Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA (RIKA) Kutukan Itu Bernama Birahi

Bimabet
Ternyata Centhini itu tho suhu......
Mantul atuch klw mau senggama pake teknik Centhini dulu hu.....
Makasih updatenya ya suhu....
 
Suhu @fran81 . Aku wong jowo. Ning jowoku kasar/ngapak.
Centhini boso jowo alus tenan hu. Dadi malah ra mudheng nek moco langsung. Piye nek aku berguru karo sampeyan langsung?
Haiyah...
Saya cah polos hu...

:ampun::ampun:
 
Dilanjutpun...


Segi Empat
– Eps. 1 -


Aku menunduk dalam-dalam

Berusaha menahan isakan yang seakan tidak terbendung. Malu, Menyesal, Merasa Kotor, Marah pada diri sendiri. Semua campur aduk dalam dada-ku. Mbak-ku, Mba Ine juga tidak kalah kacau. Kulirik sekilas, dia duduk menunduk di kursi meja makan Dede sambil menjambaki rambutnya sendiri. Berkali-kali menggeleng-gelengkan kepala seakan tidak percaya. Siang itu duniaku serasa hampir kiamat, karena terompet Sangkakala memang baru saja ditiup…

- Intro lagu One Last Breath-nya Creed terdengar memecah keheningan kami -

“Halo!” Kata Dede kalem cuek, menjawab panggilan masuk pada Handphone nya

“Iya, mba Ine ada di sini mas, gimana? Mau ngomong?... OK… Iya, nanti saya sampaiin… iya… iya… Hmm… gak tau juga mas… iya… ya, nanti saya sampaiin… atau mo ngomong sendiri?... oh, ok… ya…iya..” lanjutnya menjawab telepon itu

Mba Ine sekilas melirik ke arah Dede “Mas mu?” desisnya diikuti pandangan tajam ke arah Dede

Yang ditanya hanya mengangkat bahu sambil mengangguk malas

Iya, terbongkarlah semuanya!

Malam tadi, Mas Adri dengan bego mengakui semua-nya kepada mbak-ku. Mba Ine. Semuanya!! Kejadian di Surabaya, kegilaan kami, Semuanya!

Disatu sisi, aku merasa lega, karena kebusukan macam ini, memang tidak bakalan bisa disimpan. Semuanya suatu saat pasti terbongkar. Dan aku memang berniat mengakhiri ini semua. Dan walaupun setelah mengakuinya, mas Adri berlutut meminta maaf kepada Mba-ku, namun, siapa sih wanita yang bisa terima begitu saja saat mengetahui bahwa suaminya meniduri adik-ipar-nya sendiri? Aku memang wanita rendahan. Wanita tak berotak. Wanita penghancur rumah tangga orang. Rumah tangga Kakak-ku sendiri. Dan aku merasa benar-benar hina

Tapi disisi lain, aku juga hanya seorang manusia. Manusia yang begitu tersesat, begitu lemah, begitu ingin merasakan juga kasih sayang. Aku adalah korban…

Benarkan?

Benarkan?

Aku ini korban kan?

Please, seseorang, benar-kan???

Maka siang, ini, Mba Ine melabrak-ku yang masih berada di rumah Dede

“Ada yang punya mesin waktu?” seloroh Dede Cuek, tapi dengan nada intonasi bersungguh-sungguh

Mbak Ine melirik-nya dengan tajam dalam pandangan kemarahan yang tersirat dengan sangat gamblang

Aku melotot pun kepadanya

“Yaahh… kalau tidak ada yang punya mesin waktu, gimana bisa merubah cerita ini?” dengusnya lagi cuek “Kalau ada yang punya mesin waktu, biar aku yang pergi deh, mencegah Mba Rika ikut mantan suaminya ke Surabaya, jadi, semua ini gak harus terjadi…” lanjutnya

“Kamu kira ini main-main?” Hardik Mbak Ine kepada Dede, yang kubenarkan. Ngomong apa sih anak kecil satu ini? Saat ginian malah… Gemes beneran deh!!

“Aku serius kok!” jawab Dede bersungguh-sungguh. Yang masih di-ikuti oleh pandangan marah Mba Ine

Dan pandangan-ku. Ingin rasanya ku remes-remes ni anak!

“Mas Adri sih bego, pakai jujur” lanjutnya cuek

“Maksudnya?” nyinyir Mba Ine

Dede hanya mengangkat bahu “Menurut mba?” Tanya-nya balik

“Ya harus jujur-lah! Sama istri masa gak jujur!!” hardik mba Ine benar-benar masih emosi

“Trus?” Tanya Dede lagi dengan songong

“Masalahnya bukan jujur atau enggak-nya! Mas mu sudah mengkhianati kepercayaanku! Tidur dengan Wanita sundal ini! Adik-ku sendiri, bayangkan! Adik-ku sendiri!! Perempuan sundal macam apa coba, sampai tidur dengan suami kakak-nya sendiri?!!” Kata mba Ine emosi, setengah histeris dengan air mata yang membuncah sambil menunjuk-nunjuk wajahku. Aku hanya semakin terisak

“Makanya aku nanya, ada yang punya mesin waktu enggak? Biar aku yang pergi ke masa lalu deh, buat merubah semua ini… Ah, padahal aku gak ikut-ikutan, akhirnya terlibat juga…” desis Dede semakin songong, sumpah lama-lama tak kruwes-kruwes juga ni anak

“Ngomong sama anak kecil percuma!!” hardik Mba Ine semakin emosi

Dede malah ngekek. Sumpah tengil bangeeett sih ni anak!! “Ada yang mau mimik anget? Teh? Coklat? Susu? Kopi?” tawarnya absurd.

Anak iniiiiiiii!!!!

Lalu dengan cuek Dede berdiri, menuju kompor dan menjerang air

“Yep, buat mba Ine teh manis, sengaja tak bikin gak terlalu manis, karena mba Ine sudah manis, takutnya nanti malah kemanisen… buat Mba Rika teh manis juga, biar tambah manis, karena sekarang manisnya baru pas-pas-an. Buatku Susu, biar kuat!” selorohnya tengil sambil mengedarkan gelas yang diikuti oleh pandangan bengis kami berdua. Aku dan Mba Ine.

Anak ini benar-benarrr….!!

“Seneng deh, akhirnya kalian berdua kompakan. Udah gak marahan lagi ya?” kekehnya. Aku melirik mba Ine, yang kali ini memandang Dede dengan pandangan heran-aneh-marah.

Jangan heran mba, anak kecil kurang ajar satu ini memang Dewa Tengil!!! jeritku dalam hati

Dedeeeeeee!!!

Sumpah gemess beneran!!!

“Waduh… kompak gak marahan, tapi gentian marahin Dede nih kek-nya…hihihi…” kikik Dede absurd sambil mengambil tempat duduk di samping mba Ine, yang diikuti oleh pandangan terheran-heran dari kakak-ku itu. Mau apa sih sebenernyaaaa??

Dede duduk menghadap Mba Ine, dan tiba-tiba meraih dudukan kursi yang diduduki Mba Ine dan memutarnya dengan paksa. Sehingga kiri, mba Ine dan Dede duduk berhadapan. Mbak-ku menatapnya dengan pandangan membunuh. Dede nyengir

Sumpah tengil banget sih ni anak!!

Maunya apa sih??

“Mba bukan pengecut kan?” Tanya-nya disertai tatapan tajam ke-arah Mba Ine, yang dijawab dengan pandangan aneh dari mba Ine

“Ayuk!” ajak-Dede. Apa sih maksudnya?

“Maksudnya?” Tanya Mba Ine heran

“Bentar” jeda Dede mengacungkan jari, isyarat minta waktu, trus dengan songong mencecap Susu-hangat-nya cuek, mengambil beberapa nafas panjang lalu kembali menghadap mba Ine

“OK!! Hasiiaapp!!” katanya sambil cengengesan

“Maksudnya apa?” Tanya Mba Ine makin heran

“Kita selesaikan satu persatu, dimulai dengan kemarahan mba Ine dulu, baru kita pikirin langkah selanjutnya. Lampiaskan kemarahan mba Ine ke Dede! Itu kalau mba Ine bukan pengecut sih, atau silahkan nangis lagi lalu mulai cari-cari rentalan mesin waktu, kali aja nemu…” ucap Dede datar, absurd, sok cuek, njengkelin, nggemesin!!

Dan aku menangkap maksudnya

Aku berdiri dan berjalan dengan bener-bener gemes ke arah anak itu

PLAK!!

Aku menampar Dede sekeras yang aku bisa dari samping

“RIKA!!!” teriak Mba Ine kaget sambil terlompat berdiri. Kursinya sampai terguling

Aku memandang dede dengan bengis. Beneran deh, gemes banget sama ni anak kecil

Dan aku mulai menyerangnya lagi

BAK BUK BAK BUK!!

Aku memukuli Dede dengan kalap. Wajah, dada, lengan, perut, sekenaku! Pokoknya aku seperti kesetanan, mengamuk, berteriak, histeris, melampiaskan apapun yang ada di dada ini ke anak kecil itu. Saat Dede tambah terkikik-kikik ketawa, aku semakin liar menyerang

“RIKA!! Udah!! RIKAAA!!! Rikaaaa!! Kamu apain anak orang???!!! Rika Udaaaaahhh!!!” mbak Ine malah lebih histeris dan menarik-narik tubuhku, berusaha mencegahku yang menyerang Dede dengan kalap

Aku masih berteriak-teriak histeris, berontak, terus-terusan berusaha menyerang Dede

Ni anak dengan tambah tengil malah ngekek-ngekek, semakin geemeeezzz pooolll!!!!!

Dan tenagaku habis juga, aku semakin terisak isak, tersengal, aku tidak bisa mendiskripsikan perasaan-ku sendiri.

Dan pelukan andalan itu datang

Dede memeluk-ku yang sekarang histeris menagis

“Dede, kamu gak papa? Ya Tuhan, Dede kamu berdarah… “ Mba Ine kedengaran bingung, menyentuh-nyentuh bibir dan hidung Dede yang memang berdarah terkena amukan-ku

Dede nyengir

“Ya Tuhan Dede… kok malah jadi begini sih??? Ya Tuhann…. Rika…” Mbak Ine masih panik, aku tidak peduli, aku malah menagis sejadi-jadinya dipelukan Dede

Dan kurasakan Dede meraih tubuh mba Ine, merengkuhnya kedalam pelukannya. Lalu memeluk kami berdua.

Kurasakan Mba Ine mulai menagis juga, kami berdua terisak-isak semi histeris di pelukan anak kecil aneh, absurd, biang tengil ini

Dan apa aku pernah cerita kalau pelukan bocah ini anget banget?

Kalau tubuhnya wangi-nenangin banget?

Kalau pengertiannya dalem banget?

Kalau…

Sentuhannya membawa keajaiban?

Dan kami, kakak-beradik yang terseret pusaran kehidupan maha pelik ini, sekarang tenggelam dalam samudera nyaman itu…

Dan kulihat sekilas, Dede tersenyum hangat kepada kami berdua…

Sehangat pelukan itu…

---

“Sakit?” ucapku serak sambil mengusap ujung bibir Dede yang masih dihiasi darah yang sekarang sudah mengering

Entah bagaimana tadi kejadiannya, sekarang, kami bertiga sudah duduk di sofa nyaman Dede di ruang TV. Aku mendekap anak kecil itu disebelah kanan, sedangkan Mba Ine memeluknya -- yang kulihat sekarang sudah agak-tidak-canggung di sebelah kiri. Tangan Dede dengan lembut mengelus-elus kami berdua. Dua wanita dewasa ini, sekarang dengan ke-kanak-kanakan tenggelam dalam pelukan lelaki kecil ini

Dede tidak menjawabku, pandangan-nya malah menatap kosong kedepan

“Maaf, aku belum bisa menemukan mesin waktu untuk merubah keadaan ini, tapi kalau Mba berdua mengijinkan, aku bersedia membantu sekuat tenaga-ku untuk melewati semua keadaan yang pastinya sangat sulit ini…” desis-nya

Dan kurasakan Mba Ine mengetatkan pelukan-nya kepada Dede sambil kembali terisak. Aku mengelus lengan-nya

“Mba… maki Rika, tampar Rika, lukai Rika, lakukan apapun yang mba mau ke Rika, tapi… Maafkan Rika ya mba…” Mohonku sambil menangis kepada mba-ku yang sebenernya super baik ini

Mba Ine mengendurkan pelukan-nya kepada Dede, memalingkan wajah-nya kearahku, lalu menyentuh wajahku “Hidup-mu pasti juga tidak mudah ya Rik… maafkan mba… mba bingung… mba…”

“Fine!” dengus Dede dengan tengil “Gak usah peduliin aku yang perlu perawatan medis!"

"Fine!!!” dengus-nya lagi sok ikutan ngambek

Aku memukul dada-nya

Mba Ine menangkap tangan-ku dan menggenggamnya erat

“Udah! Jangan dong Rik, anak orang ini…” rajuk mba Ine senyam-senyum disela senggalan sisa-sisa tangisnya

Dan aku menggenggam balik tangan Mbak-ku ini. Dan kami berpandangan. Kutahu, hati mba-Ine sudah mulai luluh…

“Kalian wanita kakak-beradik kejam!” dengus Dede sok protes, karena kami acuhkan

Dan kami kompakan mencubit perutnya gemesss….

“OOOgghhhhh!!!” teriak Dede sok histeris

Dan kami kembali menenggelamkan diri dihangatnya pelukan anak kecil aneh ini…

Dan elusan lembut menenangkan itu kembali kurasakan di punggung-ku…

Dan aku kembali mengenggam tangan Mbak Ine ku…

Dede…

Dasar tengil!!!

Ah…

---

“Apa liat-liat!” hardik ku gemes kepada Dede yang memandang kami dari balik meja makan sambil cengar-cengir. Kami bertiga memang lagi maem malem. Aku duduk berjejeran dengan Mba Ine dan Dede duduk di seberang meja, didepan kami

Dede masakin omelet dan nggorengin French Fries yang entah dari kapan sudah teronggok menyedihkan di pojok freezer-nya.

Omelet –nya enak lagi…

Ilangin tengil-nya, sempurna anak ini kalau di jadikan suami…

Eh, aku mikir apa sih?

“Kapan kalian berdua pergi dari rumahku?” Tanya-nya cuek sambil mengunyah potongan besar omelet sambil menunjuk kami dengan garpu di tangan kirinya

“Eh?” decak mba Ine kaget

“Nggak usah di dengerin mba, tengil dia tuh!” ucapku kalem ke Mba Ine sambil memegang tangannya “Berani kamu ngusir kami?!” hardik-ku gemes kepada Dede, yang di-ikuti senyuman canggung mba Ine

“Iya tuh Rik, terlalu berani dia mengusir kita, apa harus kulaporkan bundanya kalau diem-diem dia beli rumah, entah duit dari mana?” sahut Mba Ine, ikutan absurd sok gemes mengancam anak tengil ini

“Keliatannya dapat duit dari tante-tante deh dia mba” tebak-ku ngaco, sengaja ngecengin

“Ih, Rika!” rajuk Mba Ine malu-malu sambil menyikutku gemes

Dengan sok ngambek, setelah suapan terakhirnya, Dede berdiri sambil meleletkan lidah nggemesin

“Tugas kalian mencuci piring!” rajuk-nya sambil nggeloyor pergi

“Yah, marah dia… hihihi…” kikik Mba Ine, yang membuatku lega, melihat mba-ku sudah sedikit rileks

Dan kami masih ngikik-ngikik ngecengin anak kecil lucu nggemesin itu

Dan kulirik, pandangan Mba Ine tidak lepas kepada Dede, sampai dia keluar dari ruang makan dan berbelok ke ruang tengah

Eh?

---

Huft seger….

Aku menarik nafas lega, sambil menghanduki rambutku sekeluar dari kamar mandi. Mba Ine kemana ya? Pikirku. Perasaan tadi baringan di tempat tidur deh. Aku keluar kamar, bersamaan dengan kelebatan bayangan mba Ine menuju ruang belajar Dede. Aku berjingkat mengikuti

“De…” kata mba Ine sambil meletak-kan mug di meja belajar Dede, menyapanya

Seperti biasa, Dede cuman tersenyum sambil meliriknya sekilas, dengan gaya cuek tengil andalannya

“Mba malam ini numpang bobo di sini ya? Masih pengen nenangin diri…” pinta mba Ine, yang diikuti senyuman andalan Dede yang satunya, senyuman sok hangat, sok pengertian.

Sumpah! Cemburu deh!

Eh?

Dan aku menggeloyor pergi, rasanya kok nyesek ya?
Ah…

---

Aku nyungsep dalam hangatnya pelukan mba-ku. Dari kecil memang kamar kami cuman satu, dan aku paling seneng bobo dikelonin sama mba Ine. Tangan mba Ine alus banget, nyaman banget kalau membelai-belai kepala. Dan aku semakin menguatkan pelukanku ke mbak tersayangku ini. Kangen banget rasanya dengan-nya. Semenjak mba ine menikah, dan kami menjalani kehidupan kami masing-masing kami memang sudah tidak pernah bobo bareng lagi

Aku memang sangat dekat dengan mba-ku ini. Bahkan keinget dulu, kenakalan remaja kami; baca Enny Arrow diem-diem berdua, sambil membayangkan. Ah, tau kan Enny Arrow? Itu, bacaan yang isinya cerita dewasa zaman balehula. Hihihi…

Jadi sekarang nyaman banget rasanya bisa memeluk mbak-ku lagi malam ini. Ndusel-ndusel payudaranya yang tanpa BH. Walau agak bau Dede…

Eh, kok bau Dede ya?

Aku memundurkan kepala, melihat mba Ine. Dia ikutan melihatku dengan heran, menaikkan alis, yang artinya bertanya; kenapa? Yep, sangkin dekatnya aku dan Mba Ine, kami kalau ngobrol cukup dengan gesture dan kami dapat saling memahami

“Kok pake kaos Dede sih mba?” pantesan bau Dede, lha wong mba Ine pakai kaos Dede. Tanpa daleman lagi, dan tadi sekilas kurasakan jembut mba Ine di kakiku, yang berarti dia bener-bener gak pakai apa-apa di bali kaos itu

“Iya tadi pinjem, abis ga bawa baju kan? Dari kantor langsung tadi” jawabnya

Aku kok iri ya?

Berminggu-minggu aku disini, belum pernah merasakan nyamannya pakai baju Dede

Eh, kok nyaman-nya sih?

Emang nyaman kah?

“Oh” jawabku pendek. Mba Ine memandangiku dengan aneh

“Eh, kalau kamarnya kamu pakai, Dede bobo di mana?” Tanya-nya

“Tauk! Diluar kali…” jawabku ngasal

“Kasian, mba temenin ah” desis mba Ine pendek sambil sok berusaha bangkit

“Eh, Mba!” sergahku agak nyolot sambil memegangi mbak-ku dengan kuat. Mba Ine memandangku aneh. Menatapku, menyelidik seakan mencari jawaban. Aku bengong, melepas peganganku lalu berbalik badan. Menghindari pandangan menyelidik mba Ine

“I knew it!” tebaknya absurd, sambil menarik bahuku, membalik badanku dengan paksa, menghadapnya

“Apaan sih mba?” aku ngeles

Mba Ine menujuk mukaku dengan jari nya “Cerita!” perintahnya galak

“Eeeegggghhh…” rajuk-ku manja malu-malu sambil kembali memeluk-nya dan nyungsepin kepalaku ke payudara empuk mba Ine

---

“Waaahh… benar-benar kamu Rik…” komentarnya sambil membanting kepala kebantal dan mendesah, setelah mendengarkan ceritaku

“Abis… khilaf…” rajuk-ku manja, sambil ndusel-ndusel badan mbak-ku

“Hiiihh… merinding mba bayangin-nya…” desisnya aneh “Anak itu emang baunya…” desisnya lagi dengan pandangan menerawang

“Harum banget…” aku ikutan mendesis, menerawang, membayangkan…

“He’em”

“Dan ototnya…”

“Kenceng…” desis-ku lagi, malah mulai ngebayangin yang aneh-aneh…

Lalu sejenak hening, kami berdua larut dalam lamunan kami sendiri-sendiri

“Eh, kita kerjain dia yuk?” kata mba Ine tiba-tiba semangat sambil memutar badan dengan heboh menghadap kearah-ku

“Mak…maksudnya?”

Mba Ine hanya mengedipkan sebelah matanya sambil beringsut berusaha turun dari ranjang

“Eh, mba…”

Waduh?



End of Segi Empat Eps.1

Sudah ya?

Atau lanjut?

 
Terakhir diubah:
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd