Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Pesantren Series (Remake)

Status
Please reply by conversation.
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 

Zaskia

Di dalam kamar tampak Zaskia tengah termenung sendiri, sesekali ia melihat kearah jam dinding yang sudah menunjukan pukul 05:30. Sebentar lagi waktu subuh akan berakhir, tetapi ia belum juga beranjak dari tepian tempat tidurnya.

Zaskia saat ini tengah bimbang, antara ingin membangunkan adiknya, atau membiarkan adiknya bangun kesiangan hari ini.

Kejadian beberapa hari belakangan ini, membuat Zaskia semakin sadar kalau ada yang salah dengan hubungannya bersama Rayhan, tetapi ia juga tidak bisa menyalahkan Rayhan sepenuhnya, karena dirinya juga tanpa sadar sering menggoda Adiknya.

Apa yang harus kulakukan sekarang? Kalau aku tidak membangunkannya, anak itu pasti kesiangan, itu artinya sama saja aku membiarkan dia berdosa karena tidak menunaikan kewajibannya, tetapi, kalau aku membangunkannya, kejadian kemarin pasti terulang lagi.

Beberapakali Zaskia tampak menghela nafas, ia terlihat begitu bimbang.

Sejenak ia kembali teringat dengan ucapan Haifa beberapa Minggu yang lalu, ketika ia memberitahu Haifa kalau dirinya sering memasuki kamar Rayhan untuk membangunkan adiknya itu.

Benar apa kata Mbak Haifa, lebih baik mana, membiarkan orang yang kita sayangi menanggung dosa sendirian, atau membantu orang yang kita sayangi untuk melaksanakan kewajibannya dengan sedikit melanggar aturan yang ada.

"Aku tidak boleh egois." Zaskia menguatkan hatinya.

Ia melangkah dari tempat tidurnya, berjalan dengan keyakinan menuju kamar Rayhan.

Seperti yang Zaskia duga, Rayhan masih tertidur lelap saat ini, dan ia bisa melihat betapa nyenyaknya Rayhan tidur saat ini. Sekali lagi Zaskia menghela nafas, menguatkan hatinya. Kemudian ia berjalan menghampiri adiknya yang masih terlelap.

"Dek... Bangun..." Panggil Zaskia.

Dan seperti biasa, Rayhan tidak mengubrisnya, pemuda itu sempat membuka matanya sebentar, lalu kembali memejamkan matanya.

Dengan sedikit lebih keras Zaskia mengguncang-guncang lengan Rayhan.

"Iya Kak! Ini sudah bangun." Rutuk Rayhan.

Lagi-lagi Zaskia di buat geram oleh tingkah Adiknya yang sulit sekali di bangunkan. Tetapi drama yang terjadi setiap pagi yang ia alami saat ini sudah menjadi candu bagi Zaskia. Rasanya aneh, kalau nanti suatu pagi ia menemukan Rayhan bangun lebih cepat.

Karena merasa geram, Zaskia menarik selimut Rayhan dan yang di khawatirkan Zaskia kembali terjadi. Lagi-lagi ia harus melihat kontol Adiknya yang tengah berdiri maksimal.

Rasanya sudah belasan kali, mungkin puluhan kali Zaskia melihat kontol Adik Iparnya, tetapi anehnya kontol Rayhan selalu membuatnya takjub.

Zaskia seakan terhipnotis oleh pesona kontol Adik iparnya sendiri.

Terkadang Zaskia bertanya-tanya, siapa di dunia ini seorang ahkwat yang setiap hari melihat kontol Adik iparnya. Mungkin jawabannya adalah dirinya, bahkan terkadang ia melihat kontol Rayhan dua sampai tiga kali dalam sehari, entah itu pagi, siang, ataupun malam hari.

Tubuh Zaskia merosot hingga berlutut di samping tepian tempat tidur Rayhan. Matanya sayu memandang, menatap kontol Adik iparnya.

Ya Allah, ada apa denganku, kenapa setiap kali melihat kontol Adik iparku, tubuhku selalu lemas. Jerit hati Zaskia.

Istighfar Zaskia... Kontol itu milik Adik iparmu, tidak mungkin kamu menginginkannya.

Di saat batinnya tengah berperang, tiba-tiba tangan kanan Rayhan terjulur kebawah, meraih batang kemaluannya. Mata Zaskia sampai terbelalak melihat bagaimana Rayhan mengurut, menggerakan tangannya naik turun, seperti orang yang sedang masturbasi.

Zaskia menutup mulutnya, sembari menggelengkan kepalanya tidak percaya.

Rayhaaaan...

Dengan perlahan Rayhan menggerakkan tangannya naik turun, mengocok kontolnya di depan Zaskia yang tengah terpana melihatnya onani. Bahkan Zaskia merasa memeknya ikut berkedut-kedut, seperti urat-urat kontol Rayhan yang berkedut-kedut.

Semakin lama Rayhan semakin cepat mengocok kontolnya, membuat perasaan Zaskia makin tak karuan.

Kamu ngapain Dek?

Zaskia beralih menatap wajah Rayhan yang terlihat damai dalam tidurnya. Membuatnya Zaskia yakin kalau Rayhan tidak sadar atas apa yang di lakukannya saat ini. Atau jangan-jangan ia hanya pura-pura tidur.

Sebenarnya Zaskia memiliki dua pilihan saat ini, yang pertama ia pergi meninggalkan Rayhan, yang kedua ia bisa mencubit Rayhan seperti yang biasa ia lakukan saat membangunkan adik iparnya itu. Tapi sayang Zaskia memilih opsi ketiga, membiarkan Adiknya tetap tertidur sembari mengocok kontolnya.

Kontol kamu Dek... Aaahkk... Ssstt... Semakin lama Zaskia semakin hanyut akan pemandangan yang ada di hadapannya saat ini.

Teeeek.... Teeeek... Teeekkk... Teeekk.... Teeeekkk... Teeekkk... Teeekkk...

Teeeek.... Teeeek... Teeekkk... Teeekk.... Teeeekkk... Teeekkk... Teeekkk...

Teeeek.... Teeeek... Teeekkk... Teeekk.... Teeeekkk... Teeekkk... Teeekkk...


Jemari tangan Zaskia turun kebawah, ia menggosok-gosok kemaluannya sendiri tanpa sadar sembari memandangi kontol Adiknya.

Gilaaaa.... Mungkin itu kalimat yang pantas atas apa yang di lakukan Zaskia saat ini. Sebagai seorang Muslimah yang telah menikah tidak seharusnya ia tergoda oleh kontol pria lain selain Suaminya, apa lagi ini adalah kontol Adik iparnya sendiri.

Tetapi Zaskia sepertinya sudah melupakan norma-norma tersebut, bahkan ia terkesan enggan melewati pemandangan yang ada di hadapannya saat ini.

Semakin cepat Rayhan mengocok kontolnya, maka semakin cepat ia menggosok memeknya. Hingga akhirnya secara tiba-tiba, kontol Rayhan menyemburkan spermanya keluar dengan sangat banyak sekali. Croootss.... Croootss... Croootss.... Croootss.... Croooottss... Sperma Rayhan muncrat sangat kuat, hingga sebagian mengenai wajah dan bibir Zaskia, sebagian besar jatuh diatas perut bagian bawah Rayhan.

Zaskia mematung tak percaya, dan reflek ia menyapu sperma Rayhan yang ada di bibirnya dengan lidahnya. Asin... Tapi enak. Itulah yang dirasakan Zaskia setelah mencicipi sperma adik iparnya.

Di saat kesadaran Zaskia yang belum pulih, tiba-tiba Rayhan merenggangkan otot-otot tubuhnya yang kaku, membuat Zaskia panik.

"Eehmm... Kak Zaskia..." Lirih Rayhan.

Secepat kilat Zaskia merubah ekspresi wajahnya, yang tadi mupeng berubah menjadi menakutkan. "Ya Allah Ray... Kamu tidurnya telanjang." Geram Zaskia, seraya berdesis marah.

"Eh, iya Kak, hehehe..." Rayhan menarik selimutnya. "Kemarin aku nonton tv kak, katanya kalau tidur bagusnya gak pake pakaian." Ujar Rayhan membela diri.

"Ada-ada aja kamu."

"Beneran Kak, coba aja Kakak baca di internet." Suruh Rayhan.

Zaskia tidak terlalu mengubrisnya, karena bagi Zaskia itu tidak terlalu penting. "Buruan bangun, shalat..." Suruh Zaskia lagi.

Ia berjalan menuju jendela kamar Rayhan lalu membuka jendela kamar Rayhan. Saat jendela kamar terbuka, hangatnya cahaya matahari langsung menerpa wajah Zaskia yang tampak terkejut. Ia langsung menoleh kearah jam dinding kamar Rayhan, dan ternyata jam sudah menunjukan pukul 06:17 pagi.

Lagi-lagi Zaskia terdiam, ia baru sadar kalau ternyata mereka sudah kesiangan.

"Astaghfirullah... Aku belum shalat." Lirih Zaskia.

Sembari menghela nafas ia memejamkan matanya, ia merasa berdosa karena telah melalaikan kewajibannya. Andai ia tidak tergoda dengan kontol adik iparnya, mungkin ia masih memiliki waktu yang cukup untuk menunaikan kewajibannya.

Tetapi nasi sudah menjadi bubur, tidak ada yang bisa ia salahkan, karena dirinyapun juga salah. Rasanya ini kali pertama Zaskia melalaikan kewajibannya.

"Kakak telat ni banguninnya." Rutuk Rayhan.

Mendengar protes dari Rayhan, Zaskia kembali geram. "Apa Dek? Coba di ulang... Jadi menurut kamu Kakak yang salah ya." Zaskia duduk disamping Rayhan dengan tatapan yang seakan ingin menelan Rayhan bulat-bulat, membuat wajah Rayhan panik.

"Hehehe... Bercanda Kak..." Ujar Rayhan cengengesan.

"Bercanda ya..." Zaskia manggut-manggut. "Bagus... Jadi hanya bercanda ya..." Tiba-tiba ia melancarkan cubitannya di perut Rayhan.

"Aduh Kak..." Jerit Rayhan.

"Ini semua gara-gara kamu yang susah sekali di bangunkan..." Omel Zaskia, sembari mencubit perut Rayhan.

"Ampun Kak... Iya aku yang salah... Aduuuh... Lepasin Kak... Maaf kak..." Melas Rayhan, dengan raut wajah meringis menahan sakit.

Karena merasa kasihan Zaskia melepaskannya, wanita cantik itu tampak menghela nafas panjang. Walaupun mulutnya menyalahkan Rayhan, tapi kenyataannya ia sama sekali tidak menyalahkan Adik iparnya, ini semua murni kesalahannya.

Melihat Zaskia hanya diam, Rayhan mengambil inisiatif untuk memintaa maaf dengan tulus, ia menyingkap selimut yang menutupi selangkangannya, lalu ia memeluk lengan kiri Zaskia.

"Maaf ya Kak! Gara-gara aku susah bangun Kakak jadi gak sembahyang." Aku Rayhan, sembari menatap wajah Zaskia yang tadi terlihat geram, kini berubah menjadi terlihat salah tingkah.

Ya... Perubahan raut wajah Zaskia bukan tanpa alasan, ketika Rayhan memeluk lengannya, tanpa sadar ia menarik tangan Zaskia kepangkuannya, alhasil punggung jemari Zaskia menyentuh kontol Rayhan, bahkan wanita Soleha itu dapat merasakan hangat dan lengketnya sisa-sisa sperma Adik iparnya tersebut.

Saat Rayhan menggoyang-goyangkan lengannya, pada saat bersamaan jemarinya menggosok-gosok kontol Rayhan dengan perlahan.

"Kak... Iistt... Kok malah diam." Protes Rayhan.

Zaskia masih pura-pura marah. "Apa?" Jawab Zaskia jutek yang membuat Rayhan tersenyum simpul.

"Kenapa senyum? Ngeledek."

Rayhan semakin erat memeluk lengan Zaskia, ia menggoyang-goyangkan lengan Zaskia. "Kakak cantik kalau lagi marah." Goda Rayhan, membuat suasana sedikit mencair.

"Gombal..." Gemas Zaskia.

Ia mengucek-ngucek rambut Rayhan dengan tangan kanannya. Rayhan menggeser duduknya hingga posisi mereka semakin menempel, hangatnya tubuh Rayhan kembali membangkitkan gairah sang Ahkwat, nafasnya tampak mulai tak beraturan.

Posisi tangan Zaskia yang sedikit bergeser membuat kontol Rayhan kini berada diantara telapak tangannya. Andai saja Zaskia mengepalkan tangannya, bisa di pastikan ia akan menggenggam kontol Rayhan.

"Maafin Adek ya Kak! Jangan marah lagi..." Bujuk Rayhan, kemudian ia mencium pipi Zaskia.

Zaskia kaget dan sempat berpikir ingin menegurnya, tetapi ia teringat dengan kejadian kemarin pagi, di mana ia memang sudah memberi izin secara tidak langsung untuk mencium pipinya sebagai tanda kalau Rayhan benar-benar menyayanginya.

Karena gemas Zaskia ikut mencium pipi Rayhan, dan pada saat bersamaan, jemarinya bergerak perlahan menggenggam kontol Rayhan.

"Kontol..." Karena kaget Zaskia kelepasan.

Rayhan pura-pura kaget. "Apa Kak?" Tanya Rayhan pura-pura tidak mendengar.

"Bu-bukan apa-apa." Gugup Zaskia.

"Oh jadi mulai main rahasia-rahasian ni..." Rajuk Rayhan, pura-pura ngambek.

"Kasih tau gak ya..." Balas Zaskia canggung.

"Kakak..." Rengek Rayhan sembari menggoyang lengan Zaskia, alhasil genggaman tangan Zaskia di kontolnya ikut bergerak. "Apa Kak... Atau..." Rayhan mengambil mainan ular nya yang terbuat dari silikon yang kebetulan berada diatas tempat tidurnya.

"Atau apa?"

Tiba-tiba Rayhan menunjukan mainan tersebut di depan wajah Zaskia, membuat Zaskia terperanjat kaget melihatnya. "Kontooool... Eh... Kontol... Ular... Adek..." Jerit Zaskia yang membuat genggamannya di kontol Rayhan semakin erat.

"Hayo... Kontolnya mau ngigit ni." Goda Rayhan.

"Adeeeek...." Zaskia memejamkan matanya.

Saat memejamkan mata itulah Zaskia mencoba menyadarkan dirinya, kalau apa yang ia lakukan saat ini sebuah kesalahan besar.

Mau sampai kapan kamu seperti ini Za? Apa kejadian beberapa menit yang lalu tidak cukup untuk membuatmu sadar? Istighfar Za... Kamu wanita Soleha, kamu wanita baik-baik. Jerit hati Zaskia yang tampak frustasi terhadap dirinya sendiri.

"Jauhin kontolnya Dek... Eh ularnya dek..." Jerit kecil Zaskia.

Rayhan tertawa renyah, ia semakin menjadi-jadi menggoda kakak iparnya. "Hayo, Kakak gak bisa kabur lagi..." Ledek Rayhan.

"Adeeek..."

Zaskia meronta-ronta tanpa melepaskan genggamannya dari kontol Adik iparnya. Bahkan kini ia dengan sangat sadar kalau dirinya tengah mengocok kontol Adiknya yang terasa semakin hangat dan keras seperti kayu.

Sementara Rayhan diam-diam juga sangat menikmati kocokan jemari Kakak iparnya di kontolnya.

Zaskia ingin berhenti, dan keluar dari permainan gila ini, tapi dia tidak mampu. Hangatnya kontol Rayhan membuatnya betah berlama-lama menggenggam dan merasakan tekstur kontol Adik iparnya yang jauh lebih besar dan keras di bandingkan milik Suaminya.

Karena tidak ingin kedekatan mereka segera berakhir Rayhan semakin menjadi-jadi menggoda Zaskia, sementara Zaskia yang nyaman dengan roll game yang di buat Rayhan, secara naluriah ia mengikuti permainan yang di ciptakan Rayhan.

Entah sudah berapa lama Zaskia mengocok kontol Adiknya, yang semakin lama semakin cepat ia kocok, hingga akhirnya Zaskia merasakan kedutan hebat di kontol Adiknya.

Bagaikan gunung Merapi, kontol Rayhan memuntahkan laharnya.

Croooottss.... Croooottss... Croooottss...

"Hahahaha... Kakak masak takut sama ular mainan." Masih bisa-bisanya Rayhan bercanda di saat ia sedang orgasme.

Tetapi karena sikap seperti itulah yang membuat rasa malu Zaskia sedikit berkurang. "Bukan takut, jijik Dek... Jauhin." Pinta Zaskia.

"Iya Kak."

Rayhan berdiri membuat genggamannya terlepas dari kontol Adik iparnya.

Dengan santainya Rayhan meletakan ular mainan itu diatas mejanya. Sementara Zaskia terdiam gugup dengan apa yang barusan ia lakukan. Tetapi melihat sikap Rayhan yang biasa-biasa saja, seakan tidak pernah terjadi apa-apa membuat Zaskia merasa lega, walaupun Zaskia yakin adiknya sadar atas apa yang barusan dirinya lakukan kepada Rayhan.

"Astaghfirullah..." Jerit Rayhan, menyadarkan lamunan Zaskia. "Udah hampir jam tujuh Kak." Sambung Rayhan dengan wajah panik yang di buat-buat.

Bohong rasanya, kalau mereka berdua tidak menyadari keterlambatan yang di sengaja.

"Buruan mandi Dek, awas ya kalau sampe kamu bolos." Ancam Zaskia sembari mengancungkan jarinya dengan pose mencubit.

"I-iya Kak, ampuuuun..." Pekik Rayhan sembari berlari keluar kamar.

Selepas kepergian Rayhan, tanpa sadar Zaskia tersenyum kecil, tetapi beberapa detik kemudian raut wajahnya kembali berubah sedih.

Dalam diam Zaskia mengutuk dirinya sendiri, karena lagi-lagi ia terjebak oleh permainan yang di buat oleh Adiknya. Harusnya ia bisa mencegahnya, kalau tidak bisa mencegahnya ia bisa menghindar dari Adik iparnya.

"Kamu jahat Dek..." Sesal Zaskia.

Kamu yakin Za, ini semua kesalahan Rayhan? Bukannya kamu juga menginginkannya? Kamu yang duluan memegang kontolnya, kamu yang memilih mengoral kontolnya, Rayhan tidak memaksamu, bahkan Rayhan tidak memintamu melakukan itu semua. Ya.... Benar... Adikku tidak bersalah.

Rasa sesal dan rasa berdosa membuncah di hati Zaskia. Ia berjanji di dalam hati ia tidak akan pernah mau mengulanginya lagi. Walaupun jauh di lubuk hati Zaskia meragukan tekatnya sendiri.

"Ini yang terakhir? Ya... Ini yang terakhir." Lirih Zaskia sembari memandangi jemarinya yang basah dan lengket oleh sperma adik Iparnya.

*****


Ustadza Dwi

Layaknya seorang Istri pada umumnya, Ustadza Dwi tampak sibuk menyiapkan semua keperluan Suami dan Adiknya Aziza. Sanking sibuknya, ia bahkan tidak punya waktu untuk mandi, tetapi walaupun begitu, ia ihklas dan senang melakukan semua pekerjaannya.

Dengan perasaan legah ia melepas kepergian Suaminya bekerja dan Adiknya ke sekolah.

"Akhirnya bisa santai juga." Seloroh Ustadza Dwi.

Ia segera mengambil handuk dan pergi ke kamar mandi. Perlahan ia menanggalkan pakaiannya satu persatu hingga telanjang bulat.

Di bawah guyuran air gayung, ia membasuh tubuhnya dengan seksama. Tidak lupa ia juga menyabuni setiap inci tubuhnya dengan busah sabun yang wangi. Kedua tangannya dengan telaten membersihkan dari sisa-sisa kotoran yang menempel di tubuhnya.

Setelah yakin tidak ada yang terlewatkan barulah Ustadza Dwi membilas tubuhnya dengan air bersih.

Saat sedang asyik membersihkan tubuhnya dari busah sabun, tanpa di sengaja ia melihat kearah pentilasi udara kamar mandinya. Dengan mata memicing ia menatap sepasang bola mata yang sedang mengintipnya mandi.

"Ya Allah..." Jerit Ustadza Dwi.

Sepasang mata itu mendadak menghilang, Ustadza Dwi yang panik buru-buru melilitkan handuk di tubuhnya dan mengenakan jilbab instannya. Dengan perasaan tak menentu ia berlari ke pintu belakang rumahnya, saat pintu terbuka, ia mendapatkan Pak Bejo yang tengah terjatuh diatas tanah.

Ustadza Dwi benar-benar kaget, ia tidak menyangkah firasat adik kandungnya tentang sosok Pak Bejo ternyata benar, pria itu benar-benar cabul.

"Pak Bejo..." Kaget Ustadza Dwi tak percaya.

Pak Bejo yang panik secara tiba-tiba berdiri dan lari kearah Ustadza Dwi.

Sadar kalau ada bahaya yang mendekat, Ustadza Dwi langsung kabur ke dalam rumahnya. Ia lupa menutup dan mengunci pintu belakang rumahnya, sanking paniknya.

Ustadza Dwi hendak bersembunyi di dalam kamarnya, tetapi belum sempat ia menutup pintu kamarnya, Pak Bejo dengan cepat menahan daun pintu kamar Ustadza Dwi, hingga terjadi aksi saling dorong diantara Pak Bejo dan Ustadza Dwi.

"Mau apa Bapak masuk kerumah saya..." Jerit ketakutan Ustadza Dwi.

Pak Bejo cengengesan. "Tenang Bu Ustadza, hehehe... Saya hanya mau bersenang-senang." Aku Pak Bejo, membuat Ustadza Dwi semakin ketakutan.

"Pergi Pak... Pergi..." Usir Ustadza Dwi.

"Percuma melawan Bu Ustadza, mending Ibu izinkan saya masuk."

Wajah Ustadza Dwi semakin panik saat pintu kamarnya sedikit demi sedikit mulai terbuka semakin lebar. Ustadza Dwi sadar bawah tenaganya tidak cukup kuat untuk melawan Pak Bejo.

Perlahan tapi pasti, aksi dorongan yang mereka lakukan di menangkan oleh Pak Bejo.

Tubuh Ustadza Dwi tersentak hingga terjatuh di lantai, saat ia jatuh handuknya terlepas, memamerkan kemolekan tubuhnya di hadapan Pak Bejo yang tengah memandang takjub keindahan tubuhnya. Pak Bejo sampai menjilati bibirnya.

"Ya Tuhan..." Panik Ustadza Dwi.

"Ckckck... Mulus sekali Ustadza Dwi ini, walaupun sudah sering melihatnya, tapi tetap saja tidak membosankan." Ujar Pak Bejo yang tampak kegirangan melihat tubuh telanjang Ustadza Dwi.

Tangannya meraih handuknya dan berusaha menutupi tubuh telanjangnya. "Bajingan, keluar dari rumah saya sekarang." Jerit Ustadza Dwi prustasi.

Pak Bejo mendekap tubuh Ustadza Dwi yang hendak pergi, membuat Ustadza Dwi meronta-ronta di dalam dekapan Pak Bejo yang semakin erat. Layaknya seperti anjing, Pak Bejo mengendus-endus aroma tubuh Ustadza Dwi yang wangi sabun.

Perbuatan Pak Bejo membuat Ustadza Dwi semakin jijik dengannya.

"Lepaskan Pak..." Teriak Dwi.

Plaaaak...

Tubuh Ustadza Dwi terjerembab diatas tempat tidurnya yang empuk, tampak bibir bagian bawahnya sedikit berdarah akibat tamparan Pak Bejo.

Satu persatu Pak Bejo menanggalkan pakaiannya, membuat Ustadza Dwi makin ketakutan. Ia berusaha bangkit dari tempat tidurnya tapi entah kenapa rasanya sulit sekali, mungkin sanking takutnya Ustadza Dwi sehingga ia tidak mampu lagi untuk bergerak.

Pak Bejo berjalan sembari memamerkan kontolnya yang besar, terutama di bagian kepala pionnya yang di sunat berwarna coklat tua.

"Jangan kemari... Jangan Pak..." Histeris Ustadza Dwi.

Pak Bejo naik keatas tempat tidur. "Ckckck... Jangan takut, Bapak cuman mau mengajak Bu Ustadza senang-senang." Ucap Pak Bejo yang terdengar sangat menjijikan di telinga Ustadza Dwi.

"Astaghfirullah..."

"Cantik sekali Bu Ustadza ini." Komentar Pak Bejo sembari membelai pipi Ustadza Dwi. "Sayang sekali kalau tidak di nikmati." Sambungnya lagi.

"Tolooong... Lepaskan saya Pak..." Mohon Ustadza Dwi. Ia kembali meronta-ronta ketika Pak Bejo mendekap tubuhnya.

Air mata Ustadza Dwi tak terbendung ketika Pak Bejo berusaha mencium bibirnya. Ia mencoba menghindar sebisanya, tapi sangat sulit karena Pak Bejo menahan pergerakan wajahnya.

Bibir hitam Pak Bejo melahap bibir Ustadza Dwi, ia mengulumnya dengan rakus tanpa ada perlawanan berarti dari Ustadza Dwi.

Tangan kanannya turun kebawah, ia menangkup payudara Ustadza Dwi dan meremasnya dengan amat kasar, membuat Ustadza Dwi merintih kesakitan. Rasanya ia ingin mati saja hari ini dari pada menyerahkan kesuciannya kepada Pak Bejo.

"Tetek Ibu empuk sekali! Hehehe..." Racau Pak Bejo, di sela-sela mencium bibir Ustadza Dwi.

"Tidaaaaak... Eehmm... Lepaskan... Hhmmpsss..." Rintih Ustadza Dwi.

Dekapan Pak Bejo semakin erat. "Diam... Saya mau masukin kontol dulu." Bentak Pak Bejo yang terlihat kesulitan saat mencoba memasukan kontolnya ke dalam lobang peranakan Ustadza Dwi.

"Jangaaan Pak... Lepaskan saya..." Melas Ustadza Dwi.

Plaaaakkk... Plaaak.... Plaaak...

Kembali Pak Bejo menampar wajah Ustadza Dwi membuat Ustadza Dwi terdiam menahan sakit di wajahnya yang memerah.

Dengan kasarnya ia menjambak jilbab sekaligus rambut Ustadza Dwi.

"Jangan mencoba melawan saya." Bentak Pak Bejo.

Istri Soleha itu tampak makin histeris. "Tolong Pak, lepaskan saya..." Mohon Ustadza Dwi yang kian merasa frustasi dengan kondisinya saat ini.

"Nanti juga Ustadza keenakan." Ejek Pak Bejo.

Kedua tangan Pak Bejo membuka paksa kedua kaki Ustadza Dwi, kemudian dia kembali mencoba memasukan kemaluannya ke dalam lobang surgawi milik seorang Ustadza alim.

Ustadzah Dwi tidak mau menyerah, ia meronta-ronta dengan sisa-sisa tenaganya.

"Aahkkk..." Pekik Ustadza Dwi.

Dengan tusukan keras dan terukur, kontol Pak Bejo bersemayam di dalam lobang vagina Ustadza Dwi. "Akhirnya masuk juga." Racau Pak Bejo, dengan wajah meringis keenakan.

"Cabut Pak... Cabut..." Jerit Ustadza Dwi.

Tapi tentu saja Pak Bejo tidak memperdulikannya, dengan senyum menyeringai ia mengayunkan pinggulnya maju mundur, maju mundur, berulang-ulang kali tanpa jeda, membuat Ustadza Dwi semakin frustasi dengan apa yang ia hadapi saat ini.

Ustadza Dwi tidak menyangkah kalau dirinya akan menjadi korban pemerkosaan dari seorang penjaga kandang ayam.

"Seperti dugaan saya, Memek Ustadza seret kayak perawan." Celoteh Pak Bejo yang tampak menikmati jepitan memek Istri dari Ustad Hendra.

"Biadab... Lepaskan saya."

Pak Bejo tertawa senang melihat kegetiran di wajah Ustadza Dwi. "Pria biadab ini akan membuat Ustadza menggeliat keenakan." Ejek Pak Bejo, membuat Ustadza Dwi makin sakit hati.

Tangan kanan Pak Bejo terjulur kedepan, ia meraih payudara Ustadza Dwi yang berukuran 34D, ia meremas-remasnya seperti tengah mengadon gandum. Kedua jarinya sesekali menarik kasar puting Ustadza Dwi yang berwarna kecoklatan.

Ustadza Dwi membanting kepalanya ke kiri dan kanan, ia mulai tak tahan dengan setiap rangsangan yang ia terima dari Pak Bejo.

Bahkan Pak Bejo dapat merasakan hangatnya cairan cinta yang menyelimuti batang kemaluannya.

"Sudah mulai basah ya Ustadza! Hehehe..." Ledek Pak Bejo kepada wanita berusia 27 tahun itu.

"Aaahkk... Hah... Hah... Lepaskan saya... Ughkk... Aaahkk... Pak... Aaahkk..." Erang Ustadza Dwi, ia tidak mengerti kenapa tubuhnya mulai mengkhianati dirinya.

"Enak ya Bu Ustadza! Ckckck..."

Pak Bejo makin mempercepat laju kontolnya, ia mengaduk-aduk tanpa ampun lobang peranakan Ustadza Dwi yang semakin membanjir. Sesekali ia mencium bibir Ustadza Dwi, memanggutnya nikmat membuat Ustadza Dwi makin di buat belingsattan.

Tubuh Ustadza Dwi bergetar hebat, memeknya tiba-tiba mengalami kontraksi hebat.

"Oughk...." Ustadza Dwi melolong panjang.

Pada saat bersamaan Pak Bejo mencabut kontolnya, dan membuka lebar kedua tungkai kaki Ustadza Dwi sembari memandangi memek Ustadza Dwi yang berkedut-kedut sembari menyemburkan cairan bening dengan jumblah yang cukup banyak.

Pak Bejo tersenyum sumringah melihat korbannya yang berhasil ia buat orgasme. Sementara Ustadza Dwi tidak mampu menghentikan cairan yang keluar dari lobang peranakannya.

"Bu Ustadza ini tadi teriak gak mau, sekarang malah terkencing-kencing." Ledek Pak Bejo.

Ustadza Dwi memalingkan wajahnya, sembari merapatkan kedua pahanya. "Pergi Pak... Pergi dari rumah saya." Usir Ustadza dengan suara gemetar.

"Loh kok saya di suruh pergi Ustadza, sayakan belum selesai." Ledek Pak Bejo. "Jangan munafik Ustadza, saya tau kalau Ustad Hendra itu lemah." Ejek Pak Bejo, yang membuat Ustadza Dwi sangat tersinggung.

Pak Bejo menarik tubuh Ustadza Dwi, memposisikan Ustadza Dwi tidur menyamping menghadap kearahnya. Tangannya yang gempal mengait satu kaki Ustadza Dwi, sementara tangan satunya lagi menuntun kontolnya kearah memek Ustadza Dwi yang tengah mekar.

Dengan sisa-sisa tenaganya Ustadza Dwi tetap mencoba meronta-ronta, tapi usahanya sama sekali tidak membuahkan hasil.

Dengan senyum mengejek Pak Bejo menggesek-gesek batang kemaluannya di bibir kemaluan Ustadza Dwi yang siap untuk kembali ia hujami dengan kontolnya yang berukuran cukup besar itu.

"Jangan masukan lagi Pak." Mohon Ustadza Dwi.

Perlahan tanpa bisa di cegah, kepala kontol Pak Bejo kembali menerobos masuk ke dalam lobang memek Ustadza Dwi.

Memeknya yang sudah basah mempermuda laju kontol Pak Bejo.

"Eenggkk..." Lenguh Ustadza Dwi.

Lagi-lagi Pak Bejo menyeringai. "Enakkan Ustadza? Hehehe..." Goda Pak Bejo sembari menggerakan pinggulnya maju mundur.

"Sudah Pak... Aaahkk... Sudah..."

"Ughk... Enaknya memek Ustadza." Racau Pak Bejo, telapak tangannya mencengkram erat bongkahan pantat Ustadza Dwi.

Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss...

Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss...

Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss...


Bagaikan mesin jahit, hujaman kontol Pak Bejo tanpa jeda dan sangat cepat, menusuk-nusuk tanpa ampun, mengebor liang senggama Ustadza Dwi yang semakin basah seakan baru saja di guyur hujan.

Wajah cantik Ustadza Dwi merona merah, wanita bersuami itu tidak mengerti dengan tubuhnya sendiri. Ia mencoba mengabaikan rasa nikmat itu, tapi gagal.

"Aaahkk... Aaahkk... Aaahkk..."

"Enakkan Ustadza? Hehehe... Saya yakin kontol Suami Ustadza tidak akan bisa membuat Ustadza seenak ini. Akui saja Ustadza." Ledek Pak Sobri, yang tanpa henti terus merendahkan derajatnya.

"Hah... Bapaaak... Aaahkk... Aaahkk..." Lenguh Ustadza Dwi.

Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss...

Di posisi ini Pak Bejo dapat menikmati kecantikan wajah Ustadza Dwi yang tengah berusah melawan rasa nikmat yang ia berikan.

Pak Bejo kembali mendekap kepala Ustadza Dwi, ia melumat kasar bibirnya yang merah, sembari menarik tubuhnya hingga tubuh Ustadza Dwi kini berada diatas tubuhnya. Dengan gerakan menghentak kontol Pak Bejo menghunus dalam memek Ustadza Dwi.

Tubuh indah Ustadza Dwi yang bermandikan keringat telonjak-lonjak diatas selangkangan Pak Bejo. Wanita alim itu sudah tidak tahan lagi.

Bahkan tanpa sadar Ustadza Dwi mulai menggerakkan pinggulnya naik turun dengan sendirinya, menyambut setiap tusukan tajam dari kontol si pria gempal menjijikan tersebut.

"Goyang lebih hot Bu." Perintah Pak Bejo.

Bagaikan kerbau yang di cocok hidungnya, pantat Ustadza Dwi yang semok semakin liar bergerak diatas selangkangan Pak Bejo.

Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss...

Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss...


Suara benturan kedua kelamin mereka terdengar begitu indah, seindah pemandangan yang ada di dalam kamar pengantin itu.

Ya Tuhan.... Aaahkk... Maafkan aku... Maafkan hamba mu ini... Jerit hati Ustadza Dwi.

Tubuh indahnya menggeliat diatas selangan Pak Bejo, dan beberapa detik kemudian ia kembali melolong nikmat, seiring dengan sentakan pinggul Ustadza Dwi sembari menyemburkan cairan cintanya yang begitu banyak dan sangat deras.

Ustadza Dwi roboh kesamping tempat tidur dengan nafas terputus-putus. Tampak payudaranya berayun pelan mengikuti irama nafasnya.

"Mantab sekali Ustadza, hehehe..." Ledek Pak Bejo.

Di sampingnya Ustadza Dwi hanya bisa menangis. "Sudah cukup Pak, Hiks... Hiks... Hiks..." Melas Ustadza Dwi, harga dirinya benar-benar hancur hari ini.

"Saya belum keluar." Ujar Pak Bejo.

Dia menarik tubuh Ustadza Dwi, dan memintanya untuk menungging. Ustadza Dwi yang sudah terlalu lelah hanya pasrah menerima perintah dari pria gempal yang ada di dekatnya saat ini. Ustadza Dwi sadar, tubuhnya kini sudah menjadi milik Pak Bejo.

Sembari mencengkram pantat Ustadza Dwi, Pak Bejo mendorong kontolnya masuk kembali ke dalam lobang memek Ustadza Dwi.

Bleeesss...

Dengan satu dorongan, kontol besar berbentuk palu itu menghunus kembali ke dalam memek Ustadza Dwi.

Plaaaak...

"Mantab sekali memek Ustadza." Puji Pak Bejo menampar pantat semok nan putih milik Ustadza Dwi yang telah bermandikan keringat.

"Aaahkk... Pelan-pelan Pak!" Lenguh Ustadza Dwi.

Dengan gerakan perlahan Pak Bejo kembali menghujami kontolnya ke dalam cela sempit memek Ustadza Dwi, ia menikmati setiap gesekan antara kontolnya dengan dinding vagina Ustadza Dwi.

Sembari menyodok-nyodok memek Ustadza Dwi dari belakang, tangannya menjulur kebawah meraih payudara Ustadza Dwi yang bergelantungan.

Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss...

Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss...

Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss...


"Yeaaah... Aaahkk... Hah... Hah... Hah..."

Plaaaakkk.... Plaaaak... Plaaaak...

"Memek Ustadza Enak... Oughkk... Nikmatnya memek Istri Ustad Hendra." Racau Pak Bejo di sela-sela menyetubuhi Ustadza Dwi.

"Ya Tuhan... Aaahkk... Aaahkk... Hah..."

Semakin lama Pak Bejo makin mempercepat laju kontolnya keluar masuk, keluar masuk dengan cepat menghujami memek Ustadza Dwi.

"Saya keluar Ustadza..." Jerit Pak Bejo.

Wajah Ustadza Dwi tampak panik ketika mendengarnya. "Jangan di dalam Pak... Aaahkk... Aaahkk..." Jerit Ustadza Dwi dengan tubuh yang telonjak-lonjak ke depan.

"Saya ingin tau apakah saya bisa menghamili Ustadza, hahaha..." Pak Bejo tampak kegirangan saat tau kalau dirinya sebentar lagi akan menanam benih di dalam rahim Ustadza Dwi.

"Jangaaan Pak... Ya Tuhaaan... Aarrtt..."

Croooottss... Croootss... Croootss...

Seeeeeeeeeeeeeeeerrrr...


*****

Ustadza Dwi masih meringkuk diatas tempat tidurnya, tubuhnya yang bermandikan keringat terlihat begitu indah di matanya tua Pak Bejo. Beberapa kali Pak Bejo tersenyum girang karena telah berhasil mencicipi tubuh Ustadza Dwi.

Sementara sang Ahkwat terlihat benar-benar terpukul dengan musibah yang baru saja menimpanya. Ia menangis dalam kesedihan yang mendalam.

"Jangan coba-coba lapor ke orang lain! Atau kalian satu keluarga akan saya bunuh." Ancam Pak Bejo.

Wajah cantik Ustadza Dwi tampak panik mendengarnya. "Jangan sentuh keluarga saya Pak." Ujar frustasi Ustadza Dwi.

"Keluarga Ustadza aman, selama Ustadza mau patuh dengan perintah saya." Pak Bejo menyeringai, sembari mengelus paha mulus Ustadza Dwi.

"Astaghfirullah... Hiks... Hiks... Hiks..."

"Saya pulang dulu, nanti kita ketemu lagi... Hehehe... Memek Ustadza memang juara." Bisik Pak Bejo.

Kemudian dengan raut wajah penuh kebahagian, pria gempal itu pergi meninggalkan Ustadza Dwi yang menangis semakin keras. Pak Bejo tertawa membayangi apa saja yang akan ia lakukan kepada Ustadza Dwi untuk pertemuan selanjutnya.

Sementara Ustadza Dwi sendiri sadar kalau dirinya kini telah menjadi milik Pak Bejo, ia tidak sanggup membayangkan apa yang akan di lakukan Pak Bejo kedepannya kepada dirinya.

"Tuhan... Selamatkan hambamu." Jerit frustasi Ustadza Dwi.

Ia menangis sendirian di dalam kamarnya selama hampir satu jam, tangisnya baru berhenti ketika ia mulai kelelahan dan akhirnya tertidur.

Ustadza Dwi berharap apa yang terjadi kepadanya hari ini hanyalah sebuah mimpi.

*****


Laras

Laras berdiri mematung di depan cermin, menatap pantulan dirinya dengan tidak percaya atas perubahan yang terjadi kepada dirinya. Sebagai seorang Muslimah Laras tau betul hukumnya berzinah bagi seorang wanita yang telah bersuami.

Tetapi sebagai seorang wanita, Laras juga tidak bisa membohongi perasaannya setelah beberapakali dirinya di nodai oleh Daniel.

Apa kata orang lain seandainya mereka tau, seorang Istri dari Kiai pesantren telah berzina dengan keponakannya sendiri, apa kata keluarganya nanti, dan apa yang akan di lakukan KH Umar, selaku suaminya andai tau dirinya telah berzina dengan keponakannya.

Laras mengambil sebuah benda kecil berbentuk persegi panjang yang terdapat dua garis merah di sana, menandakan kalau ia saat ini tengah berbadan dua. Perasaan Laras benar-benar campur aduk, antara malu dan berdosa.

Di saat ia sedang sibuk memikirkan anak yang kini berada di dalam kandungannya, tiba-tiba pintu kamarnya terbuka. Dari pantulan cermin, Laras melihat sosok Daniel memasuki kamarnya dengan senyuman manis yang menghiasi bibirnya.

Haruskah dia memberitahu pemuda itu kalau ia tengah mengandung anak mereka saat ini?

"Amma..." Panggil Daniel.

Laras tertunduk lemas, ia masih memegangi hasil tespack dengan wajah tertunduk.

Daniel mendekatinya, dan melihat kearah benda kecil yang ada di tangannya. Tanpa ada penolakan, Laras membiarkan Daniel mengambil hasil testpack tersebut dari tangan Laras.

Daniel kembali tersenyum. "Selamat Amma, akhirnya Amma benar-benar akan menjadi seorang Ibu." Bisik Daniel, seraya memeluk Laras dari belakang.

"Hikss... Hikss... Hikss..." Tubuh Laras terguncang, ia sadar betul kalau anak yang ia kandung saat ini adalah anak hasil perbuatan zinanya bersama Daniel.

"Kenapa Amma menangis?" Bisik Daniel.

Laras menyapu air matanya. "A-Amma mengandung anak haram." Lirih Laras, hatinya sakit, ia belum bisa menerima kalau dirinya kini telah berbadan dua.

"Anak ini tidak bersalah! Dan... Amma juga tidak salah..." Ujar Daniel.

"Kamu puas Dan?"

Daniel mengangguk. "Iya, aku puas karena akhirnya aku bisa membuat Amma memiliki seorang anak, yang lahir langsung dari rahim Amma." Jawab Daniel di luar dugaan Laras. "Seharusnya Amma bahagia bukan malah bersedih seperti ini, bukannya Amma ingin punya anak langsung dari rahim Amma?" Kata Daniel meyakinkan Laras.

"I-iya... Tapi..."

"Tidak perduli bagaimana caranya, tidak perduli benih siapa yang Amma kandung, tapi yang pasti, anak ini adalah darah daging Amma sendiri." Nasehat Daniel.

Laras terdiam mendengarnya. Benar apa yang di katakan Daniel, siapapun Bapaknya, benih yang ada di dalam kandungannya saat ini adalah anak kandungnya, yang terbentuk dari darah dagingnya. Sebagai seorang wanita seharusnya ia bahagia.

Perlahan kesedihan yang di rasakan Laras mulai menghilang, dan di gantikan dengan perasaan lega yang menyelimuti hatinya.

Akhirnya setelah sekian tahun, mimpinya ingin memiliki anak terwujud, walaupun anak yang ia kandung bukan dari Suaminya, melainkan dari keponakannya sendiri dari hasil Zina.

Daniel menarik dagu Laras, wanita Soleha itu tampak bimbang sembari memandangi Daniel.

"Ini salah Dan..."

Daniel tersenyum, ia mendekatkan bibirnya ke bibir merah Laras, mengecupnya, memanggutnya dengan mesrah. Awalnya Laras hanya diam, tapi lama kelamaan ia mulai membalasnya.

Selama beberapa detik mereka bertukar air liur, layaknya sepasang kekasih yang tengah berbahagia.

"Jangan di sini, hari ini Kiayi Umar pulang, di kamar Azril aja." Bisik Laras.

Daniel mengangguk senang. "Terserah Amma aja, saya siap di manapun." Jawab Daniel, lalu dengan perlahan ia mengangkat tubuh Laras ke dalam gendongannya.

Sembari menggendongnya, Daniel membawa Laras ke dalam kamar Azril. Setibanya di dalam kamar Azril, Daniel menurunkan tubuh Laras dari dalam gendongannya seraya tersenyum bahagia karena akhirnya ia benar-benar bisa menaklukkan Istri KH Umar.

Laras pasrah ketika Daniel kembali memeluk dan memanggut mesrah bibirnya.

"Eehmmmppss... Eehmmmppss... Ehmmppss..."

Walaupun masih ada sedikit penolakan, tapi bukan masalah bagi Daniel, karena ia yakin Tantenya itu mulai menikmati permainannya.

Kedua tangan Daniel turun kebawah, menjamah pantat Laras, membelai dan meremas pantat Laras dengan gemas, membangkitkan birahi sang Ahkwat yang sudah berhasil ia taklukkan.

"Amma cantik sekali..." Puji Daniel.

Laras menatap sebal kearah Daniel. "Cukup Dan... Hentikan semua ini." Mohon Laras, tapi ia diam ketika Daniel menyosor bibirnya.

Tangan kanan Daniel meraih resleting di punggung gamis yang di kenakan Laras, menariknya turun dan melepaskan gamis Laras hingga jatuh kelantai, lalu di lanjutkan dengan melepas pengait bra yang melekat di punggung Laras.

Tanpa mengalami kesulitan, ia berhasil membuka pengait bra Laras dan melepasnya.

Dengan tatapan takjub Daniel memandangi sepasang gunung kembar milik Istri dari salah satu pimpinan pesantren Al-fatah.

"Indah sekali..." Daniel membungkuk hendak melahap payudara Laras.

Laras mencoba menahan pundak Daniel. "Jangan Dan... Aaahkk... Astaghfirullah... Daniel..." Jerit kecil Laras dengan nafas memburu.

"Sruuupsss... Enak Amma... Sluuppss... Sluuuppsss..." Seloroh Daniel sembari menghisap payudara Laras secara bergantian kiri dan kanan, membuat Laras makin hanyut akan buaian birahinya.

Dorongan yang di lakukan Laras kini berubah menjadi sebuah dekapan di kepala Daniel yang tengah menyusu diatas payudaranya. Kepalanya mendongak menikmati puttingnya yang tengah di hisap, alhasil memeknya kian basah sanking nikmatnya.

Puas bermain dengan payudara Laras, Daniel menuntun Laras duduk diatas meja belajar anaknya, ia mengangkat kedua tungkai kaki Laras di pundaknya, sembari membenamkan wajahnya di tengah rimbunnya rambut kemaluan Laras.

Tangan kiri Laras menjadi penopang tubuhnya, sementara tangan Kanannya mencoba menjauhkan wajah Daniel dari selangkangannya.

"Danieeel... Aaahkk... Hah... Hah... Sssttt... Ya Tuhaaan... Aaahkk..." Erang Laras, beberapakali ia menggenggelengkan kepalanya tak tahan dengan sapuan lidah Daniel di kemaluannya.

"Srruuppss... Sluuuppsss... Sluuuppsss... Gurih, enak Amma... Sruuupsss... Sluuuppsss..." Racau Daniel dari sela-sela aktivitasnya.

Jilatan dan sedotan Daniel di bibir kemaluannya membuat tubuh indah Laras menggelinjang, kedua kakinya tampak melejang-lejang, bahkan perutnya sampai keram sanking enaknya.

Lidah Daniel mengitari lobang kemaluan Laras, menjilati clitorisnya dengan lembut.

"Danieeel... Ya Tuhaaan... Aaahkk..." Laras melolong panjang ketika badai orgasme tiba-tiba datang menggulung tubuhnya.

Daniel mengecup beberapa kali memek Laras sembari mengangkat wajahnya. "Gurih... Memek Amma enak banget..." Puji Daniel yang puas mempermainkan kemaluannya

"Cukup Dan..."

"Amma yakin?" Daniel mengelus selangkangannya di depan Laras. "Kita coba sebentar saja, kalau nanti Amma tidak suka, nanti kita bisa berhenti." Bujuk Daniel, sembari menarik turun Laras.

"Hanya sebentar." Lirih Laras menyerah, ia memutar tubuhnya membelakangi Daniel.

Daniel segera membuka celananya, ia menuntun kontolnya kearah memek Laras yang sudah siap menerima kontolnya.

Perlahan Daniel mendorong kontolnya, masuk ke cela sempit memek Laras yang terasa hangat menyambut datangnya kontol Daniel. Mata indah Laras terpejam merasakan kulit kasar kontol Daniel yang tengah menggesek-gesek dinding kemaluannya.

Dengan gerakan perlahan, Daniel mengayunkan pinggulnya, menyodok pelan memek Laras yang terasa semakin licin dan basah.

Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss...

Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss...

Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss...


"Oughk... Aaahkk... Aaahkk..." Desah Laras.

Sembari menggejot Laras dari belakang, Daniel membelai punggung Laras yang bermandikan keringat. "Nikmat sekali Amma... Oughk..." Racau Daniel sembari memacu birahinya.

"Eehmmmppss... Dan... Aaahkk..."

"Mau di teruskan apa berhenti di sini Amma?" Tangan Daniel terjulur kebawah, ia meraih payudara Laras dan meremasnya dengan perlahan.

Tentu saja rangsangan yang di berikan Daniel membuat Laras ragu untuk menghentikannya sekarang. "Se... Sebentar lagi... Aaahkk... Aaahkk..." Desah Laras, ia semakin aktif menggerakan tubuhnya.

Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss...

Mendengar jawaban Laras, Daniel makin bersemangat menghujami kontolnya ke dalam memek Laras, menikmati remasan lembut dinding vagina Laras. Tampak lelehan cairan bening mengalir perlahan dari sela-sela kaki Laras, menandakan kalau Istri KH Umar sudah mendekati puncaknya.

Laras merasakan kontraksi hebat di memeknya, membuatnya makin bergairah mengejar kenikmatan maksimal yang hampir ia dapatkan.

Tapi tiba-tiba Daniel mencabut kontolnya dari selangkangan Laras.

"Dan..." Lirih Laras.

Pantatnya seakan mencari-cari kontol Daniel, tapi dengan santainya Daniel tidak memberikan apa yang di inginkan Laras.

"Pindah keatas tempat tidur aja Amma." Ajak Daniel.

Pemuda itu beranjak kearah tempat tidur Azril, dengan posisi terlentang ia mengocok kemaluannya di hadapan Laras yang tampak masih bimbang.

Sayang imannya kalah akan nafsunya, membuat Laras menyerah dan menghampiri Daniel. Tanpa di minta ia mengangkangi selangkangan Daniel, dengan raut wajah merona merah, ia menuntun kontol Daniel untuk memasuki relung memeknya.

"Oughk..." Lenguh Laras.

Perlahan memek Laras memakan, menenggelamkan kontol Daniel di dalam tubuhnya.

Dengan gerakan perlahan Laras menggoyang tubuhnya diatas selangkangan Daniel, naik turun, naik turun, dan semakin lama semakin cepat dan makin cepat, menghentak sekuat tenaga.

Sanking bersemangatnya, tempat tidur Azril berderit-derit seakan mau roboh. Melihat Laras bersemangat membuat Daniel senang.

"Sstttt... Aaahkk... Lebih cepat Amma... Aaahkk..." Desah Daniel menyemangati.

Laras menggerakan pinggulnya memutar, meremas-remas kontol Daniel. "Aaahkk... Daniel... Hah... Hah... Enaaaak... Aaahkk..." Erang Laras melolong panjang menikmati kontol keponakannya.

"Terus Amma... Terus..." Desak Daniel.

Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss...

Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss...

Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss...


"Danieeel... Ama mau keluar..." Jerit Laras.

Mendengar hal tersebut membuat Daniel bersemangat. Ia menarik tubuh Laras hingga terlentang, berada di bawahnya.

Kini mereka kembali berganti posisi, dengan posisi konvensional, Daniel yang berada diatasnya dapat melihat mata indah Laras yang tampak sayu balik memandangnya, sementara bibir merah Laras tanpa henti mengeluarkan lenguhan-lenguhan manja yang membuat Daniel makin birahi.

"Bareng Amma... Saya juga mau keluar." Kata Daniel.

Laras melingkarkan kedua kakinya di pinggang Daniel dan kedua tangannya di leher Daniel. "Aaahkk... Aaahkk... Sssttt.... Hah... Hah..." Desah Laras.

Daniel mendekatkan bibirnya, ia melumat bibir merah Laras sembari menghentak-hentakkan pinggulnya ke bawah hingga menubruk bagian dalam rahim Laras. Semenit kemudian Daniel merasakan memek Laras mengalami kontraksi, yang kemudian di iringi dengan cairan hangat yang merembes keluar.

Sperma Daniel yang sudah berkumpul di satu titik, langsung ia lepaskan bersamaan dengan orgasme yang di alami Laras.

Croooootttssss.... Croooottss.... Croooottss...

Tubuh keduanya bergetar beberapa saat, melepaskan dahaga birahi mereka berdua.

"Nikmat sekali." Lirih Daniel melepas ciuman mereka.

Laras terdiam membisu, lagi-lagi ia harus mengakui kalau ia menikmati perzinahannya dengan Daniel. "Kumohon ini yang terakhir Daniel." Pinta Laras, ia menyesal tapi ia juga menikmatinya.

"Kenapa Amma? Bukannya Amma juga menikmatinya?" Goda Daniel.

"Ini dosa..."

Daniel memutar tubuhnya ke samping, sembari menatap indahnya mata Laras. "Ada dua cara kalau Amma takut dosa." Ujar Daniel.

"Maksud kamu?"

"Yang pertama kita menikah..." Ajak Daniel, membuat Laras tersentak kaget mendengarnya.

Dengan sisa-sisa tenaganya Laras beranjak duduk di tepian tempat tidurnya. "Jangan gila kamu Daniel, saya sudah menikah." Kesal Laras.

"Ada satu cara lagi..."

"....." Laras menatapnya diam.

Daniel memeluk Laras, lalu berbisik di dekat telinga Laras. "Amma... Menjadi budak saya! Bukankah seorang budak boleh di gauli." Tawar Daniel, membuat Laras kembali kaget mendengarnya.

"Saya wanita merdeka." Jawab Laras.

Daniel melepas pelukannya ia berlalu mengambil dan mengenakan kembali pakaiannya dengan santai. "Pilihan ada di tangan Amma..." Ujar Daniel seraya tersenyum penuh keyakinan.

"Keluar sekarang Dan..."

Daniel mengangguk seraya memandangi Laras yang tampak enggan membalas tatapan Daniel.

Sebenarnya Daniel bisa membalas sikap Laras dengan sebuah hinaan, mengingat dirinya sudah berapa kali menikmati tubuh tantenya itu, bahkan kini Laras telah mengandung anaknya. Tapi Daniel ingin menaklukan Laras dengan caranya sendiri.

*****


Kartika

12:00

"Waalaikumsalam, hati-hati di jalan mas." Kartika menutup telponnya seraya tersenyum kecil.

Raut wajah kebahagian terpancar jelas di wajahnya yang beberapa hari ini terlihat murung. Setelah satu Minggu ia berpisah dengan sang Suami, akhirnya mereka bisa bertemu kembali, dan selama satu Minggu itu ia terpaksa melayani nafsu binatang mertuanya.

Ada kelegaan yang di rasakan Kartika, ia berharap dengan kembalinya sang Suami, Pak Hasan tidak akan berani macam-macam lagi dengannya.

Segera Kartika keluar dari kamarnya, ia bermaksud ingin menyiapkan makan siang untuk Suaminya. Karena tadi Rifki sempat berpesan agar Kartika memasakkannya masakan yang enak.

"Wangi sekali..." Tiba-tiba Pak Hasan masuk keruang dapur sembari mengendus aroma masakan Kartika.

Kartika tampak kaget melihat Pak Hasan. "Tunggu sebentar Pak, belum siap." Ujar Kartika datar, ia masih berusaha bersikap sopan setelah apa yang di lakukan Pak Hasan satu Minggu belakangan ini.

"Gak apa-apa, Bapak akan setia menunggu." Ujar Pak Hasan.

Kartika mencoba mencicipi gulai ayam masakannya, rasanya pas tidak begitu asin.

Tapi tiba-tiba dari belakang Pak Hasan langsung memeluknya, membuat sendok yang ada di tangannya terlepas sanking kagetnya. Kartika berusaha melepaskan pelukan Pak Hasan.

"Lepasin Pak... Sebentar lagi Mas Rifki pulang." Ujar Kartika mengingatkan mertuanya agar tidak berbuat macam-macam kepadanya.

Tetapi Pak Hasan tidak mengubrisnya, ia malah berusaha mencium Kartika. "Emang kenapa kalau anak Bapak pulang? Kamu takut ketahuan kalau sudah berselingkuh dengan Bapaknya?" Goda Pak Hasan, membuat Kartika kesal.

"Selingkuh? Saya korban pemerkosaan." Geram Kartika.

"Hahaha... Korban? Tapi kamu menikmatinya Nduk! Kira-kira bagaimana perasaan Rifki kalau tau Istrinya menikmati kontol Bapaknya."

"Stop..." Jerit Kartika.

Pak Hasan melepaskan pelukannya ia tersenyum melihat tatapan kebencian Kartika kepada dirinya. Dengan santai Pak Hasan menanggalkan satu persatu pakaiannya hingga ia telanjang bulat.

Buru-buru Kartika memalingkan wajahnya dari tubuh telanjang Pak Hasan.

"Lakukan sekarang, kalau kamu tidak ingin anakku Rifki melihat Bapaknya meniduri Istrinya." Ujar Pak Hasan tenang, dengan sedikit mengancam.

"Astaghfirullah Pak... Sebentar lagi Mas Rifki sampe Pak... Tolong jangan sekarang." Melas Kartika frustasi dengan sikap Mertuanya yang semaunya sendiri tidak perduli dengan kondisi saat ini.

Pak Hasan duduk di kursi makan. "Dia tidak akan tau, kalau kamu cepat bertindak dan tidak mengulur-ulur waktu." Ujar Pak Hasan.

"Tolong Pak..."

"Kamu tidak punya pilihan Nduk... Lakukan sekarang atau kamu akan menyesal."

Tubuh Kartika gemetar, ia benar-benar kesal dengan sikap Mertuanya yang seenaknya saja memintanya untuk melayaninya, padahal sebentar lagi Suaminya akan tiba di rumah, itu artinya resiko mereka begitu besar. Kartika tidak bisa membayangkan kalau Suaminya melihat dirinya ML dengan Bapaknya.

Kartika sadar tidak ada gunanya ia melawan, sehingga ia memutuskan untuk melayani Mertuanya secepat yang ia bisa.

Segera Kartika melepas celemek yang menempel di tubuhnya, kemudia ia berlutut di depan kemaluan Pak Hasan yang tampak belum ireksi sempurna. Jemarinya yang halus menggenggam kontol Pak Hasan.

"Kalau cuman di kocok seperti itu, kamu akan terlambat Nduk." Ujar Pak Hasan mengingatkan.

Kartika menatap benci kearah Mertua, tetapi walaupun begitu ia tetap mengoral kemaluan Mertuanya sembari berharap Mertuanya segera ejakulasi sebelum Suaminya tiba di rumah dan memergoki perbuatan mereka berdua yang tengah berzina.

Perlahan ia Kartika menjilati kontol Pak Hasan yang semakin lama semakin keras, ujung lidahnya menyapu lobang kencing Pak Hasan, membuat tubuh Pak Hasan bergidik geli.

Tidak sampai di situ saja, Kartika juga mencucupi kontol Pak Hasan, membuka mulutnya melahapnya dengan perlahan.

Sluuuppsss... Sluuuppsss... Sluuuppsss... Sluuppss... Sluuppss... Sluuuppsss...

Sluuuppsss... Sluuuppsss... Sluuuppsss... Sluuppss... Sluuppss... Sluuuppsss...

Sluuuppsss... Sluuuppsss... Sluuuppsss... Sluuppss... Sluuppss... Sluuuppsss...


Kepalanya naik turun diatas selangkangan Pak Hasan, mengoralnya dengan rakus sembari memainkan kantung zakarnya yang terasa kencang.

Sesekali ia melakukan deepthroat berharap teknik tersebut membuat Pak Hasan tak tahan dan segera orgasme, tapi usahanya tampak belum menuai hasil, walaupun rahangnya sudah mulai terasa pegal.

Kartika terlihat semakin panik melihat jam di dinding dapurnya yang hampir menunjukan pukul satu siang.

Tanpa banyak berfikir Kartika melepas kancing gamisnya, kemudian menyingkap cup branya. Dengan menggunakan payudaranya ia menjepit kontol Pak Hasan, sembari menggerakannya naik turun yang di kombinasikan dengan jilatan di kepala kontol Pak Hasan.

"Ini cukup enak, tapi tidak cukup untuk membuat Bapak orgasme Nduk." Ujar Pak Hasan.

Kartika tampak khawatir. "Saya mohon Pak! Sebentar lagi Mas Rifki sampe Pak." Melas Kartika yang terlihat sangat frustasi.

"Mungkin kamu bisa mengatakan sesuatu untuk membangkitkan libido Bapak." Saran Pak Hasan, sembari menyapu air mata yang mengalir di pipi mulus Kartika.

Kartika terdiam, ia menggigit bibirnya. Rasanya sulit sekali baginya untuk mengatakan sesuatu yang erotis, mengingat dirinya adalah seorang muslimah. Tetapi Kartika sadar kalau ia tidak punya pilihan. Bisa atau tidak, suka atau tidak, ia harus melakukannya agar Mertuanya makin bergairah.

Kartika memejamkan matanya, mencoba menenangkan dirinya, meyakinkannya atas apa yang akan ia lakukan semua itu demi keluarga kecilnya.

"Ke...kemaluan Bapak enak..." Lirih Kartika.

Pak Hasan menggelengkan kepalanya. "Ucapanmu malah membuat Bapak jadi gak mod." Ujar Pak Hasan, sembari menghela nafas.

"Kontol... Kontol Bapak enak..."

"Na begitu... Ayo coba lagi, yang lebih hot..." Ujar Pak Hasan menyemangati Kartika.

Kartika semakin cepat menggerakan payudaranya naik turun. "Kontol Bapak besar... Enak... Kartika suka kontol Bapak..." Puji Kartika yang semakin lancar, membuat Pak Hasan senang.

"Uughk... Kamu suka kontol Bapak Nduk."

"Suka Pak... Kontol Bapak enak..." Kartika menjulurkan lidahnya menjilati kepala kontol Pak Hasan.

"Enakkan kontol siapa Nduk, antara Bapak dan Suamimu?" Pancing Pak Hasan, membuat Kartika sempat terdiam beberapa saat.

"Ko... Kontol Bapak... Kontol Bapak lebih enak dari pada kontol Mas Rifki." Maafkan aku Mas... Aku terpaksa melakukan ini semua...

"Aaahkkk... Nduk... Kamu membuat Bapak semakin bergairah." Racau Pak Hasan.

Kartika yang merasa memiliki harapan, semakin cepat mengoral kontol Pak Hasan dengan payudaranya, hingga tangan dan payudaranya mulai terasa pegal dan panas, tetapi Pak Hasan belum juga terlihat akan segera orgasme, membuat Kartika semakin panik.

Mereka sempat bertatapan sebentar, dari tatapan Pak Hasan, Kartika mengerti kalau pria itu menginginkan dirinya untuk melakukan hubungan intim.

Kartika akhirnya menyerah. "Maafkan aku Mas... Maafkan aku..." Jerit Kartika, tubuhnya terguncang beberapa saat.

Pak Hasan terlihat sama sekali tidak merasa kasihan melihat menantunya yang tampak frustasi, ia malah terlihat semakin senang melihat Kartika yang menderita akibat perbuatannya.

Segera Kartika kembali berdiri, ia menarik celana legging berikut dalamannya.

"Inikan yang Bapak mau?" Geram Kartika.

Pak Hasan dengan santainya menepuk pahanya. "Waktu kita sangat sempit, jangan buang-buang waktu kecuali kamu ingin melihat Suamimu menjadi gila." Ujar Pak Hasan tenang.

"Suamiku anakmu juga Pak."

"Sudah jam satu siang..." Celetuk Pak Hasan.

Kartika menghela nafas, wanita Soleha itu sadar tidak ada gunanya berdebat dengan Mertuanya.

Kedua tangan Kartika gemetar ketika ia harus menarik keatas gamisnya. Dengan perlahan ia menurunkan pantatnya dengan posisi membelakangi Mertuanya, karena ia tidak ingin melihat senyum di wajah Pak Hasan yang merasa menang terhadap dirinya.

Awalnya Kartika terlihat kesulitan karena kontol Pak Hasan tidak bisa diam. Sembari menahan nafas Kartika memegang kontol Pak Hasan mengarahkannya tepat di depan bibir kemaluannya yang tidak cukup basah untuk menerima kehadiran kontol Pak Hasan.

"Pelan-pelan saja dulu Nduk." Nasehat Pak Hasan.

Kartika merasa muak mendengarnya. "Sssttt... Aaahkk... Aaahkk..." Lenguh Kartika yang tampak kesulitan memasukan kontol Pak Hasan.

"Masuk Nduk... Tekan..."

Kartika menekan pinggulnya kebawah, merasakan kepala kontol Pak Hasan yang menyeruak masuk ke dalam lobang peranakannya. Bleeesss... Kontol Pak Hasan tertancap penuh di dalam memeknya.

Sejenak Kartika tidak melakukan apapun, ia mencoba beradaptasi terlebih dahulu.

Walaupun ini bukan kali pertama memeknya di masuki kontol Pak Hasan, tetapi tetap saja Kartika selalu merasa kagok saat merasakan keberadaan kontol Pak Hasan di dalam tubuhnya. Karena ukuran kontol Pak Hasan yang tidak hanya panjang tapi juga gemuk.

Memek Kartika dalam sekejap terasa penuh, ia dapat merasakan kedutan kontol Pak Hasan yang tengah terhimpit oleh dinding kewanitaannya.

Setelah di rasa cukup, barulah Kartika menggerakan pinggulnya naik turun dengan perlahan diatas pangkuan Pak Hasan. Saat ia menarik pinggulnya keatas, ia dapat merasakan bibir kemaluannya iku ketarik keluar dan gesekan kasar antara kedua kelamin mereka, dan saat ia menurunkan pinggulnya, ia dapat merasakan kemaluannya ikut ketarik ke dalam dan ia juga merasakan kepala kontol Pak Hasan yang menubruk rahimnya.

"Uughkk... Hah... Hah... Aaahkk... Aaahkk." Lengu Kartika.

"Ooh... Enaknya memek kamu Nduk."

Kartika memejamkan matanya, merasakan nikmatnya tekstur kontol Pak Hasan yang terasa pas untuk memeknya. "Oughk... Pak! Aaahkk... Hah... Hah..." Erang Kartika tanpa sadar.

Kedua tangan Pak Hasan melingkar ke depan, dia menangkup kedua payudara Kartika, meremasnya dengan perlahan sembari memainkan puting Kartika yang tampak mulai mengeras, alhasil rangsangan yang di dapat Kartika membuatnya makin bergairah.

Seakan lupa akan tujuannya, Kartika seperti kesetanan, ia menggerakan pinggulnya naik turun, maju mundur dan sesekali berputar.

"Aaahkk.... Aaaahkk... Aaaahkk..."

"Enak ya Nduk... Hehehe... Ayo puaskan dirimu Nduk, Rifki tidak akan mampu membuat kamu keenakan seperti ini." Bisik Pak Hasan.

Kartika berusaha menyadarkan dirinya, tapi gagal sanking nikmatnya. "Ya Tuhaaan... Aaahkk... Ssssttt... Hah... Hah..." Desah Kartika sembari menggerakan tubuhnya menggeliat diatas pangkuan Pak Hasan.

Tangan kanan Pak Hasan turun menuju perut rata Kartika, ia membelainya perlahan sembari terus turun menuju rambut kemaluan Kartika.

Kartika yang sudah terlanjur birahi tidak begitu perduli dengan apa yang di lakukan Pak Hasan, bahkan ia terkesan menikmatinya. Matanya merem melek ketika jemari Pak Hasan menggosok-gosok clitoris Kartika yang membengkak.

Seeeeeeeeeeeeeeeerrrr....

Tiba-tiba tubuh Kartika melejang-lejang, kedua kakinya gemetar dengan pinggul yang tersentak-sentak. Kartika merasakan kenikmatan yang luar biasa, hingga terasa ke ubun-ubun.

"Oughk..." Lenguh Kartika.

Creeettss... Creeettss... Creeettss...

"Host... Host... Huh... Hah... Hah..."

"Enak banget ya Nduk? Hehehe..." Goda Pak Hasan, membuat Kartika merasa sangat malu.

"Sudah ya Pak..." Melas Kartika.

Pak Hasan tersenyum kecil. "Loh, saya belum keluar Nduk, kok sudahan." Tolak Pak Hasan, membuat Kartika kembali di hantui rasa khawatir.

Ia melihat kearah jam dinding yang sudah menunjukan pukul satu lewat tiga puluh menit lebih, itu artinya tidak lama lagi Suaminya akan tiba di rumah, bisa gawat kalau Suaminya memergoki dirinya yang masih sedang melayani mertuanya.

Sementara Kartika sudah tidak tau lagi bagaimana caranya untuk sesegera mungkin untuk membuat Mertuanya ejakulasi.

Tidak ada waktu lagi, itulah yang ada pikiran Kartika saat ini.

Ia memutar tubuhnya menghadap kearah Pak Hasan, yang seakan tengah menunggu aksi lanjutan dari Kartika yang tampaknya sudah kehabisan ide untuk membuat Mertuanya ejakulasi.

Kembali Kartika duduk di pangkuan Pak Hasan, ia menggenggam kontol Pak Hasan, mengarahkan kontol Pak Hasan kearah anusnya. Ya... Kartika memilih lobang pantatnya untuk menuntaskan birahi mertuanya, dan ia berharap kali ini berhasil.

"Oughk..." Lenguh Kartika.

Pak Hasan memeluk pinggang Kartika. "Hehehe... Kamu tau aja apa yang Bapak mau." Ujar Pak Hasan kegirangan karena bisa menganal menantunya.

"Sssttt.... Nikmati Pak! Aaahkk... Ini untuk Bapak..." Goda Kartika, memancing birahi Pak Hasan agar segera ejakulasi.

"Pantat kamu sempit Nduk."

Dengan sisa-sisa tenaganya Kartika menggerakan pinggulnya, memanjakan kontol Mertuanya melalui jepitan lobang anusnya.

Selain melakukan gerakan erotis, Kartika juga memancing birahi mertuanya lewat kata-kata manja yang sangat tidak pantas bagi seorang wanita Soleha untuk mengatakannya.

Pak Hasan mendekatkan wajahnya di payudara Kartika yang menganggur lalu melahap.

"Ughkk... Enak Pak! Aaahkk... Hisap putingku Pak! Aaahkk... Aaahkk..." Jerit Kartika sembari berayun-ayun diatas pangkuan Pak Hasan.

Plooookkkss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss...

Plooookkkss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss...

Plooookkkss... Plooookss... Plooookss... Plooookss... Plooookss...


Secara bergantian Pak Bejo melahap payudara Kartika, kiri dan kanan. Sementara Kartika bekerja lebih keras, berharap Pak Bejo segera melepaskan lahar panasnya di dalam anusnya.

Ketika mereka lagi panas-panasnya, tiba-tiba terdengar suara ketukan pintu.

"Assalamualaikum..."

"Ya Tuhan..." Wajah cantik Kartika tampak pucat pasi.

Pak Hasan tersenyum, lalu dia mengangkat tubuh Kartika tanpa melepaskan kontolnya dari memek Kartika. Ia membawa Kartika ke depan pintu rumah mereka.

Kartika menggelengkan kepalanya, ia benar-benar ketakutan saat ini.

"Jangan berisik..." Bisik Pak Hasan.

Kartika mendekap mulutnya ketika Pak Hasan mengayun-ayunkan tubuhnya di dekat pintu rumahnya. Kini dirinya dan Suaminya hanya di pisahkan oleh daun pintu, andai pintu itu terbuka, maka tamatlah sudah riwatnya.

Beruntung pintu rumahnya terkunci sehingga Suaminya tidak bisa langsung masuk.

"Stop Pak... Aaahkk... Di luar ada Mas Rifki." Melas Kartika.

"Sebentar lagi..."

Kartika menggelengkan kepalanya, ini sudah gila... Sangat gila...

Tapi anehnya kondisi menegangkan tersebut malah membuat Kartika makin terbakar api birahi. Rasa nikmat yang di rasakannya menjadi berlipat-lipat. Dan benar saja, tanpa bisa ia tahan, lagi-lagi Kartika mencapai puncak orgasmenya.

"Nduk... Bapak jugar keluar." Bisik Pak Hasan.

Croooottts... Croooottss... Croooottss...

Akhirnya yang di tunggu-tunggu datang juga, Kartika dapat merasakan hangatnya sperma Pak Hasan di dalam lobang anusnya.

Pak Hasan menurunkan tubuh Kartika, ia tersenyum puas setelah kembali bisa menganal Kartika.

"Tadi itu enak sekali Nduk...!" Bisik Pak Hasan.

Pria tua itu segera pergi meninggalkan mereka, sementara Kartika terlihat sibuk merapikan kembali gamisnya. Kartika terlihat panik, sanking paniknya ia lupa rasa nikmat yang baru saja ia dapatkan. Setelah mengusap keringat di wajahnya, barulah Kartika membukakan pintu rumahnya.

Rifki sempat heran melihat raut wajah Istrinya yang merona merah.

"Waalaikumsalam Mas." Jawab Kartika.

Rifki tersenyum hangat. "Dari mana aja kamu sayang, kok lama buka pintunya?" Tanya Rifki, membuat Kartika kembali panik.

"A-anu mas... Itu..."

"Sayang kamu kenapa si? Kok kayak pencuri yang habis ketangkap basah." Kata Rifki lembut, ia meraih tangan Istrinya yang tampak gemetar.

"Gak apa-apa kok Mas... Ehmm... Aku lagi masak, belum selesai..." Ujar Kartika sembari memaksakan diri untuk tersenyum.

"Oh ya... Kamu masak apa Dek."

"Gulai ayam, kesukaan kamu Mas." Jawab Kartika yang kini terlihat lebih tenang.

Mendengar hal tersebut membuat Rifki bersemangat. "Jadi lapar, Mas mau langsung makan." Ujar Rifki hendak pergi ke dapur.

"Eh Mas..."

Buru-buru Kartika menghentikan Suaminya, Kartika baru ingat kalau pakaiannya dan Pak Hasan masih tertinggal di dapur.

"Kenapa Dek..."

"Hmmm... Mas mandi aja dulu, keringat... Bauk." Ujar Kartika manja. Rifki mencium aroma tubuhnya, dan raut wajah Rifki mendadak berubah.

"Hehehe... Ya udah Mas mandi dulu ya Dek, tolong kamu siapkan makanannya." Ucap Rifki membuat Kartika merasa legah. "Oh ya Dek, sekali ajak Bapak ya." Tambah Rifki, Kartika mengangguk sembari menyembunyikan kesedihannya.

Selepas kepergian Suaminya, Kartika segera kembali ke dapur untuk membereskan bukti sisa-sisa persetubuhannya bersama Pak Hasan.

Sebagai seorang istri, Kartika merasa sangat kotor, ia merasa tidak pantas menjadi Istri Rifki. Ia merasa telah mengkhianati janji suci pernikahan mereka, walaupun ia melakukan persetubuhan tersebut karena di paksa oleh Mertuanya.

Kartika hanya berharap mimpi buruk ini segera berakhir.

*****
Suwun updatesnya ...to be countinue
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd