Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT Quest

Benar saja, setelah melewati asap hitam yang mengepul dari kebakaran hutan Mishaa, aku sudah melihat kota dari kelap-kelip lampu yang menerangi malam ini.
--------​
“Hei! Kau mau kemana?” tegur penjaga gerbang kota Mishaa ini. Dua orang penjaga gerbang menyilangkan tombak mereka menghalangiku memasuki kota Mishaa ini.
“Aku mau masuk ke kota...” jawabku.
“Pembawa senjata dilarang masuk kota Mishaa! Kota sedang dalam keadaan darurat. Kami harus memeriksa semua orang yang akan masuk!” seru penjaga itu.
Ada apa di kota ini? Dalam game kemarin, tidak ada peraturan seperti ini.
Dengan patuh aku keluar dari antrian yang akan memasuki kota bertembok tinggi ini. Aku harus melepaskan baju dan aksesoris Knight ini sebelum masuk ke kota. Setelah itu aku bisa masuk ke kota dengan terlebih dahulu digeledah untuk diperiksa. Zirah besi, pedang, helm dan aksesoris Knight-ku kusembunyikan di luar tembok kota.
Kota ini cukup besar. Berbagai bangunan-bangunan tinggi terbuat dari batu tertata rapi di pinggir jalan yang terbuat dari susunan batu rata. Orang banyak yang lalu lalang sibuk dengan urusannya masing-masing. Tempat yang pertama kucari dan datangi adalah toko senjata...
Toko ini disegel oleh pemerintah... O iya... Penjaga gerbang tadi bilang senjata dilarang di kota ini. Berarti hanya mereka yang boleh membawa senjata. Itu berarti... penjual senjata dipindahkan ke gedung pemerintahan.
Gedung Walikota Mishaa!
Aku mencari pedang Slasher yang hanya dijual di kota Mishaa ini. Pedang Slasher mutlak dipunyai untuk bisa melewati gua UNDINE yang banyak dihuni zombie nantinya.
Gedung Walikota itu juga dijaga dengan ketat oleh banyak penjaga. Apa yang terjadi dengan kota ini sehingga dalam keadaan darurat?
Sepertinya aku harus melupakan cara dan trik yang disebutkan dalam walkthrough yang pernah kubaca.
Menyamar menjadi pengawal dan menyusup masuk. Ide yang cukup bagus. Akan kulakukan tengah malam nanti... Sementara aku akan nongkrong dulu di Tavern. Mungkin aku bisa mendapat info di sana.
Banyak kerumunan di depan pintu masuk Tavern hingga aku harus menyusup di antara orang-orang itu.
“Eh... maaf...” kata seorang laki-laki kala ia menabrak bahuku.
“Ya... Gak pa-pa...” sahutku. Aku akhirnya bisa masuk ke Tavern setelah beberapa kali mengalami hal serupa.
Aku mau memesan minuman di bar Tavern ini.

Pilihan minuman di Mishaa Tavern :
Fresh Water : 100 Querry.
Soda Water : 150 Querry.
Sarsaparrilla : 200 Querry.
Juice : 500 Querry.
Ale Beer : 600 Querry.
Champagne : 950 Querry.
Red Wine : 1000 Querry.
White Wine : 1200 Querry.
Liquor : 2000 Querry.

Minuman apa yang kubeli, ya? Dari jumlah uang yang kupunya sejak mengalahkan VERHALAD ada 3500 Querry...
Kemana semua uangku?
Dari menu inventory, jumlah Querry yang kumiliki : 0...
Kurang ajar! Aku sudah dicopet! Pasti salah satu orang yang menabrakku di luar Tavern tadi...
Buru-buru aku keluar dari Tavern dan mataku jalang mencari-cari orang-orang yang mencurigakan yang pernah bertabrakan denganku. Itu dia! Orang memakai topi ala koboy dan baju gombrang itu!
Segera aku mengejarnya!
“Hei! Copet! Berhenti!” teriakku.
Mendengar aku meneriakinya, ia langsung kabur memasuki sebuah gang sempit.
Tanpa ampun lagi aku mengejarnya secepat kilat dengan MARVELOCITY.
“Tertangkap kau, copet!” aku langsung membekuknya. Tangannya kutelikung ke punggungnya.
“Kau menyamar jadi laki-laki... Tapi suaramu tidak bisa menipuku...” sergahku. Topinya kutepis lepas dari kepalanya.
Hanya dia yang meminta maaf dari 4 orang yang menabrakku tadi. Di kota seperti ini, orang tidak akan meminta maaf karena hal sepele seperti itu.
Saat ia kubalik hingga menghadapku, ia menangis tersedu-sedu. Air matanya meleleh hingga ke pipi.
“Maafkan aku... Aku tidak bermaksud mencuri uangmu... Aku terpaksa... Aku terpaksa... Hu...hu...” isaknya.
“Kau terpaksa mencuri? Kenapa kau terpaksa mencuri?” tanyaku penasaran, mungkin juga iba.
“Aku harus memberi makan adik-adikku... Mereka kelaparan karena orang tua kami sudah lama meninggal...” jawabnya tetap terisak.
“Oo... Jadi kau mencuri untuk membeli makanan untuk adik-adikmu...” aku kini mengerti.
“Iya... Maafkan aku... Aku akan mengembalikan semua uangmu...” katanya.

Deed!
Operator :
Jgn percaya mas. Lihat tgn kirinya!

Segera kusambar tangan kirinya yang bebas. Bawang bombay?
Segera juga kutelikung lagi tangannya yang tadi melonggar.
“Kau pencuri sekaligus penipu rupanya, nona manis...” kataku sadar akan tipu dayanya.
“Dimana kau sembunyikan uangku?” langsung saja kugerayangi bagian pinggangnya untuk mencari pundi itu.
“Tidak akan kukatakan!” serunya berubah galak.
“Kalau tak kau katakan... Aku akan mematahkan tanganmu ini... Agar kau tidak bisa mencuri lagi...” ancamku.
“Ya... ya... Akan kukatakan... akan kukatakan...” ia percaya dengan kesungguhan ancamanku.
“Di dadaku... Uangmu kusembunyikan di dada kiriku...” akunya kemudian.
“Di dada kirimu...? Keluarkan! Cepat!” seruku. Masa aku harus menggerayangi dada perempuan ini. Biarpun ia pencuri, aku tidak berhak melakukan itu.
“Hei, Kid! Rupanya kau sudah tertangkap duluan!” ada suara orang di belakangku.
“Celaka... orang-orang Baron Welser...” gumam perempuan bernama Kid ini.
“Anak muda... kami akan berterima kasih sekali kalau kau mau menyerahkan pencuri itu pada kami...” seru salah satu dari lima orang bertampang sangar itu.
Aku mengarahkan badan Kid pada mereka. “Apa yang telah dicurinya dari kalian?” tanyaku.
“Ia telah mencuri koleksi satu-satunya pedang Slasher yang ada dari kediaman Baron Welser...” jelas orang itu.
“Pedang Slasher?” jadi pedang itu hanya ada satu. Tidak dijual bebas?
“Apa kau memang mencuri pedang Slasher?” bisikku.
“Kenapa? Kau juga tertarik dengan pedang itu, kan? Kita bisa bekerja sama...” katanya licik dan tanggap.
“Kau tidak bisa dipercaya!” aku mendorong tubuhnya ke arah lima orang pegawai Baron Welser.
Ia gusar sekali dan memelototiku karena mengira bisa bekerja sama denganku. Kid dibawa kelima orang itu. Aku diundang ikut bersama mereka ke rumah Baron Welser.

Rumah ini mungkin yang terbesar di kota Mishaa. Ada papan nama bertuliskan Welser Mansion di depan gerbangnya.
Aku dipersilahkan masuk. Kami disambut beberapa wanita seksi berpakaian kelinci seksi. Playboy?
Sepanjang perjalanan menuju ruangan kerja Baron Welser, aku melihat banyak koleksi-koleksi menarik milik Baron ini. Pasti sebagai pencuri, Kid juga meliriknya.
Di depan pintu ruangan kerja Baron Welser, kami juga disambut dua wanita berpakaian kelinci dan membukakan pintu. Apa ini Playboy Mansion, ya?
--------​
“Ada apa?”
Seorang pria gemuk berkumis tebal sedang duduk di belakang meja kerjanya. Ia sedang mengenyoti dada montok besar salah seorang dari dua wanita kelinci yang sedang dipangkunya.
“Kami telah menangkap pencuri pedang Slasher, tuan Baron...” lapor pegawai itu.
“Apa pedangnya telah kalian temukan juga?” ia terus mempermainkan dada montok itu tanpa menoleh sedikitpun.
“Pedang itu tidak ada bersamanya... Mungkin ia sembunyikan di suatu tempat, tuan...” kata pegawai itu.
“Kalau begitu kita interogasi dia!” sahut Baron Welser sambil menekan sesuatu di atas mejanya.

Dinding di kanan kami terbuka menunjukkan sebuah ruangan kecil di sana. Ada sebuah kursi yang bentuknya aneh...
Kelima orang itu lalu membawa Kid ke kursi itu. Lalu mengikat kedua tangan dan kedua kakinya di... Apa namanya benda itu?
Saat selesai semua ikatan kencang aku baru mengerti apa fungsi kursi interogasi ini...
Baron Welser menyudahi ‘menyusu’nya dan mendekati Kid.
Ia menggosok-gosok selangkangannya yang gembung.
“Ini sebaiknya bagus... Karena kau sudah berani-beraninya mencuri pedangku yang paling berharga... Kau harus mendapatkan hukuman dariku...” kata Baron Welser.
“Buka baju pencuri ini!” perintah Baron Welser pada lima pegawainya itu. Mereka tersenyum licik juga mesum. Pantes aja disuruh ngebugilin cewek.
Aku hanya bisa melihat bagaimana kelima orang sangar itu mempreteli baju samaran Kid sampai ia telanjang.
Thief berambut merah itu telanjang mengangkang di kursi interogasi yang didesain khusus agar yang duduk bisa berposisi mengangkang dengan leluasa. Kursi periksa milik dokter kandungan ternyata.
Badannya yang ramping dengan dada berukuran sedang, menonjol sekali di ruang kecil ini. Vaginanya menjulang bersih tanpa rambut sedikitpun.
“Katakan dimana kau sembunyikan pedangku!” seru Baron Welser.
Kid bungkam dan membuang muka tak takut pada ancaman pria gemuk berkumis tebal itu.
“Katakan atau...” Baron Welser menurunkan restleting celananya dan mengeluarkan penisnya yang tegang.
“Bwah!” ejek Kid.
“Kurang ajar! Kau berani mengejek tititku!” Baron itu gusar sekali melihat tanggapan Kid pada penisnya.
Penisnya kecil sekali, seperti penis anak kecil. Tentu saja Kid berani mengejeknya.
Baron itu lalu mendorong-dorongkan penisnya pada vagina Kid yang terbuka. Penis kecilnya itu hanya sangup menyenggol-nyenggol vagina Kid.
Kid tetap membuang muka. Bibirnya sedikit meringis...
“Uuhh... uhh...” keluh Baron mengejang.
Ternyata ia sudah ejakulasi hanya dengan menggesek-gesekkan penis kecilnya itu pada vagina Kid.
Spermanya menodai kaki, perut dan permukaan vagina Kid. Pencuri itu hanya melongo melihat selangkangannya yang berlumuran sperma kental.
Baron Welser mundur dan tersengal-sengal.
--------​
Perlahan Baron Welser kembali ke meja kerjanya dan mengambil sesuatu dari laci.
“Apa kau masih tidak mau memberitahu dimana pedangku kau sembunyikan!” perangai amarahnya muncul lagi.
“Ayo... Sebaiknya kita pergi dari sini...” ajak pegawai itu padaku. Ada apa? Dua perempuan berpakaian kelinci itu juga buru-buru keluar melihat gelagat Baron Welser barusan ini. Kid juga rupanya merasakan hal ini. Ia gelisah tapi tak berdaya...
Baron Welser menelan sesuatu yang diambilnya dari laci tadi. Semacam kapsul.
Kontan tubuh Baron yang tambun itu bertambah tambun lagi. Kulitnya menjadi biru kemerahan. Pakaiannya tercabik-cabik.
Para pegawai itu semakin menarikku keluar ruangan kerja Baron ini.
Tidak!
Aku melepas tarikan mereka dan menutup pintu lalu kukunci dari dalam.
Baron yang menjelma menjadi sosok yang sangar mengerikan itu kini mendekati Kid yang masih terikat mengangkang tak berdaya.
Yang paling mengerikan adalah ukuran penisnya yang minta ampun besarnya!
Kid yang menyadari kalau aku tidak ikut keluar ruangan bersama yang lainnya mulai berteriak minta tolong.
“Tolong! Tolong aku! Tolong aku!” melasnya. Kali ini ia tidak bisa berpura-pura menangis karena ini memang sangat mengerikan.
Klontang!
“Hei, kau! Bola lemak!” ejekku setelah melempar sebuah kaleng. (Kenapa ada kaleng di ruangan ini?) Jejadian Baron Welser rupanya merasa terganggu dengan lemparanku tadi.
Weks!
Mukanya jadi jelek sekali... Aku sampai mau muntah melihatnya. Mukanya berlendir-lendir menjijikkan seperti bakpao busuk yang digerogoti belatung.
“WWAAAAAARRRKKKKK!” serunya murka. Mulutnya terbuka lebar menunjukkan sederetan gigi tajam dan nafas yang memuakkan. Gabungan bau bangkai tikus dan ikan busuk dibungkus kaus kaki berkeringat.
Karena saat ini aku bukanlah seorang Knight tanpa aksesoris yang kutinggal di luar kota, aku harus mengandalkan core untuk menghadapi monster gila ini.
Sepasang cakar XOXAM sudah muncul di dua tanganku.

Battle Start :

Boss of Welser Mansion :
FAT OGRE. HP 4200. Level 25. Drop Items : Ogre Axe. Note : Incarnation of Baron Welser by swallowing Ogre Jagged Pill. Undead with eternity. Attacks with throwing Ogre Axe. (Perubahan dari Baron Welser dengan menelan Ogre Jagged Pill. Undead yang tidak bisa mati. Serangan dengan melempar Ogre Axe)

Ternyata FAT OGRE ini adalah undead!
Undead sulit dibunuh dengan serangan normal. Apalagi HP-nya lumayan tinggi. Seharusnya aku sudah mempunyai pedang Slasher saat ini agar lebih mudah.
“Tolong lepaskan aku...” seru Kid dari kursi mengangkangnya. Aku sampai lupa pada cewek satu itu.
Dengan cakar XOXAM, aku memutus tali kulit yang mengikat tangan kanannya. Selebihnya ia bisa membukanya sendiri karena waktuku terbatas. FAT OGRE itu mendengus-dengus mencari kesempatan menyerang.
“Aku akan membantumu!” seru Kid tiba-tiba sudah ada di sampingku. Ia memegang dua buah belati besar di kedua tangannya.

Kid the Thief
Kostumnya juga sudah berganti menjadi baju ketat tanpa lengan sampai perut berwarna merah dan celana pendek berwarna biru tua. Ia memakai bandana berwarna biru.
Bagus! Aku sudah mendapat teman bertarung.
“Undead bisa dibunuh dengan mudah dengan memakai Hi-Potion... atau jenis Potion lainnya...” bisik Kid.
Hi-Potion?
Aku punya beberapa Hi-Potion hasil mengalahkan beberapa Earth Worm di gurun pasir Kandaaq kemarin.
Kukeluarkan Hi-Potion itu...
“Berikan padanya...” kata Kid pasti.
Karena ia begitu yakin, aku lakukan saja sesuai permintaan pencuri ini.

Item : Hi-Potion to FAT OGRE.

TWASH!

Benar... Bukannya menambah HP monster itu, malahan mengurangi banyak nyawanya. HP 2000.

Sekarang giliran Kid.

Special Tech : Steal.

Kid menuju FAT OGRE dan melakukan sesuatu yang kunilai sangat berani. Ia mencuri OGRE AXE dari monster itu.
Kini kapak monster itu ada di tangan kanan Kid. Sebuah belatinya disarungkan.
“Sekarang ia tidak bisa menyerang kita... Lihat saja...” kata Kid tersenyum lebar.
Benar. FAT OGRE seperti kebingungan apa yang akan dilakukannya karena serangannya hanyalah melemparkan kapak yang sudah dicuri Kid sebelumnya.

Passed : FAT OGRE.

Sekarang kembali giliranku.
“Berikan Hi-Potion itu lagi!” seru Kid.
Benar. Cara ini sangat berguna.

Item : Hi-Potion to FAT OGRE.

TWASH!

HP-nya tinggal 200 poin. Kembali giliran Kid.
“Aku akan menghabisinya...”

Attack : FAT OGRE.

Pertama sekali yang disabet Kid dengan pisau di tangan kirinya adalah penis monster yang tadinya tegang menjuntai panjang itu. Penis panjang yang tadinya akan dipakai memperkosa Kid.
Putus!
Lalu dengan OGRE AXE, ia membabat kepalanya yang besar itu hingga putus dan menggelinding di lantai ruangan kerja Baron Welser.

HP 0!

Deed ded ded ded deed ded deeeded...

Experience hasil mengalahkan FAT OGRE ini terbagi dua antara aku dan Kid. Masing-masing 2100.
Karena aku tidak dalam keadaan Knight, exp itu disimpan untuk sementara di inventory-ku.
Sedang Kid menjadi level 18. Wow... Berarti dia lebih tinggi dariku.

“Kita harus keluar dari Mansion ini... Para pegawainya pasti akan segera masuk...” seru Kid.
“Tapi bagaimana kita bisa keluar... Jalan keluar satu-satunya hanya lewat pintu itu...” jelasku.
“Jangan khawatir... Aku sudah menyiapkannya...” ternyata Kid menyulut sebuah dinamit yang sumbunya sudah menyala.
Aku mengikutinya yang bersembunyi di balik meja kerja Baron Welser begitu ia melempar dinamit itu ke arah ruangan di mana ia akan diperkosa monster tadi.

JDAR!

Bunyinya nyaring sekali. Telingaku terasa tuli.
“Ayo! Dindingnya sudah berlubang!” seru Kid sambil berlari menuju lubang yang telah dibuatnya itu.
Aku mengikutinya terus. Sampai kami keluar dari Welser Mansion yang luas ini. Lari-lari-lari menjauh.
Kami bersembunyi di sebuah ruangan kosong entah di mana. Tetapi masih di dalam kota Mishaa ini.
--------​
“Fiuh... Hampir saja!” Kid mengipasi dadanya dengan agak menarik bahan pakaiannya itu karena panas. “Hei! Apa yang kau lihat?” ia ternyata menyadari kalau aku memperhatikan dadanya. Dirapatkannya bajunya.
“Gak ada... Aku hanya mencari pundi uangku yang katamu kau simpan di dada kiri...” kilahku.
Ia berbalik dan merogoh dada kirinya.
“Nih... uangmu! Sekarang kita sudah impas!” lemparnya sebuah pundi uang yang kukenali sebagai milikku.
“Hitung yang benar... Aku belum menyentuhnya sepeserpun...” katanya ketus.
Aku melakukan yang disuruhnya, menghitung mata uang Querry ini.
“Aku akan membayar pedang Slasher itu sebesar 3500 Querry...” kataku melempar pundi uang itu kembali padanya.
“Ha... ha... ha... Hanya 3500 Querry... Aku bisa menjualnya seharga 50000 Querry di Pahn-Rev...” ejek Kid sambil mengencangkan bandananya.
“Tapi kau tidak bisa pergi ke Pahn-Rev kecuali melewati gua UNDINE, kan?” tebakku. Itu adalah rute yang sangat kuhapal. “Dan kau juga tidak bisa memakai pedang Slasher karena kau seorang Thief...” sambungku.
(Pedang Slasher hanya bisa dipakai oleh seorang Knight.)
“Lalu kenapa? Aku tinggal mencari seorang Knight yang juga akan ke Pahn-Rev... Pedang Slasher akan kupinjamkan padanya... Beres, kan?” sahutnya tak mau kalah.
“Kalau begitu... kita pergi ke Pahn-Rev bersama-sama...” kataku.
“Kau, kan bukan Knight... Kau tidak punya Job sama sekali... Kau cuma orang biasa saja...” ketusnya.
“Jangan lihat orang dari penampilan luarnya saja... Pakaian Knight-ku sedang kusembunyikan di luar pagar kota karena senjata tidak diperbolehkan masuk kota ini...” jelasku.
“Benarkah?” pastinya.
Aku mengangguk dalam untuk meyakinkannya.
“Baiklah... Tapi terlebih dahulu kau harus menunjukkan pakaian Knight-mu padaku dulu... baru kutunjukkan di mana pedang Slasher kusembunyikan...” putus Kid.
Aku setuju.
--------​
Masih dengan mengendap-endap, kami berdua berusaha keluar dari kota Mishaa ini. Kid punya rute sendiri yang tak harus melewati penjaga gerbang. Lewat gorong-gorong pembuangan air selokan. Ia memimpin perjalanan ini karena ia sudah hapal dengan selokan di kota ini. Sebentar saja kami sudah berada di luar pagar batu kota Mishaa dan aku menuju tempatku menyembunyikan pakaian dan senjata Job Knight-ku.
Begitu aku kembali memakai pakaian Knight ini, exp hasil mengalahkan FAT OGRE tadi langsung dihitung dan menaikkan levelku hingga level 12. Masih kalah dengan Kid yang level 18.
Dengan demikian, Kid sudah yakin akan Job-ku dan kembali kami memasuki kota di mana ia menyembunyikan pedang Slasher.
Ternyata pedang itu disembunyikan di balik papan nama Welser Mansion. Tidak begitu sulit mendapatkan kembali pedang itu dan orang-orang Baron Welser juga tidak akan mengira kalau pedang itu disembunyikan di sana.
Kid karakter cerdas. ternyata
Malam itu juga kami melanjutkan perjalanan menuju Pahn-Rev melalui gua UNDINE.
 
========
QUEST#07
========​

“Itulah gua UNDINE...” tunjuk Kid.
Gua itu berada di celah sebuah bukit di utara kota Mishaa. Ini memang jalan satu-satunya karena dibalik bukit itu gunung karang yang panjang melingkupi teritori ini. Untuk terus ke barat dan melewati gunung karang itu hanyalah melewati gua angker ini atau memakai alat transportasi.
Itu semua terihat di peta yang bisa kulihat di menu inventory.

Inventory > Menu > Map

“Sebelum kupinjamkan pedang Slasher ini... aku harus tau siapa namamu...” tanya Kid.
“Namaku Satria... dari kerajaan Kandaaq... Aku bermaksud untuk ke gunung Cursed...” jelasku secara singkat.
“Ke gunung Cursed? Jadi kau percaya dengan dongeng omong kosong itu?” kata Kid.
“Omong kosong bagaimana?” tanyaku.
“Kau pasti seorang pemimpi yang terlalu dibuai dongeng-dongeng manis tentang penyelamatan seorang putri oleh seorang pangeran tampan perkasa mengendarai kuda putih...” bualnya.
“Kuakui aku memang pangeran yang kurang tampan dan tak punya kuda putih seperti itu...” kataku.
“Sesuka hatimu-lah... Tapi yang kudengar... tak ada seorangpun pernah kembali hidup-hidup dari gunung Cursed... Entah kejahatan apa yang ada di sana...” ingat Kid.
“Aku juga dengar begitu... Tapi aku sudah bertekad... Harus sampai ke gunung Cursed dalam 10 hari...” kataku tak perduli.
“Semoga berhasil... Yang penting aku mau ke kota Pahn-Rev segera dan menjual pedang Slasher itu dengan harga tinggi... Titik!” tegasnya.
“Dengan pakaianmu ini... Apa kau bisa bertahan di dalam gua UNDINE? Itu, kan gua es yang sangat dingin...” kataku menyinggung pakaiannya yang agak terbuka.
“Kau jangan urusi pakaianku... Nih... pedang Slasher-nya! Buat dirimu berguna dan pakai pedang itu untuk menghadapi zombie-zombie di dalan gua UNDINE nanti...” kata Kid sambil menyerahkan pedang Slasher itu.

Slasher Sword acquired by Knight.

Slasher Sword : Sword with divine holy power to vanquish undead like zombie and ghost. Sworn only by knight. (Slasher Sword : Pedang dengan kekuatan suci untuk membasmi undead seperti zombie dan ghost. Hanya bisa digunakan oleh knight)

Kid lalu berjalan memasuki gua yang hampir keseluruhannya diliputi es itu. Aku mengikutinya dari belakang.
Sepertinya ia tahu jalan mana yang harus diambilnya karena tiap kali menemui persimpangan, ia dengan mantap memilih satu jalan tanpa pernah ragu.

Battle Start :
3 Zombie(s) attack.

Ini random encounter pertama menghadapi zombie di gua UNDINE ini. Zombie-zombie itu terlihat sangat haus darah.

Zombie. HP 550. Level 5. Drop Items : Potion, Sprinkle, Black Tiara. (Rare) Note : Blood thirst dead human with Z Virus. (Mayat manusia haus darah akibat Virus Z)

Zombie-zombie itu seperti manusia biasa. Hanya saja penampilan yang kucel dan kulit yang membiru dan luka di sana-sini. Taring muncul seperti drakula.

“Satria... bunuh mereka dengan pedang Slasher!” seru Kid.

Sword Tech : Dead Slasher.

Dengan memakai pedang Slasher, muncul satu pilihan baru dalam menu bertarungku, Dead Slasher!
SWASSH!
Satu zombie terdepan kutebas dengan pedang mahal ini.

Zombie 1. HP 0.
Wow! Keren!
Sekali tebas saja zombie itu langsung mati. Pedang ini memang hebat.
Sekarang giliran Kid.

Special Tech : Trick.

Kali ini Kid hanya menyerang dengan satu belati di tangan kanan. Sabetan belati itu hanya menimbulkan kerusakan sebesar 50 poin saja.
Tapi ia lalu melakukan satu gerakan spesial yang hanya bisa dilakukan seseorang dengan Job Thief. Mencuri! Ia mengambil sesuatu dari zombie perempuan itu.

Black Tiara acquired.

Black Tiara : Rare item with high price at Black Market. Worn only by girls to absorb 25% of Undead attacks. (Black Tiara : Item langka di Black Market. Hanya bisa dipakai oleh wanita untuk menyerap 25% serangan Undead)

Sialan! Black Tiara itu hanya bisa dipakai cewek. Ternyata ia tahu lebih banyak trik dari pada aku. Dengan memakai Black Tiara itu, serangan para Undead akan berkurang 25%.
Kid langsung memakai Black Tiara terbuat dari tulang hitam logam itu di kepalanya.
2 zombie yang tersisa kini mempunyai giliran menyerang.
Zombie yang tadi diserang dan dicuri Kid mengincar perempuan itu...

TSNG!
Kid menangkis serangan zombie itu dengan kapak OGRE AXE miliknya. Tak ada damage yang terjadi.
Zombie kedua mengincarku...
Aku harus berhasil menangkisnya!

PRANK!
Kibasan tangannya kusambut dengan perisaiku. Tak ada damage yang terjadi juga. Berhasil!
“Lakukan lagi seperti tadi...” seru Kid lagi.

Sword Tech : Dead Slasher.

Kutebas lagi zombie yang barusan menyerangku itu...
SWASSH!

Zombie 3. HP 0.

Bagus yang tertinggal hanya satu zombie yang HP-nya tinggal 500. Giliran Kid kembali.

Item : Hi-Potion to Zombie 2.

TWASH!

Zombie 2. HP 0.

Deed ded ded ded deed ded deeeded...

Menang!

Exp sebesar 500 itu kami bagi berdua. Tapi tidak cukup untuk naik level.

“Kau sudah lihat, kan? Begitu caranya kalau bertarung melawan monster Undead. Mereka sebenarnya tidak susah untuk dikalahkan... Yang penting tetap tenang dan cermat...” kata Kid menyarungkan belatinya.
“Kau sepertinya sudah pernah masuk ke gua ini, Kid... Kau sudah hapal rutenya...” tanyaku saat ia mulai bergerak lagi.
“Itu rahasiaku... Kau tidak perlu tau itu... Ayo jalan lagi...” ajaknya.
Dinginnya es gua ini juga sepertinya ia tidak perdulikan. Apa Kid memakai sesuatu yang bisa membuatnya tetap hangat, ya?
Mungkin dibalik baju lengan pendeknya itu ia memakai baju hangat. Atau ada sesuatu di tas pinggangnya itu?
Aku aja merasa kedinginan. Tetapi untung saja baju besi ini lumayan tebal untuk menahan suhu tubuhku tetap stabil.
--------​
“Satria... Aku perlu bantuanmu untuk menahan batu ini tetap tertekan... Berdiri di sini!” perintahnya di sebuah persimpangan.
Kuikuti apa maunya dan berdiri di sebuah tombol batu yang terlihat menonjol di tanah...
Sebuah pintu di dinding terlihat terbuka sepertiga...
Lalu Kid mengangkat beberapa batu lalu menyusunnya di atas tombol batu kedua.
Pintu itu kini terbuka seperenam...
Kemudian ia berdiri di tombol batu ketiga.
Pintu itu kini terbuka penuh!
Perempuan ber-Job Thief itu lalu mencabut dua belatinya dan mengganjal tombol itu dengan menyisipkan dua senjata andalannya itu ke sisi-sisinya.
Perlahan ia melepaskan satu persatu kakinya dari tombol batu itu.
Aku baru mengerti. Untuk membuka pintu rahasia itu diperlukan tiga tombol batu yang tertekan berat yang mencukupi. Kid memakai tubuhku, beberapa tumpuk batu dan tubuhnya sendiri.
Setelah ia merasa aman kalau ganjalannya pada tombol batu ketiga itu tidak akan lepas, ia bergegas ke pintu rahasia yang telah terbuka itu.
“Satria... jangan bergerak dari sana sampai kuberitau...” seru Kid sebelum ia menghilang di balik pintu.
Beberapa saat kemudian, ia muncul kembali. Ia mengeluarkan OGRE AXE.
Rupanya ia juga akan mengganjal pintu itu menggunakan kapak besar pembunuh ogre untuk menahannya.
“Coba kau lepaskan tombol batu itu... Perlahan-lahan!” perintahnya padaku.
Aku lalu meniru tingkahnya tadi saat melepaskan satu persatu kakiku dari tombol batu yang kuinjak.
Pintu itu akan menutup kembali tetapi OGRE AXE tetap menahannya. Kid berseru puas. Diambilnya kembali dua belatinya.
Ia memberi kode untukku ikut masuk pintu rahasia itu...
“Aku perlu bantuanmu untuk membuka peti batu itu...” katanya dan menunjuk sebuah peti yang ternyata ada di dalam ruangan ini.
“Ini peti harta, ya, Kid?” tanyaku tersadar.
“Jangan banyak tanya... Ayo bantu aku membukanya...” serunya berusaha mendorong tutup peti batu itu dari samping.
Kubantu ia mendorong tutup peti itu dari sisi satunya.
Setelah cukup usaha dan tenaga yang keluar, peti batu itu akhirnya terbuka juga.
“Apa ini?” heran Kid setelah memegang isi dari peti batu yang berat itu.

UNDINE DROP : Give this rare item to UNDINE owner to regain its loyalty. Reveal the true power of ice cold blizzard. (UNDINE DROP : Berikan item langka ini pada pemilik UNDINE untuk mendapatkan kepercayaannya. Ungkap kekuatan sejati dari dinginnya badai es)

“UNDINE DROP? Apa ini cukup berharga, ya?” tanya Kid memperhatikan benda mirip kristal es itu.
“Kusimpan dulu aja... Siapa tau harganya mahal di Pahn-Rev...” gumam Kid lalu menyimpan benda itu di tas pinggangnya.
Thief itu lalu mengajakku keluar meneruskan perjalanan...
“Awas! Musuh!” serunya

Battle Start :
3 Zombie(s) attack.

Zombie-zombie ini muncul tepat di depan pintu hingga kami tidak ada jalan lain kecuali meladeni mereka.

“Satria... mundur! Biarkan mereka masuk ke dalam ruangan!” kata Kid.
“Apa yang kau pikirkan! Kita tidak bisa bertarung dengan bebas di ruangan sempit ini...” kataku tak mengerti.
“Diam saja dan ikuti kata-kataku...” Kid mulai mundur tetapi tetap siaga. Aku terpaksa mengikuti kata-katanya dan mundur.
Ketiga zombie itu maju dan memasuki ruangan. Mahluk-mahluk undead itu berjalan sempoyongan mengincar kami berdua.
“Bergulingl!” seru Kid maju dan bergulingan di tanah. Melewati para zombie itu diantara kaki-kaki mereka.
Sekarang kami berdua berdiri mengapit ketiga zombie itu.
“Aku mengerti, Kid! Ini PINCER ATTACK, kan?” seruku mengingat taktik ini. Mengepung dan menyerang musuh dari dua sisi lebih efektif.
“Ini bukan PINCER ATTACK!” seru Kid.
“Kau lihat OGRE AXE ini sudah tidak sanggup menahan pintu ini! Kau harus berguling juga kemari! Kita kurung mayat-mayat hidup ini di dalam ruangan!” seru Kid.
Waduh!
“Berguling!” seruku segera tanggap dan bergulingan untuk melewati tiga zombie itu. Aku juga menambahkan sedikit serangan...
Tiga zombie itu terjatuh karena sebelah kaki mereka kusayat dengan pedang Slasher.
“Cepat keluar!” seru Kid yang sudah di luar pintu.
Pintu dengan pemberat itu berdebum dengan cepat.
Kid menutup matanya tidak sanggup melihat tubuhku yang akan tergencet pintu batu itu.

“Fiuh... Hampir saja...” seruku.
“Kau tidak terjepit pintu itu?” Kid membuka matanya dengan takjub. Padahal ia mengira aku sudah mati karena terjepit pintu yang menutup cepat itu.
“Kau lihat, kan? Aku sempat keluar... Memang nyaris, sih...” kilahku membersihkan debu yang menempel di zirah besiku.
Ia memperhatikanku sebentar lalu mulai bergerak. Kapak OGRE AXE yang dipakai untuk mengganjal, tertinggal di dalam gua.
Sebenarnya aku memang tidak akan selamat di pintu itu. Tetapi aku memakai SHADOW GEIST hingga aku bisa menembus pintu batu itu tanpa terlihat Kid karena ia menutup matanya.
Biar saja ia menganggap aku beruntung dan cepat.

Beberapa kali kami menghadapi segerombolan zombie lagi dan kami mengumpulkan cukup banyak exp untuk naik satu level hingga aku level 13 dan Kid level 19.
Es dan dinginnya gua UNDINE ini sepertinya semakin bertambah saja. Aku jadi rindu dengan hangatnya sinar matahari.

“Tunggu sebentar... Di sana ada banyak zombie...” henti Kid di suatu belokan. Ia mengintip dengan keahliannya.
“Tapi kita harus lewat sana, kan? Tidak ada jalan yang lain...” sadarku. Kami tidak bisa memilih jalan lain.
“Zombie-nya terlalu banyak...” kata Kid lagi.
Aku coba ikut mengintip. Kid bergeser.
Benar... Ada puluhan zombie sedang berputar-putar pada sebuah area yang agak luas.
“Sepertinya mereka sedang mengelilingi sesuatu...” kataku pada teman seperjalananku ini.
“Mengelilingi sesuatu? Apa benda berharga?” sifat matre-nya muncul mendengar hal itu. Ia kembali mengintip.
“Tidak terlihat... Mereka terlalu banyak hingga tidak terlihat apa yang sedang kelilingi...” kataku.
Kid sepertinya berpikir keras untuk memecahkan masalah ini. Pasti ia penasaran dengan benda yang dikelilingi para zombie itu. Kemungkinan barang berharga.

“Kita perlu sesuatu untuk menarik perhatian para zombie untuk menjauhi benda itu...” kata Kid akhirnya.
“Bendanya apa?” tanyaku mau tau.
“Zombie paling suka dengan manusia yang segar... Kau menjadi penarik perhatian mereka!” kata Kid dengan liciknya.
“Kenapa harus aku? Kau saja yang jadi umpannya!” tolakku. Enak saja ia mengumpankanku pada puluhan zombie lapar.
“Kau kan punya pedang Slasher... Kau pasti dengan mudah menghambat mereka...” kilah Kid.
Ia jago sekali berargumentasi sampai-sampai aku mengalah dan menuruti taktiknya.

Dengan setengah terpaksa aku maju dan membuat keributan agar para zombie itu melihatku dan berselera.
Benar saja... Semua zombie yang melihatku bergerak mengincar dagingku...
Sementara Kid bersembunyi di balik batu menunggu semua zombie meninggalkan benda berharga itu.
Aku mencari ruangan dimana aku bisa bergerak cepat menghabisi mereka semua dengan pedang Slasher ini.
Ketemu...
Sebuah jalan buntu yang menyempit dan puluhan zombie kelaparan mendatangiku...

Dead Slasher... MARVELOCITY!

Deed ded ded ded deed ded deeeded...

7500 exp kudapat dari membunuh 32 zombie hingga aku naik menjadi level 15!

Bergegas aku kembali ke ruangan di mana zombie-zombie itu pernah mengelilingi sesuatu.

“Apa ini?” tanyaku menemukan Kid sedang memperhatikan sebuah gundukan kain berwarna putih.
“Ini disebut Holy Circle... Para zombie atau Undead tidak bisa masuk ke lingkaran yang dibuat mengelilingi gundukan kain ini...” jelas Kid.
“Jadi bukan barang berharga, ya?” tanyaku lagi.
“Aku tidak tau apa yang ada di balik gundukan aneh ini...” kata Kid berpikir keras.
“Bergerak...” sadarku.
“Aku bukan gundukan aneh!” seru sesuatu yang muncul dibalik gundukan itu.

Whooaa!

Kami berdua kaget melihat munculnya yang tiba-tiba.

“Anak kecil... Apa yang kau lakukan seorang diri di gua ini? Ini tempat yang berbahaya, tau?” hardik Kid pada gadis itu.
“Enak saja kau bilang aku anak kecil... Umurku sudah 15 tahun, tau!” serunya sengit.
“15 tahun itu masih kecil... Yang besar itu seperti aku ini... sudah 17 tahun!” seru Kid tak mau kalah.
“Tapi dadaku lebih besar dari dadamu! Lihat!” sodornya pada Kid. Mereka kini saling banding dada.
“Kau... Dada siapa yang paling besar?” tanya Kid meminta pendapatku.
“Ng...?”
Aku harus menilai dada siapa yang paling besar?
Aku sudah pernah melihat dada Kid sewaktu ditelanjangi di Welser Mansion. Dadanya tidak terlalu besar.
Sedang anak yang berumur 15 tahun ini juga sudah lumayan berkembang besar.
Ia memakai baju berlengan panjang yang menyatu dengan hood penutup kepala berwarna biru muda dan rok panjang berwarna sama.
“Aku harus menyentuhnya agar tau besarnya...” usulku licik.
Dengan tanpa sungkan keduanya menyodorkan dada mereka masing-masing untuk disentuh.
Aku melebarkan telapak tanganku agar bisa mencakup kedua dada gadis itu.
Hmm... Lembut... Kenyal... Khas gadis remaja...
“Hei... Punya siapa yang paling besar?” hardik Kid.
“Iya! Punya siapa yang paling besar?” anak itu juga tak sabar.
Punya siapa yang paling besar? Aku meremas-remas pelan kedua dada itu. Menimbang-nimbang dada siapa yang paling besar.
“Kid lebih besar...” kataku. Tanganku kulepas dari dada mereka.
“Tuh, kan? Dadaku yang paling besar!” bangga pencuri itu.
Sepertinya gadis itu kecewa dengan jawabanku.
“Dadamu lebih besar dari padanya karena kau lebih tua 2 tahun... Coba kalau umur kalian sama... Pasti dadanya yang lebih besar...” hiburku.
“Yang penting... punyaku yang paling besar...” kata Kid kekanakan.
Gadis itu tidak cemberut lagi mendengar kata-kataku tadi.

“Apa yang kau lakukan di sini? Siapa namamu?” tanya Kid.
“Namaku Cera... Aku kemari mencari UNDINE...” jawab gadis bernama Cera itu.

Cera the Summoner
“UNDINE? Ya... Gua ini kan namanya UNDINE...” kata Kid.
“Ya... aku tau gua ini bernama UNDINE... Tapi sebenarnya UNDINE itu adalah nama mahluk es yang tinggal tersembunyi di gua ini...” jelas Cera.
“UNDINE... nama satu mahluk? Aku baru dengar ini...” kata Kid terheran-heran.
“Untuk apa kau mencari UNDINE ini?” tanyaku.
“Untuk menyelamatkan desaku yang selalu dalam musim panas berkepanjangan...” jelasnya.
“Kau seorang Summoner?” tebak Kid.
“Benar... Aku Summoner... Kalau UNDINE berkenan membantuku dan desaku... aku bisa men-summon-nya untuk melakukan RAIN DANCE dan membawa hujan di desaku...” jelas Cera.
“Terus... apa kau tau... UNDINE bersembunyi dimana? Gua ini sangat panjang, berliku dan bercabang... Kau mungkin akan tersesat...” kata Kid.
“Karena itu... aku... ingin meminta bantuan dari kalian... Bantu aku untuk menemukan UNDINE dan kembali ke desaku...” katanya sedikit memohon.
“Tidak bisa! Waktu kami terbatas... Kau cari orang lain saja...” tolak Kid.
“Tolonglah...” mohonnya sambil membuka sebuah pundi yang gemerlapan...
“Gold Nugget!” gumam Kid terkesiap.
“Tolong...” kata Cera.
“Baik...baik... Kami akan menolongmu...” Kid tiba-tiba berubah sikap.
Kulongok sebentar isi pundi milik Summoner itu. Gold Nugget? Itu berarti bongkahan emas yang mahal harganya.
“Namaku Kid... Namanya Satria... Salam kenal...” kenal Kid pada anggota baru tim ini.
“Eh... Selamat pagi semua...” sapanya.
Setelah itu mereka kasak-kusuk tentang Gold Nugget itu. Kid meminta DP atas bantuannya mencari UNDINE. Sedang Cera bersikeras belum mau menyerahkannya.
--------​
“Kid... Bagaimana kita bisa menemukan UNDINE di tempat seperti ini? Apa kau tau rute menuju tempat rahasia lainnya?” tanyaku pada perempuan Thief itu.
“Sebentar... Aku ingat-ingat dulu...” katanya berusaha mengingat.
“Hmm... Ada satu tempat yang tidak bisa kulewati... Ada tembok kokoh yang tidak bisa dihancurkan...” ingat Kid.
“Bagaimana kalau kita kesana?...” usul Cera.
“Baik... Lewat sini...” kata Kid kembali memimpin perjalanan.
--------​
“Cera... Bagaimana kau bisa bertahan sendiri di gua penuh zombie ini?” tanyaku dalam perjalanan.
“Aku lebih banyak menunggu sampai zombie-zombie itu lewat...” jawab gadis muda itu.
“Trus... Waktu dalam gundukan putih itu... Apa yang kau lakukan?” tanyaku penasaran.
“Itu karena aku ketahuan mereka... dan aku memakai Holy Circle sebagai pertahanan... Walau aku Summoner... aku juga bisa memakai sihir putih White Mage...” jawabnya.
“Bisa memakai spesialisasi Job lain?” heranku.
“Aku memakai ini... White Ring...” tunjuk Cera pada jari manis tangan kanannya. Cincin yang berwarna putih berbentuk bunga.

White Ring : Ring that enables the owner to cast various white magics. MP (Magic Point) required. Ring that absorbs 50% of white magic attacks. (White Ring : Cincin yang memungkinkan pemiliknya untuk menggunakan berbagai white magic. Mengambil MP pengguna. Cincin yang menyerap 50% serangan white magic)

“Cincin yang ini? Apa namanya?” tanyaku pada cincin di jari manis tangan kirinya. Cincin berwarna hitam yang juga berbentuk bunga.
“Ini Black Ring... Aku juga bisa memakai sihir hitam Black Mage...” jawabnya terus berjalan.

Black Ring : Ring that enables the owner to cast various black magics. MP (Magic Point) required. Ring that absorbs 50% of Black magic attacks. (Black Ring : Cincin yang memungkinkan pemiliknya untuk menggunakan berbagai black magic. Mengambil MP pengguna. Cincin yang menyerap 50% serangan black magic)

“Berarti kau bisa memakai semua magic...” gumamku.
“Memang bisa... tetapi masih magic tingkat rendahan...” katanya agak tersenyum.
“Apa kau juga punya Green Ring dan Blue Ring?” tanya Kid yang ternyata juga mendengarkan percakapan kami.
“Belum... Aku belum sempat membelinya...” kata Cera.
“Padahal harganya kan mahal sekali... 100000 Querry loh...” kata Kid sambil mengintip sebuah persimpangan.
“Tidak apa... Sebuah Gold Nugget sudah bisa untuk membeli satu Elemental Ring itu...” kilah Cera.
Ia memang punya banyak uang.
“Sepertinya desamu itu... banyak menghasilkan Gold Nugget, ya?” lanjut Kid setelah persimpangan itu aman.
“Di desa kami ada tambang Gold Nugget yang banyak mengandung logam berharga ini...” jelas Cera.
“Tapi tak ada gunanya kalau hujan tidak pernah turun, kan? Itu seperti sebuah kutukan yang sangat menyedihkan bagiku...” kata Kid kembali menuntun jalan.

Battle Start :

2 Zombie(s), 2 Skull Orc(s), 1 Death Mage.

Ini battle pertama sejak Cera bergabung. Dan kali ini kami menghadapi 2 jenis musuh baru. Skull Orc dan Death Mage.

Zombie. HP 550. Level 5. Drop Items : Potion, Sprinkle, Black Tiara. (Rare) Note : Blood thirst dead human with Z Virus. (Mayat manusia haus darah akibat Virus Z)
Skull Orc. HP 600. Level 5. Drop Items : Potion, Bone Club, Sprinkle. Note : Human skeleton animated alive with Z Virus. (Kerangka manusia yang hidup kembali akibat Virus Z)
Death Mage. HP 800. Level 6. Drop Items : Potion, Death Wand. (Rare) Note : Buried alive Mage. Ressurect with vengeance in hand of Z Virus. (Mage yang dikubur hidup-hidup. Dibangkitkan kembali dengan bantuan Virus Z)

“Satria... kau fokuskan seranganmu pada Zombie lalu Skull Orc... Aku dan Cera akan menyerang Death Mage ini... Ini agak susah...” seru Kid saat aku sudah mulai.

Attack : Death Mage.

Kid lalu menyayat-nyayat Death Mage itu dengan dua belatinya. Damage-nya hanya 55 poin.

Sword Tech : Dead Slasher.

Aku menebas salah satu dari dua Zombie yang kami hadapi. Berhasil! Tinggal satu Zombie dan 2 Skull Orc.

“Cera! Tunjukkan kemampuanmu... Summon sesuatu...” seru Kid pada anggota tim baru itu.

Summon :

Nymph : Mystical fairy with the force of Wind. Attack with Gust Cutter. 25 MP required. (Nymph : Peri mistis dengan kekuatan Angin. Menyerang dengan Gust Cutter)
Torch : Night lamp in case of dark with the essence of Fire. Attack with Flame Track. 25 MP required. (Torch : Lampu penerang kala kegelapan dengan kekuatan Api. Menyerang dengan Flame Track)
Flown : Flock of raging carnivore fish. Splash with Water and thousand of sharp bites. Attack with Splash Bites. 25 MP required. (Flown : Sekumpulan ikan pemarah pemakan daging. Menyemprot dengan Air dan ribuan gigi tajam)
Good Goat : Stomp with the hind of Earth fury. Attack with Stomp Hammer. 25 MP required. (Good Goat : Menghantam dengan kaki belakang kemarahan Tanah. Menyerang dengan Stomp Hammer)
Worn Plug : Shock with the short-circuited Electric wire. Attack with Split Zap. 25 MP required. (Worn Plug : Menyetrum dengan kabel kornslet dengan Listrik. Menyerang dengan Split Zap)

“Akan kubakar mereka dengan api...” seru Cera.

Summon : Torch.

Muncul sebuah obor secara gaib begitu Cera men-summon (memanggil) kekuatan api ini.
Obor itu lalu berputar-putar untuk menyebarkan panasnya lalu menjatuhkan diri ke tanah.
Sejumlah jejak api sesuai dengan jumlah musuh yang kami hadapi muncul dan membakar mereka.

Flame Track.

Hebat!
1 Zombie dan 2 Skull Orc itu langsung mati terkena serangan api. Sedang Death Mage itu mendapat damage 300 poin.
Sekarang giliran Death Mage itu.

Attack : Poison Sprayer.

Serangan macam apa ini? Poison?

Death Mage itu mengayun-ayunkan tongkatnya dan cairan berwarna hijau kekuningan itu menyebar kearah kami.

NYES!

Begitu suaranya begitu cairan itu menyentuh kulit kami bertiga.
“Gawat! Ini racun berbahaya!” seru Kid tersadar.

Perlahan, HP kami bertiga berkurang digit demi digit.

“Bagaimana cara mengobati racun ini?” tanyaku pada Kid.
“Tenang! Akan nanti kusembuhkan dengan white magic Serum-ku...” jawab Cera.
“Bagus... Serang saja Death Mage itu!” seru Kid.

Sword Tech : Dead Slasher.

Hanya 100 poin HP-nya yang berkurang. Ia memang lawan sulit.
Kemudian Kid menambah damage pada Death Mage itu sebesar 55 poin lagi. Tinggal 290 poin lagi sisa HP-nya.
“Cera... Panggil Torch lagi!” seru Kid pada Cera.

Summon : Torch.

Flame Track

Obor itu muncul kembali dan membakar Death Mage itu habis.
Deed ded ded ded deed ded deeeded...

Menang!
Exp sebesar 800 itu kami bagi tiga. Masing-masing mendapat 266 poin. Tidak ada kenaikan level. Aku level 15, Kid level 19 dan Cera level 14.
“Jangan ada yang bergerak sebelum Cera memakai Serum-nya...” ingat Kid tentang kondisi keracunan kami.
“Cera... obati dirimu dulu baru kami berdua...” perintah Kid.

White Magic : Serum to Cera.

Sinar hijau berputar mengelilingi dari kepala hingga kaki Summoner remaja itu.

Poison cured.

Lalu Cera mengobatiku dengan Serum itu lalu Kid.
Karena kami bertiga sudah kehilangan banyak HP dari keracunan serangan Death Mage tadi, aku lalu membagi-bagi Potion yang selalu kami dapatkan tiap bertarung hingga HP kami penuh maksimal kembali.
 
========
QUEST#07
========​

“Tembok batu yang tidak bisa kulewati itu ada di balik batu besar itu...” jelas Kid.
Sebuah jalan yang agak tersembunyi karena ada batu besar yang menghalangi jalan masuk lorongnya.
Kalau dilihat sekilas, tidak akan ada yang tahu kalau disana ada jalan yang tersembunyi.
Aku membantu Cera untuk menaiki batu besar itu karena rok panjangnya itu menghalanginya untuk bergerak bebas.
Sedang Kid, dengan lincahnya menaiki batu itu tanpa kesusahan sedikitpun.
Benar juga... Ada sebuah jalan yang tersembunyi di balik batu ini. Jalan masuknya agak sempit karena ditutupi salju yang sudah mengeras.
Aku harus mengikis bongkahan es yang menghalangi itu dengan pedang Slasher.
Kami lalu memasuki lorong tersembunyi itu...
“Di sini tidak ada es-nya, ya?” gumam Cera.
“Iya... Disini lebih hangat...” kataku.
“Itu tembok batu yang kumaksud...” tunjuk Kid pada sebuah tembok tinggi yang menutupi ujung lorong ini.
Kami bertiga lalu memperhatikan tembok ini.
“Apa kau sudah mencoba meledakkan tembok ini dengan dinamit, Kid?” tanyaku tentang salah satu keahliannya itu.
“Sudah... Tidak mau bergeming sedikitpun... Sepertinya ini bukan sembarang tembok...” kata Kid mengelus bagian tembok yang pernah diledakkannya. Memang ada bekas terbakar yang menghitam tapi tidak rusak sedikitpun.
“Mungkin dilindungi semacam sihir pengunci...” tebak Cera.
“Mungkin juga...” setuju Kid.
“Apa kau bisa membukanya, Cera?” tanyaku.
“Sihir pengunci itu sihir tingkat tinggi... Aku belum bisa sihir seperti itu...” jawabnya jujur.
“Bagaimana, ya cara melewati tembok ini? Masa kita harus berbalik arah lagi?” gumamku sambil terus memperhatikan dan meraba permukaan dinding ini.
“Hei, lihat di tanganmu, Satria...” seru Cera.
“Apa?” tanyaku memperhatikan tanganku.
“Bukan tanganmu... Di tanganmu...” tanggap Kid.
“Seperti lubang dengan lambang yang aneh...” kata Kid mengenai lubang di dinding itu. Letaknya di tengah tembok membentuk inden.
“Itu mungkin lubang kuncinya...” tebak Cera.
“Ini kan seperti item yang kau temukan di gua berpintu 3 tombol batu itu, Kid...” ingatku pada bentuknya yang seperti kristal es yang beku.
Buru-buru Kid mengeluarkan benda yang kumaksud itu dari tas pinggangnya.
“UNDINE DROP ini?” saat ia sudah mengeluarkan benda itu. Bentuknya memang pas sekali dengan lubang yang terbentuk di dinding.
Dengan hati-hati, Kid memasukkan UNDINE DROP itu pada lubang di dinding.

TREK!
Ada suara berderak...
GREEEEEEENNGGG!

Ternyata tembok ini terbuka pada bagian tengahnya. Tepat pada pertengahan UNDINE DROP itu berada hingga item itu menempel pada tembok yang sebelah kanan.
WOW!

Dari tembok yang telah terbuka itu, kami melihat sebuah pemandangan yang sangat indah.
Sebuah padang rumput yang luas dengan gunung-gunung menjulang biru di belakangnya. Sebuah danau berair biru ada di sebelah kanannya. Sebuah rumah kecil di atas bukit.

“UNDINE tinggal di rumah itu?” tebak Cera.
“Hanya begini? Kukira ruangan dengan banyak harta...” keluh Kid mendapati kenyataan ini.
“Ayo... Kita ke rumah kecil itu...” ajakku.
Kid kembali mengambil UNDINE DROP itu dari pintu.

BRUK!

Kami menabrak tembok lagi!

“Afa inii?” pipiku menempel pada sebuah dinding tak terlihat.
“Inii dhindihng kadca...” kata Kid yang hidungnya menempel di benda tak terlihat.
“Inii ess...” kata Cera yang jidatnya rata dengan permukaan.

“Benar... Itu dinding es buatanku...” kata suara seorang wanita dari kiri kami.

Ia wanita yang sangat cantik duduk di sebuah dipan yang terbuat dari es keras. Sepertinya ia baru bangun.
Pakaiannya panjang dan agak transparan berwarna putih kebiruan. Rambut panjangnya juga berwarna putih kebiruan.
“Lihat dadanya lebih besar dari pada kau, Kid!” seru Cera.
Kid merengut mukanya mendengar ejekan Cera itu.
Memang dada wanita ini besar. Bahkan lebih besar dari pada dada Kid. Kulitnya sangat halus dan mulus terlihat dari balik bahan pakaian yang transparan itu.
“Tentu saja... Ia kan wanita yang sudah dewasa...” kataku menghibur Kid.
Kid tidak merengut lagi.

“Siapa kalian? Apa yang kalian lakukan di sini... anak muda?” tanya wanita seksi itu.
“Kami sedang mencari UNDINE...” kata Kid.
“Untuk apa kalian mencari aku?” tanya wanita itu.
“Anda UNDINE?” sergah Cera tiba-tiba.
Wanita ini UNDINE?

Undine
Dengan panjang lebar, Cera menceritakan keadaan di desanya yang selalu dalam musim panas berkepanjangan. Gadis Summoner itu juga menceritakaan perjalanannya mencari UNDINE di gua yang berbahaya ini dan maksudnya meminta pertolongan pada UNDINE.
--------​
“Begitu?... Boleh... Aku akan membantumu melakukan RAIN DANCE di desamu... Ini semua karena kalian telah membebaskanku dari kurungan ini...” kata wanita UNDINE itu.
“Kurungan? Kurungan apa?” heran kami ditanyakan Cera.
“Aku dikurung di dalam ruangan kecil ini oleh seseorang yang sangat jahat...” jelas UNDINE.
“Tapi anda bisa pergi ke gunung itu, kan?” kata Kid.
“Itu bukan gunung sebenarnya... Itu semua hanyalah gambar yang kubuat di dinding es sebagai penghiburku...” jelas wanita cantik itu.
“Oo...” hanya itu yang bisa keluar dari mulut kami bertiga. Pantas saja kami seperti menabrak dinding yang sangat dingin.
UNDINE tersenyum-senyum.
Wanita itu meminta UNDINE DROP karena benda itu adalah inti kekuatannya. Kid dengan terpaksa menyerahkan item langka tersebut.
--------​
“Anak muda... Kau memakai Crimson Ring... Apa hubunganmu dengan VERHALAD?” tanya UNDINE padaku.
“Tidak ada hubungan apa-apa... Aku mendapatkan Crimson Ring ini setelah mengalahkannya...” jawabku senormal mungkin.
“Hmm...” gumamnya.
“Kalau begitu... aku akan membantu kalian dengan menjadi Blizzard Ring... sehingga kau, Summoner, bisa memanggilku kapan saja...” dengan curahan butiran es yang sangat dingin, UNDINE mengubah dirinya menjadi sebuah cincin.
Cincin berbentuk seperti UNDINE DROP kecil itu dipakai Cera sebagai medium summon UNDINE bila diperlukan nantinya.

Blizzard Ring: Ring with bestowing power of UNDINE. Used in summoning the RAIN DANCE. (Blizzard Ring : Cincin yang dikaruniai kekuatan UNDINE. Digunakan untuk mensummon RAIN DANCE)
Dengan begitu, pencarian UNDINE telah selesai sehingga kami bisa segera keluar dari gua es ini.
Setelah beberapa waktu, beberapa kali bertemu gerombolan zombie dan teman-temannya, naik satu level masing-masing kami, akhirnya kami keluar dari gua UNDINE itu.

End of STAGE 2.

STAGE 3 Start.

Begitu pemberitahuan game QUEST FOR LOVE ini begitu kami memulai perjalanan di Plains of Pahn-Rev.
Padang rumput Plains of Pahn-Rev ini hampir seperti Plains of Mishaa yang pernah kulewati bersama tim-ku terdahulu.
Terutama monster-monster yang banyak muncul mengganggu perjalanan. Seperti Squirrelita, Micetta, Groundfog dan Hound Dog.
--------​
Tak lama kemudian kami telah melihat kota Pahn-Rev di kejauhan siang itu.
Semoga saja kota ini tidak dalam keadaan darurat seperti Mishaa kemarin sampai-sampai aku harus menanggalkan pakaian dan senjata Knight-ku.
“Kita ke kota itu?” tanya Cera pada Kid.
“Benar... Itu kota Pahn-Rev... Tujuan awal kami memang akan ke kota itu untuk menjual pedang Slasher milik si Satria...” jelas Kid.
“Kenapa harus dijual? Pedang itu cocok untuknya...” kata Cera.
“Pedang ini harganya mahal... 50000 Querry di kota Pahn-Rev sana...” jelasku.
“Benar... aku hanya meminjamkan pedang Slasher agar bisa melewati gua UNDINE dengan aman karena pedang ini ampuh untuk membunuh Undead... dan hanya bisa dipakai seorang Knight...” jelas Kid lagi panjang lebar.
“Kalau begitu... pedang Slasher itu aku yang beli...” kata Cera dan menyodorkan sebuah Gold Nugget.
“Cera... Untuk apa kau membeli pedang ini... Pedang Slasher tidak akan berguna bagimu...” kagetku. Kid juga kaget.
“Tidak apa-apa... Aku membelinya bukan untukku... Tapi untukmu, Satria...” kata Cera.
“Untukku? Harganya mahal, loh... 50000 Querry... Gold Nugget-mu ini harganya 100000 Querry... Kid tidak punya uang kembaliannya...” tolakku.
“Sisanya untuk biaya bantuannya mengantarku ke desaku, SCIMITRA...” jelas Cera tetap menyodorkan Gold Nugget itu.
“Baik... Aku menjual pedang Slasher itu padamu...” kata Kid menerima Gold Nugget itu dan langsung menyimpannya.
“Mulai sekarang... Pedang Slasher itu menjadi milikmu, Satria...” kata Cera.
“Terima kasih, Cera... Tetapi kenapa kau baik sekali padaku... sampai dibelikan pedang mahal seperti ini?” tanyaku.
“Satria, kan sudah baik padaku... Ini untuk membalas kebaikanmu...” jawabnya.
Kebaikanku? Apa yang sudah kulakukan padanya?
Apa karena masalah ukuran dada tadi, ya...?
--------​
“OK... Walaupun aku tidak perlu menjual pedang ke Pahn-Rev... Tapi kita tetap harus singgah ke sana untuk membeli perbekalan selama perjalanan kita ke desamu...” kata Kid.
“Tunggu sebentar... Aku tidak bisa ikut kalian ke desa Cera... Aku harus bergegas ke gunung Cursed...” potongku.
“Satria... mau ke gunung Cursed?” tanya Cera.
“Benar... aku sebenarnya dalam perjalanan ke gunung Cursed...” jawabku.
“Ia sudah terpengaruh dongeng-dongeng tentang putri tidur itu...” kata Kid.
“Desaku tidak jauh dari gunung Cursed... Sebenarnya karena kejahatan di gunung itulah... desaku menjadi selalu kekeringan...” kata Cera menunduk.
“Sudah banyak pejuang-pejuang desaku yang mencoba menghentikan dongeng dan mendaki gunung itu... Tapi tak seorangpun pernah kembali...” kata Cera.
“Sepertinya kejahatan di gunung itu membalas dengan membuat desa kami kekeringan...” sambung Cera.
“Kami juga sering melihat orang-orang yang akan ke gunung itu... singgah di desaku dan tak pernah terdengar lagi kabarnya... Padahal mereka adalah prajurit-prajurit yang gagah dan berani...” kenang Summoner muda itu.
“Dengar, kan? Apa yang membuatmu berpikir kalau kau lebih baik dari mereka yang sudah mati itu?” ketus Kid juga.
“Aku ada alasan yang sangat kuat untuk pergi ke gunung itu dan mencium si putri tidur...” kataku perlahan.
“Paling untuk kau jadikan ratu saja, kan?” kilah Kid.
“Kau seorang Raja?” kaget Cera.
“Belum... Satria belum menjadi Raja... Ia masih pangeran dan karena itu ia mencari seorang putri untuk menjadi Ratunya...” kata Kid.
“Satria harus menaikkan level hingga 99 agar dapat berhasil di sana...” kata Cera.
“Sudah banyak juga prajurit dengan level 99 yang pergi ke sana dan tak juga kembali...” jelas Kid.
“Benarkah... Tapi itu level tertinggi... Gunung itu memang mengerikan...” gumam Cera sambil bergidik.
“Apapun halangannya... Aku tetap akan ke gunung itu...” tegasku.
“Terserahmu-lah...” kata Kid. Cera diam saja dan memandangi wajahku.
--------​
Ternyata kota Pahn-Rev ini lebih ramah daripada kota Mishaa. Penjagaannya tidak seketat kota Mishaa karena para penjaga hanya berdiri dan membiarkan para pendatang masuk lewat gerbang kota dengan bebas. Siapapun mereka. Bersenjata atu tidak.
Hal pertama yang kami lakukan adalah membeli makanan dan obat-obatan di Item Shop.
Kid juga menjual beberapa item berharga yang sempat ia temukan di gua UNDINE ke beberapa Mercenary di kota yang tenang ini. Ia mendapat cukup banyak uang.
--------​
Di kota ini kami akan menumpang kapal layar yang akan membawa kami ke kota NERDA. Karena dari sana adalah stasiun kapal udara pusat yang bisa disewa untuk menjelajahi dunia ini.
Dengan kapal udara itulah kami akan pergi ke desa Cera, Scimitra.
Cera meninggalkan desanya juga dengan cara itu.
“Kapal berangkat satu jam lagi... Aku sudah membeli tiga tiket untuk kita semua pergi ke Nerda...” kata Kid.
“Kita makan dulu di Tavern, yuk... Aku lapar...” kata Cera.
“Boleh... Aku juga lapar...” setuju Kid. Aku ikut saja dengan mereka.
Di Tavern, Kid dan Cera memesan makanan yang enak-enak. Mereka dengan lahap memakannya.
“Eh... Orang itu mengintip lagi...” kata Kid pada Cera.
“Mungkin dia kelaparan...” kata Cera. Mereka cekikikan tertawa pada seseorang yang memang dari tadi mengintip kami dari jendela luar Tavern.
Ia duduk di luar Tavern sambil memegangi sepotong roti yang sepertinya sangat keras. Ia memakai armor berwarna biru tua yang sudah lusuh dan tua.Tombaknya di sandarkan ke dinding Tavern. Ia memakai helm yang juga menutupi bagian matanya.
“Dia itu Dragoon kere... Makanya hanya bisa ngiler lihat orang makan enak...” ejek Kid.
“Masa jadi Dragoon bisa kere... Laki-laki macam apa itu? Pasti laki-laki yang lemah...” sambung Cera.
“Sudah... Kalian bisanya hanya menghina orang saja... Memangnya kalian itu kuat apa? Makan yang benar!” hardikku.
Mereka tak berhenti menggunjingkan Dragoon malang itu.
--------​
Satu jam sudah lewat dan kami bergegas menaiki kapal yang akan membawa kami ke Nerda.
Kapal layar ini tidak begitu besar. Hanya cukup untuk mengangkut sekitar 50 penumpang termasuk awaknya.
Bila perjalanan lancar, kami akan sampai di Nerda nanti sore.

“Selamat siang...” sapa seseorang. Dragoon yang di Tavern tadi. Ia juga naik kapal ini.
“Siang... Ada yang bisa kubantu?” tanyaku.
“Anda akan ke gunung Cursed?” tanya laki-laki itu. Suaranya gak ngebass. Cenderung ke tenor. Kayak suara perempuan, deh.
“Benar... Kenapa? Dari mana Anda tahu?” tanyaku hati-hati.
“Saya dengar Anda dan kedua teman Anda itu hendak ke gunung Cursed untuk menjadikan putri itu Ratu?” tanyanya balik.
“Benar... Lalu?” tanyaku.
“Tidak... Aku hanya ingin melihat calon sainganku untuk mendapatkan putri Bernadette... Yang akan mati di sana...” katanya lalu mundur dan pergi begitu saja.
Kenapa dengan orang itu? Apa masalahnya?
--------​
“Satria... Whooekk... Tolong kami... Kami mabuk laut...” kata Kid tiba-tiba datang dan menubrukku.
“Mabuk laut? Mana Cera?” tanyaku.
“Ada di kabin... Ia juga... whoek... mabuk laut...” jawab Kid.
Alhasil sepanjang hari itu aku disibukkan dengan menjaga kedua perempuan itu yang mabuk laut gila-gilaan.
Saat kulihat jendela kabin ini, langit sudah agak gelap. Berarti kapal ini sudah akan sampai Nerda.
Kid dan Cera tidur terlelap di kabin, kelelahan karena banyak muntah dan mual akibat mabuk laut. Sepertinya aku sudah bisa meninggalkan mereka. Aku masih penasaran dengan Dragoon aneh itu.
Wuih...
Anginnya kencang sekali...
“Sebaiknya Anda tetap di dalam kabin... Akan ada badai sebentar lagi...” kata seorang awak kapal padaku.
Benar! Ada awan hitam yang bergulung-gulung di depan sana... Beberapa titik petir juga sambar-menyambar. Para awak kapal dan krew sibuk mempersiapkan kapal ini dari segala kemungkinan buruk.
“Ini badai terburuk yang pernah kualami... Sepertinya laut mengamuk dan ingin memakan kita saja...” kata seorang awak kapal pada rekannya.
Badai terburuk?
Itu si Dragoon aneh itu. Ia berdiri ujung kapal, menghadap pada badai. Segera kuhampiri ia.
“Kau?” sadarnya saat aku sudah di sampingnya.
“Kudengar ini badai yang sangat buruk...” kataku.
“Ini bukan badai biasa... Ada sesuatu di balik badai itu... Badai itu akan menuju kemari dan menghadang kapal ini...” kata Dragoon berarmor biru tua itu. Ia sekarang berpakaian lengkap dengan tutup kepala dan senjata tombak panjangnya.
“Ada sesuatu di dalam badai itu... Apa ada bos Stage di dalamnya?” gumamku sendiri.
“Ini dia datang... Sebaiknya kau pergi bersembunyi... Kekuatanmu tak cukup untuk menghadapi ini...” kata Dragoon itu.

TSG!
Sebuah tombak raksasa bermata tiga muncul dan hampir saja membelah badan kapal. Lalu muncullah...

Battle Start :
Boss Stage 3 :
KING NEPTUNE. HP 95000. Level 85. Drop Items : Wavy Ring. Note : King of the ocean. Rules five main oceans. One of 10 Generals of Order. Attack with Tsunami Sweep and Tetra Flood. (Raja lautan. Memerintah lima samudra. Salah satu dari 10 Generals of Order. Menyerang dengan Tsunami Sweeo dan Tetra Flood)

Lagi-lagi muncul bos gila-gilaan dengan level tinggi. 85!
KING NEPTUNE bentuknya seperti lelaki paruh baya yang berukuran seperti raksasa setinggi 8 meter dari permukaan air laut. Kulitnya berwarna biru, berkumis dan berjanggut tebal dan memakai pakaian kebesaran raja. Ia juga memakai mahkota. Senjatanya berupa tombak trident (tombak dengan tiga mata yang runcing).

Andromeda the Dragoon
“Hei... Kenapa kau masih di sini? Ini bukan pertarungan untuk pemula...” kata Dragoon sombong itu.
“Level-mu juga kan masih rendah... Cuma level 22 aja sombong...” jawabku tetap pada posisi bertarung.
“Terserahmulah... Aku tidak akan membantumu... Kau hanya mengganggu!” serunya.
--------​
“Siapa kau Dragoon? Sebaiknya kau pulang saja dan menjadi petani di kampungmu... Aku tidak ada urusan denganmu... Aku hanya akan memusnahkan Knight ini...” kata KING NEPTUNE.
“Apa? Kau hanya mengincar Knight rendahan ini...?” kagetnya mendengar pengakuan raja lautan itu.
“Knight ini telah memusnahkan VERHALAD si golem api dan mendapat Crimson Ring...” kata KING NEPTUNE.

Sword Tech : Dead Slasher.

Giliranku pertama kali!

Aku maju menebas raja lautan yang sangat besar ini dengan pedang Slasher.

Hanya 100 poin damage yang kuhasilkan. (Baginya itu hanya seperti digigit nyamuk)

“Itu pedang Slasher yang terkenal?” kagum Dragoon di sampingku.
“Bahkan pedang Slasher tidak ada apa-apanya bagi KING NEPTUNE...” gumamku tentang kekuatan bos Stage 3 ini.
“Sekarang giliranku... Lihat ini!” seru si Dragoon.

Dragoon Force : Jump and Dive.

Dragoon itu agak menunduk lalu meloncat tinggi...
Loncatannya tinggi sekali. Bahkan KING NEPTUNE yang setinggi 8 meter dari permukaan laut saja harus mendongak melihatnya.
...
“Kemana dia? Lama sekali turunnya?” tungguku. Si Dragoon aneh itu tak kunjung turun.
“Hmm... Kita lupakan saja... Dragoon tidak berguna itu... Sekarang giliranku...” seru raja laut itu bersiap dengan serangannya.
“Tsunami Sweep!” seru raksasa itu.
Dari belakang KING NEPTUNE muncul gelombang besar. Gelombang itu datang menggulung dengan cepat ke arah kapal.
“Bahaya!” kataku mengingat ombak sebesar itu bisa menenggelamkan kapal yang sedang aku tumpangi ini.
“GIGA FORM!” seruku sambil melompat keluar dari kapal.

BYUUUURR!
Aku menciptakan gelombang ombak sejenis dengan tubuhku yang juga membesar seperti raksasa setelah melompat ke laut.
Dua ombak itu bertemu menimbulkan suara gemuruh dan angin yang sangat kencang.
Kapal di belakangku terombang-ambing.

“Whoo...ho...ho... Kau bisa menjadi besar seukuranku ternyata...” kata KING NEPTUNE senang.
“Benar... Dan pedangku juga besar sekarang... Lihat!” kataku mengayunkan Slasher.
“Whoo...ho...ho... Tidak semudah itu, anak muda... Tidak mudah...” katanya mengibaskan tombak mata tiganya.

CLINK!

Tombak dan pedang itu beradu menghasilkan bunga api yang besar bak kembang api perayaan tahun baru.

Ada kerusakan HP sebesar 200 poin yang terjadi pada KING NEPTUNE...? Aku tidak mengenainya, kan?

Jbur!

“Whoi... Mana kapalnya? Kemana kapalnya pergi?” terdengar suara si Dragoon itu.
Ia terlihat mengapung di air laut. Ternyata ia yang menimbulkan damage 200 poin itu pada KING NEPTUNE.
Sepertinya KING NEPTUNE berang pada serangan tiba-tiba Dragoon itu. Ia akan menghantamkan tombak raksasanya itu pada Dragoon yang mengapung.
“CLAMP!”
Aku menangkap tombak bermata tiga itu dengan kekuatan CANCER.
“Apa?!” ia gusar sekali.
“SHADOW STRIKE!”
Kutendang pergelangan tangannya hingga tombak itu lepas melayang dari tangannya dan menancap jauh di sana.

“Dragoon... menjauhlah kau dari sini... Kapal ada di sebelah sana...” tunjukku pada arah kapal berada.
Ia menurut.
“Kau tak bersenjata sekarang... Aku juga akan menyimpan senjataku...” kusimpan pedang Slasher ke sarungnya.
“Bodoh!” katanya pendek.

Ternyata ia mengayunkan sebuah pukulan mengincar dagu.
CROK!
“Aku sudah tahu... kalau kalian akan selalu berbuat curang... Rasakan!” kataku menancapkan cakar XOXAM di pergelangan tangannya hingga tembus.
“Akkhh!” keluhnya kesakitan setelah tangannya ditarik. Sejumlah darah mengucur dari lukanya.
“Aku punya banyak keahlian yang tidak akan bisa kau bayangkan, KING NEPTUNE...” kedua tanganku mengembang ke samping bawah. Cakar XOXAM terhunus.
“MULTIPLICITY!” seruku.
Aku menggandakan diri hingga 6 Knight raksasa dengan cakar XOXAM yang terhunus.
“MARVELOCITY!” seru keenam tubuh raksasaku.
Tubuh raksasa KING NEPTUNE terpotong-potong menjadi beberapa bagian...

Deed ded ded ded deed ded deeeded...
Aku menang...
Experience yang kuperoleh : 95000. Itu sebesar HP milik KING NEPTUNE. Levelku langsung melonjak menjadi level 20.
Item yang kuperoleh darinya adalah Wavy Ring.

Wavy Ring : Drop item of KING NEPTUNE, king that rules for five main oceans. Ring that absorbs 50% of water elemental attacks. (Drop item KING NEPTUNE, raja yang memerintah lima samudra. Cincin yang menyerap 50% serangan elemen air)

Kalau game ini terus berbuat curang dengan menampilkan bos-bos dengan level tinggi yang tak bisa dikalahkan dengan cara normal, aku juga akan terus bermain dengan tidak normal.
Dengan kekuatan core...
Dengan memakai sayap hitam XOXAM, aku kembali ke kapal yang telah terombang-ambing karena badai barusan.
Badai itu telah pudar begitu KING NEPTUNE kukalahkan.
“Wah... tadi itu badai terdahsyat yang pernah kualami...” kata salah seorang awak kapal. Teman-temannya juga mengatakan hal-hal yang sama.
Karena badai itu, perjalanan ke kota Nerda agak terganggu dan akan sedikit terlambat dari jadwal seharusnya.
Yang pertama kujenguk adalah Kid dan Cera di kabin.
Mereka tetap tidur dengan pulasnya. Seperti tak tersentuh keributan badai yang baru saja terjadi di luar.

End of STAGE 3

STAGE 4 Start.
 
L'blanc g di munculin suhu
si kadal raksasakan lumayan buat bantu lawan bos stage
saran aja suhu jgn dibikin terlalu gampang satria ngalahin bos stage y
 
Formasi teamnya hampir mirip di Final Fantasy jadul

Dimana ada satu tanker, satu mage, satu ranger ( bisa diganti theif atau archer) dan satu destroyer (biasanya yg jobnya fokus maen damage dan attack gede tapi deff kurang)
 
tipe" serangan di rpg,

fisik , magic ,
melee , range ,


menarik bang, segera d tunggu lanjutan ceritany, huehehe

jadi kangen seal online,
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd