Setelah berkutat cukup lama akhirnya Puut memutuskan untuk membawa novel aliran Barat yang bertema misteri dan satu lagi bertema fiksi. Disusul dengan barang2 penting lainnya, ia pun selesai merapihkan sebagian. Tinggal beberapa pakaian dan merapihkan beberapa sisi agar semuanya muat, ia pun sudah siap untuk berangkat nanti. Setelah membereskan barangnya, ia merasa sedikit lelah. Puput pun memutuskan untuk membuka laptopnya dan memutar lanjutan drama Korea nya kemarin sambil duduk di kursi meja baca nya. Hari ini adegan sudah semakin menarik karena mulai memasuki ‘rising action’ menuju ‘climax’. Sambil ditemani oleh sekotak susu stroberi kesukaannya, ia terliaht begitu serius melihat tayangan si pemeran utama yang sedang berdebat dengan salah satu pemeran wanita yang sibuk mencegahnya bertindak gegabah. Percakapan berbahasa Korea dengan teks yang sama dengan suara yang dikeluarkan dibagian bawah sangat diperhatikan dengan detil oleh Puput. Ia memang belakangan ini biasa menonton drama Korea dengan subjudul bahasa yang sama agar membuatnya juga belajar disamping mencatat percakapan yang diucapkan.
“그냥 좋은 사업이야…”
“무슨 얘기를 하는 건가요!? 당신은 지금 악마와 거래하고 있습니다!”
“난 상관 없어. 그녀를 만날 수 있는 유일한 기회다.”
“너 미쳤어!!!”
Pedebatan murni bahasa dan subjudul bahasa Korea hanya dimengerti seorang oleh Puput. Kurang lebih adegan tersebut memperlihatkan tokoh utama, si detektif, dan tokoh pendukung yaitu seorang perempuan yang berpakaian formal sama dengan si tokoh utama sedang berdebat sengit membicarakan rencana untuk bertemu dengan si tokoh pemran antagonis utama. Cara yang tokoh utama terlihat sangat tidak disetujui oleh si perempuan. Percekcokan semakin memanas ketika si perempuan mulai menampar pipi sang tokoh utama. Sontak ia pun hanya diam saja sambil merasakan betapa perih pipinya diberikan tamparan keras oleh si perempuan yang tidak habis pikir dengan rencana si pemeran utama.
Adegan selanjutnya tentu sudah bisa ditebak si perempuan meneteskan air mata sambil menatap nalar bergetar. Tidak tega melihat si perempuan menangis, ia pun memeluknya perlahan. Isakan tangis pun mulai terdengar semakin jelas dengan suara si perempuan yang bergetar mengucapkan kata tanpa henti. Sekali lagi, hanya Puput lah yang mengerti maksud mereka berdua disana.
Semakin lama adegan semakin terlihat mengarah ke sesuatu yang mencurigakan, begitulah pikir Puput ketika ia mengigit keras sedotan susu stroberi nya ketika melihat si laki2 dan perempuan mulai berciuman intens. Puput jelas melembarkan matanya melihat si laki2 mendorong si perempuan ke tembok lalu menciumnya ganas.
“Owh…” gumam Puput melongo melihat adegan tersebut.
Adegan pun semakin panas dengan mereka yang sudah mulai membuka jas dam kemeja yang dikenakan satu sama lain. Lalu si perempuan mendadak mengerang ketika si laki2 seperti meremas sesuatu di bagian bawah tubuh perempuan yang tidak tertangkap oleh kamera. Mereka berdua sibuk mendesah tanpa ada percakapan lagi sambil sibuk merangsang satu sama lain.
Sementara Puput yang memperhatikan adegan tersebut pun mulai merasa tubuhnya memanas. Ia menutupi setengah wajahnya dengan kaos longgar biru muda nya untuk menutupi rona merah yang semakin terlihat di pipinya.
“Duhhh… gila ya, tau2 adegannya kok kesini2 sihh…”
Puput mengibaskan telapaknya untuk menghilangkan sensasi panas di wajahnya. Ia tentu kaget dengan adanya adegan porno seperti ini di drama Korea favoritnya. Namun tatapannya juga tidak lepas dari setiap permainan si tokoh utama yang sudah terlihat bercinta dengan si perempuan. Puput semakin terlihat gelisah bukan main di kursinya sambil tetap mengibas telapak tangan ke wajahnya.
Untungnya Puput menonton menggunakan ‘earphone’ nya yang dicolok ke laptop, jika tidak suara desahan si perempuan akan terdengar lumayan jelas disana. Namun hal itu malah membuat Puput semakin blingsatan mendengar setiap detil deru nafas bergairah yang mulai merangsang titik sensitifnya. Ia mengigit bibir bawahnya melihat tubuh si pemeran laki2 tersorot kali ini sambil tangan si perempuan mengelus dari bagian atas sampai bawah.
Sontak Puput merasakan sensasi setruman yang familiar di tubuhnya. Terlebih di bagian panggul dan selangkangannya yang semakin terasa ngilu ketika melihat bentuk kekar dari tubuh sang detektif.
“Hhhh… hhhh… hhhh…”
Tanpa sadar deru napas Puput juga ikut memberat. Perlahan ia mulai membayangkan jika dirinya adalah si pemeran perempuan yang sedang “dianiaya seksual” oleh si laki2 tersebut. Semakin ia membayangkan, semakin vaginanya terasa berdenyut keras. Terlihat mulai muncul rembesan lembab di celana dalam warna merah maroon yang ia kenakan. Klitorisnya juga terasa membengkak dan terlihat menyembul tercetak di celana dalamnya. Puput sudah mulai terangsang berat.
“Ck… aduh gw jadi sange gini sih… shhh…” keluhnya sambil mengelus pipi merahnya.
Semakin terdengar suara desahan dan erangan mereka berdua, semakin sensasi gatal menyeruak di sekujur tubuh Puput. Saat ini ia sangat ingin dipuaskan untuk melampiaskan libidonya yang membuat darahnya mendidih. Vaginanya juga semakin membanjir disana sampai terlihat rembesan basah yang mengalir sedikit demi sedikit di bagian tengah celana dalamnya.
“Ishhh!! Gwichanh eun!!!” seru nya dalam bahasa Korea dengan nada bergetar.
Ia pun menutup laptopnya, melepas ‘earphone’, lalu pergi ke kasur an membenamkan wajahnya di bantal. Tubuhnya terasa panas dan sensitif karena adegan tadi yang menyulut libidonya. Detak jantungnya terdengar begitu keras memompa darahnya yang semakin berdesir, salah satunya di vaginyanya yang tidak berhenti berdenyut keras.
Aaaaa rese bangeeettt… kenapa sih mesti ada gitu2annya… kan gw…. gw… gw jadi hornieeee!!! Anjir lahhh Lee Seuuuunnngg, kenapa sih body nya perlu kotak2 gitu….!!! Mana mendesah2 berat gitu….!!! AH!!
Kegelisahan di dalam pikirannya malah semakin membuatnya terangsang. Perlahan ia mulai mengelus pinnggang serta perutnya di balik kaos nya, lalu mengarahkan tangannya kearah toket ranumnya. Sudah terasa puting susunya yang menegang disana. Begitu juga tangan satunya yang merogoh di balik celana dalamnya yang sudah basah.
Anjiirr gw basah banget woiii.. ahhh rese banget sumpahhhh… hhhnnhh…
Ia mulai meremas toketnya secara bergantian serta mengelus bibir vaginanya. Puput pun mulai reflek mendesah akibat sensasi ngilu mendadak di dua bagian tersebut. Jarinya juga memainkan klitorisnya yang sudah membesar.
“Hnnhhh… hnnhh… mhh hnhhh..”
Puput membayangkan tubuh kekar si detektif tadi sedang menyetubuhi dirinya. Desahan macho serta kedua lengannya yang penuh dengan urat nadi samar membuatnya semakin kesetanan. Puput melentingkan tubuhnya, mengangkat pinggang dan pantatnya karena kocokan jarinya semakin membuatnya keenakan tidak karuan.
“Awhh fuckkk!! Hnnnmhh…. shhh…”
‘Cllph.. cllphh… cllhpp.. clllhppph!’
“Ahh anjing!! Ahhh… anjinng ahhh… shhh..”
Desahannya mulai terdengar tidak terkendali. Ia sudah dikuasai oleh nafsunya yang mengerang minta dipuaskan. Semakin Puput menggesek klitorisnya, semakin ia mengeliat geli keenakan. Lalu Puput meraih ponselnya dan mengirimkan chat ke Rangga. Ia sempat teringat karena Puput sedang kangen dan terujung saat ini.
Me:
Ranggaaaaaaaaa
(((
Kamu dimana sihhhhh
Kapan pulangnyaaaaa
(((
Aku kangen sama kamuuuuuuuu
((
Ranggaaaaaa
Bales kekkkk
Ah elaaaaahhh
Puput mengirim beberapa kalimat keluhan mengenai dirinya yang kangen, namun tidak mendapat balasan. Ia juga sempat menelepon namun tidak kunjung diangkat. Hal ini membuatnya timbul perasaan cemas dan kesal disamping dirinya yang sedang terangsang habis2an.
“Kampret! Pas lagi sange begini malah ngilang tuh orang!! Hihh!!”
Lalu Puput menaruh ponselnya di meja setelah mematikan paket datanya. Lalu ia melihat kotak persegi panjang yang ditaruhnya tadi dan belum dimasukan kembali kedalam laci. Ia pun tersontak mengingat benda apa yang berada di dalam kotak tersebut. Napasnya terdengan memburu kembali sambil meraih kotak itu lalu membukanya dan mengeluarkan sebuah vibrator kenangan masa lalunya.
“Hahh… hahhh… hahh… fuck lah Rangga anjing!!” Puput mengocok vaginanya karena kembali berdenyut gatal.
Setelah mencuci vibratornya dan memasangkan baterai baru, Puput mulai menyalakannya dengan menekan tombol dibawah benda tersebut.
‘Bzzzzzzzzzztttt!’
Terdengar bunyi getaran pelan di batang yang sekilas berbentuk layaknya kaktus tanpa duri. Ia lalu menekan tombol sekali lagi, dan bagian kecil agak kebawah vibrator tersebut juga ikut bergetar dan menghisap di bagian lubangnya.
“OWH. MY. GAWD….”
Puput mengigit bibir bawahnya mengarahkan vibrator tersebut kearah lubang vaginanya. Ia menyibak celana dalannya ke samping kiri tanpa melepasnya. Perlahan namun pasti, dan juga deg2an, Puput mulai menyentuk bagian ujung vaginanya dengan benda bergetar tersebut.
“Ahhh!! Auhh…!!”
Puput terperanjat kaget bukan main. Vaginanya yang telah sensitif dirangsang dengan getaran dari mesin vibrator tersebut. Ia lantas semakin menekan masuk ujungnya, membuat Puput semakin keras mengigit bibir bawahnya sambil terpejam menahan sensasi menggelitik di sana.
“Hmmfhh… hmmmfhh… nnngggaaaaah hhmmfff..”
Ia pun mendesah sambil sedikit bergetar karena efek getaran vibrator. Sensasinya begitu menyeruak di bagian dinding vaginyanya. Getaran tiap getara membuatnya menjadi gila. Begitu juga dengan getaran dan hisapan bagian kecil vibrator di klitori membuatnya semakin menengang.
“Auuhhffhhh…. hnnnhh… hnnnhh!!”
Puput mengangkat kaosnya sampai di bagian dadanya lalu meremas toket montoknya. Tangan satunya juga mengocok memaju mundurkan vibrator di lubang vaginanya. Ia pun semakin menggila sambil menahan desahannya.
“Ahhh… aennhh… nnhhahh… nnhhahh…”
Ia lalu bangun lalu duduk di kasur dan melebarkan kedua pahanya. Posisi tangannya tetap seperti sedia kala, hanya saja kali ini Puput terlihat seperti melakukan posisi ‘Woman On Top’. Ia sedang membayangkan mendominasi si pemeran utama tadi sambil meremas bantal tidur yang ia timpa dengan tubuh seksinya.
“Hhahhh… hhhghh.. joayoo… hnnhh joayoo oppaahh… mmmhh enaakk”
Kocokan vibratornya semakin agresif sambil berbunyi becek yang cukup nyarin. Cairan cintanya kian membanjir sampai merembes ke bantal merah muda nya. Puput juga tidak bisa mengontrol desahanya dan ekspresinya yang terlihat sangat nakal. Tatapannya sayu dan mulutnya tidak bisa dibungkam karena terus menerus mengeluarkan desahan tak tertahankan. Ia semakin membayangkan hal yang liar dengan tubuh si detektif.
“Ahhh… ahhh…. oppahh ahhh…. oppa…”
Semakin lama, ia semakin hanyut di dalam aliran libidonya. Sampai pada akhirnya ‘setan binal’ dalam dirinya mulai menyeruak masuk menguasai versi elegan dari dirinya. Akhirnya ia pun mendesah lepas sambil menjulurkan lidahnya dan memutar bola matanya.
“Aaahh anjingg…. nnhhh.. oppahh… oppahh enak bangett anjingg!!”
Puput tidak kuat menahan tubuhnya yang terasa ‘meleyot’. Ia pun tengkurap di atas kasur sambil mengangkat pantatnya mengambil posisi menungging. Vibratornya masih dia kocok di vaginanya dengan begitu agresif, membuatnya semakin mendesah binal.
“Ngentood anjing… ahhh…. haoohh memeq gw enakkk bangett woiiii… hoouuhh…”
Terkadang ia juga menyebut nama Rangga di sela2 desahannya, berikut dengan hujatan penuh kekesalan dari dalam hatinya.
“Nhuhh… hhhnnhh Ranggah anjiinngg… hhhnnnhh… gw sangee Ranggahhh… nnnhh… pas gw sange begini kenapa lohh pergi sihhhh… nnnhh… kenapa lo pergiii… kenapa lo pergiiihhh…. kenapa ahhh… kenapa lo ngilang Ranggahhhh…”
Puput meraih ponselna untuk kembali menelepon Rangga, salah satu hal gila yang ia lakukan ketika sudah kesetanan seperti ini. Namun tentu saja tidak ada jawaban sekali lagi dari Rangga. Lama kelamaan Puput semakin mendesah keras namun terdengar nada kekecewaan yang begitu gamblang.
“Ahhh Ranggahhhh… hhhhhh…. Rangga anjiiiiiiinngg!!”
Puput membenamkan wajahnya di kasur kuat2. Terkadang ia mengangkatnya kembali lalu menyenderkan setengah wajahnya. Saliva nya mulai menetes tidak karuan di bibirnya tanda ia sudah tidak peduli lagi dengan ekspresinya yang diluar kesadarannya.
“Ahhh… ahhh… enak bangettt… enak bangett memeq gw ngentooooooood!! Nnhhh….”
Imanjinasinya mulai tidak terlihat jelas saat ini setelah panggilan masuknya tidak terangkat kembali oleh Rangga. Ia membayangkan si pemeran drama Korea tadi bercampur dengan seorang Rangga yang entah sedang apa sekarang. Namun ada satu sosok yang terlintas sekejap di pikirannya ketika vaginanya semakin terasa berdenyut sangat keras dan gatal.
“Hnnnhhh… ahhh… ahhh… ahh oohh… fuckkk… fuckk… fuckk kenapa dia sihhh….!!”
Bayang2 seorang tersebut pun semakin jelas. Dengan rambut agak sedikit gondrong namun rapih, tatapan tajam yang membuat berdebar, suara berat yang menyebalkan, serta pernyataan2 nyelenehnya membuat Puput jadi kesal namun entah mengapa ia juga semakin merasakan sensasi yang akan meledak dari arah panggul dan rahimnya.
“Ahhh…. ahhh… ahhh enggak… ennggakk.. jangan dia plisss.. jangan dia ooohh!!”
Semakin Puput menghindari bayang2 orang tersebut, sensasi di tubuhnya malah semakin terasa sangat sensitif. Sebentar lagi gelombang orgasme akan segera datang, namun ia terlihat begitu gelisah namun tetap mendesah.
“Nguuahhh… nnhhh… ahhh… aduhh kenapa diaahhh sihhhh…. AAHHHH…. KENAPA ARMAAAAAAAAANNN!!!”
Puput membayangkan seorang Arman ketika sudah berada di ujung klimaksnya. Alhasil ia pun orgasme sambil membayangkan betapa menyebalkan wajah dari orang yang pernah “berulah” kepada dirinya waktu itu.
“NGENTOOD LOOHH ARMAAAANN!! AHHH ANJING GW KELUARHHH… OOOUUHHHH…!!!”
Semburan cairan dari vagina Puput deras menyemprot sekitar dua detik. Pantatnya bergoyang naik turun karena gejolak tak tertahan disana.
“Ohh… ohhh.. ohh… fuckk… oohh..”
Sontak Puput ‘meleyot’ habis2an. Tatapannya terlihat kosong dan tubuhnya tengkurap lemas. Ia mendesah pelan setelah beberapa tahun belakangan ini akhirnya ia mendapatkan orgasmenya kembali. Namun sayangnya kejadian nikmat tersebut ia peroleh dari vibratornya, bukan dari penis Rangga.
Ia pun duduk kembali di kasur lalu terdiam merenung masih dengan tatapan kosong. Rasa lelah namun puas masih sangat terasa di sekujur tubuh dan vaginanya yang masih terasa sedikit sensitif.
“Hhhhhh…. gara2 drakor kampret… jadi ngebinal lagi gw…” gumamnya lemas.
Lalu ia kembali menjatuhkan dirinya ke kasur karena rasa lelah yang teramat meminta dirinya untuk merebahkan tubuh sekali lagi.
“Hmm jadi lemesss…”
Bantalnya yang basah karena cairan orgasmenya ia singkirkan jauh2. Puput pun tidur tanpa menggunakan bantal. Membuatnya terlihat gelisah karena tidak terbiasa. Namun ia gelisah bukan karena hal itu saja, melainkan imajinasinya mengenai Arman yang datang ketika dia sudah berada di ujung. Puput pun terlihat kesal sambil cembetut gemas menutup setengah wajahnya dengan selimut.
“Kupret! Mana nanti di pulau ada dia pula…!! Huhh!! Biarin, pokoknya kalo dia rese nanti sampe gangguin waktu ‘healing’ gw, bakal gw ceburin dia ke laut!!”
“HACHEEEW! HACHEEEW!!!”
“Si bangsat! Bersin berisik bener kek bapak gw!” celetuk Farhan melihat Arman berkali2 bersin di depan teman2nya.
Saat ini ia dan yang lainnya sedang berada di sebuah bar melanjutkan tongkrongan waktu itu yang sempat batal setelah bermain billiard. Namun kali ini yang hadir hanya Farhan, Bian, dan Tomi. Riki sedang lembur di kantornya sementara Yosep sibuk ‘mixing’ salah satu lagunya bersama dengan tim nya karena ia adalah seorang produser musik ‘EDM’ yang mulai naik daun belakangan ini.
“Lau sakit?” tanya Tomi setelah menghisap rokoknya.
“Kagak! Emang lagi ada yang ngomongin gw kali…”
“Kagak kuat dingin dia, anjing…” celetuk Farhan cengar cengir.
Mereka memang sedang berada di ‘outdoor bar’ sambil menikmati lantunan musik akustik di panggung yang tidak jauh dari tempat duduk mereka. Di atas meja juga tersedia hidangan cemilan dan beberapa minuman botol dengan kadar alkohol dibawah 10 persen. Mala mini mereka hanya sekadar minum2 lucu sambil mengobrol membicarakan hari liburan yang sudah tinggal dua hari lagi.
“Kamput bawa kagak nih entar?” tanya Farhan iseng membuka obrolan.
“Kamput? Ya kali. James Deen lah! Kek orang susah!” Tomi menimpal sambil senyam senyum.
“Gokilll!! Kawan gout nih baruu!!”
“Ya gak gembel juga kamput! Masa iya ngumpul ama cewe2 kasih nenggaknya yang murah2??”
Farhan dan Tomi sudah merencanakan sesuatu nanti ketika di pulau nanti. Dilihat dari minuman yang mereka recanakan saja sudah terlihat akan ada “acara menarik” disana.
“Masa James Deen doang? Ada lagi dong yang laen mah.” Farhan memanas2i Tomi.
“Kagak ada lagi cui. Itu juga cuman sebotol doang gw bawa. Bian noh tanyain coba.”
Tomi melempar pembahasan mereka berdua kepada Bian yang mengangkat gelasnya kearah panggung karena ia habis mentraktir dua personel band akustik yang sedang bernyanyi disana segelas minuman.
“CHEERS!” seru Bian kepada mereka yang dibalas ramah.
“Apaan tadi, Tom. Sorry2 tadi kagak ngedenger gw…”
“Lo bawa apaan entar buat disono?” tanya Tomi sekali lagi.
“Apa? Air kejujuran?”
“Ya, itu.”
“Gak tau, Kabuki paling.”
Sontak Farhan dan Tomi pun terbelalak. Bian akan membawa salah satu minuman keras paling mahal untuk mereka berpesta nanti. Diantara mereka berdua hanya Farhan yang menggelengkan kepalanya karena takjub.
“Ini nih baruuuu! Kawan gout!!”
“Dih, tadi bilangnya gw yang kawan gout, anying!” omel Tomi kepada Farhan.
“Hahahahaha.”
“Kalo lo sendiri gimana, Man? Ada nyetok?” tanya Bian ke Arman yang daritadi hanya memperhatikan.
“Gw nyetok apaan… palingan bawa ‘green tea’ doang sama beberapa dari stok ‘coffee shop’ abang gw buat ‘mixing nanti.”
“Aishhh! Tekila lah sabi sih ini mah kalo ‘mixing’ mah! Udah punya bartender nya kita…” colek Farhan ke pundak Bian.
“Ya entar kalo yang punya bawah aja. Atau kalo enggak gw bawa ‘Jack Dans’ aja sekalian.”
“Gila2! Omongan kita udah kek tukang jualan minuman, kampret! Hahahaha…!!” seru Farhan tidak habis pikir.
“Ya elo bahasnya kesono2 tadi, peak! Bahas yang laen kan bisa2 aja padahal!” gerutu Tomi sedikit risih.
“Entar gw bawa bola dah. Udah lama kagak maen bola ama lo2 pada semenjak pada sibuk semua.” Arman menambahkan.
“Bola plastik?” tanya Farhan.
“Bola futsal, bloon. Bola plastik dah kek jaman2 dulu kita ngebolang di kebon aja…”
“Emang lo pernah ngebolang dah?” Farhan meremehkan Arman yang seperti tidak pernah terlihat merasakan masa kecil yang berada di pedalaman.
“****** ya! Kan gw udah bilang gw kecil sampe SMP tinggalnya di kampung sama om gw. Pas SMA baru mulai pindah ke kota gara2 bapak gw udah ada tempat tinggal sama kerjaan…”
“Lo emang pernah mancing lele di parit?” tanya Farhan mulai menantang Arman.
“Nangkep kodok, sama nyari ulet sagu bareng abang gw buat dibakar djadiin sate terus dimakan pernah…”
“Kalo nerbangin burung pernah terus lo tepok2in tangan buat balik lagi ke elo?”
“Itu kagak pernah. Yang pernah tuh ngambil layangan nyangkut di pohon ampe jatoh, terus tangan gw ketusuk dahan dalem banget pas udah nyampe tanah.” Arman menunjukan luka jahitan di pergelangan sebelah kirinya.
“Itu mah udah tau gw, kan lo udah cerita.”
“Terus kenapa lo lupa yang gw pernah tinggal di kampung, denga!?”
“Tau! ****** emang kadang si Farhan!” sambung Tomi menambah hujatan.
“Disini yang kecil udah kaya raya cuman gw doang kayaknya…” Bian celetuk diantara mereka bertiga.
“Iya sih kayaknya. Pernah emang lo ngerasain yang tadi kita ceritain?”
“Kagak pernah gw.”
“Apa lo, mau nyeletuk masa kecil kagak bahagia ke Bian? Kagak diajak pergi baru tau lo…” Tomi menyanggah Farhan untuk memberikan celetukannya.
“Ye, dia mah kagak berani dah gw. Duit di dompet dia aja masih lebih gede dari token listrik kontrakan gw.”
Tomi lantas menoyor kepala Farhan sambil tertawa “Satt lah! Jangankan token listrik kontrakan, kalo bisa dibeli sebaris tuh kontrakan tempat lo tinggal mah! Hahahaha…”
Sedang asiknya mereka mengobrol, seorang perempuan yang tadi bernyanyi di panggung menghampiri mereka untuk mengucapkan terimakasih.
“Halo2, makasih banyak ya buat minumannya.” Ucapnya ramah.
“Sama2. Namanya siapa?” tanya Bian juga ramah.
“Sarah.”
“Ohh. Salam kenal ya. Ngomong2 suaranya bagus banget tadi, Sarah.” Bian memberikan jempolnya kepada Sarah.
Sarah pun tersenyum manis karena pujian dari Bian. Lalu di belakangnya juga ada seorang laki2, seorang gitaris yang mengiringi Sarah bernyanyi tadi.
“Namanya siapa bro?”
“Dennis.”
“Halo2. Ini berdua emang satu grup?”
“Iya. Hehehe…” Dennis juga menghampiri Bian dan yang lainnya untuk mengucapkan terimakasih.
“Goks! Lo brdua bikin ‘cover’ gitu2 kagak di yutup?” tanya Farhan yang juga ingin mengakrabkan diri.
“Eh, enggak bang. Ini emang manggung2 biasa aja. Palingan juga bikin ‘cover’ di IGE doang sih.” jawab Dennis.
“Ya sayang betul dah, padahal lo berdua bagus bener tadi pas manggung.”
Dennis dan Sarah pun tertawa tersipu.
“Yaudah abang2 sekalian kami pamit dulu mau ke belakang ya.” Sarah berpamitan kepada yang lainnya.
“Eh bentar2.” Farhan menahan mereka berdua “Lo berdua pacaran apa gimana?”
“Oh, kami udah nikah, bang. Ini Sarah lagi hamil sebulan. Hehehehe…” sahut Dennis diikuti senyuman Sarah.
“Oalahh… umur berapa kalian?”
“Sarah tahun ini 20 tahun, saya 21 bang. Beda setaon.”
“Ohh gitu. Yaudah dah istirahat gih pada…”
“Iya bang. Mari kita ke belakang dul..”
“Yaa, mari2.”
Setelah Dennis dan Sarah pergi, Arman, Tomi, dan Bian menatap kearah Farhan yang terlihat agak kecewa dari ekspresinya.
“Udah sih cui…. yang muda begitu aja ampe mau elo embat.” Sindir Tomi pertama kali.
“Udah bini orang, brow. Mana masih mudaan dia dibanding kita….” Arman menambah kerunyaman.
“Udah2 sih, kawan kita entar makin jelek gara2 sendiri. Kagak sedih aja udah jelek kan mukanya, apa lagi kalo sedih…” Bian semakin menambah panas hati Farhan “Yok lah ‘cheers’ dulu…”
“Ah biji kuda lah lo semua!! Fakk!!” cela Farhan semakin muram.
つづく