Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Pesantren Series (Remake)

Status
Please reply by conversation.
Bimabet
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
04:45


Sang mentari menyapa bumi dengan kehangatan sinarnya. Kicau-kicauan burung tak mau kalah menyambut datangnya hari baru. Terdengar suara adzan dari menara masjid Al-fatah yang memecah keheningan subuh. Semua makhluk menatap indah hari yang penuh makna.

Di dalam sebuah kamar berukuran 3X3 tampak seorang pemuda yang baru terbangun dari lelapnya. Ia merenggangkan kedua tangannya, melenturkan otot-ototnya yang terasa kaku.

Dengan langkah gontai ia meninggalkan singgasananya demi melaksanakan kewajibannya sebagai seorang muslim.

Ia berjalan perlahan dengan mata yang sedikit terpejam, melewati kamar Ibunya yang pintunya sedikit terbuka. Sekilas Azril melihat Laras yang sedang berdiri di depan lemari pakain hanya mengenakan handuk berwarna putih membungkus tubuhnya.

Langkah Azril terhenti, matanya yang tadi sayu mendadak membeliak, ia mengucek matanya, memastikan apa yang ia lihat. Tampak Laras tengah mengeringkan rambutnya dengan hairdryer, membuat kedua ketiaknya yang putih mulus itu terbuka.

Perlahan Azril mendekati pintu kamar Ibunya, menyembunyikan tubuhnya agar bisa mengintip aktivitas Ibunya di dalam kamarnya.

Tumben Umi mandi sepagi ini? Gumam Azril.

Laras yang tidak menyadari adanya seseorang yang tengah mengintipnya, dengan santainya ia membuka lipatan handuknya, dan membiarkan handuknya jatuh kelantai. Dari belakang Azril dapat melihat punggung mulus Laras yang tampak sedikit basah, dan bulatan pantat Laras yang sempurna.

Pemandangan tersebut membuat Azril konak penisnya berdiri tegang.

Azril, itu Ibumu...

Azril menggelengkan kepalanya, ia sadar apa yang ia lakukan saat ini adalah sebuah kesalahan, ia tidak boleh mengintip Ibunya sendiri, bagaimana kalau ia sampai ketahuan.

Ini kesempatan langkah Azril, kapan lagi kamu melihat tubuh indah Ibumu... Kamu tidak akan ketahuan, percayalah...

Hati Azril menjadi bimbang antara tetap mengintip Ibunya berganti pakaian, atau segera melaksanakan kewajibannya sebagai seorang muslim. Di saat ia sedang bimbang, tiba-tiba Ibunya berbalik menghadapnya, membuat jantung Azril rasanya mau copot.

Beruntung dari posisi Ibunya tidak bisa melihat dirinya yang sedang mengintip, berbanding kebalik dengan Azril yang sangat leluasa melihat kearah Ibunya.

Gleeek...
Azril menelan air liurnya yang terasa hambar, sembari memandangi buah dada Laras yang ukurannya sangat berutal, membuat Azril kembali teringat ketika Daniel memijit payudara Ibunya. Entah kapan ia bisa merasakannya.

Tanpa sadar Azril meremas kemaluannya sendiri, sembari memandangi memek Ibunya yang tembem dipenuhi rambut kemaluan.

Laras berjalan kearah tempat tidurnya, mengambil pengikat rambut. Ketika Laras mengikat rambutnya yang terurai, payudara Laras kian terlihat membusung, membuat dada Azril terasa sesak.

Kemudian Laras kembali menuju lemari pakaiannya, ia mengambil satu set pakaian dalam berwarna abu-abu, dengan motif bunga semi transparan, berbahan straight. Saat Laras mengenakan behanya tampak kekecilan untuk menampung payudaranya yang berukuran besar.

Azril menahan nafasnya ketika Laras membungkuk saat hendak memakai celana dalamnya.

Matanya terfokus kearah cela bibir kemaluan Laras berwarna kecoklatan merah tua. Azril yang tak tahan semakin keras meremas kemaluannya, hingga akhirnya tanpa bisa ia tahan lagi, spermanya meledak, meninggalkan noda di celana piyamanya.

"Aaahkk..." Desah Azril seraya memejamkan matanya.

Tanpa di sadari Azril, seseorang pemuda yang usianya jauh berada diatasnya, tengah berjalan mendekatinya sembari tersenyum penuh arti.

Sementara itu Laras baru saja mengenakan mukenanya. Ketika mendengar sedikit keributan yang terjadi di luar kamarnya. Saat melihat kearah pintu kamarnya, ia kaget melihat pintunya yang tidak tertutup rapat. Segera Laras keluar dari dalam kamarnya.

"A-aku mau ambil wudhu Mas." Ujar Azril gagap.

Daniel tersenyum hangat. "Silakan! Sebentar lagi waktu subuh habis." Ujar Daniel memperingatkan Azril yang tampak pucat pasi.

"Ada apa Zril?" Tanya Laras kebingungan.

"....." Azril tidak mampu berkata-kata, ia hanya menunduk ketakutan.

"Gak apa-apa Amma." Jawab Daniel.

Laras melihat kearah Azril dengan tatapan curiga, saat matanya melihat celana Azril, ia kaget melihat ada bercak sperma yang sepertinya masih baru, membuat Laras bertanya-tanya.

Apa barusan Azril ngintipin aku?, Mana mungkin, Azril tidak mungkin seberani itu.

"Mandi wajib dulu Zril." Suruh Laras.

Azril mengangguk lemah. "Aku ke kamar mandi dulu Umi." Pamit Azril, yang kemudian segera berjalan cepat meninggalkan mereka berdua, membuat Laras semakin yakin kalau ada yang tidak beres dengan kelakuan Azril.

Selagi memikirkan putranya yang kini telah tumbuh menjadi dewasa, tiba-tiba Daniel menarik tangan Laras masuk ke dalam kamar. Kemudian dengan cepat Daniel mengunci pintu kamar Laras, membuat wanita cantik itu tidak bisa melarikan diri dari sang predator wanita.

Daniel tersenyum berjalan mendekati Laras yang tampak pucat pasi.

Tuhan... Tolong hambamu...

"Mau apa kamu Daniel?" Ucap Laras berusaha bersikap tegar.

Daniel mengusap pipi Laras dengan ujung telunjuknya. "Amma pasti tau apa yang aku inginkan?" Goda Daniel, membuat detak jantung Laras berpacu semakin cepat, adrenalinnya meningkat pesat.

"Saya mau shalat Dan." Melas Laras.

Daniel tidak mengubrisnya, ia mendekatkan wajahnya hendak mencium Laras. Reflek Laras melengos hingga ciuman Daniel hanya mendarat di pipinya.

Kemudian Daniel mendekap, memeluk tubuh Laras yang tampak terguncang.

"Semalam sudah cukup Dan."

"Tidak akan pernah cukup Amma! Setiap Hari, setiap jam, setiap menit, setiap detik, setiap hembusan nafas, saya selalu merindukan jepitan memek Amma!" Bisik Daniel, merayu betinanya yang sedang kesepian karena sering di tinggal Suaminya.

Kenapa bukan Suamiku yang mengatakan itu? Sesal Laras.

Laras memejamkan matanya ketika Daniel memanggut lembut bibirnya, perlahan penuh dengan perasaan, membuat pertahanan Laras kembali jebol. Ia membuka mulutnya, membiarkan lidah Daniel menari-nari di dalam mulutnya.

Sembari melakukan French Kiss kedua tangan Daniel bergerilya di tubuh Laras. Tangan kirinya menangkup payudara Laras, sementara tangan kanannya membelai dan meremas pantat Laras dari balik mukena yang di kenakan nya.

Nafas Laras memburu, ia tidak pernah merasakan kenikmatan berciuman ketika bersama Suaminya, berbeda ketika ia melakukan itu dengan Daniel. Semua terasa begitu nikmat.

Fuaaah...

Daniel melepas pagutannya, sembari tersenyum ia menatap bibir merah Laras yang tampak basah.

Kemudian ia memutar tubuh Laras menghadap kearah meja rias. Laras sedikit membungkuk, kedua tangannya berpegangan dengan sisi meja, dan wajahnya mengarah kearah kaca riasnya, ia dapat melihat dirinya yang mengenakan mukena di balik pantulan cermin.

Laras menggigit bibirnya ketika merasakan semilir angin menyentuh kulit bokongnya ketika Daniel menyingkapnya keatas mukenna yang ia kenakan. Pemuda itu tentu bisa melihat bercak noda lendir kewanitaan nya di celana dalamnya saat ini.

Plaaaak... Daniel menampar keras pantat semok Laras.

"Aaahkk..." Lenguh Laras.

"Jadi ini yang di lihat Azril tadi?" Bisik Daniel.

Mata Laras membeliak, ia tidak percaya kalau Azril benar-benar mengintipnya. "Tidak mungkin." Lirih Laras yang bisa di dengar Daniel.

"Pria manapun pasti tergoda dengan keindahan tubuh Amma, bahkan putramu... Juga menyukainya." Telapak tangan Daniel membelai bongkahan pantat Laras, yang tampak gemetar. "Seharusnya Amma bangga." Sambung Daniel membuat wajah Laras merona merah.

Daniel berlutut di lantai, menarik perlahan celana dalam Laras dan melepaskannya. Dengan kedua jarinya ia membuka pipi pantat Laras.

Ada rasa malu menyeruak di sanubari Laras, menyadari kalau seseorang pria yang bukan muhrimnya dengan bebas menatap nanar bibir kemaluannya dari jarak yang begitu dekat. Bahkan Laras dapat merasakan hembusan nafas hangat Daniel di permukaan vaginanya.

Lidah Daniel terjulur menyapu bibir kemaluan Laras, membuat tubuh sang Ahkwat menggelinjang geli keenakan, dengan wajah mendongak keatas ia menggigit bibirnya, menahan gerlora syahwatnya yang menggebu-gebu atas sentuhan nakal Daniel.

"Dan... Aaahkk..." Erang manja Laras.

Dengan ujung lidahnya Daniel membelai clitoris Laras yang tampak membengkak merah, membuat Laras semakin tak tahan.

Lidah Daniel naik turun-turun menelusuri bibir kemaluan Laras. Menghisap lembut jengger bibir kemaluan Laras, membuat wanita Soleha itu kian keras mendesah. Seakan tidak puas, sapuan lidah Daniel naik keatas menuju anus Laras.

Mata Laras membeliak merasakan hangatnya lidah Daniel di lobang anus nya. Tiba-tiba kedua jari Daniel menyeruak ke dalam memeknya.

"Aaaaarrtt...." Jerit Laras.

Dengan gerakan perlahan kedua jari Daniel keluar masuk dari dalam memek Laras yang terasa hangat. Sesekali ia memutar jarinya, mengorek-ngorek lobang peranakan Laras.

Tubuh indah Laras melejang-lejang, ia merasakan nikmat yang luar biasa, yang sudah tidak mampu lagi ia tahan. "Danieeeeeel...." Jerit Laras tertahan saat ia akhirnya mencapai klimaksnya.

Tubuhnya menggelinjang menikmat orgasme haram yang di dapat dari pria lain.

Bukannya berhenti Daniel semakin mempercepat sodokan jarinya di dalam memek Laras, hingga rasa nikmat itu kian menjadi-jadi, hingga akhirnya tubuh Laras lemas tak berdaya.

Daniel berdiri di samping Laras, ia menanggalkan pakaiannya satu persatu hingga telanjang bulat. Dengan santainya ia berbaring diatas tempat tidur, menarik tangan Laras agar segera melakukan tugasnya seperti biasa yang di lakukan Laras.

Sedikit keimanannya menolak permintaan Daniel, Laras menggelengkan kepalanya, tetapi ia pasrah ketika di minta ikut naik keatas tempat tidur.

Laras berbaring di dekatnya dan meletakkan kepalanya di bagian bawah perut Daniel, dia membelai kontol Daniel yang sudah beberapakali mengantarkannya ke puncak kenikmatan, yang tidak mampu di berikan oleh Suaminya.

Dengan jarak yang begitu dekat Laras dapat mencium aroma kelakiannya, membuatnya semakin bergairah.

Tanpa ada paksaan Laras melakukan handjob, jemari halusnya bergerak naik turun sembari menatap takjub kearah tonggak sakti Daniel.

Cup... Cup... Cup...

Berulang kali ia mencium kepala kontol Daniel, menjulurkan lidahnya, menyapu, menjilati kepala pion kontol Daniel dengan perlahan. Haapss... Sluuuppsss... Sluuuppsss... Sluuuppsss... tanpa di minta Laras melakukan blow job.

Kepalanya naik turun menghisap batang kemaluan Daniel dan rasanya sunggu nikmat.

Sesekali Laras melakukan deepthroat hingga membuat mukanya memerah karena menahan nafas. Aksinya tersebut membuat Daniel mendesis keenakan, rasanya hangat dan basah.

"Amma enak banget." Puji Daniel.

Daun telinga Laras rasanya mengembang mendengar pujian Daniel, sehingga membuatnya semakin sering melakukannya. Sesekali ia mengkombinasikan dengan belaian lembut di kantung testis Daniel, membuat pemuda itu tampak kepayahan.

Hampir sepuluh menit Laras memanjakan kontol Daniel dengan mulutnya, hingga rahangnya terasa pegal, membuatnya harus berhenti sejenak.

"Lakukan sekarang Amma!" Pinta Daniel.

Laras menatap Daniel dengan perasaan campur aduk, tetapi Daniel berhasil meyakinkannya dengan tatapannya yang menggoda.

Perlahan ia naik keatas selangkangan Daniel, sembari menatap mata Daniel ia menggelengkan kepalanya dan menutup mulutnya dengan tangan kiri, seakan menolak untuk meneruskan permainan gila mereka. Sementara tangan kanannya menuntun kontol Daniel menuju lobang peranakannya.

Bleeesss...

"Aaarrrtt..." Jerit Laras.

Dengan satu hentakan kontol Daniel bersemayang di dalam lobang memeknya. Dengan gerakan naik turun Laras memanjakan kontol haram Daniel, memandikannya dengan cairan cintanya.

Lagi-lagi tanpa di minta Laras mengangkat mukenanya hingga sebatas lehernya, dan menyampirkannya ke belakang, tidak sampai di situ saja, ia juga menarik kebawa cup bra miliknya, membiarkan sepasang payudaranya terekpose.

Sembari tersenyum Daniel menatap nanar payudara Laras yang berayun-ayun mengikuti gerakannya.

Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss...

Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss...

Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss...

Tubuh Laras telonjak-lonjak diatas selangkangan Daniel, ia sangat menikmati tongkat sakti Daniel yang menghujam masuk ke bagian terdalam memeknya, menggesek-gesek dinding rahimnya yang terasa geli-geli nikmat, hingga membuatnya melayang ke nirwana.

Saat ini Laras terlihat begitu menggairahkan di mata Daniel, membuat pemuda itu tampak senang karena sedikit demi sedikit ia bisa membuka sisi liar Laras.

"Aaahkk... Aaahkk... Aaahkk..."

"Lebih cepat Amma... Oughk... Nikmat sekali jepitan memek Amma... Terus Amma... Aaahkk... Aaahkk..." Ujar Daniel memberi semangat kepada Laras.

Dan benar saja, Laras seperti kerasukan, dia semakin bersemangat mengejar puncak klimaksnya. Tidak hanya naik turun, pinggulnya bergerak seperti mesin bor, memijit-mijit kontol Daniel yang tengah bersarang di dalam lobang memeknya yang jarang di sentuh.

Kedua tangan Laras meraih payudaranya, ia meremas-remas susunya, memilin putingnya, membuatnya semakin menggila oleh rasa nikmat yang luar biasa.

"Danieeel... Ama kekuaaar..." Jerit Laras.

Pantatnya Laras terangkat, tubuhnya bergetar dengan mulut mengangah ia melepaskan dahaganya.

Seeeeeeeeeeeeeeeerrrr....

Creeettss... Creeettss... Creeettss...

Pinggulnya tersentak-sentak, memuncratkan sisa-sisa cairan haramnya di perut Daniel.

Laras terbaring lemas dengan nafas yang terengah-engah. Walaupun ia kepayahan, tetapi Laras merasa sangat puas, bahkan rasa nikmat itu masih bisa ia rasakan di sekujur tubuhnya.

"Sekarang giliran saya Amma." Bisik Daniel.

Laras tersipu malu mendengarnya. "Jangan zinahi Amma lagi Dan, ini dosa Daniel..." Ujar Laras yang terdengar seperti basa-basi.

"Nanti saya temani Amma di neraka." Jawab Daniel.

Pemuda itu mengangkat satu kaki Laras dan meletakannya diatas pundaknya. Ia masuk diantara kedua kaki Laras, mengarahkan terpedonya kearah sasaran yang tepat. Sembari menatap wajah Laras, ia mendorong pinggulnya, membelai bibir kemaluan Laras yang terasa licin dan hangat.

Posisi ini membuat Laras merasa lebih rileks, tetapi tetap tidak mengurangi rasa nikmatnya. Dan di posisi ini juga ia bisa melihat wajah Daniel yang tengah menodainya.

Dengan gerakan perlahan Daniel menghujamkan kontolnya maju mundur, menusuk pelan tapi dalam hingga ke dalam rahim Laras. Wanita Soleha itu kembali mendesis nikmat di setiap tusukan kontol Daniel yang terasa pas.

Di posisi ini Daniel dengan leluasa menjamah payudara Laras, ia bisa memainkan puting Laras dengan intens dan muda.

"Aaahkk... Aaahkk... Aaahkk..."

Daniel memberi kecupan hangat di kening Laras yang basah oleh keringat. "Memek Amma enak banget! Kontolku rasanya di remas-remas sama memek Amma." Puji Daniel, entah sudah berapa banyak wanita yang termakan gombalannya.

"Dan... Sssttt... Aaahkk... Enaaak... Sayang..." Desah Laras seraya menatap sayu lawannya.

Daniel tersenyum mendengarnya. "Kalau enak... Lepaskan semuanya Amma, jangan di tahan lagi." Bujuk Daniel, dan cara itu berhasil membuat Laras kian melupakan statusnya.

"Aaahkk... Aaahkk... Danieeel... Kontol kamu enaaak Dan... Keras dan panjang." Puji Laras tidak mau kalah.

"Ennakkan mana di bandingkan Kiayi Amma..."

"Enak punya kamu Daniel... Oughk... Danieeel... Aaahkk... Aaahkk..." Erang Laras semakin keras, seakan ia lupa kalau di rumahnya masih ada Azril dan Aurel.

"Mulai sekarang kontol ini yang akan selalu memuaskan dahaga Amma..." Ujar Daniel, semakin meningkatkan tempo penetrasi nya.

"Aaahkk... Iya sayaaaang... Aaahkk... Puaskan dahaga Amma Daniel...." Erang Laras.

Daniel menjatuhkan tungkai kaki Laras dari pundaknya, ia menarik kedua tangan Laras hingga posisi Laras duduk di selangkangannya. Kedua tangan Laras memeluk leher Daniel, sementara kedua tangan Daniel menjadi sandaran bagi punggung Laras.

Di posisi ini wajah mereka terlihat begitu dekat, bahkan mereka bisa merasakan hembusan nafas satu sama lain, membuat mereka terasa semakin intim.

Laras menggerakan pinggulnya maju mundur, begitu juga dengan Daniel.

"Aaahkk... Aaahkk... Aaahkk..." Erang Laras.

Daniel memanggut mesrah bibir merah Laras, sembari membelai punggung Laras yang bermandikan keringat. Nafsu mereka kian menggebu-gebu, terutama Laras yang sudah lama memimpikan sebuah hubungan intim seperti saat ini.

Laras yang sedari kecil hidup di lingkungan agamis, tentu menyadari dosa besar yang menantinya saat ini. Tetapi di balik pakaian muslimah yang biasa ia kenakan, Laras tetaplah manusia biasa, ia membutuhkan sex di dalam hidupnya. Hanya perlu menunggu waktu saja bagi Laras untuk menjadi benar-benar binal.

"Dan... Aaahkk... Sudah jam enam..." Lirih Laras mengingatkan Daniel.

Daniel melepaskan dekapannya, kemudian Laras sedikit menjauh dari Daniel. Wanita Soleha itu mengambil posisi menungging di hadapan Daniel, ia melihat kearah Daniel, meminta Daniel untuk segera menuntaskan permainan terlarang mereka.

Sejenak Daniel memandangi kemaluan Laras, bibir memek Laras yang sudah basah terlihat indah di mata Daniel.

Pemuda itu mendekat, berlutut di belakang Laras. Ia menuntun kontolnya kearah cela bibir memek Laras yang sudah beberapakali ia nikmati. Dengan perlahan kontol Daniel melesat masuk ke dalam memek Laras, membuat Laras telonjak nikmat.

"Aaahkk... Siksa Amma Dan." Erang Laras.

Tangan kiri Daniel menjambak rambut Laras dari luar mukennanya, sementara tangan kanannya menampar-nampar bokong Laras dengan sangat keras.

Dengan gerakan menghujam, kontol Daniel mengaduk-aduk memek Laras. Di posisi ini Laras merasa kontol Daniel masuk semakin dalam, hingga ia merasa sangat menikmatinya.

Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss...

Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss...

Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss...

Kelembutan yang beberapa menit yang lalu masih di rasakan Laras, kini berubah menjadi sangat berutal. Laras merasa pantatnya begitu panas karena tamparan Daniel, dan memeknya terasa ngilu hingga kerahimannya, tapi anehnya Laras malah semakin terbuai oleh rasa nikmat yang di berikan Daniel.

Laras sadar kalau Daniel kini memperlakukannya seperti binatang, menghina dan merendahkan derajatnya sebagai seorang wanita.

Hati kecil Laras menolak di perlakukan semena-mena oleh Daniel, tetapi tubuhnya menagih rasa nikmat di setiap gesekan kedua kelamin mereka.

"Danieeel... Amaaa keluar..." Jerit Laras.

Daniel menarik dan mengangkat satu kaki Laras hingga menggantung, dan tiga detik kemudian dari kemaluannya keluar cairan bening yang begitu deras membasahi tempat tidur mereka dan sebagian lagi membasahi lantai kamarnya.

Pose Laras terlihat seperti seekor anjing yang sedang kencing.

"Aaahkk... Aaahkk... Aaahkk..." Lenguh Laras.

Tanpa mencabut kontolnya, Daniel menarik kedua kaki laris hingga selonjoran, membuat Laras telungkup diatas tempat tidur. Kemudian dari atas Daniel kembali menghujamkan kontolnya ke dalam memek Laras yang terasa semakin menjepit kontolnya.

Layaknya seperti orang yang sedang push up Daniel menghujami memek Laras dengan kontolnya. Sanking kencangnya ranjang Laras sampai berderit-derit.

"Aaahkk... Aaahkk... Daniel... Aaahkk..."

"Ssssttt.... Aaahkk... Hah... Hah..." Desah Daniel keenakan.

Rahang Daniel mengeras menandakan kalau ia sudah hampir mencapai batasnya. Ia semakin cepat dan kuat menghujamkan kontol besarnya di dalam memek Istri Kiayi Umar, membuat Laras meringkik nikmat merasakan sensasi ketidak berdayaannya.

Dengan satu dorongan kuat, Daniel menembakkan spermanya ke dalam rahim Laras.

"Aaarrrtt...." Daniel mengeram nikmat.

Croootss... Croootss... Croootss...

Laras memejamkan matanya, menikmati rasa hangat mengalir di dalam rahimnya, hingga ia kembali orgasme. Perlahan kontol Daniel mulai mengecil di dalam memeknya, kemudian terlepas.

"Terimakasih Amma." Bisik Daniel.

Laras tidak mampu berkata-kata, seakan kesadarannya kini telah kembali. Bahkan Laras hanya bisa memandang Daniel yang tengah mengenakan kembali pakaiannya.

Sebelum pergi meninggalkannya, Daniel memberi kecupan di bibir Laras.

*****

07:00


Elliza (Demi kenyamanan bersama ilustrasi Elliza saya ganti)

"Non Elliza."

Raut wajah Elliza langsung berubah ketika melihat sosok Pak Girno mendekatinya. "A-ada apa Pak?" Tanya Elliza gugup, ia terlihat tidak nyaman.

"Dari mana Non?" Tanya Girno berbasa-basi.

"Dari kantor Aliyah Pak, ngambil spidol." Jawab Ellizza seadanya tapi tetap sopan. "Ada apa ya Pak? Soalnya saya buru-buru, sudah di tunggu Ustad di kelas."

"Sebenarnya ada hal yang penting Bapak ingin bicarakan, nanti pas jam Istirahat Non Elliza bisa temui Bapak di toilet dekat pos satpam." Pinta Girno, yang membuat Elliza makin tak nyaman.

"Maaf tidak bisa Pak."

Elliza hendak berlalu pergi, tapi Pak Girno menahan tangannya. "Tolong Non sekali ini saja, soalnya ini penting Non." Mohon Pak Girno.

"Saya sibuk Pak." Tolak Elliza.

"Pokoknya Bapak tunggu Non Elliza di toilet sana!"

"Terserah Bapak." Ketus Elliza sembari menarik lepas tangannya.

Pak Girno terdiam memandangi Elliza, wanita yang beberapa waktu lalu ia renggut kesuciannya. Mengenang kejadian tersebut ada rasa sesal sekaligus bangga yang di rasakan Pak Girno.

Setibanya di kelas Elliza terlihat tidak bisa fokus menerima pelajaran yang di berikan gurunya. Bahkan beberapa kali ia terlihat bengong.

Tentu Elliza tidak bisa melupakan kejadian di pos Satpam ketika kesuciannya di renggut paksa oleh Pak Girno dan teman-temannya. Walaupun kejadian tersebut tidak bisa di bilang sepenuhnya pemerkosaan, karena Elliza sendiripun menikmatinya.

"Elliza... Liza..."

Buru-buru Adinda menyikut lengan teman sebangkunya itu. "Za... Di panggil Ustadza Dwi." Bisik Adinda membuat Elliza tersadar.

"Na... Naam Ustadza." Reflek Elliza berdiri.

"Coba kamu jelaskan apa yang ada di papan tulis." Suruh Ustadza Dwi.

Elliza menghela nafas, dan mulai menjelaskan apa yang ada di papan tulis. Beruntung Elliza memiliki otak yang encer, dan semalam ia sudah lebih dulu mempelajari pelajaran yang akan di bahas hari ini, sehingga ia bisa dengan muda menjelaskan apa yang ada di papan tulis.

Setelah di persilahkan kembali duduk, Elliza berusaha melupakan pertemuannya dengan Pak Girno, tetapi usahanya sia-sia saja. Entah kenapa ia sangat penasaran tentang apa yang ingin di bicarakan Pak Girno kepadanya.

Selepas pelajaran Ustadza Dwi, Adinda mengintrogasi sahabatnya itu, karena sangat jarang sekali ia melihat Elliza tidak bisa fokus dalam belajar.

"Kamu kenapa Liza?"

Elliza tersenyum tipis. "Gak apa-apa kok Da! Cuman sedikit gak enak badan." Jawab Elliza berbohong kepada sahabatnya.

"Kamu pulang aja dulu Za." Saran Adinda.

"Gak apa-apa kok Da, aku cuman sedikit pusing, masih kuat kok." Tolak Elliza.

"Dari pada nanti tambah parah, mending kamu pulang." Ujar Asyifa yang tiba-tiba saja sudah ikut nimbrung diantara mereka berdua.

"Bener tuh! Nanti kalau kamu udah baikan baru masuk lagi." Usul Adinda.

"Soal izin gampang." Tambah Asyifa.

Elliza sebenarnya merasa berdosa karena telah membohongi sahabatnya. Tapi setelah di pikir-pikir, memang lebih baik ia pulang, dari pada tidak bisa fokus menerima pelajaran hari ini.

"Terimakasih ya, nanti aku pinjam catatan kamu ya Da."

"Beres." Jawab Adinda.

Di bantu teman-temannya Elliza membereskan buku pelajarannya. Bahkan Adinda dan Asyifa sempat menawarkan diri untuk mengantar Elliza pulang, tapi Elliza menolaknya, ia tidak ingin merepotkan kedua sahabatnya yang sudah begitu perhatian kepadanya.

Setelah pamit ke ketua kelasnya, Elliza segera meninggalkan kelas. Tapi alih-alih ke rumahnya, Elliza malah menuju pos satpam.

"Non Elliza." Kaget Girno saat Elliza menghampirinya di pos satpam.

"Bicara sekarang aja Pak." Desak Elliza.

Pak Girno tidak bisa menyembunyikan kebahagiaannya melihat Elliza datang menemuinya secepat ini. "Bicara di dalam aja ya Non, gak enak kalau di sini." Ajak Pak Girno.

Dan di luar dugaan Elliza langsung mengiyakannya, seakan Elliza telah melupakan tragedi yang terjadi di dalam ruangan sempit tersebut. Elliza sendiri beralasan karena ia tidak ingin ada orang yang ia kenal melihatnya berada di pos satpam, mengingat ia barusan izin pulang karena sakit.

Pak Girno mempersilahkan Elliza masuk ke dalam kamar satpam yang ada di pos satpam, dan tanpa sepengetahuan Elliza Girno sempat mengunci pintu kamar tersebut.

"Bicara sekarang Pak, saya buru-buru." Ketus Elliza.

Pak Girno duduk di tepian tempat tidur. "Jujur Non saya merasa sangat bersalah atas kejadian kemarin, makanya saya berharap ada polisi yang meringkus kami! Tapi sampai detik ini belum ada polisi yang datang untuk menangkap kami." Keluh Pak Girno.

"Bukankah bapak seharusnya senang." Ujar Elliza sinis.

"Bapak baru merasa senang kalau Non Elliza mau memaafkan perbuatan Bapak!" Pak Girno tertunduk dengan wajah sedih. "Sejak kejadian kemarin Bapak tidak bisa tidur Non, Bapak selalu kepikiran Non Elliza, Bapak merasa begitu jahat sama Non Elliza." Keluh Pak Girno membuat Elliza menjadi terharu.

Sejenak Elliza terdiam, kalau di pikir-pikir ini bukan salah Pak Girno, karena pria tersebut juga terpaksa melakukannya karena ke pergok olehnya.

Dan lagi saat Pak Girno memperkosanya, pria itu sama sekali tidak pernah menyakitinya, hingga ia sangat menikmati pemerkosaan yang di alaminya, bahkan Elliza tidak bisa lupa bagaimana nikmatnya ketika Pak Girno merenggut kesuciannya.

"Liza sudah melupakan semuanya Pak." Lirih Elliza seraya menatap pria yang ada di hadapannya.

"Apa itu artinya Non Elliza mau memaafkan Bapak?"

Elliza memejamkan matanya sejenak, lalu mengangguk. "Iya Pak, saya sudah memaafkan Bapak." Jawab Elliza mantab.

Tidak ada alasan bagi Elliza untuk membenci Pak Girno, walaupun pria tersebut telah menodainya. Gadis cantik itu hanya ingin melanjutkan hidupnya dan melupakan masa lalu kelamnya.

"Terimakasih Non."

Lagi-lagi Elliza tersenyum manis. "Sudah gak ada lagikan Pak yang mau di omongin? Saya harus kembali ke kelas Pak." Ujar Elliza.

"Ada Non, hmm... Bapak mau meminta sesuatu boleh?" Tanya Pak Girno.

"Minta apa Pak?"

Pak Girno menghela nafas berat sembari memandangi Elliza. "Non taukan kalau Bapak sudah bercerai dengan Istri Bapak." Elliza mengangguk, walaupun Pak Girno tidak pernah memberitahunya tapi ia tau kalau Pak Girno telah bercerai.

"Jadi kenapa Pak? Bapak mau minta di cariin jodoh?"

"Bukan Non..."

"Terus..."

"Eehmm... Bapak mau ngentot sama Non Elliza untuk terakhir kalinya." Elliza terhenyak kaget mendengar jawaban Pak Girno.

Baru saja ia memaafkan pria tersebut dan sekarang pria itu malah ingin kembali menodainya. Elliza merasa di permainkan oleh pak Girno. Tanpa menjawab permintaan Pak Girno Elliza langsung berbalik hendak pergi meninggalkan Pak Girno.

Tapi ternyata pintu ruangan tersebut sudah terkunci, dengan wajah panik Elliza mencoba membuka, tapi sia-sia saja, ia tidak berhasil membukanya.

"Pak..." Lidah Elliza terasa keluh ketika melihat Pak Girno sudah dalam keadaan telanjang bulat.

Elliza mendekap mulutnya, dengan pandangan sayu ia menatap kontol Pak Girno yang begitu besar dan panjang, siap menerkamnya bulat-bulat. Bayangan-bayangan kontol Pak Girno mengobrak-abrik memeknya, membuat tubuh mungilnya merinding.

Pak Girno berjalan mendekati Elliza dengan tenang, membuat gadis Soleha itu semakin panik.

"Jangan Pak..." Melas Elliza.

Pak Girno mendekap tubuh Elliza yang gemetaran. "Cuman sebentar Non, nanti juga Non pasti keenakan seperti waktu itu." Bisik Pak Girno di dekat telinga Elliza, kemudian ia menjilati pipi Elliza.

"Lepaskan Liza Pak..."

Pak Girno tidak mengubrisnya, ia mengambil tas sekolah Elliza dari pundaknya dan meletakannya diatas meja kecil yang berada tidak jauh darinya, kemudian ia meraih kancing seragam Elliza dan melepasnya satu persatu tanpa ada kesulitan sama sekali, karena Elliza tidak benar-benar mencegah perbuatannya.

Bahkan dengan mudanya melepas pengait bra yang ada di bagian depan.

"Tetek Non indah banget, putih mulus." Bisik Pak Girno.

Elliza menggelengkan kepalanya. "Lepaskan Pak... Jangan sentuh Elliza." Mohon Elliza, ketika kedua tangan Pak Girno menangkup payudaranya, meremasnya dengan perlahan tapi kasar.

"Empuk... Non, kenyal."

"Sssttt... Pak! Aaahkk... Jangan di pelintir pak! Aduuuhk... Aaahkk... Aaahkk..." Erang Elliza dengan mata setengah terpejam ketika Pak Girno memainkan putingnya yang telah membesar.

Pak Girno menundukan wajahnya kearah payudara Elliza, kemudian ia melahap payudara Elliza dengan rakus, menghisap putingnya, menggigit lembut puting Elliza, hingga membuat gadis itu kegelian. Sembari mendekap kepala Pak Girno, Elliza menatap bibir Pak Girno yang tengah melahap payudaranya.

Tangan Pak Girno turun kebawah, ia memijit kemaluan Elliza dari luar rok hijau yang di kenakan Elliza. Reflek Elliza mencengkram pergelangan tangan Pak Girno.

"Ya Tuhan... Aaahkk... Bapak..."

"Eehmm... Sluuuppsss... Sluuppss... Oughk... Sluuppss... Enak banget puting Non Elliza... Sruuppsss... Sluuppss..." Racau Pak Girno di sela-sela menghisap payudara Elliza.

"Ughk... Pak! Aaahkk... Aaahkk..." Erang Elliza.

Pak Girno melepaskan payudara Elliza, kemudian ia menyingkap rok hijau yang di kenakan Elliza dan menarik lepas celana legging beserta celana dalamnya. Walaupun Elliza terkesan menolak, tapi Elliza mengangkat satu persatu kakinya saat Pak Girno melepas celananya.

Kini di balik rok hijaunya Elliza sudah tidak memakai apapun.

Pak Girno menarik tangan Elliza membawanya kearah tepian tempat tidur, lalu Pak Girno berbaring diatas tempat tidur dengan posisi kepala yang menjuntai di tepian tempat tidurnya.

"Sini Non." Suruh Pak Girno.

Elliza lagi-lagi menggelengkan kepalanya, tetapi ia tetap maju satu langkah, mengangkangi kepala Pak Girno yang menjuntai.

Tangan kiri Elliza menahan roknya agar tidak jatuh, sementara tangan kanannya mendekap mulutnya agar tidak berteriak histeris yang akan mengundang curiga orang-orang yang kebetulan berada di dekat pos satpam. Memang aneh rasanya mengingat Elliza saat ini tengah di perkosa, tapi ia tidak ingin orang lain mengetahui dirinya tengah di perkosa.

Kedua tangan Pak Girno mendekap paha Elliza, sembari menarik turun sedikit pinggulnya hingga memek Elliza tepat di depan wajahnya, membuatnya leluasa memandangi memek Elliza yang berbentuk bunga kulup, terlihat rapat dengan warna merah muda.

Bibirnya dengan lembut mengecup memek Elliza, membuat tubuh Elliza bergetar.

"Indah sekali memek Non Elliza... Sluuppss... Sruuppsss... Oughk... Sluuppss... Hmm... Sluuppss..." Puji Pak Girno sembari menjilati memek Elliza yang sudah sangat basah.

Cengkraman tangan Elliza di roknya semakin kuat, wajahnya mendongak keatas dengan tatapan kosong, sementara kedua tungkai kakinya terlihat gemetar, karena tak tahan oleh rasa geli yang nikmat di kemaluannya.

Dengan rakusnya Pak Girno menyapu bibir kemaluan Elliza, mengorek-ngorek lobang memek Elliza yang menjanjikan sejuta kenikmatan.

Semakin lama kedua kaki Elliza semakin merapat, menjepit kepala Pak Girno dengan kedua pahanya, hingga membuat Girno semakin leluasa menjilati memek Elliza, bahkan ia terlihat seperti sedang mengunyah memek Elliza yang berada di dalam mulutnya.

Ia menyeruput dengan rakus lendir yang keluar dari sela-sela bibir memek Elliza.

"Paaak..." Jerit Elliza.

Ia menjepit erat kepala Pak Girno yang berada diantara kedua pahanya. Pinggulnya tersentak-sentak nikmat selama beberapa detik, merasakan orgasme pertamanya dari mulut sang Satpam.

Pak Girno segera menarik tubuhnya keluar dari kangkangan Elliza, lalu dia menjatuhkan tubuh Elliza diatas tempat tidur. Segera tubuh besar itu menindih tubuh Elliza yang mungil, sembari mengangkang kan kedua kaki Elliza agar kontolnya bisa masuk dengan muda.

"Tu... Tunggu Pak." Pinta Elliza.

Gadis cantik itu mengambil sesuatu dari dalam tasnya, sebuah kotak persegi bermerk Durex. terlihat senyuman tipis di bibir Pak Girno.

Dengan malu-malu Elliza memberikan satu bungkus kondom kepada Pak Girno. "Terimakasih ya Non." Bisik Pak Girno sembari membuka bungkus kondom tersebut dan memasangnya.

Beberapa hari yang lalu ketika ia pergi ke kota, entah kenapa Elliza kepikiran untuk membeli kondom di minimarket. Elliza masih ingat betul senyuman di wajah mas kasir yang sedang melayaninya waktu itu, membuat Elliza merasa sangat malu.

"Pelan-pelan Pak." Pinta Elliza.

Pak Girno kembali menindih tubuh Elliza. "Percaya sama Bapak ya Non, di jamin Non akan ketagihan, hehehe..." Goda Pak Girno.

Tangan kanan Elliza terjulur ke depan, menggenggam kontol Pak Girno sembari menuntunnya kearah bibir kemaluannya. Setelah di rasa pas, Girno mendorong pelan pinggulnya, menusuk memek Elliza dengan kontolnya yang sudah sangat tegang.

Bleeesss...

"Aaahkk..." Jerit Elliza.

Pak Girno menatap teduh wajah Elliza. "Sssttt... Enak sekali memek Non Elliza, kontol Bapak rasanya di peras-peras." Seloroh Pak Girno.

"Aahkk... Aahkkk... Aaahkk..."

Dengan perlahan Pak Girno mengayunkan pinggulnya maju mundur, maju mundur, memompa, menyodok-nyodok memek Elliza yang terasa semakin licin dan hangat. Tangan kanan Pak Girno meraih buah dada Elliza, ia meremasnya dengan lembut membuat Elliza makin keenakan.

Semakin lama temponya semakin cepat, lebih cepat dan makin cepat, menyodok-nyodok memek Elliza yang semakin banyak mengeluarkan precum, mempermuda laju kontol Pak Girno.

Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss...

Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss...

"Aaahkk... Aaahkk... Pak! Ougk..." Erang Elliza.

Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss...

"Enaaaak... Oughk... Memek Non Elliza Enak..."

Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss...

Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss...

Kedua kaki Elliza melingkar di pinggul Pak Girno, sementara kedua tangannya memeluk leher Pak Girno. Posisi tersebut di manfaatkan Pak Girno melumat bibir Elliza dengan rakus, dan dengan senang hati Elliza bersedia bertukar air liur dengan satpamnya itu.

Hampir lima belas menit mereka bercinta, akhirnya Elliza kembali mencapai klimaksnya.

"Aaahkk... Aaahkk... Aaahkk..." Elliza tampak terengah-engah.

"Masih kuatkan Non?" Tanya Pak Girno yang ingin langsung ke ronde ke dua.

Elliza mengangguk lemah sembari menatap sayu kearah Pak Girno. Elliza bangkit, dan membiarkan Pak Girno menggantikan posisinya berbaring diatas tempat tidur. Setelah Pak Girno menemukan posisi yang nyaman, Elliza segera merangkak naik keatas selangkangan Pak Girno dengan posisi memunggunginya.

Dengan perlahan Elliza menuntun kontol Pak Girno untuk kembali merajai memeknya. Bleeess... Elliza menghentak keras pantatnya ke bawah.

Perlahan tapi pasti Elliza menggerakan pinggulnya naik turun diatas tonggak sakti milik Pak Girno, ia mengerang-erang keenakan, kepalanya menggeleng ke kiri dan kanan, sesekali mendongak keatas, dan menunduk. Sungguh rasanya nikmat sekali.

Sementara Pak Girno dengan santai menikmati permainan Elliza, ia memandangi kontolnya yang tenggelam timbul diantara selangkangan Elliza.

"Aaahkk... Aaahkk... Ahhaahkk..." Erang Elliza keenakan.

Pak Girno mengangkat tubuhnya hingga posisinya saat ini seperti sedang memangku Elliza, bibirnya mencium pipi Elliza dari belakang, sementara kedua tangannya menggapai payudara Elliza, meremasnya dengan perlahan, menikmati tekstur kenyal payudara Elliza yang tengah telonjak-lonjak diatas selangkangannya.

"Terus Non, goyang lebih hot lagi." Geram Pak Girno.

Elliza melakukan gerakan memutar, mengulek-ngulek kontol Pak Girno di dalam memeknya. "Oughk... Pak! Aaahkk... Aaahkk..." Desah Elliza.

"Memek kamu legit Non, enak..."

"Eehmm... Pak! Aaahkk..." Lenguh Elliza, ia merasa sesuatu yang dahsyat hendak keluar.

Buru-buru Elliza memutar lehernya ke belakang, melumat bibir Pak Girno, pinggulnya terhentak-hentak menyambut kembali datangnya orgasme yang membuatnya melayang-layang. Lendir kewanitaan Elliza membanjir Deras, menyelimuti kontol Pak Girno yang masih bersemayam di dalam memeknya.

Perlahan Pak Girno memposisikan Elliza menungging, dari belakang ia menghunuskan kontolnya di dalam memek Elliza sedalam mungkin.

Lagi-lagi tubuh Elliza di buat telonjak-lonjak sanking nikmatnya di setiap tusukan yang di berikan Pak Girno di memeknya. Tekstur kontol Pak Girno yang kasar, menggaruk-garuk dinding rahimnya yang gatal, hingga terasa semakin nikmat.

Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss...

Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss...

"Aaahkk... Aaahkk... Aaahkk..." Desah Elliza.

Plaaaak... Plaaaak... Plaaaak...

Sembari menggenjot memek Elliza, sesekali Pak Girno menampar bongkahan pantat Elliza hingga tampak bergelombang.

Dengan jari telunjuknya, ia membelai lobang pantat Elliza, lalu mendorongnya masuk ke dalam lobang anus Elliza yang terasa ketat memeluk jari telunjuknya.

"Ughkk..." Lenguh Elliza keenakan.

"Enak gak Non... Hehehe..." Tanya Pak Girno percaya diri.

Elliza masih cukup malu untuk mengakuinya, sehingga ia memilih diam sembari menggoyangkan pinggulnya, hingga menambah rasa nikmat di memek dan lobang anusnya.

Tiba-tiba Pak Girno mencabut jarinya, dan juga kontolnya dari dalam memek Elliza, membuat Elliza tampak belingsattan.

"Kenapa Non? Hehehe... Bilang dulu dong Non, kalau enak..." Pinta Pak Girno, membuat muka Elliza merona merah seperti kepiting rebus.

"Pak... Ehmm... Iya..."

"Iya apa Non?"

"Enak Pak..."

Pak Girno tersenyum tipis. "Yang lengkap dong Non, apanya yang enak? Memeknya apa boolnya, hehehe..." Goda Pak Girno, membuat Elliza tampak salah tingkah.

"Du... Dua-duanya Pak... Memek saya enak! Pantat saya juga enak..." Jawab Elliza seraya menggigit bibirnya.

"Na gitu dong Non, hehehe... Jadi Bapak harus gimana dong Non." Ujar Pak Girno yang kian menyebalkan. Dengan isengnya Pak Girno membelai lobang pembuangan Elliza.

"Di masukkan Pak."

"Di masukan pake apa?"

"Pake burung Bapak." Jawab Elliza.

Pak Girno menampar-nampar pantat Elliza dengan kontolnya. "Ini kontol Non, bukan burung..." Ujar Pak Girno lagi, membuat Elliza makin tak sabar.

"Iya Pak Kontol..."

"Coba di ulang Non..."

Elliza menghela nafas perlahan. "Pak... To-tolong ma-masukkan ko-kontol-kontol Bapak di lobang pa-pantat sa-sa-ya Pak..." Pinta Elliza terbata-bata, ia sudah tidak sabar merasakan kontol Pak Girno di lobang pembuangannya.

"Siap Non, hehe..."

Tangan kanan Pak Girno membuka pipi pantat Elliza, kemudian ia mendorong perlahan kontolnya memasuki lobang anus Elliza. "Aaghk..." Lengguh manja Elliza ketika kepala kontolnya perlahan masuk ke dalam lobang pantatnya.

Kedua tangan Pak Girno mencengkram erat pinggul Elliza sembari mengobok-obok lobang anus Elliza yang terasa mencekik batang kemaluannya.

"Sssttt... Aaahkk... Aaahkk... Enak Pak! Ughk... Hah... Hah... Hah..." Desah Elliza mendesah nikmat.

Pak Girno mengepal erat pantat Elliza sembari menghunuskan kontolnya semakin dalam. "Yeaaah... Enaaak Non... Hah... Aahk..." Erang Pak Girno.

Plooookss... Plooookss... Plooookss...

Elliza mendekap mulutnya sembari menggeleng-gelengkan kepalanya. Ia merasa sudah berada di ambang batasnya. Tubuhnya kelojotan, melejang-lejang hebat ketika getaran orgasme itu datang menghantam sanubarinya.

"Saya keluar Pak..." Jerit Elliza.

Kedua telapak kakinya tertekuk, sanking nikmatnya Elliza sampai lupa bernafas.

Pak Girno yang sudah kepayahan semakin mempercepat sodokannya. Dan sedetik kemudian giliran Pak Girno melepaskan orgasmenya. Tubuhnya bergetar menikmati semburan spermanya yang terhalang oleh kondom yang ia kenakan.

Croootss... Croootss... Croootss...

"Ouughk..." Lenguh Pak Girno dengan wajah mendongak keatas.

Elliza meringkuk dengan nafas terengah-engah, ia merasa tenaganya sudah terkuras habis bersamaan dengan orgasmenya yang terakhir.

Pak Girno turun dari tempat tidur, ia menyodorkan kontolnya yang masih terbungkus kondom kearah wajah Elliza yang terlihat semakin cantik bermandikan keringat yang membasuh wajahnya.

Dengan sisa-sisa tenaganya, Elliza menghisap kontol Pak Girno bersama kondomnya. Saat ia menarik mulutnya keluar, gadis cantik itu dengan sengaja menarik kondom Pak Girno ke dalam mulutnya, hingga terlepas dari kontol Pak Girno.

Pak Girno tampak takjub dengan teknik yang di gunakan Elliza.

"Enak ya Non, hehehe... Kondom rasa bool bercampur peju saya.." Goda Pak Girno.

Elliza tidak mengubrisnya, tetapi mulutnya terlihat seperti mengunyah permen karet. Sejak pertama kali Elliza menelan sperma, sejak itu Elliza menjadi ketagihan menelan sperma.

Setelah kondom itu tidak ada lagi rasanya, Elliza melepehkannya keatas lantai.

"Tadi itu enak banget Non!" Komentar Pak Bejo sembari berbaring diatas tempat tidur.

"Itu yang terakhir Pak." Ujar Elliza sembari mengancingkan seragamannya dan merapikan rok hijau yang ia kenakan, yang terlihat aut-autan.

Pak Girno tersenyum hangat. "Masak yang terakhir Non? Temen-temen Bapak pasti juga kangen dengan jepitan memek dan bool Non Elliza." Goda Pak Girno sembari menatap wajah cantik Elliza yang tampak kepayahan.

"Mana kuncinya Pak?"

"Itu diatas meja Non." Tunjuk Girno.

Elliza segera mengambil kunci ruangan tersebut, dia segera membuka pintu ruangan tersebut tepat ketika terdengar suara bell tanda berakhirnya jam istirahat. Itu artinya sudah hampir dua jam ia melayani nafsu bejat Pak Girno. Mengingatnya membuat Elliza merasa sangat malu.

*****

13:30


Suci

Terdengar suara bell bertanda berakhirnya pelajaran hari ini, sementara itu tampak Ustadza Suci sedang memeriksa hasil tugas yang ia berikan beberapa menit yang lalu kepada muridnya. Ia mendesah pelan menatap murid-muridnya.

Ia menatap sosok Azril yang tengah asyik bercengkrama dengan Rayhan.

"Masih ada satu murid yang gak bisa menjawab satupun pertanyaan! Itu artinya dia tidak memperhatikan saya mengajar." Suci berdiri dari bangkunya, lalu duduk diatas meja. "Ustadza merasa sangat kecewa." Sambungnya lagi.

Suasana yang tadinya sedikit ramai kini mendadak tegang. Mereka saling pandang, dan bertanya-tanya siapa yang tidak bisa menjawab satupun soalan yang di berikan Ustadza Suci yang di kenal sangat galak.

"Kalian semua boleh keluar, kecuali Azril." Ujarnya tenang.

Sontak semua mata tertuju kearah Azril, sosok pemuda yang selama ini selalu langganan menjadi yang terbaik di kelasnya, tapi kali ini, ia menjadi satu-satunya murid yang tidak berhasil menjawab satupun soalan dari Ustadza Suci.

Rasanya sangat aneh, mengingat sosok Azril yang di kenal sangat pintar di kelasnya.

Bukan tanpa alasan kenapa Azril jadi begini, itu semua karena dirinya mulai kehilangan fokus belajar semenjak melihat Ibunya di pijat oleh Daniel. Sejak saat itu yang ada di pikirannya hanya tubuh indah Ibu tirinya.

Rayhan, Nico, Doni dan Rico memandang sosok sahabatnya yang tampak tertunduk lesu. Doni tampak mengulum senyum, sembari beranjak pergi, yang kemudian di susul oleh teman-temannya yang lain sembari menepuk pundak Azril.

Kini hanya tinggal Azril dan Suci saja di dalam kelas yang terasa hening.

"Maju ke depan!" Suruh Ustadza Suci.

Dengan langkah gemetar Azril berjalan mendekat kearah Ustadza Suci yang memandangnya dengan tajam, seakan ingin menelannya bulat-bulat.

Pemuda itu terlihat tidak berani menatap langsung wajah Ustadzah Suci yang tampak geram. Kecintaannya terhadap dunia pendidikan, membuatnya tidak bisa menerima kalau ada salah satu muridnya tidak mampu menjawab soalan yang ia berikan.

"Kenapa kamu tidak bisa menjawab satu soalan saja? Apakah penjelasan Ustadza masih kurang?" Tanya Suci dengan nada kecewa.

"Penjelasan Ustadza sudah sangat jelas."

"Lantas kenapa kamu tidak bisa menjawab?" Ustadzah Suci mendorong sedikit pantatnya ke belakang, sembari merenggangkan kedua kakinya.

Sanking kesalnya Suci sampai lupa kalau rok yang ia kenakan terdapat belahan yang cukup panjang, yang selama ini tersembunyi di balik lipatan roknya. Ketika ia membuka kakinya, otomatis rok hitam yang ia kenakan ketarik, membuat belahan roknya ikut terbuka.

Azril yang sedari tadi menunduk tampak shock, melihat paha mulus Ustadza Suci, dan ujung celana dalam Ustadza Suci yang berwarna putih.

Mimpi apa ia semalam bisa melihat aurat salah satu seorang Ustadzanya.

"Azril..."

"Eh... I-iya Ustadza."

Wanita cantik itu mendesah pelan, seraya menunduk frustasi dan pada saat itulah ia sadar kalau belahan roknya terbuka, memperlihatkan paha mulusnya beserta celana dalamnya. Saat ia melihat kearah muridnya, tampak Azril yang menunduk tapi ekor matanya menatap nanar kearah selangkangannya.

Menyadari auratnya mengundang syahwat pemuda polos yang ada di hadapannya, membuat adrenalin nya terpacu, jantungnya berdetak cepat memompa darahnya.

Perasaan yang sama yang ia rasakan ketika berada di mall kembali ia rasakan. Ada rasa bangga yang menyelimuti hatinya, ketika seseorang tertarik untuk melihat bagian terindah dari tubuhnya. Apa lagi yang tergoda melihatnya saat ini adalah salah satu murid terbaik yang di miliki pesantren Al-fatah.

Ya Tuhan Azril, sejak kapan...? Aaahkk... Kenapa aku jadi begini.

Tidak ada niatan sedikitpun di hati Mariska untuk menyembunyikan auratnya di hadapan Azril, bahkan ia malah ingin memperlihatkannya lebih lama lagi.

"Sekarang kamu kerjakan soal halaman 37." Suruh Ustadza Suci.

"Naam Ustadza."

Azril kembali ke mejanya, ia hendak mengerjakan tugas yang di berikan Ustadza Suci kepadanya.

"Siapa yang suruh kamu mengerjakan tugas di sana? Sini... Kerjakan di lantai di depan meja Ustadza." Suruh Suci yang sudah kembali duduk di kursinya.

Astaga Suci... Apa yang kamu lakukan?

Azril kembali maju ke depan, ia duduk bersila percis di depan meja Ustadza Suci, saat Azril hendak mulai menjawab soalan yang ada di buku, lagi-lagi fokus Azril teralihkan kearah selangkangan Ustadza Suci yang terlihat sangat jelas. Bahkan Azril dapat melihat lipatan memek Ustadzanya yang seakan memakan kain segitiga berwarna putih tersebut.

Sementara itu Suci terlihat sangat tegang, apa lagi posisi duduknya yang jauh lebih tinggi dapat melihat raut wajah polos Azril yang tampak shock.

Suci menggigit bibirnya menahan gejolak birahinya yang menggebu-gebu. Ia menggerakan kakinya membuka dan menutup, menjepit memeknya yang terasa amat gatal dan rasanya ingin sekali Suci melakukan masturbasi sekarang juga.

"Aaahkk... Hah... Hah... Hmm..." Suci mendesis pelan.

Azril di bawah sana bisa melihat celana dalam Ustadza Suci yang mulai basah.

Berulang kali Azril menelan air liurnya, menatap nanar selangkangan Ustadza Suci. Bahkan sanking khusuknya ia lupa mengerjakan tugasnya.

Tiba-tiba pulpen Ustadza Suci jatuh kebawah kolong meja. "Tolong ambilkan Nak." Pinta Ustadza Suci.

Azril terpaksa merangkak ke kolong meja guru untuk mengambil pulpen tersebut. Saat pulpen itu sudah berhasil ia dapatkan, tiba-tiba saja Ustadza Suci menginjak pulpen tersebut sehingga ia tidak bisa mengambilnya. Saat Azril mengangkat wajahnya, ia benar-benar shock, karena selangkangan Ustadza Suci tepat di depan matanya, karena Ustadza Suci memajukan posisi duduknya hingga semakin condong ke depan kearahnya.

Sembari memejamkan matanya, Ustadza Suci menikmati perasaan tegang yang ia rasakan saat ini, ketika ia memamerkan selangkangannya kepada muridnya yang lugu.

Andai saja pemuda yang ada di bawah meja itu bukan Azril, mungkin saja ia sudah di lecehkan sejak tadi, bahkan bisa saja ia di perkosa. Tetapi ini Azril, pemuda polos yang sangat lugu dan penakut.

Gerakan kedua kakinya semakin lama semakin cepat dan makin cepat, menggesek menjepit memeknya dengan kedua pahanya, hingga akhirnya ia dapat merasakan aliran darahnya yang kian memenas, berkumpul di satu titik yang membuatnya tidak bisa lagi bertahan.

Creeettss... Creeettss... Creeettss...

"Oughk..." Lenguh Ustadza Suci, sembari mendongakkan kepalanya keatas, kedua tangannya mencengkram erat pinggiran mejanya, hingga kukunya memutih.

Azril dapat melihat kedua kaki jenjang Ustadza Suci yang tampak melejang-lejang, di iringi dengan celana dalam Ustadza Suci yang terlihat semakin basah.

Setelah kesadarannya kembali pulih, Ustadza Suci mengangkat kakinya sembari merapikan roknya yang terbuka. Azril buru-buru mengambil pulpen tersebut dan memberikannya kepada Ustadza Suci.

"I-ini Ustadza." Ujar Azril tergagap. Pemuda itu tampak masih shock.

Suci mengambil pulpen tersebut seraya tersenyum. "Terimakasih ya Zril." Katanya. "Itu tugas tadi kamu kerjakan di rumah aja ya." Ujar Suci sembari merapikan barang-barangnya yang ada di atas meja.

"Baik Ustadza."

Suci segera bangkit dari kursinya. "Oh ya Zril, soal tadi jangan kasih tau siapa-siapa...." Azril lagi-lagi mengangguk. "Sekarang kamu boleh pulang." Katanya, lalu berlalu pergi meninggalkan kelas.

Sementara Azril tampak mematung memandangi Ustadza Suci yang entah kenapa kini mendadak menjadi guru favoritnya.

*****


Mariska

Mariska sadar kalau dirinya sudah tidak memiliki pilihan lain kecuali meminta bantuan Pak Sobri, walaupun rasanya berat sekali, tetapi demi keselamatan nyawa Ibunya ia harus berkorban, karena hanya ini yang bisa ia lakukan untuk menolong Ibunya.

Di temani oleh Haja Irma, mereka menemui Pak Sobri di sebuah hotel mewah yang ada di tengah-tengah kota.

Pak Sobri menyambut mereka dengan suka cita, rasanya ia tidak sabar ingin merasakan kehangatan memek Ustadza Mariska yang di kenal dingin selama ini. Ia tidak sabar melihat tubuh Mariska kelajotan di dalam pelukannya.

"Jadi bagaimana Bu Ustadza?" Tanya Pak Sobri.

Mariska tertunduk lemas. "Sa-sa-ya bersedia kawin kontrak dengan Pak Sobri." Jawab Mariska, sembari menyapu air matanya di ujung kelopak matanya.

"Berapa mahar yang harus saya bayar?"

"Tiga puluh juta Pak." Jawab Hj Irma menggantikan Mariska yang tampak terpukul.

Kemudian Pak Sobri mengambil sekantong uang dan meletakannya di atas meja. "Silakan di hitung dulu." Ujar Pak Sobri tak sabar.

Saat Hj Irma hendak menghitungnya, Mariska mencegahnya. "Tidak perlu di hitung, saya percaya Pak." Jawab Mariska.

"Jadi bisa kita mulai." Ucap Pak Sobri tak sabar.

Dengan berat hati Mariska menganggukkan kepalanya. Di bantu oleh Hj Irma sebagai mediator, mereka di nikahkan dengan cara sederhana, dan singkat. Setelah selesai menikahkan mereka Hj Irma meminta kesediaan keduanya menandatangani sebuah kontrak pernikahan, Pak Sobri lebih dulu mendatanganinya.

Ketika giliran Mariska, wanita cantik itu tampak ragu, mengingat dirinya yang telah bersuami. Tetapi bayangan wajah Ibunya membuat Mariska akhirnya memantapkan hatinya menandatangani kontrak tersebut.

Maafkan aku Mas, aku terpaksa melakukan ini semua...

"Kalau begitu saya pergi dulu ya Pak! Selamat atas pernikahan nya." Ujar Hj Irma. "Mariska kamu layani Suami kamu dengan baik, Umi tunggu kamu di lobby hotel." Nasehat Hj Irma kepada Mariska yang tampak sedih. Tanpa disadari Mariska, kalau saat ini ia tengah di jual oleh Hj Irma.

"I-iya Umi."

Selepas kepergian Hj Irma, kini hanya mereka berdua saja di dalam kamar hotel.

Jujur rasanya sangat canggung sekali berada satu kamar dengan pria yang bukan muhrimnya, apa lagi Mariska tau sebentar lagi tubuhnya akan menjadi milik Pak Sobri. Membayangkan tubuhnya di nikmati pria lain, membuat Mariska rasanya ingin mati saja.

"Di minum Ustadza." Tawar Pak Sobri.

Segera Mariska mengambil minuman tersebut dan meneguknya hingga habis. "Terimakasih Pak... Apa kita bisa mulai sekarang?" Tanya Mariska, ia ingin semuanya cepat selesai sehingga ia bisa pulang dan bertemu dengan Suaminya.

"Kamu mandi dulu aja, pakaiannya sudah saya siapkan di dalam kamar mandi." Ujar Pak Sobri.

Tanpa menjawab Mariska beranjak dari tempat duduknya, menuju kamar mandi yang ada di pojokan. Di dalam kamar mandi Mariska menumpahkan semua kesedihannya, ia menangis sejadi-jadinya. Ia merasa kalau dunia ini tidak adil kepadanya.

Bayangan wajah Suaminya yang hangat membuatnya merasa sangat bersalah, tetapi mau bagaimana lagi, ia melakukan ini semua karena baktinya kepada orang tua.

Setelah sedikit merasa tenang, barulah Mariska membasuh tubuhnya hingga bersih. Layaknya seorang pengantin yang tidak ingin terlihat kucel di hadapan Suaminya, walaupun Pak Sobri hanya menjadi suaminya selama beberapa jam saja.

Terkadang Mariska berfikir apa bedanya dirinya dengan pelacur, mereka sama-sama di bayar untuk memuaskan nafsu pria hidung belang, akad nikah yang mereka lakukan terlihat seperti formalitas saja, dan pernikahan mana yang mengatur berapa lama mereka menjadi pasangan Suami Istri.

Selesai mandi Mariska segera mengeringkan tubuhnya dengan selembar handuk yang sudah disiapkan di dalam kamar mandi.

Saat hendak mengenakan pakaian, di situlah Mariska baru sadar kalau pakaian yang di sediakan oleh Pak Sobri sebuah pakaian yang biasa di kenakan seorang pelacur, rasanya tidak ada bedanya ia telanjang dengan memakai pakaian tersebut.

Karena tidak ada pilihan Mariska terpaksa mengenakan pakaian yang sudah di sediakan, sehelai lingerie transparan berwarna hitam, di hiasi pita di bagian bawah kerah dadanya yang berbentuk V, sementara di bagian bawahnya di hiasi renda burkat yang terlihat cantik.

Ini terlalu seksi... Aku tidak bisa memakainya.

Mariska sempat ragu apakah dia harus keluar dengan pakaian seseksi ini, tapi bayangan wajah Ibunya, berhasil memantabkan hatinya.

Saat Mariska keluar dari kamar mandi, Pak Sobri tersenyum menyeringai sembari meneguk khamar. Tidak salah ia membuang uang sebesar 30 juta untuk wanita secantik Mariska.

Mariska berjalan menghampiri Pak Sobri sembari menyilangkan kedua tangannya untuk menutupi ketelanjangannya saat ini.

"Kenapa harus di tutupi? Kamu malu... Sebentar lagi aku akan menikmati tubuh indahmu itu, jadi untuk apa kamu malu sayang." Goda Pak Sobri, mempermainkan perasaan Ustadza Mariska.

"Astaghfirullah..." Lirih Ustadza Mariska.

Pak Sobri melambaikan tangannya. "Kemarilah, duduk di sampingku." Pinta Pak Sobri.

Mariska tidak bisa berbuat apa-apa, kecuali menuruti perintah Pak Sobri sembari menitikan air matanya. Di dalam hidupnya, sekalipun Mariska tidak pernah memimpikan dirinya melayani pria lain selain Suaminya tercinta.

Ia duduk di samping Pak Sobri, dengan sedikit menjaga jarak. Pak Sobri memakluminya, bahkan ia menikmati sikap enggan yang di perlihatkan Ustadza Mariska kepadanya.

Ia meraih jemari Mariska dan menggenggamnya, jemari itu yang terasa dingin dan kaku. Kemudian Pak Sobri menatap wajah cantik Mariska yang polos tanpa make up. "Kamu cantik sekali! Pertama kali saya melihat Ustadzah, saya langsung jatuh hati kepada Ustadza, siapa sangkah, Ustadza malah datang sendiri menawarkan diri untuk saya nikmati." Ujar Pak Sobri yang dengan sengaja mempermainkan perasaan Mariska.

Memang benar apa yang di katakan Pak Sobri, dirinyalah yang mendatangi Pak Sobri, bahkan dirinyalah menawarkan tubuhnya kepada Pak Sobri.

Tangan kanan Pak Sobri menyentuh dagu Mariska, ia mendekatkan bibirnya ke bibir Mariska yang tampak terpejam, lalu saat bibir mereka bertemu di situlah Mariska kembali menitikan air matanya.

Seakan tidak perduli dengan tangisan Mariska, Pak Sobri melumat bibir Mariska yang terlihat pasif.

Kesal karena tidak ada respon, Pak Sobri melepaskan lumatannya. Ia berdiri meninggalkan Mariska, mengambil botol minuman dan menuangkannya ke dalam gelas. Dengan santainya ia meneguk khamar di depan Mariska.

"Saya tidak pernah memaksa kamu untuk kawin kontrak dengan saya! Kalau Ustadza keberatan melayani saya, silakan pergi dari kamar ini, dan kembalikan uang saya." Ujar Pak Sobri, sembari menatap sinis kearah Mariska yang tampak shock.

"Tapi Pak..."

"Oh ya satu lagi..." Potong Pak Sobri. "Jangan lupa mengundang saya di pemakaman Ibu kamu." Bisik Pak Sobri, seraya tersenyum sinis.

"Pak... Tolong maafkan saya! Apapun akan saya lakukan, tapi... tapi... Jangan batalkan kawin kontrak kita." Melas Mariska yang tampak ketakutan, ia sangat membutuhkan uang tersebut untuk kesembuhan orang tuanya.

"Saya ingin kamu berprilaku layaknya seorang Istri, melakukan apapun yang di perintahkan suaminya, tanpa ada kata penolakan, bagaimana? Kamu bisa..." Tantang Pak Sobri.

Dengan berat hati Mariska menganggukkan kepalanya. "Saya bisa Pak... Saya bisa..." Jawab cepat Mariska.

Pak Sobri berdiri di depan Mariska. "Tolong buka handukku." Suruh Pak Sobri.

Mariska tampak terkejut mendengarnya. "A-apa?" Kaget Mariska.

"Apakah perintahku tadi kurang jelas."

Sadar kalau posisinya saat ini hanya bisa mematuhi semua keinginannya Pak Sobri. Dengan amat terpaksa Mariska membuka handuk yang di kenakan Pak Sobri. Ketika handuk itu terlepas, wajah Mariska terlihat sangat terkejut melihat ukuran kontol Pak Sobri.

Reaksi wajah Mariska membuat Pak Sobri sangat senang, karena itulah yang di inginkan Pak Sobri.

"Kamu pasti tau apa yang harus kamu lakukan sekarang." Ujar Pak Sobri sembari menggoyangkan pinggulnya, membuat kontolnya berayun-ayun di depan wajah Mariska.

Ingin sekali rasanya Mariska pergi saat itu juga, andai saja ia tidak mengingat bagaimana perjuangan orang tuanya dalam membesarkan dan mendidiknya hingga menjadi seperti ini. Dan sekarang saatnya giliran dia yang berbakti kepada Ibunya.

Jemari Mariska gemetaran saat menggenggam kontol Pak Sobri, dengan perlahan ia mengurut kontol Pak Sobri dengan perlahan.

"Sssttt... Enak sekali! Aaahk... Jari kamu terlihat seksi dengan cincin mas di jemari manismu." Ejek Pak Sobri, membuat wajah Mariska merona merah.

Tetapi Mariska berusaha mengabaikan ucapan Pak Sobri, walaupun hatinya menjerit. Masih ingat betul bagaimana suaminya menyematkan cincin pernikahan itu di jari manisnya tepat ketika mereka selesai mengucapkan janji suci.

Pak Sobri mendorong ke depan kepala Mariska hingga mendekat kearah kontolnya.

"Kulum kontol saya." Perintah Pak Sobri.

Bola mata Mariska melebar mendengarnya. "Ta... Tapi Pak... Saya belum pernah melakukannya." Panik Mariska, karena memang benar Suaminya tidak perna memintanya melakukan hal yang aneh-aneh kepadanya.

"Bagus, berarti saya orang pertama! Lakukan sekarang..." Perintahnya lagi.

Mariska sadar kalau dirinya tidak punya pilihan, tapi bagaimana cara melakukannya. Saat ia sedang sibuk berfikir, tiba-tiba Pak Sobri sudah mendorong kontolnya hingga menubruk bibir merah Mariska.

"Buka mulutmu." Suruhnya lagi.

Dengan berat hati Mariska membuka mulutnya, dan membiarkan benda asing tersebut masuk ke dalam mulutnya. Rasanya keras, asin dan hangat...

"Gerakan mulutmu maju mundur." Ujar Pak Sobri memberikan instruksi.

Walaupun terasa kaku, Mariska tetap melakukannya, ia menggerakan mulutnya maju mundur, maju mundur dengan perlahan. Sementara Pak Sobri tampak senang bisa mendapatkan blowjob dari seorang wanita muslimah yang berstatus Istri orang.

Awalnya Mariska hanya memaju mundurkan kepalanya, tetapi lama kelamaan ia terlihat mulai terbiasa memanjakan kontol Pak Sobri. Sesekali ia menyedot kontol Pak Sobri hingga kedua pipiny tampak kepot, saat rahangnya mulai pegal, Mariska menggantikannya dengan sapuan lidahnya.

Permainan mulut Mariska membuat Pak Sobri tampak tidak tahan, beberapakali ia mendesis nikmat, bahkan ia nyaris ejakulasi andaikan saja Pak Sobri tidak menarik kontolnya dari dalam mulut Mariska.

"Cukup... Sepertinya kamu sangat menyukai kontolku." Ejek Pak Sobri, membuat kedua telinga Mariska yang mendengarnya terasa panas.

Kemudian Pak Sobri duduk di samping Mariska, ia merangkul dan mendekap pundak Mariska. Bibir tebalnya menyosor bibir merah Mariska. Berbeda dengan sebelumnya, kini Mariska membalas lumatan Pak Sobri. Ia sedikit terkejut ketika tangan Pak Sobri menangkup payudaranya, tapi pada akhirnya ia membiarkan saja telapak tangan Pak Sobri meremas payudaranya.

Perlahan tapi pasti, sentuhan Pak Sobri mulai membangkitkan birahinya. Bahkan Mariska beberapa kali sampai lupa bernafas sanking nikmatnya.

Sebisa mungkin Mariska mengendalikan pikirannya, agar tidak terbawa oleh suasana erotis yang tengah di bangun oleh Pak Sobri, dengan cara membayangkan wajah Suaminya yang saat ini tengah menunggunya di rumah.

"Eeehmm... Aaahkk... Ehmmppsss... Hah... Hah..." Lenguh Mariska putus-putus di tengah-tengah ciumannya bersama Pak Sobri.

Tangan kanan Pak Sobri terjulur kebawah, menuju selangkangan Mariska. Saat jemari Pak Sobri menyentuh kulit pahanya, tubuh Mariska tampak gemetar.

Rasa geli yang di rasakan Mariska membuat memeknya berkedut-kedut.

Jangaaan... Jangaaan...

Perlahan cairan cintanya merembes keluar seiring sentuhan tangan Pak Sobri yang semakin naik keatas, menuju kemaluannya.

"Eengkk..." Mariska terpekik kecil ketika jemari Pak Sobri sudah mencapai bibir kemaluannya.

Pak Sobri melepas ciumannya, menatap wajah cantik Ustadza Mariska yang tengah birahi, membuatnya semakin bersemangat mempermainkan perasaan Ustadza Marsika yang kini di landa kebimbangan, antara menikmati sentuhan Pak Sobri, atau melawannya.

Tangan kiri Pak Sobri menyusup masuk ke dalam lingerie Mariska, ia meraih payudara Mariska, meremasnya dan memilin puting Mariska yang semakin membesar.

"Hah... Hah... Aaahkkk..." Desah Mariska tak tahan.

"Tetek kamu empuk, kenyal seperti agar... Beruntung sekali Suamimu Ustadza..." Bisik Pak Sobri, membuat rasa bersalah semakin membunca di hati Mariska.

Ia menggelengkan kepalanya, mencoba mengusir rasa nikmat yang membelenggunya saat ini. "Pak... Aaahkk... Sssttt... Aaahkk..." Lenguh Mariska kian tak berdaya oleh sentuhan Pak Sobri.

Kedua jemari Pak Sobri menerobos masuk ke dalam liang senggama Marissa yang terasa hangat dan seret, dengan gerakan perlahan ia menusuk-nusuk memek Mariska, membuat wanita Soleha itu makin kalang kabut di buatnya.

Mariska menggigit bibirnya, menahan suara desahannya untuk menjaga marwah islam di dalam dirinya. Tetapi usahanya sisa-sisa saja.

Sloookksss... Sloookksss... Sloookksss...

Dengan cepat kedua jari Pak Sobri keluar masuk, keluar masuk di dalam memek Mariska, sementara cairan cintanya keluar semakin banyak, hingga menetes, mengalir di sela-sela pahanya.

"Paaaak... Oughk..." Jerit Mariska.

Tubuhnya kelojotan, bergetar hebat saat orgasme itu tak lagi bisa ia tahan.

Saat Pak Sobri menarik keluar kedua jarinya, tampak cairan cintanya muncrat beberapa kali. Pinggul Marissa tersentak-sentak menikmati orgasmenya barusan.

Creeettss... Creeettss... Creeettss...

"Oughk... Aaahkk... Hah... Hah..." Lenguh Mariska.

Pak Sobri membelai clitoris Mariska, menggosok-gosok clitorisnya dengan kedua jarinya dengan sangat cepat, hingga orgasme yang tadinya mulai meredah kini kembali datang. Bagaikan tsunami susulan, semburan deras cairan cintanya kembali menyembur deras dengan jumblah yang lebih banyak.

Seeeeeeeeeeeeeeeerrrr...

Creeettss... Creeettss... Creeettss...

"Ckckck... Nafsu Ustadza besar juga ya, pasti Ardi kesulitan mengimbangi nafsu Ustadza yang begitu besar." Ledek Pak Sobri membuat Mariska sakit hati mendengar ucapannya, tapi ia tidak bisa marah.

Sejujurnya Mariska juga bingung kenapa ia bisa begitu mudanya orgasme, padahal selama ini saat bercinta dengan Suaminya ia sangat sulit sekali mendapatkan orgasme, apa lagi sampai mendapatkan squirt berkali-kali.

Pak Sobri berbaring di atas tempat tidur, ia meminta Mariska naik keatas tubuhnya dengan gaya terbalik, atau gaya 69.

Dengan berat hati lagi-lagi Mariska menuruti kemauan Pak Sobri, ia mengangkangi wajah Pak Sobri, sementara wajahnya berada di depan kontol Pak Sobri yang tengah mengancung keras.

"Kulum kontol saya." Suruh Pak Sobri.

Jemari halus Mariska kembali membelai kontol Pak Sobri, mengocoknya dengan perlahan sembari mencium kepala kontol Pak Sobri dengan lembut. Lalu ia memasukan kontol Pak Sobri ke dalam mulutnya, dan mulai menghisap kontol Pak Sobri.

Sementara Pak Sobir terlihat tengah memandangi memek Mariska, ia dengan sengaja membuka libia majora vagina Mariska agar bisa melihat lobang memek Mariska yang tampak berkedut-kedut, bahkan dengan isengnya ia meniup lobang kemaluan Mariska.

Wajah cantik Mariska merona merah karena malu, bagi Mariska ini adalah kali pertama seorang pria melihat memeknya dengan jarak yang sangat dekat.

"Sluuppss... Sluuppss... Eengkk... Bapak! Hah... Pak... Aduuuh... Aaarrt..." Erang Mariska saat merasakan sapuan lidah Pak Sobri di bibir kemaluannya.

"Memek kamu enak Ustadzah... Sluuuppsss... Sruuupsss... Sluuppss... Sluuppss... Apa Ustad Ardi pernah menjilati memek Ustadza?" Tanya Pak Sobri dengan lantangnya.

Andai dalam kondisi normal, Mariska tentu akan mencak-mencak kalau di tanya seperti itu, tapi kondisinya saat ini berbeda, karena dirinya memang sudah menjadi milik Pak Sobri, sehingga ia harus menjawab pertanyaan yang memalukan tersebut.

"Be... Oughk... Belum Pak... Aaahkk..." Erang Mariska.

Pak Sobri tersenyum mendengarnya. "Berarti saya orang pertama yang mencicipi memek Ustadza! Sruuupsssss...." Tiba-tiba Pak Sobri menyeruput kuat kemaluan Mariska, membuat tubuh Mariska melejang-lejang tak karuan.

"Bapaaaaak..." Jerit Mariska.

Seeeeeeeeeeeeeeeerrrr....

Seeeeeeeeeeeeeeeerrrr...

Creeettss... Creeettss... Creeettss...

Memek Mariska berkedut-kedut sembari menumpahkan cairan cintanya kewajah Pak Sobri yang tampak menyeringai senang, menyeruput lendir yang keluar dari memek Mariska.

Setelah puas Pak Sobri meminta Mariska terlentang dengan pose mengangkang. Sembari memalingkan wajahnya dari tatapan Pak Sobri, Mariska menahan kedua lipatan bagian belakang lututnya dengan kedua lengannya, posisi ini sama saja dengan Mariska mengizinkan Pak Sobri menikmati keindahan memeknya.

"Aku akan mengawinimu sekarang!" Goda Pak Sobri sembari menggesek-gesekkan kemaluannya di bibir memek Mariska.

Maafkan aku Mas... Maafkan Istrimu ini.

Mariska memejamkan matanya ketika kepala kontol Pak Sobri membela bibir kemaluannya, menerobos masuk dengan perlahan ke dalam lobang memeknya yang terasa legit dan nikmat.

Kening Mariska berkerut, menahan rasa ngilu bercampur nikmat ketika kontol Pak Sobri semakin dalam menusuk memeknya.

"Eengkk... Aaahkk... Sssttt... Aaahkk..." Lenguh Mariska.

Wajah Pak Sobri tidak kalah tegangnya, akhirnya ia bisa merasakan memek Istri Ustad Ardi. "Sempit sekali... Aku yakin kontol Suamimu sangat kecil." Masih sempat-sempatnya Pak Sobri mempermainkan perasaan Mariska yang tengah di landa kebimbangan.

"Aduuu... Pak! Aaahkk..."

"Ougk... Enaknya memek Istrinya Ustad Ardi." Racau Pak Sobri sembari mengayunkan pinggulnya maju mundur, memompa memek Mariska.

Mariska menggeleng-gelengkan kepalanya tak tahan ketika Pak Sobri semakin cepat menyodok-nyodok memeknya. Rasanya geli-geli tapi nikmat, membuat nafasnya memburu keenakan setiap ujung kepala kontol Pak Sobri menabrak bagian terdalam memeknya.

Kedua tangan Pak Sobri meraih payudara Mariska, meremas-remasnya dengan kasar seiring dengan tempo permainannya yang semakin cepat.

Plooookss.... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss...

Plooookss.... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss...

Plooookss.... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss...

Ploooopsss...

Seeeeeeeeeeeeeeeerrrr....

Creeettss... Creeettss... Creeettss...

Tepat ketika Pak Sobri mencabut kontolnya, cairan cinta Mariska langsung berhamburan keluar bagaikan air mancur yang menyembur begitu deras.

"Hah... Hah... Hah..." Nafas Mariska yang tampak kepayahan.

Tubuh indah Mariska terkulai lemas setelah kembali di buat orgasme oleh Pak Sobri. Dengan pandangan sayu, Mariska menatap Pak Sobri.

Kembali Pak Sobri menindih tubuh Mariska, ia mendekap kepala Marsika sembari melumat bibir manis Mariska dengan rakus, sementara kontolnya kembali menjelajahi relung memek Mariska yang terasa semakin licin, hingga mempermuda laju gerak kontol Pak Sobri.

"Gimana rasanya Ustadza? Enakkan?" Goda Pak Sobri.

Mariska memalingkan wajahnya, ia merasa sangat hina mendengar pertanyaan Pak Sobri. "Aaahkk... Aaahkk... Sssttt... Pelan-pelan Pak! Hah... Aaahkk..." Desah Mariska yang terdengar sangat manja di telinga Pak Sobri.

Kemudian Pak Sobri mencabut kontolnya, dan mengajak Mariska menuju sofa.

Mariska hanya menurut saja ketika di minta tiduran diatas sofa dengan posisi telentang, sementara pinggulnya di sangga oleh senderan tangan sofa sehingga pantatnya sedikit terangkat. Pak Sobri mengangkat kedua kaki Mariska diatas pundaknya sementara kontolnya di posisikan sejajar dengan memek Mariska.

Dengan muda Pak Sobri kembali menusukan kontolnya ke dalam memek Mariska. Lagi-lagi tubuh Mariska di buat menggeliat seperti cacing kepanasan.

Plooookss... Plooookss... Plooookss...

Bagaikan mesin bor, kontol Pak Sobri menghujam tanpa ampun, mengobok-obok memek Mariska yang tampak memerah. Tapi anehnya wanita Soleha itu malah tampak sangat menikmati permainan kasar Pak Sobri kepada dirinya.

Hentakan-hentakan kontol Pak Sobri membuat payudara Mariska tampak berayun-ayun.

Saat Mariska hampir kembali mendapatkan orgasmenya, tiba-tiba Pak Sobri berhenti menghentak-hentakkan kontolnya di dalam memeknya.

"Putar badan kamu." Suruh Pak Sobri.

Pria paruh baya itu tampak menyeka keringat yang ada di dahinya.

Dengan bersusah paya Mariska memutar tubuhnya, Mariska menyandarkan perutnya di atas sandaran tangan sofa, sementara tubuh bagian atasnya sepenuhnya jatuh keatas sofa dengan pantat yang menungging kearah Pak Sobri. Kedua tangannya terjulur kebelakang, membuka pipi pantatnya.

Dari belakang Pak Sobri menuntun kontolnya untuk kembali merajai memek Mariska Bleeesss... Dengan satu sentakan, kontolnya amblas sedalam-dalamnya ke dalam memek Mariska.

Lagi dengan kekuatan power full Pak Sobri menggenjot memek Mariska, sementara tangan kanannya berpegangan dengan pundak Mariska.

Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss...

Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss...

Di posisi ini membuat kontol Pak Sobri masuk semakin dalam, membuat Mariska tampak kelimpungan menghadapi setiap hentakan kontol Pak Sobri di dalam lobang surgawi miliknya.

"Aaahkk... Aaahkk... Aaahkk..." Desah Mariska.

Dengan rahang yang mengeras, Pak Sobri menghentak-hentakkan pinggulnya dengan keras. "Oughk... Enak sekali memekmu Ustadza... Aaahkk... Hah... Hah..." Racau Pak Sobri.

Suka atau tidak Mariska harus mengakui betapa hebatnya Pak Sobri dalam urusan ranjang, buktinya ia kembali mendapatkan orgasmenya.

Selama melayani Suaminya ia tidak pernah bisa mendapatkan orgasme berkali-kali, bahkan satu kalipun jarang, tetapi dengan Pak Sobri ia bisa berkali-kali mendapatkan orgasme, membuatnya merasa melayang ke langit ketujuh sanking nikmatnya.

Kedua tangan Pak Sobri menarik kedua tangan Mariska kebelakang, hingga Ustadza Mariska berdiri tegak di depan Pak Sobri, sementara kontol Pak Sobri masih saja tertancap di dalam memeknya.

Dari belakang Pak Sobri memeluk erat perut Mariska sembari mencium pipinya.

"Aaahkk... Hah... Hah..." Desah Marsika terputus-putus.

"Kontol saya ennakkan Ustadza? Saya yakin setelah ini kontol Ustad Ardi tidak akan berasa di memek Ustadza! Hahaha..." Ejek Pak Sobri yang tampak senang sekali menggoda, mempermainkan perasaan Mariska yang terlihat semakin pasrah.

"Paaaak... Aaaaahkk... Hah... Hah... Saya mau keluar Paaaak... Aduh... Aaahkk..." Erang Mariska, tubuh indahnya kembali kelojotan.

Tapi tiba-tiba Pak Sobri mencabut kontolnya, membuat lorong memek Mariska terasa kosong, dan rasa nikmat yang hampir memuncak mendadak hilang bagaikan di telan angin.

Dengan tatapan sayu Mariska menatap Pak Sobri, rasanya sangat tidak enak kalau menggantung seperti ini.

"Belum saatnya." Ujar Pak Sobri.

"Pak..." Melas Mariska.

Kemudian ia duduk di sofa dengan kedua tangan menjadi sandaran di kepalanya. "Kamu mau ini Mariska? Jangan malu-malu katakan saja." Goda Pak Sobri sembari mengocok kontolnya yang tampak basah.

"Eehmm..." Mariska mengangguk lemah.

Pak Sobri tersenyum. "Duduk diatas pangkuanku sekarang." Suruh Pak Sobri seraya menatap tubuh telanjang Mariska yang terlihat indah.

"I-iya Pak..."

Mariska merangkak naik keatas sofa, dengan posisi mengangkangi kontol Pak Sobri. Kedua kakinya ia tekuk kebelakang sebagai penopang tubuhnya. "Kamu harus meminta izin terlebih dahulu kalau menginginkan kontol saya." Ujar Pak Sobri menggoda.

"Eh...."

"Dan beritahu alasannya kenapa kamu menginginkan kontolku, hahaha..." Tawa Pak Sobri yang tampak begitu puas mempermainkan perasaan Mariska.

Mariska yang seakan sudah kehilangan rasa malumya dengan cepat meminta izin kepada Pak Sobri. "Pak... Kontolnya saya masukin ya..." Pinta Mariska dengan suara gemetar, menahan gejolak birahinya.

"Masukan kemana?"

"Ke memek saya Pak..."

"Kenapa?"

Mariska terdiam, haruskah ia mengatakannya? "E-enak Pak... Kontol Bapak besar jadi rasanya enak banget." Jawab Mariska sejujur-jujurnya walaupun ia tau ucapan nya barusan sudah sangat merendahkan harga dirinya.

"Lakukan sesukamu Ustadza." Bisik Pak Sobri.

Mariska meraih kontol Pak Sobri, mengarahkannya ke depan memeknya. Dengan perlahan ia menurunkan pantatnya, menelan kembali kontol Pak Sobri yang terasa sangat nikmat. "Eeengkk... Aaaahk.... Aaahkk..." Lenguh Mariska merasakan nikmatnya setiap inci kontol Pak Sobri masuk ke dalam memeknya.

Kemudian dengan gerakan perlahan ia mulai mengangkat dan menuruni pinggulnya, mengocok-ngocok kontol Pak Sobri dengan memeknya.

Kedua tangan Mariska melingkar di leher Pak Sobri, wajahnya mendongak keatas menikmati setiap pertemuan rahimnya dengan kontol Pak Sobri. Rasa gatal di dalam memeknya, membuat Mariska semakin mempercepat goyangannya.

Sementara Pak Sobri terlihat begitu menikmati payudara Mariska yang berayun-ayun, mengikuti gerakan tubuh Mariska.

Plooookss.... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss...

Plooookss.... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss..

Plooookss.... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss..

Suara benturan pantat dan paha Pak Sobri terdengar begitu nyaring, bagaikan sebuah melodi indah yang menambah keintiman mereka, membuat birahi mereka kian menggebu-gebu.

"Aaahkk... Hah... Hah... Hah..." Erang Mariska makin keras.

"Enak sekali memek Ustadza... Kontol saya rasanya seperti di peras-peras oleh memek Ustadza." Racau Pak Sobri keenakan.

"Yaaah... Aaahkk... Pak... Enak Pak... Aaahkk... Hah... Hah... Oughk..."

"Enakkan mana di bandingkan kontol Ustad Ardi?" Goda Pak Sobri, sembari meremas-remas payudara Mariska yang membusung indah.

"Enak kontol Bapak... Aaahkk... Kontooool Bapak enaaaak... Aaahkk... Hah... Hah... Saya mau keluar Pak... Saya sudah tidak tahan lagi...." Jerit Mariska tidak sadar atas apa yang barusan ia katakan.

Punggungnya menekuk kebelakang, dengan wajah mendongak keatas ia menyambut orgasmenya. Seeeeeeeeeeeeeeeerrrr.... Seeeeeeeeeeeeeeeerrrr.... Seeeeeeeeeeeeeeeerrrr.... Pantatnya tersentak-sentak, menikmati sisa-sisa orgasme yang baru ia dapatkan.

Tubuhnya yang lemas tidak berdaya jatuh ke dalam pelukan Pak Sobri, yang membiarkan dirinya menikmati sisa-sisa orgasmenya.

Perlahan Pak Sobri berdiri sembari menggendong tubuh Mariska tanpa melepas kontolnya dari dalam memek Mariska. Lalu ia mulai mengayun-ayunkan tubuh Mariska ke udara, sehingga kontolnya tertancap semakin dalam ke dalam memek Mariska.

Rasa gatal dan nikmat kembali merasuki jiwa Mariska, ketika kontol Pak Sobri yang menancap dalam ke dalam memeknya setiap kali pinggulnya turun kebawah.

"Oughk... Pak... Aaahkk... Aaahkk..." Erang Mariska keenakan di dalam gendongan Pak Sobri. "Paaak... Aduuuh... Enaaak... Pak..." Jerit Mariska seakan tidak pernah kenal lelah.

Pak Sobri mengajak Mariska berjalan-jalan mengelilingi kamar hotel, sembari menyodok-nyodok memek Mariska dari bawah. Kemudian ia membaringkan tubuh Mariska dengan posisi dirinya berada diatas tubuh indah Mariska.

Pak Sobri yang mulai kepayahan dengan kasar menggejot memek Mariska. Ia ingin segera mengakhiri kesenangannya hari ini.

Sembari melumat bibir Mariska yang terasa manis, Pak Sobri menggenjot memek Mariska dengan sangat berutal membuat wanita Soleha itu tampak kewalahan, tapi sangat menikmati keberutalan kontol Pak Sobri yang menusuk-nusuk lobang memeknya.

"Eehmmmppss... Aaahkk... Emmppsss... Sslpppsss... Aaahkk... Ehmmppss... Ehmmppss..." Hanya itu keluar dari bibir manis Mariska.

Dengan satu tusukan dalam, pinggul Pak Sobri tersentak-sentak dan beberapa detik kemudian, tampak lahar panas keluar dari dalam kontolnya, menyambar rahim Mariska.

Pada saat bersamaan Mariskapun kembali mencapai klimaksnya, menenggelamkan kontol Pak Sobri dengan lendir cintanya yang begitu banyak.

"Oughk..." Lenguh Mariska.

*****


Clara

Terik matahari yang begitu panas menerpa wajah Azril dan Clara yang tengah duduk berdua sembari menikmati es kelapa muda. Di hadapan mereka terhampar luas padi yang mulai menguning, terlihat indah walaupun hati mereka kini tengah gunda gulana.

Sudah hampir 10 menit mereka berdua di sana, tapi tidak ada satu katapun yang terucap.

Clara mendesah pelan, sembari memandangi sosok pemuda yang ada di sampingnya. "Maaf ya..." Ujarnya, dengan rasa bersalah yang membuncah di hatinya.

"Maaf untuk apa?"

"Untuk yang kemarin!" Clara membuang jauh pandangannya kearah seorang petani yang sedang memanen padi. "Kamu benar Zril! Ternyata Dedi bukan cowok baik-baik, dia selingkuh Zril." Bisik Clara, sembari menyapu ujung air matanya.

"Jadi kamu sudah tau?"

Clara mengangguk lemah, ia menceritakan kejadian kemarin siang saat ia memergoki Dedi yang berselingkuh di belakangnya. Untung saat itu ada Rayhan, kalau tidak mungkin ia dan Asyifa sudah menjadi korban kebengisan Dedi.

Mengingat kejadian itu semua, membuat dada Clara terasa sesak, karena ia benar-benar mencintai pemuda tersebut.

"Harusnya kamu bersyukur, dengan begitu kamu bisa mengakhiri hubungan kalian lebih cepat." Nasehat Azril, seraya memandangi gadis yang ada di sampingnya.

"Tapi bagaimana dengan masa depanku Zril?"

"Maksudnya?"

Clara tampak menghela nafas, melepaskan beban di hatinya. "Kamu juga taukan kalau aku sudah menyerahkan semuanya untuk Dedi." Clara kembali menatap Azril. "Apa masih ada pria yang mau sama aku Zril..." Lirih Clara yang tampak sedih.

"Aku..." Azril tersenyum. "Kamu lupa kalau aku sangat mencintaimu Ra? Kamu lupa, kalau aku sangat menyayangi kamu?"

"Tapi Zril..."

"Ra... Aku beneran suka sama kamu, aku bisa kok nerima kamu apa adanya?" Kejar Azril, pemuda itu sangat berharap kalau Clara bisa menerimanya sebagai kekasih nya.

Clara tertunduk lemah. "Maaf Zril... Tapi aku belum bisa..." Jawab Clara.

"Jadi aku di tolak?"

"....."

"Apa kurangnya aku Ra? Aku lebih ganteng dari Dedi, lebih pintar dan pastinya aku tidak akan pernah nyakitin kamu..." Desak Azril, dadanya bergemuruh kecewa. "Apa karena Dedi lebih populer, jagoan..." Desak Azril yang tampak sangat kecewa.

Clara menatap sayu mata Azril. "Bukan itu masalahnya Zril..." Ujar Clara.

"Terus apa?"

"Aku juga gak tau, tapi aku berharap kamu tidak pernah pergi meninggalkan aku... Aku berharap kamu selalu mencintaiku."

"Selamanya Ra... Selamanya aku akan mencintaimu."

"Terimakasih Zril... Kamu masih maukan jadi sahabat aku..." Clara menggenggam erat tangan Azril, tanpa mengalihkan pandangannya dari mata Azril.

Azril mengangguk seraya tersenyum. "Tentu saja, dan aku berharap suatu hari nanti kamu mau menerima perasaan ku." Kata Azril penuh harap.

"Terimakasih ya Zril, kamu memang sahabat terbaikku." Ujar Clara, padahal Azril sangat berharap dirinya tidak lagi di anggap sebagai sahabat, melainkan sebagai kekasih.

*****

16:45


Mariska

Haja Irma tampak duduk santai di lobby hotel sembari membaca majalah. Tidak lama kemudian ia melihat Mariska yang berjalan tertatih-tatih mendekatinya dengan wajah pucat pasih.

Haja Irma bisa menebak, kalau Mariska di hajar habis-habisan oleh kontol Pak Sobri.

"Sudah selesai?" Tanya Haja Irma layaknya seorang mucikari.

Ustadza Mariska mengangguk lemah. "Sudah Umi! Kita pulang sekarang Mi." Ajak Ustadza Mariska, ia ingin segera beristirahat di rumahnya.

"Yuk..."

Mereka berduapun segera meninggalkan hotel, menuju sebuah mobil yang sudah siap mengantarkan mereka pulang. Hj Irma terlihat senang karena rencananya telah berhasil, berbeda dengan Ustadza Mariska yang tampak murung setelah menyerahkan tubuhnya untuk di nikmati Pak Sobri.

*****

17:30


Dwi

Ustadza Dwi baru saja selesai mandi, ia terlihat sedang memilah-milah pakaian yang ingin ia gunakan. Tiba-tiba Suaminya datang dan langsung memeluk tubuh Istrinya dengan erat dari belakang, ia mengendus-endus aroma tubuh Istrinya.

"Astaghfirullah... Mas, bikin Adek kaget aja." Ucap Ustadza Dwi.

Hendra mengecup lembut pipi Istirnya. "Mas lagi pengen Dek." Bisik Hendra mesra, pelukan di perut Istrinya semakin kencang.

"Bentar lagi magrib! Masak Adek harus mandi lagi."

Hendra tidak mengubris ucapan Istrinya, ia melepas ikatan handuk Ustadza Dwi, hingga terpampang tubuh indah Ustadza Dwi. "Cuman sebentar sayang." Rayu Ustad Hendra, yang kemudian mencium bibir merah Istrinya.

"Eeehmmppsss... Mas... Eeehmmppsss..." Lenguh Ustadza Dwi.

Tangan kanan Ustad Reza meraih buah dada Ustadza Dwi dan meremasnya dengan perlahan, membuat Ustadza Dwi kegelian.

"Mas... Langsung aja, sssttt... Mau ke masjidkan?"

Hendra yang mengerti kalau sebentar lagi memasuki waktu magrib segera menuntun istrinya berbaring di atas pembaringan. Ia menindih tubuh Istrinya sembari mencium wajah Istrinya.

Tangan Ustadza Dwi meraih kontol Suaminya, ia mengarahkannya tepat di lobang kemaluannya.

"Aaahkk... Enak banget sayang." Rintih Hendra.

"Hmmm... Hah... Hah... Hah..." Desah Ustadza Dwi.

Dengan perlahan pinggul Ustad Hendra berayun-ayun, menusuk lobang peranakan Istrinya yang di rasa semakin basah.

Dwi mulai menikmatinya, tetapi tiba-tiba ia merasakan dengusan nafas Ustad Hendra yang mulai memburu, menandakan kalau Suaminya sebentar lagi akan orgasme. Tidak ingin di buat kentang Dwi ikut menggoyangkan pinggulnya, tapi beberapa detik kemudian Dwi merasakan hangatnya sperma Ustad Hendra.

"Oughk..." Hendra melolong keenakan.

Tubuhnya yang lemas ambruk di samping tubuh Istrinya yang diam-diam merasa kecewa karena tidak bisa mendapatkan orgasmenya.

"Terimakasih sayang, tadi itu enak banget! Kamu puaskan?" Tanya Ustad Hendra.

Ustadza Dwi tersenyum sembari mengangguk. "Iya Mas... Aku juga puas." Jawab Ustadza Dwi terpaksa berbohong untuk menyenangkan hati Suaminya.

Sementara itu di luar jendela tanpa mereka sadari seseorang mengintip aktivitas seksual mereka. Pak Bejo tersenyum menyeringai.

"Nafsu doang besar, tapi kemanpuan tidak ada. Ckckckck..." Lirih Pak Bejo sembari menggeleng-gelengkan kepalanya.

*****
Akhirnya si Mariska dijebol juga hehe
 
Lebih bagus ini daripada versi sebelumnya. Awalnya malas baca karena ramake. Rayhan dan Zaskia lebih hot versi sebelumnya. Tapi yg lain2 bagus ini. Clara mantap tuh ceritanya
 
makasih hu update nya

meunggu exe yg bercadar dan adegang menantu mertuanya wkwk
 
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
Bimabet
Cerita epic nih. Fetish ketidaksengajaan antara zaskia dgn rayhan tolong diperbanyak lg donk hu 🤤. Fara si menantu polos kurang mndapat porsi cerita ya Hu? Sepertinya baru 2 kali diceritakan
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd