Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Pesantren Series (Remake)

Status
Please reply by conversation.
05:15


Zaskia

Allahuakbar... Allahuakbar...

Kumandang adzan bergemuruh, memanggil umatnya untuk segera menunaikan kewajiban mereka sebagai mahluk tuhan. Zaskia yang bangun lebih awal segera menuju kamar mandi untuk mengambil wudhu, dan bersiap-siap untuk menunaikan kewajibannya sebagai seorang muslimah yang taat akan perintah Agama. Baru saja ia hendak membaca niat, tiba-tiba ia teringat Rayhan.

Tepatnya ia teringat kejadian semalam, raut wajah Zaskia mendadak merona merah, mengingat kejadian semalam membuat Zaskia merasa malu. Ia khawatir Adiknya akan berpikiran yang tidak-tidak kepadanya.

Kakak ipar mana yang dengan sengaja telanjang di depan adiknya. Apa lagi semalam ia memberikan alasan-alasan yang sangat tidak masuk akal.

Apa menurut kamu Kakak sudah gila Ray? Gumam Zaskia.

Ia takut Rayhan berpikiran yang tidak-tidak tentang dirinya, ia khawatir kehilangan wibawanya sebagai seorang Kakak, sebagai seorang wanita Soleha di hadapan Rayhan, dan yang paling ia takutkan sikap Rayhan berubah menjadi kurang ajar kepada dirinya karena kenekatannya semalam. Semalam jelas sekali kalau Zaskia sengaja memamerkan tubuhnya kepada Rayhan.

Bagaimana kalau Rayhan menganggap itu sebagai tanda kalau dirinya seorang eksibisionis? Bagaimana kalau kejadian semalam membuat Rayhan merasa kalau dirinya memiliki rasa kepada Rayhan? Bagaimana kalau kejadian semalam membuat Rayhan nekat melecehkannya? Tidak... Tidak mungkin, Rayhan tidak mungkin melakukannya, tapi kalau Rayhan sampai benar-benar melakukannya, apa yang harus ia lakukan?

Perasaan tidak tenang tersebut mengantarkan langkah kaki Zaskia menuju kamar Adiknya. Saat pintu kamar terbuka, Zaskia melihat Rayhan yang masih terlelap tidur. Haruskah aku membangunkannya? Tapi bagaimana kalau tiba-tiba sikap Rayhan berubah? Aku tidak akan pernah tau kalau hanya diam saja. Pikir Zaskia.

Dengan langkah gontai Zaskia mendekati Adiknya, dengan perlahan ia mencoba membangunkan Rayhan yang masih tertidur lelap.

"Ray... Bangun!" Panggil Zaskia.

Rayhan menggeliat sembari merentangkan kedua tangannya keatas. "Bentar lagi Kak!" Elak Rayhan.

"Adek bangun... Mau subuh ni." Paksa Zaskia.

Perlahan Rayhan membuka sedikit matanya, menatap wajah cantik Zaskia yang berbeda dari biasanya. Entahlah Rayhan merasa ada sesuatu yang berbeda dari Kakaknya, karena biasanya kalau ia ngenyel tidak mau bangun Zaskia akan mencubitnya tapi subuh ini Zaskia tidak melakukannya.

Dengan sengaja Rayhan tidak memperdulikan Kakaknya. "Lima menit lagi Kak." Jawab Rayhan, sembari menarik selimutnya hingga membungkus seluruh tubuhnya.

"Astaghfirullah Dek... Kamu mau Kakak cubit lagi?" Ancam Zaskia agak ragu, ia khawatir Adiknya mulai berani melawannya.

"Iya Kak ini sudah mau bangun." Lagi-lagi jawaban yang sama yang di berikan Rayhan setiap paginya.

Zaskia langsung menyodorkan tangannya, mencubit lengan Rayhan, tidak begitu keras kalau di bandingkan dengan sebelumnya. Ia diam menunggu reaksi adiknya, apakah Rayhan akan balik membentaknya, atau mengeluarkan kata-kata yang tidak pantas untuknya.

Dan di luar dugaan Rayhan malah mengadu kesakitan, bahkan ia memohon seperti biasanya kepada Zaskia agar berhenti mencubitnya.

"Aduuuuh sakit Kak... Aaahkk... Iya ini aku bangun Kak! Aduh... Aduh..." Jerit Rayhan memohon.

"Makanya kalau di suruh bangun ya bangun." Ucap Zaskia yang kini suaranya terdengar lebih normal dari sebelumnya.

"Aduh ampun Kak! Iya aku bangun ni."

Zaskia melepaskan cubitannya dengan perasaan legah, kekhawatiran nya terhadap sosok Rayhan ternyata tidak terbukti. Ia sempat merasa menyesal karena sempat berfikiran negatif terhadap Adiknya.

Sembari mengeluh Rayhan mengusap-usap lengannya yang baru saja di cubit oleh Kakaknya.

"Sana ambil wudhu." Suruh Zaskia.

Rayhan beranjak dari tempat tidurnya dengan malas. "Iya Kak!" Rutuk Rayhan.

"Nanti shalat bareng ya! Kakak tunggu di depan."

"Di kamar Kakak aja." Jerit Rayhan.

Zaskia tidak menjawab tetapi ia menuruti kemauan Adiknya. Ukuran kamar Zaskia tidaklah begitu besar, di tambah lagi isi perabotannya yang cukup banyak, membuat ruangan tempat mereka beribadah sangat sempit, kalau di paksa memang cukup untuk dua orang tapi tentu membuat gerakan mereka menjadi terbatas.

Tetapi walaupun begitu Zaskia tetap membentangkan dua sajadah diantara ujung tempat tidurnya dan lemari pakaian yang bersebelahan dengan meja riasnya.

Tidak lama kemudian Rayhan masuk ke dalam kamar Kakaknya. Ada yang beda dari sosok Rayhan, karena pemuda itu mengenakan sarung. Seingat Zaskia, sarung itu ia berikan beberapa bulan yang lalu.

"Tumben pake sarung?" Goda Zaskia.

"Gantengkan Kak." Puji Rayhan dengan sendirinya.

"Ehmm... Iya ganteng, sarungnya... Hihihi..." Ujar Zaskia sembari cekikikan.

"Issttt... Kakak nih."

"Udah ah, ayo kamu jadi imamnya." Suruh Zaskia.

Rayhan segera mengambil posisi di depan, sementara Zaskia berada di belakang.

Selama ritual ibadah mereka terlihat begitu hikmatnya, dengan fasih nya Rayhan membaca bacaannya tanpa ada yang keliru, sementara di belakang Zaskia mengikuti setiap gerakan Rayhan.

Ruangan sempit tersebut seakan tidak menjadi penghalang bagi mereka untuk menunaikan kewajiban mereka sebagai seorang muslim.

"Assalamualaikum.... Assalamualaikum..."

"Assalamualaikum... Assalamualaikum..." Zaskia mengikuti.

Rayhan mengangkat kedua tangannya dan mulai memanjatkan doa sekaligus memohon ampunan dari yang maha kuasa, sementara Zaskia mengaminkan dari belakang setiap doa yang di panjatkan oleh adiknya.

Dan akhirnya ritual ibadah itu di akhiri dengan mengucap istighfar beberapa kali.

Rayhan memutar tubuhnya, ia meraih tangan Zaskia dan mengecup lembut punggung tangan Zaskia. Dan dramapun di mulai.

"Maafin aku ya Kak kalau ada salah." Ucap Rayhan.

"Maafin Kakak juga ya." Ujar Zaskia.

Rayhan tidak beranjak dari duduknya, ia menatap Zaskia dengan tatapan serius, membuat Zaskia merasa heran.

"Kenapa Dek?"

"Pipi aku gak di cium Kak?" Tanya Rayhan.

Kening Zaskia berkerut mendengar nya. "Cium? Jangan minta yang aneh-aneh Dek." Protes Zaskia, seraya tersenyum geli.

"Kok aneh? Kan biasanya di film Korea Nunanya suka nyium pipi adiknya sebagai tanda sayang? Kakak sayang gak sama aku?" Pancing Rayhan, mengingatkan Zaskia tentang film yang suka di tonton oleh Kakaknya yang berjudul loving brothers.

"Itukan di film."

"Kakak sayang gak sama aku?" Desak Rayhan tidak mau kalah, membuat Zaskia menjadi serba salah.

Film korea yang suka ia tonton tersebut memang sering mencium adiknya sebagai tanda rasa sayang kepada saudaranya dan begitu juga sebaliknya. Tapi itu adegan film, dan lagi itu film Korea, jelas mengikuti adat istiadat nya Korea, tidak ada korelasinya dengan kehidupan mereka yang lebih condong mengikuti adat ketimuran.

Rayhan yang seakan tidak mau tau tampak cemberut menerima penolakan dari Kakaknya. Layaknya seorang adik yang merajuk kepada Kakaknya.

"Kalau gak sayang gak apa-apa kok Kak." Ujar Rayhan.

Zaskia menghela nafas perlahan. "Jangan sembarangan ngomong, Kakak sayang banget sama kamu Dek." Geram Zaskia, karena memang nyatanya ia begitu menyayangi Rayhan.

"Buktinya apa?"

"Bukti... Buktinya..."

"Kakak gak bisakan membuktikannya?" Lirih Rayhan sembari tertunduk lemas. "Aku senang banget pas semalam Kakak bilang sudah menganggap aku seperti adik kandung sendiri." Rayhan terdiam selama beberapa detik. "Tapi nyatanya cuman basa basi aja." Sambung Rayhan, membuat Zaskia merasa bersalah.

"Ya Allah Dek... Masak cuman gara-gara cium pipi aja kamu jadi mikirnya sejauh itu." Kesal Zaskia, ia tidak terima kalau dikira ucapannya semalam hanya omong kosong belaka.

"Sudalah Kak, cukup tau aja." Rajuk Rayhan.

Ketika pemuda itu hendak beranjak pergi, Zaskia yang sudah kemakan bujukan Rayhan secara tiba-tiba mengecup pipi Rayhan. "Cup..." Rayhan dapat merasakan lembut dan hangatnya bibir Zaskia untuk pertama kalinya, begitu juga dengan Zaskia, ini adalah pengalaman pertamanya mencium pipi seorang pria dewasa yang bukan Suaminya.

Kecupan tersebut berhasil membuat Rayhan mengurungkan niatnya.

"Udah kan?" Ujar Zaskia gugup.

Rayhan masih cemberut. "Kayak gak ihklas gitu." Keluh Rayhan.

"Astaghfirullah... Dek." Geram Zaskia.

Sanking kesalnya Zaskia menarik tubuh Rayhan, lalu mengecup pipi kiri dan kanan Rayhan berkali-kali secara bergantian, hingga tampak sedikit air liur Zaskia menempel, membasahi kedua pipi Rayhan.

Tentu saja Rayhan merasa sangat senang, karena rencananya berjalan dengan sukses. Akhirnya ia bisa merasakan ciuman Zaskia walaupun hanya di pipinya. Tapi bagi Rayhan ini hanyalah sebuah permulaan yang cukup bagus.

"Udahkan." Ujar Zaskia misu-misu.

Rayhan tersenyum kecil. "Iya Kak, makasih ya Kak." Ujar Rayhan kegirangan.

Kemudian dengan cepat Rayhan membalas ciuman Zaskia dengan mencium pipi Zaskia. Bibirnya menempel lembut di pipi mulus Zaskia.

Deg... Deg... Deg...

Dada Zaskia bergemuruh, ada perasaan yang sulit ia gambarkan menyelimuti hatinya saat ini. Sanking shocknya, Zaskia hanya terdiam membisu, membiarkan adiknya mencium pipinya cukup lama, hingga akhirnya Rayhan menarik bibirnya dari pipinya.

Dengan perasaan campur aduk Zaskia menatap Rayhan dengan tatapan tak percaya.

"Aku juga sayang banget sama Kakak." Lirih Rayhan.

Sedikit rasa marah yang sempat terbesit di hatinya, tiba-tiba sirna begitu saja setelah mendengar ucapan sayang yang begitu tulus dari mulut adiknya.

Zaskia tersenyum. "Iya, Kakak juga sayang kamu." Ucap Zaskia.

"Aku balik kamar dulu ya Kak."

Zaskia yang masih shock menganggukkan kepalanya, ia masih tidak percaya kalau dirinya baru saja mendapatkan ciuman mesrah dari sang Adik ipar yang notabenenya bukanlah muhrimnya.

Rayhan berdiri kemudian ia membuka sarungnya, dan lagi-lagi Zaskia di buat shock, bahkan kali ini dua kali lipat dari sebelumnya.

Di balik sarungnya Rayhan tidak memakai apapun, kontolnya yang tengah ireksi dengan sengaja ia pamerkan kepada Kakak Iparnya, membuat tubuh Zaskia terasa lemas menatap kontol Rayhan yang berukuran sangat besar, berbentuk pisang yang membengkok keatas. Urat-urat nya yang menonjol keluar seakan ingin menggaruk-garuk dinding vaginanya.

"Kontol... Ray... Kontol kamu..." Lirih Zaskia.

Rayhan pura-pura tidak memperdulikannya. "Kontolku kenapa Kak?" Tanya Rayhan polos, sembari memegang kontolnya seakan tengah memeriksanya.

"Besar... Eh..." Zaskia buru-buru menggelengkan kepalanya, mengendalikan kesadarannya yang seakan mulai menghilang.

"Besar... Apanya Kak."

"Kamu gak pake celana? Ya Tuhan...." Geram Zaskia, ia tidak menyangka kalau di balik sarung itu Rayhan tidak memakai kain apapun.

"Emang ada yang salah Kak."

Zaskia mendesah pelan, nafasnya mulai terasa berat. "Jelas salah Dek." Tegas Zaskia, ia mencoba bersikap sedikit keras kepada Rayhan, ia merasa Adiknya itu sengaja ingin memamerkan kontolnya kepada dirinya.

"Salahnya di mana Kak! Bukannya Kakak sendiri yang bilang kalau bagusnya kita tidak memakai dalaman biar benar-benar dalam keadaan suci." Jelas Rayhan, membuat lidah Zaskia menjadi keluh.

Zaskia ingat dia memang pernah menjelaskan hal tersebut ketika Rayhan memergokinya tidak memakai apapun di balik mukenanya.

"Tapi gak harus buka di sini jugakan?" Zaskia berdiri sembari melipat kedua tangannya diatas dadanya.

Rayhan merenyitkan dahinya. "Apaan si Kak, kayak sama siapa aja deh..." Rutuk Rayhan tidak mau mengalah kepada Zaskia.

"Ya ampun." Zaskia sampai memijit keningnya.

Saat memijit keningnya Zaskia mengarahkan pandangannya ke bawah, menatap nanar kearah kontol Rayhan yang tampak manggut-manggut. Walaupun ini bukan kali pertama ia melihatnya tapi tetap saja, kontol Rayhan membuat tubuhnya merinding.

Beberapa kali Zaskia menelan air liurnya yang hambar, sembari menahan kedutan di memeknya.

"Minggir Kak, aku mau lewat." Pinta Rayhan.

Zaskia yang kehabisan kata-kata, memutar tubuhnya menghadap kearah meja rias, memberi ruang untuk Rayhan lewat.

Sembari berjalan menyamping menghadap kearah punggung Zaskia yang tengah membelakanginya.

Bukannya langsung melewatinya, Rayhan malah berhenti dan memepet pinggul Zaskia dengan pinggul bagian depannya. Mata Zaskia membelalak saat merasakan ada benda tumpul menubruk selangkangannya, membuatnya sejenak lupa bernafas.

"Kontol..." Lirih Zaskia.

Rayhan tentu saja mendengarnya walaupun sayup-sayup. "Minggir Kak, gak bisa lewat ni." Protes Rayhan, padahal masih ada cukup ruang baginya untuk lewat.

"Ini kakak udah mepet banget Dek."

"Geser Kak..." Rayhan menggerakan pinggulnya seakan ia tengah berusaha meloloskan dirinya.

Sementara Zaskia hanya terpaku merasakan sodokan dan gesekan kontol Rayhan dari belakang tubuhnya. Andai saja mukena yang ia kenakan di tarik keatas, dapat di pastikan kontol Rayhan akan langsung bertemu dengan lawan tandingnya.

Beruntung kain tipis mukena yang di kenakan Zaskia, menjadi penghalang untuk kontol Rayhan dan memeknya bertemu secara langsung.

"Unghk..." Zaskia mengeluh nikmat.

Pinggul Rayhan naik turun, naik turun, menggesek-gesek pantat Zaskia yang perlahan sedikit demi sedikit menungging kearahnya.

Sadar atau tidak, Zaskia mulai menikmati tekstur keras yang tengah menggesek-gesek kemaluannya saat ini, bahkan ia sampai berjinjit agar kontol Rayhan bisa menyodok-nyodok bibir kemaluannya.

Zaskia menggelengkan kepalanya, berusaha menyadarkannya dari belenggu syahwat yang kini tengah menggerogoti keimanannya. Zaskia tau kalau saat ini Adiknya tengah melecehkannya, tapi entah kenapa bibirnya terasa keluh utnuk protes, dan tubuhnya terasa kakuh untuk menghindar dari Adiknya.

"Sssttt... Eenghgk..."

Tangan Kanan Rayhan menjulur kedepan, berpegangan dengan tepian meja rias Zaskia agar tidak jatuh kebelakang, karena penghalangnya hanya tempat tidur Zaskia.

Dari posisi Rayhan saat ini saja sudah jelas, kalau pemuda itu sengaja ingin menggesek-gesekkan kemaluannya di pantat Kakak Iparnya. Karena bisa saja Rayhan lewat dari atas tempat tidur Kakaknya, tanpa harus memaksa lewat dari belakang Kakaknya.

Tetapi nafsu yang sudah menguasai dirinya membuat Zaskia malah mengikuti permainan gila Rayhan.

"Minggir dikit Kak!" Pinta Rayhan.

Zaskia seakan tidak mau kalah. "Ini udah mentok Dek... Ughk... Kontol kamu mentok di pantat Kakak Dek" Wajah Zaskia tampak meringis keenakan.

"Punya kakak besar sih..." Rutuk Rayhan.

"Enak aja nyalahin punya Kakak, itu kamu tuh besar banget..." Balas Zaskia tak jelas, sama tidak jelasnya dengan racauan Rayhan.


Selama sepuluh menit mereka berada di posisi yang sama, saling menggesek-gesekkan kemaluan mereka, mengejar kenikmatan yang hampir mereka dapatkan dari peraduan kelamin mereka berdua.

Kedutan memek Zaskia makin kencang, menandakan kalau ia hampir orgasme.

Detik-detik saat ia hendak orgasme, tiba-tiba Zaskia merasakan kedutan dari kontol Rayhan yang mengingatkannya dengan Suaminya ketika hendak orgasme. Bukannya sadar Zaskia malah semakin intens menggoyangkan pinggulnya.

"Uughk... Sssttt... Sssttt..."

"Aaahkk... Hah... Hah..."

Croootss... Croooottss... Croooottss...

Seeeeeeeeeeeeeeeerrrr....


Secara bersama mereka berdua mencapai klimaks, tubuh Zaskia menggeliat, bergetar hebat, begitu juga dengan Rayhan, tubuh Rayhan menggelinjang nikmat melepaskan orgasmenya.

Zaskia dapat merasakan rembesan sperma Rayhan di pantat dan sedikit di kemaluannya.

Sejenak mereka berdua terdiam, dan dengan perlahan kesadaran Zaskia telah kembali, tetapi semuanya sudah terlambat.

"Hufff... Akhirnya bisa lewat juga." Celoteh Rayhan.

Zaskia menatap bingung kearah Adiknya yang terlihat biasa-biasa saja, seakan tidak terjadi apa-apa diantara mereka berdua.

Wanita Soleha tersebut sempat melirik kearah kontol Adiknya yang mulai sayu dan tampak di ujung kontolnya masih terdapat sperma yang menempel. Astaghfirullah... Maafkan aku ya Tuhan. Bisik Zaskia menyadari kesalahannya.

"Aku mandi duluan ya Kak." Pamit Rayhan.

Zaskia mengangguk. "Iya, jangan lama-lama, Kakak mau ngajar hari ini." Jelas Zaskia, yang di jawab dengan simbol πŸ‘Œ.

Selepas kepergian Rayhan, Zaskia kembali merenungi kedekatannya dengan Rayhan. Bermula dari ketidak sengajaan hingga kini berubah menjadi pura-pura tidak sengaja. Tetapi sikap tersebutlah yang membuat Zaskia tidak bisa memarahi Rayhan.

Atau jangan-jangan, memang dirinyalah yang menginginkan ketidak pura-puraan tersebut.

*****


Fatimah


Salma

09:00

Fatimah baru saja keluar dari kediaman KH Sahal, dengan langkah tertatih-tatih ia menelusuri trotoar. Saat berada di persimpangan, Fatimah memilih untuk terus, bukan belok ke kiri menuju rumahnya, melainkan lurus menuju rumah anaknya.

Cukup lama Fatimah berdiri di depan pintu rumah anaknya, dari raut wajahnya ada keraguan untuk meneruskan niatnya.

Tapi baru saja ia hendak melangkah pergi, tiba-tiba pintu rumah anaknya terbuka.

"Umi..." Panggil Salma.

Fatimah menoleh seraya tersenyum. "Umi kira lagi gak ada orang." Jawab Fatimah berusaha bersikap biasa-biasa saja agar Putrinya tidak curiga.

"Hari ini Salma gak ada jadwal Mi, ayo masuk Mi."

Fatimah segera masuk ke dalam rumah anaknya, ia duduk santai sembari memandangi ornamen dinding rumah menantunya yang bercat putih.

Tidak lama kemudian Salma yang sempat pergi ke dapur kembali menemui Fatimah dan meletakan dua gelas teh hangat diatas meja ruang tamu. "Diminum Umi." Pinta Salma.

"Terimakasih ya Nak Salma."

Fatimah meminumnya beberapa tegukkan, lalu kemudian mereka berdua mengobrol santai, membicarakan hal-hal yang ringan, dari kegiatan sehari-hari, hingga Salma curhat bagaimana mengatasi murid yang sulit sekali diatur.

Setelah obrolan mereka mulai mencair, barulah Fatimah mengungkapkan maksud dan tujuannya mampir kerumah anaknya.

Dan sedari awal Salma sudah bisa menebak tujuan dari Mertuanya.

"Kamu kenapa tidak mau ke sana lagi?" Tanya Fatimah.

Salma tampak menghela nafas, mencari-cari alasan yang tepat. "Salma hanya tidak mau menyekutukan Tuhan Umi." Jelas Salma.

"Kalau masalah itu kamu bisa berpura-pura percaya kepada sang Dukun."

"Tapi tetap saja Umi... Salma merasa tidak nyaman kalau harus ke sana lagi." Tegas Salma menolak anjuran mertuanya yang memintanya untuk kembali ke sang dukun sakti.

"Nak Salma, apa salahnya mengalah demi kebaikan."

Salma tertunduk, ia tidak ingin membantah ucapan mertuanya, tapi ia merasa benar-benar tidak bisa kembali ke sana. Dan Salma juga yakin, andai Mertuanya tau apa yang di lakukan sang dukun kepadanya, pastilah Mertuanya tidak akan mengizinkannya kembali ke sana.

Jemari Fatimah meraih tangan Salma, ia menggenggamnya dengan erat, berusaha menguatkan perasaan Menantunya itu.

"Apa ini ada hubungannya dengan ritual Sukma yang harus kamu lakukan?" Tanya Fatimah hati-hati.

Tubuh Salma bergetar hebat, bayangan dirinya saat melayani sang Dukun membuatnya merasa begitu sangat kotor sekali. Andai Mertuanya tau, mungkin saja Mertuanya akan membenci dirinya yang kini sudah tidak suci lagi.

Fatimah merangkul pundak Salma, memeluknya dengan erat. Perlahan Salma menitikan air matanya, ia tidak mampu lagi menahannya.

"Umi tau apa yang sudah kamu alami Nak! Maafkan anak Umi ya Nak." Lirih Fatimah, sembari mengusap air mata Menantunya.

"Aku selalu memaafkan Mas Furqon Umi."

Fatimah tersenyum manis. "Umi dengar katanya tinggal satu Sukma lagi harus di tanamkan ke tubuh kamu, apa kamu yakin tidak mau melanjutkannya?" Tanya Fatimah lembut.

"Umi percaya?"

Fatimah menggelengkan kepalanya. "Tapi Mas Furqon mu percaya." Jawab Fatimah.

"Tolong yakinkan Mas Furqon Mi."

"Furqon itu anaknya keras kepala, kamu juga tau itukan? Umi mohon untuk kali ini saja Salma, demi Umi..." Mohon Fatimah.

"Tapi Umi..."

"Umi mohon... Umi gak mau kalau nanti kalian bercerai hanya karena masalah ini." Fatimah mengusap anak rambut Salma. "Untuk kali ini saja Salma, Umi mohon." Melas Fatimah.

Sangat sulit bagi Salma untuk mengabaikan permohonan dari Mertuanya, karena ia memang sangat menyayangi mertuanya, dia tidak ingin mertuanya kecewa.

Karena merasa tidak ada pilihan, Salma akhirnya menyerah, ia menganggukkan kepalanya menandakan kalau ia akan memenuhi keinginan mertuanya yang ingin ia kembali pergi ke sang dukun untuk melanjutkan pengobatannya yang tertunda.

"Terimakasih ya Nak Salma."

"Umi..." Rengek Salma.

Ia melingkarkan tangannya di perut Ibu Mertuanya, memeluknya dengan sangat erat.

Sembari membelai kepala menantunya, Fatimah diam-diam menitikan air matanya, dari raut wajahnya ia terlihat begitu sedih dan merasa sangat bersalah.

******


Lidya

Sementara itu di tempat yang berbeda, Daniel yang tengah mengajar pelajaran olah raga tengah melakukan gerakan senam yang di ikuti oleh murid-muridnya. Setelah di rasa cukup Daniel mulai memerintahkan mereka untuk lari keliling lapangan basket.

Selagi murid-muridnya berlari mengitari lapangan basket, Daniel tengah duduk santai sembari memperhatikan salah satu muridnya yang juga tengah berlari bersama teman-temannya.

Gadis itu terlihat berbeda dengan teman-temannya, dimana yang lainnya mengenakan baju olahraga, sementara dirinya malah masih memakai seragam sekolah seperti hari-hari biasanya. Tetapi Daniel tidak begitu mempermasalahkannya.

"Ckckck... Cantik sekali." Gumam Daniel.

Ia memperhatikan payudara Lidya yang tampak melompat-lompat mengikuti gerakan langka kakinya.

Saat mata mereka berdua bertemu, Lidya melemparkan senyuman manisnya kearah Daniel yang tengah memandangnya.

Setelah melakukan lima kali putaran tiba-tiba Lidya terjatuh, ia meringis sembari memegangi pergelangan kakinya yang terkilir. Daniel yang melihat hal tersebut langsung datang menghampiri muridnya yang tengah mengadu kesakitan.

"Kaki kamu gak apa-apa?" Tanya Daniel.

Lidya menatap Daniel seraya menggigit bibir bawahnya. "Agak sakit Ustad." Jawab Lidya manja ketika Daniel menyentuh pergelangan kakinya.

Baru menyentuhnya sebentar Daniel langsung menyadari kalau muridnya kini tengah berpura-pura. Ia menatap dalam mata Lidya, dan dengan tersipu malu Lidya menundukkan wajahnya.

Tentu saja Daniel tidak akan membuang kesempatan mas seperti saat ini.

"Kamu bisa berdiri? Mau Ustad bantu?" Tanya Daniel.

Lidya pura-pura kesusahan saat hendak berdiri sehingga Daniel membantunya dengan cara merangkulnya. "Terimakasih Ustad." Ujar Lidya.

"Kamu mau Ustad Bawak ke klinik?" Daniel diam sebentar mendekatkan bibirnya di telinga Lidya lalu berbisik. "Atau ke Makamah?" Sambung Daniel, Lidya makin tersipu malu.

"Makamah Ustad." Jawab Lidya nyaris tak terdengar.

Daniel tersenyum mendengarnya. "Anak-anak kalian bisa main sendiri dulu ya, Ustad mau membawa Lidya ke klinik." Ujar Daniel.

"Iya Ustad."

"Perlu di bantu Ustad?" Tawar Tiwi, sengaja ingin menggoda Lidya.

Daniel tersenyum. "Tidak perlu, biar Ustad sendiri aja, kamu main aja sama yang lain." Suruh Daniel.

Sembari memapah Lidya, mereka pergi meninggalkan lapangan basket. Setelah di rasa sedikit jauh barulah Daniel melepaskan rangkulannya, karena ia takut ada ustad maupun Ustadza yang melihat kedekatan mereka berdua, bisa-bisa rencananya gagal total.

Sementara Lidya sendiri tidak keberatan berjalan beriringan di samping Daniel, menuju makamah yang jaraknya tidak terlalu jauh.

*****


Laras

"Aku balik dulu ya." Ujar Azril saat bell Istirahat berbunyi.

"Mau ngapain?" Tanya Doni.

"Mau ngambil buku hadist, ketinggalan."

"Jangan lama-lama, kita tunggu di kantin ya." Ujar Rayhan.

"Ok."

Setengah berlari Azril bergegas kembali ke rumahnya untuk mengambil buku yang tertinggal. Bisa gawat kalau ia sampai tidak membawa bukunya, tentunya Azril tidak mau di hukum oleh gurunya nanti.

Setibanya di rumah Azril bergegas ke kamarnya, ia mengambil buku yang tertinggal.

"Untung saja ingat." Gumam Azril. "Ke WC dulu ah." Lirih Azril, ia tidak langsung kembali menemui teman-temannya.

Setibanya di dalam WC, sayup-sayup Azril mendengar suara pintu kamar mandi yang di tutup dan tidak lama kemudian ada suara gumaman Ibunya di balik dinding pemisah antara WC dan kamar mandi yang ada di sampingnya. Sejenak ia kembali teringat dengan kemolekan tubuh Ibu tirinya yang selalu menghantui pikirannya.

Walaupun sempat ragu, tapi pada akhirnya Azril nekat naik keatas closet agar bisa mengintip Ibunya yang sedang berada di dalam kamar mandi. Dinding pemisah antara kamar mandi dan WC memang di buat tidak terlalu tinggi, agar serkulasi udaranya tetap bagus.

Deg... Deg... Deg...

Dan benar saja, Laras terlihat hendak mandi. Ia menggantungkan handuknya berikut dengan kimononya dibelakang pintu kamar mandi.

Lalu dengan perlahan ia menanggalkan pakaiannya satu persatu. Mata Azril tidak berkedip melihat kemolekan tubuh Ibunya yang begitu menggoda, payudaranya yang besar menggantung indah, dengan bentuk tubuh yang sempurna di mata Azril.

Di bawah pancuran shower, Laras mengusap tubuh telanjangnya dengan air sabun, ia membelai payudaranya yang malah terlihat seperti tengah meremas-remas payudaranya.

"Umi... Oughk..." Desah Azril yang tengah masturbasi.

Tangan kanan Laras turun kebawah, ia menyentuh membelai kemaluannya, jemarinya dengan intens menggosok-gosok clitorisnya.

Mata indah Laras tampak merem melek keenakan, seiring dengan memeknya yang semakin basah.

Tiba-tiba....

"Danieeel... Aaahkk..."

Deg... Deg... Deg...

Azril kaget bukan kepalang mendengar nama Daniel terucap dari bibir Ibu Tirinya.

Tapi belum sempat Azril menerka-nerka tentang apa yang ada di pikiran Ibunya, lagi-lagi ia di suguhi pemandangan yang begitu indah. Ia melihat kedua jari Laras yang menerobos masuk ke dalam lobang memeknya, mengorek-ngorek lobang memeknya sembari mengerang-erang.

Kocokan tangan Azril semakin lama semakin cepat, nafasnya memburu sembari menatap geliat tubuh Ibu tirinya yang tengah menikmati masturbasinya.

"Danieeel... Ama keluar sayang!" Erang Laras.

Creeettss... Creeettss... Creeettss...

Dari cela-cela bibir kemaluannya, tampak cairan bening menyebur deras kelantai kamar mandi.

Mata Azril membeliak tak percaya dengan apa yang barusan ia lihat. Di tambah lagi ia dengan sangat jelas mendengar Ibunya meneriaki nama Daniel, yang tak lain adalah sepupunya sendiri.

Masih di dalam WC, Azril duduk termenung sembari memikirkan hubungan Ibunya dengan Daniel. Entah kenapa ia merasa kalau keduanya memang memiliki hubungan yang cukup dekat, membuat Azril mulai mencurigai kedekatan mereka berdua.

Apa mungkin Umi berselingkuh dengan Mas Daniel? Tidak... Tidak... Mana mungkin Umi berselingkuh dengan Mas Daniel. Tapi kenapa Umi menyebut nama Mas Daniel?

Azril terlihat galau memikirkannya, antara tegang membayangkan perselingkuhan Ibumu dan rasa sedih kalau memang benar ibunya berselingkuh.

"Semoga saja tidak." Lirih Azril.

*****


Lidya

Daniel benar-benar membawa Lidya ke kantor mahkamah, walaupun di dalam kantor tersebut ada Ustadza Enni dan Yenni.

Yenni memandangi Enni, lalu Yenni tersenyum sementara Enni menggeleng-gelengkan kepalanya.

Mereka berdua seakan sudah tau apa yang ingin di lakukan Daniel kepada Lidya, tetapi anehnya mereka berdua malah mengizinkan Daniel melakukannya dengan muridnya itu.

"Kenapa Ustad?" Tanya Yenni menggoda.

Daniel tersenyum penuh arti. "Biasa mau ngasih hukuman buat anak bandel." Jawab Daniel santai tapi penuh arti.

"Astaghfirullah..." Sindir Enni, Yenni tergelak mendengarnya.

"Ke sini sebentar Lid." Suruh Yenni, saat Lidya mendekat Yenni mengambil sebungkus kondom di dalam laci kerjanya. "Jangan keras-keras." Ujar Yenni setengah berbisik.

Lidya tampak tersipu malu. "I-iya Ustadza." Jawab Lidya.

Kemudian dengan langkah perlahan ia menyusul masuk ke dalam sebuah ruangan yang biasa di gunakan Enni maupun Yenni untuk beristirahat, sebuah kamar kecil yang terdapat matras yang cukup empuk untuk mereka memadu kasih.

Daniel menyuruh Lidya untuk duduk di atas matras, sementara ia memutar musik nasyid untuk menyamarkan suara lenguhan mereka nanti.

"Gimana kaki kamu masih sakit?" Goda Daniel.

Lidya mengangguk malu. "I-iya Ustad, masih agak sakit." Jawab Lidya manja.

Daniel meraih pergelangan kaki Lidya, ia merabahi pergelangan kaki Lidya hingga kebagian betisnya. "Pahanya sakit juga gak?" Tanya Daniel.

Lagi-lagi Lidya mengangguk. "Iya Ustadz, ngilu rasanya." Jawab Lidya, sembari menarik roknya keatas hingga sepasang paha mulusnya terekpose dan tampak kain segitiga berwarna putih terlihat menerawang diantara kedua pahanya.

Tanpa di minta Lidya membaringkan tubuhnya diatas matras dengan posisi kaki di tekuk. Dengan leluasanya Daniel membelai merabahi paha Lidya hingga kepangkang pahanya.

Jemarinya bergerak ke bagian dalam, kearah gundukan mungil yang tampak menggoda.

"Aaahkk... Ustad..." Lenguh Lidya.

Dengan jari telunjuknya Daniel menggosok-gosok kemaluan Lidya, hingga membuat dalaman yang di kenakan Lidya mulai basah.

Daniel meletakan tangan kirinya diatas kepala Lidya, ia membelai kepala Lidya sembari mendekatkan wajahnya kewajah Lidya. Ia dapat merasakan hembusan nafas Lidya yang terasa berat.

"Cantik sekali kamu Lidya." Puji Daniel.

Lidya tersipu malu. "Ustad juga ganteng." Jawab Lidya malu-malu.

Dengan lembut Daniel memanggut bibir Lidya, mengulumnya dengan perlahan, menikmati tekstur bibir Lidya yang terasa manis. Tidak tinggal diam Lidyapun membalas pagutan gurunya, ia membuka mulutnya membiarkan lidah Ustad Daniel menjelajahi rongga mulutnya.

Sembari berciuman jemari tangan kanan Daniel menyusup masuk ke dalam celana dalam yang di kenakan Lidya, ia membelai rambut tipis kemaluan Lidya, hingga menggosok-gosok clitorisnya.

"Aaaahkkk... Eehmmmppss... Hmmppss..."

Puas melumat bibir Lidya, ia mencium hangat pipi Lidya sembari menarik tangannya dari dalam celana dalam Lidya.

Kini tangan kanannya beralih keatas, ia meremas lembut payudara Lidya dari luar seragam yang di kenakan Lidya. Mata gadis muda itu tampak sayu, menikmati remasan jemari Ustad Daniel di atas payudaranya.

"Ustad buka ya." Bujuk Daniel.

Lagi-lagi Lidya mengangguk. "Buka aja Ustad." Jawab Lidya seraya menggigit bibir bawahnya.

"Gadis nakal!" Bisik Daniel.

Satu persatu kancing seragam Lidya ia preteli, dan ternyata di balik seragamnya Lidya tidak memakai bra, sehingga wajar saja saat ia lari, payudara Lidya terlihat mantul-mantul.

Telapak tangan Daniel meraihnya, meremas payudara Lidya yang berukuran 34D.

"Sssttt... Ustad! Aaahkk..."

"Enak..." Bisik Daniel.

Lidya menggangguk. "Enak banget Ustad... Aaahkk... Sssttt... Aaahkk..." Lenguh Lidya di tengah-tengah rangsangan yang di berikan Daniel.

Selain meremasnya ia juga memilin puting Lidya, hingga putingnya yang berwarna coklat muda itu terlihat mengeras kaku, membuat Daniel kian bersemangat menjamah payudara muridnya.

Tak tahan melihat keindahan sepasang bukit kembar milik muridnya, Daniel mencaplok payudara bagian kanan muridnya. Bagian lidahnya yang kasar menggesek-gesek putting Lidya, membuat gadis itu menggelinjang keenakan, kedua kaki jenjangnya menggeliat, mengais-ngais.

"Aaahkk... Enak Ustad..." Rintih Lidya.

Secara bergantian Daniel melumat payudara Lidya kiri dan kanan, menghisap dan menggigit puting Lidya yang terasa nikmat di mulutnya.

Puas bermain dengan payudaranya, ciuman Daniel turun menuju perutnya. Lidahnya bergerilya menjamah perut Lidya yang tampak bergetar saat ujung lidahnya menyentuh bagian dalam udelnya. Sembari menjilati perut Lidya, kedua tangan Daniel menarik turun celana dalam Lidya dengan perlahan.

"Wow... Indah sekali memek kamu Lidya." Puji Daniel.

Lidya tampak senang mendengarnya. "Ustad suka?" Goda Lidya, sembari membuka kedua kakinya memamerkan bibir kemaluannya yang mereka.

"Suka... Sangat suka." Jawab Daniel.

Ia memperhatikan bibir vagina Lidya yang tampak mekar berwarna coklat muda, clitorisnya yang membengkak tampak menonjol keluar membuatnya kian terbakar birahi.

Segera Daniel membenamkan wajahnya di selangkangan Lidya, lidahnya menari-nari di bibir kemaluan Lidya, naik turun, naik turun, menjilati bibir kemaluan Lidya yang terasa asin dan gurih. Sesekali ia menusukan ujung lidahnya ke dalam memek Lidya yang ia yakini sudah tidak perawan lagi.

Tubuh Lidya menggelinjang hebat, pinggulnya tersentak-sentak.

Kedua tangan Lidya meraih rambut Daniel, ia menjambaknya sembari menekan kepala Daniel kearah selangkangannya. "Saya keluar Ustad..." Jerit Lidya keenakan, sembari menyemburkan cairan bening dari dalam cela-cela kemaluannya.

Creeettss... Creeettss... Creeettss...

Selagi memberi waktu bagi Lidya untuk beristirahat, Daniel menanggalkan pakaiannya satu persatu hingga ia telanjang bulat.

Lidya terlihat senang melihat ukuran kontol Ustad Daniel yang berukuran jumbo, seperti yang ia duga, Ustad Daniel memiliki tongkat yang besar dan tidak akan mengecewakannya. Rasanya Lidya sudah sabar merasakan kontol Daniel mengaduk-aduk memeknya.

"Lakukan Lidya." Ujar Daniel menyodorkan kontolnya di depan wajah Lidya.

Lidya kembali duduk di atas matras, jemarinya yang halus menggenggam kontol Daniel, mengocoknya dengan pelan sembari menatap nanar kontolnya.

Perlahan ia mulai menciumi kontol Daniel, lidahnya terjulur menyapu, menjilati kepala kontol Daniel dengan perlahan, berikut dengan batang kemaluannya yang terasa hangat dan kaku.

Hapsss... Lidya melahap kontol Daniel ke dalam mulutnya, ia mulai mengulum kontol Daniel dengan rakus. Sesekali ia melakukan gerakan memutar, dan menghisap kontol Daniel kuat-kuat, hingga membuat guru idolanya itu menggelinjang keenakan.

Sembari menikmati servis oral dari muridnya, Daniel meraih payudara Lidya, meremasnya dan memilin putingnya yang menggoda.

"Cukup... Ustad mau merasakan memekmu."

Lidya melepehkan kontol Daniel yang tampak basah oleh air liurnya.

Kemudian Lidya mengambil bungkusan kondom yang ia dapat dari Ustadza Yenni, dengan perlahan ia memasangkan kondom tersebut di batang kemaluannya Daniel.

"Kamu masih perawan?" Tanya Daniel memastikan.

Lidya kembali berbaring menghadap kearah Ustad Daniel, dengan kedua jarinya ia membuka bibir kemaluannya. "Apa menurut Ustad saya masih perawan?" Goda Lidya.

Daniel tersenyum sembari menindih Lidya. "Dasar pelacur." Bisik Daniel sembari mengarahkan terpedonya kearah cela kemaluan Lidya.

"Oughk..." Lenguh Lidya saat merasakan batang besar itu menusuk masuk ke dalam memeknya.

Dengan hentakan perlahan Daniel menyodok-nyodok memek Lidya dari atas. "Memek kamu enak Lidya... Aaahkk... Sssttt... Kamu pelacur kelas tinggi." Ucap Daniel di sela-sela desahannya.

"Aaahkk... Hah... Hah... Nikmati pelacurmu Ustad!" Racau Lidya keenakan.

Daniel makin bersemangat mengayunkan kontolnya maju mundur, menyodok-nyodok lobang peranakan muridnya yang terasa sangat nikmat. Tampak payudara Lidya berayun-ayun, mengikuti setiap hentakan kontol Daniel yang semakin cepat dan terukur.

Cairan cinta Lidya yang membanjir membuat kontol Daniel makin leluasa merajai memek Lidya.

"Aaahkk... Hah... Hah... Ughk... Ustad... Aaahkk..."

Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss...

Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss...

Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss...

Tangan kanan Daniel menjulur kedepan, ia meraih payudara Lidya, meremasnya dengan kasar hingga meninggalkan bercak lima jari diatas payudara Lidya yang membusung indah.

"Ustaaad... Saya keluar." Jerit Lidya.

Daniel mencabut kontolnya seiring dengan semburan cairan cinta Lidya yang menyemprot beberapakali hingga membasahi matras tempat mereka bercinta.

Seeeeeeeeeeeeeeeerrrr....

Seeeeeeeeeeeeeeeerrrr....

Seeeeeeeeeeeeeeeerrrr....

Wajah Daniel tampak sumringah melihat banyaknya cairan cinta Lidya yang keluar.

"Oughk... Hah... Hah..." Nafas Lidya tampak terengah-engah.

Daniel menarik tubuh Lidya dan memposisinya menungging. Dari belakang ia kembali menghujami kontolnya ke dalam memek Lidya.

Kedua tangan Daniel mencengkram pinggul Lidya, sementara pinggulnya bergerak semakin cepat dan makin cepat mengaduk-aduk, menusuk-nusuk lobang memek Lidya yang terasa hangat dan nikmat.

Plaaak... Plaaaak... Plaaaak...

Beberapa kali Daniel menampar pantat Lidya, sembari menikmati jepitan dinding vagina Lidya yang seakan meremas-remas batang kemaluannya.

Daniel benar-benar merasa beruntung bisa menikmati memek seorang santri dari pondok pesantren yang terkenal ini. Daniel tidak menyangkah kalau hari-harinya akan semenyenangkan ini. Awal-awal masuk ia sudah di perbolehkan menikmati tubuh Haja Irma, dan beberapa hari belakangan ia bisa menikmati memek Haja Laras, sekarang ia menikmati memek seorang santriwati, kurang beruntung apa dia.

Pilihannya kabur ke pesantren sepertinya memang sebuah pilihan yang tepat, walaupun tugas yang di berikan KH Sahal dan Pak Sobri cukup berat, walaupun sangat menyenangkan.

"Ustaaad... Saya mau keluar lagi." Jerit Lidya.

Daniel semakin cepat memacu hentakan kontolnya, karena ia juga merasa sudah berada di ujung. "Bareng Lidya... Aaahkk... Ustad juga mau keluar." Jerit Daniel.

Dan semenit kemudian secara bersama-sama mereka berdua menyambut puncak kenikmatan secara bersama-sama. Tubuh Lidya menggelinjang hebat, melepaskan nafsu syahwatnya yang menggebu-gebu, begitu juga dengan Ustad Daniel, dari raut wajah keduanya mereka tampak puas sekali.

Selama satu menit mata Lidya seperti berkunang-kunang, dan setelah itu kembali normal seiring dengan tenaganya yang hilang bagaikan tertiup angin.

Walaupun Daniel sudah orgasme, tetapi ia tetap menyodok-nyodok memek Lidya walaupun sudah tidak secepat sebelumnya, hingga akhirnya kontolnya semakin mengecil dan terlepas dari cengkraman memek Lidya.

"Tadi itu enak sekali Lidya." Puji Daniel.

Lidya tersenyum manis. "Sangat nikmat Ustad! Ehmmm..." Ujar Lidya malu-malu, setelah di setubuhi oleh gurunya.

"Kamu memang murid kesayangannya Ustad." Daniel mengecup kening Lidya.

"Besok-besok Ustad masih maukan?"

Daniel tampak berfikir sejenak. "Tergantung?" Daniel menatap muridnya yang tampak kecewa mendengarnya. "Tergantung kamu masih bandel apa gak, kalau masih bandel berarti Ustad harus menghukum kamu lagi." Sambung Daniel, membuat senyum di wajah Lidya kembali terpancar.

"Oke..." Jawab Lidya girang.

"Kamu temennya Aurelkan?" Tanya Daniel seraya menatap wajah manis Lidya.

Lidya mengangguk. "Iya Ustad, kenapa?"

"Ustad boleh minta tolong."

"Apa?"

"Tolong buat Aurel...."

*****

Suci

12:30

Selama mengejar di dalam kelas Suci terlihat gelisah, ada gejolak besar yang membunca di hatinya, yang membuatnya menjadi tidak tenang. Beberapa kali ia terlihat mengganti posisi duduknya, dan tak jarang ia berdiri maupun berjalan mengelilingi kelasnya.

Hingga akhirnya terdengar suara adzan Zuhur menandakan jam waktu istirahat shalat.

Setelah menjelaskan beberapa poin penting kepada murid-muridnya, Suci mengizinkan mereka untuk meninggalkan kelasnya.

Di dalam kelas Suci tampak termenung, ia terus memikirkan perubahan yang terjadi kepada dirinya, tepatnya kembalinya hasrat masa lalu yang telah ia kubur selama ini.

Ya...
Keinginan melakukan eksibisionis yang dulu sering ia lakukan kembali datang. Bahkan Suci merasa hasrat itu kian besar.

Suci sudah berusaha untuk menekan hasrat tersebut, tetapi semakin ia berusaha menekannya, hasratnya tersebut malah semakin menggebu-gebu, bayang-bayangan ekspresi wajah pria mupeng saat melihat keindahan tubuhnya terus terbayang di benaknya.

Istighfar Suci... Kamu sudah berhijrah sekarang.

Suci tampak menghela nafas, sebelum akhirnya berdiri meninggalkan kelas.

Alih-alih menuju masjid, Suci malah pergi menuju toilet yang ada di ujung kelas tempat ia mengajar, yang notabennya biasa di gunakan oleh para santri untuk buang air. Setibanya di depan toilet Suci tampak kebingungan, ia heran kenapa dirinya malah pergi ke toilet.

Saat ia sadar dan hendak pergi meninggalkan toilet santri, tiba-tiba ia mendengar suara derap langkah yang berjalan kearah toilet.

"Astaghfirullah...." Kaget Suci.

Bukannya segera keluar, Suci malah masuk ke salah satu bilik toilet yang kosong.

Di dalam ruangan sempit itu Suci terlihat panik, ia khawatir kalau keberadaan di ketahui oleh murid-muridnya, tetapi kondisi tersebut malah membuatnya semakin tegang.

Dan dugaannya ternyata benar, mereka masuk ke dalam bilik toilet yang ada di sampingnya, mereka tampak terburu-buru.

"Naik keatas bro." Perintah salah satu dari mereka.

"Buruan naik, nanti keburu ada pemeriksaan."

Suci tersenyum mendengar perdebatan yang terjadi diantara mereka. Dari obrolannya, Suci tau kalau mereka bermaksud untuk tidak melaksanakan shalat jamaah di masjid, yang memang di wajibkan bagi para santri, dan sekarang mereka berusaha menghindar dari pemeriksaan yang di biasa di lakukan oleh santri pengabdian, bagian keamanan.

Tidak lama kemudian santri pengabdian mulai memeriksa setiap bilik toilet.

Tok... Tok... Tok...

"Siapa di dalam?"

Suci agak terkejut saat mendengar biliknya di gedur. "Saya... Ada apa?" Jawab Suci dari dalam bilik toilet.

"Ma-maaf Ustadzah kami tidak tau."

"Kok Ustadza make toilet santri?" Ujar salah satu dari pengurus yang tampak keheranan.

"Kebelet mungkin! Sudah yuk gak enak, nanti di kiranya kita mau ngintip."

Suci tampak lega setelah mendengar suara langkah para santri yang pergi menjauh. Saat Suci hendak meninggalkan toilet tiba-tiba ia kembali mendengar suara obrolan para santri yang tadi masuk ke bilik toilet yang ada di sampingnya.

Suci dapat mendengar cukup jelas obrolan mereka dari atas pelapon toilet.

"Di bawah ada Ustadza." Bisiknya.

"Kira-kira siapa ya?"

"Coba intip, bisa gak..."

"Bentar... Lagi di cari lobangnya."

"Lobangin aja pelaponnya sedikit..."

Deg... Deg... Deg...

Tubuh Suci mendadak tegang mendengar obrolan para santri yang kini tengah bersembunyi diatas pelapon. Jiwa eksibisionisnya kembali meronta-ronta, membayangkan mereka mengintipnya dari atas pelapon.

Sembari memejamkan matanya Suci meremas-remas jemarinya, ia terlihat gelisah dan sangat gugup.

Istighfar Suci... Istighfar...

Tiba-tiba Suci mengurungkan niatnya, hasrat ingin melakukan eksibisionis terlalu kuat. Suci menarik ujung jilbabnya untuk menutupi wajahnya, menjadikan ujung jilbabnya sebagai cadar, agar wajahnya tidak di kenali oleh mereka yang kini berada diatas pelapon, tepat diatasnya.

Suci berharap, santri yang hendak mengintipnya saat ini belum pernah bertemu dengannya hari ini.

"Bisa bro... Masih pake baju lengkap."

"Gantian aku juga pengen lihat."

"Jangan berisik nanti kedengeran."

Suci menghela nafas perlahan, kemudian jari jemarinya mulai membuka satu persatu kancing gamisnya dengan perlahan. Lalu ia menarik lepas gamisnya, melewati atas kepalanya.

"Wuiii... Di buka... Bro... Di buka..."

Suci dapat mendengar suara gemuruh dari atas pelaponnya. Tetapi hal tersebut malah membuat Suci makin bergairah.

"Warna merah... Mantab..."

"Gantian, aku juga mau lihat."

"Bikin lobang lagi aja."

"Kamu geser dikit."

Deg... Deg... Deg...

Adrenalin Suci kian terpacu mengetahui betapa antusiasnya mereka ingin melihatnya dalam keadaan telanjang bulat.

Seakan tidak ingin mengecewakan pengintipnya, Suci melepas pengait bra yang ada di belakang punggungnya, ia melepasnya dan membiarkan sepasang payudaranya yang berukuran 34D. Ada perasaan puas ketika salah satu penutup bagian intimnya terlepas.

"Anjiing gede cuy..."

"Putingnya anjing... Enak tuh di sedot..."

"Kontolku ngaceng..."

Mendengar pujian-pujian yang terlontar dari sang pengintip, membuat memek Suci rasanya berkedut-kedut, bahkan Suci sadar kalau dirinya mulai basah.

Tanpa sadar Suci meraih payudaranya, ia meremas-remas payudaranya.

"Eh... Ngapain tuh..."

"Husstt... Jangan terlalu berisik."

"Anjiing Ustadza masturbasi..."

"Kalian kenal gak sama Ustadzanya?" Tanya salah satu dari mereka.

Mendengar ucapan barusan membuat Suci mulai khawatir, bisa gawat kalau identitasnya sampai ketahuan, apa lagi kalau perbuatannya saat ini tersebar hingga di kalangan para Ustad dan Ustadzah.

Sebisa mungkin ia menahan diri untuk tidak mendongak keatas dan tetap menunduk agar mereka tidak mengenalinya.

Tapi Suci kembali merasa lega setelah mendengar jawabban mereka. "Enggak kenal, gak keliatan wajahnya..." Ujar salah satu dari mereka.

"Pake cadar juga..."

"Bodoh amat Ustadzah siapa, yang penting bisa nonton Ustadza masturbasi."

"Ughkk... Teteknya bro mengkel."

Mendengar komentar-komentar sang pengintip membuat Suci makin bergairah, ia meremas kuat payudaranya, dan kedua jemarinya secara bersamaan memilin putingnya yang mulai tegang.

"Uughk... Sssttt.... Sttt..." Lenguh Suci.

Tangan kanannya turun kebawah, menuju selangkangannya yang di bungkus kain segitiga berwarna merah. Ia membelai, merabahi memeknya dari luar celana dalamnya.

Tubuh Suci gemetar, sensasi diintip saat masturbasi membuatnya kian bergairah.

"Gak sabar pengen liat memeknya."

"Jembutnya banyak gak ya..."

Seakan ingin memenuhi keinginan pengintipnya, Suci menarik turun celana dalamnya yang sudah cukup basah. Ia melepasnya dengan santai seakan tidak ada orang lain yang melihatnya dalam keadaan telanjang bulat. Kini yang tersisa hanya jilbabnya saja.

Ada kebanggan terhadap dirinya atas bentuk tubuhnya yang mampu menggoda para pria hidung belang, memanjakan mata-mata lapar mereka dengan keindahan tubuhnya yang sempurna.

Suci seakan lupa akan larangan Agama tentang mempertontonkan auratnya ke pria yang muhrimnya, Suci seakan lupa kalau di setiap dosa yang ia buat akan mendapatkan ganjaran di akherat nanti, yang di ingatnya saat ini hanyalah sebuah kepuasaan yang bersifat hanya sementara.

"Anjiiiiiing...."

"Jembutnya gak terlalu banyak, rapih... Ughkk... Pengen jilat memeknya..."

"Ustadzaaaa... Bikin kontol ngejerit."

Mendengar setiap ucapan mereka membuat Suci kian terbakar birahi, seakan ucapan mereka bagaikan bensin yang semakin membuat kobaran api birahinya semakin besar.

Dengan setenga menungging, Suci menampar kedua pantatnya beberapa kali, lalu ia membuka kedua pipi pantatnya seakan mengizinkan mereka untuk mencolok-colok lobang memeknya.

Tangan kiri Suci meraih payudaranya, meremasnya dengan perlahan, sementara tangan kanannya menggosok-gosok clitorisnya.

"Aaahkk... Aaahkk... Aaahkk..." Desahan Suci terdengar semakin keras.

"Anjing sperma siapa ni?" Jerit salah satu dari mereka.

"Berisik... Nanti kedengaran bego."

Suci menyunggingkan senyumannya mendengar salah satu dari mereka sudah K.O.

Suci menyandarkan tubuhnya di dinding, dengan mata setengah terpejam ia mencolok-colok kemaluannya dengan kedua jarinya. Sanking nikmatnya ia nyaris tak bisa mendengar suara bisik-bisik dari para santri yang tengah mengintipnya saat ini.

Lima belas menit sudah ia bermasturbasi, dan setengah jam sudah ia membiarkan para santri menikmati tubuh telanjangnya, hingga akhirnya Suci mencapai puncaknya.

Tubuh indahnya bergetar hebat, otot-otot nya melejang-lejang, dan pantatnya tersentak-sentak.

"Aaaahkkk..."

Creeettss... Creeettss... Creeettss...

Seeeeeeeeeeeeeeeerrrr....

*****


Lidya


Enni


Yenni

Lidya terbangun dari lelapnya ketika mendengar suara adzan Zuhur. Tetapi tubuhnya yang terlalu lelah membuatnya malas untuk beranjak dari tempat tidurnya saat ini.

Daniel yang sedari tadi sudah bangun, memperhatikan muridnya yang sedari tadi masih tertidur pulas diatas matras tempat dirinya mengeksekusi Lidya.

"Lidya... Bangun! Sudah Zuhur." Panggil Daniel.

Lidya menoleh kebelakang menatap Ustad Daniel seraya tersenyum manis. "Sudah Zuhur ya Ustad." Lirih Lidya seraya merenggangkan otot-ototnya.

"Buruan shalat, atau kamu mau Ustad hukum." Ancam Daniel, sembari merabah gundukan memek Lidya yang terlihat menggoda.

Mendengar ancaman tersebut membuat Lidya semakin enggan untuk beranjak dari tempat pembaringannya. Tentu saja ia lebih memilih mendapatkan hukuman dari Ustad kesayangannya itu ketimbang melakukan hal yang lainnya.

Jemari Ustad Daniel menyelusup masuk kedalam lobang peranakan Lidya.

"Ughk...." Lenguh Lidya.

Daniel membelai kepala muridnya sembari menatap wajah manis muridnya. "Mau Ustad hukum lagi?" Goda Daniel sembari mengorek-ngorek lobang memek Lidya.

"Mau... Ughkk... Hukum Lidya sepuasnya Ustad."

Daniel berbaring di samping Lidya sembari mengocok kontolnya yang sudah ereksi maksimal.

Lidya segera naik keatas selangkangan Ustadza Daniel, ia menuntun kontol Ustad Daniel kembali menjelajahi lobang memeknya.

Blesss...

"Oughk..." Lengu Lidya.

Kedua telapak tangan Daniel menangkup sepasang payudara Lidya. "Goyangkan pantatmu." Suruh Daniel, dan Lidya segera melakukannya.

Pinggulnya bergerak naik turun diatas selangkangan Ustad Daniel, sesekali ia melakukan gerakan memutar, seakan memeras kontol Daniel yang saat ini berada di dalam lobang memeknya.

Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss...

Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss...

Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss...

"Aaahkk... Aaahkk... Aaahkk..."

Daniel meraih putingnya dan memencetnya. "Memek kamu enak sekali Lidya! Kamu membuat Ustad ketagihan." Ujar Daniel puas.

Mendengar pujian Daniel membuat Lidya semakin bersemangat. Ia menghentak-hentakkan pinggulnya, menyambut kontol Daniel yang tertancap bagaikan tombak yang menusuk dalam lobang memeknya, sanking dalamnya kontolnya Daniel sampai menyentuh rahimnya.

Ngilu, geli, dan enak, itulah yang di rasakan Lidya ketika kontol Daniel menusuk memeknya.

"Ganti gaya Lidya." Pinta Daniel.

Lidya kembali berbaring diatas matras, Daniel memeluknya dari belakang, lalu dia kembali menusukan kontolnya ke dalam memek Lidya.

Tanpa mengalami kesulitan berarti, kontol Daniel bergerak bebas keluar masuk, keluar masuk dari dalam lobang memek Lidya yang terasa semakin licin dan makin licin oleh lendir kewanitaannya.

Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss...

Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss...

Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss...

"Ustaaad aku mau keluar..." Jerit Lidya.

Bukannya berhenti Daniel malah semakin cepat menghujamkan kontolnya ke dalam memek muridnya hingga tampak mekar. Dan benar saja, Lidya kembali mendapatkan orgasmenya.

"Oughkk..." Rintih Lidya.

"Hukuman kamu belum selesai sayang." Bisik Daniel, Lidya hanya pasrah melayani nafus bejat gurunya yang seakan tidak pernah puas menggarap sawahnya.

Sementara itu di luar ruangan, Yenni dan Enni saling pandang ketika mereka kembali mendengar suara erangan dari dalam ruangan tersebut. Yenni tersenyum penuh arti kearah Enni.

"Sudah mulai lagi." Celetuk Yenni.

Enni mendesah pelan sembari menggelengkan kepalanya. "Dari dulu nafsunya memang lebih dari yang lain." Ujar Enni, sembari mengingat masa lalunya ketika ia dulu masih sering melayani nafsu Daniel, yang tak lain adalah mantan kekasihnya.

"Tetapi sesuai dengan kemampuannyakan?" Goda Yenni, membuat Enni tersipu malu.

"Ngomong apa kamu? Jangan mulai deh."

"Hihihi... Yakin gak mau di ulang lagi..." Yenni semakin intens menggoda sahabatnya.

Enni tampak cemberut. "Itu masa lalu, masa depanku ya Suamiku saat ini." Jawab Enni pura-pura tegas, walaupun di dalam hatinya ada keraguan.

"Iyain ajalah..." Ledek Yenni.

Enni menggelengkan kepalanya sembari berusaha kembali fokus dengan pekerjaannya.

Sejujurnya ia masih menaruh hati kepada Daniel, tentu ia tidak akan pernah lupa apa yang sudah mereka lakukan di masa lalu. Tetapi Enni menyadari, Daniel bukanlah masa depannya.

Dan lagi kini ia juga mulai mencintai Suaminya, dan terus mencoba menerima kekurangan suaminya yang selalu gagal membuatnya orgame ketika mereka bergumul mesrah diatas ranjang. Andai Suaminya mampu, tentu saja Enni akan benar-benar bisa melupakan sosok Daniel.

*****
Akhirnya apdet, makasih apdetnya suhuu
Udah ada tanda tanda nih laras mulai bergantung ama daniel
Top suhu @Meong15
 
05:15


Zaskia

Allahuakbar... Allahuakbar...

Kumandang adzan bergemuruh, memanggil umatnya untuk segera menunaikan kewajiban mereka sebagai mahluk tuhan. Zaskia yang bangun lebih awal segera menuju kamar mandi untuk mengambil wudhu, dan bersiap-siap untuk menunaikan kewajibannya sebagai seorang muslimah yang taat akan perintah Agama. Baru saja ia hendak membaca niat, tiba-tiba ia teringat Rayhan.

Tepatnya ia teringat kejadian semalam, raut wajah Zaskia mendadak merona merah, mengingat kejadian semalam membuat Zaskia merasa malu. Ia khawatir Adiknya akan berpikiran yang tidak-tidak kepadanya.

Kakak ipar mana yang dengan sengaja telanjang di depan adiknya. Apa lagi semalam ia memberikan alasan-alasan yang sangat tidak masuk akal.

Apa menurut kamu Kakak sudah gila Ray? Gumam Zaskia.

Ia takut Rayhan berpikiran yang tidak-tidak tentang dirinya, ia khawatir kehilangan wibawanya sebagai seorang Kakak, sebagai seorang wanita Soleha di hadapan Rayhan, dan yang paling ia takutkan sikap Rayhan berubah menjadi kurang ajar kepada dirinya karena kenekatannya semalam. Semalam jelas sekali kalau Zaskia sengaja memamerkan tubuhnya kepada Rayhan.

Bagaimana kalau Rayhan menganggap itu sebagai tanda kalau dirinya seorang eksibisionis? Bagaimana kalau kejadian semalam membuat Rayhan merasa kalau dirinya memiliki rasa kepada Rayhan? Bagaimana kalau kejadian semalam membuat Rayhan nekat melecehkannya? Tidak... Tidak mungkin, Rayhan tidak mungkin melakukannya, tapi kalau Rayhan sampai benar-benar melakukannya, apa yang harus ia lakukan?

Perasaan tidak tenang tersebut mengantarkan langkah kaki Zaskia menuju kamar Adiknya. Saat pintu kamar terbuka, Zaskia melihat Rayhan yang masih terlelap tidur. Haruskah aku membangunkannya? Tapi bagaimana kalau tiba-tiba sikap Rayhan berubah? Aku tidak akan pernah tau kalau hanya diam saja. Pikir Zaskia.

Dengan langkah gontai Zaskia mendekati Adiknya, dengan perlahan ia mencoba membangunkan Rayhan yang masih tertidur lelap.

"Ray... Bangun!" Panggil Zaskia.

Rayhan menggeliat sembari merentangkan kedua tangannya keatas. "Bentar lagi Kak!" Elak Rayhan.

"Adek bangun... Mau subuh ni." Paksa Zaskia.

Perlahan Rayhan membuka sedikit matanya, menatap wajah cantik Zaskia yang berbeda dari biasanya. Entahlah Rayhan merasa ada sesuatu yang berbeda dari Kakaknya, karena biasanya kalau ia ngenyel tidak mau bangun Zaskia akan mencubitnya tapi subuh ini Zaskia tidak melakukannya.

Dengan sengaja Rayhan tidak memperdulikan Kakaknya. "Lima menit lagi Kak." Jawab Rayhan, sembari menarik selimutnya hingga membungkus seluruh tubuhnya.

"Astaghfirullah Dek... Kamu mau Kakak cubit lagi?" Ancam Zaskia agak ragu, ia khawatir Adiknya mulai berani melawannya.

"Iya Kak ini sudah mau bangun." Lagi-lagi jawaban yang sama yang di berikan Rayhan setiap paginya.

Zaskia langsung menyodorkan tangannya, mencubit lengan Rayhan, tidak begitu keras kalau di bandingkan dengan sebelumnya. Ia diam menunggu reaksi adiknya, apakah Rayhan akan balik membentaknya, atau mengeluarkan kata-kata yang tidak pantas untuknya.

Dan di luar dugaan Rayhan malah mengadu kesakitan, bahkan ia memohon seperti biasanya kepada Zaskia agar berhenti mencubitnya.

"Aduuuuh sakit Kak... Aaahkk... Iya ini aku bangun Kak! Aduh... Aduh..." Jerit Rayhan memohon.

"Makanya kalau di suruh bangun ya bangun." Ucap Zaskia yang kini suaranya terdengar lebih normal dari sebelumnya.

"Aduh ampun Kak! Iya aku bangun ni."

Zaskia melepaskan cubitannya dengan perasaan legah, kekhawatiran nya terhadap sosok Rayhan ternyata tidak terbukti. Ia sempat merasa menyesal karena sempat berfikiran negatif terhadap Adiknya.

Sembari mengeluh Rayhan mengusap-usap lengannya yang baru saja di cubit oleh Kakaknya.

"Sana ambil wudhu." Suruh Zaskia.

Rayhan beranjak dari tempat tidurnya dengan malas. "Iya Kak!" Rutuk Rayhan.

"Nanti shalat bareng ya! Kakak tunggu di depan."

"Di kamar Kakak aja." Jerit Rayhan.

Zaskia tidak menjawab tetapi ia menuruti kemauan Adiknya. Ukuran kamar Zaskia tidaklah begitu besar, di tambah lagi isi perabotannya yang cukup banyak, membuat ruangan tempat mereka beribadah sangat sempit, kalau di paksa memang cukup untuk dua orang tapi tentu membuat gerakan mereka menjadi terbatas.

Tetapi walaupun begitu Zaskia tetap membentangkan dua sajadah diantara ujung tempat tidurnya dan lemari pakaian yang bersebelahan dengan meja riasnya.

Tidak lama kemudian Rayhan masuk ke dalam kamar Kakaknya. Ada yang beda dari sosok Rayhan, karena pemuda itu mengenakan sarung. Seingat Zaskia, sarung itu ia berikan beberapa bulan yang lalu.

"Tumben pake sarung?" Goda Zaskia.

"Gantengkan Kak." Puji Rayhan dengan sendirinya.

"Ehmm... Iya ganteng, sarungnya... Hihihi..." Ujar Zaskia sembari cekikikan.

"Issttt... Kakak nih."

"Udah ah, ayo kamu jadi imamnya." Suruh Zaskia.

Rayhan segera mengambil posisi di depan, sementara Zaskia berada di belakang.

Selama ritual ibadah mereka terlihat begitu hikmatnya, dengan fasih nya Rayhan membaca bacaannya tanpa ada yang keliru, sementara di belakang Zaskia mengikuti setiap gerakan Rayhan.

Ruangan sempit tersebut seakan tidak menjadi penghalang bagi mereka untuk menunaikan kewajiban mereka sebagai seorang muslim.

"Assalamualaikum.... Assalamualaikum..."

"Assalamualaikum... Assalamualaikum..." Zaskia mengikuti.

Rayhan mengangkat kedua tangannya dan mulai memanjatkan doa sekaligus memohon ampunan dari yang maha kuasa, sementara Zaskia mengaminkan dari belakang setiap doa yang di panjatkan oleh adiknya.

Dan akhirnya ritual ibadah itu di akhiri dengan mengucap istighfar beberapa kali.

Rayhan memutar tubuhnya, ia meraih tangan Zaskia dan mengecup lembut punggung tangan Zaskia. Dan dramapun di mulai.

"Maafin aku ya Kak kalau ada salah." Ucap Rayhan.

"Maafin Kakak juga ya." Ujar Zaskia.

Rayhan tidak beranjak dari duduknya, ia menatap Zaskia dengan tatapan serius, membuat Zaskia merasa heran.

"Kenapa Dek?"

"Pipi aku gak di cium Kak?" Tanya Rayhan.

Kening Zaskia berkerut mendengar nya. "Cium? Jangan minta yang aneh-aneh Dek." Protes Zaskia, seraya tersenyum geli.

"Kok aneh? Kan biasanya di film Korea Nunanya suka nyium pipi adiknya sebagai tanda sayang? Kakak sayang gak sama aku?" Pancing Rayhan, mengingatkan Zaskia tentang film yang suka di tonton oleh Kakaknya yang berjudul loving brothers.

"Itukan di film."

"Kakak sayang gak sama aku?" Desak Rayhan tidak mau kalah, membuat Zaskia menjadi serba salah.

Film korea yang suka ia tonton tersebut memang sering mencium adiknya sebagai tanda rasa sayang kepada saudaranya dan begitu juga sebaliknya. Tapi itu adegan film, dan lagi itu film Korea, jelas mengikuti adat istiadat nya Korea, tidak ada korelasinya dengan kehidupan mereka yang lebih condong mengikuti adat ketimuran.

Rayhan yang seakan tidak mau tau tampak cemberut menerima penolakan dari Kakaknya. Layaknya seorang adik yang merajuk kepada Kakaknya.

"Kalau gak sayang gak apa-apa kok Kak." Ujar Rayhan.

Zaskia menghela nafas perlahan. "Jangan sembarangan ngomong, Kakak sayang banget sama kamu Dek." Geram Zaskia, karena memang nyatanya ia begitu menyayangi Rayhan.

"Buktinya apa?"

"Bukti... Buktinya..."

"Kakak gak bisakan membuktikannya?" Lirih Rayhan sembari tertunduk lemas. "Aku senang banget pas semalam Kakak bilang sudah menganggap aku seperti adik kandung sendiri." Rayhan terdiam selama beberapa detik. "Tapi nyatanya cuman basa basi aja." Sambung Rayhan, membuat Zaskia merasa bersalah.

"Ya Allah Dek... Masak cuman gara-gara cium pipi aja kamu jadi mikirnya sejauh itu." Kesal Zaskia, ia tidak terima kalau dikira ucapannya semalam hanya omong kosong belaka.

"Sudalah Kak, cukup tau aja." Rajuk Rayhan.

Ketika pemuda itu hendak beranjak pergi, Zaskia yang sudah kemakan bujukan Rayhan secara tiba-tiba mengecup pipi Rayhan. "Cup..." Rayhan dapat merasakan lembut dan hangatnya bibir Zaskia untuk pertama kalinya, begitu juga dengan Zaskia, ini adalah pengalaman pertamanya mencium pipi seorang pria dewasa yang bukan Suaminya.

Kecupan tersebut berhasil membuat Rayhan mengurungkan niatnya.

"Udah kan?" Ujar Zaskia gugup.

Rayhan masih cemberut. "Kayak gak ihklas gitu." Keluh Rayhan.

"Astaghfirullah... Dek." Geram Zaskia.

Sanking kesalnya Zaskia menarik tubuh Rayhan, lalu mengecup pipi kiri dan kanan Rayhan berkali-kali secara bergantian, hingga tampak sedikit air liur Zaskia menempel, membasahi kedua pipi Rayhan.

Tentu saja Rayhan merasa sangat senang, karena rencananya berjalan dengan sukses. Akhirnya ia bisa merasakan ciuman Zaskia walaupun hanya di pipinya. Tapi bagi Rayhan ini hanyalah sebuah permulaan yang cukup bagus.

"Udahkan." Ujar Zaskia misu-misu.

Rayhan tersenyum kecil. "Iya Kak, makasih ya Kak." Ujar Rayhan kegirangan.

Kemudian dengan cepat Rayhan membalas ciuman Zaskia dengan mencium pipi Zaskia. Bibirnya menempel lembut di pipi mulus Zaskia.

Deg... Deg... Deg...

Dada Zaskia bergemuruh, ada perasaan yang sulit ia gambarkan menyelimuti hatinya saat ini. Sanking shocknya, Zaskia hanya terdiam membisu, membiarkan adiknya mencium pipinya cukup lama, hingga akhirnya Rayhan menarik bibirnya dari pipinya.

Dengan perasaan campur aduk Zaskia menatap Rayhan dengan tatapan tak percaya.

"Aku juga sayang banget sama Kakak." Lirih Rayhan.

Sedikit rasa marah yang sempat terbesit di hatinya, tiba-tiba sirna begitu saja setelah mendengar ucapan sayang yang begitu tulus dari mulut adiknya.

Zaskia tersenyum. "Iya, Kakak juga sayang kamu." Ucap Zaskia.

"Aku balik kamar dulu ya Kak."

Zaskia yang masih shock menganggukkan kepalanya, ia masih tidak percaya kalau dirinya baru saja mendapatkan ciuman mesrah dari sang Adik ipar yang notabenenya bukanlah muhrimnya.

Rayhan berdiri kemudian ia membuka sarungnya, dan lagi-lagi Zaskia di buat shock, bahkan kali ini dua kali lipat dari sebelumnya.

Di balik sarungnya Rayhan tidak memakai apapun, kontolnya yang tengah ireksi dengan sengaja ia pamerkan kepada Kakak Iparnya, membuat tubuh Zaskia terasa lemas menatap kontol Rayhan yang berukuran sangat besar, berbentuk pisang yang membengkok keatas. Urat-urat nya yang menonjol keluar seakan ingin menggaruk-garuk dinding vaginanya.

"Kontol... Ray... Kontol kamu..." Lirih Zaskia.

Rayhan pura-pura tidak memperdulikannya. "Kontolku kenapa Kak?" Tanya Rayhan polos, sembari memegang kontolnya seakan tengah memeriksanya.

"Besar... Eh..." Zaskia buru-buru menggelengkan kepalanya, mengendalikan kesadarannya yang seakan mulai menghilang.

"Besar... Apanya Kak."

"Kamu gak pake celana? Ya Tuhan...." Geram Zaskia, ia tidak menyangka kalau di balik sarung itu Rayhan tidak memakai kain apapun.

"Emang ada yang salah Kak."

Zaskia mendesah pelan, nafasnya mulai terasa berat. "Jelas salah Dek." Tegas Zaskia, ia mencoba bersikap sedikit keras kepada Rayhan, ia merasa Adiknya itu sengaja ingin memamerkan kontolnya kepada dirinya.

"Salahnya di mana Kak! Bukannya Kakak sendiri yang bilang kalau bagusnya kita tidak memakai dalaman biar benar-benar dalam keadaan suci." Jelas Rayhan, membuat lidah Zaskia menjadi keluh.

Zaskia ingat dia memang pernah menjelaskan hal tersebut ketika Rayhan memergokinya tidak memakai apapun di balik mukenanya.

"Tapi gak harus buka di sini jugakan?" Zaskia berdiri sembari melipat kedua tangannya diatas dadanya.

Rayhan merenyitkan dahinya. "Apaan si Kak, kayak sama siapa aja deh..." Rutuk Rayhan tidak mau mengalah kepada Zaskia.

"Ya ampun." Zaskia sampai memijit keningnya.

Saat memijit keningnya Zaskia mengarahkan pandangannya ke bawah, menatap nanar kearah kontol Rayhan yang tampak manggut-manggut. Walaupun ini bukan kali pertama ia melihatnya tapi tetap saja, kontol Rayhan membuat tubuhnya merinding.

Beberapa kali Zaskia menelan air liurnya yang hambar, sembari menahan kedutan di memeknya.

"Minggir Kak, aku mau lewat." Pinta Rayhan.

Zaskia yang kehabisan kata-kata, memutar tubuhnya menghadap kearah meja rias, memberi ruang untuk Rayhan lewat.

Sembari berjalan menyamping menghadap kearah punggung Zaskia yang tengah membelakanginya.

Bukannya langsung melewatinya, Rayhan malah berhenti dan memepet pinggul Zaskia dengan pinggul bagian depannya. Mata Zaskia membelalak saat merasakan ada benda tumpul menubruk selangkangannya, membuatnya sejenak lupa bernafas.

"Kontol..." Lirih Zaskia.

Rayhan tentu saja mendengarnya walaupun sayup-sayup. "Minggir Kak, gak bisa lewat ni." Protes Rayhan, padahal masih ada cukup ruang baginya untuk lewat.

"Ini kakak udah mepet banget Dek."

"Geser Kak..." Rayhan menggerakan pinggulnya seakan ia tengah berusaha meloloskan dirinya.

Sementara Zaskia hanya terpaku merasakan sodokan dan gesekan kontol Rayhan dari belakang tubuhnya. Andai saja mukena yang ia kenakan di tarik keatas, dapat di pastikan kontol Rayhan akan langsung bertemu dengan lawan tandingnya.

Beruntung kain tipis mukena yang di kenakan Zaskia, menjadi penghalang untuk kontol Rayhan dan memeknya bertemu secara langsung.

"Unghk..." Zaskia mengeluh nikmat.

Pinggul Rayhan naik turun, naik turun, menggesek-gesek pantat Zaskia yang perlahan sedikit demi sedikit menungging kearahnya.

Sadar atau tidak, Zaskia mulai menikmati tekstur keras yang tengah menggesek-gesek kemaluannya saat ini, bahkan ia sampai berjinjit agar kontol Rayhan bisa menyodok-nyodok bibir kemaluannya.

Zaskia menggelengkan kepalanya, berusaha menyadarkannya dari belenggu syahwat yang kini tengah menggerogoti keimanannya. Zaskia tau kalau saat ini Adiknya tengah melecehkannya, tapi entah kenapa bibirnya terasa keluh utnuk protes, dan tubuhnya terasa kakuh untuk menghindar dari Adiknya.

"Sssttt... Eenghgk..."

Tangan Kanan Rayhan menjulur kedepan, berpegangan dengan tepian meja rias Zaskia agar tidak jatuh kebelakang, karena penghalangnya hanya tempat tidur Zaskia.

Dari posisi Rayhan saat ini saja sudah jelas, kalau pemuda itu sengaja ingin menggesek-gesekkan kemaluannya di pantat Kakak Iparnya. Karena bisa saja Rayhan lewat dari atas tempat tidur Kakaknya, tanpa harus memaksa lewat dari belakang Kakaknya.

Tetapi nafsu yang sudah menguasai dirinya membuat Zaskia malah mengikuti permainan gila Rayhan.

"Minggir dikit Kak!" Pinta Rayhan.

Zaskia seakan tidak mau kalah. "Ini udah mentok Dek... Ughk... Kontol kamu mentok di pantat Kakak Dek" Wajah Zaskia tampak meringis keenakan.

"Punya kakak besar sih..." Rutuk Rayhan.

"Enak aja nyalahin punya Kakak, itu kamu tuh besar banget..." Balas Zaskia tak jelas, sama tidak jelasnya dengan racauan Rayhan.


Selama sepuluh menit mereka berada di posisi yang sama, saling menggesek-gesekkan kemaluan mereka, mengejar kenikmatan yang hampir mereka dapatkan dari peraduan kelamin mereka berdua.

Kedutan memek Zaskia makin kencang, menandakan kalau ia hampir orgasme.

Detik-detik saat ia hendak orgasme, tiba-tiba Zaskia merasakan kedutan dari kontol Rayhan yang mengingatkannya dengan Suaminya ketika hendak orgasme. Bukannya sadar Zaskia malah semakin intens menggoyangkan pinggulnya.

"Uughk... Sssttt... Sssttt..."

"Aaahkk... Hah... Hah..."

Croootss... Croooottss... Croooottss...

Seeeeeeeeeeeeeeeerrrr....


Secara bersama mereka berdua mencapai klimaks, tubuh Zaskia menggeliat, bergetar hebat, begitu juga dengan Rayhan, tubuh Rayhan menggelinjang nikmat melepaskan orgasmenya.

Zaskia dapat merasakan rembesan sperma Rayhan di pantat dan sedikit di kemaluannya.

Sejenak mereka berdua terdiam, dan dengan perlahan kesadaran Zaskia telah kembali, tetapi semuanya sudah terlambat.

"Hufff... Akhirnya bisa lewat juga." Celoteh Rayhan.

Zaskia menatap bingung kearah Adiknya yang terlihat biasa-biasa saja, seakan tidak terjadi apa-apa diantara mereka berdua.

Wanita Soleha tersebut sempat melirik kearah kontol Adiknya yang mulai sayu dan tampak di ujung kontolnya masih terdapat sperma yang menempel. Astaghfirullah... Maafkan aku ya Tuhan. Bisik Zaskia menyadari kesalahannya.

"Aku mandi duluan ya Kak." Pamit Rayhan.

Zaskia mengangguk. "Iya, jangan lama-lama, Kakak mau ngajar hari ini." Jelas Zaskia, yang di jawab dengan simbol πŸ‘Œ.

Selepas kepergian Rayhan, Zaskia kembali merenungi kedekatannya dengan Rayhan. Bermula dari ketidak sengajaan hingga kini berubah menjadi pura-pura tidak sengaja. Tetapi sikap tersebutlah yang membuat Zaskia tidak bisa memarahi Rayhan.

Atau jangan-jangan, memang dirinyalah yang menginginkan ketidak pura-puraan tersebut.

*****


Fatimah


Salma

09:00

Fatimah baru saja keluar dari kediaman KH Sahal, dengan langkah tertatih-tatih ia menelusuri trotoar. Saat berada di persimpangan, Fatimah memilih untuk terus, bukan belok ke kiri menuju rumahnya, melainkan lurus menuju rumah anaknya.

Cukup lama Fatimah berdiri di depan pintu rumah anaknya, dari raut wajahnya ada keraguan untuk meneruskan niatnya.

Tapi baru saja ia hendak melangkah pergi, tiba-tiba pintu rumah anaknya terbuka.

"Umi..." Panggil Salma.

Fatimah menoleh seraya tersenyum. "Umi kira lagi gak ada orang." Jawab Fatimah berusaha bersikap biasa-biasa saja agar Putrinya tidak curiga.

"Hari ini Salma gak ada jadwal Mi, ayo masuk Mi."

Fatimah segera masuk ke dalam rumah anaknya, ia duduk santai sembari memandangi ornamen dinding rumah menantunya yang bercat putih.

Tidak lama kemudian Salma yang sempat pergi ke dapur kembali menemui Fatimah dan meletakan dua gelas teh hangat diatas meja ruang tamu. "Diminum Umi." Pinta Salma.

"Terimakasih ya Nak Salma."

Fatimah meminumnya beberapa tegukkan, lalu kemudian mereka berdua mengobrol santai, membicarakan hal-hal yang ringan, dari kegiatan sehari-hari, hingga Salma curhat bagaimana mengatasi murid yang sulit sekali diatur.

Setelah obrolan mereka mulai mencair, barulah Fatimah mengungkapkan maksud dan tujuannya mampir kerumah anaknya.

Dan sedari awal Salma sudah bisa menebak tujuan dari Mertuanya.

"Kamu kenapa tidak mau ke sana lagi?" Tanya Fatimah.

Salma tampak menghela nafas, mencari-cari alasan yang tepat. "Salma hanya tidak mau menyekutukan Tuhan Umi." Jelas Salma.

"Kalau masalah itu kamu bisa berpura-pura percaya kepada sang Dukun."

"Tapi tetap saja Umi... Salma merasa tidak nyaman kalau harus ke sana lagi." Tegas Salma menolak anjuran mertuanya yang memintanya untuk kembali ke sang dukun sakti.

"Nak Salma, apa salahnya mengalah demi kebaikan."

Salma tertunduk, ia tidak ingin membantah ucapan mertuanya, tapi ia merasa benar-benar tidak bisa kembali ke sana. Dan Salma juga yakin, andai Mertuanya tau apa yang di lakukan sang dukun kepadanya, pastilah Mertuanya tidak akan mengizinkannya kembali ke sana.

Jemari Fatimah meraih tangan Salma, ia menggenggamnya dengan erat, berusaha menguatkan perasaan Menantunya itu.

"Apa ini ada hubungannya dengan ritual Sukma yang harus kamu lakukan?" Tanya Fatimah hati-hati.

Tubuh Salma bergetar hebat, bayangan dirinya saat melayani sang Dukun membuatnya merasa begitu sangat kotor sekali. Andai Mertuanya tau, mungkin saja Mertuanya akan membenci dirinya yang kini sudah tidak suci lagi.

Fatimah merangkul pundak Salma, memeluknya dengan erat. Perlahan Salma menitikan air matanya, ia tidak mampu lagi menahannya.

"Umi tau apa yang sudah kamu alami Nak! Maafkan anak Umi ya Nak." Lirih Fatimah, sembari mengusap air mata Menantunya.

"Aku selalu memaafkan Mas Furqon Umi."

Fatimah tersenyum manis. "Umi dengar katanya tinggal satu Sukma lagi harus di tanamkan ke tubuh kamu, apa kamu yakin tidak mau melanjutkannya?" Tanya Fatimah lembut.

"Umi percaya?"

Fatimah menggelengkan kepalanya. "Tapi Mas Furqon mu percaya." Jawab Fatimah.

"Tolong yakinkan Mas Furqon Mi."

"Furqon itu anaknya keras kepala, kamu juga tau itukan? Umi mohon untuk kali ini saja Salma, demi Umi..." Mohon Fatimah.

"Tapi Umi..."

"Umi mohon... Umi gak mau kalau nanti kalian bercerai hanya karena masalah ini." Fatimah mengusap anak rambut Salma. "Untuk kali ini saja Salma, Umi mohon." Melas Fatimah.

Sangat sulit bagi Salma untuk mengabaikan permohonan dari Mertuanya, karena ia memang sangat menyayangi mertuanya, dia tidak ingin mertuanya kecewa.

Karena merasa tidak ada pilihan, Salma akhirnya menyerah, ia menganggukkan kepalanya menandakan kalau ia akan memenuhi keinginan mertuanya yang ingin ia kembali pergi ke sang dukun untuk melanjutkan pengobatannya yang tertunda.

"Terimakasih ya Nak Salma."

"Umi..." Rengek Salma.

Ia melingkarkan tangannya di perut Ibu Mertuanya, memeluknya dengan sangat erat.

Sembari membelai kepala menantunya, Fatimah diam-diam menitikan air matanya, dari raut wajahnya ia terlihat begitu sedih dan merasa sangat bersalah.

******


Lidya

Sementara itu di tempat yang berbeda, Daniel yang tengah mengajar pelajaran olah raga tengah melakukan gerakan senam yang di ikuti oleh murid-muridnya. Setelah di rasa cukup Daniel mulai memerintahkan mereka untuk lari keliling lapangan basket.

Selagi murid-muridnya berlari mengitari lapangan basket, Daniel tengah duduk santai sembari memperhatikan salah satu muridnya yang juga tengah berlari bersama teman-temannya.

Gadis itu terlihat berbeda dengan teman-temannya, dimana yang lainnya mengenakan baju olahraga, sementara dirinya malah masih memakai seragam sekolah seperti hari-hari biasanya. Tetapi Daniel tidak begitu mempermasalahkannya.

"Ckckck... Cantik sekali." Gumam Daniel.

Ia memperhatikan payudara Lidya yang tampak melompat-lompat mengikuti gerakan langka kakinya.

Saat mata mereka berdua bertemu, Lidya melemparkan senyuman manisnya kearah Daniel yang tengah memandangnya.

Setelah melakukan lima kali putaran tiba-tiba Lidya terjatuh, ia meringis sembari memegangi pergelangan kakinya yang terkilir. Daniel yang melihat hal tersebut langsung datang menghampiri muridnya yang tengah mengadu kesakitan.

"Kaki kamu gak apa-apa?" Tanya Daniel.

Lidya menatap Daniel seraya menggigit bibir bawahnya. "Agak sakit Ustad." Jawab Lidya manja ketika Daniel menyentuh pergelangan kakinya.

Baru menyentuhnya sebentar Daniel langsung menyadari kalau muridnya kini tengah berpura-pura. Ia menatap dalam mata Lidya, dan dengan tersipu malu Lidya menundukkan wajahnya.

Tentu saja Daniel tidak akan membuang kesempatan mas seperti saat ini.

"Kamu bisa berdiri? Mau Ustad bantu?" Tanya Daniel.

Lidya pura-pura kesusahan saat hendak berdiri sehingga Daniel membantunya dengan cara merangkulnya. "Terimakasih Ustad." Ujar Lidya.

"Kamu mau Ustad Bawak ke klinik?" Daniel diam sebentar mendekatkan bibirnya di telinga Lidya lalu berbisik. "Atau ke Makamah?" Sambung Daniel, Lidya makin tersipu malu.

"Makamah Ustad." Jawab Lidya nyaris tak terdengar.

Daniel tersenyum mendengarnya. "Anak-anak kalian bisa main sendiri dulu ya, Ustad mau membawa Lidya ke klinik." Ujar Daniel.

"Iya Ustad."

"Perlu di bantu Ustad?" Tawar Tiwi, sengaja ingin menggoda Lidya.

Daniel tersenyum. "Tidak perlu, biar Ustad sendiri aja, kamu main aja sama yang lain." Suruh Daniel.

Sembari memapah Lidya, mereka pergi meninggalkan lapangan basket. Setelah di rasa sedikit jauh barulah Daniel melepaskan rangkulannya, karena ia takut ada ustad maupun Ustadza yang melihat kedekatan mereka berdua, bisa-bisa rencananya gagal total.

Sementara Lidya sendiri tidak keberatan berjalan beriringan di samping Daniel, menuju makamah yang jaraknya tidak terlalu jauh.

*****


Laras

"Aku balik dulu ya." Ujar Azril saat bell Istirahat berbunyi.

"Mau ngapain?" Tanya Doni.

"Mau ngambil buku hadist, ketinggalan."

"Jangan lama-lama, kita tunggu di kantin ya." Ujar Rayhan.

"Ok."

Setengah berlari Azril bergegas kembali ke rumahnya untuk mengambil buku yang tertinggal. Bisa gawat kalau ia sampai tidak membawa bukunya, tentunya Azril tidak mau di hukum oleh gurunya nanti.

Setibanya di rumah Azril bergegas ke kamarnya, ia mengambil buku yang tertinggal.

"Untung saja ingat." Gumam Azril. "Ke WC dulu ah." Lirih Azril, ia tidak langsung kembali menemui teman-temannya.

Setibanya di dalam WC, sayup-sayup Azril mendengar suara pintu kamar mandi yang di tutup dan tidak lama kemudian ada suara gumaman Ibunya di balik dinding pemisah antara WC dan kamar mandi yang ada di sampingnya. Sejenak ia kembali teringat dengan kemolekan tubuh Ibu tirinya yang selalu menghantui pikirannya.

Walaupun sempat ragu, tapi pada akhirnya Azril nekat naik keatas closet agar bisa mengintip Ibunya yang sedang berada di dalam kamar mandi. Dinding pemisah antara kamar mandi dan WC memang di buat tidak terlalu tinggi, agar serkulasi udaranya tetap bagus.

Deg... Deg... Deg...

Dan benar saja, Laras terlihat hendak mandi. Ia menggantungkan handuknya berikut dengan kimononya dibelakang pintu kamar mandi.

Lalu dengan perlahan ia menanggalkan pakaiannya satu persatu. Mata Azril tidak berkedip melihat kemolekan tubuh Ibunya yang begitu menggoda, payudaranya yang besar menggantung indah, dengan bentuk tubuh yang sempurna di mata Azril.

Di bawah pancuran shower, Laras mengusap tubuh telanjangnya dengan air sabun, ia membelai payudaranya yang malah terlihat seperti tengah meremas-remas payudaranya.

"Umi... Oughk..." Desah Azril yang tengah masturbasi.

Tangan kanan Laras turun kebawah, ia menyentuh membelai kemaluannya, jemarinya dengan intens menggosok-gosok clitorisnya.

Mata indah Laras tampak merem melek keenakan, seiring dengan memeknya yang semakin basah.

Tiba-tiba....

"Danieeel... Aaahkk..."

Deg... Deg... Deg...

Azril kaget bukan kepalang mendengar nama Daniel terucap dari bibir Ibu Tirinya.

Tapi belum sempat Azril menerka-nerka tentang apa yang ada di pikiran Ibunya, lagi-lagi ia di suguhi pemandangan yang begitu indah. Ia melihat kedua jari Laras yang menerobos masuk ke dalam lobang memeknya, mengorek-ngorek lobang memeknya sembari mengerang-erang.

Kocokan tangan Azril semakin lama semakin cepat, nafasnya memburu sembari menatap geliat tubuh Ibu tirinya yang tengah menikmati masturbasinya.

"Danieeel... Ama keluar sayang!" Erang Laras.

Creeettss... Creeettss... Creeettss...

Dari cela-cela bibir kemaluannya, tampak cairan bening menyebur deras kelantai kamar mandi.

Mata Azril membeliak tak percaya dengan apa yang barusan ia lihat. Di tambah lagi ia dengan sangat jelas mendengar Ibunya meneriaki nama Daniel, yang tak lain adalah sepupunya sendiri.

Masih di dalam WC, Azril duduk termenung sembari memikirkan hubungan Ibunya dengan Daniel. Entah kenapa ia merasa kalau keduanya memang memiliki hubungan yang cukup dekat, membuat Azril mulai mencurigai kedekatan mereka berdua.

Apa mungkin Umi berselingkuh dengan Mas Daniel? Tidak... Tidak... Mana mungkin Umi berselingkuh dengan Mas Daniel. Tapi kenapa Umi menyebut nama Mas Daniel?

Azril terlihat galau memikirkannya, antara tegang membayangkan perselingkuhan Ibumu dan rasa sedih kalau memang benar ibunya berselingkuh.

"Semoga saja tidak." Lirih Azril.

*****


Lidya

Daniel benar-benar membawa Lidya ke kantor mahkamah, walaupun di dalam kantor tersebut ada Ustadza Enni dan Yenni.

Yenni memandangi Enni, lalu Yenni tersenyum sementara Enni menggeleng-gelengkan kepalanya.

Mereka berdua seakan sudah tau apa yang ingin di lakukan Daniel kepada Lidya, tetapi anehnya mereka berdua malah mengizinkan Daniel melakukannya dengan muridnya itu.

"Kenapa Ustad?" Tanya Yenni menggoda.

Daniel tersenyum penuh arti. "Biasa mau ngasih hukuman buat anak bandel." Jawab Daniel santai tapi penuh arti.

"Astaghfirullah..." Sindir Enni, Yenni tergelak mendengarnya.

"Ke sini sebentar Lid." Suruh Yenni, saat Lidya mendekat Yenni mengambil sebungkus kondom di dalam laci kerjanya. "Jangan keras-keras." Ujar Yenni setengah berbisik.

Lidya tampak tersipu malu. "I-iya Ustadza." Jawab Lidya.

Kemudian dengan langkah perlahan ia menyusul masuk ke dalam sebuah ruangan yang biasa di gunakan Enni maupun Yenni untuk beristirahat, sebuah kamar kecil yang terdapat matras yang cukup empuk untuk mereka memadu kasih.

Daniel menyuruh Lidya untuk duduk di atas matras, sementara ia memutar musik nasyid untuk menyamarkan suara lenguhan mereka nanti.

"Gimana kaki kamu masih sakit?" Goda Daniel.

Lidya mengangguk malu. "I-iya Ustad, masih agak sakit." Jawab Lidya manja.

Daniel meraih pergelangan kaki Lidya, ia merabahi pergelangan kaki Lidya hingga kebagian betisnya. "Pahanya sakit juga gak?" Tanya Daniel.

Lagi-lagi Lidya mengangguk. "Iya Ustadz, ngilu rasanya." Jawab Lidya, sembari menarik roknya keatas hingga sepasang paha mulusnya terekpose dan tampak kain segitiga berwarna putih terlihat menerawang diantara kedua pahanya.

Tanpa di minta Lidya membaringkan tubuhnya diatas matras dengan posisi kaki di tekuk. Dengan leluasanya Daniel membelai merabahi paha Lidya hingga kepangkang pahanya.

Jemarinya bergerak ke bagian dalam, kearah gundukan mungil yang tampak menggoda.

"Aaahkk... Ustad..." Lenguh Lidya.

Dengan jari telunjuknya Daniel menggosok-gosok kemaluan Lidya, hingga membuat dalaman yang di kenakan Lidya mulai basah.

Daniel meletakan tangan kirinya diatas kepala Lidya, ia membelai kepala Lidya sembari mendekatkan wajahnya kewajah Lidya. Ia dapat merasakan hembusan nafas Lidya yang terasa berat.

"Cantik sekali kamu Lidya." Puji Daniel.

Lidya tersipu malu. "Ustad juga ganteng." Jawab Lidya malu-malu.

Dengan lembut Daniel memanggut bibir Lidya, mengulumnya dengan perlahan, menikmati tekstur bibir Lidya yang terasa manis. Tidak tinggal diam Lidyapun membalas pagutan gurunya, ia membuka mulutnya membiarkan lidah Ustad Daniel menjelajahi rongga mulutnya.

Sembari berciuman jemari tangan kanan Daniel menyusup masuk ke dalam celana dalam yang di kenakan Lidya, ia membelai rambut tipis kemaluan Lidya, hingga menggosok-gosok clitorisnya.

"Aaaahkkk... Eehmmmppss... Hmmppss..."

Puas melumat bibir Lidya, ia mencium hangat pipi Lidya sembari menarik tangannya dari dalam celana dalam Lidya.

Kini tangan kanannya beralih keatas, ia meremas lembut payudara Lidya dari luar seragam yang di kenakan Lidya. Mata gadis muda itu tampak sayu, menikmati remasan jemari Ustad Daniel di atas payudaranya.

"Ustad buka ya." Bujuk Daniel.

Lagi-lagi Lidya mengangguk. "Buka aja Ustad." Jawab Lidya seraya menggigit bibir bawahnya.

"Gadis nakal!" Bisik Daniel.

Satu persatu kancing seragam Lidya ia preteli, dan ternyata di balik seragamnya Lidya tidak memakai bra, sehingga wajar saja saat ia lari, payudara Lidya terlihat mantul-mantul.

Telapak tangan Daniel meraihnya, meremas payudara Lidya yang berukuran 34D.

"Sssttt... Ustad! Aaahkk..."

"Enak..." Bisik Daniel.

Lidya menggangguk. "Enak banget Ustad... Aaahkk... Sssttt... Aaahkk..." Lenguh Lidya di tengah-tengah rangsangan yang di berikan Daniel.

Selain meremasnya ia juga memilin puting Lidya, hingga putingnya yang berwarna coklat muda itu terlihat mengeras kaku, membuat Daniel kian bersemangat menjamah payudara muridnya.

Tak tahan melihat keindahan sepasang bukit kembar milik muridnya, Daniel mencaplok payudara bagian kanan muridnya. Bagian lidahnya yang kasar menggesek-gesek putting Lidya, membuat gadis itu menggelinjang keenakan, kedua kaki jenjangnya menggeliat, mengais-ngais.

"Aaahkk... Enak Ustad..." Rintih Lidya.

Secara bergantian Daniel melumat payudara Lidya kiri dan kanan, menghisap dan menggigit puting Lidya yang terasa nikmat di mulutnya.

Puas bermain dengan payudaranya, ciuman Daniel turun menuju perutnya. Lidahnya bergerilya menjamah perut Lidya yang tampak bergetar saat ujung lidahnya menyentuh bagian dalam udelnya. Sembari menjilati perut Lidya, kedua tangan Daniel menarik turun celana dalam Lidya dengan perlahan.

"Wow... Indah sekali memek kamu Lidya." Puji Daniel.

Lidya tampak senang mendengarnya. "Ustad suka?" Goda Lidya, sembari membuka kedua kakinya memamerkan bibir kemaluannya yang mereka.

"Suka... Sangat suka." Jawab Daniel.

Ia memperhatikan bibir vagina Lidya yang tampak mekar berwarna coklat muda, clitorisnya yang membengkak tampak menonjol keluar membuatnya kian terbakar birahi.

Segera Daniel membenamkan wajahnya di selangkangan Lidya, lidahnya menari-nari di bibir kemaluan Lidya, naik turun, naik turun, menjilati bibir kemaluan Lidya yang terasa asin dan gurih. Sesekali ia menusukan ujung lidahnya ke dalam memek Lidya yang ia yakini sudah tidak perawan lagi.

Tubuh Lidya menggelinjang hebat, pinggulnya tersentak-sentak.

Kedua tangan Lidya meraih rambut Daniel, ia menjambaknya sembari menekan kepala Daniel kearah selangkangannya. "Saya keluar Ustad..." Jerit Lidya keenakan, sembari menyemburkan cairan bening dari dalam cela-cela kemaluannya.

Creeettss... Creeettss... Creeettss...

Selagi memberi waktu bagi Lidya untuk beristirahat, Daniel menanggalkan pakaiannya satu persatu hingga ia telanjang bulat.

Lidya terlihat senang melihat ukuran kontol Ustad Daniel yang berukuran jumbo, seperti yang ia duga, Ustad Daniel memiliki tongkat yang besar dan tidak akan mengecewakannya. Rasanya Lidya sudah sabar merasakan kontol Daniel mengaduk-aduk memeknya.

"Lakukan Lidya." Ujar Daniel menyodorkan kontolnya di depan wajah Lidya.

Lidya kembali duduk di atas matras, jemarinya yang halus menggenggam kontol Daniel, mengocoknya dengan pelan sembari menatap nanar kontolnya.

Perlahan ia mulai menciumi kontol Daniel, lidahnya terjulur menyapu, menjilati kepala kontol Daniel dengan perlahan, berikut dengan batang kemaluannya yang terasa hangat dan kaku.

Hapsss... Lidya melahap kontol Daniel ke dalam mulutnya, ia mulai mengulum kontol Daniel dengan rakus. Sesekali ia melakukan gerakan memutar, dan menghisap kontol Daniel kuat-kuat, hingga membuat guru idolanya itu menggelinjang keenakan.

Sembari menikmati servis oral dari muridnya, Daniel meraih payudara Lidya, meremasnya dan memilin putingnya yang menggoda.

"Cukup... Ustad mau merasakan memekmu."

Lidya melepehkan kontol Daniel yang tampak basah oleh air liurnya.

Kemudian Lidya mengambil bungkusan kondom yang ia dapat dari Ustadza Yenni, dengan perlahan ia memasangkan kondom tersebut di batang kemaluannya Daniel.

"Kamu masih perawan?" Tanya Daniel memastikan.

Lidya kembali berbaring menghadap kearah Ustad Daniel, dengan kedua jarinya ia membuka bibir kemaluannya. "Apa menurut Ustad saya masih perawan?" Goda Lidya.

Daniel tersenyum sembari menindih Lidya. "Dasar pelacur." Bisik Daniel sembari mengarahkan terpedonya kearah cela kemaluan Lidya.

"Oughk..." Lenguh Lidya saat merasakan batang besar itu menusuk masuk ke dalam memeknya.

Dengan hentakan perlahan Daniel menyodok-nyodok memek Lidya dari atas. "Memek kamu enak Lidya... Aaahkk... Sssttt... Kamu pelacur kelas tinggi." Ucap Daniel di sela-sela desahannya.

"Aaahkk... Hah... Hah... Nikmati pelacurmu Ustad!" Racau Lidya keenakan.

Daniel makin bersemangat mengayunkan kontolnya maju mundur, menyodok-nyodok lobang peranakan muridnya yang terasa sangat nikmat. Tampak payudara Lidya berayun-ayun, mengikuti setiap hentakan kontol Daniel yang semakin cepat dan terukur.

Cairan cinta Lidya yang membanjir membuat kontol Daniel makin leluasa merajai memek Lidya.

"Aaahkk... Hah... Hah... Ughk... Ustad... Aaahkk..."

Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss...

Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss...

Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss...

Tangan kanan Daniel menjulur kedepan, ia meraih payudara Lidya, meremasnya dengan kasar hingga meninggalkan bercak lima jari diatas payudara Lidya yang membusung indah.

"Ustaaad... Saya keluar." Jerit Lidya.

Daniel mencabut kontolnya seiring dengan semburan cairan cinta Lidya yang menyemprot beberapakali hingga membasahi matras tempat mereka bercinta.

Seeeeeeeeeeeeeeeerrrr....

Seeeeeeeeeeeeeeeerrrr....

Seeeeeeeeeeeeeeeerrrr....

Wajah Daniel tampak sumringah melihat banyaknya cairan cinta Lidya yang keluar.

"Oughk... Hah... Hah..." Nafas Lidya tampak terengah-engah.

Daniel menarik tubuh Lidya dan memposisinya menungging. Dari belakang ia kembali menghujami kontolnya ke dalam memek Lidya.

Kedua tangan Daniel mencengkram pinggul Lidya, sementara pinggulnya bergerak semakin cepat dan makin cepat mengaduk-aduk, menusuk-nusuk lobang memek Lidya yang terasa hangat dan nikmat.

Plaaak... Plaaaak... Plaaaak...

Beberapa kali Daniel menampar pantat Lidya, sembari menikmati jepitan dinding vagina Lidya yang seakan meremas-remas batang kemaluannya.

Daniel benar-benar merasa beruntung bisa menikmati memek seorang santri dari pondok pesantren yang terkenal ini. Daniel tidak menyangkah kalau hari-harinya akan semenyenangkan ini. Awal-awal masuk ia sudah di perbolehkan menikmati tubuh Haja Irma, dan beberapa hari belakangan ia bisa menikmati memek Haja Laras, sekarang ia menikmati memek seorang santriwati, kurang beruntung apa dia.

Pilihannya kabur ke pesantren sepertinya memang sebuah pilihan yang tepat, walaupun tugas yang di berikan KH Sahal dan Pak Sobri cukup berat, walaupun sangat menyenangkan.

"Ustaaad... Saya mau keluar lagi." Jerit Lidya.

Daniel semakin cepat memacu hentakan kontolnya, karena ia juga merasa sudah berada di ujung. "Bareng Lidya... Aaahkk... Ustad juga mau keluar." Jerit Daniel.

Dan semenit kemudian secara bersama-sama mereka berdua menyambut puncak kenikmatan secara bersama-sama. Tubuh Lidya menggelinjang hebat, melepaskan nafsu syahwatnya yang menggebu-gebu, begitu juga dengan Ustad Daniel, dari raut wajah keduanya mereka tampak puas sekali.

Selama satu menit mata Lidya seperti berkunang-kunang, dan setelah itu kembali normal seiring dengan tenaganya yang hilang bagaikan tertiup angin.

Walaupun Daniel sudah orgasme, tetapi ia tetap menyodok-nyodok memek Lidya walaupun sudah tidak secepat sebelumnya, hingga akhirnya kontolnya semakin mengecil dan terlepas dari cengkraman memek Lidya.

"Tadi itu enak sekali Lidya." Puji Daniel.

Lidya tersenyum manis. "Sangat nikmat Ustad! Ehmmm..." Ujar Lidya malu-malu, setelah di setubuhi oleh gurunya.

"Kamu memang murid kesayangannya Ustad." Daniel mengecup kening Lidya.

"Besok-besok Ustad masih maukan?"

Daniel tampak berfikir sejenak. "Tergantung?" Daniel menatap muridnya yang tampak kecewa mendengarnya. "Tergantung kamu masih bandel apa gak, kalau masih bandel berarti Ustad harus menghukum kamu lagi." Sambung Daniel, membuat senyum di wajah Lidya kembali terpancar.

"Oke..." Jawab Lidya girang.

"Kamu temennya Aurelkan?" Tanya Daniel seraya menatap wajah manis Lidya.

Lidya mengangguk. "Iya Ustad, kenapa?"

"Ustad boleh minta tolong."

"Apa?"

"Tolong buat Aurel...."

*****

Suci

12:30

Selama mengejar di dalam kelas Suci terlihat gelisah, ada gejolak besar yang membunca di hatinya, yang membuatnya menjadi tidak tenang. Beberapa kali ia terlihat mengganti posisi duduknya, dan tak jarang ia berdiri maupun berjalan mengelilingi kelasnya.

Hingga akhirnya terdengar suara adzan Zuhur menandakan jam waktu istirahat shalat.

Setelah menjelaskan beberapa poin penting kepada murid-muridnya, Suci mengizinkan mereka untuk meninggalkan kelasnya.

Di dalam kelas Suci tampak termenung, ia terus memikirkan perubahan yang terjadi kepada dirinya, tepatnya kembalinya hasrat masa lalu yang telah ia kubur selama ini.

Ya...
Keinginan melakukan eksibisionis yang dulu sering ia lakukan kembali datang. Bahkan Suci merasa hasrat itu kian besar.

Suci sudah berusaha untuk menekan hasrat tersebut, tetapi semakin ia berusaha menekannya, hasratnya tersebut malah semakin menggebu-gebu, bayang-bayangan ekspresi wajah pria mupeng saat melihat keindahan tubuhnya terus terbayang di benaknya.

Istighfar Suci... Kamu sudah berhijrah sekarang.

Suci tampak menghela nafas, sebelum akhirnya berdiri meninggalkan kelas.

Alih-alih menuju masjid, Suci malah pergi menuju toilet yang ada di ujung kelas tempat ia mengajar, yang notabennya biasa di gunakan oleh para santri untuk buang air. Setibanya di depan toilet Suci tampak kebingungan, ia heran kenapa dirinya malah pergi ke toilet.

Saat ia sadar dan hendak pergi meninggalkan toilet santri, tiba-tiba ia mendengar suara derap langkah yang berjalan kearah toilet.

"Astaghfirullah...." Kaget Suci.

Bukannya segera keluar, Suci malah masuk ke salah satu bilik toilet yang kosong.

Di dalam ruangan sempit itu Suci terlihat panik, ia khawatir kalau keberadaan di ketahui oleh murid-muridnya, tetapi kondisi tersebut malah membuatnya semakin tegang.

Dan dugaannya ternyata benar, mereka masuk ke dalam bilik toilet yang ada di sampingnya, mereka tampak terburu-buru.

"Naik keatas bro." Perintah salah satu dari mereka.

"Buruan naik, nanti keburu ada pemeriksaan."

Suci tersenyum mendengar perdebatan yang terjadi diantara mereka. Dari obrolannya, Suci tau kalau mereka bermaksud untuk tidak melaksanakan shalat jamaah di masjid, yang memang di wajibkan bagi para santri, dan sekarang mereka berusaha menghindar dari pemeriksaan yang di biasa di lakukan oleh santri pengabdian, bagian keamanan.

Tidak lama kemudian santri pengabdian mulai memeriksa setiap bilik toilet.

Tok... Tok... Tok...

"Siapa di dalam?"

Suci agak terkejut saat mendengar biliknya di gedur. "Saya... Ada apa?" Jawab Suci dari dalam bilik toilet.

"Ma-maaf Ustadzah kami tidak tau."

"Kok Ustadza make toilet santri?" Ujar salah satu dari pengurus yang tampak keheranan.

"Kebelet mungkin! Sudah yuk gak enak, nanti di kiranya kita mau ngintip."

Suci tampak lega setelah mendengar suara langkah para santri yang pergi menjauh. Saat Suci hendak meninggalkan toilet tiba-tiba ia kembali mendengar suara obrolan para santri yang tadi masuk ke bilik toilet yang ada di sampingnya.

Suci dapat mendengar cukup jelas obrolan mereka dari atas pelapon toilet.

"Di bawah ada Ustadza." Bisiknya.

"Kira-kira siapa ya?"

"Coba intip, bisa gak..."

"Bentar... Lagi di cari lobangnya."

"Lobangin aja pelaponnya sedikit..."

Deg... Deg... Deg...

Tubuh Suci mendadak tegang mendengar obrolan para santri yang kini tengah bersembunyi diatas pelapon. Jiwa eksibisionisnya kembali meronta-ronta, membayangkan mereka mengintipnya dari atas pelapon.

Sembari memejamkan matanya Suci meremas-remas jemarinya, ia terlihat gelisah dan sangat gugup.

Istighfar Suci... Istighfar...

Tiba-tiba Suci mengurungkan niatnya, hasrat ingin melakukan eksibisionis terlalu kuat. Suci menarik ujung jilbabnya untuk menutupi wajahnya, menjadikan ujung jilbabnya sebagai cadar, agar wajahnya tidak di kenali oleh mereka yang kini berada diatas pelapon, tepat diatasnya.

Suci berharap, santri yang hendak mengintipnya saat ini belum pernah bertemu dengannya hari ini.

"Bisa bro... Masih pake baju lengkap."

"Gantian aku juga pengen lihat."

"Jangan berisik nanti kedengeran."

Suci menghela nafas perlahan, kemudian jari jemarinya mulai membuka satu persatu kancing gamisnya dengan perlahan. Lalu ia menarik lepas gamisnya, melewati atas kepalanya.

"Wuiii... Di buka... Bro... Di buka..."

Suci dapat mendengar suara gemuruh dari atas pelaponnya. Tetapi hal tersebut malah membuat Suci makin bergairah.

"Warna merah... Mantab..."

"Gantian, aku juga mau lihat."

"Bikin lobang lagi aja."

"Kamu geser dikit."

Deg... Deg... Deg...

Adrenalin Suci kian terpacu mengetahui betapa antusiasnya mereka ingin melihatnya dalam keadaan telanjang bulat.

Seakan tidak ingin mengecewakan pengintipnya, Suci melepas pengait bra yang ada di belakang punggungnya, ia melepasnya dan membiarkan sepasang payudaranya yang berukuran 34D. Ada perasaan puas ketika salah satu penutup bagian intimnya terlepas.

"Anjiing gede cuy..."

"Putingnya anjing... Enak tuh di sedot..."

"Kontolku ngaceng..."

Mendengar pujian-pujian yang terlontar dari sang pengintip, membuat memek Suci rasanya berkedut-kedut, bahkan Suci sadar kalau dirinya mulai basah.

Tanpa sadar Suci meraih payudaranya, ia meremas-remas payudaranya.

"Eh... Ngapain tuh..."

"Husstt... Jangan terlalu berisik."

"Anjiing Ustadza masturbasi..."

"Kalian kenal gak sama Ustadzanya?" Tanya salah satu dari mereka.

Mendengar ucapan barusan membuat Suci mulai khawatir, bisa gawat kalau identitasnya sampai ketahuan, apa lagi kalau perbuatannya saat ini tersebar hingga di kalangan para Ustad dan Ustadzah.

Sebisa mungkin ia menahan diri untuk tidak mendongak keatas dan tetap menunduk agar mereka tidak mengenalinya.

Tapi Suci kembali merasa lega setelah mendengar jawabban mereka. "Enggak kenal, gak keliatan wajahnya..." Ujar salah satu dari mereka.

"Pake cadar juga..."

"Bodoh amat Ustadzah siapa, yang penting bisa nonton Ustadza masturbasi."

"Ughkk... Teteknya bro mengkel."

Mendengar komentar-komentar sang pengintip membuat Suci makin bergairah, ia meremas kuat payudaranya, dan kedua jemarinya secara bersamaan memilin putingnya yang mulai tegang.

"Uughk... Sssttt.... Sttt..." Lenguh Suci.

Tangan kanannya turun kebawah, menuju selangkangannya yang di bungkus kain segitiga berwarna merah. Ia membelai, merabahi memeknya dari luar celana dalamnya.

Tubuh Suci gemetar, sensasi diintip saat masturbasi membuatnya kian bergairah.

"Gak sabar pengen liat memeknya."

"Jembutnya banyak gak ya..."

Seakan ingin memenuhi keinginan pengintipnya, Suci menarik turun celana dalamnya yang sudah cukup basah. Ia melepasnya dengan santai seakan tidak ada orang lain yang melihatnya dalam keadaan telanjang bulat. Kini yang tersisa hanya jilbabnya saja.

Ada kebanggan terhadap dirinya atas bentuk tubuhnya yang mampu menggoda para pria hidung belang, memanjakan mata-mata lapar mereka dengan keindahan tubuhnya yang sempurna.

Suci seakan lupa akan larangan Agama tentang mempertontonkan auratnya ke pria yang muhrimnya, Suci seakan lupa kalau di setiap dosa yang ia buat akan mendapatkan ganjaran di akherat nanti, yang di ingatnya saat ini hanyalah sebuah kepuasaan yang bersifat hanya sementara.

"Anjiiiiiing...."

"Jembutnya gak terlalu banyak, rapih... Ughkk... Pengen jilat memeknya..."

"Ustadzaaaa... Bikin kontol ngejerit."

Mendengar setiap ucapan mereka membuat Suci kian terbakar birahi, seakan ucapan mereka bagaikan bensin yang semakin membuat kobaran api birahinya semakin besar.

Dengan setenga menungging, Suci menampar kedua pantatnya beberapa kali, lalu ia membuka kedua pipi pantatnya seakan mengizinkan mereka untuk mencolok-colok lobang memeknya.

Tangan kiri Suci meraih payudaranya, meremasnya dengan perlahan, sementara tangan kanannya menggosok-gosok clitorisnya.

"Aaahkk... Aaahkk... Aaahkk..." Desahan Suci terdengar semakin keras.

"Anjing sperma siapa ni?" Jerit salah satu dari mereka.

"Berisik... Nanti kedengaran bego."

Suci menyunggingkan senyumannya mendengar salah satu dari mereka sudah K.O.

Suci menyandarkan tubuhnya di dinding, dengan mata setengah terpejam ia mencolok-colok kemaluannya dengan kedua jarinya. Sanking nikmatnya ia nyaris tak bisa mendengar suara bisik-bisik dari para santri yang tengah mengintipnya saat ini.

Lima belas menit sudah ia bermasturbasi, dan setengah jam sudah ia membiarkan para santri menikmati tubuh telanjangnya, hingga akhirnya Suci mencapai puncaknya.

Tubuh indahnya bergetar hebat, otot-otot nya melejang-lejang, dan pantatnya tersentak-sentak.

"Aaaahkkk..."

Creeettss... Creeettss... Creeettss...

Seeeeeeeeeeeeeeeerrrr....

*****


Lidya


Enni


Yenni

Lidya terbangun dari lelapnya ketika mendengar suara adzan Zuhur. Tetapi tubuhnya yang terlalu lelah membuatnya malas untuk beranjak dari tempat tidurnya saat ini.

Daniel yang sedari tadi sudah bangun, memperhatikan muridnya yang sedari tadi masih tertidur pulas diatas matras tempat dirinya mengeksekusi Lidya.

"Lidya... Bangun! Sudah Zuhur." Panggil Daniel.

Lidya menoleh kebelakang menatap Ustad Daniel seraya tersenyum manis. "Sudah Zuhur ya Ustad." Lirih Lidya seraya merenggangkan otot-ototnya.

"Buruan shalat, atau kamu mau Ustad hukum." Ancam Daniel, sembari merabah gundukan memek Lidya yang terlihat menggoda.

Mendengar ancaman tersebut membuat Lidya semakin enggan untuk beranjak dari tempat pembaringannya. Tentu saja ia lebih memilih mendapatkan hukuman dari Ustad kesayangannya itu ketimbang melakukan hal yang lainnya.

Jemari Ustad Daniel menyelusup masuk kedalam lobang peranakan Lidya.

"Ughk...." Lenguh Lidya.

Daniel membelai kepala muridnya sembari menatap wajah manis muridnya. "Mau Ustad hukum lagi?" Goda Daniel sembari mengorek-ngorek lobang memek Lidya.

"Mau... Ughkk... Hukum Lidya sepuasnya Ustad."

Daniel berbaring di samping Lidya sembari mengocok kontolnya yang sudah ereksi maksimal.

Lidya segera naik keatas selangkangan Ustadza Daniel, ia menuntun kontol Ustad Daniel kembali menjelajahi lobang memeknya.

Blesss...

"Oughk..." Lengu Lidya.

Kedua telapak tangan Daniel menangkup sepasang payudara Lidya. "Goyangkan pantatmu." Suruh Daniel, dan Lidya segera melakukannya.

Pinggulnya bergerak naik turun diatas selangkangan Ustad Daniel, sesekali ia melakukan gerakan memutar, seakan memeras kontol Daniel yang saat ini berada di dalam lobang memeknya.

Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss...

Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss...

Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss...

"Aaahkk... Aaahkk... Aaahkk..."

Daniel meraih putingnya dan memencetnya. "Memek kamu enak sekali Lidya! Kamu membuat Ustad ketagihan." Ujar Daniel puas.

Mendengar pujian Daniel membuat Lidya semakin bersemangat. Ia menghentak-hentakkan pinggulnya, menyambut kontol Daniel yang tertancap bagaikan tombak yang menusuk dalam lobang memeknya, sanking dalamnya kontolnya Daniel sampai menyentuh rahimnya.

Ngilu, geli, dan enak, itulah yang di rasakan Lidya ketika kontol Daniel menusuk memeknya.

"Ganti gaya Lidya." Pinta Daniel.

Lidya kembali berbaring diatas matras, Daniel memeluknya dari belakang, lalu dia kembali menusukan kontolnya ke dalam memek Lidya.

Tanpa mengalami kesulitan berarti, kontol Daniel bergerak bebas keluar masuk, keluar masuk dari dalam lobang memek Lidya yang terasa semakin licin dan makin licin oleh lendir kewanitaannya.

Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss...

Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss...

Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss...

"Ustaaad aku mau keluar..." Jerit Lidya.

Bukannya berhenti Daniel malah semakin cepat menghujamkan kontolnya ke dalam memek muridnya hingga tampak mekar. Dan benar saja, Lidya kembali mendapatkan orgasmenya.

"Oughkk..." Rintih Lidya.

"Hukuman kamu belum selesai sayang." Bisik Daniel, Lidya hanya pasrah melayani nafus bejat gurunya yang seakan tidak pernah puas menggarap sawahnya.

Sementara itu di luar ruangan, Yenni dan Enni saling pandang ketika mereka kembali mendengar suara erangan dari dalam ruangan tersebut. Yenni tersenyum penuh arti kearah Enni.

"Sudah mulai lagi." Celetuk Yenni.

Enni mendesah pelan sembari menggelengkan kepalanya. "Dari dulu nafsunya memang lebih dari yang lain." Ujar Enni, sembari mengingat masa lalunya ketika ia dulu masih sering melayani nafsu Daniel, yang tak lain adalah mantan kekasihnya.

"Tetapi sesuai dengan kemampuannyakan?" Goda Yenni, membuat Enni tersipu malu.

"Ngomong apa kamu? Jangan mulai deh."

"Hihihi... Yakin gak mau di ulang lagi..." Yenni semakin intens menggoda sahabatnya.

Enni tampak cemberut. "Itu masa lalu, masa depanku ya Suamiku saat ini." Jawab Enni pura-pura tegas, walaupun di dalam hatinya ada keraguan.

"Iyain ajalah..." Ledek Yenni.

Enni menggelengkan kepalanya sembari berusaha kembali fokus dengan pekerjaannya.

Sejujurnya ia masih menaruh hati kepada Daniel, tentu ia tidak akan pernah lupa apa yang sudah mereka lakukan di masa lalu. Tetapi Enni menyadari, Daniel bukanlah masa depannya.

Dan lagi kini ia juga mulai mencintai Suaminya, dan terus mencoba menerima kekurangan suaminya yang selalu gagal membuatnya orgame ketika mereka bergumul mesrah diatas ranjang. Andai Suaminya mampu, tentu saja Enni akan benar-benar bisa melupakan sosok Daniel.

*****
Ajiiib suhuu
 
top banget update kali ini, zaskia lama, suci eksib, tinggal farah yg NTR sama mertua
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd