Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Pesantren Series (Remake)

Status
Please reply by conversation.

Zaskia

14:20

Kedua tangan Zaskia terlihat sibuk mencuci piring bekas makan siang mereka, tetapi pikiran Zaskia menerawang mengingat kejadian tadi pagi. Bayangan tubuh telanjang Rayhan seakan tidak mau minggat dari pikirannya, bahkan Zaskia dapat mengingat setiap detail bentuk tubuh Adik iparnya, terutama bentuk kemaluan Rayhan yang sangat besar.

Sanking sibuknya melamun Zaskia tidak menyadari Rayhan yang berjalan mengendap-endap mendekatinya dari belakang.

"KAKAK..." Jerit Rayhan.

Zaskia telonjak kaget. "Kontol... Eh kontol..." Nyaris saja piring yang ada di tangannya terlepas. "Ya Allah Dek, kamu bikin kaget aja si." Omel Zaskia, rasanya ia gemas sekali ingin mencubit perut Rayhan andai ia tidak ingat kalau Adiknya sedang sakit.

"Hahahaha...." Tawa Rayhan puas.

"Malah ketawa! Kualat nanti kamu." Omel Zaskia, seraya melotot.

"Astaghfirullah Kak! Adik sendiri sampai di doakan kualat." Rajuk Rayhan, membuat Zaskia ikut terkikik.

"Hihihi... Makanya jangan suka isengin Kakak." Zaskia mentoel hidung Rayhan. "Ada apa? Kok kamu rapi banget Dek?" Tanya Zaskia heran, sembari melihat penampilan Adiknya yang terlihat rapi.

"Aku ke pasar dulu ya Kak."

"Hah? Kamu mau ke pasar? Sudah lupa kalau lagi sakit?" Geram Zaskia sembari meletakan kedua tangannya di atas pinggang.

"Bosan Kak di rumah terus."

"Bosan... Bosan... Kakak yang ngerawat kamu aja gak bosan, pokoknya Kakak gak ngizinin kamu keluar." Kecam Zaskia sembari memukul-mukuli sendok di wastafel.

Rayhan tersenyum kecil. "Kalau begitu nanti bilang aja ke Ustadza Haifa ya Kak, kalau aku gak bisa bantuin dia beli obat di apotik." Ujar Rayhan seraya mengulum senyum melihat Zaskia mendadak kikuk.

"Oh di suruh Ustadza Haifa..." Lirih Zaskia.

"Iya Kak."

Zaskia tampak menghela nafas. "Jangan lama-lama perginya, tapi ingat langsung pulang, awas kalau kamu sampe main-main dulu." Tunjuk Zaskia, membuat Rayhan terkikik senang.

"Jadi di izinin nih?" Goda Rayhan.

"Iya." Jawab ketus Zaskia.

Rayhan mengamit tangan Kakaknya dan mencium punggung tangan Kakaknya hingga meninggalkan bekas air liur. "Aku pergi dulu ya Kak, dada... Assalamualaikum!" Rayhan buru-buru kabur ketika mendengar teriakan Zaskia yang tampak murka.

"Adeeeek..." Jerit Zaskia.

*****


Clara


Asyifa

Angkot tua itu berjalan dengan perlahan, sesekali ia terguncang tatkalah salah satu bannya masuk ke dalam lobang yang cukup besar. Ibu-ibu yang berada di dalam angkot tampak menjerit, ada rasa khawatir kalau mobil tersebut akan terbalik.

"Bang, pelan-pelan saja!" Protes salah satu penumpang yang tengah menggendong seorang anak.

Tetapi sang sopir seakan tidak perduli. Sembari menghisap rokok kretek, ia menghajar setiap lobang yang ada di hadapannya tanpa ada rasa takut. Rayhan yang juga menjadi salah satu penumpang angkutan umum tersebut tanpa menghela nafas.

Perutnya terasa mual karena goncangan di dalam angkot yang tidak beraturan. Belum lagi bauk amis yang menyengat dari penumpang yang duduk di sampingnya.

Hal yang sama juga di rasakan Asyifa dan Clara, mereka berdua kompak menutup hidung, untuk mengurangi bauk amis yang menyengat. Sesekali Asyifa melirik kearah Rayhan yang duduk percis di depannya, tetapi ia buru-buru membuang mukanya ketika Rayhan balas menatapnya.

"Kalian mau kemana?" Sapa Rayhan kemudian.

Clara tersenyum manis. "Kami mau ke pasar Akhi! Kalau Akhi sendiri mau kemana?" Tanya Clara sopan, membuat Asyifa geram. Dia mencubit paha Clara sembari memberi kode untuk diam.

"Gak usah di ajak ngomong!" Bisik Asyifa.

Gadis berjilbab merah muda itu menatap Rayhan tak suka. Ia masih teringat kejadian di klinik Ustadza Haifa minggu lalu. Ia masih sangat marah kepada Rayhan, apa lagi sampai hari ini pemuda itu tidak meminta maaf dengan tulus atas kejadian waktu itu.

Rayhan yang mengerti amarah Asyifa, memilih diam. Sesekali ia tersenyum tipis mengingat kejadian waktu itu.

Sementara Clara tampak tidak mengerti dengan sikap sahabatnya. Karena Asyifa yang ia kenal adalah sosok wanita yang ramah pada siapa saja. Tapi di hadapan Rayhan, Asyifa malah terlihat berbeda.

"Kamu kenapa Asyifa?" Tanya Clara pelan.

Asyifa membuang muka kearah jendela angkot, seraya menggelengkan kepalanya. "Aku gak apa-apa." Jawab Asyifa singkat.

Clara menghela nafas dalam, lalu diam sembari menikmati perjalanan mereka. Hingga akhirnya angkot yang mereka tumpangi tiba di terminal pasar kabupaten. Para penumpang berbondong-bondong keluar dari dalam angkot, begitu juga dengan Asyifa dan Clara.

Ketika hendak menyebrang jalan, dari arah berlawanan tampak sebuah motor 2tak melaju dengan kencangnya. Asyifa yang tak menyadarinya dengan santai hendak menyebrang.

Rayhan dengan cepat menarik tangan Asyifa, hingga tubuh Asyifa jatuh di dalam pelukannya. "Ngeeeeeeeng...." Dengan kecepatan maksimal, motor Yamaha RX-King melaju cepat, tepat didepannya. Asyifa yang melihat kejadian tersebut tampak pucat pasi.

Cukup lama bagi Asyifa untuk mengembalikan kesadarannya. Dan ketika ia sadar, Asyifa sangat terkejut ketika tau berada di dalam pelukan Rayhan.

"Astaghfirullah! Kamu..." Asyifa mengarahkan tunjuknya kearah Rayhan. Rahangnya mengeras dan wajahnya memerah.

"Cie... Cie... Cie..." Goda Clara.

Asyifa yang tadinya hendak marah, berubah menjadi sangat malu setelah di goda oleh sahabatnya. Ia bergegas menarik tangan Clara untuk segera memasuki pasar tanpa memperdulikan pemuda yang baru saja menyelamatkan nyawanya.

Rayhan yang melihat hal tersebut hanya diam, sembari menyunggingkan senyumnya. "Cantik juga." Gumam Rayhan, sembari ikut menyebrang jalan.

*****


Lidya

Sepanjang berbelanja di pasar Clara terus-menerus menggoda Asyifa, membuat gadis cantik itu tersipu malu. Walaupun hatinya bergetar karena insiden beberapa menit yang lalu, tetapi tetap saja Asyifa tidak mau mengakui kebaikan Rayhan kepadanya.

Ketika mereka hendak pulang, tiba-tiba langkah Clara terhenti, ia melihat kekasihnya tengah menggandeng tangan seorang perempuan memasuki sebuah losmen.

Tanpa memperdulikan Asyifa, ia segera mengejar Dedi memasuki losmen yang di ikuti oleh Asyifa dengan tatapan bingung melihat perubahan wajah sahabatnya yang memerah marah.

"Sayaaaang..." Panggil Clara ketika Dedi hendak masuk ke dalam kamar yang baru ia sewa.

Dedi menghentikan langkahnya, menatap Clara tidak percaya, tapi sedetik kemudian ia terlihat sama sekali tidak perduli dengan kemarahan kekasihnya.

Clara menghampiri Dedi, tanpa banyak bicara Clara melayangkan tamparannya tapi di tahan oleh Dedi.

Asyifa yang melihat kejadian tersebut sangat shock, ia tau betapa marahnya Clara melihat orang yang ia cintai telah menduakan ya. Tetapi Asyifa tidak bisa berbuat apa-apa kecuali menenangkan sahabatnya.

"Apaan si Lo anjing! Main tampar aja." Bentak Dedi.

Asyifa yang mendengar bentakan Dedi ikut memanas, ia menampar wajah Dedi, Plaaak... dan kali ini Dedi tidak sempat mengelak sehingga pipinya terasa panas.

Lidya yang melihat Dedi di tampar ikut mengamuk, ia mendorong Asyifa, yang kemudian di balas Clara dengan menarik jilbabnya hingga lepas. Pertikaian diantara mereka tidak dapat terelakan.

"Dasar cewek murahan!" Teriak Clara.

Asyifa berusaha melerai Clara, hingga akhirnya ia berhasil menarik Clara yang tengah menjambak rambut Lidya, hingga mata Lidya berkaca-kaca.

"Tai..." Umpat Lidya.

"Dasar pelakor..." Umpat Clara sembari berusaha menendang Lidya.

Lidya tersenyum sinis. "Pelakor, kayak kamu sudah nikah aja sama Dedi. Makanya jadi cewek tu harus sering goyang, biar cowok kamu gak kerebut cewek lain." Balas Lidya tidak kalah pedasnya.

"Udah... Udah..." Lerai Asyifa.

"Anjiing kalian berdua... Aku benar-benar gak nyangka kamu bisa setega ini sama aku Ded." Tangis Clara tidak terima karena telah di bohongi.

"Makanya jadi cewek itu jangan bodoh, hari gini masih percaya dengan cinta! Makan tu perawan hilang." Ledek Lidya membuat Clara semakin emosi, ia meronta dan hendak menyerang Lidya.

Tapi tiba-tiba Dedi lebih dulu menampar wajah Clara hingga terjerembab. Asyifa yang melihat kejadian tersebut benar-benar shock, ia menatap Dedi tidak percaya karena berani memukul wanita.

Asyifa yang geram mendorong Dedi, lalu hendak menamparnya kembali tapi kali ini Dedi menahan tangannya, Asyifa memalingkan wajahnya ketika melihat Dedi mengangkat tangan dan hendak menamparnya, ia sudah siap menerima tamparan Dedi. Tapi... Setelah sekian detik Asyifa tidak merasakan apa-apa.

Saat Asyifa membuka matanya, ia kaget melihat Rayhan yang sudah berdiri di sampingnya sembari memegangi tangan Dedi.

"Jangan ikut campur Bos." Sinis Dedi.

Rayhan tersenyum kecil. "Dia cewek saya Bos, mukul dia berarti berurusan dengan saya." Rayhan menghempaskan tangan Dedi ke udara.

"Eh..." Ekspresi wajah Asyifa yang tampak terkejut mendengar ucapan Rayhan.

"Ooo..." Ujar Dedi meremehkan, sembari merenggangkan otot-otot jarinya.

Rayhan merentangkan tangannya ke samping di depan Asyifa dan Clara, ia meminta Asyifa dan Clara berdiri agak jauh darinya. Rayhan memasang kuda-kuda bersiap untuk berkelahi dengan Dedi, yang di kenal paling di takuti oleh Santri.

Dedi merenggangkan kedua tangannya, menantang Rayhan untuk menyerangnya lebih dulu.

Rayhan maju satu langkah, lalu melakukan gerakan tendangan menyamping. Dengan sigap Dedi menangkisnya dengan lengan tangan kanannya, lalu melepaskan pukulan lurus kearah dada Rayhan, dengan sigap Rayhan mundur kesamping.

Tanpa ada jeda, Rayhan langsung meninju wajah Dedi dengan pukulan silang.

Buuuk...

Pukulan Rayhan telak mengenai wajah Dedi, hingga pemuda itu terhunyung ke samping. Ia menatap Rayhan marah, lalu melayangkan tendangan samping kearah kepala Rayhan, tapi dengan tenang Rayhan kembali berhasil menghindarinya.

Dedi yang tidak terima, membabi buta memukul Rayhan yang dengan muda menghindar dan menangkis setiap pukulan Dedi.

Satu tendangan menusuk kearah perut Dedi, membuat pemuda itu terjengkang.

Dengan bersusah paya Dedi kembali bangun, tetapi sepakan kaki Rayhan dari bawah langsung menyambut wajah Dedi hingga ia kembali terjengkang, tidak sampai di situ saja, dari atas Rayhan melepaskan hook kombinasi kiri dan kanan, menghantam wajah dan kepala Dedi.

Sebisa mungkin Dedi menahan pukulan Rayhan dengan kedua tangannya. Ia benar-benar di buat tidak berdaya oleh pukulan Rayhan.

Andai saja pemilik losmen dan beberapa pengunjung tidak melerai mereka berdua, bisa saja Dedi berakhir di rumah sakit. Beruntung mereka datang tepat waktu dan memisahkan mereka berdua.

Pemilik losmen yang sangat mengenal Dedi, langsung mengusir Rayhan dan kedua temannya.

Buuuk...

Rayhan menendang bagian paha Dedi, sebelum ia pergi sembari membawa Asyifa dan Clara bersamanya untuk meninggalkan losmen laknat tersebut.

"Anjing..." Geram Dedi sambil memukul lantai.

"Kamu gak apa-apa Akhi?" Tanya Clara, setibanya mereka di luar losmen.

Rayhan tersenyum kecil. "Aku gak apa-apa kok, oh ya panggil Ray aja, hehehe..." Ujar Rayhan, Clara tersenyum lega mendengarnya.

"Kita langsung pulang aja Ra." Ajak Asyifa.

Rayhan melihat kearah Asyifa. "Kamu gak apa-apa kan Fa?" Tanya Rayhan khawatir, ia menyesal karena terlambat menolong Asyifa, padahal ia sudah melihat mereka berdua menyusul Dedi, tapi bukannya langsung masuk ia malah mengintai mereka lebih dulu dari kejauhan.

"Seperti yang kamu lihat." Jawab Asyifa ketus. "Tuh angkotnya... yuk." Ajak Asyifa sembari menarik tangan Clara.

"Kamu gak mau terimakasih dulu sama Ray?"

Asyifa menggelengkan kepala. "Aku tidak minta di tolong sama dia." Ujar Asyifa tanpa melihat kearah Rayhan yang hanya tersenyum kecil menanggapi omelan Asyifa. Sesaat sebelum menaiki angkot, Asyifa kembali melihat kearah Rayhan. "Lain kali jangan ngaku-ngaku jadi pacar aku." Ujar Asyifa sembari menatap marah kepada Rayhan, tetapi di mata pemuda itu Asyifa terlihat menggemaskan.

Rayhan berdiri diam, memandangi mobil angkot yang baru saja di naiki Asyifa dan Clara. Tidak lama kemudian Rayhan menaiki angkot yang berbeda.

*****


Kartika

22:00

Kartika yang tengah terlelap merasakan semilirnya angin yang menerpa kaki jenjangnya, ketika selimut yang menutupi tubuhnya tersingkap dengan perlahan. Kartika yang mengira itu suaminya, hanya diam saja membiarkan jemari pria tersebut membelai betisnya, naik menyingkap dasternya.

Diam-diam Kartika mulai menikmati sentuhan lembut jemari yang tengah mengelus pahanya.

Tetapi sedetik kemudian Kartika tersadar kalau Suaminya baru tadi pagi pamit ke kota B untuk membantu KH Hasyim di pesantren Al-fatah B. Lantas siapa yang menyentuh dirinya saat ini.

Zaskia menoleh kebelakang, ia melihat sebuah senyuman menjijikan dari seorang pria tua, yang membuat Kartika kaget bukan kepalang.

"Astaghfirullah... Bapak! Ngapain Bapak ke kamar saya?" Panik Kartika saat menyadari Pak Hasan sudah berada di atas tempat tidurnya. Dengan sigap Pak Hasan menindih tubuh Kartika.

Pak Hasan menatap nanar kearah wajah cantik menantunya itu. "Hehehe... Pertanyaan bodoh apa itu? Tentu saja saya kemari karena ingin merasakan tubuh indah mu nduk." Ujar Pak Hasan, seraya menggerayangi payudara ranum Kartika.

Mendengar ucapan Pak Hasan membuat Kartika menjadi panik, ia berusaha mendorong tubuh mertuanya itu dan memukulinya sekuat tenaga, tetapi apa daya tenaganya yang hanya seorang wanita lemah seperti dirinya tidak bisa berbuat apa-apa.

Dengan ganasnya Pak Hasan menyosor bibir menantunya, melumatnya dengan kasar, membuat Kartika tersentak kaget karena selama ini ia selalu mendapatkan ciuman romantis dari Suaminya.

"Eeehmmppsss... Eeehmmppsss... Ehmmmppss..."

Kedua tangan Pak Hasan memegangi daster bagian atas yang di kenakan Kartika. Dengan satu hentakan Pak Hasan merobek daster Kartika.

Breeeett...

Mata tua Pak Hasan berbinar memandangi payudara Kartika yang berukuran 36F menyembul keluar tanpa penghalang apapun. Kartika mencoba meronta-ronta, melepaskan diri dari tatapan liar Pak Hasan yang seakan hendak memakannya bulat.-bulat.

"Istighfar Pak...!" Jerit Kartika.

Pak Hasan berdecak kagum melihat keindahan payudara Kartika yang berukuran jumbo dengan puting besar berukuran biji kacang. "Ckckckck... Indah sekali teteknya Istri anakku ini." Puji Pak Hasan, sembari menjilati bibirnya yang kering.

"Ya Allah Pak! Sadar Pak... Lepaskan saya, atau saya akan melaporkan Bapak ke polisi." Ancam Kartika panik, berharap Mertuanya takut dengan gertakannya.

"Hehehe... Silakan saja Nduk! Kalau kamu ingin membuat Suamimu menjadi gila dan mencoreng nama baik Bapakmu, Kiayi Shamir." Jawab Pak Hasan tenang, seakan tidak perduli dengan ancaman Kartika.

"Astaghfirullah Pak... Aku Istri anakmu, Kenapa Bapak begitu tega dengan anak Bapak sendiri." Histeris Kartika saat merasakan remasan di payudaranya.

"Bapak tidak berniat menyakiti Rifki, atau siapapun, Bapak hanya ingin ngentot denganmu Nduk! Kalau kamu diam maka semuanya akan baik-baik saja."

"Kecuali aku." Rutuk Kartika.

"Hahaha... Tentu saja tidak Nduk, Bapak akan membuat kamu merasakan surga yang sebenarnya! Bapak yakin kamu akan menikmatinya, hehehe..." Ejek Pak Hasan, membuat Kartika semakin muak dengan kelakuannya, ia tidak rela harus melayani pria tua bangka tidak tau diri seperti Pak Hasan.

Kedua tangan Pak Hasan menangkap kedua tangan Kartika, sementara bibirnya kembali melumat bibir Kartika yang notabenenya adalah menantunya sendiri, Istri dari anak kandungnya.

Dengan ganas ia melumat bibir Kartika, memaksakan lidahnya masuk ke dalam mulut Kartika.

Lama kelamaan Kartika mulai kewalahan, bahkan ia tidak bisa berbuat apa-apa ketika lidah Mertuanya yang tengah membelit lidahnya.

Melihat menantunya yang mulai tidak berdaya, membuat Pak Hasan semakin intens merangsang tubuh menantunya. Ia melepas satu tangan Kartika, dan dari bawah ia meraup payudara Kartika yang berukuran sangat besar, pijatan tangannya naik keatas menuju puncak payudara Kartika, wanita alim yang kesehariannya selalu mengenakan cadar.

Dengan lincahnya kedua jari Pak Hasan memilin puting Kartika, seakan sedang mencari pemancar radio. Sentuhan-sentuhan kasar Pak Hasan dengan perlahan membangkitkan birahi Kartika.

"Eehmmmppss... Ehmmmppss... Eeehmmppsss..."

Kartika menggelengkan kepalanya, mengumpulkan kembali kekuatannya. Dengan dorongan sekuat tenaga ia mendorong tubuh Mertuanya.

Kali ini ia berhasil menyingkirkan tubuh Mertuanya dari atas tubuhnya. Saat ia hendak melarikan dirinya, sialnya Pak Hasan berhasil menangkap satu kaki Kartika, dan menariknya kembali.

"Mau kemana kamu Nduk..." Goda Pak Hasan.

Kartika menatap sayu kearah Pak Hasan. "Lepaskan saya Pak... Sudaaah... Ya Tuhaaaan..." Jerit Kartika ketika merasakan bibir tebal Pak Hasan menciumi bibir kemaluannya di balik celana dalamnya, yang tidak lama kemudian di lucuti oleh Pak Hasan.

Dengan rakus Pak Hasan melumat bibir kemaluan Kartika, lidahnya menjorok keluar, menjilati liang vagina Kartika dengan penuh semangat. Alhasil Kartika semakin terbuai oleh setiap sentuhan Pak Hasan di liang cintanya yang kian membanjir.

Sesekali mata Kartika terpejam, sembari menggigit bibir bawahnya. Wanita alim itu makin tak tahan, tubuhnya seakan tesetrum.

Sruuupsss... Sluuuppsss... Sluuuppsss... Sruuupsss... Sluuuppsss... Sluuuppsss...

Sluuuppsss... Sluuuppsss... Sluuuppsss... Sluuuppsss... Sluuuppsss...

Rasa itu kian nikmat ketika ujung lidah Pak Hasan menggelitik clitorisnya, menyeruput nya, menyedot hingga membuat tubuh indahnya menggeliat nikmat tanpa di harapkan Kartika.

Kedua tangan Kartika yang berada di pundak Pak Hasan meremas kuat pundak Pak Hasan, menancapkan kukunya di sana.

"Bapaaaaak...." Jerit Kartika.

Tanpa bisa ia hindari, orgasme itu datang tiba-tiba menyembur deras keluar dari sela-sela bibir kemaluannya. Nafas Kartika terengah-engah, membuat payudaranya berayun naik turun mengikuti irama nafasnya yang tersengal-sengal.

"Ya Tuhan... Maafkan aku Mas." Bisik hati Kartika.

Sluuuppsss... Sluuuppsss... Sluuuppsss...

"Memek kamu enak sekali rasanya Nduk." Seloroh Pak Hasan dengan senyum menyeringai.

Kartika menggeleng-gelengkan kepalanya ketika Pak Hasan kembali menindih tubuhnya. Ia dapat merasakan gesekan rambut kemaluan Pak Hasan yang lebat di selangkangan.

"Jangan Pak! Saya mohon... Sadarlah Pak." Melas Kartika, ketika merasakan gesekan kasar kepala kontol pak Hasan di bibir kemaluannya.

"Akhirnya aku mendapatkanmu Nduk." Bisik Pak Hasan.

Jleeeeb...

Kontol Pak Hasan menusuk dalam lobang memek Kartika yang memang sudah sangat licin, hingga mempermuda kontol Pak Hasan merajai lobang memek alim Kartika.

"Aaahkk..." Wajah Kartika mendongak ke belakang, merasakan tusukan dahsyat dari mertuanya.

"Sempit, enak..." Racau Pak Hasan.

Pinggulnya dengan perlahan maju mundur, menyodok-nyodok memek Kartika. Sementara telapak tangan kanannya sibuk membelai dan meremas-remas payudara jumbo milik Kartika, menantunya solehanya yang kini telah berhasil ia nodai.

Kartika tidak bisa berbuat apa-apa, ia hanya menangis pilu di dalam dekapan pria tua, yang tak lain adalah Mertuanya sendiri, Ayah kandung dari Suaminya.

Tanpa kesulitan berarti kontol Pak Hasan menjelajahi relung cinta memek Kartika, wanita Soleha yang kini tengah di rudak paksa oleh mertuanya sendiri. Bagi Kartika ini bagaikan neraka, tapi bagi Pak Hasan ini adalah surga yang sebenarnya.

Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss...

Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss...

Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss...

Pinggul Pak Hasan berayun-ayun, maju mundur, maju mundur, menyodok dan menusuk lobang memek Kartika yang terasa kian membanjir, membuat Pak Hasan merasa bangga kepada dirinya sendiri karena berhasil membuat Kartika melolong nikmat.

Tubuh indah Kartika terhentak-hentak, payudaranya berayun mengikuti setiap hentakan kontol Pak Hasan yang di rasa semakin lama makin dalam.

Lima belas menit berlalu, Kartika makin tak kuasa membendung rasa nikmat dari kontol Pak Hasan. Dan sedetik kemudian, ia melolong panjang menandakan kalau dirinya mendapatkan orgasme.

"Oughk... Pak! Aaaahk..." Erang Kartika.

Pinggulnya terangkat, tubuhnya bergetar dan matanya membeliak menikmati orgasme yang baru saja ia dapatkan dari Mertuanya.

Menyadari kalau sang menantu sudah mencapai klimaksnya, Pak Hasan kian gencar menyodok-nyodok memek Kartika, hingga akhirnya Pak Hasan merasakan spermanya yang sudah berkumpul di ujung kepala kontolnya.

"Bapak keluar Nduk... Bapak mau keluar..." Jerit Pak Hasan.

Kartika yang panik berusaha mendorong dada Mertuanya. "Jangan di dalam Pak! Jangaaan... Aaarrrtt..." Erang panjang Kartika ketika merasakan hangatnya sperma Pak Hasan.

Croootss... Croootss... Croootss...

"Enak sekali Nduk." Erang Pak Hasan.

Ia mencabut perlahan kontolnya, dan tampak lelehan spermanya mengalir keluar.

Sementara Kartika hanya dapat menangisi nasibnya, ia tidak menyangkah kalau Pak Hasan yang notabenenya adalah mertuanya sendiri, orang tua dari Suaminya, bisa sangat tega menodainya.

Kartika menatap jijik kepada Pak Hasan yang terbaring puas. Ia segera berlalu meninggalkan Pak Hasan menuju kamar mandinya. Di dalam kamar mandi Kartika menumpahkan kekesalan nya dengan tangisan yang terdengar pilu.

*****


Zaskia

05:30

Zaskia baru saja selesai menunaikan ibadah subuh, selesai shalat ia bermaksud ingin membangunkan adiknya, dan ternyata Rayhan sudah tidak ada di kamarnya. Pikir Zaskia Rayhan sedang mengambil wudhu, untuk memastikannya iapun ke kamar mandi.

Entah dia lupa, atau memang sudah menjadi kebiasaannya dan Adiknya, yang suka membuka pintu kamar mandi tanpa mengetuk terlebih dahulu.

Tubuh Zaskia membuku, tangannya mendekap mulutnya dengan tatapan sayu memandangi kontol Rayhan yang tengah ereksi, sedetik kemudian, bagaikan melihat air mancur, Zaskia memandang takjub kontol Rayhan yang tengah mengucurkan air kencingnya.

Sejenak Zaskia lupa bernafas, tubuh indahnya bergetar, menatap kontol Rayhan yang selalu berhasil membuatnya menjadi linglung, melupakan statusnya sebagai seorang muslimah, sebagai seorang Istri soleha.

Pada saat bersamaan Rayhan melihat kearah Zaskia yang tengah terperangah menadangi kontol Rayhan. Pemuda itu tersenyum kecil.

"Ngapain di situ Kak?" Tegur Rayhan.

Zaskia tergagap, seperti seorang pencuri yang tengah ketangkap basah. "Anu... Itu Dek... Issttt..." Zaskia tergagap, mencari-cari alasan agar Rayhan tidak salah paham kepadanya.

"Dih gak jelas Kakak." Protes Rayhan.

"Ka... Kakak mau kencing! Buruan Dek." Usir Zaskia, akhirnya ia punya alasan yang tepat untuk mengusir Rayhan yang baru saja selesai buang air kecil.

Bukannya segera pergi Rayhan malah menanggalkan satu persatu pakaiannya hingga ia telanjang bulat di depan Zaskia yang masih mematung memandangi tubuh Rayhan yang terlihat seksi di matanya.

Walaupun tubuh Rayhan tidak terlalu kekar seperti binaragawan, tetapi tubuh adiknya juga tidak kurus maupun kegemukan. Di mata Zaskia bentuk tubuh Rayhan sangat ideal dengan tinggi badan Rayhan berukuran 175cm. Sebagai seorang wanita normal, ia sangat mengagumi bentuk tubuh Rayhan, terutama belalai yang menjuntai diantara selangkangan Rayhan yang di tumbuhi rambut yang tidak begitu lebat dan panjang.

Gleeekkk...

Zaskia menelan air liurnya yang terasa hambar, memandangi tubuh Adik iparnya.

"Kak... Katanya mau pipis? Itu toiletnya lagi kosong." Ujar Rayhan cuek sembari menyiram tubuhnya dengan air gayung berwarna merah.

Zaskia yang seperti terhipnotis oleh pemandangan yang ada di hadapannya dengan perlahan menurunkan mukena bagian bawahnya dengan perlahan, membiarkan selangkangan nya yang tertutup celana dalam berwarna biru muda dengan garis putih menjadi tontonan Rayhan yang sedang membasuh tubuhnya.

"Sadar Zaskia... Apa yang kamu lakukan?" Jerit hati Zaskia frustasi dengan dirinya sendiri.

Bukannya berhenti dan langsung keluar dari dalam kamar mandi. Zaskia malah melanjutkan aksi gilanya, kedua tangannya mengait, menyentuh bagian elastis karet celana dalamnya.

"Ya Allah... Ini tidak boleh." Rutuk hati Zaskia.

Perlahan ia menarik turun celana dalamnya, sedikit demi sedikit Rayhan dapat melihat pubik vagina Zaskia yang terlihat gemuk, putih bersih karena Zaskia sangat rajin mencukur rambut kemaluannya.

Pada umumnya seorang wanita akan membiarkan celananya dalam menyangkut diantara kedua lututnya ketika sedang buang air, tapi anehnya Zaskia malah benar-benar melepaskan seluruh bagian bawah pakaiannya, seakan ia sengaja mempertontonkan auratnya.

Dengan jantung yang berdebar-debar, Zaskia jongkok diatas kloset, menghadap kearah Rayhan yang sedang melihatnya. Zaskia menggigit bibirnya, memandangi kontol Rayhan yang terlihat makin membesar.

"Astaghfirullah... Sadar Zaskia, apa yang kamu lakukan sekarang?" Rutuk hati Zaskia yang kecewa terhadap dirinya sendiri.

Rayhan berusaha secuek mungkin walaupun kontolnya tidak bisa berbohong. Ia mengambil sabun cair dan mulai menggosok tubuhnya dengan perlahan, saat ia membersihkan kemaluannya, Rayhan dengan sengaja melakukan gerakan seperti orang yang sedang onani.

Ia melumuri kontolnya dengan busa sabun, sembari mengocoknya dengan perlahan di hadapan Zaskia yang tampak takjub.

"Adek... Sssttt..." Desah hati Zaskia.

Sembari mengocok kontolnya Rayhan memandangi memek tembem Zaskia yang tidak kunjung mengeluarkan air kencingnya.

Karena sebenarnya Zaskia sama sekali tidak memiliki hasrat untuk buang air kecil, ia hanya terjebak oleh ucapannya sendiri dan sekarang Zaskia kebingungan bagaimana caranya untuk mengakhiri ini semuanya. Ia merasa sangat bodoh saat ini.

"Ini yang kamu mau Zaskia? Lihat mata adikmu Zaskia, ia melihat kearah memek kamu. Apakah sekarang kamu senang? Sejak kapan kamu menyukainya Zaskia, bukankan kamu wanita Soleha?" Nasehat Zaskia terhadap dirinya sendiri.

Zaskia merasakan gatal yang luar biasa di memeknya, ingin sekali ia menggosok-gosok memeknya, melakukan masturbasi saat ini juga. Tetapi sedikit harga dirinya mengingatkannya untuk tidak lagi mempermalukan dirinya sendiri di hadapan Adiknya.

Selama lima belas menit lamanya Zaskia berjongkok diatas closet, dan selama itu juga ia memandangi Rayhan yang sedang mandi.

Rayhan yang sebenarnya juga merasa shock melihat Kakaknya yang berpura-pura kencing agar bisa melihatnya mandi telanjang tidak mampu berkata-kata. Ia mandi seperti biasanya, seakan-akan tidak ada Zaskia yang tengah memandanginya.

Bahkan selesai mandi Rayhan segera mengambil handuknya, mengeringkan tubuhnya dengan handuk tersebut di hadapan Zaskia yang masih betah jongkok di depannya.

"Aku duluan ya Kak!" Ujar Rayhan gugup.

Zaskia mengangguk lemas. "I-iya Dek..." Jawab Zaskia tidak kalah gugupnya.

Selepas kepergian Rayhan, Zaskia mengarahkan tangannya di kemaluannya. Dengan gerakan perlahan ia menggosok-gosok bibir kemaluannya dan clitorisnya yang terasa begitu nikmat.

Zaskia memejamkan matanya, menikmati jari manisnya yang ia celupkan ke dalam memeknya.

"Maafkan aku Mas..." Lirih Zaskia.

******


Kartika

Sementara itu di tempat berbeda Kartika tengah mematut dirinya di depan cermin. Ingatannya tentang kejadian semalam membuatnya sangat terpukul. Ia sangat menyesal karena lupa mengunci pintu kamarnya, membuat mertuanya yang berengsek itu bisa leluasa masuk ke dalam kamarnya dan memperkosanya.

Sekarang apa yang harus ia lakukan? Mengadukan Pak Hasan atas perbuatannya semalam? Rasanya tidak mungkin ia lakukan, walaupun Pak Hasan bisa saja mendapatkan hukuman setimpal atas perbuatannya, tetapi ia dan keluarganya juga pasti akan menderita.

Ia tidak bisa membayangkan perasaan Suaminya, andai Rifki tau kalau Bapak kandungnya telah menodai dirinya. Apakah kehangatan di dalam rumah tangganya akan tetap sama?

"Ya Allah, apa yang harus kulakukan?" Gumam hati Kartika, sembari mengusap air mata yang jatuh diatas kedua pipinya yang tertutup cadar.

Kartika menarik nafas perlahan, mencoba menenangkan dirinya. "Untuk sementara waktu lebih baik aku menghindari Pak Hasan, mungkin aku bisa tinggal di rumahnya Abi." Lirih Kartika.


Setelah dirinya merasa lebih baik, Kartika segera keluar dari kamarnya.

Saat melewati ruang depan, ia melihat Pak Hasan yang sedang merokok sembari menonton tv. Kartika benar-benar kaget saat melihat di layar tv miliknya yang tengah menayangkan video porno. Pak Hasan melihat Kartika sebentar lalu tersenyum tipis.

Kartika melengos kesal, ia merasa Pak Hasan semakin kurang ajar di rumahnya. Bisa-bisanya ia memutar video porno di rumahnya.

Ckleeek... Cleeek...

Terkunci? Bapak...

Wajah Kartika mendadak pucat pasih saat pintu rumahnya tidak bisa ia buka.

Tentu saja Kartika tau betul kalau Mertuanya yang telah mengunci pintu rumahnya. Entah apa maksud Pak Hasan mengunci pintu rumahnya, membuat kemarahannya terhadap Pak Hasan makin menjadi-jadi.

"Cari ini Nduk?" Pak Hasan menunjuk kumpulan kunci rumah yang ada di samping televisi berukuran 32inc.

Tanpa memperdulikan Pak Hasan, Kartika lewat di depan Pak Hasan yang tengah duduk di sofa sembari menonton video porno. Ia segera mengambil tumpukan kunci tersebut.

Tapi belum sempat ia beranjak pergi, tiba-tiba Pak Hasan menarik pinggulnya hingga ia terduduk di pangkuan Pak Hasan. Kartika yang panik berusaha melepaskan dirinya dari pelukan mertua yang bejat. Perbedaan kekuatan mereka, membuat Pak Hasan leluasa mengerjainya.

Kedua tangan Pak Hasan menangkup sepasang buah dada Kartika, sementara bibirnya mencium wajah Kartika yang tertutup cadar.

"Astaghfirullah... Lepaskan Pak! Ya Allah..." Jerit Kartika frustasi dengan kelakuan Mertuanya yang seperti binatang, seakan benar-benar tidak perduli dengan statusnya sebagai menantu, Istri dari anaknya.

"Wangi sekali kamu Nduk! Bikin Bapak ngaceng. Atau jangan-jangan kamu sengaja menggoda Bapak?" Ujar Pak Hasan menggoda.

"Lepaskan saya Pak!" Jerit Kartika.

Pak Hasan yang mulai kesal membanting Kartika ke samping, kemudian dengan beringas ia menampar wajah Kartika. "Plaaaak...." Mendadak Kartika terdiam, menatap Pak Hasan dengan tatapan tak percaya, kalau pria tersebut berani menamparnya.

"Bapak bisa saja berbuat kasar sama kamu Nduk, tetapi karena kamu Istri dari anak Bapak, makanya Bapak tidak ingin bertindak kasar."

"....." Kartika terdiam, ia menatap marah kepada Pak Hasan.

"Sekarang kamu tinggal pilih, mau Bapak perkosa dengan lembut atau... Dengan kasar. Karena hasilnya akan tetap sama saja." Ujar Pak Hasan, yang kemudian melepas sarungnya.

Kartika langsung melengos ketika melihat kontol Pak Hasan yang mengancung di hadapannya. Kartika merasa sangat malu.

Pak Hasan mencengkram rahang Kartika, sembari mengarahkan kontolnya di depan wajah Kartika.

"Hisap kontolku." Suruh Pak Hasan.

Kartika menggelengkan kepalanya, dengan keteguhan hatinya ia menolak mentah-mentah perintah mertuanya yang biadab itu.

"Sepertinya Bapak benar-benar harus mendidik kamu agar menjadi menantu yang menuruti perintah mertuanya." Ujar Pak Hasan dengan sorot mata tajam.

Plaaaak... Plaaaak... Plaaaak...

Berulang kali Pak Hasan menampar wajah Kartika, sementara Kartika yang tidak berdaya, hanya bisa menangis sembari memohon ampun kepada Mertuanya agar Pak Hasan tidak lagi memukulnya.

"Ampuuuun Pak! Hiks... Hiks... Hiks..." Isak tangis Kartika.

"Kulum kontol Bapak sekarang." Perintahnya lagi.

Kartika melirik kearah kontol mertuanya yang sudah mengancung maksimal. Sejujurnya Kartika belum pernah melakukannya, ia tidak tau bagaimana cara mengulum kontol seorang pria, karena bersama Suaminya ia tidak pernah melakukannya.

Sejenak Kartika melihat kearah televisi yang tengah menayangkan seorang wanita yang sedang mengocok kontol seorang pria, yang kemudian mencium dan menjilatinya, lalu di akhiri dengan memasukan benda besar itu ke dalam mulutnya.

Ya Allah... Apa aku harus melakukannya? Apa itu tidak menjijikkan?

Plaaaak...

Satu tamparan lagi mendarat di wajah Kartika, hingga membuat wajahnya mencium sofa rumahnya.

"Sudah Pak jangan pukul lagi, akan saya lakukan." Mohon Kartika, sembari memegangi wajahnya yang terasa perih dan panas.

"Lakukan sekarang."

Maafkan aku Mas... Aku sudah tidak tahan lagi di pukul oleh Bapakmu.

Telapak tangan Kartia menggenggam kontol Pak Hasan yang begitu gemuk, lebih gemuk di bandingkan dengan kontol Suaminya. Bahkan sanking gemuknya, Kartika tidak mampu menggenggam penuh kontol Pak Hasan.

Seperti yang ada di adegan film, Kartika menggerakan tangannya maju mundur dengan perlahan.

Dengan perlahan ia menyingkap cadarnya keatas seraya mendekatkan wajahnya ke kontol Pak Hasan yang di tumbuhi rambut kemaluan yang begitu lebat. Dari jarak yang begitu dekat Kartika dapat mencium aroma khas kemaluan laki-laki yang membuatnya mual.

Bibir merahnya mengecup kepala kontol Pak Hasan, lalu kebatang kemaluannya.

"Sssttt... Ya begitu..." Racau Pak Hasan.

Kartika menujulurkan lidahnya, lalu mulai menjilati kontol Pak Hasan, dari atas hingga ke bawah. Sementara tangannya masih sibuk bergerak naik turun mengocok kontol Mertuanya.

Betapa beruntungnya Pak Hasan, bisa merasakan nikmatnya servis seorang ahkwat bercadar seperti Kartika. Walaupun masih terasa kaku, tetapi Pak Hasan cukup menikmatinya. Dan rasanya kian nikmat ketika Kartika melahap kepala kontolnya.

Sebisa mungkin Kartika mengulum kontol Pak Hasan seperti yang di lakukan wanita yang ada di dalam layar televisinya.

"Oughk... Nikmat sekali Nduk! Aaahk..." Erang Pak Hasan keenakan.

Sluuuppsss... Sluuuppsss... Sluuuppsss... Sluuuppsss... Sluuuppsss...

Sluuuppsss... Sluuuppsss... Sluuuppsss... Sluuuppsss... Sluuuppsss...

Semakin lama Kartika makin terbiasa dengan keberadaan kontol Pak Hasan di dalam mulutnya, bahkan tanpa sadar ia semakin dalam menghisap kontol Pak Hasan, yang ia kombinasikan dengan pijitan lembut di kantung testis Pak Hasan.

Pak Hasan membelai, dan menjambak jilbab Kartika, ia yang sudah tidak tahan ikut menggoyangkan pantatnya maju mundur.

Kartika terhenyak ketika merasakan kepala kontol Pak Hasan menubruk-nubruk tenggorokannya, bahkan ia sampai tak bisa bernafas karena keberutalan Pak Hasan yang tengah menyetubuhi mulutnya. Matanya berlinang, dan wajahnya memerah.

"Eeehmmppsss... Eeehmmppsss... Ehmmmppss..." Kartika mencoba memukul paha Pak Hasan, ia sudah tidak sanggup lagi.

Tiba... Tiba...

Croootss... Croootss... Croootss...

Kartika tersentak kaget saat merasakan sperma Pak Hasan yang tiba-tiba menyembur ke dalam mulutnya. Rasa hangat dan lengket di lidahnya. Ia sedikit menelannya, rasanya tidak buruk, walaupun agak aneh tapi ini enak.

Tanpa sadar Kartika menelan sebagian besar sperma Mertuanya yang berada di dalam mulutnya.

"Peju Bapak enakkan?" Ledek Pak Hasan.

Kartika membisu, ia tersadar dari perbuatannya yang baru saja menelan sperma Pak Hasan. Dirinya juga bingung kenapa ia menelan lendir laknat tersebut.

Kemudian Pak Hasan membantu menantunya menanggalkan pakaiannya satu persatu. Kartika sadar sudah tidak ada gunanya ia melawan, di rumah ini mereka hanya berdua saja, dan tentunya Pak Hasan sangat leluasa melakukan apapun yang ia mau.

Di tambah lagi tamparan yang ia terima seakan menyadarkan Kartika.

"Pak..." Lirih Kartika.

Pak Hasan memposisikan Kartika berbaring dengan kedua kaki mengangkang menghadap kearahnya. "Kalau nurut ginikan enak Nduk." Ujar Pak Hasan, satu kakinya ia tekuk diatas sofa, sementara kaki lainnya tetap di bawah.

"Astaghfirullah Pak... Sadar Pak! Jangan lakukan ini Pak..." Pinta Kartika, hanya ini yang bisa di lakukan Kartika untuk menyadarkan mertuanya.

"Ckckck... Jangan sok alim kamu Nduk! Bapak tau kamu juga menginginkannya kan? Kamu sudah merasakan kontol Bapak, kamu pasti ketagihan kan? Hahaha..." Tawa Pak Hasan, membuat Kartika muak dengan kelakuan Mertuanya itu.

Kartika menggelengkan kepalanya. "Saya tidak mau Pak! Tolooong Pak sadarlah... Pak... Aughk..." Kepala Kartika mendongak keatas ketika merasakan kepala kontol Pak Hasan melesat masuk ke dalam relung memeknya yang terdalam.

"Enakkan Nduk? Jangan salahkan Bapak kalau nanti kamu kehilangan gairah terhadap anakku." Ledek Pak Hasan yang tau betul kalau menantunya itu aslinya menikmati kontolnya.

"Aaaahkkk... Bapak! Aaahkk... Jangan Pak." Jerit Kartika.

Dengan gerakan perlahan Pak Hasan menusuk-nusuk memek Kartika. "Memek kamu makin basah Nduk! Enak sekali ya Nduk?" Ejek Pak Hasan yang semakin yakin kalau menantunya sudah sangat terangsang.

"Aduuuuh... Tidak Pak! Aaahkk..." Erang Kartika.

Tangan kanan Pak Hasan terjulur ke depan, ia meremas-remas payudara Kartika, memilin putingnya dengan gemas.

Pinggul Pak Hasan bergerak semakin lama semakin cepat, menyodok-nyodok liang surgawi milik Kartika, wanita bercadar, Istri dari anaknya yang alim. Pak Hasan terlihat sangat menikmati jepitan dinding vagina Kartika yang terasa hangat.

Sembari memandangi wajah cantik Kartika yang tertutup cadar, ia melesatkan kontolnya bagaikan roket. Menusuk-nusuk tajam memek Kartika.

Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss...

Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss...

Pak Hasan menyingkap cadar Kartika, lalu menyambar bibir merah Kartika, ia melumatnya dengan rakus, menjulurkan lidahnya ke dalam mulut Kartika, hingga menumpahkan liurnya ke dalam mulut Kartika yang terpaksa di telan oleh menantunya itu.

Tanpa sadar Kartika malah memeluk leher mertuanya, gesekan antara kulit kasar kontol Pak Hasan dengan dinding rahimnya membuat wanita bercadar itu melayang ke nirwana. Bahkan Kartika sendiri tidak mengerti kenapa ini nikmat sekali, bahkan lebih nikmat dari semalam.

"Fuaaahk..." Pak Hasan melepas lumatannya dan berpindah kearah payudara Kartika.

Kartika yang sedari tadi menahan nafas, akhirnya bisa kembali menghirup oksigen, mengisi paru-parunya yang terasa kosong, berbanding kebalik dengan memeknya yang terasa penuh di jejali oleh kontol Pak Hasan yang tidak hanya panjang tapi juga gemuk.

Sembari memainkan payudara Kartika, Pak Hasan semakin mempercepat penetrasinya di dalam memek Kartika yang terasa semakin becek dan licin, membuatnya kian bersemangat menyetubuhi menantunya itu.

"Aaahkk... Aaahkk... Aaahkk..." Erang Kartika.

Wanita bercadar itu sampai menggigit bibirnya ketika Pak Hasan menghisap putingnya.

Aku tidak boleh menikmatinya... Tidaaak... Aku mohon... Jangan sekarang...

Tubuh Kartika menggeliat seperti cacing kepanasan. "Uughkk... Aaahkk... Aaahkk..." Lenguhan Kartika semakin lama semakin keras.

Memek Kartika terasa berkedut-kedut dan semakin lama semakin kencang, hingga akhirnya...

"Bapaaaaak...." Kartika pun melengking tinggi dan melepas. Tubuh wanita bercadar itu melengkung ke belakang saat memeknya meledak, menyemburkan cairan cinta lengket yang langsung merendam kontol besar Bapak Mertuanya hingga kepangkalnya, beberapa bahkan merembes, menetes diatas sofa sanking banyaknya.

"Enak Nduk?" Tanya Pak Hasan sambil terus menggerakkan pinggulnya, membuat penisnya yang besar terus bergesekan dengan dinding rahim Kartika yang sekarang sudah begitu basahnya.

β€œEhh, hahh.. hahh.. hahh..” Cuma itu jawaban yang keluar dari bibir mungil Kartika. Wanita alim itu bernafas pendek-pendek untuk menikmati sisa-sisa orgasme yang masih melanda tubuh sintalnya. Matanya sedikit terpejam dengan tubuh masih setengah gemetar.

Dia pasrah saja ketika Pak Hasan menarik tubuhnya dan menyuruhnya untuk menungging disofa. Kedua tangan Pak Hasan mencengkram pantat montok Kartika, dari belakang ia kembali menjejalkan kontol besarnya hingga mentok ke dalam rahimnya.

"Aaahk... Pelan-pelan Pak!" Desah Karika ngilu, tapi enak.

Tangan Pak Hasan menjulur kebawah, menjamah payudara Kartika. "Enak sekali memek kamu Nduk, rasanya hangat..." Erang Pak sembari menggoyangkan pinggulnya maju mundur, maju mundur.

"Aaahk... Aaahk... Aaahkk..." Lenguh Kartika.

Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss...

Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss...

Wajah Pak Hasan menegang keenakan, merasakan jepitan dinding memek Kartika yang membungkus kontolnya. Rasanya sangat nikmat, jauh lebih nikmat di bandingkan memek pelacur yang biasa ia sewa untuk memuaskan hasrat birahinya.

Kedutan-kedutan memek Kartika semakin lama semakin kencang, Pak Hasan mulai tidak tahan, ia merasa kontolnya seperti di pijit-pijit di dalam sana, membuat Pak Hasan yang keenakan semakin enak, hingga akhirnya ia mengeram panjang.

"Aarrghkk..." Dengan tusukan dalam, spermanya yang dari tadi rasanya sudah berada di ujung akhirnya terlepas, meledak dan menyembur menyiram memek Kartika yang hangat, membuat benda itu menjadi semakin penuh dan lengket sekarang.

β€œEhmmm,” Kartika merintih saat perlahan Pak Hasan, mertuanya menarik penisnya dan memberikannya untuk dikulum.

β€œBersihkan ya, Nduk.” Pria tua itu meminta.

Sedikit mendesah, Kartika meraih kontol Pak Hasan yang basah dan lengket. Dengan mata masih setengah terpejam, wanita cantik itu segera menelannya, membersihkan kontol Pak Hasan dari sisa-sisa pertempuran mereka.

Dan ternyata kejutan dari Pak Hasan belum berakhir, tiba-tiba....

Seeeeeeeeeeeeeeeerrrr...

Mata Kartika membeliak ketika merasakan air kencing Pak Hasan yang menyembur keluar masuk ke dalam kerongkongannya.

Sebagian besar air kencing Pak Hasan ia telan, dan sebagian lagi tumpah membasahi tubuh indahnya, menyiram sepasang buah dadanya yang membusung, hingga mengenai memeknya.

"Oughk... Bapak puas sekali Nduk! Kita lanjut lain kali ya! Sekarang kamu baru boleh pergi mengajar." Ujar Pak Hasan seraya memungut kainnya. "Oh ya... Kamu tidak perlu mandi, kan tadi sudah mandi dengan air kencing Bapak, itu sudah lebih dari cukup." Lanjut Pak Hasan.

Kartika terbengong memandangi Mertuanya yang baru saja selesai memakai sarungnya, lalu pergi meninggalkan dirinya begitu saja.

Sembari memungut pakaiannya, dan mengenakannya kembali, Kartika menangis pilu. Ia merasa benar-benar di lecehkan dan di rendahkan harkat martabatnya sebagai seorang wanita muslimah. Dan parahnya lagi, yang melakukan itu semua adalah Mertuanya sendiri.

Maafkan aku Mas... Maafkan Istrimu yang tidak bisa menjaga kehormatan janji suci kita.

Dengan air mata berurai Kartika pergi meninggalkan rumah tanpa membilas tubuhnya terlebih dahulu yang sebelumnya telah di nodai oleh Pak Hasan.

******


Mbak Inem

Pagi ini cuaca begitu cerah, secerah hati Rayhan pagi ini. Sebelum ia berangkat ke sekolah, ia sempat bertemu dengan Mbak Inem di belakang rumah mereka, dan Mbak Inem memberitahu Rayhan kalau pagi ini ia sendirian di rumah, dan Rayhan mengartikannya sebagai undangan dari Mbak Inem.

Setelah mengenakan sepatunya, Rayhan melirik ke kiri dan kanan, memastikan kalau tidak ada orang yang melihatnya kalau nanti ia masuk ke rumah Mbak Inem.

Setelah yakin jalanan sepi, Rayhan langsung masuk ke dalam rumah Mbak Inem yang pintu rumahnya memang di biarkan terbuka agar Rayhan tidak perlu lagi memanggilnya.

"Mbak..." Panggil Rayhan.

Tiba-tiba dari dalam kamar Mbak Inem keluar seraya tersenyum manis. "Lama banget kamu Ray." Rutuk Mbak Inem, sembari berjalan mendekati Rayhan.

Dari sudut matanya, tampak mata Mbak Inem memancarkan birahi yang seakan sudah tidak terbendung lagi, apa lagi setelah melihat sosok Rayhan yang terlihat menggoda dengan seragam sekolahnya.

Mereka berpelukan sangat erat sembari bertukar air liur. Tangan kiri Rayhan mendekap kepala Mbak Inem, agar leluasa mengemut bibir merah tetangganya itu, sementara tangan kanannya membelai dan meremas bongkahan pantat Mbak Inem yang semok itu.

Wanita berusia 37 tahun itu hanya pasrah mengikuti permainan muridnya. Sesekali ia membalas, dengan mengait lidah Rayhan yang tengah menjamah langit-langit mulutnya.

Dengan satu tarikan cepat Rayhan menggendong tubuh sintal Mbak Inem. Reflek wanita paruh baya itu melingkarkan kedua tangannya di leher Rayhan. Sejenak mereka saling pandang, membuat hati Mbak Inem bergetar.

Rayhan segera membawa Mbak Inem ke dalam kamarnya. Ia membaringkannya dengan perlahan.

"Mbak cantik sekali!" Goda Rayhan. Ia ikut berbaring di samping Mbak Inem dengan posisi miring menghadap kearah tetangganya itu.

Inem tersipu malu. "Gombal!" Ujarnya sambil mencubit hidung Rayhan.

Rayhan membelai kepala Mbak Inem yang tertutup hijab syiria berwarna putih dengan motif bunga anggrek. "Suer, Mbak memang sangat cantik." Tegas Rayhan, dia mengecup kening Mbak Inem dengan mesrah.

Wanita berparas cantik itu hanya diam seraya tersenyum senang. Hatinya di buat berbunga-bunga oleh pujian dan sentuhan Rayhan kepada dirinya.

Ciuman Rayhan turun kebawah menuju sepasang kelopak mata indah Mbak Inem, terus hidung, kedua pipinya, lalu kemudian kembali melumat bibir merah tetangganya itu selama beberapa detik. Sembari menikmati bibir Mbak Inem, Rayhan membelai lembut payudaranya.

"Eenghkk..." Desah Mbak Inem.

Dia membiarkan pemuda tanggung itu menanggalkan kancing gamisnya. Dia dapat merasakan telapak tangan Rayhan yang hangat menyusup masuk ke dalam bra yang di kenakannya.

Matanya terpejam ketika jemari Rayhan mulai meremasi payudaranya yang ranum. Dan rasa itu kian nikmat tatkalah Rayhan memencet putingnya, memilin dan memelintir putingnya yang telah menegang.

"Ray! Aaahk... Aahkk..." Erang Mbak Inem.

Kedua tangan Rayhan melepas gamis yang di kenakan Mbak Inem, hingga yang tersisa hanya jilbab putih dengan motif bunga anggrek dan pakaian dalamnya yang berwarna cream.

Rayhan menyingkap keatas beha Inem, dia kembali menjamah payudaranya.

"Oughkk... Ray! Enak sekali!" Erang Mbak Inem.

Dia menunduk dan mulai mencucupi payudara Mbak Inem, dia menghisap putingnya secara bergantian, membuat wanita cantik itu menggelinjang nikmat, dan tampak celana dalamnya semakin basah, membentuk peta dunia.

Tangan Rayhan turun ke bawah, ia membelai vagina Mbak Inem dari luar celana dalam.

"Basah!" Bisik Rayhan.

Mbak Inem mentoel hidung Rayhan. "Gara-gara kamu." Omel Mbak Inem. "Kamu harus bertanggung jawab sayang." Lanjutnya lagi.

Rayhan mengangkat satu alisnya. "Apa yang harus hamba lakukan wahai bidadari surga." Ujar Rayhan sok puitis, tapi cukup ampuh untuk membuat wanita cantik yang ada di hadapannya saat ini tersipu malu

"Puaskan Mbak sayang" Lirih Mbak Inem.

Rayhan melanjutkan aksinya dengan menelanjangi tetangganya itu. Ia melepas beha yang di kenakan Mbak Inem, lalu kedua tangannya beralih ke sisi kiri dan kanan celana dalamnya. Dengan perlahan ia menarik celana dalam yang di kenakan Mbak Inem.

Rayhan mengambil posisi bersujud, dia mengangkangi kedua kaki Mbak Inem.

"Ini sungguh indah!" Gumam Rayhan.

"Jilat sayang."

Rayhan tersenyum tipis. Lalu dia membenamkan wajahnya diantara kedua kaki tetangganya itu. Lidahnya terjulur menyapu permukaan vagina Mbak Inem, menyentil clitorisnya dengan gemas. Sementara tangan kanannya membelai pubik vaginanya yang di tumbuhi rambut yang cukup lebat.

Kali ini permainan Rayhan terasa lebih nikmat dari sebelumnya. Setidaknya itulah yang di rasakan Mbak Inem saat ini.

Lendir kewanitaannya keluar semakin banyak, dan Rayhan tanpa merasa jijik menyeruput lendir kewanitaan milik tetangganya itu, membuat Mbak Inem menggelinjang kegelian.

Sluuuppss.... Sluuuppss... Sluuuppss....

Rayhan kembali menghisap clitoris Mbak Inem, sementara kedua jarinya menusuk lobang vaginanya. Dia menggerakkan tangan kanannya, menusuk vagina tetangganya itu. Sesekali jari tengah berputar, mengorek dan menusuknya kembali dengan gerakan yang berubah-rubah.

Alhasil tubuh Mbak Inem menggelinjang tak beraturan, sementara di bawah sana terasa semakin basah.

"Ray! Mbak KELUAAAR..." Teriak Mbak Inem.

Punggungnya terangkat cukup tinggi, dan tampak semburan cairan cintanya keluar cukup deras. Dengan mata terpejam, Mbak Inem menikmati orgasmenya.

Rayhan segera menanggalkan seragam sekolahnya, hingga ia telanjang bulat. Kedua kaki Mbak Inem ia letakan diatas pundaknya, sementara batang kemaluannya, ia arahkan tepat di depan bibir kemaluan Mbak Inem yang telah basah.

"Masukan sekarang sayang!!" Pinta Mbak Inem.

Rayhan tersenyum tipis, dia membekap kepala tetangganya itu dan bibirnya kembali melumat bibir merah Mbak Inem. Perlahan kepala penis Rayhan membelai bibir vagina Mbak Inem. "Bleeess..." Dengan satu dorongan, penis Rayhan bersemayam di dalam vagina Mbak Inem.

"Eehmmppss..." Erang Mbak Inem.

Dengan gerakan perlahan Rayhan menggoyangkan pinggulnya maju mundur menusuk lobang memek tetangganya, Istri Mas Pur.

Rayhan melepas ciumannya, tanpa menghentikan genjotannya. Dia menatap dalam wajah cantik Mbak Inem yang merah padam, sementara telapak tangannya meremas payudaranya.

Ploookkksss.... Ploookkksss.... Ploookkksss.... Plooookss... Plooookss...

Ploookkksss.... Ploookkksss.... Ploookkksss.... Plooookss... Plooookss...

"Aahkk... Aahkk... Aaahk..." Erang Mbak Inem.

Rayhan meningkatkan ritme permainannya, sementara jarinya sibuk menstimulasi puting Mbak Inem.

Tubuh Rayhan mulai bersimbah keringat, otot-otot pinggulnya mengeras, dengan wajah menadah keatas ia menikmati setiap gesekan batang kemaluannya dengan dinding vagina Mbak Inem yang seakan balik menghisap penisnya. Rasa nikmat itu sulit untuk di gambarkan dengan sebuah kalimat.

Hal yang sama juga di rasakan Mbak Inem, wanita paruh baya yang masih mengenakan hijab itu sangat menikmati hentakan batang kemaluan Rayhan di dalam liang surgawinya.

Mbak Inem merasa Rayhan sangat pintar menjaga ritme permainan, tidak menoton dan terlalu terburu-buru seperti beberapa hari yang lalu.

"Ray! Aaahk... Mbak keluar sayang!" Jeritnya.

Tubuh sintal bermandikan keringat itu menggeletar menyambut badai orgasme. Rayhan mendiamkan sejenak batang kemaluannya di dalam rahim Mbak Inem, hingga orgasme tetangganya itu mulai mereda, barulah Rayhan mencabut penisnya.

Pemuda itu berbaring di samping Mbak Inem lengan kekarnya mengangkat satu kaki kanan Mbak Inem hingga menggantung, sementara satu kakinya tetap terjulur.

"Aku masukan ya Mbak" Bisik Rayhan di dekat telinga Mbak Inem yang tertutup hijab yang mulai berantakan.

Mbak Inem mengangguk lemah, dia meraih batang kemaluan Rayhan dan mengarahkannya ke lobang vaginanya yang telah menganga, sehingga memudahkan penis Rayhan untuk kembali menjamah dinding vaginanya. "Oughkk..." Lenguh Mbak Inem ketika penis Rayhan kembali memasuki liang senggamanya.

Dengan gerakan menghentak tapi teratur Rayhan menyetubuhi Mbak Inem. Dia mencium dan menjilati pundak telanjangnya.

Sementara kedua tangannya kembali menjamah payudara tetangganya itu yang terasa kenyal di telapak tangannya. Ia menjepit puting Mbak Inem, membuat wanita berhijab itu makin menggelinjang nikmat.

"Enak ya Mbak?" Tanya Rayhan di sela-sela menyetubuhi tetangganya.

"Iya Ray! Aahkk... Enak sekali, kontol kamu sangat besar, Mbak suka." Jawabnya terengah-engah.

Tangan kanan Rayhan turun kebawah, ia menyibak libiya majora Mbak Inem, dengan jari telunjuknya ia menggesek clitorisnya.

Sementara pinggulnya semakin kuat menghujami vagina Mbak Inem dengan kontolnya.

"Ray! Mbak keluaaar lagiiii!" Tubuhnya melejang-lejang walaupun tidak sedahsyat sebelumnya. Rayhan yang belum puas meminta Mbak Inem untuk menungging, dan dengan patuhnya Mbak Inem menuruti keinginan muridnya.

Dari belakang Rayhan kembali melakukan penetrasi di dalam vagina Mbak Inem yang terasa semakin licin.

"Kamu belum keluar juga Ray?" Tanya Mbak Inem kewalahan.

Rayhan menggelengkan kepalanya. "Belum Mbak!" Ujar Rayhan, sembari meremas kedua bongkahan pantat Inem yang dulu sering ia pelototi, tapi siapa yang menduga, sekarang ia dengan bebas menyentuhnya.

Bagi Mbak Inem penis Rayhan memang sangat nikmat, tapi kalau pemuda itu terus-menerus menyetubuhinya ia juga merasa tidak akan sanggup, bagaimanapun juga usia tidak bisa bohong walaupun birahinya masih menginginkan Rayhan mengaduk vaginanya lebih lama lagi.

Sepintas Mbak Inem memiliki sebuah ide berlian, agar Rayhan cepat menuntaskan hasrat birahinya. Walaupun ia belum pernah melakukannya, tapi tidak ada salahnya kalau ia mencobanya.

Dia melihat kearah Rayhan yang masih bersemangat menggenjot vaginanya, padahal tubuhnya sudah tidak sanggup lagi kalau harus kembali orgasme.

"Ray, istirahat sebentar." Pinta Mbak Inem.

Rayhan menghentikan genjotannya. "Kenapa Mbak? saya belum keluar." Protes Rayhan.

"Sebentar saja sayang." Ulang Ustadza Dewi.

Dengan sangat terpaksa Rayhan mencabut batang kemaluannya dari lobang vaginanya. Saat penis Rayhan terlepas, Mbak Inem merasa vaginanya begitu plong tidak seperti sebelumnya yang terasa begitu penuh saat penis Rayhan berada di dalam vaginanya.

Mbak Inem turun dari atas tempat tidurnya, lalu dia mengambil sebuah lotion yang berada diatas meja riasnya. Kemudian ia kembali menghampiri Rayhan yang tengah duduk di tepian tempat tidurnya sembari mengocok kemaluannya.

Mata Mbak Inem membeliak ngeri melihat kemaluan Rayhan yang berukuran sangat besar.

"Kamu mau gak anal sex?" Tanya Mbak Inem.

Rayhan menganggukan kepalanya. "Mau Mbak, apa Mbak mau mencobanya?" Tebak Rayhan penuh tanda tanya kepada tetangganya.

"Kalau kamu mau!" Ujar Mbak Inem malu.

Rayhan tersenyum tipis. "Tentu saja aku mau Mbak! Pasti sangat menyenangkan bisa menjebol perawan pantat Istrinya Mas Pur." Kelakar Rayhan.

"Dasar kamu." Mbak Inem kembali naik keatas tempat tidur dengan posisi menungging. "Pake lotion itu, biar lebih muda." Suruh Mbak Inem sembari membuka pipi pantatnya selebar mungkin.

Rayhan meneguk air liurnya yang terasa hambar melihat anus Mbak Inem yang kemerah-merahan, merucut seperti bunga mawar yang hendak mekar.

Segera Rayhan menuangkan isi body lotion ke lobang anus Mbak Inem. Dengan jarinya ia meratakan lotion tersebut. Setelah cukup rata Rayhan segera mengambil posisi yang pas untuk merobek anus Mbak Inem. Mula-mula ia menggesek batang kemaluannya di lobang anus Mbak Inem.

"Aku masukan sekarang ya Mbak." Izin Rayhan.

Mbak Inem menganggukan kepalanya. "Pelan-pelan Ray! Anus Mbak masih perawan." Ujar Mbak Inem mengingatkan Rayhan.

"Tahan sedikit." Bisik Rayhan.

Dia mendorong penisnya untuk membuka lobang anus Mbak Inem, tapi percobaan pertamanya ia mengalami kegagalan, karena kepala penisnya meleset berulang kali setiap kali ia ingin mencobanya. Tidak kehabisan akal, Rayhan meludahi penisnya agar menjadi lebih licin.

Tangan kanan Rayhan memegangi batang kemaluannya, sembari mendorong pinggulnya. Kini usahanya mulai membuahkan hasil, karena kepala penisnya berhasil membuka lobang anus tetangganya itu.

Dan pada saat bersamaan wajah Mbak Inem meringis menahan rasa sakit di lobang anusnya.

"Eenghkk... Ray! Teruuuus." Perintah Mbak Inem.

Rayhan membelai pantat Mbak Inem, dia kembali menekan kemaluannya hingga kepala penisnya benar-benar masuk ke dalam lobang anus Mbak Inem. "Oughkk... Sempit sekali Mbak! Ini enak." Desah Rayhan, ia tidak menyangka kalau akan senikmat ini.

"Aduh Ray! Kontol kamu besar sekali... Aahkk..."

Plaaakk...

Rayhan menampar pantat Mbak Inem. "Tapi enakkan Mbak, hehehe... Aahkk... Tuhan." Lenguh Rayhan ketika batang kemaluannya juga ikut masuk ke dalam lobang anus Mbak Inem hingga mentok.

"Yeaaaaa..." Jerit kecil Mbak Inem.

Pinggulnya tersentak-sentak ketika Rayhan menarik penisnya hingga kepala penisnya berada di bibir anusnya. Lalu dengan dorongan pelan Rayhan kembali membenamkan penisnya ke dalam anus Mbak Inem. Secara konsisten Rayhan melakukan gerakan tersebut dengan perlahan.

Mbak Inem setengah mati menahan pedih di lobang anusnya, tetspi ia tidak meminta Rayhan untuk berhenti, karena ia percaya rasa sakit itu tidak akan lama.

Dan benar saja, seiring dengan waktu Mbak Inem mulai menikmati penetrasi penis Rayhan di dalam lobang anusnya, seiring dengan anusnya yang mulai bisa beradaptasi dengan ukuran penis Rayhan yang sangat besar itu.

"Aahkk... Aahkk... Terus sayang! Oughkk... Sodok anus Mbak Ray. Aaahk..." Jerit Mbak Inem.

Ploookkksss.... Ploookkksss.... Ploookkksss.... Plooookss... Plooookss...

Ploookkksss.... Ploookkksss.... Ploookkksss.... Plooookss... Plooookss...

Rayhan semakin cepat menyodok lobang Anus Mbak Inem, jepitan anus Mbak Inem di batang kemaluamnya membuat Rayhan merasa sudah hampir berada di puncaknya.

"Mbak saya mau keluar." Ujar Rayhan, ia meremas kuat bongkahan pantat Mbak Inem.

Tidak mau kalah dari murid didiknya, Mbak Inem ikut menggerakkan pantatnya, sementara jarinya menggosok clitorisnya dari bawah. "Bareng sayang... Mbak Inem juga mau KELUAAAR." Jerit Mbak Inem.

Beberapa detik kemudian, dengan cara bersamaan mereka berdua menumpahkan hasrat birahi mereka.

Rayhan membenamkan penisnya semakin dalam di lobang anus Mbak Inem. Giginya menggeratak sembari memuntahkan spermanya ke dalam lobang anus Mbak Inem. "Croooottss... Croooottss... Croooottss..." Pinggul Rayhan tersentak-sentak memuntahkan spermanya.

Seeeeeeeeeeeerrrrrrrr....

Kali ini Mbak Inem tidak hanya orgasme, tapi ia juga sampai terkencing-kencing. Hingga air urinnya menggenang diatas tempat tidurnya.

Perlahan penis Rayhan mulai mengecil dan terlepas dari lobang anus Mbak Inem. Saat penis itu terlepas, tampak lelehan sperma Rayhan yang tak tertampung keluar meleleh mengaliri paha Mbak Inem yang gemetar.

"Nikmat sekali Mbak" Lirih Rayhan.

Ia rebahan di samping Mbak Inem yang langsung memeluk tubuh kekarnya. "Kamu puas sayang, dengan lobang anus Mbak?" Goda Mbak Inem yang kembali merasakan linu di lobang anusnya.

"Iya sangat puas." Jawab Rayhan pelan sembari mencium kening Mbak Inem. "Terimakasih ya Mbak, sudah mau menjadi guru sex aku." Sambung Rayhan.

"Gak gratis Lo?" Goda Mbak Inem.

"Aku harus bayar berapa Mbak?"

Mbak Inem tersenyum sembari mengurut kontol Rayhan. "Bayar dengan kontol kamu." Jawab Mbak Inem, lalu mengecup lembut bibir Rayhan.

Rayhan merangkul tubuh Mbak Inem, sembari mengecup keningnya.

Ustadza Dewi memejamkan matanya, dan perlahan rasa kantuk mulai menguasai dirinya dan iapun tertidur lelap di dalam pelukan muridnya

*****
Kok ustadzah Dewi?
Hmmm....


Makasih suhu updatenya panjang, mantab, dan ada penambahan scene ihikΒ² dari tokoh lain:Peace::mantap::Peace::mantap:
 
Mantap update nya masss, masih setia menunggu rayhan dan zaskia...
 
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
sebanding deh nunggunya kalo panjang gini, next si farah dan suci dong om
 
Diakhir ini dewi apa inem Hu... Overall ajiiibbbbb

Zaskia

14:20

Kedua tangan Zaskia terlihat sibuk mencuci piring bekas makan siang mereka, tetapi pikiran Zaskia menerawang mengingat kejadian tadi pagi. Bayangan tubuh telanjang Rayhan seakan tidak mau minggat dari pikirannya, bahkan Zaskia dapat mengingat setiap detail bentuk tubuh Adik iparnya, terutama bentuk kemaluan Rayhan yang sangat besar.

Sanking sibuknya melamun Zaskia tidak menyadari Rayhan yang berjalan mengendap-endap mendekatinya dari belakang.

"KAKAK..." Jerit Rayhan.

Zaskia telonjak kaget. "Kontol... Eh kontol..." Nyaris saja piring yang ada di tangannya terlepas. "Ya Allah Dek, kamu bikin kaget aja si." Omel Zaskia, rasanya ia gemas sekali ingin mencubit perut Rayhan andai ia tidak ingat kalau Adiknya sedang sakit.

"Hahahaha...." Tawa Rayhan puas.

"Malah ketawa! Kualat nanti kamu." Omel Zaskia, seraya melotot.

"Astaghfirullah Kak! Adik sendiri sampai di doakan kualat." Rajuk Rayhan, membuat Zaskia ikut terkikik.

"Hihihi... Makanya jangan suka isengin Kakak." Zaskia mentoel hidung Rayhan. "Ada apa? Kok kamu rapi banget Dek?" Tanya Zaskia heran, sembari melihat penampilan Adiknya yang terlihat rapi.

"Aku ke pasar dulu ya Kak."

"Hah? Kamu mau ke pasar? Sudah lupa kalau lagi sakit?" Geram Zaskia sembari meletakan kedua tangannya di atas pinggang.

"Bosan Kak di rumah terus."

"Bosan... Bosan... Kakak yang ngerawat kamu aja gak bosan, pokoknya Kakak gak ngizinin kamu keluar." Kecam Zaskia sembari memukul-mukuli sendok di wastafel.

Rayhan tersenyum kecil. "Kalau begitu nanti bilang aja ke Ustadza Haifa ya Kak, kalau aku gak bisa bantuin dia beli obat di apotik." Ujar Rayhan seraya mengulum senyum melihat Zaskia mendadak kikuk.

"Oh di suruh Ustadza Haifa..." Lirih Zaskia.

"Iya Kak."

Zaskia tampak menghela nafas. "Jangan lama-lama perginya, tapi ingat langsung pulang, awas kalau kamu sampe main-main dulu." Tunjuk Zaskia, membuat Rayhan terkikik senang.

"Jadi di izinin nih?" Goda Rayhan.

"Iya." Jawab ketus Zaskia.

Rayhan mengamit tangan Kakaknya dan mencium punggung tangan Kakaknya hingga meninggalkan bekas air liur. "Aku pergi dulu ya Kak, dada... Assalamualaikum!" Rayhan buru-buru kabur ketika mendengar teriakan Zaskia yang tampak murka.

"Adeeeek..." Jerit Zaskia.

*****


Clara


Asyifa

Angkot tua itu berjalan dengan perlahan, sesekali ia terguncang tatkalah salah satu bannya masuk ke dalam lobang yang cukup besar. Ibu-ibu yang berada di dalam angkot tampak menjerit, ada rasa khawatir kalau mobil tersebut akan terbalik.

"Bang, pelan-pelan saja!" Protes salah satu penumpang yang tengah menggendong seorang anak.

Tetapi sang sopir seakan tidak perduli. Sembari menghisap rokok kretek, ia menghajar setiap lobang yang ada di hadapannya tanpa ada rasa takut. Rayhan yang juga menjadi salah satu penumpang angkutan umum tersebut tanpa menghela nafas.

Perutnya terasa mual karena goncangan di dalam angkot yang tidak beraturan. Belum lagi bauk amis yang menyengat dari penumpang yang duduk di sampingnya.

Hal yang sama juga di rasakan Asyifa dan Clara, mereka berdua kompak menutup hidung, untuk mengurangi bauk amis yang menyengat. Sesekali Asyifa melirik kearah Rayhan yang duduk percis di depannya, tetapi ia buru-buru membuang mukanya ketika Rayhan balas menatapnya.

"Kalian mau kemana?" Sapa Rayhan kemudian.

Clara tersenyum manis. "Kami mau ke pasar Akhi! Kalau Akhi sendiri mau kemana?" Tanya Clara sopan, membuat Asyifa geram. Dia mencubit paha Clara sembari memberi kode untuk diam.

"Gak usah di ajak ngomong!" Bisik Asyifa.

Gadis berjilbab merah muda itu menatap Rayhan tak suka. Ia masih teringat kejadian di klinik Ustadza Haifa minggu lalu. Ia masih sangat marah kepada Rayhan, apa lagi sampai hari ini pemuda itu tidak meminta maaf dengan tulus atas kejadian waktu itu.

Rayhan yang mengerti amarah Asyifa, memilih diam. Sesekali ia tersenyum tipis mengingat kejadian waktu itu.

Sementara Clara tampak tidak mengerti dengan sikap sahabatnya. Karena Asyifa yang ia kenal adalah sosok wanita yang ramah pada siapa saja. Tapi di hadapan Rayhan, Asyifa malah terlihat berbeda.

"Kamu kenapa Asyifa?" Tanya Clara pelan.

Asyifa membuang muka kearah jendela angkot, seraya menggelengkan kepalanya. "Aku gak apa-apa." Jawab Asyifa singkat.

Clara menghela nafas dalam, lalu diam sembari menikmati perjalanan mereka. Hingga akhirnya angkot yang mereka tumpangi tiba di terminal pasar kabupaten. Para penumpang berbondong-bondong keluar dari dalam angkot, begitu juga dengan Asyifa dan Clara.

Ketika hendak menyebrang jalan, dari arah berlawanan tampak sebuah motor 2tak melaju dengan kencangnya. Asyifa yang tak menyadarinya dengan santai hendak menyebrang.

Rayhan dengan cepat menarik tangan Asyifa, hingga tubuh Asyifa jatuh di dalam pelukannya. "Ngeeeeeeeng...." Dengan kecepatan maksimal, motor Yamaha RX-King melaju cepat, tepat didepannya. Asyifa yang melihat kejadian tersebut tampak pucat pasi.

Cukup lama bagi Asyifa untuk mengembalikan kesadarannya. Dan ketika ia sadar, Asyifa sangat terkejut ketika tau berada di dalam pelukan Rayhan.

"Astaghfirullah! Kamu..." Asyifa mengarahkan tunjuknya kearah Rayhan. Rahangnya mengeras dan wajahnya memerah.

"Cie... Cie... Cie..." Goda Clara.

Asyifa yang tadinya hendak marah, berubah menjadi sangat malu setelah di goda oleh sahabatnya. Ia bergegas menarik tangan Clara untuk segera memasuki pasar tanpa memperdulikan pemuda yang baru saja menyelamatkan nyawanya.

Rayhan yang melihat hal tersebut hanya diam, sembari menyunggingkan senyumnya. "Cantik juga." Gumam Rayhan, sembari ikut menyebrang jalan.

*****


Lidya

Sepanjang berbelanja di pasar Clara terus-menerus menggoda Asyifa, membuat gadis cantik itu tersipu malu. Walaupun hatinya bergetar karena insiden beberapa menit yang lalu, tetapi tetap saja Asyifa tidak mau mengakui kebaikan Rayhan kepadanya.

Ketika mereka hendak pulang, tiba-tiba langkah Clara terhenti, ia melihat kekasihnya tengah menggandeng tangan seorang perempuan memasuki sebuah losmen.

Tanpa memperdulikan Asyifa, ia segera mengejar Dedi memasuki losmen yang di ikuti oleh Asyifa dengan tatapan bingung melihat perubahan wajah sahabatnya yang memerah marah.

"Sayaaaang..." Panggil Clara ketika Dedi hendak masuk ke dalam kamar yang baru ia sewa.

Dedi menghentikan langkahnya, menatap Clara tidak percaya, tapi sedetik kemudian ia terlihat sama sekali tidak perduli dengan kemarahan kekasihnya.

Clara menghampiri Dedi, tanpa banyak bicara Clara melayangkan tamparannya tapi di tahan oleh Dedi.

Asyifa yang melihat kejadian tersebut sangat shock, ia tau betapa marahnya Clara melihat orang yang ia cintai telah menduakan ya. Tetapi Asyifa tidak bisa berbuat apa-apa kecuali menenangkan sahabatnya.

"Apaan si Lo anjing! Main tampar aja." Bentak Dedi.

Asyifa yang mendengar bentakan Dedi ikut memanas, ia menampar wajah Dedi, Plaaak... dan kali ini Dedi tidak sempat mengelak sehingga pipinya terasa panas.

Lidya yang melihat Dedi di tampar ikut mengamuk, ia mendorong Asyifa, yang kemudian di balas Clara dengan menarik jilbabnya hingga lepas. Pertikaian diantara mereka tidak dapat terelakan.

"Dasar cewek murahan!" Teriak Clara.

Asyifa berusaha melerai Clara, hingga akhirnya ia berhasil menarik Clara yang tengah menjambak rambut Lidya, hingga mata Lidya berkaca-kaca.

"Tai..." Umpat Lidya.

"Dasar pelakor..." Umpat Clara sembari berusaha menendang Lidya.

Lidya tersenyum sinis. "Pelakor, kayak kamu sudah nikah aja sama Dedi. Makanya jadi cewek tu harus sering goyang, biar cowok kamu gak kerebut cewek lain." Balas Lidya tidak kalah pedasnya.

"Udah... Udah..." Lerai Asyifa.

"Anjiing kalian berdua... Aku benar-benar gak nyangka kamu bisa setega ini sama aku Ded." Tangis Clara tidak terima karena telah di bohongi.

"Makanya jadi cewek itu jangan bodoh, hari gini masih percaya dengan cinta! Makan tu perawan hilang." Ledek Lidya membuat Clara semakin emosi, ia meronta dan hendak menyerang Lidya.

Tapi tiba-tiba Dedi lebih dulu menampar wajah Clara hingga terjerembab. Asyifa yang melihat kejadian tersebut benar-benar shock, ia menatap Dedi tidak percaya karena berani memukul wanita.

Asyifa yang geram mendorong Dedi, lalu hendak menamparnya kembali tapi kali ini Dedi menahan tangannya, Asyifa memalingkan wajahnya ketika melihat Dedi mengangkat tangan dan hendak menamparnya, ia sudah siap menerima tamparan Dedi. Tapi... Setelah sekian detik Asyifa tidak merasakan apa-apa.

Saat Asyifa membuka matanya, ia kaget melihat Rayhan yang sudah berdiri di sampingnya sembari memegangi tangan Dedi.

"Jangan ikut campur Bos." Sinis Dedi.

Rayhan tersenyum kecil. "Dia cewek saya Bos, mukul dia berarti berurusan dengan saya." Rayhan menghempaskan tangan Dedi ke udara.

"Eh..." Ekspresi wajah Asyifa yang tampak terkejut mendengar ucapan Rayhan.

"Ooo..." Ujar Dedi meremehkan, sembari merenggangkan otot-otot jarinya.

Rayhan merentangkan tangannya ke samping di depan Asyifa dan Clara, ia meminta Asyifa dan Clara berdiri agak jauh darinya. Rayhan memasang kuda-kuda bersiap untuk berkelahi dengan Dedi, yang di kenal paling di takuti oleh Santri.

Dedi merenggangkan kedua tangannya, menantang Rayhan untuk menyerangnya lebih dulu.

Rayhan maju satu langkah, lalu melakukan gerakan tendangan menyamping. Dengan sigap Dedi menangkisnya dengan lengan tangan kanannya, lalu melepaskan pukulan lurus kearah dada Rayhan, dengan sigap Rayhan mundur kesamping.

Tanpa ada jeda, Rayhan langsung meninju wajah Dedi dengan pukulan silang.

Buuuk...

Pukulan Rayhan telak mengenai wajah Dedi, hingga pemuda itu terhunyung ke samping. Ia menatap Rayhan marah, lalu melayangkan tendangan samping kearah kepala Rayhan, tapi dengan tenang Rayhan kembali berhasil menghindarinya.

Dedi yang tidak terima, membabi buta memukul Rayhan yang dengan muda menghindar dan menangkis setiap pukulan Dedi.

Satu tendangan menusuk kearah perut Dedi, membuat pemuda itu terjengkang.

Dengan bersusah paya Dedi kembali bangun, tetapi sepakan kaki Rayhan dari bawah langsung menyambut wajah Dedi hingga ia kembali terjengkang, tidak sampai di situ saja, dari atas Rayhan melepaskan hook kombinasi kiri dan kanan, menghantam wajah dan kepala Dedi.

Sebisa mungkin Dedi menahan pukulan Rayhan dengan kedua tangannya. Ia benar-benar di buat tidak berdaya oleh pukulan Rayhan.

Andai saja pemilik losmen dan beberapa pengunjung tidak melerai mereka berdua, bisa saja Dedi berakhir di rumah sakit. Beruntung mereka datang tepat waktu dan memisahkan mereka berdua.

Pemilik losmen yang sangat mengenal Dedi, langsung mengusir Rayhan dan kedua temannya.

Buuuk...

Rayhan menendang bagian paha Dedi, sebelum ia pergi sembari membawa Asyifa dan Clara bersamanya untuk meninggalkan losmen laknat tersebut.

"Anjing..." Geram Dedi sambil memukul lantai.

"Kamu gak apa-apa Akhi?" Tanya Clara, setibanya mereka di luar losmen.

Rayhan tersenyum kecil. "Aku gak apa-apa kok, oh ya panggil Ray aja, hehehe..." Ujar Rayhan, Clara tersenyum lega mendengarnya.

"Kita langsung pulang aja Ra." Ajak Asyifa.

Rayhan melihat kearah Asyifa. "Kamu gak apa-apa kan Fa?" Tanya Rayhan khawatir, ia menyesal karena terlambat menolong Asyifa, padahal ia sudah melihat mereka berdua menyusul Dedi, tapi bukannya langsung masuk ia malah mengintai mereka lebih dulu dari kejauhan.

"Seperti yang kamu lihat." Jawab Asyifa ketus. "Tuh angkotnya... yuk." Ajak Asyifa sembari menarik tangan Clara.

"Kamu gak mau terimakasih dulu sama Ray?"

Asyifa menggelengkan kepala. "Aku tidak minta di tolong sama dia." Ujar Asyifa tanpa melihat kearah Rayhan yang hanya tersenyum kecil menanggapi omelan Asyifa. Sesaat sebelum menaiki angkot, Asyifa kembali melihat kearah Rayhan. "Lain kali jangan ngaku-ngaku jadi pacar aku." Ujar Asyifa sembari menatap marah kepada Rayhan, tetapi di mata pemuda itu Asyifa terlihat menggemaskan.

Rayhan berdiri diam, memandangi mobil angkot yang baru saja di naiki Asyifa dan Clara. Tidak lama kemudian Rayhan menaiki angkot yang berbeda.

*****


Kartika

22:00

Kartika yang tengah terlelap merasakan semilirnya angin yang menerpa kaki jenjangnya, ketika selimut yang menutupi tubuhnya tersingkap dengan perlahan. Kartika yang mengira itu suaminya, hanya diam saja membiarkan jemari pria tersebut membelai betisnya, naik menyingkap dasternya.

Diam-diam Kartika mulai menikmati sentuhan lembut jemari yang tengah mengelus pahanya.

Tetapi sedetik kemudian Kartika tersadar kalau Suaminya baru tadi pagi pamit ke kota B untuk membantu KH Hasyim di pesantren Al-fatah B. Lantas siapa yang menyentuh dirinya saat ini.

Zaskia menoleh kebelakang, ia melihat sebuah senyuman menjijikan dari seorang pria tua, yang membuat Kartika kaget bukan kepalang.

"Astaghfirullah... Bapak! Ngapain Bapak ke kamar saya?" Panik Kartika saat menyadari Pak Hasan sudah berada di atas tempat tidurnya. Dengan sigap Pak Hasan menindih tubuh Kartika.

Pak Hasan menatap nanar kearah wajah cantik menantunya itu. "Hehehe... Pertanyaan bodoh apa itu? Tentu saja saya kemari karena ingin merasakan tubuh indah mu nduk." Ujar Pak Hasan, seraya menggerayangi payudara ranum Kartika.

Mendengar ucapan Pak Hasan membuat Kartika menjadi panik, ia berusaha mendorong tubuh mertuanya itu dan memukulinya sekuat tenaga, tetapi apa daya tenaganya yang hanya seorang wanita lemah seperti dirinya tidak bisa berbuat apa-apa.

Dengan ganasnya Pak Hasan menyosor bibir menantunya, melumatnya dengan kasar, membuat Kartika tersentak kaget karena selama ini ia selalu mendapatkan ciuman romantis dari Suaminya.

"Eeehmmppsss... Eeehmmppsss... Ehmmmppss..."

Kedua tangan Pak Hasan memegangi daster bagian atas yang di kenakan Kartika. Dengan satu hentakan Pak Hasan merobek daster Kartika.

Breeeett...

Mata tua Pak Hasan berbinar memandangi payudara Kartika yang berukuran 36F menyembul keluar tanpa penghalang apapun. Kartika mencoba meronta-ronta, melepaskan diri dari tatapan liar Pak Hasan yang seakan hendak memakannya bulat.-bulat.

"Istighfar Pak...!" Jerit Kartika.

Pak Hasan berdecak kagum melihat keindahan payudara Kartika yang berukuran jumbo dengan puting besar berukuran biji kacang. "Ckckckck... Indah sekali teteknya Istri anakku ini." Puji Pak Hasan, sembari menjilati bibirnya yang kering.

"Ya Allah Pak! Sadar Pak... Lepaskan saya, atau saya akan melaporkan Bapak ke polisi." Ancam Kartika panik, berharap Mertuanya takut dengan gertakannya.

"Hehehe... Silakan saja Nduk! Kalau kamu ingin membuat Suamimu menjadi gila dan mencoreng nama baik Bapakmu, Kiayi Shamir." Jawab Pak Hasan tenang, seakan tidak perduli dengan ancaman Kartika.

"Astaghfirullah Pak... Aku Istri anakmu, Kenapa Bapak begitu tega dengan anak Bapak sendiri." Histeris Kartika saat merasakan remasan di payudaranya.

"Bapak tidak berniat menyakiti Rifki, atau siapapun, Bapak hanya ingin ngentot denganmu Nduk! Kalau kamu diam maka semuanya akan baik-baik saja."

"Kecuali aku." Rutuk Kartika.

"Hahaha... Tentu saja tidak Nduk, Bapak akan membuat kamu merasakan surga yang sebenarnya! Bapak yakin kamu akan menikmatinya, hehehe..." Ejek Pak Hasan, membuat Kartika semakin muak dengan kelakuannya, ia tidak rela harus melayani pria tua bangka tidak tau diri seperti Pak Hasan.

Kedua tangan Pak Hasan menangkap kedua tangan Kartika, sementara bibirnya kembali melumat bibir Kartika yang notabenenya adalah menantunya sendiri, Istri dari anak kandungnya.

Dengan ganas ia melumat bibir Kartika, memaksakan lidahnya masuk ke dalam mulut Kartika.

Lama kelamaan Kartika mulai kewalahan, bahkan ia tidak bisa berbuat apa-apa ketika lidah Mertuanya yang tengah membelit lidahnya.

Melihat menantunya yang mulai tidak berdaya, membuat Pak Hasan semakin intens merangsang tubuh menantunya. Ia melepas satu tangan Kartika, dan dari bawah ia meraup payudara Kartika yang berukuran sangat besar, pijatan tangannya naik keatas menuju puncak payudara Kartika, wanita alim yang kesehariannya selalu mengenakan cadar.

Dengan lincahnya kedua jari Pak Hasan memilin puting Kartika, seakan sedang mencari pemancar radio. Sentuhan-sentuhan kasar Pak Hasan dengan perlahan membangkitkan birahi Kartika.

"Eehmmmppss... Ehmmmppss... Eeehmmppsss..."

Kartika menggelengkan kepalanya, mengumpulkan kembali kekuatannya. Dengan dorongan sekuat tenaga ia mendorong tubuh Mertuanya.

Kali ini ia berhasil menyingkirkan tubuh Mertuanya dari atas tubuhnya. Saat ia hendak melarikan dirinya, sialnya Pak Hasan berhasil menangkap satu kaki Kartika, dan menariknya kembali.

"Mau kemana kamu Nduk..." Goda Pak Hasan.

Kartika menatap sayu kearah Pak Hasan. "Lepaskan saya Pak... Sudaaah... Ya Tuhaaaan..." Jerit Kartika ketika merasakan bibir tebal Pak Hasan menciumi bibir kemaluannya di balik celana dalamnya, yang tidak lama kemudian di lucuti oleh Pak Hasan.

Dengan rakus Pak Hasan melumat bibir kemaluan Kartika, lidahnya menjorok keluar, menjilati liang vagina Kartika dengan penuh semangat. Alhasil Kartika semakin terbuai oleh setiap sentuhan Pak Hasan di liang cintanya yang kian membanjir.

Sesekali mata Kartika terpejam, sembari menggigit bibir bawahnya. Wanita alim itu makin tak tahan, tubuhnya seakan tesetrum.

Sruuupsss... Sluuuppsss... Sluuuppsss... Sruuupsss... Sluuuppsss... Sluuuppsss...

Sluuuppsss... Sluuuppsss... Sluuuppsss... Sluuuppsss... Sluuuppsss...

Rasa itu kian nikmat ketika ujung lidah Pak Hasan menggelitik clitorisnya, menyeruput nya, menyedot hingga membuat tubuh indahnya menggeliat nikmat tanpa di harapkan Kartika.

Kedua tangan Kartika yang berada di pundak Pak Hasan meremas kuat pundak Pak Hasan, menancapkan kukunya di sana.

"Bapaaaaak...." Jerit Kartika.

Tanpa bisa ia hindari, orgasme itu datang tiba-tiba menyembur deras keluar dari sela-sela bibir kemaluannya. Nafas Kartika terengah-engah, membuat payudaranya berayun naik turun mengikuti irama nafasnya yang tersengal-sengal.

"Ya Tuhan... Maafkan aku Mas." Bisik hati Kartika.

Sluuuppsss... Sluuuppsss... Sluuuppsss...

"Memek kamu enak sekali rasanya Nduk." Seloroh Pak Hasan dengan senyum menyeringai.

Kartika menggeleng-gelengkan kepalanya ketika Pak Hasan kembali menindih tubuhnya. Ia dapat merasakan gesekan rambut kemaluan Pak Hasan yang lebat di selangkangan.

"Jangan Pak! Saya mohon... Sadarlah Pak." Melas Kartika, ketika merasakan gesekan kasar kepala kontol pak Hasan di bibir kemaluannya.

"Akhirnya aku mendapatkanmu Nduk." Bisik Pak Hasan.

Jleeeeb...

Kontol Pak Hasan menusuk dalam lobang memek Kartika yang memang sudah sangat licin, hingga mempermuda kontol Pak Hasan merajai lobang memek alim Kartika.

"Aaahkk..." Wajah Kartika mendongak ke belakang, merasakan tusukan dahsyat dari mertuanya.

"Sempit, enak..." Racau Pak Hasan.

Pinggulnya dengan perlahan maju mundur, menyodok-nyodok memek Kartika. Sementara telapak tangan kanannya sibuk membelai dan meremas-remas payudara jumbo milik Kartika, menantunya solehanya yang kini telah berhasil ia nodai.

Kartika tidak bisa berbuat apa-apa, ia hanya menangis pilu di dalam dekapan pria tua, yang tak lain adalah Mertuanya sendiri, Ayah kandung dari Suaminya.

Tanpa kesulitan berarti kontol Pak Hasan menjelajahi relung cinta memek Kartika, wanita Soleha yang kini tengah di rudak paksa oleh mertuanya sendiri. Bagi Kartika ini bagaikan neraka, tapi bagi Pak Hasan ini adalah surga yang sebenarnya.

Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss...

Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss...

Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss...

Pinggul Pak Hasan berayun-ayun, maju mundur, maju mundur, menyodok dan menusuk lobang memek Kartika yang terasa kian membanjir, membuat Pak Hasan merasa bangga kepada dirinya sendiri karena berhasil membuat Kartika melolong nikmat.

Tubuh indah Kartika terhentak-hentak, payudaranya berayun mengikuti setiap hentakan kontol Pak Hasan yang di rasa semakin lama makin dalam.

Lima belas menit berlalu, Kartika makin tak kuasa membendung rasa nikmat dari kontol Pak Hasan. Dan sedetik kemudian, ia melolong panjang menandakan kalau dirinya mendapatkan orgasme.

"Oughk... Pak! Aaaahk..." Erang Kartika.

Pinggulnya terangkat, tubuhnya bergetar dan matanya membeliak menikmati orgasme yang baru saja ia dapatkan dari Mertuanya.

Menyadari kalau sang menantu sudah mencapai klimaksnya, Pak Hasan kian gencar menyodok-nyodok memek Kartika, hingga akhirnya Pak Hasan merasakan spermanya yang sudah berkumpul di ujung kepala kontolnya.

"Bapak keluar Nduk... Bapak mau keluar..." Jerit Pak Hasan.

Kartika yang panik berusaha mendorong dada Mertuanya. "Jangan di dalam Pak! Jangaaan... Aaarrrtt..." Erang panjang Kartika ketika merasakan hangatnya sperma Pak Hasan.

Croootss... Croootss... Croootss...

"Enak sekali Nduk." Erang Pak Hasan.

Ia mencabut perlahan kontolnya, dan tampak lelehan spermanya mengalir keluar.

Sementara Kartika hanya dapat menangisi nasibnya, ia tidak menyangkah kalau Pak Hasan yang notabenenya adalah mertuanya sendiri, orang tua dari Suaminya, bisa sangat tega menodainya.

Kartika menatap jijik kepada Pak Hasan yang terbaring puas. Ia segera berlalu meninggalkan Pak Hasan menuju kamar mandinya. Di dalam kamar mandi Kartika menumpahkan kekesalan nya dengan tangisan yang terdengar pilu.

*****


Zaskia

05:30

Zaskia baru saja selesai menunaikan ibadah subuh, selesai shalat ia bermaksud ingin membangunkan adiknya, dan ternyata Rayhan sudah tidak ada di kamarnya. Pikir Zaskia Rayhan sedang mengambil wudhu, untuk memastikannya iapun ke kamar mandi.

Entah dia lupa, atau memang sudah menjadi kebiasaannya dan Adiknya, yang suka membuka pintu kamar mandi tanpa mengetuk terlebih dahulu.

Tubuh Zaskia membuku, tangannya mendekap mulutnya dengan tatapan sayu memandangi kontol Rayhan yang tengah ereksi, sedetik kemudian, bagaikan melihat air mancur, Zaskia memandang takjub kontol Rayhan yang tengah mengucurkan air kencingnya.

Sejenak Zaskia lupa bernafas, tubuh indahnya bergetar, menatap kontol Rayhan yang selalu berhasil membuatnya menjadi linglung, melupakan statusnya sebagai seorang muslimah, sebagai seorang Istri soleha.

Pada saat bersamaan Rayhan melihat kearah Zaskia yang tengah terperangah menadangi kontol Rayhan. Pemuda itu tersenyum kecil.

"Ngapain di situ Kak?" Tegur Rayhan.

Zaskia tergagap, seperti seorang pencuri yang tengah ketangkap basah. "Anu... Itu Dek... Issttt..." Zaskia tergagap, mencari-cari alasan agar Rayhan tidak salah paham kepadanya.

"Dih gak jelas Kakak." Protes Rayhan.

"Ka... Kakak mau kencing! Buruan Dek." Usir Zaskia, akhirnya ia punya alasan yang tepat untuk mengusir Rayhan yang baru saja selesai buang air kecil.

Bukannya segera pergi Rayhan malah menanggalkan satu persatu pakaiannya hingga ia telanjang bulat di depan Zaskia yang masih mematung memandangi tubuh Rayhan yang terlihat seksi di matanya.

Walaupun tubuh Rayhan tidak terlalu kekar seperti binaragawan, tetapi tubuh adiknya juga tidak kurus maupun kegemukan. Di mata Zaskia bentuk tubuh Rayhan sangat ideal dengan tinggi badan Rayhan berukuran 175cm. Sebagai seorang wanita normal, ia sangat mengagumi bentuk tubuh Rayhan, terutama belalai yang menjuntai diantara selangkangan Rayhan yang di tumbuhi rambut yang tidak begitu lebat dan panjang.

Gleeekkk...

Zaskia menelan air liurnya yang terasa hambar, memandangi tubuh Adik iparnya.

"Kak... Katanya mau pipis? Itu toiletnya lagi kosong." Ujar Rayhan cuek sembari menyiram tubuhnya dengan air gayung berwarna merah.

Zaskia yang seperti terhipnotis oleh pemandangan yang ada di hadapannya dengan perlahan menurunkan mukena bagian bawahnya dengan perlahan, membiarkan selangkangan nya yang tertutup celana dalam berwarna biru muda dengan garis putih menjadi tontonan Rayhan yang sedang membasuh tubuhnya.

"Sadar Zaskia... Apa yang kamu lakukan?" Jerit hati Zaskia frustasi dengan dirinya sendiri.

Bukannya berhenti dan langsung keluar dari dalam kamar mandi. Zaskia malah melanjutkan aksi gilanya, kedua tangannya mengait, menyentuh bagian elastis karet celana dalamnya.

"Ya Allah... Ini tidak boleh." Rutuk hati Zaskia.

Perlahan ia menarik turun celana dalamnya, sedikit demi sedikit Rayhan dapat melihat pubik vagina Zaskia yang terlihat gemuk, putih bersih karena Zaskia sangat rajin mencukur rambut kemaluannya.

Pada umumnya seorang wanita akan membiarkan celananya dalam menyangkut diantara kedua lututnya ketika sedang buang air, tapi anehnya Zaskia malah benar-benar melepaskan seluruh bagian bawah pakaiannya, seakan ia sengaja mempertontonkan auratnya.

Dengan jantung yang berdebar-debar, Zaskia jongkok diatas kloset, menghadap kearah Rayhan yang sedang melihatnya. Zaskia menggigit bibirnya, memandangi kontol Rayhan yang terlihat makin membesar.

"Astaghfirullah... Sadar Zaskia, apa yang kamu lakukan sekarang?" Rutuk hati Zaskia yang kecewa terhadap dirinya sendiri.

Rayhan berusaha secuek mungkin walaupun kontolnya tidak bisa berbohong. Ia mengambil sabun cair dan mulai menggosok tubuhnya dengan perlahan, saat ia membersihkan kemaluannya, Rayhan dengan sengaja melakukan gerakan seperti orang yang sedang onani.

Ia melumuri kontolnya dengan busa sabun, sembari mengocoknya dengan perlahan di hadapan Zaskia yang tampak takjub.

"Adek... Sssttt..." Desah hati Zaskia.

Sembari mengocok kontolnya Rayhan memandangi memek tembem Zaskia yang tidak kunjung mengeluarkan air kencingnya.

Karena sebenarnya Zaskia sama sekali tidak memiliki hasrat untuk buang air kecil, ia hanya terjebak oleh ucapannya sendiri dan sekarang Zaskia kebingungan bagaimana caranya untuk mengakhiri ini semuanya. Ia merasa sangat bodoh saat ini.

"Ini yang kamu mau Zaskia? Lihat mata adikmu Zaskia, ia melihat kearah memek kamu. Apakah sekarang kamu senang? Sejak kapan kamu menyukainya Zaskia, bukankan kamu wanita Soleha?" Nasehat Zaskia terhadap dirinya sendiri.

Zaskia merasakan gatal yang luar biasa di memeknya, ingin sekali ia menggosok-gosok memeknya, melakukan masturbasi saat ini juga. Tetapi sedikit harga dirinya mengingatkannya untuk tidak lagi mempermalukan dirinya sendiri di hadapan Adiknya.

Selama lima belas menit lamanya Zaskia berjongkok diatas closet, dan selama itu juga ia memandangi Rayhan yang sedang mandi.

Rayhan yang sebenarnya juga merasa shock melihat Kakaknya yang berpura-pura kencing agar bisa melihatnya mandi telanjang tidak mampu berkata-kata. Ia mandi seperti biasanya, seakan-akan tidak ada Zaskia yang tengah memandanginya.

Bahkan selesai mandi Rayhan segera mengambil handuknya, mengeringkan tubuhnya dengan handuk tersebut di hadapan Zaskia yang masih betah jongkok di depannya.

"Aku duluan ya Kak!" Ujar Rayhan gugup.

Zaskia mengangguk lemas. "I-iya Dek..." Jawab Zaskia tidak kalah gugupnya.

Selepas kepergian Rayhan, Zaskia mengarahkan tangannya di kemaluannya. Dengan gerakan perlahan ia menggosok-gosok bibir kemaluannya dan clitorisnya yang terasa begitu nikmat.

Zaskia memejamkan matanya, menikmati jari manisnya yang ia celupkan ke dalam memeknya.

"Maafkan aku Mas..." Lirih Zaskia.

******


Kartika

Sementara itu di tempat berbeda Kartika tengah mematut dirinya di depan cermin. Ingatannya tentang kejadian semalam membuatnya sangat terpukul. Ia sangat menyesal karena lupa mengunci pintu kamarnya, membuat mertuanya yang berengsek itu bisa leluasa masuk ke dalam kamarnya dan memperkosanya.

Sekarang apa yang harus ia lakukan? Mengadukan Pak Hasan atas perbuatannya semalam? Rasanya tidak mungkin ia lakukan, walaupun Pak Hasan bisa saja mendapatkan hukuman setimpal atas perbuatannya, tetapi ia dan keluarganya juga pasti akan menderita.

Ia tidak bisa membayangkan perasaan Suaminya, andai Rifki tau kalau Bapak kandungnya telah menodai dirinya. Apakah kehangatan di dalam rumah tangganya akan tetap sama?

"Ya Allah, apa yang harus kulakukan?" Gumam hati Kartika, sembari mengusap air mata yang jatuh diatas kedua pipinya yang tertutup cadar.

Kartika menarik nafas perlahan, mencoba menenangkan dirinya. "Untuk sementara waktu lebih baik aku menghindari Pak Hasan, mungkin aku bisa tinggal di rumahnya Abi." Lirih Kartika.


Setelah dirinya merasa lebih baik, Kartika segera keluar dari kamarnya.

Saat melewati ruang depan, ia melihat Pak Hasan yang sedang merokok sembari menonton tv. Kartika benar-benar kaget saat melihat di layar tv miliknya yang tengah menayangkan video porno. Pak Hasan melihat Kartika sebentar lalu tersenyum tipis.

Kartika melengos kesal, ia merasa Pak Hasan semakin kurang ajar di rumahnya. Bisa-bisanya ia memutar video porno di rumahnya.

Ckleeek... Cleeek...

Terkunci? Bapak...

Wajah Kartika mendadak pucat pasih saat pintu rumahnya tidak bisa ia buka.

Tentu saja Kartika tau betul kalau Mertuanya yang telah mengunci pintu rumahnya. Entah apa maksud Pak Hasan mengunci pintu rumahnya, membuat kemarahannya terhadap Pak Hasan makin menjadi-jadi.

"Cari ini Nduk?" Pak Hasan menunjuk kumpulan kunci rumah yang ada di samping televisi berukuran 32inc.

Tanpa memperdulikan Pak Hasan, Kartika lewat di depan Pak Hasan yang tengah duduk di sofa sembari menonton video porno. Ia segera mengambil tumpukan kunci tersebut.

Tapi belum sempat ia beranjak pergi, tiba-tiba Pak Hasan menarik pinggulnya hingga ia terduduk di pangkuan Pak Hasan. Kartika yang panik berusaha melepaskan dirinya dari pelukan mertua yang bejat. Perbedaan kekuatan mereka, membuat Pak Hasan leluasa mengerjainya.

Kedua tangan Pak Hasan menangkup sepasang buah dada Kartika, sementara bibirnya mencium wajah Kartika yang tertutup cadar.

"Astaghfirullah... Lepaskan Pak! Ya Allah..." Jerit Kartika frustasi dengan kelakuan Mertuanya yang seperti binatang, seakan benar-benar tidak perduli dengan statusnya sebagai menantu, Istri dari anaknya.

"Wangi sekali kamu Nduk! Bikin Bapak ngaceng. Atau jangan-jangan kamu sengaja menggoda Bapak?" Ujar Pak Hasan menggoda.

"Lepaskan saya Pak!" Jerit Kartika.

Pak Hasan yang mulai kesal membanting Kartika ke samping, kemudian dengan beringas ia menampar wajah Kartika. "Plaaaak...." Mendadak Kartika terdiam, menatap Pak Hasan dengan tatapan tak percaya, kalau pria tersebut berani menamparnya.

"Bapak bisa saja berbuat kasar sama kamu Nduk, tetapi karena kamu Istri dari anak Bapak, makanya Bapak tidak ingin bertindak kasar."

"....." Kartika terdiam, ia menatap marah kepada Pak Hasan.

"Sekarang kamu tinggal pilih, mau Bapak perkosa dengan lembut atau... Dengan kasar. Karena hasilnya akan tetap sama saja." Ujar Pak Hasan, yang kemudian melepas sarungnya.

Kartika langsung melengos ketika melihat kontol Pak Hasan yang mengancung di hadapannya. Kartika merasa sangat malu.

Pak Hasan mencengkram rahang Kartika, sembari mengarahkan kontolnya di depan wajah Kartika.

"Hisap kontolku." Suruh Pak Hasan.

Kartika menggelengkan kepalanya, dengan keteguhan hatinya ia menolak mentah-mentah perintah mertuanya yang biadab itu.

"Sepertinya Bapak benar-benar harus mendidik kamu agar menjadi menantu yang menuruti perintah mertuanya." Ujar Pak Hasan dengan sorot mata tajam.

Plaaaak... Plaaaak... Plaaaak...

Berulang kali Pak Hasan menampar wajah Kartika, sementara Kartika yang tidak berdaya, hanya bisa menangis sembari memohon ampun kepada Mertuanya agar Pak Hasan tidak lagi memukulnya.

"Ampuuuun Pak! Hiks... Hiks... Hiks..." Isak tangis Kartika.

"Kulum kontol Bapak sekarang." Perintahnya lagi.

Kartika melirik kearah kontol mertuanya yang sudah mengancung maksimal. Sejujurnya Kartika belum pernah melakukannya, ia tidak tau bagaimana cara mengulum kontol seorang pria, karena bersama Suaminya ia tidak pernah melakukannya.

Sejenak Kartika melihat kearah televisi yang tengah menayangkan seorang wanita yang sedang mengocok kontol seorang pria, yang kemudian mencium dan menjilatinya, lalu di akhiri dengan memasukan benda besar itu ke dalam mulutnya.

Ya Allah... Apa aku harus melakukannya? Apa itu tidak menjijikkan?

Plaaaak...

Satu tamparan lagi mendarat di wajah Kartika, hingga membuat wajahnya mencium sofa rumahnya.

"Sudah Pak jangan pukul lagi, akan saya lakukan." Mohon Kartika, sembari memegangi wajahnya yang terasa perih dan panas.

"Lakukan sekarang."

Maafkan aku Mas... Aku sudah tidak tahan lagi di pukul oleh Bapakmu.

Telapak tangan Kartia menggenggam kontol Pak Hasan yang begitu gemuk, lebih gemuk di bandingkan dengan kontol Suaminya. Bahkan sanking gemuknya, Kartika tidak mampu menggenggam penuh kontol Pak Hasan.

Seperti yang ada di adegan film, Kartika menggerakan tangannya maju mundur dengan perlahan.

Dengan perlahan ia menyingkap cadarnya keatas seraya mendekatkan wajahnya ke kontol Pak Hasan yang di tumbuhi rambut kemaluan yang begitu lebat. Dari jarak yang begitu dekat Kartika dapat mencium aroma khas kemaluan laki-laki yang membuatnya mual.

Bibir merahnya mengecup kepala kontol Pak Hasan, lalu kebatang kemaluannya.

"Sssttt... Ya begitu..." Racau Pak Hasan.

Kartika menujulurkan lidahnya, lalu mulai menjilati kontol Pak Hasan, dari atas hingga ke bawah. Sementara tangannya masih sibuk bergerak naik turun mengocok kontol Mertuanya.

Betapa beruntungnya Pak Hasan, bisa merasakan nikmatnya servis seorang ahkwat bercadar seperti Kartika. Walaupun masih terasa kaku, tetapi Pak Hasan cukup menikmatinya. Dan rasanya kian nikmat ketika Kartika melahap kepala kontolnya.

Sebisa mungkin Kartika mengulum kontol Pak Hasan seperti yang di lakukan wanita yang ada di dalam layar televisinya.

"Oughk... Nikmat sekali Nduk! Aaahk..." Erang Pak Hasan keenakan.

Sluuuppsss... Sluuuppsss... Sluuuppsss... Sluuuppsss... Sluuuppsss...

Sluuuppsss... Sluuuppsss... Sluuuppsss... Sluuuppsss... Sluuuppsss...

Semakin lama Kartika makin terbiasa dengan keberadaan kontol Pak Hasan di dalam mulutnya, bahkan tanpa sadar ia semakin dalam menghisap kontol Pak Hasan, yang ia kombinasikan dengan pijitan lembut di kantung testis Pak Hasan.

Pak Hasan membelai, dan menjambak jilbab Kartika, ia yang sudah tidak tahan ikut menggoyangkan pantatnya maju mundur.

Kartika terhenyak ketika merasakan kepala kontol Pak Hasan menubruk-nubruk tenggorokannya, bahkan ia sampai tak bisa bernafas karena keberutalan Pak Hasan yang tengah menyetubuhi mulutnya. Matanya berlinang, dan wajahnya memerah.

"Eeehmmppsss... Eeehmmppsss... Ehmmmppss..." Kartika mencoba memukul paha Pak Hasan, ia sudah tidak sanggup lagi.

Tiba... Tiba...

Croootss... Croootss... Croootss...

Kartika tersentak kaget saat merasakan sperma Pak Hasan yang tiba-tiba menyembur ke dalam mulutnya. Rasa hangat dan lengket di lidahnya. Ia sedikit menelannya, rasanya tidak buruk, walaupun agak aneh tapi ini enak.

Tanpa sadar Kartika menelan sebagian besar sperma Mertuanya yang berada di dalam mulutnya.

"Peju Bapak enakkan?" Ledek Pak Hasan.

Kartika membisu, ia tersadar dari perbuatannya yang baru saja menelan sperma Pak Hasan. Dirinya juga bingung kenapa ia menelan lendir laknat tersebut.

Kemudian Pak Hasan membantu menantunya menanggalkan pakaiannya satu persatu. Kartika sadar sudah tidak ada gunanya ia melawan, di rumah ini mereka hanya berdua saja, dan tentunya Pak Hasan sangat leluasa melakukan apapun yang ia mau.

Di tambah lagi tamparan yang ia terima seakan menyadarkan Kartika.

"Pak..." Lirih Kartika.

Pak Hasan memposisikan Kartika berbaring dengan kedua kaki mengangkang menghadap kearahnya. "Kalau nurut ginikan enak Nduk." Ujar Pak Hasan, satu kakinya ia tekuk diatas sofa, sementara kaki lainnya tetap di bawah.

"Astaghfirullah Pak... Sadar Pak! Jangan lakukan ini Pak..." Pinta Kartika, hanya ini yang bisa di lakukan Kartika untuk menyadarkan mertuanya.

"Ckckck... Jangan sok alim kamu Nduk! Bapak tau kamu juga menginginkannya kan? Kamu sudah merasakan kontol Bapak, kamu pasti ketagihan kan? Hahaha..." Tawa Pak Hasan, membuat Kartika muak dengan kelakuan Mertuanya itu.

Kartika menggelengkan kepalanya. "Saya tidak mau Pak! Tolooong Pak sadarlah... Pak... Aughk..." Kepala Kartika mendongak keatas ketika merasakan kepala kontol Pak Hasan melesat masuk ke dalam relung memeknya yang terdalam.

"Enakkan Nduk? Jangan salahkan Bapak kalau nanti kamu kehilangan gairah terhadap anakku." Ledek Pak Hasan yang tau betul kalau menantunya itu aslinya menikmati kontolnya.

"Aaaahkkk... Bapak! Aaahkk... Jangan Pak." Jerit Kartika.

Dengan gerakan perlahan Pak Hasan menusuk-nusuk memek Kartika. "Memek kamu makin basah Nduk! Enak sekali ya Nduk?" Ejek Pak Hasan yang semakin yakin kalau menantunya sudah sangat terangsang.

"Aduuuuh... Tidak Pak! Aaahkk..." Erang Kartika.

Tangan kanan Pak Hasan terjulur ke depan, ia meremas-remas payudara Kartika, memilin putingnya dengan gemas.

Pinggul Pak Hasan bergerak semakin lama semakin cepat, menyodok-nyodok liang surgawi milik Kartika, wanita bercadar, Istri dari anaknya yang alim. Pak Hasan terlihat sangat menikmati jepitan dinding vagina Kartika yang terasa hangat.

Sembari memandangi wajah cantik Kartika yang tertutup cadar, ia melesatkan kontolnya bagaikan roket. Menusuk-nusuk tajam memek Kartika.

Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss...

Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss...

Pak Hasan menyingkap cadar Kartika, lalu menyambar bibir merah Kartika, ia melumatnya dengan rakus, menjulurkan lidahnya ke dalam mulut Kartika, hingga menumpahkan liurnya ke dalam mulut Kartika yang terpaksa di telan oleh menantunya itu.

Tanpa sadar Kartika malah memeluk leher mertuanya, gesekan antara kulit kasar kontol Pak Hasan dengan dinding rahimnya membuat wanita bercadar itu melayang ke nirwana. Bahkan Kartika sendiri tidak mengerti kenapa ini nikmat sekali, bahkan lebih nikmat dari semalam.

"Fuaaahk..." Pak Hasan melepas lumatannya dan berpindah kearah payudara Kartika.

Kartika yang sedari tadi menahan nafas, akhirnya bisa kembali menghirup oksigen, mengisi paru-parunya yang terasa kosong, berbanding kebalik dengan memeknya yang terasa penuh di jejali oleh kontol Pak Hasan yang tidak hanya panjang tapi juga gemuk.

Sembari memainkan payudara Kartika, Pak Hasan semakin mempercepat penetrasinya di dalam memek Kartika yang terasa semakin becek dan licin, membuatnya kian bersemangat menyetubuhi menantunya itu.

"Aaahkk... Aaahkk... Aaahkk..." Erang Kartika.

Wanita bercadar itu sampai menggigit bibirnya ketika Pak Hasan menghisap putingnya.

Aku tidak boleh menikmatinya... Tidaaak... Aku mohon... Jangan sekarang...

Tubuh Kartika menggeliat seperti cacing kepanasan. "Uughkk... Aaahkk... Aaahkk..." Lenguhan Kartika semakin lama semakin keras.

Memek Kartika terasa berkedut-kedut dan semakin lama semakin kencang, hingga akhirnya...

"Bapaaaaak...." Kartika pun melengking tinggi dan melepas. Tubuh wanita bercadar itu melengkung ke belakang saat memeknya meledak, menyemburkan cairan cinta lengket yang langsung merendam kontol besar Bapak Mertuanya hingga kepangkalnya, beberapa bahkan merembes, menetes diatas sofa sanking banyaknya.

"Enak Nduk?" Tanya Pak Hasan sambil terus menggerakkan pinggulnya, membuat penisnya yang besar terus bergesekan dengan dinding rahim Kartika yang sekarang sudah begitu basahnya.

β€œEhh, hahh.. hahh.. hahh..” Cuma itu jawaban yang keluar dari bibir mungil Kartika. Wanita alim itu bernafas pendek-pendek untuk menikmati sisa-sisa orgasme yang masih melanda tubuh sintalnya. Matanya sedikit terpejam dengan tubuh masih setengah gemetar.

Dia pasrah saja ketika Pak Hasan menarik tubuhnya dan menyuruhnya untuk menungging disofa. Kedua tangan Pak Hasan mencengkram pantat montok Kartika, dari belakang ia kembali menjejalkan kontol besarnya hingga mentok ke dalam rahimnya.

"Aaahk... Pelan-pelan Pak!" Desah Karika ngilu, tapi enak.

Tangan Pak Hasan menjulur kebawah, menjamah payudara Kartika. "Enak sekali memek kamu Nduk, rasanya hangat..." Erang Pak sembari menggoyangkan pinggulnya maju mundur, maju mundur.

"Aaahk... Aaahk... Aaahkk..." Lenguh Kartika.

Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss...

Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss...

Wajah Pak Hasan menegang keenakan, merasakan jepitan dinding memek Kartika yang membungkus kontolnya. Rasanya sangat nikmat, jauh lebih nikmat di bandingkan memek pelacur yang biasa ia sewa untuk memuaskan hasrat birahinya.

Kedutan-kedutan memek Kartika semakin lama semakin kencang, Pak Hasan mulai tidak tahan, ia merasa kontolnya seperti di pijit-pijit di dalam sana, membuat Pak Hasan yang keenakan semakin enak, hingga akhirnya ia mengeram panjang.

"Aarrghkk..." Dengan tusukan dalam, spermanya yang dari tadi rasanya sudah berada di ujung akhirnya terlepas, meledak dan menyembur menyiram memek Kartika yang hangat, membuat benda itu menjadi semakin penuh dan lengket sekarang.

β€œEhmmm,” Kartika merintih saat perlahan Pak Hasan, mertuanya menarik penisnya dan memberikannya untuk dikulum.

β€œBersihkan ya, Nduk.” Pria tua itu meminta.

Sedikit mendesah, Kartika meraih kontol Pak Hasan yang basah dan lengket. Dengan mata masih setengah terpejam, wanita cantik itu segera menelannya, membersihkan kontol Pak Hasan dari sisa-sisa pertempuran mereka.

Dan ternyata kejutan dari Pak Hasan belum berakhir, tiba-tiba....

Seeeeeeeeeeeeeeeerrrr...

Mata Kartika membeliak ketika merasakan air kencing Pak Hasan yang menyembur keluar masuk ke dalam kerongkongannya.

Sebagian besar air kencing Pak Hasan ia telan, dan sebagian lagi tumpah membasahi tubuh indahnya, menyiram sepasang buah dadanya yang membusung, hingga mengenai memeknya.

"Oughk... Bapak puas sekali Nduk! Kita lanjut lain kali ya! Sekarang kamu baru boleh pergi mengajar." Ujar Pak Hasan seraya memungut kainnya. "Oh ya... Kamu tidak perlu mandi, kan tadi sudah mandi dengan air kencing Bapak, itu sudah lebih dari cukup." Lanjut Pak Hasan.

Kartika terbengong memandangi Mertuanya yang baru saja selesai memakai sarungnya, lalu pergi meninggalkan dirinya begitu saja.

Sembari memungut pakaiannya, dan mengenakannya kembali, Kartika menangis pilu. Ia merasa benar-benar di lecehkan dan di rendahkan harkat martabatnya sebagai seorang wanita muslimah. Dan parahnya lagi, yang melakukan itu semua adalah Mertuanya sendiri.

Maafkan aku Mas... Maafkan Istrimu yang tidak bisa menjaga kehormatan janji suci kita.

Dengan air mata berurai Kartika pergi meninggalkan rumah tanpa membilas tubuhnya terlebih dahulu yang sebelumnya telah di nodai oleh Pak Hasan.

******


Mbak Inem

Pagi ini cuaca begitu cerah, secerah hati Rayhan pagi ini. Sebelum ia berangkat ke sekolah, ia sempat bertemu dengan Mbak Inem di belakang rumah mereka, dan Mbak Inem memberitahu Rayhan kalau pagi ini ia sendirian di rumah, dan Rayhan mengartikannya sebagai undangan dari Mbak Inem.

Setelah mengenakan sepatunya, Rayhan melirik ke kiri dan kanan, memastikan kalau tidak ada orang yang melihatnya kalau nanti ia masuk ke rumah Mbak Inem.

Setelah yakin jalanan sepi, Rayhan langsung masuk ke dalam rumah Mbak Inem yang pintu rumahnya memang di biarkan terbuka agar Rayhan tidak perlu lagi memanggilnya.

"Mbak..." Panggil Rayhan.

Tiba-tiba dari dalam kamar Mbak Inem keluar seraya tersenyum manis. "Lama banget kamu Ray." Rutuk Mbak Inem, sembari berjalan mendekati Rayhan.

Dari sudut matanya, tampak mata Mbak Inem memancarkan birahi yang seakan sudah tidak terbendung lagi, apa lagi setelah melihat sosok Rayhan yang terlihat menggoda dengan seragam sekolahnya.

Mereka berpelukan sangat erat sembari bertukar air liur. Tangan kiri Rayhan mendekap kepala Mbak Inem, agar leluasa mengemut bibir merah tetangganya itu, sementara tangan kanannya membelai dan meremas bongkahan pantat Mbak Inem yang semok itu.

Wanita berusia 37 tahun itu hanya pasrah mengikuti permainan muridnya. Sesekali ia membalas, dengan mengait lidah Rayhan yang tengah menjamah langit-langit mulutnya.

Dengan satu tarikan cepat Rayhan menggendong tubuh sintal Mbak Inem. Reflek wanita paruh baya itu melingkarkan kedua tangannya di leher Rayhan. Sejenak mereka saling pandang, membuat hati Mbak Inem bergetar.

Rayhan segera membawa Mbak Inem ke dalam kamarnya. Ia membaringkannya dengan perlahan.

"Mbak cantik sekali!" Goda Rayhan. Ia ikut berbaring di samping Mbak Inem dengan posisi miring menghadap kearah tetangganya itu.

Inem tersipu malu. "Gombal!" Ujarnya sambil mencubit hidung Rayhan.

Rayhan membelai kepala Mbak Inem yang tertutup hijab syiria berwarna putih dengan motif bunga anggrek. "Suer, Mbak memang sangat cantik." Tegas Rayhan, dia mengecup kening Mbak Inem dengan mesrah.

Wanita berparas cantik itu hanya diam seraya tersenyum senang. Hatinya di buat berbunga-bunga oleh pujian dan sentuhan Rayhan kepada dirinya.

Ciuman Rayhan turun kebawah menuju sepasang kelopak mata indah Mbak Inem, terus hidung, kedua pipinya, lalu kemudian kembali melumat bibir merah tetangganya itu selama beberapa detik. Sembari menikmati bibir Mbak Inem, Rayhan membelai lembut payudaranya.

"Eenghkk..." Desah Mbak Inem.

Dia membiarkan pemuda tanggung itu menanggalkan kancing gamisnya. Dia dapat merasakan telapak tangan Rayhan yang hangat menyusup masuk ke dalam bra yang di kenakannya.

Matanya terpejam ketika jemari Rayhan mulai meremasi payudaranya yang ranum. Dan rasa itu kian nikmat tatkalah Rayhan memencet putingnya, memilin dan memelintir putingnya yang telah menegang.

"Ray! Aaahk... Aahkk..." Erang Mbak Inem.

Kedua tangan Rayhan melepas gamis yang di kenakan Mbak Inem, hingga yang tersisa hanya jilbab putih dengan motif bunga anggrek dan pakaian dalamnya yang berwarna cream.

Rayhan menyingkap keatas beha Inem, dia kembali menjamah payudaranya.

"Oughkk... Ray! Enak sekali!" Erang Mbak Inem.

Dia menunduk dan mulai mencucupi payudara Mbak Inem, dia menghisap putingnya secara bergantian, membuat wanita cantik itu menggelinjang nikmat, dan tampak celana dalamnya semakin basah, membentuk peta dunia.

Tangan Rayhan turun ke bawah, ia membelai vagina Mbak Inem dari luar celana dalam.

"Basah!" Bisik Rayhan.

Mbak Inem mentoel hidung Rayhan. "Gara-gara kamu." Omel Mbak Inem. "Kamu harus bertanggung jawab sayang." Lanjutnya lagi.

Rayhan mengangkat satu alisnya. "Apa yang harus hamba lakukan wahai bidadari surga." Ujar Rayhan sok puitis, tapi cukup ampuh untuk membuat wanita cantik yang ada di hadapannya saat ini tersipu malu

"Puaskan Mbak sayang" Lirih Mbak Inem.

Rayhan melanjutkan aksinya dengan menelanjangi tetangganya itu. Ia melepas beha yang di kenakan Mbak Inem, lalu kedua tangannya beralih ke sisi kiri dan kanan celana dalamnya. Dengan perlahan ia menarik celana dalam yang di kenakan Mbak Inem.

Rayhan mengambil posisi bersujud, dia mengangkangi kedua kaki Mbak Inem.

"Ini sungguh indah!" Gumam Rayhan.

"Jilat sayang."

Rayhan tersenyum tipis. Lalu dia membenamkan wajahnya diantara kedua kaki tetangganya itu. Lidahnya terjulur menyapu permukaan vagina Mbak Inem, menyentil clitorisnya dengan gemas. Sementara tangan kanannya membelai pubik vaginanya yang di tumbuhi rambut yang cukup lebat.

Kali ini permainan Rayhan terasa lebih nikmat dari sebelumnya. Setidaknya itulah yang di rasakan Mbak Inem saat ini.

Lendir kewanitaannya keluar semakin banyak, dan Rayhan tanpa merasa jijik menyeruput lendir kewanitaan milik tetangganya itu, membuat Mbak Inem menggelinjang kegelian.

Sluuuppss.... Sluuuppss... Sluuuppss....

Rayhan kembali menghisap clitoris Mbak Inem, sementara kedua jarinya menusuk lobang vaginanya. Dia menggerakkan tangan kanannya, menusuk vagina tetangganya itu. Sesekali jari tengah berputar, mengorek dan menusuknya kembali dengan gerakan yang berubah-rubah.

Alhasil tubuh Mbak Inem menggelinjang tak beraturan, sementara di bawah sana terasa semakin basah.

"Ray! Mbak KELUAAAR..." Teriak Mbak Inem.

Punggungnya terangkat cukup tinggi, dan tampak semburan cairan cintanya keluar cukup deras. Dengan mata terpejam, Mbak Inem menikmati orgasmenya.

Rayhan segera menanggalkan seragam sekolahnya, hingga ia telanjang bulat. Kedua kaki Mbak Inem ia letakan diatas pundaknya, sementara batang kemaluannya, ia arahkan tepat di depan bibir kemaluan Mbak Inem yang telah basah.

"Masukan sekarang sayang!!" Pinta Mbak Inem.

Rayhan tersenyum tipis, dia membekap kepala tetangganya itu dan bibirnya kembali melumat bibir merah Mbak Inem. Perlahan kepala penis Rayhan membelai bibir vagina Mbak Inem. "Bleeess..." Dengan satu dorongan, penis Rayhan bersemayam di dalam vagina Mbak Inem.

"Eehmmppss..." Erang Mbak Inem.

Dengan gerakan perlahan Rayhan menggoyangkan pinggulnya maju mundur menusuk lobang memek tetangganya, Istri Mas Pur.

Rayhan melepas ciumannya, tanpa menghentikan genjotannya. Dia menatap dalam wajah cantik Mbak Inem yang merah padam, sementara telapak tangannya meremas payudaranya.

Ploookkksss.... Ploookkksss.... Ploookkksss.... Plooookss... Plooookss...

Ploookkksss.... Ploookkksss.... Ploookkksss.... Plooookss... Plooookss...

"Aahkk... Aahkk... Aaahk..." Erang Mbak Inem.

Rayhan meningkatkan ritme permainannya, sementara jarinya sibuk menstimulasi puting Mbak Inem.

Tubuh Rayhan mulai bersimbah keringat, otot-otot pinggulnya mengeras, dengan wajah menadah keatas ia menikmati setiap gesekan batang kemaluannya dengan dinding vagina Mbak Inem yang seakan balik menghisap penisnya. Rasa nikmat itu sulit untuk di gambarkan dengan sebuah kalimat.

Hal yang sama juga di rasakan Mbak Inem, wanita paruh baya yang masih mengenakan hijab itu sangat menikmati hentakan batang kemaluan Rayhan di dalam liang surgawinya.

Mbak Inem merasa Rayhan sangat pintar menjaga ritme permainan, tidak menoton dan terlalu terburu-buru seperti beberapa hari yang lalu.

"Ray! Aaahk... Mbak keluar sayang!" Jeritnya.

Tubuh sintal bermandikan keringat itu menggeletar menyambut badai orgasme. Rayhan mendiamkan sejenak batang kemaluannya di dalam rahim Mbak Inem, hingga orgasme tetangganya itu mulai mereda, barulah Rayhan mencabut penisnya.

Pemuda itu berbaring di samping Mbak Inem lengan kekarnya mengangkat satu kaki kanan Mbak Inem hingga menggantung, sementara satu kakinya tetap terjulur.

"Aku masukan ya Mbak" Bisik Rayhan di dekat telinga Mbak Inem yang tertutup hijab yang mulai berantakan.

Mbak Inem mengangguk lemah, dia meraih batang kemaluan Rayhan dan mengarahkannya ke lobang vaginanya yang telah menganga, sehingga memudahkan penis Rayhan untuk kembali menjamah dinding vaginanya. "Oughkk..." Lenguh Mbak Inem ketika penis Rayhan kembali memasuki liang senggamanya.

Dengan gerakan menghentak tapi teratur Rayhan menyetubuhi Mbak Inem. Dia mencium dan menjilati pundak telanjangnya.

Sementara kedua tangannya kembali menjamah payudara tetangganya itu yang terasa kenyal di telapak tangannya. Ia menjepit puting Mbak Inem, membuat wanita berhijab itu makin menggelinjang nikmat.

"Enak ya Mbak?" Tanya Rayhan di sela-sela menyetubuhi tetangganya.

"Iya Ray! Aahkk... Enak sekali, kontol kamu sangat besar, Mbak suka." Jawabnya terengah-engah.

Tangan kanan Rayhan turun kebawah, ia menyibak libiya majora Mbak Inem, dengan jari telunjuknya ia menggesek clitorisnya.

Sementara pinggulnya semakin kuat menghujami vagina Mbak Inem dengan kontolnya.

"Ray! Mbak keluaaar lagiiii!" Tubuhnya melejang-lejang walaupun tidak sedahsyat sebelumnya. Rayhan yang belum puas meminta Mbak Inem untuk menungging, dan dengan patuhnya Mbak Inem menuruti keinginan muridnya.

Dari belakang Rayhan kembali melakukan penetrasi di dalam vagina Mbak Inem yang terasa semakin licin.

"Kamu belum keluar juga Ray?" Tanya Mbak Inem kewalahan.

Rayhan menggelengkan kepalanya. "Belum Mbak!" Ujar Rayhan, sembari meremas kedua bongkahan pantat Inem yang dulu sering ia pelototi, tapi siapa yang menduga, sekarang ia dengan bebas menyentuhnya.

Bagi Mbak Inem penis Rayhan memang sangat nikmat, tapi kalau pemuda itu terus-menerus menyetubuhinya ia juga merasa tidak akan sanggup, bagaimanapun juga usia tidak bisa bohong walaupun birahinya masih menginginkan Rayhan mengaduk vaginanya lebih lama lagi.

Sepintas Mbak Inem memiliki sebuah ide berlian, agar Rayhan cepat menuntaskan hasrat birahinya. Walaupun ia belum pernah melakukannya, tapi tidak ada salahnya kalau ia mencobanya.

Dia melihat kearah Rayhan yang masih bersemangat menggenjot vaginanya, padahal tubuhnya sudah tidak sanggup lagi kalau harus kembali orgasme.

"Ray, istirahat sebentar." Pinta Mbak Inem.

Rayhan menghentikan genjotannya. "Kenapa Mbak? saya belum keluar." Protes Rayhan.

"Sebentar saja sayang." Ulang Ustadza Dewi.

Dengan sangat terpaksa Rayhan mencabut batang kemaluannya dari lobang vaginanya. Saat penis Rayhan terlepas, Mbak Inem merasa vaginanya begitu plong tidak seperti sebelumnya yang terasa begitu penuh saat penis Rayhan berada di dalam vaginanya.

Mbak Inem turun dari atas tempat tidurnya, lalu dia mengambil sebuah lotion yang berada diatas meja riasnya. Kemudian ia kembali menghampiri Rayhan yang tengah duduk di tepian tempat tidurnya sembari mengocok kemaluannya.

Mata Mbak Inem membeliak ngeri melihat kemaluan Rayhan yang berukuran sangat besar.

"Kamu mau gak anal sex?" Tanya Mbak Inem.

Rayhan menganggukan kepalanya. "Mau Mbak, apa Mbak mau mencobanya?" Tebak Rayhan penuh tanda tanya kepada tetangganya.

"Kalau kamu mau!" Ujar Mbak Inem malu.

Rayhan tersenyum tipis. "Tentu saja aku mau Mbak! Pasti sangat menyenangkan bisa menjebol perawan pantat Istrinya Mas Pur." Kelakar Rayhan.

"Dasar kamu." Mbak Inem kembali naik keatas tempat tidur dengan posisi menungging. "Pake lotion itu, biar lebih muda." Suruh Mbak Inem sembari membuka pipi pantatnya selebar mungkin.

Rayhan meneguk air liurnya yang terasa hambar melihat anus Mbak Inem yang kemerah-merahan, merucut seperti bunga mawar yang hendak mekar.

Segera Rayhan menuangkan isi body lotion ke lobang anus Mbak Inem. Dengan jarinya ia meratakan lotion tersebut. Setelah cukup rata Rayhan segera mengambil posisi yang pas untuk merobek anus Mbak Inem. Mula-mula ia menggesek batang kemaluannya di lobang anus Mbak Inem.

"Aku masukan sekarang ya Mbak." Izin Rayhan.

Mbak Inem menganggukan kepalanya. "Pelan-pelan Ray! Anus Mbak masih perawan." Ujar Mbak Inem mengingatkan Rayhan.

"Tahan sedikit." Bisik Rayhan.

Dia mendorong penisnya untuk membuka lobang anus Mbak Inem, tapi percobaan pertamanya ia mengalami kegagalan, karena kepala penisnya meleset berulang kali setiap kali ia ingin mencobanya. Tidak kehabisan akal, Rayhan meludahi penisnya agar menjadi lebih licin.

Tangan kanan Rayhan memegangi batang kemaluannya, sembari mendorong pinggulnya. Kini usahanya mulai membuahkan hasil, karena kepala penisnya berhasil membuka lobang anus tetangganya itu.

Dan pada saat bersamaan wajah Mbak Inem meringis menahan rasa sakit di lobang anusnya.

"Eenghkk... Ray! Teruuuus." Perintah Mbak Inem.

Rayhan membelai pantat Mbak Inem, dia kembali menekan kemaluannya hingga kepala penisnya benar-benar masuk ke dalam lobang anus Mbak Inem. "Oughkk... Sempit sekali Mbak! Ini enak." Desah Rayhan, ia tidak menyangka kalau akan senikmat ini.

"Aduh Ray! Kontol kamu besar sekali... Aahkk..."

Plaaakk...

Rayhan menampar pantat Mbak Inem. "Tapi enakkan Mbak, hehehe... Aahkk... Tuhan." Lenguh Rayhan ketika batang kemaluannya juga ikut masuk ke dalam lobang anus Mbak Inem hingga mentok.

"Yeaaaaa..." Jerit kecil Mbak Inem.

Pinggulnya tersentak-sentak ketika Rayhan menarik penisnya hingga kepala penisnya berada di bibir anusnya. Lalu dengan dorongan pelan Rayhan kembali membenamkan penisnya ke dalam anus Mbak Inem. Secara konsisten Rayhan melakukan gerakan tersebut dengan perlahan.

Mbak Inem setengah mati menahan pedih di lobang anusnya, tetspi ia tidak meminta Rayhan untuk berhenti, karena ia percaya rasa sakit itu tidak akan lama.

Dan benar saja, seiring dengan waktu Mbak Inem mulai menikmati penetrasi penis Rayhan di dalam lobang anusnya, seiring dengan anusnya yang mulai bisa beradaptasi dengan ukuran penis Rayhan yang sangat besar itu.

"Aahkk... Aahkk... Terus sayang! Oughkk... Sodok anus Mbak Ray. Aaahk..." Jerit Mbak Inem.

Ploookkksss.... Ploookkksss.... Ploookkksss.... Plooookss... Plooookss...

Ploookkksss.... Ploookkksss.... Ploookkksss.... Plooookss... Plooookss...

Rayhan semakin cepat menyodok lobang Anus Mbak Inem, jepitan anus Mbak Inem di batang kemaluamnya membuat Rayhan merasa sudah hampir berada di puncaknya.

"Mbak saya mau keluar." Ujar Rayhan, ia meremas kuat bongkahan pantat Mbak Inem.

Tidak mau kalah dari murid didiknya, Mbak Inem ikut menggerakkan pantatnya, sementara jarinya menggosok clitorisnya dari bawah. "Bareng sayang... Mbak Inem juga mau KELUAAAR." Jerit Mbak Inem.

Beberapa detik kemudian, dengan cara bersamaan mereka berdua menumpahkan hasrat birahi mereka.

Rayhan membenamkan penisnya semakin dalam di lobang anus Mbak Inem. Giginya menggeratak sembari memuntahkan spermanya ke dalam lobang anus Mbak Inem. "Croooottss... Croooottss... Croooottss..." Pinggul Rayhan tersentak-sentak memuntahkan spermanya.

Seeeeeeeeeeeerrrrrrrr....

Kali ini Mbak Inem tidak hanya orgasme, tapi ia juga sampai terkencing-kencing. Hingga air urinnya menggenang diatas tempat tidurnya.

Perlahan penis Rayhan mulai mengecil dan terlepas dari lobang anus Mbak Inem. Saat penis itu terlepas, tampak lelehan sperma Rayhan yang tak tertampung keluar meleleh mengaliri paha Mbak Inem yang gemetar.

"Nikmat sekali Mbak" Lirih Rayhan.

Ia rebahan di samping Mbak Inem yang langsung memeluk tubuh kekarnya. "Kamu puas sayang, dengan lobang anus Mbak?" Goda Mbak Inem yang kembali merasakan linu di lobang anusnya.

"Iya sangat puas." Jawab Rayhan pelan sembari mencium kening Mbak Inem. "Terimakasih ya Mbak, sudah mau menjadi guru sex aku." Sambung Rayhan.

"Gak gratis Lo?" Goda Mbak Inem.

"Aku harus bayar berapa Mbak?"

Mbak Inem tersenyum sembari mengurut kontol Rayhan. "Bayar dengan kontol kamu." Jawab Mbak Inem, lalu mengecup lembut bibir Rayhan.

Rayhan merangkul tubuh Mbak Inem, sembari mengecup keningnya.

Ustadza Dewi memejamkan matanya, dan perlahan rasa kantuk mulai menguasai dirinya dan iapun tertidur lelap di dalam pelukan muridnya

*****
 
Nanti om, belum saatnya pelan-pelan aja, hehehe...

Wah masih ada typo ya om, sulit sekali kayaknya menghindari typo🀣🀣

Terimakasih OmπŸ€—πŸ€—

Siap om

Masih lama Om, ada di chapter 15, mohon bersabar menunggu ya Om 😁😁😁
Hu.. kapan Rayhan jadi king of the king di pesantren itu? Hahahaha
Gak sabar ane dia menikmati semua emakΒ² liar disana :semangat::semangat::semangat::semangat::semangat::p:p:p
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd