Sekembalinya mereka ke kantor, Puput mendapatkan sebuah paket berisi nasi kotak dari seorang ojol yang mengantar sampai ke lobi. Seorang satpam memberikan bungkusan itu kepada Puput yang berlalu melewati meja resepsionis.
“Mbak, ini ada makanan tadi dari ojol.”
“Atas nama siapa, pak?” tanya Puput melihat bungkusan tersebut.
“Atas nama Kyla Susanti Putri.”
“Maksud saya… siapa yang kirim?”
“Waduh, disini sih gak ditulisin sih mbak.” ujar satpam tersebut melihat bon yang tertempel di depan plastik.
Puput melihat isi plastik tersebut. Dari aromanya sepertinya ia sudah tahu makanan apa yang berada di dalam sana. Bahkan ia juga tahu siapa orang misterius yang mengirim makanan ini.
“Makasih ya pak.” Puput pun mengambil nasi kotak tersebut.
Setibanya ia di depan lift, Puput mengeluarkan ponselnya lalu menelepon seseorang. Resti dan Los juga saling bertatapan satu sama lain lalu menatap Puput bersamaan.
“Halo?”
“……”
“Ini pasti kerjaan kamu ya?”
“……”
“Hmmmm…”
“…..”
“Ngaku aja. Aku gak suka misterius2 begini….”
“…..”
“Yaudah2. Makasih banyak ya. Tapi lain kali bilang2 dulu sebelom mesen….”
“…..”
“Iyaaa… nanti dimakan…”
“……”
“Hmmm….”
“……”
“Iyaaa… kamu juga semangat meetingnya…”
“…..”
“Ish apa sih…??”
“……”
“Love you….”
“……”
“LOVE YOUUU…. dah puas??”
“……”
“Hmmm….”
“…..”
“Yaudah byeee…”
Puput memasukan kembali ponselnya kedalam saku celana bahannya. Sontak Resti dan Los menatap Puput dengan sangat berbinar karena mereka sepertinya juga sudah tahu siapa yang ditelepon oleh Puput barusan.
“Cieee Puput. Enak banget sih dipesenin makan siang sama ayank beb….” celetuk Resti mesem2.
“Berisik…”
Los tidak mengucap apa2. Ia hanya tersenyum tanpa bisa menahan lekukan bibirnya melihat betapa manisnya obrolan Puput dengan Rangga di telepon tadi. Walaupun terlihat seperti itu, Puput sebenarnya sedang enggan untuk makan siang ini. Selain karena ia sudah makan, Puput tidak ingin ada interaksi apa2 dengan Rangga untuk saat ini termasuk mendapatkan sesuatu seperti kiriman makanan atau yang lainnya. Entahlah, Puput sedang merasa jenuh dengan Rangga mungkin semenjak dirinya seringkali pergi meninggalkan Puput. Atau mungkin semenjak kejadian dirinya yang bercinta dengan Arman waktu di pulau. Semua jawaban berada di pikiran dan perasaan Puput saat ini dan tidak ada yang mengetahuinya dengan pasti.
_______________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________
Semua hal masih terasa begitu suntuk bagi Puput. Bahkan ketika ia sudah terbaring di kamar kos nya saat ini, perasaan lelah dan lesu masih saja menempel di dirinya. Seharusnya kegiatan ‘healing’ nya di pulau membuat dirinya kembali segar seperti sedia kala. Namun ia merasa semuanya itu hanya menambah beban lelahnya bertambah. Ia sampai membawa salah satu oleh2 berupa luka di kakinya yang sudah mengering namun terasa sedikit gatal dan nyeri. Rasanya Puput ingin mengulang waktu liburannya kembali. Ia ingin benar2 bersantai menikmati pemandangan pagi dan sore tanpa terganggu oleh orang2 rusuh, minuman, keras, dan dua makhluk seperti Arman dan Rangga.
Berpikir sekilas soal Arman pun membuatnya sedikit uring2an. Puput tidak henti2nya berguling di ranjangnya sambil memeluk boneka beruangnya erat2 dan membenamkan wajahnya disana. Hanya sekilas terlintas saja sampai membuat sekujur tubuhnya berusaha keras menghapus memori memalukan di pulau. Mulai dari insiden dirinya terjatuh, dilempar ke laut, atau melakukan hubungan terlarang di depan teras. Semua hal tersebut membuatnya semakin tidak karuan sambil berteriak di benaman boneka beruangnya.
“Nnnnnngghhhhh!!!!!”
Kegelisahannya memang benear2 mengganggunya saat ini. Akhirnya ia memutuskan untuk membukan kembali laptopnya dan melanjutkan tontonan drama Korea yang belum selesai. Namun baru saja lima menit berjalan, mood nya semakin terasa semakin jatuh. Ia sangat tidak menikmati tontonannya malam hari ini. Ia sampai bingung apa yang harus dilakukan untuk menghapus perasaan gundah gulananya ini.
“Apa gw berendem aja ya? Eh, tapi gw belom beli bath bomb gw. Atau gw baca buku gw lagi ya? Hmmm…. tapi mata gw cape banget malem ini…. aduhhh ayok Puttt, apa2 jangan dibawa bingung giniiiii!!!” Puput mulai bergumam sendiri karena kesal dengan perasaannya.
Sedang ia mengoceh sambil duduk diatas ranjang, ponselnya berdering panggilan masuk. Dilihat dari ekspresi suntuknya, sepertinya kita sudah tahu siapa yang meneleponnya.
“Apa, Ga?”
“Gimana kaki kamu, Put?” tanya Rangga dari sana.
“Udah enggak apa2 kok. Udah kering juga…”
“Bagus deh.”
Suasana pun berubah menjadi canggung karena keduanya tidak melanjutkan obrolan satu sama lain. Puput sibuk memutar ujung rambutnya dengna telunjuk sambil menatap kosong ke ranjang sementara Rangga sama sekali tidak bersuara disana.
“Mau ngomong apa lagi, Rangga?”
“Engg… gini Put?”
“Mau pergi keluar kota lagi?” Puput langsung menebak omongan Rangga selanjutnya.
“Enggak kok, enggak.” Rangga dengan cepat menyanggah tebakan tersebut.
“Terus?”
“Aku mau ajak kamu makan nanti.”
“Dimana?”
“Di Grand Merrie, yang deket kantor kamu itu lho.”
“Ohh, itu.”
Nada bicara Puput terlihat tidak suntuk seperti biasanya, namun tetap sedikit terdengar datar. Akhirnya ia mendengar sesuatu dari Rangga yagn bukan tentang meminta izin untuk pergi ke luar kota lagi.
“Hari Sabtu ini bisa gak?” tanya Rangga memastikan.
“Jam?”
“Jam 8 malem.”
“Hmmm, bisa kok.”
“Oke deh. Mau sekalian beli dress lagi kayak waktu itu?” tawar Rangga ke Puput.
“Hmmm…” Puput memutar bola matanya sambil mengigit kedua bibirnya.
“Pasti mau nih, hehehehe…”
“Enggak tuh.” kali ini ia mengigit jari telunjuknya sambil menghempaskan tubuhnya ke ranjang “Tentuin dulu dong dresscode nya apa nanti.”
“Emm yaudah2. Kalo item gimana?”
“Terserah.”
“Kamu ada kan dress item?”
“Emmm…. ada gak ya…??” Puput mulai berbicara dengan nada manja sambil melirik lemari pakaiannya.
“Yaudah deh kita beli yuk nanti.” ucap Rangga langsung peka terhadap omongan Puput.
“Emang siapa yang minta beliin? Orang masih ada kok dress aku….”
“Ohhh gitu, bener nih kagak mau beli?”
“Enggak…”
“Tapi emang kamu pake warna apa aja cantik kok, Put.”
“Iihh kalo aku pake polkadot emang cocok?” canda Puput menutupi salah tingkahnya.
“Hahaha… cocok kok cocok, tinggal di make up putih sama kasih rambut keriting terus daftar sirkus deh…”
“Ihhh apa sih, mulai jayus deh kamu kayak Arman…”
“Siapa?”
Sontak Puput menyadari jika mulutnya menyebutkan nama terlarang tersebut. Ia lantas bergegas cepat mengalihkan pembicaraan ke topik lain sambil menutupi paniknya.
“Ah! Ka-kayak temen akuuuu!! Si Cecil itu lho!! Tau gak sih kalo dia jayus??”
“Kenapa dia emang?”
“Jayus!! Kayak kamu tadi!!”
“Hahahaha… jayus2 tapi sayang kan?”
“Iiiihhhh Ranggaaaa!!”
“Sayang gak?”
“Iyaaa sayang!”
Puput bisa sedikit bernapas lega karena obrolan cepat teralihkan. Bisa2nya ia menyebutkan nama haram tersebut ketika mengobrol dengan Rangga. Jika Rangga tahu bisa saja akan ada topik obrolan yang lebih membahayakan nyawanya dan hubungannya, meskipun hubungannya sudah terasa semakin hambar.
_______________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________
Di suatu tempat lain tepatnya di kos campur yang juga di ibukota, terdengar suara sayup menggema di lorong lantai 3 kamar kos. Lorong tersebut terlihat begitu kecil, sempit, dan penuh dengan barang milik setiap penghuni. Suara sayup terserbut terdengar dari kamar 310 dengan sebuah ornamem gantungan di bagian tengah pintu bertuliskan ‘Luspita’s Room’ dengan tulisan tambahan dibawahnya “paket dari ojol taroh aja di depan pintu”.
Di dalam kamar, terlihat Luspita atau Pita sedang menungging seksi sambil lubang kewanitaannya ditusuk oleh rudal tempur Arman. Malam hari ini adalah malam terakhir Pita berada di kos sebelum akhirnya ia akan tinggal bersama dengan tunangannya nanti. Oleh karena itu Pita memakai kesempatan ini untuk memuaskan nafsunya dengan Arman untuk terakhir kalinya sebelum ia memulai lembaran hidup baru bersama dengan laki2 lain.
“Ahhh…. ennhh… mmhh…” Pita mendesah sambil membenamkan wajahnya di bantal putihnya.
Suara erotisnya sempat terdengar lantang memenuhi lorong, sampai2 ia harus menutupinya agar tidak terdengar oleh penghuni lainnya. Namun karena batang penis Arman yang menggesek dinding vagina miliknya begitu agresif, Pita tidak bisa sepenuhnya menahan gejolak kenikmatan yang mengalir panas di sekujur tubuhnya.
“Armmhanhh… nnhhmmhh… mmhh…”
‘PLAK!’ sebuah tamparan keras mendarat pedas di pantat sekal Pita.
“Aughh!!”
‘PLAK!’
“Aughhh!!”
‘PLAK!’
“Oughh! Shh…. mmhh!!”
Bunyi basah gesekan kelamin mereka berdua kian juga terdengar nyaring sama seperti tamparan tadi. Pita tidak pernah merasa tidak puas ketika Arman mengasari dirinya sambil menghujam bibir vaginanya.
“Pit, Pita!?”
“Heemmhh… mmhh???”
“Gw… ghhh…” omongan Arman terhenti oleh erangannya.
“Mhannn…. enak banget anjinghh…”
“Gw keluarin di dalem yahh…”
“Shh.. ahh… ennhhh hiyahhh…. di dalem aja plisss…” desah Pita memohon supaya rahimnya disembur oleh cairan putih milik Arman.
“Tapihh…”
“Mmhh… tapi apahhh emmhh…”
“Ghh… kagak… kagak jadiihhh…. aghhh ngentod aghhh!!”
Arman semakin mengerang garang sambil mempercepat kocokannya. Pita pun juga ikutan terhentak dengan ritme yang begitu kuat. Kedua tangannya semakin meremas bantal dan membenamkan wajahnya semakin dalam.
“Nnhh… mmhh… mmmhh… Mhannn…. aduhhh… Mhannn…!!”
“Gw keluar nih, anjing!!”
“Nnhhh hiyahhh keluarin ajahh!! Keluarin di dalemmmhhh!!!”
“Ghh aghhh!!!”
Sontak tubuh Arman menegang menekuk agak ke belakang lalu menekan keras penisnya lebih dalam ke lubang kewanitaan Pita. Cairan sperma pun kian deras menyembur di dalam sana sampai2 meleleh keluar ketika Arman mencabutnya.
“Awhhh Armannhh!!”
Tidak berhenti sampai disitu, ketika Arman mencabut penisnya ia langsung memasukan jari tengah dan telunjuknya ke dalam vagina Pita kembali. Lalu dengan cepat ia mengocok lubang tersebut yang masih beleleran sperma dan cairan cinta Pita. Sontak Pita pun kembali blingsatan dan melembarkan kedua matanya.
“Oughhh!! Ouuh… oshhiitt… mmhh…”
‘clepph clepph clepph clepph clepph!!’
“Ouuhh mai gawd oughhh maii gawhdd!! Armanhhh ooohh…”
Pita yang masih menungging sontak kembali mendesah kacau. Ia tidak menyangka Arman yang habis menyuntikan sperma di dalam liangnya juga mengocok vagina nya sampai kembali berbunyi becek yang nyaring. Tidak luput juga lubang pantat Pita ditusuk lalu dikobel dengan jari jempol Arman, membuat Pita semakin tidak karuan.
“Udah gilah ya lhooo!!! Uhghhg…. lobang pantat gwehh lo pain jugaahhh!!?? Ngauhhh!!”
“Tapi enak kan, nyet?????” tanya Arman menantang balik Pita.
“Nnghhh… hiyalah anjinggg!! Nnnhh fuckkk… ouhhh!!”
“Enakan mana sama Roni?”
“Ahhh… mmhh… ahhh… enak lo anjingg… Mhannn… nnnhh….!!”
“Hahahahaha, jujur amat tuh mulut!” seru Arman menahan senyuman karena merasa puas telah menguasai Pita.
“Hhhhh bacod ahhh…. nnhh… lo kocokin aja terus memeq gwehhh nnhh…. gak usah banyak bacod AHHHH!!”
“Hah? Apa?”
“Ahhh… ahhh… ahhh… gak usah ahhhh…. ahhh anjing Armanhh!!”
“Mau muncrat juga kan lo???”
Arman merasakan tubuh Pita semakin mengejang kuat seiring denngan kocokan oleh jari2nya. Sepertinya tanda2 orgasmenya juga semakin mendekat. Arman pun semakin kuat mengocok jarinya dengan begitu brutal. Pita yang sudah berada diujung juga merasakan kalau di vagina nya akan mengeluarkan sesuatu yang membuatnya. Aliran darah semakin berdesir kuat menghangatkan setiap inci tubuhnya. Beberapa titik sensitif seperti puting susunya juga semakin terasa gatal. Klitorisnya juga masih terlihat merekah merah karena bibir vagina yang terus menerus diberikan rangsangan kasar.
“NNGHH NNGHHH MNAHHH!!”
“Muncrat lah lo, anjing!!”
“NNNHH HIYAHH GW MUNCRATT!! GW MUNCRATTT!! GW KLUAR ANJIIIIIIIIIINNGG!!”
Seketika keluarlah semburan cairan deras membasahi tangan Arman dan selangkangan Pita. Cairan tersentu begitu deras sampai membasahi kasur yang lecek. Arman terlihat tidak menghentikan aksinya dan masih dengan kurang ajarnya mengocokan jarinya.
“AHAAAA ANJINNNGGG!!! AOOHH AOHH AOHHH AOHH AOHH AOHHH ARMAN AOHHH!!”
Pita melengkungkan pinggulnya kuat2 merasakan sensasi deras orgasme yang membuat dirinya serasa ringan namun ngilu secara bersamaan. Sebuah perasaan yang mungkin hanya dimengerti oleh kaum hawa ketika mencapai titik kepuasan seksual. Namun apapun perlakuan Pita, Arman terlihat tidak melepas ekspresinya yang tersenyum puas.
“AHHH AHHH…. AH.. ahh… nnh… mmhh…”
Setelah kurang lebih satu setengah menit dilanda gejolak membahagiakan tersebut, Pita perlahan menenangkan dirinya dengan posisi tengkurap. Tubuhnya begitu enggan untuk berganti posisi karena masih merasa lelah karena gelombang orgasme tadi. Arman juga sudah melepaskan jarinya yang terasa lengket dan basah. Setelah melepas, ia memberikan sekali lagi tepukan di pantat Pita yang bergoyang kenyal ketika ditampar.
“Uhhmhh..”
“Semoga sukses buat acara nikahannya nanti.” celetuk Arman mengelap cairan2 di tangannya dengan beberapa lembar tisu.
“Hm, setan lo Man…”
“Yeee kok kupret? Kan gw ngucapin selamet ke lo. Gimana dah?”
“Iye iye iyeee…” jawab Pita malas sambil memanyunkan bibirnya.
“Entar juga kasih tau gw ya malem pertama gimana sama si Roni. Setau gw sih orang diatas 30 maennya kuat.”
“Dih sok tau lo, geblek. Hihihi…”
Arman hanya tertawa kecil lalu mengambil sekotak rokok di kantong jaketnya. Setelah menyalakan lalu menghembuskan asapnya, ia membuka ponselnya lalu mengecek grafik saham seperti biasa. Warna merah masih menghiasi beberapa lajur perusahaan yang ia beli, membuat Arman akhirnya membuka game ‘MOBA’. Daripada ia harus stres kembali dengan grafik yang banyak didominasi warna merah tersebut, lebih balik dirinya membantai orang2 disana.
“Man?” tanya Pita pelan sambil berganti ke posisi berbaring.
“Oi?”
“Manda gimana kabarnya?”
“Tau dah.” jawab Arman singkat lalu menghisap rokoknya tanpa mengalihkan pandangan dari ponselnya “Asbak mana sih?”
Pita memberikan sebuah asbak kaca kepada Arman “Marahan lagi sama dia ni ceritanya?”
“Gak juga.” Arman masih memberikan jawaban singkat.
“Lagian lo ****** sihhh, udah tau cewe matre masih dipacarin.” Pita bangung lalu duduk di samping Arman. Ia juga menoyor pelipis Arman pelan.
“Makanya gw kagak mau ****** lagi kan.”
“Eh, jadi lo udah putus?” tanya Pita melebarkan matanya karena kaget mendengar pernyataan ambigu Arman barusan.
“Gw sih anggep nya begitu.”
“Terus dia gimana?” Pita mengambil batang rokok yang menempel di mulut Arman lalu menghisapnya.
“Masih nelponin gw sih kemaren2, cuman kagak gw tanggepin. Gw blok satu nomor tau2 ada lg pake nomor baru dia nelponin gw.”
“Dih, ngeri amat tuh cewe. Kalo gw jadi lo sih udah gw damprat…” ujar Pita menunjukan ego nya.
“Justru gw kagak mau ladenin dia. Ribet kalo diterusin mah, bisa ampe ke media sosial bahas2nya.”
“Emang dia tipikal orang yang apa2 suka viralin orang ya?” Pita masih tidak habis pikir.
“Menurut lo aja, Pit. Orang dia pernah makan di suatu tempat bareng sama gw, terus gw liat dia sibuk ngedit2 video restoran yang gw berdua lagi makan disono. Katanya sih mau viralin soal pelayanannya dll…”
“Anjir! Terus lo gak cegah dia?” Pita semakin memanas.
“Dulu pernah, cuman tanggepannya ya lebih nyolot dia.”
“Najis! Udah paling bener banget sih lo putusin dia.”
“Tuh, akhirnya lo setuju kan sama gw.”
Arman pun memulai permainannya yang ditandai dengan suara narator khas game ‘MOBA’ tersebut. Sementara Pita pergi ke kamar mandi untuk membersihkan dirinya dari sisa2 permainan erotisnya tadi.
Edit:
Dikarenakan adanya revisi dari segi penyusunan cerita, maka bagian delapan tidak jadi dibuat dalam bentuk mini update
para pembaca dapat melanjutkan di page 14
mohon maaf atas perubahannya