“Huacheeewww!! Hwaceewww!!”
Arman tidak henti2nya bersin ketika sedang makan pecel lele di pinggir jalan. Ia menghabiskan setidaknya empat lembar tisu milik Pita untuk menutup bersinnya. Sepertinya mitos jika sedang bersin tanpa sebab atau daun telinga merasa gatal pertanda sedang ada yang membicarakan benar adanya, termasuk yang dialami oleh diri Arman ketika sedang makan malam bersama dengan Pita saat ini.
“Lo kok pilekan sih Man? Jangan2 kena covid lo ya??” celetuk Pita mengambil kembali bungkus tisu nya.
“Covid mah jarang ada yang bersin2 kek gini, Pit.”
“Ih siapa tau kan. Mending lo buruan colok tau Man idung lo gih…”
“Gw biasa colok sendiri.”
“Oh, lo beli alat tes nya?” Pita terlihat sedikit terkesima.
“Colok pake garpu kue.”
“Peak! Ganteng2 garing lo, ih!” sewot Pita memutar bola matanya namun tersenyum tipis.
Setelah hidangan mereka masing2 datang, mereka pun menyantap sambil melanjutkan obrolan. Pita tidak mengetahui kejadian dimana Arman mendapat panggilan telpon dadakan dari Puput karena pada saat itu Arman sedang menunggu Pita di lantai bawah kos. Ketka Arman ingin menelepon balik, Pita sudah menghampiri dirinya. Maka dari itu kejadian tersebut tidak diketahui oleh Pita dan memang tidak mau dibahas juga oleh Arman.
“Eh, jadi nanti lo tinggal di Denpasar?” tanya Arman membuka obrolan.
“Enggak, di deket2 Canggu sih katanya. Laki gw mau buka usaha bar disono.”
“Terus urusan kantor lo?”
“Besok hari terakhir gw disono. Udah sampe pamit2an segala macem juga karyawannya sama gw…”
“Sedih dong lo?”
“Gak sih, b aja. Paling yang kangen sama gw cuman dua ampe tiga orang doang.”
“Lho, lo ngira gw kagak kangen sama lo?”
Celetukan Arman langsung dibalas ekspresi malas Pita.
“Bangke lo. Jangan ampe gw baper nih sama elo entar, ribet soalnya…”
“Iye iye… peraturan pertama dah pokoknya.”
“Ape coba?”
“Fuck buddy kagak boleh baper…”
“Nah tuh tau! Pinter juga lo…!!”
“Tapi waktu itu ampe mewek kan lo di chat. Hihihihi….”
“Eh syaiton! Itu gara2… itu gara2 lo…. en…” omongan Pita terdengar ragu2 “aduh ngapain sih bahas disini, nyet? Udah tau tempat pecel lele gini malah ngebahas gini2an!”
“Dih, siapa suruh lagian…”
“SIAPA SURUH SIAPA SURUH! Yang mulai kan elo duluan, Nugroho!” seru Pita agak kesal namun masih dalam nada yang begitu ramah “Jangan sampe gw sodorin ketek gw nih, lagi gak make deodoran soalnya nih sekarang!”
Sontak Arman teringat sesuatu ketika mendengar candaan yang dilontarkan Pita. Sebuah pengingat dimana ia waktu itu melakukan pengalaman tak terlupakan bersama dengan seorang namun juga menyiksa luar dan dalam tubuhnya. Seorang perempuan cantik yang mempunyai masalah dengan aroma badan.
“Heh, bengong aja!” Pita melambaikan tangannya di hadapan Arman.
“Ah, enggak kok enggak.” Arman langsung tersontak sadar.
“Hampir aja gw comot lele lo….”
“Yaudah kalo comot bayarin dah sekalian…”
“Xianying! Hahaha…” Pita menutup mulutnya yang tertawa lepas.
_______________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________
Pukul 2 dini hari, langit gelap temaran masih terliaht berwarna hitam luntur dengan rintik gemiris halus dan udara dingin yang begitu menusuk fisik. Di dalam kamar kos, Puput terlihat sedang duduk termenung dengan lampu kamar yang sepenuhnya mati. Hanya cahaya lampu remang dari rumah2 di luar yang menyinari sampai di jendela kamarnya.
Tubuhnya lelah, namun pikirannya berkecamuk bukan main. Kejadian setiap kali ia habis bercinta dengan Rangga selalu saja menyisakan kegalauan yang Puput sendiri sulit untuk mengatasinya. Mungkin saja Puput terlalu jenuh dengan Rangga setahun belakangan ini, sampai2 ia menikmati suguhan biologis dari kekasihnya tersebut pun selalu meninggalkan perasaan tidak nyaman hari demi hari.
Banyaknya pikiran menggangu serta perasaannya yang kacau membuatnya sampai tidak bias beristirahat dengan baik. Baru sekitar dua jam setelah ia bermasturbasi dengan benda mungil merah muda yang lengket kepunyaannya dan terlelap, Puput kembali bangun secara tiba2 dan tidak bisa kembali tidur walaupun terus mencoba.
“………”
Saat ini ia hanya duduk memeluk kedua betisnya, menatap kosong sebuah laptop yang sedang memutar drama Korea kesukaannya. Namun pikirannya sama sekali tidak memperhatikan setiap adegan yang ditayangkan disana. Seharusnya kegiatan ini dapat menghibur dirinya, namun ternyata ia hanya mendapatkan mata yang lelah karena cahaya laptop yang begitu terang menyorot di kamar yang gelap.
“Duhh… gak bisa nih gw begini terus….” keluhnya sambil menutup laptopnya.
Ia kembali merebahkan dirinya lalu mencoba untuk tidur namun tetap saja tidak berhasil. Bahkan saat ini ia sedang mencegek ponselnya dan membuka aplikasi toko daring untuk membeli satu toples Melatonin, sebuah obat untuk merangsang hormon untuk merelaksasikan tubuh untuk tidur.
Hmm… kalo yang ini ada khasiat tambahannya kayak buat bangun pagi lebih seger…. kalo yang ini ada tambahan vitamin E buat kulit… kalo yang iniiiii….. EH EH KOK…
Puput tersontak kaget ketika menu toko daringnya berubah ke mode panggilan masuk disertai dengan suara nada dering. Puput melebarkan matanya dan langsung beranjak bangun dari tidurnya. Kedua matanya melebar namun ekspresi wajahnya terlihat agak malas melihat nomor yang menghubungi dirinya.
“Apaan!?” ujar Puput bersungut judes.
“Halo...?”
“Halooo… apaan?”
“Nape tadi nelpon?”
Terdengar suara Arman dari balik sana menelepon kembali Puput. Saat ini ia sudah kembali dari indekos Pita dan sudah berada di lantai bawah kedai kopi milik kakaknya. Ia duduk di salah satu sudut tempat duduk dengan sebuah sorotan lampu berwarna kuning diantara ruangan yang begitu gelap.
“Kepencet.”
“Kepencet mah gak ampe lama gitu kali.” ucapnya langsung terus terang.
“Dibilangin kepencet! Batu banget sih lo!” Puput kembali menunjukan sikap galaknya.
“Iyeee dah iyeee… kepencet.”
Arman mengusap wajahnya kuat. Sifar Puput hampir sama sekali tidak pernah berubah ketika bercakap dengan dirinya, selalu pedas dan tajam. Namun bagi Puput saat ini, ia tidak tahu mengapa dadanya sedikit berdebar mendengar suara Arman. Pikiran dan perasaannya menuntun ia untuk menunjukan kegalakannya, namun di satu sisi Puput juga merasa ada sesuatu yang membuatnya sedikit nyaman ketika mengobrol dengan laki2 menyebalkan ini. Dan tentu saja perasaan tersebut berusaha tidak dihiraukannya dan malah ia tutupi dengan sikap ketusnya.
“Paan sih, ngomongnya diberat2in gitu! Najis ishh…!!”
“…..”
Arman tidak langsung memberikan tanggapan. Hanya suara hisapan ‘vape’ yang terdengar dari ponsel Puput.
“Kok diem aja sih???”
“Diem salah, ngomong salah. Gimana nih jadinya?” tanya Arman dengan nada pelan.
“Dih! Gak jelas lo, anjing!” Puput memberikan makian pertamanya.
Mendengar suara judes yang feminim tersebut, Arman merasa sudah sangat biasa. Bahkan setiap makian dari Puput sudah seperti sebuah ciri khas umum yang melekat di perempuan ini.
“Gw mau tidur!” ujar Puput pedas.
“Yaudah, bye….”
Seketika panggilan telepon diakhiri oleh Puput. Arman pun menggeletakan ponselnya dan pergi mengambil sebuah remote televisi. Kemudian ia mengarahkan remote tersebut ke televisi yang terpasang di tembok bagian atas di hadapannya. Munculah sebuah tayangan laga sepak bola antara dua klub merah berbeda kota sedang bertanding satu sama lain. Arman menonton sambil menikmati vape nya dan semangkuk kacang rebus yang dibeli setelah pulang dari indekos Pita.
Selang beberapa lama, ponsel Arman berbunyi panggilan masuk. Ia sempat menghiraukan lantaran sedang fokus memperhatikan tendangan bebas setelah aksi pelanggaran yang dilakukan salah satu pemain. Karena panggilan yang berkali2 berbunyi, Arman pun memutuskan mengecilkan volume televisi dan mengangkat panggilan tersebut.
“Napa Pit?”
“Eh Arman!? Lo tadi yakin kagak di tempat pecel tadi kita makan bener2 aman???” seru Pita dengan nada suara pelan namun panik.
“Lha, tumben kok jadi mendadak parnoan?”
“Aduh, perasaan gw gak enak soalnya…”
“Ya namanya perasaan mah kadang enak kadang gak enak lah.”
“Apa sih! Seriusan gw Maaaan!!”
“Gw juga serius, peak. Tadi lo liat sendiri kan kita makan di tempat pecel langganan gw yang lo aja baru tau tuh daerah ada gituan kan?”
“Bukan gitu maksud gw…” Pita menggerutu malas.
“Ya intinya tuh tempat kan adanya di komplek terpencil. Kalo anak jaman sekarang bilangnya hidden gem gitu dahhh…. masa iya temen2 lo atau temen2 tunangan elo ampe kesono2 segala?” Arman berusaha memberitahu Pita mengenai suasana tempat makan tersebut.
“Iya sih…”
“Nah, yodah. Jadi sekarang mending lo tidur, istirahat. Besok udah mulai packing2 barang segala macemnya kan?”
“Lo sendiri ngapa belom tidur?”
“Nonton Liverpool.”
“Yee bloon! Ngingetin orang suruh tidur, dia nya malah nonton bola. Hihihihi…”
“Yodah dah, gw mau nonton dulu ini. Tidur lo tiduuur…”
“Yaudah… tapi…. emmm….”
“Apaan lagi nih?” tanya Arman mulai tidak sabar.
“Makasih ya Man tadi. Lo emang tetep enak banget….” puji Pita dengan nada suara yang manis.
“Awas jangan keseringan bilang gituu…. entar malah baper beneran malah kagak jadi nikah lo! Haahahahaha!!”
Arman dan Pita tertawa satu sama lain. Percakapan mereka malam hari ini bisa dibilang adalah benar2 untuk terakhir kalinya. Kedepannya Pita akan jarang bahkan hampir sama sekali tidak akan menghubungi Arman lantaran ia ingin belajar berkomitmen untuk menjadi istri yang baik bagi calon suaminya kelak. Namun siapa yang tahu sebuah perasaan jika suatu saat Pita merasa rindu dengan Arman. Bisa saja Pita akan menyuruh Arman menyusulnya ke Bali untuk melakukan hubungan terlarang tersebut kembali, hanya saja sudah ada seorang Luspita junior yang akan menyambutnya juga.
“Pit, udah dulu ya…”
“Yaudah. Jangan tidur malem2 lo! Cepet mati entar!” ujar Pita tanpa tendeng aling.
“Yeee…”
Arman sebenarnya ingin menyudahi panggilan dengan Pita bukan karena ingin melanjutkan tontonannya, melainkan ada sebuah panggilan lain yang masuk di ponselnya. Langsung saja ia mengangkat panggilan tersebut. Terdengar tidak ada suara sama sekali disana ketika Arman memberikan sapaan.
“Halo?”
“……”
“Halo??”
“……”
“Halooo???”
“…….”
“Gw matiin nih kalo kagak ngomong mah, Put.”
Arman memberikan ancaman ke Puput yang sama sekali tidak bersuara di sana. Rupanya perempuan ini kembali menelepon Arman dengan maksud yang tidak diketahui.
“Jangaaaaan!”
“Lagian make diem2 segala…”
“Yaudah sih!”
“Yaudah matiin maksudnya?”
“Enggak gituu!! Bego banget sih lo jadi orang!!”
Ya rabb…. setan juga nih cewe lama2… nelpon cuman buat ngoceh doang, anjing!! Lagi nonton Liverpool nih gw…. Liverpoooool!! Untung lagi dua atu….!!
Arman menggaruk rambutnya seraya memecahkan fokusnya antara sepakbola di televisi atau meladeni Puput yang menurutnya begitu menyebalkan untuk saat ini.
“Jadi mau ngomong apa?” tanya Arman mencoba bersabar.
“Eh… emmm… ituuu…”
“……”
“Ya gituuu…”
“……”
“Man?”
“……”
“Maann?”
“Nah…”
“Armaaaan??”
“Naaaahh!!! Aduuhhh Diaaaaaz!! Firmino nya udah di depan ituuuuu!!” seru Arman menepuk dahinya menyaksikan cetakan gol yang gagal.
“IH KACANG BANGET!!”
“Hah? Apaan?”
“Kok lo ngacangin gw!!??” Puput kembali dengan ocehannya.
“Gw lagi nonton bola.”
“Bentar dulu, gw mau… gw mau ngomoooong!” ujarnya dengan suara kecil.
“Yaudah Put, ngomong aja.”
“Mmm… gw….”
“…..”
“Gw mau jujur…. tapi bukan berarti gw gimana2 ya sebelomnyaaaa!!!”
“Iyeee…”
“Mmm… jadi….” Puput mulai perlahan bercerita.
“Apa?”
“Jujur gw sebenernya masih kepikiran soal yang waktu itu… yang waktu pas kita di pulau itu…”
“Terus?”
“Terus…. mmm… gw….”
“YAAAAAAAADUUUH!!!” teriakan kekecewaan Arman sontak membuat Puput kaget setengah mati.
“ARMAN! APAAN SIH NGAGETIN AJA LO ANJING!!”
“Sorry2…. tadi striker nya lagi blunder…”
“Yaudah dengerin gw duluuuu!!”
“Apaaannn?”
“Gw…. ennngg…”
“Mending lo buruan ngomong, daripada lo entar keki sendiri….”
“Ya-yaudaaahh!! Gw… gw pengen ketemuan sama elo!!!! Hari Jumat malem di daerah yang nanti bakal gw share ke elo!!! So-so-soalnya… gw pengen…. ennggg… klarifikasi…!!” omongannya terdengar kembali mengecil dan ragu di ujung kalimatnya.
“……”
“Halo????? LO DENGERIN GW KAGAK SIIHHH ARMAAAAAN!!???” Puput semakin kesal karena ia merasa tidak diladeni.
“Iyeee denger.”
“Yaudah apaan tadi coba?????”
“Lo pengen nasi basi?”
“APAAN SIH TOLOL!! JADI COWO JAYUS BANGET SIH LO, HERAAAANN!!!”
“Iyeee2…. entar share aja udah tempatnya ke chat.” jawab Arman santai cepat2 ingin menyelesaikan pembahasan.
“Man?”
“Apa?”
“ARMAAAAANNN!!??”
“Apaaaa???”
Keduanya saling menaikan nada bicara satu sama lain.
“Di The Garden! Hari Sabtu jam 8! Jangan telat!!”
“Iya.”
“IYA IYA IYA!! ENGGAK DENGER KAN LO TADI GW NGOMONG APAAA???”
“The Garden, Sabtu jam 8 malem, kagak telat!!!”
“Hmmm!!”
“Udah ah, mau lanjut nonton lagi gw…”
“Man!? MAAN?? IH ANJIRR DIMATIIN!!” gerutu Puput menatap kesal layar ponselnya.
Arman mengecilkan suara televisi setelah pertandingan babak pertama berakhir. Ia kembali menghisap vape nya dan menghembuskan asap putih tebal. Tatapannya kini menatap langit2 kedai kopi yang bernuansa industri.
Setengah jalan, Put…. setengah jalan….
つづく