Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA RAKA dan MITA ( Kisah Pemuas Keinginan Orang orang Dewasa )

Bagian XIV​



" Harusnya kamu peka dong sayang, masak aku lagi yang harus memulai "

Mita cemberut, merajuk, dalam dekapanku, ia mengeluh.

" Kupikir tadi nggak jadi, hehehe "

" Kok nggak jadi "

" Ku kira kamu menstruasi, hehehe "

" Ah bohong, bohong banget, nih buat orang yang suka bohong ! "

Cubitan Mita telak mendarat di perutku.

" Aduh... Sakit Mita.... "

" Biarin, rasain, emang enak dibohongin "

Mita semakin cemberut, terus merajuk, mendorong badanku, melepaskan diri dari dekapanku.

" Kamu mainin aku ya Ka "

Ekspresi wajahnya sedih, melas seperti orang yang hendak menangis.

Kalau sudah seperti ini aku pasti kehabisan kata. Tak bisa lagi bercanda.

" Maaf, maaf ya sayang.. "

Cup

Kurengkuh dia, lalu ku kecup mahkotanya.

" Maaf ya kalau sedari tadi aku ngisengin kamu, nyandain kamu "

Mita tidak bicara, hanya memelukku saja. Pelukannya lemah, pelukan tak berdaya. Pelukan perempuan yang membutuhkan tambatan jiwa untuk menemaninya, mengarungi kejamnya dunia. Itulah yang aku rasakan, mungkin aku berlebihan.

Lama berpelukan dengan Mita rasanya begitu nyaman. Tak ingin sedetik pun, pelukan ini ingin aku lepaskan.

Tak ada lagi napsu yang memburu, tanpa birahi yang mencampuri. Mengalir begitu saja dari lubuk hati.

Rasanya sama saat aku memeluk Dewi.

Dari lubuk hati yang terdalam, aku merasa tak ingin kehilangan. Seperti yang dahulu pernah aku rasakan. Hilang meninggalkan goresan luka yang teramat dalam.

Ah.... lagi lagi aku teringat Dewi.

Cinta pertamaku yang telah pergi dan tak akan pernah kembali.

Cup

Kukecup kening Mita.

" Yuk bobo' di kamarku aja "


..................


Mungkin ceritanya akan beda, mungkin saja saat ini kita tengah berpeluh mendaki nikmat dunia, entah di kamarku ini, entah dikamar Mita, bisa saja dikarpet tebal ruang santai.

Nyatanya, Mita keluar kamar dengan babydoll lengkap membungkus tubuhnya. Ditambah dengan ekspresi wajahnya, gesture tubuhnya, melenyapkan semua napsu yang memenuhi otakku.

Tak perlu kuucapkan bye bye, horny pun beranjak pergi.

" Bobo' yuk, udah mau pagi.. "

Mita diam saja.

Waktu hampir pukul empat pagi.

Disini, dikamarku, diranjangku, dibawah selimut yang sama, kita berdua rebah bersama.

Huauem...

Rasa kantuk mulai menyerang tubuhku.

" Udah istirahat, nggak usah mikir macem macem.. "

Lagi lagi Mita tak menjawab ia larut dalam pikirannya.

Kupejamkan mataku berusaha ikut hanyut bersama kantukku.

Kurasakan tubuh Mita bergeser mendekat padaku.

" Ka... "

Ucapnya pelan.

" Hmm... "

" Kelonin... "

Kuturuti maunya, kutata bantalku, kubuat nyaman posisi tidur miringku, ringan kulingkarkan tanganku pada perut Mita.

Cup

Kukecup pipi Mita.

" Udah, bobo' ya, mimpi indah sayang... "

Kembali ku coba hanyut bersama kantukku.

" Ka... "

" Hmm.... "

" Tahu nggak ngapain kalau aku nggak bisa tidur "

Mungkin menghitung bintang, atau menghitung domba bisa jadi menghitung genteng kontrakannya, mana kutahu Mitaa...... Ada ada saja.

" Hmm..... "

" Ya kayak gini, minta ibu ngelonin aku.. "

Oh gitu... so..

" Untung ada kamu ya, jadi ada yang ngelonin aku, hihihi makasih ya sayang "

" Iyaa... sama sama.. udah bobo' yuk, ngantuk nih "

Hanya hening sesaat, Mita kembali bicara.

" Ka.. "

Aku diam.

" Tahu nggak dipeluk kamu itu nyaman banget, rasanya itu nenangin banget.. "

Waduh kalau Mita ngomong gini terus kapan tidurnya.

Untung hari Minggu ini free tidak ada pertandingan, kalau ada, sudah pasti jeblok staminaku.

" Ka.. kok diem, ngantuk ya... "

Lagi lagi aku tidak meresponnya.

" Ya udah kalau ngantuk, aku ngobrol sama cicak aja, hihihi "

Katanya sambil mengelus elus tanganku yang memeluk dirinya.

Aku diam, dalam hati tertawa.

" Cak.. tahu nggak ... "

Loh kok CAK, sejak kapan dia menganggap aku kakaknya, abangnya.

" Nggak tahu dek... "

" Eh ternyata Raka belum tidur cak, hihihi "

Loh... serius... cak.. itu cicak maksudnya.

Wah, rupanya ada bakat gila Mita ini, bahaya bahaya, hehehe.


..............


Mau tidak mau, suka tidak suka, kulayani obrolan ngalor ngidul, kesana kemari, dari pada Mita gila sendiri, lebih repot aku nanti.

Sebagai calon atlet professional, bergadang itu pantangan. Kalau ngobrol sampai hampir subuh seperti ini bukan bergadang, tapi namanya ronda di pos kamling, jadi nggak masalah buat calon atlet professional, ngawur, hahaha.

Kumandang adzan subuh telah usai, obrolan kita belum selesai. Karena tidak ada pertandingan maupun latihan hari minggu ini, tak mengapa, sekali kali, kulayani Mita ngobrol sampai pagi.

" Mit, nggak subuhan "

" Males... "

" Lah koordinator seksi kerohanian OSIS males subuhan, piye to ? "

" Sekali kali males kan boleh, lagian dingin banget tau nggak sih, Ka "

" Lah bukannya setiap hari juga dingin, kamu tetap subuhan "

" Iya tahu dingin, tapi kan nggak setiap hari harus keramas dulu Raka, paham "

" Eh...memang kalau sekarang harus keramas dulu ya, hehehe "

" Jangan ketawa ya, gara gara kamu tuh, aku nggak subuhan, dosa kamu Ka "

" Sorry Mit, sorry, hehehe "

" Ketawa lagi, nyebelin banget sih kamu ini "

" Sebel apa sebel, masak sama yang bikin enak sebel, hehehe "

Mulutku mulai iseng nakal lagi, mungkin karena efek menjelang pagi.

Mita melirikku, sinis melirikku.

" Nggak usah mancing mancing, entar kutanggapi kamunya lari, nyebeli "

" Iya iya, udah nggak usah di perpanjang lagi, bobo' aja yuk, hehehe "

Kucoba mengakhiri dari pada terjadi hal yang diingini. Kulepas kelonanku, kini aku tiduran terlentang disamping Mita.

" Nah iya kan, nggak berani, udah kuduga dari tadi "

" Iya iya, aku nggak berani, udah ah ngantuk "

Egoku sebagai laki laki rasanya ingin bangkit, menindih, menerkam tubuh perempuan ini.

Tapi entah kenapa rasa sayangku pada Mita tidak ingin kunodai. Kepercayaannya padaku tak ingin aku kianati.

" Ka... "

" Hmm..... "

" Boleh curhat nggak... "

" Curhat apa.., pakai nangis nggak.... "

" Nggak kok... Nggak pakai nangis... Boleh ya.. "

" Iyaa.. "

" Tapi sambil kelonin lagi, biar aku nggak sedih "

" Ah ribet amat pacarku ini, tinggal curhat aja harus ganti posisi "

" Please deh, nggak usah ngaku ngaku pacar, aku tahu sayangmu padaku itu bukan sebagai pacar "

Kata Mita, sambil melirik tajam padaku.

" Iya iya, aku ngomong asal aja kamu tanggapi, udah kamu yang ngomong, mau curhat apa "

Cup

Kukecup pipi Mita, kemudian ku elus, kubelai rambutnya.

Dia menghela nafas panjang, sepertinya tengah mengumpulkan keberanian.

" Kamu ngerti kan Ka, aku sering di gituin dr. Raffi "

Degh..

Topik curhat Mita ini apa, kok ngomong tentang gituan. Reflek, tanganku berhenti membelai rambutnya.

Sejenak Mita melirikku, memandang ekspresi wajahku yang kaget dan bingung.

Lalu ia menangkap telapak tanganku, bersama tangannya menangkupkan pada pipinya. Lalu kembali berbicara.

" Entah berapa belas kali aku digituin, aku nggak mau menghitungnya, kalau bisa aku ingin, melupakannya, menghapusnya "

Aku merasa ada kegetiran di setiap kata yang terucap dari bibirnya.

Kini aku yang menghela nafas panjang.

Mata Mita mulai berkaca kaca, lalu ia lanjutkan curahan hatinya.

" Kamu tahu Ka, rasanya saat aku digituin dr. Raffi.... , sakit Ka...sakit...."

Jleb...

Mendengar kata katanya, kepedihan hatinya, hatiku seperti di tusuk sembilu. Perih.., pedih rasanya.

" Aku sadar Ka ..... dr. Raffi sangat berjasa bagi kesembuhan ibuku, tapi apapun alasannya tubuh dan hatiku tetap tidak bisa terima, tetap terpaksa..., rasanya diperkosa...., lahir batin ... aku tersiksa Raka .. tersiksa........ "

" Udah ya, nggak usah diteruskan.... "

Tak sanggup aku mendengarnya lagi.

Mita menggeleng.

Ia ingin meneruskan, mungkin ingin memuntahkan, semua yang selama ini ia pendam.

" Kamu tahu kan waktu di Bali, ketahuan tante Hilda "

Aku hanya mengangguk sambil mengusap lelehan air mata Mita yang tak mau berhenti.

" Kalau aku nggak ingat ibu, kalau nggak ada uluran tanganmu, mungkin ... aku .. hik. hik. hik.....telah pergi dari dunia ini Ka , nggak sanggup aku sendiri .... menanggung beban ini Raka..... "

Tumpah air mata Mita dalam tangisnya, dalam kepedihan hatinya.

Kusongsong tubuh Mita yang berbaring, menangis. Anak SMA kelas II menanggung derita begitu dasyatnya. Kududukan lalu kupeluk erat, aku larut dalam kepedihan yang teramat sangat.

" Maaf ya Ka, aku nangis... "

Aku tak bisa berkata apa apa, hanya bisa mengelus punggung Mita.

" Maaf ya Ka, kamu selalu jadi tempat sampahku.. "

" Mita, jadikan aku apapun selama itu bisa membuatmu tersenyum "



Seiring kokok ayam jago di kejauhan, kita berdua terelelap dalam kelelahan.



....................................



Sesuai janji yang ia tulis sendiri, selama kurun waktu enam bulan, semua keperluan ibuku dan keperluanku, baik medis maupun non medis, ditanggung dr. Raffi.

Uang kontrakan rumah sudah tiga bulan tak dibayarkan. Sudah satu minggu bayaran mbak Narsih dan mbak Hani tak di berikan. Apalagi kebutuhanku satu bulan ini sama sekali tak ia bantu.

Sejak peristiwa di Bali, pesan dan telponku diabaikan. Mau tidak mau aku harus menemui papanya Sherly.

" Maaf mbak, dr. Raffi tidak ada tempat, beliau ada agenda di luar kota "

Aku pamit, kutinggalkan meja resepsionis ruang direksi dengan rasa kecewa.

" Baik bu, kalau begitu saya permisi "

Aku menundukan kepala saat berpapasan dengan dr. Arman, berharap dia tidak mengenaliku.

" E Mita, bisa bicara sebentar "

Ternyata usahaku sia sia, direktur utama rumah sakit ini lebih dahulu mengenaliku. Terpaksa kuhentikan langkahku.

" E iya dok, maaf ada apa ya "

" Bisa kita bicara di ruangan saya, ada yang hendak saya sampaikan padamu "

" Maaf dok, saya buru buru, ibu saya tidak ada yang menunggu "

Aku sengaja menghindar, aku tak mau berhubungan dengan orang yang tahu hubunganku dengan dr. Raffi.

" Sebentar saja tidak lama kok, ada yang hendak saya sampaikan, nggak enak kalau di sini, yuk... "

Terpaksa ku ikuti langkahnya, sebagai bentuk hormat pada orang yang lebih tua.

Aku duduk di sofa ruang tamu direktur utama.

" Mita, terimakasih kamu temukan dompet saya dan ini tolong diterima sebagai tanda terimakasih saya "

Aku enggan menerima amplop putih itu, karena apa yang kulakukan bukan untuk menerima imbalan. Tapi yang aku heran bagaimana dr. Arman bisa tahu aku yang menemukan dompetnya.

" Heran ya, kok saya tahu kamu yang menemukan dompet saya, hehehe, rumah sakit ini banyak CCTV jadi semudah itu saya tahu "

" Oh dari CCTV ya... tapi isinya masih utuhkan dok "

" Alhamdulilah utuh, tidak berkurang satupun "

" Alhamdulilah kalau begitu "

" Karena itu, walau saya rasa tidak seberapa, tolong ini diterima "

Kata dr. Arman sambil matanya mengarah ke amplop putih yang diletakan di depanku. Aku menggesernya mengembalikan amplop itu padanya.

" Maaf dok, saya rasa itu kewajiban saya sebagai sesama untuk saling bantu, jadi ucapan terimakasih berupa materi saya rasa tidak perlu "

Mungkin karena melihat keseriusan kata kataku, dr. Arman tidak mendebatku.

" Ok kalau begitu, tolong kamu save no saya, kalau perlu bantuan tolong jangan sungkan menghubungi saya "

" Baik dok, kalau begitu saya permisi dulu, kasihan ibu tidak ada yang menunggu "

" Oh ya, silahkan Mit, semoga ibu cepat sembuh ya... "

" Amin, terimakasih dok.... Assalamualaikum "

Salamku, setelah menyentuhkan punggung tangan dr. Arman di keningku.

" Waalaikumsalam "


...............................


" Mit, kata dokter, ibu besok sudah boleh pulang "

" Alhamdulilah, bener mbak ? "

" Bener Mit, lebih pastinya coba tanya suster deh.. "

" Ibu sudah tahu mbak ? "

" Sudah, seneng banget ibu tadi "

Kabar dari mbak Hani sangat menggembirakan, kabar yang sangat aku tunggu. Setelah hampir satu bulan di ICU, empat hari dirawat di ruang VIP, alhamdulilah akhirnya ibu di ijinkan pulang.

Kegembiraanku bertambah.

Sesuai kesepakatan yang kami buat, tiga hari lagi urusan balas jasaku dengan dr. Raffi akan selesai. Aku pun juga telah mengurus BPJS, sehingga bila terjadi apa apa dengan ibu, aman, tidak terlalu menyita pikiran. Tidak perlu dr. Raffi lagi.

Sehat selalu ya bu..

Aku melangkah ke ruang jaga perawat, dengan tersenyum cerah.

" Betul mbak, sudah bisa rawat jalan. Bahkan kalau urusan administrasi sudah selesai, malam ini pun sudah bisa pulang "

" Alhamdulilah sus, terimakasih ya "

Semakin berbunga bunga aku mendengar keterangan dari suster jaga. Aku yakin urusan rumah sakit ini telah selesai karena sudah dibayar dr. Raffi Semakin ringan langkah ku, saat aku menuju ruang administrasi.







Aku terduduk lemas, menangis tersedu, membayangkan hilang senyum ibuku.


Ya Tuhan, cobaan apa lagi ini





.................................





 
Terakhir diubah:
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd