Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT Quest

Bimabet
Wah updatenya lancar poll.., tiap nengok ke sini pasti selalu ada yang baru.

Ijin bookmark agan ryu...
Semangat sampai tamat

waduh. makasih banyak agan aiko berkenan ke trit ane. silahkan dibaca-baca dulu. mohon kripiknya juga. moga-moga ceritanya ai juga lancar dan tamat. saya suka banget ceritanya.
 
Suhu yg Quint koq gak bisa di buka yach link nya
 
========
QUEST#01
========​


Semua kunci ada pada Carrie...
Mulai dari membentuk CHARM dari perhiasan milik Carrie hingga kunci melakukan TRIGGENCE juga ada pada Carrie.
Artinya...

artinya.......
harus menunggu update selanjutnya....
 
Entah kenapa saya langsung ke inget saint saiya ya setelah baca cerbung ini
 
QUEST # 02
TAURUS



Aku masih menjaga hubungan baik dengan April setelah aku mendapatkan ZODIAC CORE ARIES darinya. Beberapa kali kami masih tetap ML dan menemaninya ke beberapa tempat.
Aku ada banyak waktu sampai 20 April karena di waktu itulah aku bisa memulai mencari core kedua, TAURUS.
April pernah ingin melihat core yang kuambil dari dirinya. Aku hanya berani menunjukkan 2 bentuknya kecuali bentuk CREATURE FORM-nya yang lumayan buas. Aku khawatir ia bakalan takut melihatnya.
Juga ia melihat dua core milikku pribadi, XOXAM dan VOXA. Kuharap dengan begitu, ia jadi mengerti kenapa aku melakukan semua ini.
Dengan waktu yang begitu banyak tersisa, aku jadi bisa mempersiapkan berbagai hal. Mulai membereskan masalah pelajaranku. Perbaikan Coremeter dan up-grade-nya. Menyusun langkah-langkah pencarian dan lain-lain.
Putri dan Dewi banyak membantuku. Juga kembar lima memberi banyak masukan. Terutama Hellen yang membuat gadget utamaku yang bertugas mencari panjang gelombang core istimewa yang dimaksud.
Dengan telah ditemukannya ZODIAC CORE pertama, ARIES, Hellen kini meningkatkan kemampuan Coremeter dalam pencarian core.
HP-ku malah diganti dengan bentuk baru. Ada tulisan MICRO CHIC ver 1.1. Upgrade kecil mungkin. Sekarang berbentuk clampshell. Kemampuan barunya adalah bisa disetel agar mencari panjang gelombang tertentu saja. Yang pastinya hanya pada kisaran 1500-an Hz saja.
Usulku waktu itu agar Coremeter up-grade nantinya bisa membedakan antara core milik wanita dan pria belum bisa dipenuhi Hellen karena itu memerlukan penelitian yang lebih lanjut lagi. Tapi ia berjanji akan melakukannya pada generasi berikutnya. Jangkauan pencariannya masih 50 meter. Belum bertambah.
Tentang buku Legenda GOD MAESTER CORE yang diberikan Papa itu, di halaman pertama yang kosong tiba-tiba memunculkan tulisan bangsa Hyperios setelah disentuhkan core ARIES padanya. Tulisan bangsa asing yang entah dimana bertempat tinggalnya itu berbentuk cacing-cacing berbaris. Sepertinya, bahkan Hellen enggan membuat penerjemah untuk bahasa ini agar tidak mengganggu EBRO miliknya. Katanya itu bukan bidangnya walau kalau ia berminat seharusnya kemungkinan besar mampu dilakukannya.
EBRO kembali kuminta untuk membacakan apa yang tertulis di sana sekaligus untuk mengetahui apa ada petunjuk tentang ZODIAC CORE berikutnya.
Yang tertulis di lembar itu adalah :

ARIES BERGERAK MENGIKUTI ANGIN. IA MENGEJAR IMPIAN. IA BERLARI MENUJU UTARA MELEWATI GUNUNG TINGGI DAN LEMBAH GELAP. DI TANGANNYA MENGGENGGAM HARAPAN.

Apa maksud dari kalimat-kalimat itu? Aku sama sekali tidak mengerti. Apa nantinya semuanya akan berbunyi seperti ini, ya? Memusingkan sekali.

Saat aku pulang sekolah, kembali berjalan kaki. Mobilku tidak kupakai. Aku kembali menemukan wanita itu. Suster Susan. Ia sedang menunggu bus di halte.

Susan
“Eh... Satria... Bagaimana? Berhasil, kan?” tanyanya.
“Iya, mbak Susan... ZODIAC CORE pertama sudah kudapatkan...” jawabku.
“Bagus... Tetaplah begitu dan kumpulkan ke-12 ZODIAC CORE itu agar harapanmu terkabul, ya...” dukungnya.
“Ng... Mbak Susan... Ini... core mbak Susan saya kembalikan...” kataku sambil menyodorkan core ROSE DROP miliknya kembali.
“Satria simpan saja dulu... Saya tidak terlalu butuh, kok... Satria pasti akan lebih membutuhkannya... Pasti ia akan lebih berguna di tanganmu... Lagipula ia senang, kok membantumu...” tolaknya.
Karena ia tetap menolak apapun alasanku, aku terpaksa tetap menyimpan core ROSE DROP milik mbak Susan lagi. Mudah-mudahan memang ini akan membantu selama misiku.
Mbak Susan menemaniku berjalan pulang dan kami berbincang-bincang lagi.
“Rumah mbak Susan dimana, sih? Boleh main ke rumah, gak?” tanyaku basa-basi.
“Rumah mbak jauh dari sini... Nanti, deh... Kapan-kapan... Satria akan mbak ajak ke sana... OK?” jawabnya.
“OK deh... Janji, ya?” jawabku.
Kami lalu berpisah karena busnya sudah muncul.
Eh... Bus itu, kan tidak terlalu jauh perhentian terakhirnya. Apa dia menyambung bus lagi dari sana? Ah sudahlah...

Eh... Apa ya kegunaan ZODIAC CORE ARIES baruku ini? Jadi penasaran...
Aku berkonsentrasi untuk menggunakan core ini ke dalam tubuhku. Terasa hangat saat ia menyusup masuk melewati telapak tanganku saat kugenggam erat. Menjalar terus sampai ke kaki.
Perasaan ini...? Kakiku terasa ringan. Tubuhku terasa melayang. Apa ini perasaan saat sedang fly?
Aku coba melangkah. Wah... ringan sekali. Dan... ng?? Apa tidak salah? Aku tadi cuma jalan selangkah tapi jarak yang kucapai sekitar enam langkah.
Apa dengan core ini berfungsi untuk menambah kecepatan? Hebat sekali. Kecepatanku jadi berlipat ganda.
 
Wah tumben nih update nya sedikit2...
Lanjut terus bro...

ini yg banyak... silahkan dinikmati.



========
QUEST#02
========​

Hari ini 20 April. Hari pertama aku bisa mulai mencari ZODIAC CORE kedua, TAURUS.
Sepulang sekolah aku langsung memulai misiku. Aku sudah mempersiapkan baju ganti. Coremeter di HP baruku ini langsung kuaktifkan. Agar aman, panjang gelombang yang kucari adalah mulai 1400 Hz.
Sepanjang jalan, meternya tidak menunujukkan reaksi apa-apa. Pastinya disekitarku saat ini tidak ada orang yang mempunyai core dengan panjang gelombang istimewa.
Padahal aku udah ngarep-ngarep pada beberapa cewek seksi berbagai tingkatan umur akan memberikan tanda OK pada Coremeter ini. Cewek SMA seumuranku yang lagi ngumpul bareng teman se-genk-nya. Pada cantik-cantik, euy. Nihil. SPG-SPG bahenol penjaja brosur property dan mobil. Nihil. Sekumpulan pekerja kantoran yang usai istirahat makan siang, bergegas kembali ke pekerjaannya. Seksi dan modis dengan fashion terkininya. Nihil.
Kota segede ini masa harus tiap hari ketelusuri untuk menemukan TAURUS? Jenuh juga. Satu harian tak akan cukup untuk menyisiri tiap sudutnya.
Hari ini praktis kulewati dengan hasil nol.
Keesokan harinya, aku kembali mencari. Bahkan sejak pagi, Coremeter telah kuaktifkan. Jaga-jaga kalau-kalau orang itu sedang berada di sekitarku tanpa kusadari. Kali ini aku membawa mobil. Kemarin lelah juga mencari keliling kota dengan berjalan kaki. Kakiku udah pegel-pegel keliling seharian.
Iseng-iseng aku menghitung panjang gelombang teman-teman sekelasku dengan menurunkan setting pencarian Coremeter ke tipe normal. Biasa saja, hanya sekitar 500-an Hz saja. Seluruh warga sekolah sekolah juga kucoba. Sama aja.

“Halo... Papa?” jawabku.
“Iya... Ini Papa... Belum pulang sekolah, ya?” tanya Papa disana. Ada ada Papa meneleponku?
“Ini... Papa mau ngobrol-ngobrol sedikit dengan kamu... Hari ini Papa mau agak sedikit santai... Kita sudah lama gak ngobrol, kan...”
“Papa gak mau jadi ayah yang gak mau memperhatiin anaknya... Apalagi kamu sedang mencari core itu...” lanjutnya.
“Iya, Pa... Nanti siang Satria ke kantor Papa, deh...” jawabku. Benar juga. Papaku itu orangnya sibuk sekali. Hanya beberapa kali aku sempat bertemu dengannya. Itupun hanya sebentar. Paling waktu sarapan. Ayahku memang super sibuk.
Ia sekaligus memimpin berbagai perusahaan dalam grup usaha keluarga kami Bhumi Surya Chandra Awan bersama dengan Oom Ron dan Tante Elisa. Semua itu pasti membuatnya sangat lelah dan sedikit membuatnya jauh dari keluarga.
“OK... Papa tunggu, ya... Dag...” putusnya.
Sepulang sekolah aku langsung ke kantor Papa. Kantornya di lantai 20 West Point.
Beberapa orang staf yang mengenaliku, langsung menyapa penuh basa-basi. Di lift juga, beberapa orang memberi ruang longgar untukku berdiri.
Aku berjalan melalui lorong untuk melewati beberapa pos sekretaris dan administrasi sebelum memasuki ruangan Papa. Semuanya membiarkan aku lewat tanpa ada pertanyaan. Walaupun mungkin mereka tidak kenal aku, tapi juga mungkin sudah diberitahu kalau aku akan datang.
Ada seorang sekretaris baru yang sangat cantik menyambutku di depan pintu ruangan Papa. Ia mempersilahkanku masuk dengan sangat ramah sekali. Dibukakannya pintu.
“Ah... Satria... Sini... sini duduk sini...” ajak Papa setelah aku memasuki ruangannya. Ia langsung menghentikan pekerjaannya dan berdiri mengajakku ke sebuah ruangan lain.
Ruangan ini biasanya dipakai untuk membicarakan masalah-masalah bisnis dengan lebih santai.
Ruangannya luas dan nyaman dengan pemandangan kota yang terpampang dari jendela yang didesain besar-besar. Seluruh kota terlihat jelas dari lantai 20 West Point ini. Ada foto keluarga berukuran besar di sini.
“Gimana...? Papa dengar... kamu sudah dapat ZODIAC CORE pertama... ARIES...” tanya Papa setelah kami duduk.
“Sudah, pa... Sekarang Satria sedang mencari yang kedua... TAURUS...” jawabku.
“Papa boleh liat... core itu?” mintanya. Mungkin ia juga tertarik dengan kemungkinan kekuatan yang tersimpan di dalamnya.
“Ini, pa...” sodorku. Aku mengeluarkannya dari telapak tanganku karena benda-benda seperti ini lebih amannya disimpan di dalam tubuh. Lebih aman dan tidak bakalan hilang.
“Wah... sepertinya energinya besar sekali... Kamu hebat sekali, Satria... Tubuhmu bisa menghadapi kekuatan sebesar ini... Satria pernah lihat, kan kekuatan Papa... Makan waktu yang lumayan lama untuk bisa mengendalikannya dengan benar... Itupun harus kerjasama sama Oom Ron...” puji Papa. Ia menimang-nimang core ARIES di tangannya.
“Lagipula ini baru satu... masih ada sebelas lagi... Satria bisa jadi orang yang terkuat di dunia ini...” lanjut Papa. Ia lalu mengembalikan core itu padaku.
“Maksud Papa?” heranku dengan perkataannya.
“Kamu harus berhati-hati... Di dunia ini sangat banyak berbagai jenis manusia... Kita tidak bisa begitu saja percaya pada orang lain... Apalagi... semua orang saat itu... telah melihat core yang keluar dari tubuh mereka masing-masing...”
“Pasti akan ada yang penasaran dan menelitinya... Sejauh ini... hanya kamu dan saudara-saudaramulah yang mengerti cara mengendalikannya... Dan kamu satu-satunya saat ini yang bisa menampung berbagai macam core lainnya...” jelas Papa.
Benar juga... Pasti akan ada orang yang penasaran tentang core-core yang dipanggil keluar oleh LORD OF MIGHTY jelmaanku waktu itu. Akan ada orang yang meneliti masalah ini. Dan mungkin akan menemukan jejak GOD MAESTER CORE juga.
Mudah-mudahan tidak.
“Jadi... Satria sudah tau caranya melakukan TRIGGENCE itu, ya?” tanya Papa membuyarkan lamunanku.
“TRIGGENCE? Ya... ya... Sudah bisa, kok, pa... Bisa...” jawabku gugup. Mudah-mudahan ia tidak menanyakan caranya.
“Caranya gimana?” mati aku! Masa percakapan ayah dan anak membicarakan masalah seks begini sih?
“Jangan malu-malu... Ini percakapan antar lelaki... Bagi-bagi sedikit rahasiamu untuk Papa... OK?” desak Papa.
“Apa Papa mau mengumpulkan core juga?” tanyaku. Ia sendiri yang mengatakan untuk berhati-hati.
“Oo... bukan... Ini maunya Mamamu... Dia juga mau merasakan bagaimana CHARM itu... Dengan alat kenangan cinta yang kami punya... Papa bermaksud untuk berubah jadi CHARM...” jelas Papa.
“Oo...” begitu rupanya. Memang sah-sah saja mereka mau menikmati kehidupan seks yang variatif. Papa masih perkasa dan Mama masih bergairah. Tidak ada salahnya.
“TRIGGENCE itu tidak bisa digunakan sembarangan, pa... Itu hanya digunakan untuk mengambil core istimewa pada sasaran. Kalau manusia tanpa core istimewa akan terancam jiwanya... Bisa meninggal...” jelasku.
“Begitu, ya? Bahaya juga jadinya...” pahamnya.
“Kalau begitu... tidak usah pakai TRIGGENCE saja, ya... Cukup CHARM aja... rasanya sudah cukup...” lanjutnya.
Aku kembali mesem membayangkan Papa menggunakan CHARM dan bercinta dengan Mama. Cepat-cepat kuhapus gambar itu dengan penghapus karet imajinerku.
“Papa dengar... kamu dibuatkan alat khusus sama Hellen untuk mencari ZODIAC CORE itu, ya?” tanya Papa.
“Iya, pa... Ini...” sodorku menunjukkan HP buatan Hellen.
“Micro CHIC ver 1.1? Dia memakai program CHIC?” kaget Papa.
“Kenapa, pa... dengan CHIC?” tanyaku jadi penasaran. Itu program rahasia kepunyaan Oom Ron.
“CHIC itu hanya bisa diakses oleh Oom Ron... karena dulunya dia adalah sebuah program perlindungan untuk Rhine...” jelas Papa.
“Program perlindungan untuk Rhine? Siapa itu Rhine?” tanyaku bingung.
“Gini... Waktu Papa sama Oom Ron masih kuliah dulu... Kami pernah pergi ke masa depan. Sebenarnya yang pergi itu hanyalah jiwa kami... Jangan tanya caranya, ya... Kami memakai tubuh orang yang telah meninggal... Papa memakai tubuh seorang wanita bernama Odessa dan Oom Ron memakai tubuh Rhine...”
“CHIC itu adalah sebuah Organic-Cyborg pelindung Rhine yang selalu mengikutinya... Sampai sebelum ia tidak bisa berfungsi lagi... CHIC sendiri mengedit ulang bahasa sandinya dan mengubah perintah kerjanya untuk melindungi Oom Ron...” jelas Papa.
Wah... Masa muda Papa juga penuh petualangan yang hebat rupanya.
“Masa depannya... tahun berapa, pa?” tanyaku.
“Hmm... Sekitar kurang lebih seratusan tahun kedepan-lah...” jawabnya pendek.
Jadi... Begitu penjelasan kecanggihan program CHIC itu... Jelas saja... seratus tahun di masa depan. Bila digunakan setengahnya saja maka akan sangat hebat.
“Satria tau, kan industri software kita juga sedikit mengambil kecanggihan CHIC. Tetapi tidak ada yang tau masalah ini kecuali kami berdua... dan Satria sendiri. Ingat jangan ceritakan ini pada orang lain... Bahkan pada saudaramu... Ini rahasia perusahaan... OK?” ingat Papa.
“Janji, pa...” jawabku.
“Dengan aplikasi Coremeter ini, ya?” kata Papa mencoba mengaktifkan program itu.
Beep! Beep!
Begitu bunyinya. Nyaring sekali. Ketemu core istimewa!
“5000 Hz...” gumam Papa.
“5000 Hz?!” kagetku. Core siapa yang begitu kuat ?
Aku menyadari kalau Papa mengarahkan HP ini pada dirinya sendiri. Wow! Gila! 5000 Hz...
Lalu ia mengarahkannya padaku... ”2500 Hz...” katanya.
“Ada dua gelombang 2500 Hz pada dirimu, Satria... yang ketiga 1532 Hz dan keempat 1542 Hz...” kata Papa.
“Yang 2500 Hz itu panjang gelombang XOXAM dan VOXA... core pribadi Satria, pa... Sedang yang dua lagi adalah core yang kudapat... Satu pinjaman dari teman, ROSE DROP... dan satu lagi ARIES...” jelasku.
“Hmm... Begitu caranya... Jadi seperti punya Papa yang 5000 Hz tadi itu... core manusia biasa, ya?” tanya Papa.
“Gak, pa... Bahkan sangat luar biasa... Core manusia biasa hanya sekitar 500 Hz... dan core istimewa dikisaran 1500 Hz... Kalau seperti punya Papa yang 5000 Hz begitu... baru sekali ini Satria tau ada...” kagumku pada Papaku. Ia bahkan menyimpan kekuatan besar yang sama sekali tak kelihatan.
Dia diam saja dan memandangi HP itu dan aku bergantian.
“Lalu jangkauannya seberapa jauh?” katanya mengarahkannya ke dinding.
“Masih 50 meter, pa...” jawabku.
Beep! Beep!
Kembali ia berbunyi menangkap panjang gelombang.
Mungkin itu panjang gelombang dari tubuhku.
“1590 Hz... Kalau begitu ini termasuk istimewa juga, dong?” kata Papa membaca angka yang tertera di Coremeter.
“1590?...” kagetku.
Langsung saja aku menyambar HP itu dari tangan Papa dan mencari sumber panjang gelombang ini.
Dengan setengah berlari aku mengikuti arah yang ditunjukkannya. Melewati sekretaris cantik di depan pintu ruangan Papa yang masih tersenyum ramah dan...
Beep! Beep!
“1590 Hz!” seruku.
HP-ku mengarah pada seorang wanita cantik lainnya yang duduk di meja dekat dengan sekretaris di depan pintu tadi. Orangnya cukup cantik dengan pakaian blazer kerjanya dan rok ketat di atas lutut.
“Namanya Jessie” kata Papa yang sudah ada di belakangku.

Jessie
“Ada yang bisa saya bantu, pak?” tanyanya ramah.
“Ah... Enggak... Anak saya ini... ingin berkenalan dengan Jessie... Tampaknya ia ada perlu denganmu...” kata Papa tanpa banyak basa-basi.
Ia langsung saja mengulurkan tangannya padaku dan kusambut. “Jessie...”
“Saya dengar sebentar lagi kamu akan berulang tahun, ya Jess?” tanya Papa lagi secara langsung.
“Ya, pak... Bulan depan...” jawabnya seformal mungkin.
“Tanggal berapa?” korek Papa lagi.
“Tanggal 19 Mei, pak...” jawabnya.
“Selamat, ya... Tidak apa-apa, kan kalau saya beri ucapan selamat yang kecepatan, ya? Takutnya nanti saya lagi gak ada di tempat...” alasan Papa. Papa mungkin cukup dekat dengan staf-staf sekitarnya.
Wah... Papa ini... Jago sekali dalam mengorek keterangan... Sebentar saja aku sudah mengetahui semua data penting yang kuperlukan.

Berikutnya kami sudah duduk berdua ke kafetaria gedung West Point ini untuk makan siang.
Jessie adalah pegawai yang baru selesai masa training-nya, assisten sekretaris wanita cantik yang menyambutku di depan pintu ruangan Papa, yang bernama Mila. Ia bertugas mengatur jadwal meeting Papa dengan berbagai pihak. Ada assisten lain yang bertugas menjawab telepon, surat-surat, jadwal meeting dan mengurus memo. Banyak banget, ya?

“Satria sekarang umurnya berapa?” tanya Jessie.
“16...” jawabku.
“Hmm... Sebaya dengan adik saya, dong... Kelas 2 SMA, ya?” tebaknya.
“Benar...”
“Saya tinggal berdua dengan adik saya... Rumahnya ngontrak, sih... Jadi saya yang membiayai sekolah adik saya... Yah agar tidak membebani orang tua lagi di kampung...” ceritanya.
“Dulu kuliah dimana, mbak Jessie?” tanyaku basa-basi.
“Di Akademi Sekretaris... baru lulus, kok... Jadi saya sangat beruntung bisa langsung bekerja di tempat sebagus ini... Jadi assisten sekretaris Big Boss lagi...”
“Eh... tapi jangan panggil mbak gitu... Saya jadi merasa tua banget... Adik saya saja memanggil nama pada saya...” protesnya.
Karena jam makan siang sudah berakhir, ia harus kembali bekerja. Untung saja aku ingat untuk meminta alamat rumah kontrakannya dan nomor HP. Aku harus lebih agresif.
 
========
QUEST#02
========​

Malamnya langsung saja kusatroni alamat yang diberikan Jessie padaku. Rumah itu berada di kawasan yang penduduknya padat. Daerah ini memang banyak menyediakan rumah-rumah kecil untuk disewakan. Berbaur dengan mahasiswa dan pegawai kantoran membuat tempat ini lumayan ramai.
Seorang gadis remaja sebaya denganku membuka pintu.
“Permisi... Jessie-nya ada?” tanyaku sesopan mungkin.
“JESSS!... Ada yang nyari, nih?” teriaknya dari tempatnya berdiri bersandar di ambang pintu. Kaget aku mendengar teriakannya. Aw... Kupingku sampe berdenging kaya speaker mesjid storing. Aku mendengar sahutan Jessie dari dalam kamar.
“Kenal kakakku dimana?” tanya gadis itu tetap berdiri di pintu tanpa rasa bersalah.
“Di kantor...” jawabku.
“Di kantor...? Kamu sepertinya masih sebaya dengan aku, deh... Masih sekolah, kan?” koreknya tak percaya mematut-matut penampilanku.
“Eh... Satria... Masuk... masuk Satria... Ini anak... masak tamu dibiarkan di pintu begitu...” Jessie muncul dan memotong pertanyaan gadis itu.
“Itu tadi adikku... si Joko... Jok... sini, Jok...” panggilnya bercanda.
“Enak aja Joko... Apaan?” jawabnya gak senang.
“Kenalin, nih... Ini Satria... Kalian itu sebaya... Satria juga masih kelas 2 SMA...” kata Jessie.
“Satria...” kataku mengulurkan tangan.
“Joko... He... he... Gak, ding... Aya...” katanya menyambut tanganku.

Aya
“Tadi katanya kenal Jessie di kantor... Gimana bisa?” tanya Aya lagi. Aku udah duduk di sofa berbahan bambu dengan bantalan busa berwarna cerah.
“Tadi dia main-main ke kantor Papanya... di tempat aku kerja...” jelas Jessie.
“Anak bos, ya?” tebak Aya.
“Ya... gitu, deh...” jawab Jessie.
“Tapi aku gak liat mobilnya di luar tadi...” kata Aya.
“Ng... Aku tadi naik angkot kemari...” jawabku.
“Naik angkot?” kaget Jessie. Mereka berdua berpandangan penuh rasa heran.
“Anak konglomerat... naik angkot?” hampir bersamaan mereka mengatakannya.
Aku diam saja.
Entah apa yang ada dipikiran mereka berdua. Tapi pasti mereka sangat heran sekali mendengar ini. Hal yang biasa bagiku mungkin sangat aneh bagi orang lain.

“Apa kamu gak bisa bawa mobil?” canda Aya ketika Jessie menghidangkan minuman untukku. Ada tiga gelas diletakkan di meja. Masing-masing dapat satu.
“Hush... Pertanyaan macam apa itu?” potong Jessie.
“Bisa... Tapi tadi aku sedang malas bawa mobil... Enakan naik angkot... Tinggal duduk... turun ... bayar...” jelasku lalu menyeruput sirup merah manis pake batu es. Seger.
“Kan bisa pake supir...” lanjut Aya.
“Eh... Ng... Aku gak mau merepotkan orang lain...” jawabku menyuruput sirup merah itu lagi. Seger lagi.
“Mobilmu apa...? Pintu dua atau empat?” korek Aya lagi.
“Pintu empat...” gelas sirup kekembalikan ke meja. Tinggal setengah. Boleh refill, gak?
“Mereknya apaan?” koreknya penuh semangat. “Mercy... BMW...Ferrari atau Jaguar...”
“Honda...” aku melirik pada Jessie berharap dia paham aku kalau aku minta refill sirup merah ini.
“Honda? Masa orang kaya pake mobil Jepang?” herannya lagi.
“Eh... Honda apa dulu... Honda, kan ada yang mahal juga,” bela Jessie.
“Gak, kok... Aku pake mobil bekas... Honda City...” jelasku. Sepertinya kalau minta refill, isi gelas ini harus dihabisin dulu, deh.
“Dasar orang kaya aneh...” kesal Aya.
“Udah, ah... Kamu itu sangat sederhana sekali...” Nah matanya ngeliat gelasku yang hampir kosong. Agak jaim dikit. Jangan dihabisin sampe kandas, kan?
“Udah... Lagian kenapa elo ngotot banget pengen tau mobilnya Satria... Emangnya elo makelar mobil, apa?” ejek kakaknya. Salah satu gelas yang seharusnya untuk salah satu dari mereka diangsurkan padaku. Paham juga Jessie.
“Gak! Makelar mobil? Enak aja... Dasar Moge...” balas adiknya.
“Enak aja Moge...” marah Jessie bercanda. Ia melemparkan sebuah bantal sofa pada adiknya yang segera ditangkap Aya. Kuselamatkan gelas kedua itu agar tidak terkena lemparan nyasar. Sayang kalau jadi colateral damage.
“Monyet Gede... Moge.. Moge...” ejeknya terus.
“Dasar Joko...” lagi ia melemparkan bantal lain pada Aya sampai semua bantal di sofa bambu berpindah pada Aya. Aman... pertarungan antar saudari ini semakin brutal dan gelas sirupku aman sentosa.
“Joko apaan artinya?” tanyaku penasaran saat pillow battle rumble XXX itu selesai dengan hasil tak jelas. Aku mulai menyesap pelan-pelan sirup merah gelas kedua ini. Supaya gak cepat abis. Tengsin juga kalau tiga gelas yang dihidangkan aku yang ngabisin semua.
“Joko itu nama cowoknya... Penjual bunga di depan gang... Ha... ha...” tertawa Jessie tertahan karena ia harus menghindari cubitan adiknya. Mereka berdua berlari ke belakang dan berteriak-teriak saling mencubit. (Note: Joko penjual bunga dari kisah Quint sebelumnya. Salah satu teman Teo; pacar Athena. Usaha tanaman hias yang mereka rintis ada di depan gang ini.)
Keluarga yang ceria. Mengingatkanku pada Putri dan Dewi.
Aya bersekolah di SMA 76. Lumayan jauh dari sekolahku, SMA 105. Sama-sama kelas 2 denganku.
Kami bertiga ngobrol sampai mereka mengantuk. Aku harus tau diri karena mungkin mereka tidak kuat tidur kemaleman. Juga karena besok Jessie harus bekerja dan Aya sekolah. Aku permisi pulang jam 23.00 WIB dengan perut sedikit kembung karena kebanyakan minum es sirup merah itu.
Setidaknya aku tidak perlu repot-repot mencari seperti pada pencarian ARIES dulu. Aku hanya perlu dua hari mendapatkan jejaknya.
Yang penting aku harus mencari cara untuk mendapatkan Jessie dan ZODIAC CORE TAURUS-nya.
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd