Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Pesantren Series (Remake)

Status
Please reply by conversation.
dari cerita pertama sekali, karakter zaskia ini selalu di ayun
gak pernah ngetot..ngetot :D
 

Salma

19:30
Sehabis makan malam Furqon menghampiri Istrinya, ia bermaksud ingin kembali mengajak Istrinya pergi ke dukun sakti, mengingat kalau masih ada satu Sukma lagi yang belum di tanamkan sang Dukun ke dalam tubuh Istrinya, andai Furqon tau apa yang Dukun itu lakukan kepada Istrinya, mungkin ia tidak akan pernah ingin kembali ke rumah si Dukun.

Salma sedang menonton tv, ia terlihat tidak bisa fokus menonton acara yang ada di televisinya. Semenjak kejadian hari itu, Salma terus memikirkannya.

"Sayang..."

Salma melihat kearah Suaminya. "Ada apa Mas?" Tanya Salma heran.

"Hhmm... haid kamu sudah selesaikan?" Salma menganggukkan kepalanya. "Berarti kamu sudah bisa untuk menerima Sukma dari si Dukun." Ucap Furqon membuat Salma tersentak kaget.

"Maksud Mas?"

Furqon tampak menghela nafas. "Adek lupa ya? Atau pura-pura lupa?" Sindir Furqon, ia tampak kesal dengan Istrinya.

"Janji kita cuman satu kali aja Mas." Tegas Salma.

"Iya, tapi masalahnya kan pengobatan kamu belum selesai. Masih ada satu Sukma lagi yang harus di tanamkan ke tubuh kamu Dek." Ingat Furqon, ia berharap tidak ada drama lagi dari Istrinya.

Salma melengos. "Aku gak mau Mas..." Ketus Salma.

"Astaghfirullah..."

"Mas... Cukup satu kali aja aku kesana, dan aku tidak akan pernah mau lagi pergi ke sana. Tolong jangan paksa aku Mas." Melas Salma, rasanya ia ingin sekali menangis melihat tingkah Suaminya.

Rahang Furqon tampak mengeras, menahan emosi yang bergejolak di dalam tubuhnya. "Mas hanya ingin punya anak Dek! Apa Mas salah?" Desak Furqon.

"Gak gitu caranya Mas."

"Jadi Mas harus bagaimana? Kita sudah pergi ke Dokter, ke tempat alternatif, memakan obat-obatan tradisional yang katanya bisa meningkatkan kesuburan, bahkan sudah berapa jenis obat china yang kamu makan, tapi tetap saja kamu gak hamil. Satu-satunya cara yang belum kita lakukan adalah pergi ke dukun." Ujar Furqon dengan nada tinggi.

Itu karena kamu mandul Mas...

Ingin sekali rasanya Salma meneriakkan kalimat tersebut di depan Suaminya, andai saja ia tidak ingat dengan nasehat mertuanya untuk tetap menjaga perasaan Suaminya.

"Pokoknya Mas gak mau tau, kamu harus tetap pergi ke dukun, atau kita...."

"Kita apa Mas? Cerai..."

Furqon melengos, ia tidak ingin melanjutkan ucapannya, karena jauh dari lubuk hatinya ia masih sangat mencintai Istrinya.

Salma yang kesal segera beranjak dari duduknya, pergi ke kamarnya, meninggalkan Suaminya. Di dalam kamarnya Salma hanya bisa menangis, ingin rasanya ia memberitahu Suaminya apa yang telah sang Dukun lakukan kepadanya, tetapi ia khawatir Suaminya akan benar-benar menceraikannya.

*****


Kartika

Selepas kepergian Suaminya, Kartika selalu dihantui rasa takut. Pak Hasan yang mendapatkan tugas untuk menjaga Kartika, malah kini berbanding kebalik, ia bukanya menjaga, tapi malah meneror Kartika sepanjang waktu, membuat Kartika terpaksa mengurung diri di dalam kamarnya.

Kartika sangat takut kalau Pak Hasan tiba-tiba kembali memperkosanya.

Tok... Tok... Tok...

"Nduk ada telpon dari Rifki, suami kamu." Kartika sontak kaget mendengar suara mertuanya.

Diatas tempat tidur ia meringkuk ketakutan, ia tidak ingin bertemu mertuanya lagi. Banyangan dirinya yang tengah di perkosa, membuat dirinya merasa muak. Andai ada pilihan, Kartika lebih memilih mati ketimbang bertemu dengan Mertuanya.

Sudah seharian ini Pak Hasan berusaha mendekatinya, tetapi Kartika tetap kekeuh tidak mau membukakan pintu untuk mertuanya itu.

Bahkan ia rela hanya makan roti yang sudah ia siapkan dari kemarin untuk mengganjal perutnya yang lapar.

"Halo Nak Rifki, ini Kartika kayaknya lagi sibuk, dari tadi pagi gak buka kamar." Terdengar suara Pak Hasan yang tengah berbicara di telepon, membuat Kartika mulai merasa bimbang.

"Iya Nak."

"Bapak juga khawatir takut dia kenapa-kenapa! Ini Bapak lagi berusaha manggil dia."

Cleeek...

Kartika membukakan pintunya karena ia pikir Suaminya benar-benar menelpon Mertuanya. Ia merampas hp milik pak Hasan. "Ha... Halo mas..."

"......"

"Mas... Halo..."

Kartika menoleh kearah Pak Hasan yang tampak tersenyum menyeringai. Sadar kalau dirinya di bohongi Kartika hendak kembali ke kamarnya, tapi dengan cepat Pak Hasan menahan pintu kamar menantunya. Ia menerobos masuk kendalam kamar anaknya.

Wajah Kartika tampak pucat pasi, ia tidak menyangkah kalau dirinya bisa termakan oleh taktik murahan Pak Hasan.

Pak Hasan menutup dan mengunci satu-satunya akses bagi Kartika untuk melarikan diri.

"Saya mohon Pak, jangan perkosa saya lagi." Melas Kartika.

Pak Hasan mendekap dan memeluk tubuh Kartika, bibir hitamnya berusaha mencium bibir Kartika. Tetapi Kartika tidak mau menyerah, ia terus berusaha menghindar dan melawan.

Pak Hasan yang mulai kesal membanting tubuh Kartika diatas tempat tidur.

"Jangan membuat saya marah!" Bentak Pak Hasan.

Kartika yang tidak perduli berusaha melarikan diri, tapi Pak Hasan dengan cepat menerkam tubuhnya. Ia menduduki perut Kartika, kemudian Plaaaak... Sebuah tamparan keras mendarat di wajah Kartika, membuat wanita Soleha itu terdiam sejenak.

Pak Hasan menatap bengis kearah Kartika, tetapi ia tidak gentar dan membalas tatapan Pak Hasan.

"Mertua tidak tau diri..." Umpat Kartika.

Pak Hasan mencekik leher Kartika. "Di rumah ini hanya ada kita berdua, jangan coba-coba melawan atau saya bunuh kamu." Ancam Pak Hasan, membuat bulu romanya bergidik ngeri.

"Awwww..." Jerit Kartika.

"Makanya jangan coba-coba melawan saya, inilah akibatnya kalau kamu berani melawan saya! Hehehe.." Ejek Pak Hasan yang merasa berada di atas angin atas korbannya.

Dengan kasarnya Pak Hasan menarik gamis Kartika, hingga membuat kancing gamisnya berhamburan. Kartika yang seakan tidak jera kembali melakukan perlawanan, ia memukul-mukul lengan Pak Hasan yang berusaha melepas gamisnya.

Tetapi apa daya, tenaganya tidak sebanding dengan tenaganya Pak Hasan. Dengan tempo yang sangat cepat Pak Hasan berhasil melepas gamisnya, lalu di susul dengan bra dan celana dalamnya.

Sembari menatap tubuh telanjang menantunya, Pak Hasan melepas sarungnya.

"Indah sekali tubuhmu Nduk." Seloroh Pak Hasan.

Kartika berusaha menyembunyikan lekuk tubuhnya dari pandangan pak Hasan. "Biadab... Suatu hari nanti anda akan mendapatkan balasan yang setimpal atas apa yang anda lakukan kepada saya." Ucap Kartika dengan tatapan penuh amarah.

Plaaaak...

"Pukul lagi Pak... Pukul." Jerit Frustasi Kartika.

Pak Hasan mengaitkan kedua kaki Kartika di kedua lengannya, menekan lutut Kartika hingga pinggulnya terangkat keatas.

Kontol Pak Hasan yang sudah berdiri tegak sudah siap merobek-robek memek menantunya itu yang terlihat indah di mata tuanya. Kartika yang panik berusaha meronta-ronta, tetapi tidak banyak yang bisa ia lakukan, hingga akhirnya kontol besar Pak Hasan menerobos masuk ke dalam memeknya.

Bleeesss....

"Hiyaaaaa.... Sakiiiit Pak." Jerit Kartika.

Pak Hasan tersenyum menyeringai. "Ini hukuman untuk menantu yang nakal." Ujar Pak Hasan yang tampak puas mengerjai menantunya.

"Cabut Pak... Cabut..." Mohon Kartika.

Pak Hasan menarik pinggulnya perlahan, lalu menghunuskannya lagi ke dalam memek Kartika, gerakan tersebut ia lakukan berulang-ulang. Memek Kartika yang belum siap menerima kontol pak Hasan terasa sangat menyakitkan bagi Kartika.

Raut wajah Kartika yang meringis setiap merasakan tusukan kontolnya, memberikan sensasi yang berbeda bagi Pak Hasan.

Perlahan tapi pasti memek Kartika mulai memproduksi lendir kewanitaannya, membuat jalan bagi kontol Pak Hasan semakin muda. Tentu saja perubahan tersebut membuat Pak Hasan sangat senang, ia tau cepat atau lambat menantunya itu akan menikmati kontolnya.

"Hah... Hah... Aaahkk... Hah... Ahkk..." Lenguh Kartika.

Pak Hasan menyeringai menatap Kartika. "Sudah basah ya Nduk? Hehehe... Bapak tau kamu suka kontol Bapakkan? Tapi kamu masih malu... Hahaha..." Tawa Pak Hasan mengejek.

"Lepaskan saya Pak! Oughk... Pak... Aaahkk... Aaahkk... Lepaskan... Hah... Aaahkk..." Jerit Kartika di tengah-tengah desahannya.

Pak Hasan meningkatkan ritme sodokannya, ia menghajar memek Kartika dengan kontolnya tanpa ampun, membuat Kartika tampak kewalahan menerima serangan bertubi-tubi dari kontol Pak Hasan.

Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss...

Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss...

Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss...

Pak Hasan memanggut bibir Kartika, melumatnya dengan rakus tanpa menghentikan gejotannya yang semakin berutal menusuk-nusuk lobang peranakan menantunya yang belum pernah melahirkan sama sekali.

Ciuman Pak Hasan membuat Kartika kesulitan bernafas, hingga wajah cantiknya memerah.

Tidaaak... Aku tidak boleh orgasme....

Tubuh Kartika bergetar, dan kedutan memeknya semakin menjadi-jadi, hingga akhirnya badai orgasme datang menggulung tubuhnya. "Aaarrrtt...." Kartika melolong panjang, melepaskan dahaganya.

Ploooopsss...

Pak Hasan mencabut kontolnya, lalu ia duduk diatas payudara Kartika sembari menyodorkan kontolnya di depan wajah Kartika. Dari jarak yang begitu dekat, Kartika dapat mencium aroma kontol mertuanya yang khas, dan bentuknya yang mengerikan, terlihat besar dan berurat, sedikit bengkok ke kiri, membentuk huruf C.

Pria tak tau diri itu menyodorkan kontolnya ke mulut Kartika, tapi wanita Soleha itu menolak, ia menutup rapat mulutnya. Seakan tidak kehabisan akal Pak Hasan menjepit hidung menantunya itu agar tidak bisa bernafas.

Dan benar saja, usahanya menuai hasil, Kartika terpaksa membuka mulutnya untuk mengambil oksigen, mengisi paru-parunya yang kosong. Kesempatan tersebut di manfaatkan Pak Hasan untuk melesatkan kontolnya ke dalam mulut Kartika.

"Houksss..." Erang Kartika.

Wajah Pak Hasan tampak puas. "Percuma saja melawan Nduk, itu hanya akan menyiksamu." Seloroh Pak Hasan sembari memaju mundurkan kontolnya di dalam mulut Menantunya.

"Hoookss... Hoookss... Hoookss..." Sekuat tenaga Kartika mencoba melawan, memukul perut Pak Hasan, sementara kedua kaki jenjangnya mengais-ngais, membuat seprei tempat tidurnya menjadi berantakan. Tapi Pak Hasan malah terlihat tenang menikmati mulut menantunya itu.

Menekan kepala Kartika sembari menyodok-nyodok tenggorokan Kartika.

Wajah Kartika memerah, ia tidak bisa bernafas dengan baik akibat siksaan Pak Hasan kepadanya yang memaksa menghisap kontolnya.

"Kamu mau cara seperti ini, atau mau melakukannya dengan suka rela." Ujar Pak Hasan memberi kesempatan menantunya untuk memilih.

Kartika yang sudah kepayahan, akhirnya menyerah ia menatap sayu kearah Pak Hasan, memintanya untuk berhenti menyiksanya. Melihat menantunya yang nyaris kehabisan nafas, Pak Hasan segera menarik kontolnya dari dalam mulut menantunya.

"Hokss... Hokss... Hokss..." Kartika terbatuk beberapa kali.

"Pilihan ada di tangan kamu Nduk." Ujar Pak Hasan.

Kartika menatap frustasi kearah Pak Hasan. "Akan saya lakukan Pak! Jangan siksa saya lagi." Mohon Kartika menyerah, membuat Pak Hasan senang.

"Coba kalau dari tadi nurut kayak gini kan enak." Celoteh Pak Hasan sembari turun dari tubuh Kartika yang tampak kelelahan. "Pake burqamu Nduk! Aku lebih bernafsu ngentotin kamu memakai benda itu." Ujar Pak Hasan menyuruhnya.

*****


Ustadza Nadia

Sembari berjalan melewati jalan setapak, Pak Eddi memperhatikan sekitarnya yang terlihat sunyi, yang terdengar hanyalah suara burung hantu yang mengantarkan setiap langkahnya, semilir angin malam yang dingin seakan menggigit tubuhnya, membuat tubuhnya merinding.

Semenjak adanya teror pria bertopeng, keamanan pesantren menjadi di perketat. Piket malam di berlakukan, tidak hanya untuk satpam maupun santri, tapi juga untuk semua penghuni pesantren, dan malam ini Pak Eddi kebagian piket.

"Pak..."

"Astaghfirullah..." Pekik Pak Eddi telonjak kaget mendengar sapaan seorang wanita yang kini cekikikan di belakangnya. "Ya Allah Ustadza, bikin saya kaget aja." Keluh Pak Eddi.

"Bapak kira saya hantu." Sungut Ustadza Nadia.

Pak Eddi nyengir. "Iya begitulah Bu Ustadza! Tapi gak taunya malah bidadari yang datang." Goda Pak Eddi seraya menatap wajah cantik Ustadza Nadia.

"Hussst... Bisa aja ni Pak Eddi."

"Dari mana mau kemana Bu Ustadza?" Tanya Pak Eddi sopan.

Nadia tersenyum manis. "Dari rumah Ustadza Dwi, dan mau pulang." Jawab Nadia.

"Biar saya antar Ustadza."

"Terimakasih Lo Pak sudah mau mengantar saya." Kata Nadia dengan suara merdunya.

Merekapun berjalan beriringan menuju rumah Ustadza Nadia. Selama di perjalanan mereka mengobrol ringan, membahas banyak hal, dari hal yang receh hingga obrolan yang cukup serius.

Sembari mengobrol tidak henti-hentinya Pak Eddi mencuri pandang menatap paras cantik Ustadza Nadia.

"Mungkin korbannya lebih banyak dari itu Pak." Ujar Ustadza Nadia seraya memperhatikan jemari kakinya yang melangkah perlahan.

"Ustadza tau dari mana?"

"Hanya dugaan aja Pak! Soalnya itu aib Pak, pasti mereka lebih memilih tutup mulut Pak, dari pada memberitahu orang lain kalau diri mereka telah menjadi korban pria bertopeng." Jelas Ustadza Nadia, mengingat dirinya juga adalah salah satu korban yang memilih untuk tutup mulut.

"Tapi mereka juga tidak bisa di salahkan sepenuhnya Ustadzah! Pasti ada alasan kenapa korban memilih tutup mulut." Ujar Pak Eddi.

"Itu pasti Pak!"

Pak Eddi menghela nafas perlahan. "Saya janji akan selalu menjaga Ustadza Nadia dan Helena." Ujar Pak Eddi penuh semangat.

Nadia tersenyum mendengarnya, entah kenapa ia merasa senang. "Emang Pak Eddi gak takut sama pria bertopeng itu? Sama hantu aja Bapak takut." Canda Nadia, membuat Pak Eddi tampak salah tingkah.

"Hehehe... Itukan beda Ustadza."

"Dasar Pak Eddi!" Reflek Nadia mencubit perut Pak Eddi. "Terimakasih ya Pak, sudah mau menjaga saya dan putri saya." Ujar Nadia seraya tersenyum manis.

Pak Eddi mengangguk senang, perkataannya barusan tentu bukan hanya sekedar basa-basi, ia benar-benar akan melakukan apapun untuk menjaga, melindungi Nadia dan putrinya. Bahkan Pak Eddi siap menukar nyawanya demi keselamatan Nadia dan anaknya.

Tidak terasa mereka sudah tiba di depan rumah Ustadza Nadia.

"Mampir dulu Pak." Tawar Ustadza Nadia.

Pak Eddi tampak sungkan. "Gak usah Bu Ustadzah, saya mau keliling lagi." Tolak Pak Eddi, ia merasa tidak enak kalau harus mampir ke rumah Ustadza Nadia.

"Iissh... Ngopi dulu aja Pak."

"Gak enak Bu..."

Nadia melipat kedua tangannya diatas dada. "Gak enak sama siapa? Anak saya nginap di asrama temannya, suami saya lagi ronda." Ujar Nadia, secara tidak langsung ia menggoda Pak Eddi.

"Nanti kalau ada yang lihat gimana Bu Ustadza?"

Nadia terdiam sejenak, bisa saja saat Pak Eddi masuk ke rumahnya, ada seseorang yang melihatnya dan tentu saja itu akan menimbulkan kegaduhan.

Nadia tersenyum setelah menemukan ide yang bagus. "Lewat belakang aja Pak!" Usul Ustadza Nadia, membuat Pak Eddi agak terkejut mendengar saran Ustadza Nadia. Ia merasa seperti maling kalau harus lewat pintu belakang.

Awalnya Pak Eddi tetap kekeuh menolaknya, tetapi karena Ustadza Nadia memaksanya, akhirnya ia tidak mampu menolaknya lagi.

Nadia segera masuk ke dalam rumahnya, sementara Pak Eddi mengendap-endap memutari rumah Ustadza Nadia. Tidak lama kemudian pintu belakang terbuka, Nadia segera mempersilahkan Pak Eddi masuk ke dalam rumahnya.

"Tunggu di depan Pak! Saya buatkan kopi dulu."

Pak Eddi mengangguk. "Terimakasih Bu Ustadzah." Jawab Pak Eddi yang kemudian berlalu menuju ruangan depan Ustadza Nadia.

*****


Enni

21:00
Sementara itu di tempat yang berbeda, Ustadza Enni baru saja selesai menunaikan kewajibannya sebagai seorang Istri. Tapi sayangnya, lagi-lagi ia di buat kecewa oleh Suaminya, yang lebih mementingkan kepuasan sendiri ketimbang dirinya.

Tidak jarang ia teringat dengan masa lalunya saat masih berpacaran dengan Daniel. Dulu saat ia belum berhijrah, Enni memang sering melakukan zina dengan Daniel, bahkan pria itu juga yang pertama kali merenggut kesuciannya. Tapi anehnya sampai detik ini Enni sama sekali tidak menyesali nya.

Terlalu banyak kenangan indahnya bersama Daniel, membuat Enni tidak bisa melupakannya begitu saja. Bahkan dulu ia sempat berencana kawin lari dengan Daniel, tapi sayangnya Daniel menolak untuk menikah, sebagai penganut agnostik, Daniel tidak mempercayai sebuah pernikahan.

Keputusan Daniel tentu membuat Enni merasa kecewa, tetapi walaupun begitu rasa cintanya yang besar, membuat Enni memilih bertahan walaupun dirinya hanya di jadikan tempat pelampiasan nafsu belaka. Hingga suatu hari Daniel terlibat sebuah kasus besar yang membuat Daniel menjadi buronan polisi.

Dan karena itu juga, akhirnya Enni menuruti keinginan kedua orang tuanya yang ingin dirinya menikah dengan seorang Ustad.

Tapi siapa sangkah, di pesantren ia malah kembali bertemu dengan sang pujaan hati. Jujur saat pertama kali melihat Daniel perasaan Enni campur aduk, antara bahagia dan sedih. Bahagia karena Daniel baik-baik saja, sedih karena mereka tidak akan pernah bersatu.

Drtrtttt... Drrrttt...

Sebuah panggilan WhatsApp menyadarkan Enni dari nostalgia masa lalunya.

Tampak Enni tersenyum melihat nama yang tertera di layar hpnya. Segera Enni mengangkat telponnya. "Assalamualaikum Ustad." Panggil Enni, ia melihat kearah Suaminya yang tengah terlelap.

Daniel : Waalaikumsalam Ustadza! Belum tidur?

Enni beranjak dari tempat tidurnya, lalu ia segera pergi keluar kamar. "Belum, gak bisa tidur." Jawab Enni, sembari duduk di sofa.

Daniel : Ana tau kenapa antum gak bisa tidur

"Sok tau? Emang kenapa?"

Daniel : Pasti antum habis ML dengan Ustad Fikri kan? Dan dia membuat antum kecewa.

Eni terkikik renyah. "Sok tau akhi..."

Daniel : Hahaha... Tapi benerkan?

Eni terlihat salah tingkah, karena apa yang di katakan Daniel memang benar adanya. "Iya, puas..." Rajuk Enni, sembari memainkan ujung rambutnya.

Daniel : Kasihan yang di buat kentang... Ternyata benar apa yang di katakan Yenni, kalau ana lebih baik dari Suamimu, hahaha...?

"Pedee... Hihihi..."

Daniel : Sampai detik ini Ana masih ingat rasanya bibir Ustadza, manis, gurih...

Enni menggigit bibirnya, mengingat ciuman Daniel di bibirnya. "Astaghfirullah... Istighfar... Ingat Istri orang." Gemes Enni.

Daniel : Mau gimana lagi, bibirnya Istri Ustad Fikri emang enak, bikin nagih... Apa lagi payudaranya yang besar, empuk, kenyal...

"Jangan mulai..." Protes Enni, tapi di dalam hatinya ia senang di goda oleh mantan kekasihnya.

Daniel : Ingat gak, dulu ana suka sekali gigitin putingnya Uhkti...

Wajah Enni memerah mendengarnya. "Itu masa lalu, tidak perlu di ingat-ingat! Sekarang ana sudah menikah, masa lalu sudah ana kubur dalam-dalam." Jawab Enni dengan suara gemetar.

Daniel : Jadi antum sudah lupa rasanya jilatan lidah ana di bibir memek Uhkti? Lupa dengan hisapan bibir ana di clitorisnya Uhkti...

"Dan..." Rengek Enni.

Daniel : Ana tidak akan pernah lupa dengan suara erangan Uhkti saat kontol Ana mengaduk-aduk memek Uhkti.

"Gak mau denger... Gak mau denger..." Jerit Enni.

Daniel : Hahaha...

"Yang di ingat cuman bagian itu aja! Emang gak ada yang lain apa?" Sungut Enni pura-pura merajuk.

Bukannya berhenti Daniel semakin mengungkit kemesraan mereka berdua di masa lalu, walaupun Enni sering memprotesnya, tetapi di dalam hati Enni senang karena Daniel masih mengingatnya. Walaupun ada rasa sedikit bersalah kepada Suaminya.

Tidak terasa satu jam lebih mereka mengobrol, dan obrolan mereka tidak jauh dari selangkangan. Enni yang tidak tahan akhirnya menyudahi obrolan mereka.

Selepas menelpon, Enni yang masih terbawa suasana obrolan panas mereka, segera ia menuntaskan birahinya yang tertunda di dalam kamar mandi. Saat semuanya selesai, barulah Enni menyadari kekhilafan nya, tidak seharusnya ia menanggapi obrolan Daniel, mengingat dirinya kini telah bersuami.


******


Kartika

Mata tua Pak Hasan tak berkedip memandangi menantunya yang baru saja selesai mengenakan burqah, pakaian khas Muslimah Pakistan. Dengan wajah tertunduk Kartika berdiri di hadapan mertuanya yang tengah duduk santai sembari mengurut-ngurut kontolnya.

Dengan satu gerakan tangan, Pak Hasan memerintahkan Kartika untuk mendekat.

Kartika terlihat sangat frustasi, tetapi ia tidak bisa menolak perintah tersebut. Dengan amat terpaksa Kartika berlutut di depan mertuanya. Jemari halusnya terpaksa menggenggam kontol Pak Hasan, mengurutnya, mengocoknya naik turun.

"Oughk... Nikmat sekali Nduk! Aahk... Jilat Nduk." Racau Pak Hasan.

Kartika menyingkap tirai yang menutupi wajahnya, ia menjulurkan lidahnya, menyapu perlahan kepala kontol Pak Hasan, terus turun kebatang kemaluannya dan naik ke kembali ke kepalanya.

Sesekali Kartika mencium, mengecup mesrah kontol Pak Hasan, membuat pria tua itu menggelinjang keenakan.

"Haapsss... Sluuuppsss... Sluuppss... Sluuppss..." Kepala Kartika bergerak naik turun, mengulum kontol Pak Hasan yang besar.

Pak Hasan sendiri tampak menikmati permainan mulut Kartika. "Enak sekali kulumanmu! Seandainya saja Rifki tau, tentu ia akan sangat iri sama Bapak, hehehe..." Ujar Pak Hasan.

Hati Kartika panas mendengarnya, tetapi ia berusaha mengabaikan ucapan mertuanya. "Sluuppss... Sluuppss... Sluuppss..." Dengan gerakan memutar ia menghisap kontol Pak Hasan.

Jemari halusnya turun kebawa membelai kantung zakar Pak Hasan, membelai dan mengelus manja kantung zakar Pak Hasan.

"Aaahkk... Aaahkk... Aaahkk..." Desah Pak Hasan.

Sembari mengulum kontol Pak Hasan, Kartika menarik resleting bagian depan gamisnya, ia mengeluarkan payudaranya yang berukuran jumbo. Kartika menjepit kontol Pak Hasan dengan payudaranya, sementara lidahnya terjulur menjilati kepala kontol Pak Hasan yang mengkilat.

Tubuh Pak Hasan bergetar nikmat, merasakan sensasi jepitan payudara Kartika yang empuk.

"Bapak keluar Nduk..." Lolong Pak Hasan tak tahan.

Croooottss... Croooottss... Croootss...

Sperma Pak Hasan menyembur deras, sebagian mengenai jilbab dan cadar Kartika, dan sebagian lagi mengenai payudara Kartika.

Nafas Pak Hasan terengah-engah, wajahnya mengisyaratkan sebuah kepuasan.

Mata indah Kartika tak berkedip menatap kontol Pak Hasan yang bengkok, walaupun sudah orgasme, tetapi kontol Pak Hasan tetap berdiri kokoh, seakan siap untuk kembali mengaduk-aduk liang senggamanya, membayangkannya membuat memek Kartika berkedut.

"Sekarang giliran kamu." Ujar Pak Hasan.

Kartika memutar tubuhnya membelakangi Pak Hasan, dengan posisi rukuk ia menungging di hadapan Mertuanya. Pak Hasan menarik ujung gamis Kartika, menyingkapnya, hingga sebatas pinggangnya. Mata tua Pak Hasan membeliak menatap bulatan pantat Kartika, dan memek Kartika yang terjepit diantara kedua pahanya.

Jemari tua Pak Hasan yang mulai keriput membelai pantat Kartika, meremasnya dengan gemas lalu menamparnya beberapa kali.

"Renggangkan kakimu Nduk?" Perintah Pak Hasan.

Kartika membuka kakinya perlahan. "Pak... Eehmmm..." Lenguh Kartika, antara malu, marah dan terangsang.

"Ckckckck... Indah sekali memek kamu Nduk! Memek pelacur yang paling indah Bapak lihat." Entah itu sebuah pujian atau hinaan untuk menantunya. Kartika memilih diam seribu bahasa.

"....."

"Bilang apa yang harus bapak lakukan sekarang?"

"...." Kartika lagi-lagi diam.

"Kalau kamu diam, Bapak akan langsung masukan kontol Bapak ke memek kamu." Ujar Pak Hasan, membuat Kartika panik.

Saat ini memeknya memang sudah basah, tapi tidak cukup basah untuk menerima langsung kontol Pak Hasan yang besar dan bengkok itu ke dalam memeknya. Rasa sakit beberapa waktu yang lalu, masih membekas di dalam ingatan Kartika.

"Jangan Pak..." Ujar Kartika bersuara.

Pak Hasan tersenyum penuh kemenangan. "Jadi enaknya memek kamu ini Bapak apakan?" Goda Pak Hasan, membuat Kartika benar-benar malu.

"Di... Di jilat Pak!" Pinta Kartika setelah berfikir cukup lama.

"Bilang yang benar Nduk, apa yang harus Bapak jilat."

Kartika memejamkan matanya, ia tau apa yang di inginkan pria tua jelek itu. "Ji-jilat memek Kartika Pak!" Pinta Kartika akhirnya.

"Kamu itu sudah bersuami, kok malah minta bapak yang jilatin? Untung kamu menantu kesayangan Bapak Nduk..." Ujar Pak Hasan, benar-benar merendahkan harga dirinya sebagai seorang muslimah.

Kartika hanya bisa memejamkan matanya menerima setiap penghinaan yang di berikan oleh mertuanya, karena Kartika sadar percuma saja melawan mertuanya.

Hembusan hangat nafas Pak Hasan menerpa pori-pori vaginanya, menimbulkan sensasi geli di selangkangannya. Dan rasa itu kian nikmat ketika ujung lidah Pak Hasan menyapu bibir kemaluannya, menjilatinya dengan perlahan.

"Sluuuppsss... Sluuuppsss... Nikmat sekali memek kamu nduk! Sluuppss... Sluuppss..." Komentar Pak Hasan di sela-sela jilatannya.

"Eehmm... Sssttt... Pak... Hah... Aaahkk..." Lenguh Kartika mulai tak tahan.

"Enak ya Nduk, hehe..."

Dengan lihainya Pak Hasan menjilati memek Kartika, seakan ia menjilati es cream. Sesekali ia menusukan ujung lidahnya ke dalam cela-cela sempit memek Kartika yang semakin basah, mengorek-ngorek bagian dalamnya, membuat tubuh Kartika menggelinjang nikmat.

Matanya mengatup erat, kedua tangannya mengepal, hingga kuku tangannya menancap di telapak tangannya hingga memutih.

"Ughk... Pak..." Desis Kartika.

Tangan kanan Pak Hasan menangkup pantat Kartika, ia membuka pipi pantat Kartika hingga terlihat anusnya yang mekar.

Lidah Pak Hasan naik keatas, menyapu lobang dubur Kartika yang berkeringat. Menjilatinya dengan rakus, hingga anus Kartika terasa berkedut-kedut kegelian oleh sapuan lidahnya.

"Jangan Pak... Aaahkk... Jangan di situ..." Erang Kartika.

"Sruuupsss... Sluuuppsss... Sluuppss... Enak ya Nduk, hehe..." Racau Pak Hasan di tengah-tengah sapuan lidahnya di anus Kartika.

Jilatannya kembali turun ke bibir kemaluan Kartika, dan sebagai gantinya ia mengusap-usap anus Kartika dengan jari tengahnya. Perlahan ia mendorong jari tengahnya memasuki anus Kartika.

Wajah Kartika mendadak panik, merasakan benda asing masuk ke dalam anusnya. Tubuhnya mengejan, merasakan setiap inci jari Pak Hasan menerobos ke lobang yang salah.

"Ouggghk..." Kartika melolong panjang.

Di belakang Pak Hasan menyeringai senang. "Enakkan Nduk, hehehe..." Ledek Pak Hasan sembari menggerakan jarinya keluar masuk dengan perlahan di lobang dubur Kartika yang terasa hangat.

"Paaak... Aaahkk... Hah... Hah..."

"Sepertinya Bapak harus mencobanya langsung." Bisik Pak Hasan sembari menjejalkan kedua jarinya ke dalam anus Kartika.

Semakin lama gerakan jarinya semakin cepat, mengaduk-aduk anus Kartika hingga terasa sedikit longgar untuk kedua jarinya.

Kemudian Pak Hasan mencabut jarinya, dia menuntun Kartika untuk berlutut di depan tempat tidur. Ia mendorong tubuh Kartika kedepan, menarik pantatnya hingga berfose menungging di hadapan Pak Hasan yang sudah tidak sabar menikmati tubuhnya.

Pak Hasan ikut berlutut di belakang Kartika, ia membuka pipi pantat Kartia sembari menuntun kontolnya kearah lobang anus Kartika.

"Jangan di situ Pak... Saya mohon." Panik Kartika.

Pak Hasan tidak memperdulikannya, ia meludahi kontolnya dan meratakannya. "Sakit nya cuman sebentar, setelah itu kamu akan menikmatinya." Ujar Pak Hasan menenangkan Kartika.

"Jangan di situ Pak..."

Plaaaak.... Satu tamparan mendarat di atas bongkahan pantat Kartika.

"Diam..." Bentak Pak Hasan.

Tubuh Kartika gemetar, membayangkan anusnya yang akan di bobol oleh kontol Pak Hasan. Ia tidak bisa membayangkan betapa sakitnya nanti ketika kontol Pak Hasan merobek anusnya.

Tetapi Kartika juga tidak bisa berbuat apa-apa untuk mencegah keinginan mertuanya tersebut.

"Ughk..." Lenguh Kartika ketika merasakan kepala kontol Pak Hasan menyeruak, membuka lobang anusnya yang masih sempit.

Sedikit demi sedikit kepala kontol Pak Hasan berhasil membuka lobang anus Kartika, walaupun terasa sangat sulit baginya.

"Jangan di lawan Nduk, rileks aja." Ujar Pak Hasan memberi arahan.

Kartika menggeleng-gelengkan kepalanya. "Sakit Pak... Aduuuh... Aaahkk... Sakit..." Erang Kartika tak kuat ketika kontol Pak Hasan masuk makin dalam.

"Sssttt... Aaahkk... Enak sekali Nduk! Aaahkk..." Racau Pak Hasan keenakan.

"Ya Tuhaaan... Pantat saya robek Pak." Jerit Kartika.

"Nanti juga enak kok Nduk."

"Paaaak..."

Kontol Pak Hasan masuk semakin dalam dan makin dalam ke dalam lobang anusnya, hingga akhirnya kontol Pak Hasan masuk sepenuhnya ke dalam anus Kartika. Tubuh Kartika tampak kaku, ia tidak berani bergerak dengan adanya kontol Pak Hasan yang tertancap di lobang anusnya.

Sembari memegangi pinggul Kartika, Pak Hasan mulai memompa anus Kartika. Mula-mula ia melakukannya dengan ritme perlahan.

Jepitan anus Kartika memberikan sensasi yang berbeda bagi Pak Hasan, begitu juga dengan Kartika. Gesekan antara dinding anusnya dengan bantang kemaluan Mertuanya yang bengkok, perlahan memberikan sensasi nikmat yang sulit di jelaskan.

"Aaahkk... Hah... Aaahkk... Hah..." Desah Kartika.

Pak Hasan meningkatkan penetrasinya. "Enakkan Nduk? Hehehe... Aaahkk... Sempit sekali anus kamu Nduk..." Erang Pak Hasan.

"Eengkk... Aaahkk... Aaahkk... Aaahkk..."

Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss...

Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss...

Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss...

Semakin lama Pak Hasan semakin meningkatkan sodokannya, mengebor lobang anus Menantunya yang semakin lebar karena di jejali oleh batang kemaluannya yang besar dan gemuk.

Nafas Kartika memburu, matanya merem melek keenakan. Rasa sakit yang sempat di rasakan Kartika, kini berganti dengan rasa nikmat.

"Ya Tuhaaaan... Aaaaahkk..." Kartika melolong panjang.

Pantatnya tersentak-sentak, dan dari bibir kemaluannya menyembur deras membasahi lantai kamarnya. Kartika tidak menyangkah, melalui lobang belakangnya ia bisa sampai squirt, rasanya sungguh sangat nikmat.

Pak Hasan yang tidak mau ketinggalan semakin gencar menyodok-nyodok anus menantunya, hingga akhirnya ia dapat merasakan kedutan hebat di kontolnya.

Buru-buru Pak Hasan mencabut kontolnya, ia menarik tangan Kartika agar kembali berlutut di depannya. Sedetik kemudian lahar panas sperma Pak Hasan menyembur deras mengenai wajah Kartika yang tertutup cadar.

Croooottss... Croootss... Croootss....

"Oughk... Nikmat sekali Nduk." Racau Pak Hasan.

Croooottss... Croooottss... Croooottss...

*****


Aurel

06:00
Azril tampak menghela nafas ketika melihat Adiknya Aurel masuk ke dalam kamarnya. Sembari tersenyum penuh arti Aurel menghampiri Azril yang tengah pura-pura sibuk membaca buku di depan meja belajarnya. Azril tau kalau Adiknya itu pasti ke kamarnya karena ada maunya.

Untuk kali ini Azril bertekad tidak akan membantu Adiknya, ia tidak ingin Aurel terbiasa meminta bantuannya untuk mengerjakan pr-nya.

Tetapi Aurel tentu saja tidak menyerah, ia duduk diatas tempat tidur kakaknya, dengan fose kedua kaki mengangkang kearah Kakaknya yang masih membelakanginya.

"Azril..." Panggil Aurel.

Azril yang kesal menoleh ke belakang. "A-aurel..." Lirih Azril kaget.

Aurel tersenyum manis. "Maukan bantuin Aurel ngerjain pr-nya Aurel." Pinta Aurel manja yang membuat Azril tidak berkutik.

Mata Azril membelalak, dengan mulut mengangah ia menatap selangkangan Aurel di balik seragam sekolahnya. Gadis nakal itu tidak memakai dalaman, sehingga Azril dapat melihat garis bibir kemaluan adiknya yang berwarna merah muda.

Tubuh Azril gemetar, pemandangan yang ada di hadapannya saat ini terlalu indah baginya.

Sadar Azril... Itu adik kandungmu.

Aurel tersenyum sembari menggigit bibirnya, menggoda saudara kandungnya. "Bantuiiin... Ya!" Pinta Aurel manja.

Ia meletakan buku tulisnya tepat di depan selangkangannya. Dengan pulpen yang ada di tangan, ia menggosok-gosok bibir kemaluannya yang basah, membuat pulpen tersebut ikut basah.

Iman Azril makin goyah, dia tidak ingin membuat adiknya terbiasa tidak mengerjakan pr-nya sendiri, tetapi di sisi lain ini adalah kesempatan langkah.

"Azril... Bantuin." Bujuk Aurel lagi setengah memaksa.

Seakan mendapatkan panggilan alam, Azril beranjak dari tempat duduknya, ia berlutut tepat di samping tempat tidurnya, menghadap langsung kearah memek Aurel yang menggoda imannya.

Dengan sengaja Aurel menjepit pulpen tersebut dengan bibir kemaluannya.

"Ambil..." Bisik Aurel.

Tangan Azril terjulur, dengan gemetaran ia mengambil pulpen yang terjepit di kemaluan Aurel, dengan tangan gemetar ia menjepit pulpen tersebut diantara jari tengah dan manisnya.

Ia menatap wajah Adiknya, lalu ia mulai mengerjakan pr adiknya dengan pulpen yang terasa lengket di jemarinya.

Aurel mengangkat kedua kakinya, meletakannya di atas pundak Azril. Tangan kirinya ia jadikan penopang tubuhnya, sementara tangan kanannya ia gunakan untuk membuka cela bibir kemaluannya, memperlihatkan memeknya yang terdapat lobang kecil perawan milik Aurel.

Wajah Azril tampak berkeringat, berulang kali ia menelan air liurnya, menatap nanar kearah memek Adiknya yang menggoda.

"Kerjain Zril." Suruhnya lagi.

Bagaikan kerbau yang di cocok hidungnya, Azril segera menjawab setiap soal di buku tulis Adiknya.

Sesekali matanya melirik kearah bibir kemaluan adiknya yang berwarna merah muda. Ingin sekali Azril mencium kemaluan adiknya, menjilatinya seperti anjing. Tapi tentu saja itu hanya ada di angan-angan Azril.

Tidak terasa semua pekerjaan rumah adiknya berhasil ia selesaikan dalam waktu setengah jam, dan selama itu juga birahi Azril tersiksa.

"Terimakasih ya Zril!" Ucap Aurel senang.

Azril terlihat kecewa ketika Aurel beranjak sembari membawa buku pelajarannya.

"Itu pulpen simpan aja, buat kenang-kenangan."

"......"

Azril hanya diam sembari memperhatikan Adiknya yang perlahan pergi menghilang dari pandangannya.

*****


Fatimah

08:12
Selepas kepergian anaknya, Fatimah memanggil ketiga pembantunya untuk masuk ke kamarnya. Ada yang ingin ia bahas bersama ketiga pembantunya itu. Markus, Arifin dan Soleh hanya menurut saja ketika di minta ke kamar majikannya.

Di dalam kamar Fatimah duduk di tepian tempat tidurnya sementara mereka bertiga duduk di lantai.

"Terimakasih ya Pak! Sudah begitu baik terhadap keluarga kami. Saya merasa beruntung bisa memiliki kalian bertiga." Ujar Fatimah seraya tersenyum.

"Kami juga senang kerja di sini Bu." Ujar Soleh.

"Selama ini Bu Yai dan keluarga sudah sangat baik terhadap kami, jadi wajar kalau kami membalas kebaikan Ibu dan sekeluarga." Tambah Pak Arifin, salah satu pembantu yang di tuakan di rumahnya.

"Sekali lagi saya meminta Bapak-bapak untuk menjaga rahasia ini dari keluarga saya." Pinta Haja Fatimah kepada mereka.

Markus tersenyum, memamerkan bibir yang hitam. "Ibu tidak perlu khawatir, kami janji rahasia Bu Haja aman di tangan kami! Kalau Ibu Yai butuh bantuan, kami siap membantu sebisa kami." Ujar Markus.

"Terimakasih Markus! Tapi untuk saat ini biar saya sendiri yang menghadapi masalah yang saya hadapi saat ini." Ujar Fatimah penuh keyakinan.

"Ada lagi Bu, yang mau di sampaikan?"

Fatimah mengambil amplop yang sudah ia siapkan lalu memberikannya kepada mereka. "Ini gaji kalian bulan ini." Ujar Fatiimah sembari memberikan amplop tersebut kepada mereka.

"Terimakasih Bu." Ujar Soleh semangat.

Wajah Markus terlihat kaget dengan jumblah yang ia dapatkan. "Tiga juta... Ini kelebihan satu juta Bu." Ujar Markus kepada Fatimah.

"Saya juga tiga juta."

"Mulai bulan ini gaji kalian saya naikan menjadi tiga juta, tapi jangan beri tau Kiayi ya." Pinta Fatimah, karena kenaikan gaji mereka memang berdasarkan inisiatif nya sendiri.

"Terimakasih banyak Bu Yai!" Ucap Pak Arifin senang.

Fatimah berdiri di depan mereka, kemudian secara mengejutkan ia melepas gamisnya, membiarkan gamis berwarna hitam itu jatuh kelantai. Di balik gamisnya, Fatimah sudah tidak memakai pakaian sehelaipun, ia telanjang bulat di hadapan ketiga pembantunya, hanya hijabnya saja yang masih melekat di kepalanya.

Mereka bertiga tampak takjub melihat tubuh telanjang Fatimah. Kulitnya yang kuning langsat, mulus tanpa cacat. Payudaranya yang berukuran 36D, menggantung seperti buah pepaya, dengan puting besar berwarna coklat tua.

Di bawah perut tampak gundukan gemuk di tumbuhi rambut hitam yang cukup lebat.

"Bu Yai?"

Fatimah tersenyum manis. "Ini bonus buat kalian yang sudah baik sama saya." Ujar Fatimah, sembari memamerkan kemolekan tubuhnya di usianya yang sudah tidak muda lagi.

"Serius Nyai?"

"Serius... Mulai hari ini saya adalah budak sex kalian! Kapanpun kalian butuh menyalurkan hasrat nafsu kalian, saya siap dengan dua syarat, pertama ketika rumah dalam keadaan sepi, yang kedua jangan pernah lepas hijab saya, karena hanya Kiayi yang boleh melihat saya dalam keadaan tanpa sehelai benangpun." Jelas Fatimah, kepada mereka bertiga yang mengangguk mengerti.

Markus berdiri lalu memeluk tubuh Fatimah, ia menatap Fatimah seakan meminta persetujuan. Fatimah menjawabnya dengan memejamkan matanya, dan pada saat bersamaan Markus melumat bibir manis Fatimah dengan perlahan.

Soleh tidak mau ketinggalan, jemarinya membelai dan meremas pantat Fatimah yang terasa sekal di telapak tangannya.

Perlahan Fatimah melepaskan ciumannya dari Markus, ia naik keatas tempat tidur lalu berbaring dengan fose mengangkang. Markus, Arifin dan Soleh saling pandang beberapa saat, kemudian mereka bertiga kompak menanggalkan satu persatu pakaian mereka hingga telanjang bulat.

Soleh naik keatas tempat tidur di sisi kanan wajah Fatimah, ia menyodorkan kontolnya kepada Haja Fatimah untuk mendapatkan servis mulutnya.

Segera jemari halus Haja Fatima menggenggam kontol Soleh, mengurutnya dengan perlahan sembari mengamati kontol Soleh yang panjangnya hanya sekitar 15cm, ukuran standar orang Asia, tidak begitu gemuk dan bentuknya tegak lurus seperti pensil.

Ukuran kontol Soleh yang tidak begitu besar membuat Fatimah tidak kesulitan mengoral kontol Soleh. Bahkan ia bisa memasukan semua batang kontol Soleh kedalam mulutnya.

"Ughkk... Enak sekali Bu Nyai! Aaahkk..." Racau Soleh.

Haja Fatimah semakin bersemangat mengulum kontol Soleh. "Sluuuppsss... Sluuuppsss... Kontol kamu juga enak Soleh! Sluuppss... Sluuuppsss..." Jawab Haja Fatimah di sela-sela oralnya.

Markus yang sedari tadi tergiur dengan bentuk payudara Haja Fatimah, segera melahapnya ke dalam mulutnya. Ia menghisap payudara Haja Fatimah dengan rakus, mengulum putingnya menggigitnya dengan gemas, dan sesekali ia menjilati puting Haja Fatimah.

Sementara itu Pak Arifin naik keatas tempat tidur, berada tepat diantara kedua kaki jenjang Haja Fatimah yang mengangkang.

Dengan perlahan Pak Arifin menggesek-gesekkan kontolnya di bibir kemaluan Haja Fatimah, yang terasa sudah sangat basah dan siap menerima terjangan terpedo darinya.

"Masukan sekarang Pak." Ujar Haja Fatimah di sela-sela mengulum kontol Soleh.

Segera Pak Arifin mendorong pinggulnya, memasukan kontolnya ke dalam lobang memek Fatimah yang terasa hangat dan licin. Dengan ritme perlahan Pak Arifin mengayunkan pinggulnya maju mundur, menyodok-nyodok lobang peranakan Haja Fatimah.

Tubuh indah Fatimah gelajotan menerima serangan bertubi-tubi dari kontol Pak Arifin.

"Aaahkk... Enak banget memek Bu Haja! Aaahkk... Ssstt... Oughk... Aaahkk... Beruntung sekali kami bisa bekerja di sini." Racau Pak Arifin di sela-sela menggenjot memek Fatimah yang semakin banyak mengeluarkan precum miliknya.

"Sedot dalam-dalam Bu." Pinta Soleh.

Tanpa kesulitan Fatimah melakukan deepthroat terhadap kontol Soleh, membuat pria berusia 28 tahun itu tampak menggelinjang nikmat. Rahangnya mengeras merasakan sensasi ngilu tapi nikmat di batang kemaluannya.

Sementara Markus masih sibuk bermain dengan sepasang payudara Haja Fatimah.

"Bu saya keluar..." Erang Pak Arifin.

Ia mendorong kontolnya masuk semakin dalam, sembari menembakan spermanya ke dalam rahim Istri KH Hasyim.

"Oughk..."

Tubuh Pak Arifin bergetar beberapa saat hingga akhirnya kontolnya terlepas dari lobang peranakan Haja Fatimah. Tampak spermanya mengalir keluar dari sela-sela bibir kemaluan Haja Fatimah.

"Gantian." Pinta Markus.

Fatimah memutar tubuhnya hingga menungging, sembari meminta Pak Arifin untuk mendekat kearahnya. Segera Pak Arifin mendekat sembari menyodorkan kontolnya kearah mulut Fatimah. Dengan rakus Haja Fatimah membersihkan kontol Pak Arifin.

Dari belakang Markus menatap cela kemaluan Haja Fatimah. Ia menggesek-gesek kan kontolnya, berusaha menjejalkan kontolnya kedalam memek Haja Fatimah. Ukuran kontol Markus memang lebih besar di bandingkan kedua temannya, sehingga ia agak kesulitan.

Tapi pada akhirnya kontolnya yang berukuran 18cm itu amblas ke dalam tubuh Haja Fatimah.

"Oughk..." Lolong Markus.

"Sluuuppsss... Sluuuppsss... Eehmm... Aaaaahkk... Kontol kamu besar Markus! Aaahk... Sluuuppsss... Sluuuppsss..." Erang Fatimah sembari mengoral kontol Pak Arifin yang semakin mengecil.

"Memek Bu Haja enak! Aaahkk... Empotannya mantab." Racau Markus memuji kenikmatan memek Istri KH Hasyim.

Fatimah melepaskan kontol Pak Arifin yang semakin sayu. "Kamu suka memek saya Markus? Aaahkk... Hah... Aaahkk... Sodok lebih keras... Oughk... Ssstt..." Desah Fatimah sembari ikut menggoyangkan pantatnya maju mundur menyambut kontol Markus.

"Suka... Suka banget Bu Haja..."

Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss...

Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss...

Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss...

Suara benturan kedua kelamin mereka terdengar nyaring, membuat suasana di dalam kamar itu semakin terasa erotis.

Dengan tubuh bermandikan keringat, kedua insan berlainan jenis tersebut sibuk mengejar kenikmatan duniawi. Mata indah Fatimah merem melek keenakan, tubuhnya bergetar nikmat merasakan setiap hentakan kontol Markus di dalam memeknya.

Tidak butuh waktu lama, iapun akhirnya mendapatkan kembali orgasmenya.

"Sayaaaa keluar Markuuus..." Jerit Fatimah.

Pinggulnya tersentak-sentak, menyambut datangan orgasmenya yang terasa sangat nikmat. Markus mencabut kontolnya, membiarkan majikannya menikmati sisa-sisa orgasmenya.

Nafas Fatimah memburuh, ia terlihat kepayahan setelah orgasme barusan.

Markus yang masih belum puas segera berbaring terlentang dan meminta Haja Fatimah naik keatas selangkangannya. Segera Fatimah merangkak naik, menuntun kontol Markus ke sela-sela bibir kemaluannya yang merekah indah.

Bleeesss...

Kontol Markus kembali bersemayam di dalam lobang peranakannya. Dengan gerakan teratur ia bergerak naik turun diatas selangkangan Markus.

Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss...

Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss...

"Aaahkkk... Aaaaahkk... Aaahkkk..." Desah Fatimah.

Kedua tangan Markus terjulur ke depan, meraih payudara Haja Fatimah yang berayun-ayun, meremasnya dan memilin putingnya.

"Pak saya dapat lagi..." Erang Fatimah.

Tubuh indah Haja Fatimah yang bermandikan keringat ambruk diatas tubuh Pak Markus. Reflek Markus memeluk tubuh Haja Fatimah sembari melumat perlahan bibir manis majikannya.

Setelah orgasmenya meredah, Markus melepas lumatannya, menatap nafsu kearah Haja Fatimah yang tersenyum manis.

Haja Fatimah melihat kearah Soleh yang sedari tadi hanya menonton sembari mengocok kontolnya. Tampak pemuda itu sudah tidak sabar menunggu gilirannya menikmati jepitan memek Haja Fatimah, membuat wanita paru baya itu merasa kasihan.

"Kalau Soleh mau, lobang pantat Ibu masih nganggur." Tawar Fatimah.

"Serius Bu Haja?"

Fatimah mengangguk seraya tersenyum. "Tapi pelan-pelan ya Nak Soleh, ini pengalaman kedua Ibu." Ujar Fatimah sedikit deg-degan.

Tapi mengingat ukuran kontol Soleh tak sebesar milik Pak Sobri ataupun KH Sahal, membuat Fatimah sedikit tidak merasa khawatir.

Segera Soleh mengambil posisi di belakang Haja Fatimah, membuka cela pantat Fatimah sembari menyodorkan kontolnya di depan cincin anus Fatimah yang tampak berkedut-kedut. Dengan perlahan ia mendorong kontolnya masuk.

"Ughk..." Lenguh Fatimah.

Perlahan Soleh menekan pinggulnya agar kontolnya masuk semua. "Sakit Bu Haja?" Tanya Soleh merasa khawatir.

"Agak ngilu, tapi gak apa-apa! Pelan-pelan aja goyangnya." Pinta Fatimah.

"Iya Bu."

Perlahan Soleh mulai mengayunkan pinggulnya, menusuk dan menarik kontolnya dari lobang anus Fatimah yang terasa erat memeluk batang kemaluannya. Sementara Markus memilih diam, memberi waktu majikannya untuk beradaptasi dengan kedua kontol mereka yang ada di dalam tubuhnya.

Seiring dengan waktu Fatimah mulai menikmati keberadaan kedua kontol pembantunya di dalam tubuhnya, dengan tatapan sayu Fatimah meminta Markus untuk ikut menggenjot memeknya.

Di sandwich oleh kedua pembantunya, membuat Haja Fatimah melayang, rasa nikmat yang menggelitik lobang anus dan memeknya, membuatnya lupa siapa dirinya, membuatnya lupa siapa yang saat ini tengah menikmati tubuh indahnya.

"Aaahkk... Aaahkk... Aaahkk..." Desah Fatimah.

Soleh mencengkram erat bongkahan pantat Fatimah, sesekali ia menamparnya. "Nikmat sekali pantat Bu Haja! Aaahkk... Sssttt..." Soleh mendesis nikmat seiring dengan genjotannya yang cepat.

Markus tidak mau kalah, sembari meremas paha mulus Fatimah, ia menghajar memek majikannnya tanpa ampun. "Ooougjjkk...." Erang Markus.

Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss...

Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss...

Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss...

Pak Arifin yang sedari tadi hanya menonton tampak mulai kembali terangsang. Kontolnya yang sempat sayu kini kembali berdiri tegak. Pak Arifin yang sudah tidak tahan mendekati majikannya, meminta majikannya untuk kembali mengoral kontolnya.

Sembari mendesah nikmat, Fatimah menggenggam kontol Pak Arifin, lidahnya terjulur menjilati kontol Pak Arifin yang terasa nikmat.

Dengan satu lahapan, kontol Pak Arifin bersemayam di dalam mulutnya.

"Oughk... Nikmat sekali Bu Haja." Racau Pak Arifin.

Markus yang tengah menikmati jepitan memek Haja Fatimah melahap rakus payudara Fatimah yang menggantung bebas di hadapan wajahnya.

Layaknya bayi, ia mengulum, menghisap puting Haja Fatimah dengan rakus. Hingga akhirnya Markus merasakan desakan di ujung kepala kontolnya. Tubuhnya tampak memegang, tusukannya semakin pelan tapi menghentak.

"Bareng Markus..." Jerit Fatimah yang sadar kalau Markus sudah di ambang batasnya.

Beberapa detik kemudian, secara bersamaan mereka berdua melolong panjang melepaskan rasa nikmat yang luar biasa mereka dapatkan.

Croootss... Croootss... Croootss...

Seeeeeeeeeeeeeeeerrrr....

Kontol Markus berkedut beberapa kali di dalam rahim Fatimah, melepaskan sisa-sisa spermanya.

Soleh ikut mencabut kontolnya, ia menarik tubuh Fatimah untuk berdiri. Kedua tangan Fatimah melingkar memeluk leher Soleh, mereka sempat berciuman beberapa saat, kemudian Soleh mengangkat satu kaki Fatimah dan melesatkan kontolnya ke dalam memek Haja Fatimah.

Dengan posisi berdiri memek Fatimah kembali di genjot oleh salah satu pembantunya. Tubuhnya yang lemah hanya mampu memeluk tubuh kerempeng Soleh untuk menjaga keseimbangan tubuhnya.

"Ikutan Soleh." Pinta Pak Arifin.

"Oke Pak." Jawab Soleh.

Dengan bersusah paya ia menggendong tubuh Fatimah, membuat pelukan Haja Fatimah semakin erat di lehernya, dan kedua kakinya melingkar di pinggang Soleh. Dari belakang dengan posisi berdiri Pak Arifin mengarahkan kontolnya ke lobang pantat Fatimah yang kembali menganggur.

Dengan di himpit oleh kedua pria tersebut, memek dan anus Fatimah kembali terasa penuh oleh desakan kontol mereka berdua, yang silih berganti menusuk lobang memek dan anusnya.

Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss...

Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss...

Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss...

Di posisi ini membuat kontol Soleh dan Pak Arifin terasa masuk semakin dalam. Dan tusukannya terasa semakin nikmat.

"Aaaaahkk... Pak... Aaahkk... Aaahkk..." Erang Fatimah.

"Enak banget pantatnya! Ouughkk... Hangat." Racau Pak Arifin yang menikmati jepitan anus Fatimah.

"Ughk... Aaahk... Eenaaaak..."

"Saya keluar Bu Haja..." Erang Soleh.

Ia menekan dalam kontolnya sembari menembakkan spermanya ke dalam rahim Fatimah.

Dan pada saat bersamaan Fatimah juga kembali mendapatkan klimaksnya. Lendir cintanya yang bercampur dengan sperma Soleh mengalir dari sela-sela kedua paha mulusnya.

Sejenak mereka membiarkan Fatimah menikmati orgasmenya, mereka dapat merasakan kedutan dinding memek dan anus Fatimah.

Setelah di rasa cukup, mereka menurunkan kembali tubuh Fatimah, dan membaringkannya diatas tempat tidur yang sudah berantakan. Pak Arifin menindih Fatimah, mengarahkan kontolnya kembali ke dalam lobang anusnya yang kini terasa merekah.

Blesss...

"Oughk... Nikmat sekali Bu Haja." Racau Pak Arifin.

Kepala Haja Fatimah terbanting ke kiri dan kanan. "Aaahkk... Aaahkk... Hah... Hah... Aaahk..." Desah Fatimah keenakan.

"Bersihkan Bu." Pinta Soleh.

Fatimah segera mengulum kontol Soleh, membersihkan kontol Soleh dengan mulutnya.

"Saya keluar Bu..."

Pak Arifin menggenjot cepat anus Fatimah hingga akhirnya cairan kental berwarna putih menyembur deras tertanam di dalam anus Fatimah.

Croootss... Croootss... Croootss...

Pooppss...

"Aaahkk... Hah... Aaahkk... Hah..." Desah Fatimah.

*****

Tidak terasa sudah hampir tiga jam lamanya mereka bercinta. Secara bergantian Pak Arifin, Markus dan Soleh mengisi lobang mulut, memek dan anus Fatimah. Perzinahan terlarang itu baru berakhir tepat ketika jam menunjukan sebelas siang.

Tidak hanya ketiga pembantunya, Fatimah juga merasa sangat puas. Baru kali ini ia merasa benar-benar puas berzina dengan pria lain yang bukan suaminya.

"Terimakasih banyak ya Bu."

Fatimah tersenyum manis. "Sama-sama Pak Arifin, saya juga sangat berterimakasih kepada kalian bertiga." Ujar Fatimah seraya menutupi tubuh telanjangnya dengan handuk.

"Besok-besok kita masih bolehkan Bu?" Tanya Soleh malu-malu.

"Boleh apa?" Goda Fatimah.

Soleh menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal. "Boleh ngentotin Bu Haja, hehehe..." Ucap Soleh tampak malu-malu.

"Dasar..." Fatimah tersenyum manis. "Kapanpun kalian boleh menzinahi saya, asalkan kalian tidak melanggar syarat yang saya berikan." Ujar Fatimah seraya tersenyum manis.

"Siap Bu Haja, hehehe..."

"Sekarang kalian boleh keluar! Saya mau istirahat sebentar." Pinta Fatimah.

Ketiga pembantunya itu segera pergi meninggalkan kamarnya. Selepas kepergian ketiga pembantunya Fatimah tampak merenung. Ia tidak mengerti kenapa dirinya bisa seperti ini. Fatimah mulai ragu akan keputusan yang sudah ia buat.

*****


Zaskia

18:30
Malam begitu tenang mengiringi keindahan suasana rumah di malam hari, sayup-sayup terdengar suara jangkrik memecah keheningan malam, sesekali suara burung malam terbang penuh harapan. Suara Muazin terdengar merdu dari menara masjid, memanggil umatnya untuk bermunajat kepada sang pencipta.

Di ruangan depan, di dekat televisi, tampak seorang pemuda terlihat gagah berdiri di depan, menjadi seorang imam untuk makmumnya yang setia mengikuti setiap gerakan sang imam.

Selesai menunaikan kewajibannya, tak lupa mereka berdoa, memohon ampun atas semua dosa-dosa mereka, meminta pertolongan agar terhindar dari perihnya api neraka jahanam.

"Amiiinn..." Zaskia mengusap wajahnya dengan kedua telapak tangannya tepat ketika Rayhan selesai memanjatkan doa.

Rayhan memutar tubuhnya menghadap ke belakang, tampak Zaskia tersenyum sembari menyodorkan tangannya. Pemuda itu segera mengamitnya, mencium lembut punggung tangan Kakak Iparnya.

Rasanya sudah lama sekali Zaskia tidak di imammi oleh adiknya.

"Maaf ya Kak, kalau selama ini aku ada salah." Ucap Rayhan.

Zaskia tersenyum hangat. "Iya... Kakak selalu memaafkan Adek kok." Jawab Zaskia, seraya memamerkan gigi putihnya yang rapih. "Terimakasih ya Dek, sudah mau menjadi imam Kakak." Sambung Zaskia seraya menatap sahdu.

"Sama-sama Kak."

"Kakak mau nyiapin makan malam dulu ya!" Zaskia berdiri, lalu dengan perlahan ia melepas mukena bagian bawahnya, lalu di susul mukena bagian atasnya di hadapan Rayhan.

Pemuda itu mematung tak percaya, di balik mukena sang Kakak tidak memakai sehelai benangpun di tubuhnya. Suasana yang awalnya kental akan nuansa keagamaan, berubah menjadi erotis. Mata Rayhan tak berkedip menatap nanar setiap inci tubuh Zaskia.

Payudara Zaskia yang berukuran 34D membusung indah dengan puting mungilnya, perutnya yang rata dan putih mulus menambah keindahan tubuh Zaskia. Di tambah lagi dengan gundukan tebal diantara selangkangannya yang bersih polos, terlihat semakin sempurna di matanya.

"Astaghfirullah... Kakak lupa pake hijab." Lirih Zaskia.

Segera ia mengambil hijabnya yang ada di atas tumpukan pakaian yang belum ia bereskan diatas meja, dan memakainya. Sementara Rayhan dari belakang memandangi punggungnya yang mulus dan pantatnya yang berisi.

Gleeek...

Zaskia terlihat anggun dengan hijab instans berwarna hitam, membungkus rambutnya yang indah. Nuansa islaminya terlihat sangat kental.

Tetapi saat pandangan Rayhan turun kebawah, pemandangan tersebut berubah menjadi sangat erotis, membuat birahi Rayhan makin bergemuruh. Matanya membelalak, melotot lebar menatap nanar tubuh indah Zaskia yang belum juga menyadari kondisinya saat ini.

Tapi tiba-tiba...

"Astaghfirullah..." Jerit Zaskia.

Reflek ia menyilangkan kedua tangannya, mencoba menutupi ketelanjangannya di hadapan Rayhan yang tampak takjub dengan keindahan tubuh Kakak Iparnya.

"Adek... Liat apa kamu?" Geram Zaskia.

Rayhan tampak salah tingkah. "Ma-maaf Kak, habisnya Kakak ada-ada aja masak buka mukena di depan Adek, sudah tau gak pake baju." Elak Rayhan membela diri atas tatapan nafsunya.

"Kamu nuduh Kakak sengaja ingin menggoda kamu ya? Emangnya kenapa kalau Kakak buka mukena di depan kamu, apa yang salah? Kamukan adik Kakak." Ujar Zaskia yang tidak mau di salahkan, padahal Zaskia tau kalau yang ada di depannya saat ini bukanlah adik kandungnya, melainkan hanya adik iparnya.

Rayhan tersenyum mendengarnya. "Kalau begitu kenapa Kakak marah?" Tanya Rayhan senang, sekarang Kakaknya tidak memiliki alasan untuk marah kepadanya.

Kini giliran Zaskia yang terpojok. "A-awas ya kalau sampe kamu nafsu sama Kakak? Ni..." Zaskia melepas tangannya dari dekapan payudaranya, lalu mengancungkan lengannya yang terkepal di depan Adik Iparnya.

Dengan leluasa Rayhan memandangi sepasang buah melon milik Zaskia tanpa harus merasa bersalah sedikitpun kepada Kakak Iparnya.

"Ya Allah Kak! Masak aku nafsu sama Kakakku sendiri." Jawab Rayhan enteng.

"Itu baru adiknya Kakak." Ucap Zaskia seraya tersenyum, ia bersikap tenang di hadapan Adik Iparnya. Tetapi kenyataannya saat ini Zaskia merasa sangat tegang, tubuhnya bergetar lembut, bahkan nafasnya kian terasa berat. "Di rumah ini kita hanya tinggal berdua! Ja... Jadi anggap Kakak seperti kakak kandungmu sendiri." Lirih Zaskia gugup.

"Iya Kak! Aku sudah menganggap Kakak seperti saudara kandungku sendiri, jadi aku tidak akan berbuat macam-macam dengan Kakak." Jawab Rayhan, ada sedikit rasa bersalah di hatinya.

Zaskia kembali tersenyum, ia merasa lega karena setidaknya Rayhan tidak akan nekat berbuat macam-macam kepadanya, apa lagi sampai nekat memperkosanya. Amit... Amit... salah satu alasan yang selalu membuat Zaskia khawatir saat adiknya melihat dirinya dalam keadaan telanjang.

Tetapi Zaskia juga tidak memungkiri dan tidak menyalahkan Rayhan kalau adiknya itu bernafsu kepada dirinya, karena ia memang salah.

Sementara Rayhan sendiri, tidak yakin kalau dirinya bisa menahan diri kalau selalu di suguhi pemandangan indah tubuh Kakaknya. Tetapi ia berjanji tidak akan menyakiti Kakaknya hanya untuk melampiaskan hawa nafsu binatangnya.

Obrolan mereka sudah selesai, dan seharusnya Zaskia sudah sejak tadi beranjak dari tempatnya tapi entah kenapa kakinya seakan tertancap di lantai, membuatnya enggan beranjak dari tempatnya berdiri saat ini.

"Kamu sudah punya pacar belum Dek?" Ya Tuhan Zaskia... Ada apa denganmu? Pergi sekarang juga Zaskia... jerit hati Zaskia.

Alih-alih pergi ke kamarnya untuk mengganti pakaian, Zaskia malah duduk di sofa sembari melipat pakaiannya yang sudah kering. Rayhan menghampiri Zaskia dan duduk di samping Kakaknya.

Detak jantung Zaskia berdegup semakin kencang, dadanya bergemuruh seakan mau rubuh.

"Belom Kak, lagi nyari..." Jawab Rayhan.

Zaskia menghela nafas, tampak sepasang payudaranya berayun. "Sebenarnya pacaran itu di larang, tetapi anak seusia kamu rasanya sudah umum memiliki pasangan! Kakak tidak bisa melarang kamu pacaran, tapi pesan Kakak jangan sampai ke bablasan, jangan bikin malu keluarga." Ujar Zaskia seraya melipat pakaiannya.

"Iya Kak..."

"Zina itu haram dek! Dosanya besar..." Ujar Zaskia mengingatkan adiknya.

Rayhan tersenyum. "Iya Kak, aku tau kok, kan sudah di pelajari di sekolah." Jawab Rayhan, ekor matanya melirik kearah gundukan memek Zaskia.

"Coba jelaskan apa yang Adek tau tentang zina."

"Zina itu ya... Melakukan hubungan intim dengan lawan jenis Kak." Jelas Rayhan, Zaskia menggelengkan kepalanya.

"Tidak hanya itu loh Dek! Ada beberapa macam Zina, seperti Zina mata, Zina tangan, dan Zina Zina lainnya." Ujar Zaskia, ia melihat kearah Rayhan yang dengan terang-terangan menatap tubuh telanjangnya.

Zaskia merasa terjebak oleh ucapannya sendiri, sekarang ia tidak bisa marah karena pengakuannya barusan yang menganggap Rayhan sudah seperti adik kandungnya sendiri. Tetapi Zaskia memiliki pilihan, bisa saja Zaskia pergi saat ini juga.

Zaskia... Zaskia... Apa yang kamu lakukan sekarang juga termasuk Zina. Apakah ini yang kamu mau? Ya Tuhaaan...

Aneh rasanya, sungguh aneh. Mereka membahas tentang zina di saat Zaskia dalam keadaan telanjang, memamerkan payudara dan memeknya di depan Adik iparnya yang jelas bukan mahromnya.

"Contohnya Kak?" Tanya Rayhan penasaran.

Zaskia menghela nafas. "Ehmm... Contohnya seperti melihat aurat seorang wanita yang bukan muhrimnya." Sindir Zaskia, sembari menatap adiknya, ingin sekali rasanya Zaskia menegur adiknya, tetapi mulutnya seakan terkunci rapat.

"Astaghfirullah..." Rayhan buru-buru memalingkan wajahnya.

"Kamu kenapa Dek?"

"Kakakkan bukan muhrim! Apa ini juga termasuk Zina Kak?" Tanya Rayhan cepat tanpa melihat kearah Kakaknya yang tampak kebingungan.

Tentu saja ini Zina, karena Rayhan hanyalah adik iparnya bukan siapa-siapanya.

"Adik nafsu gak?" Tanya balik Zaskia.

Rayhan menggelengkan kepalanya. "Ya enggaklah Kak, kan Kakak sudah aku anggap seperti saudara sendiri." Jawab Rayhan.

Jangan bodoh Zaskia... Salah katakan salah, jangan cari-cari alasan untuk membenarkan sebuah kesalahan...

"Berarti... Bukan Zina Dek." Astaghfirullah... Zaskia.

"Alhamdulillah... Aku sudah takut banget loh Kak, soalnya aku dari tadi melihat tubuh telanjang Kakak." Ujar Rayhan yang secara tidak langsung mengaku kepada Kakaknya kalau sedari tadi ia melihat tubuh telanjang Kakak Iparnya.

Zaskia tersenyum sembari merapikan anak rambutnya yang keluar dari hijabnya. "Maafkan Kakak Dek... Kakak tidak bermaksud membohongi kamu... Maafkan Kakak Dek." Zaskia merasa sangat bersalah karena telah membohongi adiknya.

Rasa sesalnya membuat Zaskia akhirnya mendapatkan kekuatannya kembali, ia segera beranjak dari duduknya. "Kakak siapin makan malam dulu ya Dek, kamu pasti sudah laper bangetkan?." Ujar Zaskia, mencari alasan untuk segera menjauh dari Adiknya.

"Iya Kak, hehehe..."

Zaskia tersenyum lalu berlalu pergi meninggalkan Rayhan yang diam-diam tersenyum senang.

Di dalam kamarnya Zaskia mematut dirinya di depan cermin, ia menyalahkan dirinya sendiri yang tidak bisa menahan diri dari godaan syaitan yang menggodanya. Zaskia merasa sangat malu, bagaimana mungkin seorang wanita muslimah seperti dirinya dengan sengaja memperlihatkan kemolekan tubuhnya di hadapan adik iparnya sendiri.

Saat jemari tangan kanannya turun untuk memeriksa kemaluannya, Zaskia kaget saat mengetahui kalau kemaluannya yang sudah sangat basah.

*****


Farah

01:15
KH Shamir terbangun dari lelapnya, ia melihat kearah jam dinding yang sudah menunjukan pukul satu dinihari. Segera ia beranjak dari tempat tidurnya, menuju kamar mandi untuk mengambil wudhu untuk melaksanakan shalat malam.

Setibanya di dapur, sayup-sayup ia mendengar suara desahan seorang wanita di balik kamar mandi.

Karena penasaran KH Shamir mendekat kearah kamar mandi dan melihat dari celah-celah daun pintu yang sedikit terbuka.

Di dalam kamar mandi, tampak Farah yang tengah duduk diatas closet duduk dalam keadaan nyaris telanjang bulat. Kancing piyamanya sudah terbuka, tampak sepasang payudaranya yang indah membusung. Sementara celana piyamanya berikut dengan dalamannya sudah ia plorotkan hingga semata kaki.

Tangan Farah terlihat menggosok-gosok kemaluannya, tubuhnya menggeliat seperti cacing kepanasan.

"Aaahkk... Hah... Hah... Aaahkk..." Desah Farah.

Mata tua KH Shamir tak berkedip memandangi lekuk tubuh menantunya yang sangat menggoda imannya. Bahkan KH Shamir sampai lupa akan tujuan awalnya berada di sini.

Jemari Farah meraih payudaranya, ia meremas dan memilin putingnya, tampak cairan putih keluar dari putingnya membuat KH Shamir kian terpesona.

"Ouughk... Enaaaak... Aaahkk... Tusuk memek Farah Abi... Aaahkk... Aaahkk..." Desah Farah.

Abi... Abi siapa... Siapa Abi itu? Gumam KH Shamir kaget.

Kedua jemari Farah terlihat semakin intens menusuk-nusuk lobang peranakannya. Matanya merem melek keenakan dan suara desahannya terdengar semakin kencang.

KH Shamir yang tidak tahan melihat keindahan tubuh menantunya, tanpa sadar merogoh celananya, meraih kemaluan nya yang sudah berdiri tegak.

Dengan tatapan tajam KH Samir mengurut-urut batang kemaluannya.

"Ya Tuhan Farah..." Desis KH Shamir.

Farah menggigit bibirnya sembari mencondongkan pantatnya kedepan. "Uughk... Abi! Aaahkk... Aaahkk... Enaaaak Abi... Kontol Abi besar... Aaahkk..." Erang Farah makin keras.

"Abi siapa Farah? Abi siapa..." Entah kenapa KH Shamir berharap Farah tengah memanggilnya.

"Aaahk... Aaahkk... Aaahkk..."

Teeeeeekkk.... Teeeeeekkk.... Teeeeeekkk.... Teeeeeekkk.... Teeeeeekkk... Teeeeeekkk....

Teeeeeekkk.... Teeeeeekkk.... Teeeeeekkk.... Teeeeeekkk.... Teeeeeekkk... Teeeeeekkk....

Teeeeeekkk.... Teeeeeekkk.... Teeeeeekkk.... Teeeeeekkk.... Teeeeeekkk... Teeeeeekkk....

KH Shamir semakin cepat mengocok kontolnya, ia membayangkan dirinya saat ini yang tengah menggauli menantunya itu. Semakin lama rasa itu semakin nikmat hingga kontol KH Shamir berkedut-kedut makin keras.

"Abi Shamir... Farah keluar..." Jerit Farah.

Dengan mulut mengangah dan tatapan mata yang membeliak, Shamir menatap menantunya dengan tatapan tidak percaya.

"Oughk..." KH Shamir melolong nikmat.

Croootss... Croootss... Croootss...

Dan pada saat bersamaan KH Shamir melihat semburan cairan bening dari sela-sela bibir kemaluan Farah yang menyembur deras.

Seeeeeeeeeeeeeeeerrrr...

"Astaghfirullah...." Lirih KH Shamir.

Buru-buru pria paruh baya itu pergi meninggalkan dapur, kembali ke dalam kamarnya. Sementara itu di dalam kamar mandi Farah tampak tersenyum sembari menatap cela pintu kamar mandi yang terbuka.

"Ini belum seberapa Abi..." Ujarnya dengan senyum iblisnya.

*****

Inem

Sementara itu di tempat yang berbeda, Rayhan yang tidak bisa tidur karena terbayang-bayang oleh tubuh indah Kakak Iparnya, diam-diam ia mengendap masuk ke dalam rumah tetangganya dari pintu belakang rumah yang tidak terkunci sehingga membuatnya leluasa untuk masuk.

Setelah memastikan kondisi rumah dalam keadaan aman, Rayhan masuk ke dalam kamar Mbak Inem yang tengah terlelap tidur di samping Suaminya.

Gila... Ini benar-benar gila.

"Mbak..." Rayhan menggoyangkan kaki Mbak Inem.

Perasaan Rayhan campur aduk, ia takut ketahuan, tetapi di sisi lain ia membutuhkan Mbak Inem untuk menjadi pelampiasan nafsunya yang sudah di ubun-ubun, gara-gara Kakak Iparnya.

Beruntung Suami Inem tipe orang yang sulit bangun walaupun ada gempa sekalipun.

"Mbak..." Panggil Rayhan lagi.

Mata Mbak Inem berkedip beberapa kali, ia mengusap matanya. "Ya Tuhan..." Mbak Inem mendekap mulutnya, ia khawatir suaranya akan membangunkan Suaminya.

"Kamu sudah gila Ray?"

Rayhan tampak menggaruk-garuk kepalanya. "Maaf Mbak... Aku gak tahan." Ungkap jujur Rayhan kepada Mbak Inem.

Segera Inem berdiri mengajak Rayhan keluar dari kamarnya. Bisa berabe kalau sampai Suaminya tiba-tiba saja terbangun, walaupun Suaminya itu tipe yang sulit di bangunkan.

Rayhan hanya menurut saja ketika Mbak Inem membawanya masuk ke dalam kamar mandi.

"Nekat banget si kamu Ray?" Gemes Inem.

Rayhan tersenyum. "Habis kangen sama Mbak." Bisik Rayhan, sembari melingkarkan tangannya di pinggang Mbak Inem, lalu turun ke pantatnya.

"Dasar anak nakal." Ujarnya.

Mbak Inem memanggut bibir Rayhan, mereka berciuman sangat panas, saling bertukar air liur selama beberapa menit. Sembari berciuman tak henti-hentinya telapak tangan Rayhan membelai punggung dan pantat Mbak Inem yang masih memakai pakaian lengkap.

Mbak Inem melepaskan ciumannya ketika Rayhan menarik keatas kaos yang ia kenakan.

"Tetek Mbak indah sekali." Puji Rayhan.

"Kamu suka?"

Rayhan mengangguk. "Sangat suka Mbak." Jawab Rayhan cepat.

"Tetek ini milikmu sayang." Bisik manja Mbak Inem.

Rayhan langsung menyambar payudara Mbak Inem, mulutnya mencaplok payudara Mbak Inem, menghisapnya dengan rakus. Lidahnya dengan perlahan mengitari aurola puting Mbak Inem, lalu kembali melahapnya, menghisapnya dengan lembut.

Kedua tangan Mbak Inem mendekap kepala Rayhan, ia membiarkan pemuda itu mengulum dan menjamah payudaranya secara bergantian.

"Enak Mbak... Srruuppss..." Lirih Rayhan.

"Oughk... Enak Ray! Aaahkk..." Desah Mbak Inem, dengan wajah mendongak keatas.

Sesekali Rayhan menggigit puting Mbak Inem, lalu kembali menghisap puting Mbak Inem yang terasa semakin membesar.

Mbak Inem mendorong pelan pundak Rayhan, lalu ia berjongkok di depan Rayhan. Kedua tangannya dengan tangkas melepas celana Rayhan, merogoh kontol Rayhan keluar dari celananya. Sembari tersenyum ia mengurut kontol Rayhan yang berbentuk seperti buah pisang.

"Kontol kamu besar Ray!" Puji Mbak Inem.

Wanita yang telah bersuami itu mulai menciumi kontol Rayhan, mula-mula bagian kepalanya, lalu turun ke batang kemaluan Rayhan. Ia menuntun kontol Rayhan masuk ke dalam mulutnya, dan mengulumnya dengan lembut sembari mengurut batang kontol Rayhan.

Wajah Rayhan menegang, ia menikmati setiap sentuhan bibir dan lidah Mbak Inem.

"Enak Ray?" Tanya Mbak Inem.

Pemuda itu mengangguk. "Enak banget Mbak! Aaahk... Terus Mbak." Erang Rayhan, sembari membelai rambut hitam Mbak Inem.

"Sluuuppsss... Kontol kamu keras banget Ray! Beda dengan kontol Mas Pur. Sruuupsss... Sluuuppsss... Sluuuppsss... Sluuuppsss..." Pujinya sembari mengulum kontol Rayhan, jemarinya mengurut kantul zakar Rayhan.

Telapak tangan Rayhan meraih payudara Mbak Inem dan meremasnya dengan perlahan.

Setelah di rasa cukup, Mbak Inem kembali berdiri. Di depan Rayhan ia melepas celana piyamanya, memamerkan kemolekan tubuhnya. Pemuda itu tampak tegang menatap tubuh telanjang Mbak Inem untuk yang kesekian kalinya.

"Masukan sekarang Ray!" Pinta Mbak Inem.

Wanita cantik itu berbalik menghadap tembok, sedikit mencondongkan pantatnya kearah Rayhan. Alih-alih langsung menyetubuhi tetangganya itu, Rayhan malah berlutut di depannya.

Kedua tangan Rayhan merenggangkan kedua kaki Mbak Inem hingga ia dapat melihat bibir kemaluan Mbak Inem yang tampak bergelembir.

"Ray..." Tegur Mbak Inem.

Rayhan menatapnya. "Sebentar aja Mbak..." Jawab Rayhan setengah berbisik.

Kemudian ia mendekatkan bibirnya kearah memek Mbak Inem, menciumnya dengan lembut. Menghisap bibir Mayoranya dengan rakus.

Tubuh Mbak Inem bergetar hebat, dari kemaluannya tampak cairan bening keluar sedikit demi sedikit yang langsung di seruput oleh Rayhan. Ia dapat merasakan lidah Rayhan yang menyeruak masuk ke dalam lobang memeknya, mengorek-ngorek liang kemaluannya.

"Uughk... Ray! Aaahkk..." Desah tertahan dari Mbak Inem.

Dengan rakus Rayhan menyedot clitoris Mbak Inem yang semakin membengkak, menggigit kecil membuat Mbak Inem memekik pelan.

Tubuh Mbak Inem menggelinjang, kedua kakinya melejang-lejang, bergetar tak tertahankan. Dengan mata membelalak ia merasakan sensasi yang begitu nikmat yang membuatnya mengerang lebih keras.

Di bawah sana Rayhan makin bergairah menyeruput cairan cinta Mbak Inem yang baru saja Orgasme.

Pemuda itu kembali berdiri, dari belakang Rayhan memeluk tubuh Mbak Inem, mencium aroma tubuh Mbak Inem yang membuatnya makin bergairah, lidahnya terjulur menjilati leher Mbak Inem. Perlahan Rayhan menuntun kontolnya kearah cela sempit memek Mbak Inem.

"Pelan-pelan sayang." Bisik Mbak Inem.

Perlahan kontol Rayhan membela masuk ke dalam lobang memek Mbak Inem. "Sempit... Hangat." Puji Rayhan yang menikmati jepitan dinding vagina Mbak Inem yang terasa nikmat.

"Ughh... Aaaahk... Tusuk lebih dalam sayang! Aaahk... Yeaaaa... Eenggk..." Erang Mbak Inem yang ikut menggoyangkan pantatnya.

Dengan gerakan perlahan ia menghujamkan kontolnya, lalu menariknya lagi hingga kontolnya hampir terlepas, dan memasukannya lagi. Gerakan tersebut ia lakukan berulang-ulang.

Kedua tangan Rayhan menyusup dari bawah ketiak Mbak Inem, ia meraih buah dada Mbak Inem dan keremasnya dengan perlahan.

Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss...

Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss...

Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss...

"Aaahkk... Hah... Hah... Aaahkk... Hah... Terus Ray! Aaahkk... Makin cepat sayang... Uugkk..." Mbak Inem menjerit-jerit keenakan.

"Jangan keras-keras Mbak, nanti ada yang bangun." Bisik Rayhan agak khawatir dengan suara Mbak Inem yang mengerang semakin keras.

Kepala Mbak Inem terbanting ke kiri dan kanan sanking nikmatnya. "Enak banget Ray! Aaahkk... Mbak gak tahan sayang... Aaahkk... Aaahkk..." Jerit Mbak Inem yang seakan mengabaikan peringatan Rayhan.

Tubuhnya yang bermandikan keringat kelajotan merasakan setiap tusukan bervariasi dari Rayhan yang terkadang kasar dan cepat tapi terkadang lembut tapi menghentak. Belum lagi sentuhan kedua jari Rayhan di kedua putingnya, membuatnya makin menggeliat keenakan.

Tidak butuh waktu lama bagi Mbak Inem untuk kembali mendapatkan orgasmenya.

Pinggulnya bergetar hebat, dan tampak cairannya yang hangat menenggelamkan kontol Rayhan yang masih sibuk melakukan penetrasi di dalam memeknya.

"Raaay... Ougk..." Jerit Mbak Inem.

Tapi tiba-tiba...

Tok... Tok... Tok...

Deg...

Mereka berdua saling pandang, raut wajah yang tadi penuh kepuasan berubah menjadi pucat pasih.

"Ibu..."

"Nikita." Bisik Mbak Inem kepada Rayhan.

"Jawab Mbak."

"I-iya sayang ada apa?" Tanya Mbak Inem gugup, sementara kontol Rayhan masih tertancap di dalam memeknya.

"Ibu kenapa kok teriak-teriak..."

Mbak Inem tampak gugup. "Anu... Gak apa-apa sayang! I-ibu lagi BAB." Jawab Mbak Inem membuat Rayhan terkikik pelan.

"Iih... Ya udah Nikita tidur lagi."

Mereka berdua dapat mendengar suara derap langkah Nikita yang menjauh dari kamar mandi. Sejenak mereka saling pandang, kemudian tertawa renyah.

"Hampir saja..." Gumam Rayhan.

"Masih mau lanjut?" Bisik Mbak Inem.

Rayhan mengangguk. "Masih Mbak..." Jawab Rayhan sembari membelai bibir kemaluan Mbak Inem.

Kedua tangan Mbak Inem melingkar di leher Rayhan, ia memanggut mesrah bibir adik tetangganya itu. Perbedaan usia mereka seakan tidak menjadi penghalang bagi mereka berdua.

Kedua tangan Rayhan mengangkat kedua kaki Mbak Inem, lalu menopang pantatnya agar Mbak Inem tidak sampai terjatuh.

Tangan kanan Mbak Inem melingkar di leher Rayhan, sementara tangan kirinya menuntun kontol Rayhan kearah lobang peranakannya. Bleeesss... Dengan satu hentakan kontol Rayhan bersemayam di dalam lobang peranakan Mbak Inem.

"Ughk... Dalem banget sayang!" Erang Mbak Inem.

Perlahan Rayhan mulai mengayun-ayunkan tubuh Mbak Inem, membuat kontolnya menusuk semakin dalam ke dalam memek Mbak Inem.

"Enak Mbak... Aaahkk..." Desah Rayhan.

Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss...

Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss...

Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss...

Tubuh Mbak Inem terhentak-hentak di dalam gendongan Rayhan. Kontol Rayhan yang tidak hanya panjang tapi juga sangat besar dan tebal, hingga membuat memek Mbak Inem terasa penuh. Beberapakali Mbak Inem terpekik ngilu ketika kontol Rayhan menusuk memeknya hingga ke rahimnya.

Sudah lima belas menit Rayhan menggenjotnya dalam kondisi berdiri, tetapi belum ada tanda-tanda kalau pemuda itu kelelahan.

"Ray... Aaahkk... Kamu kuat sekali sayang." Erang Mbak Inem.

Rayhan memanggut mesrah bibir Mbak Inem, menjulurkan lidahnya ke dalam mulut Mbak Inem yang di balas liar oleh Mbak Inem. Tidak lama kemudian tubuh Mbak Inem kembali kelajotan, untuk kesekian kalinya ia mendapatkan orgasmenya.

Memek Mbak Inem yang terasa semakin licin membuat kontol Rayhan makin leluasa menjelajahi relung memek Mbak Inem.

"Saya keluar Mbak..."

"Di luar aja Ray! Mbak belum minum obat." Erang Mbak Inem.

Tetapi peringatan Mbak Inem terlambat, Rayhan keburu menumpahkan spermanya ke dalam rahim Mbak Inem. Croooottss... Croooottss... Croooottss... Mbak Inem dapat merasakan betapa banyaknya sperma Rayhan di dalam rahimnya yang kini terasa hangat.

Setelah puas Rayhan menurunkan tubuh Mbak Inem yang tampak kelelahan.

Sejenak mereka berdua terdiam mengingat apa yang baru saja mereka lakukan. Dan sedetik kemudian Mbak Inem tersenyum menatap Rayhan.

"Maaf Mbak, kelepasan." Lirih Rayhan.

Mbak Inem menggelengkan kepalanya. "Gak apa-apa sayang! Siapa tau jadikan?" Goda Mbak Inem membuat Rayhan panik.

"Ya jangan dong Mbak."

"Hihihi... Emang kenapa kalau Mbak mengandung anak kamu." Goda Mbak Inem.

"Tapi Mbak..."

"Jangan takut, walaupun Mbak hamil sekalipun, Mbak gak akan minta pertanggung jawaban dari kamu. Mbakkan punya suami." Ujar Mbak Inem, tetapi tetap saja Rayhan merasa takut.

"Mudah-mudahan gak jadi ya Mbak."

Lagi-lagi Mbak Inem tertawa renyah. "Kamu ini, mau berbuat tapi gak mau bertanggung jawab." Goda Mbak Inem membuat Rayhan serba salah.

"Bukan begitu Mbak."

"Udah gak usah di pikirin! Sekarang kamu pulang ya, takut nanti ada yang bangun lagi."

"Iya Mbak."

"Tunggu sini, Mbak mau cek dulu."

Mbak Inem perlahan membuka pintu kamar mandinya, melihat kondisi aman terkendali, barulah ia mengizinkan Rayhan untuk segera keluar dari kamar mandi.

Sebelum pergi meninggalkan kediaman Mbak Inem, mereka berciuman bibir selama beberapa detik, lalu barulah Rayhan pamit. Dengan cara mengendap-endap ia kembali ke rumahnya.

*****
:| Bu Fatimah pimpinan pesantren itu terlihat murahan
Pengen cepet² Rayhan jadi pejantan dan mengembaliin marwah hajjah hajjah di pesantren itu hahahahahahahaha
 
Gua bacanya cuma scene-nya Rayhan & Zaskia doang. Cerita mereka paling unik dan bikin penasaran. Btw Makasih apdetnya suhu.
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd