak-acak buku koleksi Azril, seakan sedang mencari sesuatu.

Setelah tidak menemukan yang ia cari di rak bagian atas, Aurel beralih kerak bagian tengah. Dengan posisi membungkuk ia mengacak-acak buku Azril.

Sementara Azril yang berada di belakangnya tampak tertegun memandangi bulatan pantat Aurel yang terbungkus handuk berwarna putih. Sepasang kaki jenjangnya yang indah membuat Azril membatalkan niatnya untuk membaca kitab suci.

Aurel menoleh kebelakang. "Kak! Bantuan cari kek." Omel Aurel.

"Cari apa?"

"Buku tasawuf Kak!" Pinta Aurel.

Azril semakin bingung karena informasi yang di berikan Aurel tidak lengkap. "Tasawuf jilid berapa?" Tanya Azril lagi, Aurel tampak kesal karena Azril hanya bertanya saja sejak tadi.

"Jilid tiga." Bentak Aurel.

Azril mendesah pelan. "Itu di lemari bagian bawah." Tunjuk Azril.

"Bilang kek dari tadi." Kesal Aurel.

Ia semakin membungkuk untuk membuka lemari bagian bawah meja belajar Kakaknya. Dan tanpa ia sadari handuk yang ia kenakan makin ketarik keatas, memperlihatkan paha mulusnya, dan tampak bibir kemaluannya mengintip malu-malu.

Azril yang berada di belakangnya berulang kali menelan air liurnya yang terasa hambar.

Walaupun Aurel adalah adik kandungnya, tetapi tetap saja tidak muda bagi Azril untuk mengabaikan pemandangan yang ada di hadapannya saat ini. Rasa penasaran nya atas bentuk vagina adiknya, membuatnya tanpa sadar melototi vagina Aurel.

Sembari meremas kemaluannya, Azril menatap nanar bibir kemaluan Aurel yang terlihat tembem dan di hiasi bulu-bulu halus.

Bibir kemaluan nya yang kemerah-merahan masih terlihat basah oleh air sisa-sisa mandi Aurel.

"Liat apa Kak?" Bentak Aurel.

Azril tergagap melihat Aurel yang merapikan handuknya. "Sssttt... Kakak ngintip ya?" Tunjuk Aurel, Azril yang ketakutan menggelengkan kepalanya.

"Eng... Enggak Dek!" Elak Azril.

Aurel tersenyum sinis. "Sudah ketahuan masih saja bohong." Aurel melipat kedua tangannya dibawah payudaranya. "Nafsu ya Kak sama Adik sendiri." Ujar Aurel menohok.

Azril kehabisan kata-kata, apa yang di katakan Aurel memang benar, sungguh sangat memalukan apa yang di perbuat Azril barusan, walaupun ia tidak salah seratus persen mengingat Aurellah yang datang ke kamarnya dengan hanya mengenakan handuk.

Sembari menggelengkan kepalanya, ia menatap sinis kearah saudaranya. Tanpa berkata apa-apa Aurel pergi meninggalkan kamar Azril.

Azril terduduk lemas di tempat tidurnya selepas kepergian Aurel, Azril terlihat merasa sangat malu dan khawatir kalau perbuatannya barusan di ketahui oleh kedua orang tuanya.

Setelah meyakinkan dirinya untuk mengakui kesalahannya, Azril segera beranjak dari tempat tidurnya dan pergi ke kamar adiknya.

Tok... Tok... Tok...

"Dek..." Panggil Azril.

Tidak lama kemudian Aurel membukakan pintu kamarnya. "Apa? Berisik tau gak." Sungut Aurel kesal karena merasa terganggu.

"Kakak mau minta maaf Dek soal tadi, jangan kasih tau Umi sama Abi ya." Melas Azril.

"Ehmm... Jadi sekarang sudah mau ngaku! Bakal Aurel kasih tau Umi dan Abi, biar mereka tau kalau anak kebanggaan nya ini suka ngintip adik kandungnya sendiri." Geram Aurel.

Jawaban Aurel membuat Azril semakin panik. "Ya Allah jangan Dek! Kakak benar-benar minta maaf. Kakak akan melakukan apapun yang Adek minta, tapi tolong jangan beritahu Umi sama Abi." Mohon Azril, ia sampai membungkuk sanking takutnya.

Aurel terdiam sejenak, ia memikirkan tawaran dari Azril. Sejenak ia teringat dengan prnya, Aurel pikir ia bisa memanfaatkan kesalahan Kakaknya barusan untuk membantunya mengerjakan pr-nya.

"Masuk Kak." Suruh Aurel melemah.

Azril segera masuk ke dalam kamar adiknya yang bernuansa feminim.

Azril duduk di atas tempat tidur adiknya yang masih terlihat berantakan, selagi Aurel mengambil buku tulisnya. Kemudian Aurel memberikan buku tersebut kepada Azril.

"Kerjain pr-nya." Suruh Aurel.

Walaupun hati kecilnya menolak, tetapi Azril sadar kalau ia tidak punya pilihan. Dari pada perbuatannya di laporkan ke orang tuanya, ia lebih memilih mengerjakan pr adiknya.

Tanpa di minta dua kali Azril segera mengerjakan tugas Adiknya.

Sementara Aurel terlihat sangat senang karena akhirnya ia terbebas dari tugas sekolah yang menyebalkan. Sanking girangnya, Aurel sampai tidak memperdulikan kehadiran Azril di dalam kamarnya, dan dengan santainya ia berganti pakaian di hadapan Kakaknya.

Azril yang tengah mengerjakan tugas Aurel, sesekali mencuri pandang kearah Aurel yang tengah memilih pakaian dalam di lemarinya.

Nafas Azril tercekat ketika Aurel melingkarkan bra-nya dari luar handuk yang di kenakannya. Ketika Aurel menarik lepas ikatan handuknya, Azril dapat melihat payudara Aurel yang langsung terbungkus bra yang Aurel pasang, berikut vagina mungil Aurel yang di tumbuhi rambut hitam yang tidak begitu lebat.

Walaupun hanya seperkian detik, tapi sudah cukup untuk membuat adrenalin Azril menggebu-gebu.

Tanpa di sadari Azril, perbuatannya di ketahui Aurel dari pantulan cermin lemari pakaiannya. Sebenarnya Aurel ingin memarahi kakaknya, tapi ia urungkan setelah dirinya menyadari kalau ada kesenangan tersendiri yang sulit di jelaskan ketika memergoki saudaranya yang tengah mencuri pandang kearahnya.

Dengan senyum culasnya, Aurel memakai celana dalamnya dan lagi-lagi ia melihat dari pantulan cermin kalau kakaknya sedang melirik dirinya sembari berpura-pura sibuk mengerjakan tugasnya.

Saat menarik keatas celana dalamnya, ia membiarkan handuknya ikut terangkat bersama celana dalamnya, ia melakukan hal tersebut dengan perlahan, sembari melihat Kakaknya dari pantulan cermin.

Perasaan yang sama kembali di rasakan Aurel ketika ia bersama teman-temannya dengan sengaja mengerjai Pak Imbron satpam yang berjaga di ponpes Al-fatah.

Mengingat kenakalannya beberapa hari yang lalu, membuat Aurel semakin bergairah.

Ia dengan sengaja menyingkap keatas handuk yang ia kenakan hingga sebatas pinggangnya. Alhasil kejahilannya tersebut membuat Azril terperangah hingga mulutnya mengangga lebar.

Dengan satu tarikan cepat Aurel memakai celana dalamnya, dan sedetik kemudian ia berbalik dan tertawa puas melihat raut wajah Azril.

"Ya Allah Kak, sampe mangap gitu mulutnya. Hihihi..." Tawa Aurel.

Azril yang sadar sedang di kerjai, buru-buru memalingkan wajahnya dan pura-pura tidak mendengar ucapan Aurel.

"Memek Aurel bagus gak Kak?" Ujar Aurel sembari mengambil handphonenya.

"....." Azril yang kesal karena di permainkan memilih diam.

Aurel segera menghampiri Azril, dan merebut buku pr nya sedang di kerjakan Azril. "Kalau di tanya jawab, apa mau Aurel aduhin sama Umi." Ancam Aurel membuat Azril kembali panik.

"Jangan Dek, i-iya bagus."

Aurel mendengus kesal. "Jawab yang benar." Bentak Aurel sembari mencubit lengan Kakaknya.

"Aduh..."

"Dih, gitu doang kesakitan, lemah banget kamu Kak." Ejek Aurel, Azril memilih diam, ia tidak berani melawan adiknya sendiri. "Buruan jawab yang bener!" Desak Aurel dengan mata melotot.

"I-iya Dek! Memek Adek bagus banget." Jawab Azril.

"Kakak suka? Nafsu?" Goda Aurel.

Mata Azril turun kebawah ketika Aurel dengan sengaja menyingkap handuknya. "Su... Suka Dek, Kakak nafsu..." Jawab Azril terbata-bata sembari menatap nanar gundukan tebal vagina Aurel yang terbungkus kain berwarna putih.

"Hihihi... Najis kamu Kak! Sama adik sendiri aja nafsu." Ungkap Aurel merendahkan Kakaknya kandungnya sendiri.

Kemudian Aurel tidak lagi menggubris Azril, ia segera mengenakan seragamnya. Sebelum pergi meninggalkan Azril, ia mengingatkan Azril untuk segera menyelesaikan tugas sekolahnya.

Azril hanya bisa patuh, tanpa berani membantah dan berharap Aurel benar-benar tidak mengadukannya.

*****




Di tempat yang berbeda, di kediaman Ustad Furqon, tampak sepasang suami istri tersebut tengah berdebat sembari menyantap sarapan pagi mereka, membuat suasana yang seharusnya hikmat menjadi tidak nyaman, terutama bagi Salma, Istri Ustad Furqon.

Satu tahun belakangan ini, hubungan mereka memang kurang harmonis, di karenakan keinginan Furqon yang ingin segera memiliki momongan.

Sudah hampir 6 tahun mereka menikah, tapi hingga kini mereka tak kunjung mendapatkan keturunan. Berbagai cara sudah mereka lakukan, dari meminta nasehat ke orang yang berpengalaman hingga berobat ke dokter kandungan, tapi tetap saja hasilnya nihil.

Dan baru-baru ini Furqon mendapat informasi kalau ada seorang dukun yang bisa mengobati mereka agar segera mendapat keturunan.

Salma tentu saja menolak, karena baginya percama dengan dukun sama saja menyekutukan Tuhan, tapi berbeda dengan pendapat Furqon, ia merasa pergi ke dukun adalah salah satu ihktiar agar segera mendapat keturunan.

"Tidak ada salahnya kita mencoba Dek." Desak Furqon.

Beberapakali Salma tampak menghela nafas. "Mas lupa ya, kalau pergi ke dukun itu diharamkan." Ujar Salma mengingatkan.

"Astaghfirullah Dek! Tujuan kita ke dukun adalah salah satu cara ihktiar kita untuk mendapatkan keturunan, bukan untuk meminta yang aneh-aneh." Tegas Furqon yang tampak kesal dengan sikap keras kepala Istrinya.

"Apapun alasannya, tetap saja tidak boleh Mas."

Furqon mendengus kesal. "Terserah kamu mau ngomong apa Dek! Mas hanya ingin memiliki keturunan, hanya itu." Ujar Furqon berapi-api.

"......." Salma tertunduk diam, dari sudut matanya mengalir air mata yang membasahi pipinya.

"Mulai lagi." Kesal Furqon.

"Ceraikan Adek Mas, dengan begitu Mas bisa mendapatkan keturunan dari wanita lain." Lirih Salma dengan suara yang serak.

Furqon yang tidak ingin melanjutkan perdebatan nya pagi ini, bergegas menyudahi sarapannya. Tanpa berkata-kata, ia pergi begitu saja meninggalkan Istrinya yang tengah sesenggukan.

Sementara Salma sendiri terlihat semakin sedih, ia tidak menyangkah kalau Suaminya seegois itu.

Dulu ia menerima Furqon karena ia pikir menikah dengan anaknya pemimpin pesantren akan membuatnya bahagia, dan ia percaya kalau Furqon bisa menjadi Suami yang baik, yang membimbingnya menuju jannah. Tapi pada kenyataannya, ia merasa sangat kecewa.

*****

09:45




Tok... Tok... Tok...

"Iya sebentar!" Pekik Fatimah sembari mengenakan jilbabnya.

Ia berjalan tergopoh-gopoh sembari mendumel karena tamu tersebut tidak mengucapkan salam, dan sedari tadi mengetuk pintu berulangkali, membuatnya merasa kesal.

Fatimah yang awalnya berniat memarahi sang tamu, mendadak membisu ketika pintu terbuka, dan tampak sosok pria yang paling sangat ia benci saat ini berdiri di depannya dengan senyuman angkuhnya. Wajah Fatimah memerah menahan emosi, mengingat apa yang sudah di lakukan pria tersebut kepadanya.

"Ada perlu anda kemari?" Ucap ketus Fatimah.

"Saya tau Bu Haja tidak suka kehadiran saya di sini, tapi mau gimana lagi, ada yang ingin saya bicarakan." Ujar Pak Sobri santai.

Fatimah mendengus sembari melipat kedua tangannya. "Saya tidak terima tamu." Tegas Fatimah, secara tidak langsung ia mengusir pria yang ada di hadapannya saat ini.

"Yakin Bu Haja ingin saya pergi?"

Pak Sobri mengeluarkan hpnya, mengotak-atik sebentar lalu memberikannya kepada Fatimah.

Dengan ragu Fatimah menerima HP tersebut, matanya membulat, tangannya gemetar dan mulutnya mengangah lebar menatap layar HP milik Pak Sobri. Tampak butiran keringat dan air mata mengalir perlahan, dengan gugup Fatimah menghapus video yang baru saja ia tonton.

Pak Sobri terkekeh melihat Fatimah yang begitu panik, ia tau percis bagaimana menaklukkan wanita sealim dan sesoleha Fatimah.

"Percuma dihapus, saya memiliki failnya."

Fatimah menghempaskan hp tersebut kearah Pak Sobri. "Biadab..." Geram Fatimah.

Pak Sobri mengambil hpnya yang terjatuh di lantai. "Jadi bagaimana Bu Haja, apa saya boleh masuk." Ujar Pak Sobri setengah berbisik.

Tubuh Fatimah bergetar hebat, keberanian yang terlihat dari sorot matanya mendadak berubah menjadi sebuah ketakutan.

"Tolong Pak!" Melas Fatimah menyerah.

"Bisa kita bicarakan di dalam." Ujarnya.

Fatimah yang merasa tidak memiliki pilihan terpaksa mengizinkan Pak Sobri masuk, segera ia menutup dan mengunci pintu rumahnya setelah Pak Sobri masuk kedalam rumahnya. Tanpa di izinkan, dengan santainya Pak Sobri duduk di sofa, sembari meletakan kedua kakinya di atas meja.

Perasaan Fatimah campur aduk, antara marah, benci, dan takut menjadi satu. Sembari menghela nafas ia duduk di samping Pak Sobri, seperti yang di instruksi kan Pak Sobri dengan kode menepuk sofa di sampingnya.

"A-apa yang Bapak inginkan? Menghancurkan hidup saya? Apa yang kemarin belum cukup?" Tanya Fatimah gemetar.

Pak Sobri tersenyum, ia meraih tangan Fatimah dan menggenggam nya, Fatimah yang merasa risih mencoba menarik tangannya. Tapi niat itu di urungkan ketika melihat tatapan mata Pak Sobri yang mengintimidasi nya. "Belum cukup Bu Haja, saya membutuhkan lebih dari itu! Selama Bu Haja menuruti semua perintah saya, rahasia Bu Haja aman di tangannya saya, bagaimana?" Tawar Pak Sobri.

"A-pa saya punya pilihan?"

Pria tambun itu menggelengkan kepalanya, seiring dengan Fatimah yang memejamkan matanya, penuh dengan kepasrahan.

Fatimah sangat menyesali keputusan nya kemarin yang sudah mau mendengarkan ucapan saudara Iparnya. Sekarang nasi sudah menjadi bubur, Fatimah hanya bisa pasrah menerima nasibnya.

"Sa-saya setuju." Jawab Fatimah getir.

Pak Sobri tersenyum, sembari melepas genggamannya. "Saya lagi kepengin, tolong puaskan saya." Ucap Pak Sobri.

Tangis Fatimah kembali pecah, tetapi kali ini ia lebih memilih menuruti keinginan Pak Sobri. Dengan perlahan ia berlutut di hadapan Pak Sobri, membuka dengan perlahan celana kain hitam tersebut, sesuai dengan arahan dari Pak Sobri.

Saat menarik turun celana Pak Sobri, lagi-lagi Fatimah di buat takjub oleh ukuran kontol Pak Sobri yang tidak hanya panjang, tapi juga gemuk.

"Sentuh dengan telapak tangan." Suruh Pak Sobri.

Tangan Fatimah gemetar ketika jemarinya mulai menyentuh kemaluan Pak Sobri, hangat dan keras, itu yang di rasakan Fatimah saat ini, ketika ia menggenggam kemaluan pria yang bukan muhrimnya.

Perlahan Fatima menggerakkan tangannya naik turun, mengocok perlahan penis Pak Sobri.

"Bagaimana rasanya? Kontol ini yang kemarin membobol pantat Bu Haja. Hahaha..." Tawa puas Pak Sobri yang terdenga menjijikkan di telinga Fatima.

"......" Fatimah menjawabnya dengan tatapan penuh emosi.

Pak Sobri menekan kebawah kepala Fatimah, hingga wajahnya begitu dekat dengan penis Pak Sobri yang tengah mengintimidasi dirinya, tetapi Fatimah sama sekali tidak berani melawan.

"Kulum!" Suruh Pak Sobri.

Fatimah menggelengkan kepalanya, menolak perintah Pak Sobri, tapi Pak Sobri tidak mau menyerah, ia menjambak dan menekan kepala Fatimah hingga bibirnya menyentuh kepala penis Pak Sobri.

Dengan amat terpaksa, Fatimah membuka mulutnya, melahap penis Pak Sobri sebisanya. "Hueeek... Ohhkk..." Fatimah hampir muntah merasakan dan mencium aroma penis Pak Sobri yang menyengat.

Seakan tidak perduli dengan penderitaan Fatimah, Pak Sobri kembali memaksa Fatimah untuk mengulum penisnya.

Kali ini Fatimah mencoba menahan rasa mualnya ketika melahap penis Pak Sobri. Kepala Fatimah naik turun mengikuti arahan dari Pak Sobri. Di saat Fatimah merasa tersiksa, Pak Sobri malah terlihat sangat menikmati kuluman Fatimah.

Semenit berlalu, Pak Sobri sudah tidak lagi mengarahkan Fatimah, kini Fatimah bergerak sendiri, kepalanya naik turun, sementara jemari tangannya menggenggam penis Pak Sobri, sembari mengocoknya naik turun.

Semakin lama Fatimah terlihat makin terbiasa dengan tugasnya, bahkan untuk orang yang pertama kali melakukan oral sex, Fatimah tergolong cepat belajar.

Fatimah yang mulai kelelahan, mengistirahatkan sebentar rahangnya mulai terasa pegal, ia menggantinya dengan sapuan lidahnya di kemaluan Pak Sobri.

"Enak sekali Bu Haja! Aaahkk..." Desah Pak Sobri.

Mendengar hal tersebut membuat Fatimah merasa malu, tetapi walaupun begitu ia tetap melakukan tugasnya dengan baik. Bahkan Fatimah tanpa sadar mulai menikmati tugasnya.

Lidahnya menari-nari di kepala penis Pak Sobri, mengitarinya, hingga mengecup kepala penisnya Pak Sobri beberapa kali.

Kemudian ia kembali melahap penis Pak Sobri, menghisap dan menyedotnya.

"Kekkekkek.... Enak ya Bu Haja."

Mendadak Fatimah menghentikan perbuatannya. "Astaghfirullah..." Lirih Fatimah atas apa yang barusan ia lakukan.

Pak Sobri menarik lengan Fatimah, lalu mendudukkannya di sofa. Dengan sangat kasar ia memposisikan Fatimah duduk mengangkang. Kini giliran dirinya yang menservis Fatimah. Dengan sangat kasar Pak Sobri menarik celana panjang sekaligus celana dalam Fatimah.

"Aaauuww..." Jerit Fatimah.

Pak Sobri cengengesan sembari menatap nanar kearah bibir kemaluan Fatimah yang terlihat mekar, berwarna coklat tua yang terlihat sudah sangat basah.

Sebisa mungkin Fatimah menutupinya dengan telapak tangannya, walaupun usahanya sia-sia saja.

"Memek Bu Haja indah sekali, saya sudah tidak sabar ingin mencicipinya." Seloroh Pak Sobri, membuat Bu Haja menjerit-jerit frustasi.

Tetapi jeritan itu berubah menjadi desahan ketika Pak Sobri mencucup dan menjilati kemaluan Fatimah dengan rakus. Lidahnya menusuk-nusuk, mengorek bagian dalam vagina Fatimah yang semakin basah, seiring dengan pelumasnya yang keluar semakin banyak.

Wajah Fatimah mendongak keatas dengan mata merem melek, ketika Pak Sobri menyedot clitorisnya yang telah membengkak.

"Oughk... Ya Tuhan! Aaaahkk..." Jerit Fatimah.

"Srruuuuupsss.... Srruuuuupsss... Srruuuuupsss...." Pak Sobri menyeruput kuat-kuat clitoris Fatimah.

Fatimah menggelengkan kepalanya tak tahan. "Sudah Pak! Ya Allah... Aaahkk... Cukuuuup..." Jerit Fatimah, memohon agar Pak Sobri berhenti merangsang.

"Yakin mau berhenti?" Goda Pak Sobri sembari mengusap bibir kemaluan Fatimah dengan kedua jarinya.

Kedua tangan Fatimah mengepal erat, sembari mengigit bibir bawahnya ketika kedua jari Pak Sobri menerobos liang senggamanya, pinggul Fatimah sedikit terangkat ketika Pak Sobri memutar jemarinya sembari bergerak maju mundur.

"Ouughk... Pak! Aaahkk..." Jerit Fatimah.

Pak Sobri menarik kedua jarinya, lalu memasukkannya kembali tapi kali ini langsung ke tiga jarinya, hingga bibir kemaluan menyeruak lebar, hingga vagina Fatimah terlihat penuh.

Dengan gerakan cepat ia memompa kemaluan Fatimah, membuat Fatimah menjerit-jerit gak karuan, kepalanya terbanting kekiri dan kanan.

"Ouggghkk.... Tuhaaaaan.... Aaaahhhkkk..." Erang Fatimah keras.

Ploooopsss...

Creeettss... Creeettss... Creett....

Seeeeeeeeeeeeeeeerrrr....

Pantat Fatimah tersentak-sentak, dari bibir kemaluannya menyemburkan cairan bening yang cukup banyak, hingga lantai berbahan marmer yang ada di bawahnya menjadi tergenang.

Pak Sobri menjilati jari jemarinya di hadapan Fatimah yang tampak kelelahan.

"Aaahkk... Aaahkk... Aaahkk... Aaahkk..."

Pak Sobri beralih duduk di samping Fatimah, ia menarik pundak Fatimah, bibir tebal Sobri melahap rakus bibir Fatimah, menghisapnya dan mengulumnya.

Fatimah yang lemas hanya pasrah menerima cipokan dadakan dari Sobri.

Sembari berciuman, telapak tangan Pak Sobri bergerilya diatas payudara Fatimah. Meremas-remas kasar kepayudara Fatimah dengan gemas. Dengan kasar ia membuka kancing gamis Fatimah, lalu menurunkannya hingga sebatas pinggangnya.

Istri dari pimpinan pesantren tersebut hanya pasrah ketika Pak Sobri melepas pengait branya, dan menanggalkannya.

Dengan lahapnya Pak Sobri menghisap payudara berukuran jumbo milik Fatimah. Ia menghisapnya, dan menjilati putingnya dengan rakus. Fatimah lagi-lagi hanya bisa menghempaskan kepalanya ke kiri dan kanan sembari menggigit punggung tangannya.

Tangan kanannya yang menganggur ia gunakan untuk menggosok-gosok clitoris Fatimah, membuat wanita yang masih cantik di usianya yang sudah tidak muda lagi itu menggelinjang tak tahan.

"Sudaaaaah Pak! Ooughkk..." Jeritnya.

Dengan kedua tangannya ia mendorong dada Pak Sobri, hingga tubuhnya terjatuh diatas sofa.

Segera Pak Sobri memanfaatkan momen tersebut menindih tubuh Fatimah. Tak ingin menyerah begitu saja, Fatimah mencoba mendorong pinggang Pak Sobri, tetapi pria itu dengan muda mengatasinya, ia menarik kedua tangan Fatimah keatas kepalanya lalu menahannya, sementara tangan kirinya menuntun terpedo miliknya untuk memasuki lerung senggama milik Istri KH Syahal.

Bleeesss...

"Oughk...." Jerit Fatimah.

Matanya merem melek merasakan tusukan kasar dan bertenaga dari Pak Sobri.

Tanpa halangan, Pak Sobri menggoyang pantatnya maju mundur, maju mundur dan semakin lama semakin cepat menyodok-nyodok lobang surgawi milik seorang Ustadza, seorang wanita muslimah yang Soleha, seorang Istri yang alim.

"Enak sekali Bu Haja! Aaahkk... Memek Bu Haja rasanya menjepit." Racau Pak Sobri, sembari meremas payudara Fatimah yang berukuran 36D dengan kasar.

"Lepaskaaaan... Aaahkk... Aaahkk... Aaahkk..."

Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss...

Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss...

Dengan kecepatan penuh Pak Sobri melakukan penetrasi di lobang vagina Fatimah, dan anehnya wanita Soleha tersebut malah semakin membanjir, bahkan desahannya terdengar makin nyaring di telinga Pak Sobri, hingga pria paruh baya itu ikut menyunggingkan senyuman.

Sadar kalau mangsanya sudah tidak berdaya, Pak Sobri melepas pegangan tangannya, sehingga kedua tangannya dengan leluasa memainkan sepasang buah pepaya milik Fatimah.

"Paaak... Aaahkk... Sudah Pak! Sssttt..." Lenguh Fatimah.

Jemari Pak Sobri memilin puting Fatimah dengan lembut. "Apa yang sudah Bu! Bukannya Bu Haja menikmati kontol saya. Tuh memeknya makin licin." Ledek Pak Sobri sembari cengengesan.

"Aaahkk... Tidaaaaak... Aaahkk..." Jerit Fatimah makin frustasi.
"Akui saja Bu Haja, hahaha..."

Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss...

Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss...

Tanpa sadar Fatimah melingkarkan kedua kakinya di pinggul Pak Sobri, sehingga genjotan Pak Sobri semakin dalam memasuki rahimnya.

"Aaaaahk.... Aaaaahk... Oughhkk..." Fatimah melolong panjang, sembari menekan pinggul Pak Sobri, hingga membuat penis Pak Sobri tertancap semakin dalam.

Pantatnya bergetar, seiring dengan datangnya orgasme yang tidak bisa lagi ia hindari.

Vagina Fatimah berkedut-kedut nikmat, seakan memijit batang kemaluan Pak Sobri yang masih bersarang di dalam rahimnya. Perlahan orgasme itu mereda, seiring dengan tenaga Fatimah yang terkuras habis.

Ploooops...

Pak Sobri mencabut penisnya, tampak kemaluan Pak Sobri berkilauan berkat lendir vagina Fatimah.

"Ganti gaya Bu Haja." Ujarnya.

Fatimah menggeleng lemah, tetapi ia tidak berdaya ketika Pak Sobri memutar dan menarik pinggulnya hingga menghadap kearah Pak Sobri. Sembari memohon, Fatimah menutupi lobang vaginanya dengan telapak tangannya, berharap Pak Sobri tidak bisa lagi menikmatinya.

Plaaaak... Plaaaak... Plaaaak...

Pak Sobri menampar beberapakali pantat Fatimah, hingga memerah.

Kemudian ia mencengkram membuka paksa pipi pantat Fatimah, hingga terlihat anus Fatimah yang sudah ia renggut paksa kehormatannya.

Fatimah mendadak panik, ketika merasakan benda tumpul itu di gesekan-gesekan ke lobang anusnya. Ia mencoba mempertahankan diri dengan sisa-sisa tenaganya, tapi apa daya Fatimah benar-benar sudah kelelahan.

"Cuiih..."

Pak Sobri meludahi telapak tangannya, kemudian menggosok-gosokkan nya di batang kemaluannya. Setelah di rasa cukup Pak Sobri menekan penisnya masuk, membela, merobek anus Fatimah untuk ke dua kalinya.

"Oughk..."

Tubuh Fatimah menegang, nafasnya tertahan dan rasa mules bercampur sesak di bawah sana.

"Sempit sekali Bu Haja! Uuhk..." Lenguh Pak Sobri.

Fatimah mengepal erat kedua tangannya, dengan mata melotot, dan mulut mengangah, ia menjerit kecil. "Sakiiiiit, ngilu Pak..." Erang Fatimah tertahan, seiring inci demi inci senjata Pak Sobri memasuki anusnya.

Cengkraman di pantat Fatimah semakin kencang. "Enak sekali Bu Haja! Hehehe..." Ejeknya, mempermainkan perasaan Hj Fatimah.

"Aaahkk... Aaahkk... Aaahkk..."

Perlahan tapi pasti penis Pak Sobri bersemayam penuh di lobang anusnya.

Dengan gerakan perlahan, ia mulai memompa, menggerakkan pantatnya maju mundur, maju mundur, berulang kali, menyodok, menyeruak masuk ke dalam lobang anus sang wanita Soleha, Istri setia dari pimpinan pesantren Al-fatah.

Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss...

Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss...

Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss...

"Oughkk... Aaahkk... Aaahkk..."

Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss...

"Enak sekali Bu Haja!" Racau Pak Sobri.

Plaaaak... Plaaaak... Plaaaak...

Beberapa kali Pak Sobri kembali menampar pantat bahenol Haja Fatimah, hingga meninggalkan bekas kemerah-merahan di pantatnya.

Rasa sakit, perih dan ngilu yang sempat di rasakan Fatimah, perlahan mulai berkurang dan di gantikan dengan rasa nikmat yang sulit di jelaskan. Sanking nikmatnya, Fatimah tidak sadar kalau jemarinya kini malah sibuk menggosok-gosok clitorisnya.

Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss...

Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss...

Tiba-tiba Pak Sobri menarik kedua tangan Fatima ke belakang, hingga tubuh bagian atas Fatimah melayang, membuat sepasang payudaranya yang berbentuk pepaya itu menggantung bebas, mental mentul mengikuti gerakan tubuh Fatimah.

"Bapak saya sudah tidak kuat lagi..." Jerit Fatimah.

Seeeeeeeeeeeeeeeerrrr....

*****

14:00



"Azril..."

Pemuda itu menoleh kebelakang, wajahnya yang tadinya datar kini berubah memerah, tampaknya Azril salah tingkah di hadapan Clara yang tengah tersenyum manis kepadanya.

Dengan nafas ngos-ngosan sehabis mengejar Azril, ia terlihat senang karena bisa mengejarnya.

"A-ada apa Uhkti?" Tanya Azril gugup.

"Bentar." Ujar Clara sembari mengatur nafasnya yang megap-megap. "Aku mau minta tolong boleh?" Tanya Clara berbasa basi.

"Boleh kok Uhkti."

"Mau minta tolong kayak biasanya, aku ada tugas terjemahan! Kamu bisa bantukan?" Tanya Clara.

"Ehmmm... Iya, aku bisa bantu kok."

Clara menyerahkan buku dan catatan nya. "Ni, terimakasih ya." Ujarnya seraya tersenyum yang membuat hati Azril berdetak makin tak karuan.

"I-iya sama-sama Ra."

Mereka mengobrol sebentar, membahas tentang sekolah dan sebagainya yang sebenarnya itu hanya basa basi saja yang di lakukan Clara agar Azril selalu mau membantunya ngerjakan tugasnya.

Sebagai seorang wanita yang cukup berpengalaman, Clara tau betul kalau anak KH Umar itu menaruh hati kepadanya, dan ia memanfaatkannya.

Sementara Azril sendiri yang sebenarnya memiliki prinsip tidak ingin memberi contekan apalagi mengerjakan tugas orang lain, dengan mudanya melupakan prinsip tersebut demi untuk membuat orang yang ia sukai tertarik kepadanya.

Selepas mengobrol, Clara meninggalkan Azril begitu saja, yang masih berdiri mematung Clara dari belakang yang perlahan menjauh dari pandangannya.

*****


Fatimah


Salma

Fatimah bersimpuh di lantai, tak henti-hentinya ia menangis, meratapi kehidupannya yang kini berada di bawah kendali Pak Sobri. Selain itu Fatimah juga merasa sangat berdosa karena perzinahan itu suka atau tidak ia menikmatinya, membuatnya ragu kalau dirinya berada di dalam tekanan saat melakukannya.

Berulang kali Fatimah beristighfar, sembari mengutuk dirinya sendiri yang tidak mampu mengendalikan hawa nafsu hewaninya.

[I[Sekarang apa yang harus kulakukan? Ini belum berakhir.[/i]

Jerit hati Fatimah, menyadari kalau mimpi buruk ini masih akan berlanjut, dan tidak tau di mana letak ujung akhir dari penderitaannya.

Tok... Tok... Tok...

"Assalamualaikum..."

Fatimah tersadar dari lamunannya, ia begergeas mengenakan kembali pakaiannya yang masih berserakan diatas lantai ruang tamunya. Secepat mungkin, ia menghilangkan jejak-jejak pertarungannya bersama Pak Sobri, ia sangat khawatir kalau sampai ada yang mengetahui apa yang barusan mereka lakukan.

Setelah yakin sudah tidak ada lagi barang bukti yang ketinggalan, barulah Fatimah bergegas untuk membukakan pintu rumahnya.

Fatima menyambut tamunya dengan senyuman palsunya. "Waalaikumsalam Salma, kamu sendirian?" Tanya Fatima keheranan, melihat menantunya yang datang sendirian ke rumahnya.

"Iya Umi."

"Ya sudah, ayo masuk dulu." Ajak Fatimah.

Salma duduk di sofa percis tempat di mana Fatimah baru saja melayani Pak Sobri barusan, membuat Fatimah sedikit khawatir kalau Salma menemukan sisa-sisa sperma Pak Sobri.

"Sepertinya kamu lagi ada masalah?" Tanya Fatimah, dengan menyelidik.

Salma tertunduk, dan tampak beberapakali menghela nafas. "Mas Furqon minta aku ke dukun agar kami memiliki keturunan Umi." Ujar Salma, dan lagi-lagi ia mendesah pelan.

"Astaghfirullah..." Lirih Fatimah.

"Meminta bantuan sama dukun, itu sama saja kita melakukan dosa syirik! Aku juga tidak mengerti kenapa Mas Furqon bisa sampai memintaku seperti itu." Kesal Salma, yang tidak habis pikir dengan permintaan Suaminya. Padahal ia yakin suaminya juga tau tentang hukum melakukan perbuatan syirik.

Fatimah merangkul Salma, menguatkan hatinya yang sedang gelisah. "Menurut Umi demi keutuhan rumah tangga kalian, alangkah baiknya kamu mengikuti keinginan Suami kamu." Nasehat Fatimah, ia mengerti kenapa putranya bisa sampai sejauh itu.

"Tapi Umi."

"Sebagai seorang laki-laki, sangat wajar kalau ia bisa berbuat sejauh itu. Tidak kemampuan membuat kamu hamil, itu adalah aib bagi seorang pria Salma, kamu harus pahami itu." Tegas Fatimah, meminta menantunya untuk mengerti ego seorang pria.

"Mau sampai kapan Umi?"

"Sampai dia menyadari kalau hanya Allah yang bisa memberi kalian keturunan." Jawab Fatimah.

Salma tersenyum kecil, walaupun masih ada sedikit rasa kecewa dengan sikap Suaminya yang juga tidak kunjung mengerti dan sangat egois.

"Iya Umi." Lirih Salma, sembari memeluk Ibu mertuanya.

Salah satu yang membuat Salma memilih bertahan dengan sikap Suaminya yang egois adalah karena sosok Fatimah yang sudah ia anggap seperti Ibu kandungnya sendiri. Ia tidak ingin kehilangan sosok Fatimah seperti ia kehilangan sosok Ibu kandungnya beberapa tahun yang lalu.

Layaknya seorang Ibu dan anak, mereka mengobrol ringan, dari membicarakan tentang keluarga, pesantren hingga sinetron yang mereka suka.

Tidak terasa waktu berjalan begitu cepat, bahkan keduanya sempat melupakan masalah yang sedang mereka hadapi. Setelah puas berbagi cerita, Salma berpamitan pulang, ia sempat mengucapkan terimakasih kepada Fatimah yang sudah mau mendengar keluh kesahnya.

*****


Zaskia


Haifa

Di saat Zaskia tengah gelisa, galau dengan perasaannya saat ini, maka ia akan lari ke sahabatnya Haifa, menceritakan kegelisahannya saat ini. Karena ia merasa hanya Haifalah yang mengerti tentang perasaannya saat ini, dan biasanya setelah menceritakan semua kegelisahannya, Zaskia merasa bebannya dan rasa bersalahnya menghilang begitu saja.

Haifa sesekali tersenyum mendengar curahan hati Zaskia yang tanpa sadar telah membuka aibnya sendiri. Ia memberitahu sahabatnya tentang perasaannya saat ini kepada sosok Adik iparnya.

Beberapa kejadian memalukan akhir-akhir ini dengan gamblang ia beri tahukan kepada sahabatnya itu yang tampak antusias mendengar ceritanya.

"Astaghfirullah Uhkti, kok bisa?" Kaget Haifa, ketika Zaskia memberitahu nya tentang kejadian Rayhan yang melihatnya nyaris dalam keadaan telanjang bulat.

"Aku lupa mengunci pintunya." Jelas Zaskia.

"Terus reaksi Adik kamu seperti apa?" Kejar Haifa yang terlihat penasaran.

Zaskia menghela nafas sejenak. "Dia diam aja, terus matanya melotot gitu Mbak, gila..." Zaskia menggeleng-gelengkan kepalanya, mengingat kejadian memalukan tersebut.

"Perasaan kamu sendiri bagaimana?"

"Ya aku malu bangetlah Mbak!" Ujar Zaskia dengan mimik menggemaskan.

Haifa tersenyum sembari memegang lengan sahabatnya. "Malu... Apa bangga? Rayhan sampe melotot gitu loh ngeliatin kamu." Goda Haifa sembari menatap curiga kearah Zaskia.

"Ya Allah Mbak! Aku tuh serius." Geram Zaskia.

"Hihihihi... Gak kebayang kalau aku jadi Rayhan, hmm..." Dengan mimik bernafsu Haifa lagi-lagi menggoda Zaskia.

Zaskia makin cemberut di buatnya. "Aku marah nih Mbak." Protes Zaskia sembari melipat kedua tangannya di atas dada.

"Hihihihi... Iya maaf Hihihi..."

"Tuhkan Mbak masih aja ketawa." Rengek Zaskia.

Setengah mati Haifa menahan tawanya. "Iya iya, maaf, hihihi... Jadi kamu maunya gimana?" Tanya Haifa menyelidik.

"Gak tau Mbak."

"Kamu marah sama Rayhan? Mau mengusirnya?" Haifa menatap Zaskia dengan serius, seakan mencari jawaban dari mata indah Zaskia.

Perlahan Zaskia menggelengkan kepalanya. "Gak mungkinlah Mbak, masak cuman gara-gara dia gak sengaja melihatku seperti itu aku langsung mengusirnya." Jawab Zaskia.

"Tuh kamu tau jawabannya, jadi apa yang membuat kamu merasa gelisah." Ujar Haifa.

"Ya... Aku merasa malu Mbak! Sesuatu yang seharusnya di lihat Suamiku, kini juga sudah di lihat oleh orang lain. Aku merasa sangat berdosa Mbak." Jelas Zaskia tentang perasaannya.

Kini giliran Haifa yang menghela nafas. "Kenapa harus malu? Seharusnya kamu merasa bangga."

"Bangga? Apa yang harus di banggakan Mbak."

Haifa tampak tersenyum geli melihat wajah cemberut Zaskia. "Rayhan sampai bengong gitu loh ngeliatin tubuh kamu! Masak kamu gak bangga?" Goda Haifa. "Dan lagi kenapa kamu harus merasa berdosa? Bukannya itu terjadi karena ketidak sengajaan? Wajarkah namanya juga tidak sengaja, anggap saja itu rejeki kamu?" Sambung Haifa sembari mengedipkan matanya.

"Ish... Mbak, kok rejeki aku." Sungut Zaskia.

Haifa hendak kembali menggoda Zaskia, tapi ia urungkan ketika tiba-tiba Ustadza Risty lewat di depan meja mereka.

"Pulang dulu ya Ustadza." Sapa Ustadza Risty.

"Sudah gak ada kelas lagi Ustadza?" Tanya Haifa hanya sekedar berbasa basi.

"Sudah tidak ada! Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam..." Jawab mereka serempak.

Sebelum melanjutkan obrolan, mereka dengan cara bersamaan memperhatikan Ustadza Risty yang perlahan pergi meninggalkan kantor.

"Kasihan ya?" Celetuk Haifa.

Zaskia meringitkan dahinya. "Kasihan kenapa?" Tanya Zaskia heran.

"Uhkti belum dengar kabar tentang Ustad Mahmud yang mau nikah lagi?"

"Astaghfirullah... Serius Mbak."

"Iya serius, makanya saya merasa kasihan sama beliau."

"Kok bisa, padahal Ustadza Risty itu cantik ya."

Haifa tersenyum kecil. "Cantik aja tidak jaminan Uhkti, kita sebagai wanita juga harus memiliki keahlian khusus agar suami kita tidak berpaling, hihihi..."

"Keahlian gimana maksudnya Mbak?"

"Keahlian melayani Suami di atas ranjang." Jawab Haifa sembari mengedipkan matanya.

Wajah Zaskia berubah cemberut. "Issh... Mbak ini." Ujar Zaskia senewon, membuat Haifa tertawa terpingkal-pingkal melihat kepolosan Zaskia.

Tanpa mereka berdua sadari seorang Ustadza mendengar obrolan mereka barusan. "Astaghfirullah... Ingat menggosipkan saudara seiman sendiri itu sama saja memakan bangkai saudara sendiri." Sindir Ustadza Kartika yang tiba-tiba lewat di depan mereka.

"Astaghfirullah..." Jawab mereka berdua serempak.

"Ustadza Kartika mau pulang juga?" Tanya Zaskia mengalihkan pembicaraan.

Ustadza Kartipa tersenyum tipis. "Mau ke kelas dulu, bukannya Ustadza Zaskia juga ada kelas ya?" Ujarnya seraya menatap Zaskia.

"Astaghfirullah... Saya lupa Ustadza."

"Ya sudah, ayo bareng. Dari pada menggosib lebih baik mengajar, buat nambah amal di akhirat nanti." Ajak Ustadza Kartika, sembari menyindir Ustadza Haifa yang tampak salah tingkah.

"Hihihi... Bener banget Ustadza." Zaskia segera beranjak dari tempat duduknya. "Mbak aku ke kelas dulu ya, assalamualaikum." Pamit Zaskia sembari menghampiri Ustadza Kartika.

"Ingat jangan lupa yang aku bilang tadi! Jangan terlalu di pikirkan."

"Siap." Jawab Zaskia dengan gerak hormat.

*****


Aurel


Lidya


Tiwi

"Lama banget sih kamu?" Protes seorang gadis berhijab putih.

Tampak yang di marahi sedang mengap-mengap mengatur nafas. "Sory, aku ambil barang dulu." Jawab Aurel sembari mengedipkan matanya.

"Mantab." Salah satu dari mereka mengancungkan jempolnya.

Lidya menggeser duduknya, memberi ruang untuk Aurel duduk di sampingnya dengan alas seadanya yang terbuat dari sebuah banner bekas.

Aurel segera membuka tasnya, lalu mengeluarkan sebungkus rokok.

"Wuih... Kamu memang the best." Puji Lidya.

Tiwi segera membuka bungkus rokok tersebut, kemudian mengambil satu batang untuk di nikmati. Secara bergantian Lidya dan Aurel juga mengambil satu batang rokok.

"Fuiih... Mantab." Ucap Tiwi sembari menghembuskan asap rokok.

Kemudian Aurel mengeluarkan laptop miliknya bersama beberapa cemilan.

"Ada film baru gak?" Tanya Tiwi.

"Ada dong, semalam aku habis download." Ujar Aurel bersemangat.

Segera Aurel membuka laptopnya dan memutar sebuah video porno berdurasa satu jam. Di awal video di perlihatkan pria berkulit hitam bertubuh kekar sedang bermain billiar, tidak lama kemudian seorang wanita berhijab masuk ke dalam ruangan tersebut.

Ketiga wajah gadis yang beranjak dewasa itu tampak tegang ketika para pria bertubuh besar itu menggoda sang wanita yang baru masuk.

"Kontolnya pasti besar-besar!" Celetuk Lidya.

Tiwi yang sedari tadi diam terlihat gelisah, beberapa kali ia mengganti posisi duduknya.

Suasana terlihat semakin menegangkan ketika beberapa pria berkulit hitam itu mengelilingi sang wanita berhijab, dan dengan gaya manja, pemeran wanita hijab itu menolak pelukan sang pria. Walaupun pada akhirnya wanita berhijab itu terlihat pasrah di lecehkan oleh para pria berkulit hitam.

Sembari menghisap rokok mereka terlihat begitu khusuk menonton adegan tak senonoh yang di perankan oleh seorang wanita berhijab.

Lidya yang mulai tidak tahan terlihat mengurut-urut kemaluannya, dari bibirnya keluar suara desissan khas seorang wanita terangsang. Tidak puas hanya menggesek-gesek vaginanya dari luar, Lidya segera menanggalkan celana berikut dengan dalamannya.

Kemudian ia menggosok-gosok bibir kemaluannya, sembari merem melek. Aksinya pun langsung di ikuti oleh Tiwi, yang kemudian di susul Aurel.

Ketiga sahabat itu tampak menimati setiap adegan demi adegan yang ada di layar laptop milik Aurel.

Dulunya Aurel anak baik-baik sebelum mengenal mereka berdua, tetapi semenjak mengenal mereka dan di perparah dengan keputusan Abinya menikah lagi membuatnya perlahan mulai berubah, yang tadinya hanyalah anak gadis yang polos, kini berubah menjadi sedikit liar.

Aurel seakan terlahir kembali dengan kenakalan-kenakalan yang ia lakukan bersama teman-temannya, walaupun terkadang hati kecilnya menolak untuk mengikuti kebiasaan Lidya dan Tiwi.

Sementara Lidya dan Tiwi memang di kenal sebagai anak pembangkang dan suka berbuat onar. Bahkan Aurel sempat tidak menyukai mereka berdua.

*****

17:00


Laras

Di bawah pancuran shower, tampak seorang wanita cantik yang tengah menikmati mandi paginya. Ia menggosok perlahan tubuh indahnya dengan kedua telapak tangannya yang di penuhi sabun. Dia membelai payudaranya yang besar, bermain dengan kedua putingnya yang telah mengeras.

Perlahan telapak tangannya turun kebawah menuju perut ratanya. Dia membelai lembut perutnya, dan terus turun menuju sebuah tebing lendir yang menjanjikan sejuta kenikmatan.

Kedua jarinya membelai tonjolan kecil yang terdapat di antara bibir kemaluan. "Eehmm..." Ia mendesis pelan, dengan mata terpejam ia bersandar di dinding kamar mandi.

Sementara itu clitorisnya terasa semakin membengkak karena terus-terusan ia gosok dengan kasar. Semakin keras ia menggosok clitorisnya, maka terasa semakin nikmat yang ia rasakan.

Semakin lama ia makin hanyut akan kenikmatan semu yang ia ciptakan sendiri. Tanpa perduli dosa yang tengah membayangi dirinya.

"Aahkk... Aahkk... Aahkk..." Erangannya semakin tidak terkendali, seiring dengan lendir kewanitaannya yang keluar semakin banyak.

Ia memasukan kedua jarinya ke dalam lobang kemaluannya yang merekah indah seperti bunga mawar. Dengan perlahan ia mendorong dan menarik jarinya. Ia melakukan gerakan tersebut berulang kali, membuat vaginanya memproduksi lendir kewanitaannya semakin banyak.

Tubuhnya bergetar tatkalah rasa nikmat itu menggores kesadarannya. Dengan mata terpejam, dan nafas menderuh ia menyambut datangnya orgasme.

"Oughkk..."

Pinggul indahnya tersentak-sentak seiring dengan lendir kewanitaannya menyembur keluar.

Setelah hasrat birahinya tertuntaskan, barulah Laras membasuh tubuhnya dengan benar, dengan perasaan yang sulit untuk di gambarkan. Selesai mandi, Laras segera keluar dari dalam kamar mandi. Tapi baru beberapa langkah ia keluar kamar, ia melihat sosok pemuda yang berada di tidak jauh darinya.

"Astaghfirullah!" Lirih Laras.

Saat ini Laras hanya mengenakan handuk yang tidak sepenuhnya bisa menutupi kemolekan tubuhnya. Sebagian payudaranya memyembul keluar, begitu juga dengan sebagian paha mulusnya yang terpampang bebas. Siapapun yang melihatnya, pasti akan merasa sangat beruntung dapat melihat kemolekan tubuhnya yang selama ini dibungkus pakaian syar'i.

Sebagai seorang muslimah, Laras merasa memiliki kewajiban untuk menyembunyikan kemolekan tubuhnya dari pria lain yang bukan suaminya.

Sejenak Laras berfikir keras agar bisa menghindari Daniel. Tapi bagaimana caranya? Diam-diam ia mengutuk kebodohannya sendiri, karena lupa membawa pakaian ganti untuk ia kenakan.

"Lari..." Gumam Laras.

Dia mengepal kedua tangannya, sembari menggigit bibir bawahnya. Adrenalin nya terpacu dengan nafas yang mulai terdengar memburu.

Tanpa aba-aba, Ustadza Laras dengan secepat kilat melangkah keluar dari dalam kamarnya. Ia berlari secepat yang ia bisa, dan tidak perduli kalaupun nanti Daniel melihat dirinya yang tengah berlari. Setidaknya ia telah berusaha untuk menghindar dari Daniel.

Tapi tiba-tiba ia terpeleset, dan terjatuh di lantai. Kakinya yang basah, membuat lantai rumahnya menjadi licin.

"Aduuuuh!" Laras meringis kesakitan.

Dan pada saat bersamaan, Daniel melihat kearah Laras yang tengah mengadu sakit, sembari memegangi pantatnya yang terbentur cukup keras.

Mata Daniel terbelalak melihat tubuh telanjang Laras, yang kebetulan handuk yang ia kenakan terlepas akibat terjatuh barusan. Tentu saja sebagai seorang pria normal, ia terangsang melihat tubuh telanjang Laras, tapi ia buru-buru menyingkirkan perasaan itu untuk sementara waktu dan segera menolong Ustadza Laras.

Ia menghampiri Ustadza Laras yang kesakitan, dan membantunya untuk berdiri.

"Aduh... Aduh... Sakit." Lirih Laras.

Ternyata tidak hanya pantatnya yang sakit, pergelangan kaki Laras juga terasa sakit. Dengan hati-hati Daniel memapah tubuh sintal Laras.

"Ustadza gak apa-apa?" Tanya Daniel ia tampak khawatir

Laras menggelengkan kepalanya. "I-iya gak apa-apa!" Jawab Laras terbata-bata menahan sakit ditubuhnya.

Dan pada saat bersamaan Azril keluar dari dalam kamarnya, setelah mendengar teriakan Ibunya. Ia kaget melihat Ibu Tirinya dalam keadaan telanjang bulat di rangkul oleh Daniel saudara sepupunya.

Bukannya buru-buru menolong Ibunya, Azril malah terdiam membisu, menatap tubuh telanjang Ibu Tirinya yang memang sangat menggoda. Sepasang payudara membulat sempurna seperti buah melon, menggantung indah dengan kedua puting yang berwarna kecoklatan.

Ketika matanya turun kebawah, ia mendapatkan bukit kecil yang di tumbuhi rambut lebat yang terlihat begitu indah. Berulang kali, pemuda berusia belasan tahun itu menelan air liurnya yang terasa hambar.

"Biar saya bantu!" Ujar Daniel.

Pemuda itu membantu Hj Laras berjalan menuju kamarnya. Sebagai seorang wanita Hj Laras merasa risih, dan ia sempat berharap kepada Azril anak tirinya. Tapi sayang Azril malah bengong melihat tubuh telanjangnya, membuat Laras sedikit kesal dengan tingkah Anak Tirinya. Walaupun harus ia akui, tubuhnya memang sangat menarik bagi kaum Adam.

Karena tidak ada pilihan Laras diam saja dan menerima bantuan Daniel untuk membawanya ke kamar.

Saat mereka melewati Azril, barulah pemuda itu tersadar dari lamunannya. Ia bergegas menyusul mereka berdua, tapi matanya tidak berkedip memandangi bongkahan pantat Ibu tirinya yang terlihat begitu empuk. Sementara handuk yang tadi di kenakan Laras di biarkan saja tergeletak tak berdaya di lantai rumah mereka.

Setibanya di dalam kamar Laras berbaring di atas tempat tidurnya masih dalam keadaan telanjang bulat, di hadapan kedua pemuda berbeda generasi.

"Sepertinya kaki Ustadza keseleo." Ujar Daniel datar.

Pemuda itu berusaha mati-matian menahan gejolak birahinya di hadapan Laras. Membuat Laras merasa salut dengan Daniel yang terlihat datar-datar saja, walaupun saat ini dirinya dalam keadaan telanjang bulat, berbeda dengan anaknya yang begitu ketara kalau terangsang melihatnya telanjang, membuatnya tak habis pikir terhadap anak tirinya.

Dengan sikap santainya Daniel, malah membuat Laras menjadi salah tingkah. Ia dapat mendengar suara detak jantungnya yang tak beraturan, sanking tegangnya.

Sebagai seorang wanita muslimah, sangat tabu baginya di lihat orang lain dalam keadaan telanjang bulat.

"Aduh!" Rintih Laras, ketika Daniel menyentuh pergelangan kakinya. "Pelan-pelan Dan!" Pinta Laras sembari meringis menahan sakit di kakinya.

Dani menganggukkan kepalanya. "Tahan ya Amma! Ini hanya sebentar." Ujar Daniel.

Kedua tangannya mengusap-usap kaki kanan Laras. Di saat Laras terlihat mulai nyaman, tiba-tiba Daniel menarik kaki Laras, memperbaiki posisi urat Laras dengan gerakan yang sangat cepat, tapi menyakitkan.

"Auuww... Sakiiiit!" Jerit Laras.

Daniel kembali mengurut pelan kaki Laras. "Gak apa-apa Amma! Ini sudah selesai kok." Kata Daniel menenangkan Laras, sembari melakukan pijitan ringan di betis Laras yang terasa begitu halus.

"Aduh... Sakit sekali Dan!" Lirih Laras.

Telapak tangan Daniel naik keatas, ke bagian belakang lutut Laras. Rasa geli yang dirasakan Laras sedikit mengurangi rasa sakit di kakinya. Dan perasaan geli itu perlahan mulai menimbulkan perasaan erotis didalam diri Laras, apa lagi ketika telapak tangan Daniel naik menuju paha mulus.

Dia memijit pelan kaki Laras menyentuh bagian-bagian sensitif seorang wanita yang ia dapatkan dari teman lamanya. Dan ternyata cara itu berhasil membangkitkan birahi Laras yang memang sudah lama tidak tersalurkan dengan benar.

"Azril, tolong ambilkan lotion." Suruh Daniel.

Dengan patuhnya Azril mengambil lotion milik Ibunya yang berada di atas meja rias. "I-ini Mas." Ujar Azril tergagap, sanking tegangnya.

Mata indahnya menatap nanar kearah sepasang payudara Laras yang naik turun mengikuti irama nafasnya. Putingnya yang kecoklatan terlihat mengeras hingga mancung ke depan. Betapa nikmatnya, kalau dirinya bisa meremas dan menghisap puting Laras.

Sadar akan tatapan Azril terhadap payudaranya, malah membuat Laras salah tingkah. Laras merasakan memeknya berdenyut-denyut.

Seandainya saja ia sendirian di kamar ini, tentu ia sudah sedari tadi melakukan masturbasi.

"Maaf ya Amma." Ujar Daniel sopan, sebelum tangannya masuk lebih dalam. Ia menyentuh bagian bawah paha Laras, dengan sedikit mengangkat kaki Laras.

"Oughkk..." Desah Laras tanpa sadar.

Daniel tersenyum tipis, ia tau kalau wanita dewasa yang ada di hadapannya saat ini tengah di landa birahi. "Sakit ya Amma?" Tanya Daniel, jemarinya memijit lembut paha belakang Laras.

"Eng-eng-enggak terlalu." Jawab Laras terbata, wajahnya bersemu merah karena menahan birahi syahwatnya.

Daniel kembali melanjutkan pijatannya di kedua kaki Laras. Ia memijatnya secara bergantian kiri dan kanan. Dan selama itu juga Laras sangat tersiksa. Bukan karena rasa sakit, melainkan karena syahwatnya yang menggebu-gebu, menuntut untuk di lampiaskan.

Sementara Azril masih diam membisu, sembari menatap nanar kearah gundukan kecil yang di tumbuhi rambut hitam yang cukup lebat.

*****

19:00


Zaskia

Malam harinya, Zaskia tampak santai duduk bersila diatas sofa, di temani Rayhan yang duduk di sisi sofa lainnya sembari membaca buku. Tetapi diam-diam Rayhan melirik kearah Zaskia yang tidak menyadari kalau celana piyama tidurnya sobek tepat di selangkangannya, membuat Rayhan dapat melihat celana dalam Zaskia yang berwarna merah muda.

Sesekali Zaskia tampak kesal melihat tingkah pemeran utama yang selalu menjadi korban dari Ibu mertuanya.

Saat sedang asyik menonton tiba-tiba seseorang mengetuk pintu rumahnya.


Haifa

Tok... Tok... Tok...

"Assalamualaikum..."

Zaskia segera beranjak dari tempat duduknya. "Ya waalaikumsalam." Jawab Zaskia sembari membuka pintu rumahnya. "Mbak Haifa, kirain siapa! Masuk Mbak." Ajak Zaskia.

"Maaf ya Uhkti sudah ganggu malam-malam!"

"Isst... Mbak ini, kayak sama siapa aja! Duduk Mbak." Ujar Zaskia sembari kembali menonton sinetron kesukaannya yang sempat tertunda.

Haifa segera mengambil posisi duduk di samping Zaskia, kemudian Rayhan mendekat sembari menyalaminya. "Lagi menghafal Ray?" Sapa Haifa.

"Iya Ustadza."

"Dek tolong bikinin minuman buat Mbak Haifa." Suruh Zaskia, Rayhan segera pergi ke dapur. "Ngomong-ngomong ada apa Mbak?" Tanya Zaskia.

Haifa mulai menjelaskan alasannya menemui Zaskia, dan ternyata Haifa bermaksud ingin mengajak Rayhan untuk membantunya mengurus klinik pesantren, karena anak yang dulu membantunya mengurus pesantren sudah tidak lagi sekolah di pesantren.

Zaskia tentu saja sangat mendukung rencana Haifa, mengingat Adik iparnya itu suka keluyuran.

Ketika sedang mengobrol Rayhan kembali sembari membawa nampan berisi segelas teh untuk Haifa, saat meletakan minuman tersebut diatas meja, mata Rayhan kembali melirik kearah gumpalan daging montok diantara kedua paha Zaskia.

Dan tanpa di sadari Rayhan, Haifa memergokinya, tetapi Haifa memilih untuk diam dan membiarkan Rayhan menikmati keindahan yang tersaji di hadapannya.

Rayhan hendak beranjak pergi, tapi di cegah Haifa. "Duduk dulu Ray!" Suruh Haifa, alhasil Rayhan duduk di lantai menghadap kearah Zaskia.

"Ada apa Ustadza?"

"Jadi gini Ray! Mbak Haifa minta kamu untuk menjadi pengurus kesehatan, nanti kamu bantuin Mbak Haifa di klinik." Jelas Zaskia.

Rayhan tentu saja protes. "Kok aku Ustadza? Emang gak ada yang lain?" Tolak Rayhan halus.

"Yang lain ada, tapi Ustadza pikir lebih baik kamu yang sudah Ustadza kenal dari pada meminta santri lain." Jawab Haifa membuat Rayhan kehabisan kata-kata.

"Tinggal bilang iya aja susah sekali kamu Dek." Timpal Zaskia.

"Bukannya begitu Kak."

Zaskia langsung memotong. "Bilang aja kamu mau mainkan? Kerjaan kamu main aja, pokoknya kamu harus menerima tawaran Mbak Haifa, atau uang jajan kamu Kakak potong." Ancam Zaskia.

"Dih ngancem."

"Mau enggak." Tegas Zaskia.

Haifa tertawa renyah melihat pertengkaran kecil kakak beradik tersebut. Sementara Rayhan yang tidak ingin uang jajannya hilang terpaksa menyetujuinya, walaupun hati kecilnya menolak.

"Iya mau!" Jawab Rayhan ketus.

"Mbak tunggu secepatnya kamu di Klinik ya." Ujar Haifa.

"Iya Ustadza." Jawab Rayhan lemas.

Setelah itu Haifa mengobrol ringan dengan Zaskia, dari membicarakan tentang sekolah, keluarga, hingga sinetron yang mereka tonton. Sementara Rayhan tetap berada di tempatnya, karena posisinya saat ini sanga menguntungkan dirinya untuk menyaksikan keindahan apem tembem milik Kakak Iparnya.

Tidak terasa waktu berjalan begitu cepat, Haifa hendak pamit pulang mengingat hari semakin malam, dan sinetron sudah mendapatkan title bersambung.

Sebelum benar-benar pulang Haifa memberitahu Zaskia tentang celananya yang robek. "Oh ya Za! Itu celana kamu robek." Ujar Haifa setengah berbisik, dalam sejejap warna muka Zadkia berubah memerah.

"Astaghfirullah..." Zaskia buru-buru menutup selangkangannya dengan kedua tangannya.

"Aku pamit ya, assalamualaikum." Ujar Haifa sembari melirik kearah Rayhan tampak shock.

Di luar rumah Haifa masih bisa mendengar suara keributan kecil yang terjadi di dalam rumah Zaskia. Haifa menggelengkan kepalanya sembari terus berjalan meninggalkan kediaman Zaskia.

*****

00:20

Di saat sebagian besar manusia tertidur lelap, seorang santriwati memaksakan dirinya untuk terbangun demi melaksanakan shalat malam. Dengan langkah terhunyung ia menuju tempat wudhu, tetapi di sampai di sana ternyata airnya sudah habis.

Gadis cantik itu tampak mendesah pelan, niatnya yang kuat membuatnya tidak menyerah walaupun rasa kantuk mengganggunya.

Ia memaksakan kakinya berjalan sedikit lebih jauh, menuju pemandian umum khusus Santriwati. Dan tanpa ia sadari seorang pria bertopeng mengawasinya sejak tadi, ketika ia berada di tempat wudhu.

Suasana malam yang sepi tentu menjadi sebuah kesempatan yang menguntungkan bagi pelaku kejahatan.

Dengan cara mengendap-endap ia ikut masuk ke dalam kamar mandi. Ia menyunggingkan senyuman culasnya ketika melihat mangsanya yang sedang mengambil wudhu.

Lalu kemudian ia mendekati mangsangnya di tengah kegelapan, semakin lama semakin dekat, dan akhirnya ia mendapatkannya.

"Aaaaaaaa.... Ehmmm..." Santri tersebut sempat berteriak ketika pria bertopeng itu menyergapnya, dan dengan cepat pria itu mendekap mulutnya dengan sapu tangan yang sudah di beri obat bius.

Sang Santriwati tampak panik ketika pria tersebut menyeretnya ke dalam sebuah bilik tempat mereka biasa berganti pakaian.

Dengan sekuat tenaga sang Santriwati bernama Amelia itu meronta-ronta, tapi usahanya sia-sia saja, karena obat bius yang terhirup olehnya mulai bereaksi, membuat tubuhnya terasa lemas walupun tidak sampai menghilangkan kesadarannya.

"Aku mendapatkanmu." Bisik pria tersebut.

Tubuhnya yang lunglai hanya pasrah ketika dibaringkan diatas lantai yang dingin. "Apa yang kamu lakukan? Lepaskan saya... Tolooong... Tolooong..." Lirih Amelia dengan suara pelan.

"Aku akan membawamu ke syurga! Eh salah... Mungkin bagi kamu ini adalah neraka." Seloroh sang pria bertopeng.

"Tidaaak... Jangan." Melas Amelia ketika pria tersebut menarik keatas kaos yang di kenakannya.

Tanpa kesulitan berarti ia menyingkap keatas kaos yang di kenakan Amelia, lalu dengan sangat kasar ia membetot bra yang di kenakan sang Santri. "Breeeett..." Dengan mudahnya ia merobek penutup payudara sang Santri.

Pria bertopeng itu menjulurkan lidahnya, sembari menjilati bibirnya, sangat menjijikkan.

Amelia memukul-mukul lengan Pria tersebut, hanya saja dirinya yang berada di bawah pengaru obat bius tidak bisa berbuat apa-apa.

"Indah sekali!" Pujinya, tapi bagi sang santri itu adalah sebuah penghinaan.

Tanpa bisa berbuat apa-apa, ia terpaksa merelakan payudaranya di jamah oleh pria misterius tersebut. Walaupun ia berada dalam pengaruh obat bius, tetapi tetap saja ia bisa merasakan temasan kasar sang pria di payudaranya yang terasa menyakitkan.

Seakan tidak ada belas kasian, pria tersebut tidak hanya meremas tapi juga memilin puting mungil Amelia yang berwarna coklat muda.

"Ughk... Sakit!" Jerit Amelia.

"Mari kita coba!" Goda Pria tersebut.

Ia melahap salah satu payudara Amelia, menghisap putingnya yang di selingi dengan gigitan kasar yang membuat Amelia memekik lemah.

"Aduuuuh sakit! Aaahkk..." Jerit Amelia.

Secara bergantian pria bertopeng itu melahap payudara Amelia, menyedot menjilati hingga menggigit puting Amelia dengan gemas. Tidak perduli kalaupun mangsanya kesakitan.

Setelah puas pria tersebut menyingkap keatas rok hitam yang di kenakan Amelia, lalu ia menarik lepas celana panjang yang di kenakan Amelia sekaligus celana dalamannya. Mata pria misterius tersebut berbinar di tengah kegelapan, memandangi kue apem milik Amelia yang ranum.

Dengan sisa-sisa tenaganya Amelia berusaha menutupi ketelanjangannya.

"Percuma, malam ini kamu milikku." Geram Si pria.

Amelia menggeleng-gelengkan kepalanya ketika pria tersebut mengendus-endus kemaluannya. "Tolooong... Lepaskan saya..." Melas Amelia.

Tentu saja sang pria tidak perduli, ia semakin mendekatkan hidungnya, mengendus-endus seperti anjing liar yang sedang birahi. Amelia benar-benar di buat frustasi, ia tidak menyangkah kalau dirinya akan berakhir tragis seperti saat ini.

Si Pria menjulurkan lidahnya, menyapu dan menjilati kemaluan Amelia dengan rakus.

Sluuuppsss... Sluuuppsss... Sluuuppsss...

"Ya Tuhaaaaan.... Tolooong." Jerit Amelia.

Sluuuppsss... Sluuuppsss... Sluuuppsss...

"Enak sekali memek mu, kamu pasti masih perawankan? Hehehe..." Ujar pria tersebut di sela-sela aktifitas nya menjilati vagina Amelia.

Cukup lama pria tersebut menjilati kemaluan Amelia, hingga di rasa kemaluan Amellia semakin basah karena air liur dan lendir cintanya Amelia. Setelah merasa cukup, pria tersebut bergegas membuka resleting celananya, mengeluarkan terpedonya yang besar.

Melihat penis sang pria tersebut membuat Amelia makin ketakutan. Ia mencoba memberontak semakin keras, tapi usahanya sia-sia saja.

Pria tersebut memeluk salah satu kaki jenjang Amelia, lalu tangan yang lainnya menuntun penisnya menuju lobang surgawi sang Santriwati yang di jamin masih tersegel.

"Stop... Jangan." Melas Amelia.

Sembari terkekeh pria tersebut menggesek-gesek kan kepala penisnya di bibir kemaluan Amelia. "Sebentar lagi kamu akan menjadi wanita murahan." Ledek pria tersebut membuat Amelia semakin frustasi.

"Tolooong... Tolooong..."

Perlahan pria tersebut mendorong penisnya, membela bibir merah vagina Amelia. Inci demi inci penis pria tersebut memasuki tubuh Amelia melalui kemaluannya.

Kening Amelia berkerut, menahan perih ketika penis pria tersebut memasuki lobang senggamanya.

"Ughk... Sempit sekali!" Rintih pria tersebut.

Amelia menggeleng-gelengkan kepalanya. "Cabut Pak! Tolooong di cabut." Mohon Amelia, tapi bukannya di cabut penis tersebut masuk semakin dalam.

"Sudah siap?" Goda pria tersebut. "1... 2... 3...." Ia mendorong kasar penisnya hingga merobek selaput perawan sang Santriwati.

"Aaaaaaarrttt...." Jerit Amelia kesakitan.

Rasanya tentu sangat menyakitkan bagi wanita sepolos Amelia. Tetapi jeritan pilu tersebut malah terdengar begitu indah di telinga sang pemerkosa yang menggunakan topeng hitam.

Amelia menangis sejadi-jadinya atas ketidak berdayaannya menyelamatkan masa depannya.

Sementara sang pria dengan santainya memompa vagina Amelia. Ia menyodok-nyodok vagina Amelia yang masih terasa seret, tetapi pria tersebut tidak perduli dan terus merudak paksa korbannya.

Hampir lima belas menit pria tersebut menikmati jepitan dinding vagina Amelia, hingga akhirnya ia merasa sudah mencapai puncaknya. Ia melolong sembari melepaskan spermanya di dalam rahim Amelia, sementara Amelia sendiri sudah kehilangan kesadaran akibat pemerkosaan yang ia alami.

"Oughk... Mantab ni cewek! Sayang dia malah pingsan." Ujar pria tersebut yang tampak kecewa.

Setelah merasa puas, pria tersebut segera berbenah lalu meninggalkan korbannya begitu saja. Selang lima menit kemudian seorang santri menemukan Amelia yang sudah tidak sadarkan dirinya. Ia berteriak sekencang-kencangnya di iringi oleh angin kencang, dan suara petir yang menggelegar, lalu di susul dengan tumpah ruahnya air hujan dari langit. Dalam sekejap pesantren menjadi heboh dan sibuk.

Untuk pertama kalinya dalam sejarah Pesantren Al-fatah, terjadi kasus pemerkosaan yang di alami oleh para santrinya.

*****

04:15


Laras

Menjelang subuh Daniel kembali ke rumah KH Umar, ia di sambut oleh Laras dan Aurel yang langsung menanyakan perihal kejadian yang menimpa sang santri. Daniel menjelaskan kalau pria yang telah memperkosa seorang santri berma Amelia saat ini masih dalam pengejaran.

Mendengar kabar tersebut membuat Laras tampak kecewa, ia berharap sang pelaku segera di tangkap.

"Rel kamu shalat dulu." Suruh Laras.

Dengan wajah kecewa Aurel pergi menuju kamarnya. "Iya Umi." Jawab Aurel kesal, padahal ia masih ingin mendengar cerita Daniel.

"Kejadiannya seperti apa si Dan?" Tanya Laras penasaran.

"Jadi ceritanya Amelia itu hendak ambil wudhu di kamar mandi! Tiba-tiba ia di sergap begitu saja lalu di perkosa di dalam bilik." Jelas Daniel sesingkat-singkatnya, membuat Laras merasa tidak puas.

"Jahat banget orang itu." Keluh Laras.

"Tidak ada orang yang benar-benar baik, tapi juga tidak ada orang yang benar-benar jahat." Kilah Daniel.

"Maksudnya?" Laras merenyitkan dahinya bertanda bingung.

"Maksudnya tidak ada manusia yang benar-benar sempurna tanpa dosa, tapi tidak ada juga manusia pendosa yang tidak pernah melakukan kebaikan." Jelas Daniel, membuat Laras terkekeh.

"Bisa aja kamu Dan!" Tawa renyah Laras.

Laras yang masih penasaran kembali menanyakan perihal kejadian barusan yang menimpah salah satu santrinya, dan Daniel menjawab seadanya yang ia tau saat ini, membuat Laras merasa tidak puas, tapi ia juga tidak bisa menyalahkan Daniel.

Setelah mengobrol ringan, Laras bermaksud kembali ke kamarnya.

"Amma balik ke kamar dulu Dan."

Daniel ikut berdiri. "Mau saya bantuin Amma?" Tawar Daniel, tapi Laras menolak.

"Tidak usah Dan, saya sendiri saja." Tolak Laras.

Dengan langkah tertatih-tatih Laras menaiki anak tangga, dan baru beberapa langkah tubuh Laras limbung hingga ia nyaris terjatuh. Beruntung Daniel dengan cepat menangkap tubuh Laras. Seklias Daniel seperti sedang memeluk Laras dari belakang.

Laras bersyukur karena Daniel dengan sigap menangkap tubuhnya.

"Tuhkan apa saya bilang!" Omel Daniel.

Laras terkekeh pelan. "Hihihi... Ya ya kamu benar! Terimakasih ya Dan." Ucap Laras seraya tersenyum memandang Daniel.

"Sama-sama Amma!" Jawab Daniel. "Biar saya bantu Amma." Sambung Daniel.

Dari semping Daniel memapah Laras, ia melingkarkan tangannya di bawah ketiak Laras, alhasil payudara Laras tertekan oleh lengan Daniel yang membuat Laras menjadi serba salah.

Ia sempat berfikir ingin naik sendiri, tapi mengingat dirinya yang hampir terjatuh, Laras mengurungkan niatnya.

Satu persatu anak tangga mereka naiki, dak rasanya lengan Daniel semakin menekan payudara Laras, membuat wanita Soleha itu menjadi tegang karena mulai terbakar api syahwatnya.

Tidak hanya membantu Laras menaiki anak tangga, Daniel juga membantu Laras berjalan menuju kamarnya, hingga Laras duduk di tepian tempat tidurnya.

"Sudah aman Amma." Seloroh Daniel.

"Berkat kamu! Terimakasih ya Dan." Puji Laras seraya tersenyum manis.

"Sama-sama Amma! Aku balik kekamarku dulu Amma." Pamit Daniel, Laras sempat terdiam memandangi punggung Daniel, dan diam-diam ia membandingkan sikap Daniel dan Suaminya.

Laras merasa Daniel jauh lebih perhatian, pengertian di bandingkan Suaminya sendiri.

*****

06:00


Zaskia

Suasana pagi ini terlihat lebih cerah setelah semalaman di guyur hujan lebat yang di iringi dengan suara petir yang memekakkan telinga. Tetapi keceriaan pagi ini ternodai oleh kejadian tadi malam, di mana pesantren Al-fattah menjadi gempar setelah seorang santri di kabarkan telah mengalami pemerkosaan.

Semalam di tengah hujan lebat, pesantren Al-fatah yang biasanya tenang, berubah menjadi sangat sibuk. Beberapa santri, Satpam dan Ustadz mencari sang pelaku, bahkan pihak berwajib pun sudah di terjunkan, tapi hingga pagi ini belum juga ada kabar.

Zaskia mendesah, tampak payudaranya sedikit naik, mengikuti alunan nafasnya. Ia menyeka keringat yang sedikit membasahi dahinya.

"Assalamualaikum!" Sapa seseorang dari luar.

Zaskia buru-buru kearah pintu rumahnya. "Waalaikumsalam! Gimana Ray? Pelakunya dapat? Siapa pelakunya?" Zaskia memberondong beberapa pertanyaan sekaligus.

Rayhan menggelengkan kepalanya sembari masuk kedalam rumah. Ia menggeser kursi makan dan duduk dengan perlahan. "Gak dapat Kak, sepertinya ia sudah keburu kabur jauh." Jelas Rayhan, ia mengambil segelas air mineral untuk melegakan tenggorokannya.

"Astaghfirullah!" Desah Zaskia.

Wanita itu duduk di samping Rayhan, raut wajahnya memancarkan kesedihan. Sebagai seorang wanita tentu saja Zaskia paham apa yang di rasakan santri tersebut. Selain itu Zaskia juga takut kalau peristiwa semalam kembali terulang, dan dia bisa saja menjadi korban selanjutnya, kalau si pelaku tidak berhasil di tangkap.

Rayhan kembali meletakan gelas minumannya, dia menatap dalam wajah cantik Kakaknya yang tidak bersemangat seperti biasanya.

"Kakak jangan takut! Pelakunya pasti akan segera di tangkap." Rayhan meraih tangan Zaskia, ia menggenggam erat tangan Zaskia, seakan ia tidak akan pernah melepaskan tangan Kakaknya.

Zaskia tersenyum tipis. "Terimakasih ya Dek! Jagain Kakak ya Dek?" Ujar Zaskia terdengar lembut.

Rayhan mengangguk mantab. "Pasti Kak!" Jawab Rayhan, walaupun tanpa di minta, tentu saja Rayhan akan tetap menjaga Kakaknya apapun yang terjadi.

"Ayo makan dulu, kamu pasti laparkan?" Zaskia melirik Rayhan, sembari menuangkan nasi kedalam piring.

Pagi ini mereka menyantap sarapan dengan suasana yang berbeda. Zaskia terlihat begitu bahagia, walaupun sebelumnya ia terlihat sangat khawatir. Ucapan Rayhan berhasil memenangkan hatinya. Berbeda dengan Rayhan, ia tidak bisa menyembunyikan kekhawatirannya di wajahnya tentang sosok pemerkosa yang kini terasa sangat misterius.


*****


Farah

"Assalamualaikum..."

Ustadza Farah bergegas keluar dari kamarnya, dan membukakan pintu untuk KH Shamir yang juga baru pulang dari mengurus santri yang menjadi korban kebiadaban seseorang. Ia tidak bisa lupa dengan suara tangis santri tersebut ketika ia sadarkan diri.

Sebagai orang tua, ia sangat perihatin dengan musibah yang di alami santri tersebut.

"Bagaimana kabar santri tersebut Bi? Pelakunya sudah ketangkap? Apa kata polisi Bi?" Farah memberondong beberapa pertanyaan sekaligus.

Sementara yang di tanya tampak bengong melihat penampilan Farah pagi ini. Bukan tanpa alasan kenapa KH Shamir yang tadinya terlihat sedih, kini raut wajahnya berubah menjadi tegang.

Di hadapannya sang menantu yang cantik jelita berdiri di depannya mengenakan pakaian tidur jenis lengerie yang sangat seksi.

Lengerie yang di kenakan Farah terlihat sangat terbuka dan tipis hingga menerawang, menampakkan payudaranya yang besar dan putingnya yang tampak mengeras, dan di bawah sana KH Shamir dapat melihat jelas gundukan kemaluan Farah yang di bungkus kain segitiga mini berwarna hitam.

"Masuk Bi! Biar Farah ambilkan minum." Ujar Farah.

KH Shamir yang seakan terhipnotis hanya menurut saja, ia duduk di sofa ruang tamunya sembari memandangi bagian belakang tubuh menantunya yang terlihat sempurna.

Tidak lama kemudian Farah datang kembali sembari membawakan segelas air putih.

"Di minum dulu Bi?" Ujar Farah sembari memberikan minuman tersebut.

Tangan KH Shamir tampak gemetar ketika menerima gelas tersebut. Sementara mata tuanya menatap nanar kearah belahan payudara menantunya.

Farah mengambil kembali gelas yang sudah kosong itu dari tangan KH Shamir yang masih membisu menatap tubuh eksotis menantunya.

"Jadi gimana Bi?" Cecar Farah, KH Shamir masih bungkam. "Bi..." Panggilnya lagi, dan kali ini berhasil menyadarkan KH Shamir.

"Eh iya Maaf Nak Farah! Tadi mau tanya apa?"

Farah tersenyum manis. "Capek ya Bi? Biar Farah pijitin ya Bi." Farah menarik tangan KH Shamir, kemudian ia memijit lengan KH Shamir. "Gimana kabar santri itu Bi? Dia sudah sdar?" Tanya Farah pelan, tidak seperti sebelumnya.

Dengan gugup KH Shamir menjawab. "Anu, I-iya dia sudah sadar." Jawab KH Shamir yang terlihat tidak tenang karena ulah menantunya.

Tubuh KH Shamir terasa lemas ketika punggung tangannya menyentuh selangkangan Farah, sementara lengan tangannya menyentuh payudara Farah, sementara Farah sendiri dengan santai memijit pundaknya, membuat KH Shamir merasa serba salah.

Sebagai pria normal tentu saja KH Shamir menikmatinya, tapi di sisi lain KH Shamir merasa berdosa karena memanfaatkan kepolosan menantunya.

"Alhamdulillah kalau begitu Bi? Oh ya Bi Mas Dayat kemana? Kok gak pulang bareng Abi."

Dirinya yang nyaris di kuasai hawa nafsu mendadak sadar ketika Farah menyebut nama Dayat anak pertamanya. Orang tua macam apa dirinya yang malah bernafsu terhadap menantunya sendiri. KH Shamir mengecam dirinya sendiri.

Dengan perlahan KH Shamir menarik tangannya dari dekapan Farah.

"Maaf Farah! Walaupun Abi mertuamu, tapi kita bukan muhrim." Ujar KH Shamir memperingatkan menantunya yang seakan lupa akan batasan diantara mereka.

"Maksud Abi?"

"Sekali lagi Abi minta maaf nak Farah! Itu baju kamu terlalu terbuka, Abi rasa tidak pantas kamu memakai pakaian seperti itu di depan Abi."

Farah terdiam membisu, dari raut wajahnya ia terlihat sedih. "Maaf Bi! Farah lupa mengganti pakaian." Ujar Farah kecewa.

Lalu Farah berdiri meninggalkan KH Shamir, sejenak ia melihat KH Shamir yang masih menundukkan wajahnya. Dengan langkah perlahan ia meninggalkan KH Shamir menuju kamarnya.

Sementara KH Shamir sendiri tampak merasa bersalah karena sudah menegur menantunya cukup keras, ia khawatir menantunya akan tersinggung dengan ucapannya barusan.

******
Uhhh.. Hj Fatimah udah digarap Sobri lagi
Serasa gak rela :|
 
Bukan, kalau yang dulu sudah tamat. Ini remake tapi sebenarnya memiliki konflik yang berbeda, kalau dulu itu dendam seorang anak karena merasa di buang, kalau sekarang lebih ke serakahan seseorang, ambisi, bisnis dan ada ajaran sesatnya juga. Jadi ceritanya ada kelompok yang ingin memasukan paham sesat ke pesantren.
Kira-kira berhasil gak ya? Hehehe...
Mantab huu
Ane tunggu kelanjutannya😁
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd