Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA RINDIANI The Series - Pelangi untukku

Bimabet
coming soon


Sebuah kecupan nan mesra pun mendarat dikeningku, lalu mengusap kepalaku yang telah tertutupi oleh jilbab. Awal hari yang untukku.

= = =

Sesampainya ditempat kerja, saat membuka pintu ruang kerjaku, sesosok wanita cantik tengah berdiri disana.


Dengan rok span yang hanya menutupi sebagian kecil pahanya yang jenjang dan kemeja lengan panjang berwana putih. Ia tengah menatap layar laptop diatas meja yang biasa kami gunakan untuk rapat.

“Selamat pagi.” sapaku, lalu melangkah masuk.

Wanita itu menoleh dan segera melangkah mendekatiku.

“Pasti kamu Rindiani.”

“Iya benar. Mbak??” tanyaku.

Wanita cantik itu tersenyum, lantas memeluk dan mengecup kedua sisi pipiku.
Akhirnya suhu nongol juga, menanti kelanjutan cerita mbak rindi nih
:baris:
 
coming soon


Sebuah kecupan nan mesra pun mendarat dikeningku, lalu mengusap kepalaku yang telah tertutupi oleh jilbab. Awal hari yang untukku.

= = =

Sesampainya ditempat kerja, saat membuka pintu ruang kerjaku, sesosok wanita cantik tengah berdiri disana.


Dengan rok span yang hanya menutupi sebagian kecil pahanya yang jenjang dan kemeja lengan panjang berwana putih. Ia tengah menatap layar laptop diatas meja yang biasa kami gunakan untuk rapat.

“Selamat pagi.” sapaku, lalu melangkah masuk.

Wanita itu menoleh dan segera melangkah mendekatiku.

“Pasti kamu Rindiani.”

“Iya benar. Mbak??” tanyaku.

Wanita cantik itu tersenyum, lantas memeluk dan mengecup kedua sisi pipiku.
Akhirnya setelah sekian lama menanti, kau pun kembali... Wkwkwk
Semangat terus sista
:Peace::Peace:
 
Siiiip.. Rindi sudah masuk kantor lagi.. Di tunggu kisah berikutnya.. Siapakah wanita yg ketemu rindi..
 
Kembali parkir, setelah lama menghilang
 
Aduh... jadi semakin penasaran. Siapakah gerangan wanita tersebut?
Kangen kemesraan Mbak Rindi dengan Pram...
 
Rindiani The Series – Seri 14
Kejutan demi Kejutan​


Part 1



Rindiani


Ditengah hiruk pikuk kehidupan, diantara riuh rendah keramaian, apa yang paling dicari dan diinginkan oleh manusia?

Sebagian sibuk menenggelamkan diri dalam karir demi mengejar materi, sebagian lagi masih berjuang demi sesuap nasi dan keluarga, ada yang mengabdikan diri dalam bidang sosial, dan masih banyak motif lainnya.

Geliat kehidupan tiada pernah terhenti, setiap detik, setiap menit, setiap harinya, dihiasi oleh berbagai pola tingkah manusia demi suatu tujuan. Bagaimana dengan kehidupanku?

Bagiku, roda kehidupan tampak mulai membaik dan nyaris kembali berjalan normal, walaupun masih menyisakan tanda tanya tentang status hubungan dengan suamiku. Aku tidak memperdulikan hal itu, dan hanya mencoba menjalani semua dengan penuh kesabaran.

Kebahagiaan yang sempat lenyap pasca perselingkuhan suamiku terbayar tuntas dengan kehadiran Pram. Lelaki muda yang dipertemukan denganku oleh garis takdir tersebut menjadi pelengkap kepingan dalam hidupku.

Ia menyayangiku, menerimaku dengan seutuhnya, begitu juga Nova, putri kecilku. Tidak ada hal lain lagi yang aku cari dalam hidupku, karena aku telah memiliki segalanya.


Sekembalinya ke kamar tidur, aku segera melucuti pakain yang melekat ditubuhku.

“Kok pakaiannya di lepas bu?” tanya lelakiku.

“Kita kan mau keluar, ke SPBU. Masa ibu pakai pakaian kayak gini??”

“Gak ganti pakaian juga gapapa kok bu, lagian cuman ke SPBU. Ibu gak perlu keluar dari mobil.”

“Tapi ini kan seksi banget sayang.. katanya sayang gak mau tubuh ibu dilihat orang lain.”

Pram tersenyum dan melangkah mendekatiku.

“Iya, saya gak suka. Saya gak mau tubuh ibu jadi sasaran mata laki-laki lain.” katanya sambil memegang pinggangku.

“Tapi, nanti kita kan cuman mau isi BBM aja, jadi gak perlu repot-repot ganti pakaian bu.”

Aku mengangguk pelan, dan kembali mengenakan pakaianku.

“Beneran gak perlu ganti pakaian??” tanyaku lagi.

Pram mengangguk pelan lantas melumat bibirku dengan lembut.

“Kita keluar cuman sebentar kok bu, gak mampir-mampir juga. Jadi gak perlu repot ganti pakaian.”

Aku tersenyum sambil menatap wajahnya, dan ia pun memahami apa yang ingin kukatakan.

“Iya, gak pakai celana dalam sama bra juga gapapa.” sambungnya.

Setelah mendapat restunya, aku segera melucuti celana dalamku dan melemparkannya entah kemana. Sebuah pelukan erat nan hangat pun kuberikan padanya sebagai ungkapan terima kasihku. Pram membalasnya dengan memelukku tak kalah erat.

“Ini pelukannya sampai jam berapa?” tanyaku, karena ia tak melepaskan dekapannya setelah hampir semenit berlalu.

“Bentar lagi bu.. enakkk.” jawabnya pelan.

Aku hanya bisa tertawa pelan sambil menusap punggungnya.

“Kalo diremas gitu, nanti ibu minta jatah lhooo.” protesku saat kedua tangannya meremas lembut kedua belah pantantku.

“Empuk.. kenyal..” bisiknya disamping leherku.

“Iyaaa.. itu kan isinya lemak semua.. kalo besi ya keras dong sayang..” jawabku sekenanya.

“……”

Pram tak mampu berkata-kata, hanya tawa pelan yang terdengar dari bibirnya.

“Yuk kita berangkat, keburu malam lhooo.” kataku.

Pram segera melepaskan pelukannya lalu mengecup kedua belah pipiku.

Sejenak, kubenahi short dress yang kukenakan, memandangi lekuk tubuhku melalui pantulan cermin meja riasku. Aku bahkan mencubit lembut kedua putingku agar mengeras dan tercetak dibaju itu. Pram, lelakiku, hanya tertawa sambil menggelengkan kepala.


"Biar kelihatan seksi.." kataku setelah melihatnya menggelenkan kepala.

“Yuukk.” katanya sambil merangkul pinggangku dan mengajakku beranjak pergi.

Geliat malam akhir pekan membuat hampir seluruh ruas jalan kota pelajar dipenuhi oleh kendaraan. Kemacetan pun tak terhindarkan karena banyaknya sisi jalan protokol yang digunakan sebagai tempat parkir.

“Rame banget..” gumanku pelan sambil memandang tepi jalanan yang kami lalui.

“Pada malam mingguan bu..”

“Mall-mall pada penuh, bioskop penuh, apalagi tempat makan..” sambungnya.

“Enakan makan hasil masakan sayang, kayak tadi..”

“Ibu suka?”

Aku mengangguk pelan sambil terus memandang jalan didepan, yang dipenuhi oleh antrian kendaraan.

“Kalo dirumah, mbak Aya juga masak?” tanyaku.

Pram tertawa, dan terus memperlambat laju mobil karena lampu merah tanda berhenti menyala.

“Sayang.. itu mbaknya yang naik motor seksi banget.” kataku sambil menunjuk seorang wanita yang memgendari sepeda motor berhenti tepat didepan kami.

“Biasa aja..” jawabnya singkat sambil memandang sekilas pengendara motor tersebut.

“Lebih seksi wanita yang duduk disamping saya..” katanya lagi, lalu tersenyum.

Aku pun tertawa seraya bergeser, mendekat ke arahnya.

“Sayang emang bener-bener susah suka sama cewek ya?” tanyaku.

“Sebenernya bukan susah sih bu, tapi mungkin memang harus melalui proses dulu.”

“Proses apaan sih?” tanyaku.

Segera setelah lampu hijau menyala, kami pun melanjutkan perjalanan dengan kecepatan pelan.

“Maksud saya butuh pengenalan, mengenal lebih dalam tentang pribadinya.”

“Berarti sayang udah kenal ibu dong?”

Pram menganggu, lalu tersenyum.

“Trus gimana?”

Pram tertawa dan melepaskan satu tangannya dari stir mobil dan mengusap pipiku.

“Ibu baik.. tapi nakal..” jawabnya singkat.

Aku pun tertawa mendengar jawaban jujur darinya.

‘Nakal’ dalam arti khusus yang ia maksudkan adalah kegilaanku, dalam hal seks. Aku tak memungkiri hal tersebut, karena aku yang sekarabg adalah Rindiani yang baru, berkat kehadiran dan campur tangan Pram dalam perjalanan hidupku.

“Iya.. tapi nakalnya kan cuman sama sayang aja..” jawabku sambil menyandarkan kepala di pundaknya.

“Iya bu, gapapa kok. Yang penting ibu harus menjaga sikap didepan orang lain. Apalagi sekarang ibu sudah bekerja.”

“Iya sayang.. ibu akan ingat pesan kamu ini.”

“Kalo menurut saya, sebagai istri, ibu sudah melakukannya dengan maksimal. Saya penasaran, bagaimana kehidupan rumah tangga ibu yang dulu, sampai-sampai suami ibu selingkuh..” katanya lagi.

Sejenak, aku menghela nafas, menyandarkan kepala di pundaknya. Pikiranku melayang jauh ke masa lalu, dimana kehidupan rumah tanggaku masih berjalan harmonis.

“Kalo dulu, ibu juga ngerasanya semua baik-baik aja. Beneran kok. Ibu gak mikir kalo sebenernya, mungkin ibu punya kekurangan apa gitu yang akhirnya bisa buat dia selingkuh.”

“Ibu bener-bener gak nyangka dia bisa selingkuh.” sambungku.

“Emangnya dulu ibu gak seperti ini?” tanyanya.

“Seperti ini gimana? Maksud sayang gimana?”

“Maksud saya, seperti yang ibu lakukan sekarang.. sama saya.”

“Enggak. Sama sekali gak pernah.”

“Kok bisa gitu??” tanyanya heran.

“Gak tau juga sih Pram, ibu gak kepikiran buat nakal, atau gila-gilaan seperti yang kita lakukan. Lagian suami ibu dulu juga kan orangnya beda sama sayang. Mungkin kamu udah tau gimana dia.”

"Misalnya aja ya, tiap hari kita mandi bareng. Kadang kita tidur malam telanjang, walaupun gak bercinta. Ibu bebas ngelakuin apa, keluar pakai pakaian seksi, gak pakai daleman. Semua ini spontan aja sih. Bukan bermaksud mau cari perhatian atau godain orang lain lho ya, cuman sekedar seneng aja, penasaran, pengen aja."

"Dan sayang pun juga biasa aja kan? Gak marah, gak ngelarang, gak teegoda juga trus jadiin ibu budak seks."

Pram mengangguk pelan, mengusap pipiku dengan lembut.

“Jujur aja, ibu masih penasaran dengan penyebab dia selingkuh. Kenapa dia sampai tega meninggalkan ibu dan Nova.” gumanku.

“Iya.. saya juga penasaran. Padahal menurut saya, ibu tipe istri ideal.”

Aku tertawa pelan mendengar ucapannya.

“Ideal gimana?? Suami ibu aja selingkuh kok.”

“Saya nyaman sama ibu kok.” jawabnya.

“Benerannn..??”

“Iya. Saya nyaman kok bu.”

Tak terasa, perbincangan itu mengisi waktu luang perjalanan, hingga akhirnya kami tiba di salah satu SPBU yang terletak di jalan Solo.

“Bu, Antriannya panjang banget.” guman Pram sambil memperlambat laju mobil.

“Gapapa sayang.. disini aja. Kita malam mingguan sambil ngantri.” kataku.

Pram tertawa dan menepikan mobil, mengikuti barisan puluhan kendaraan lain didepan kami.

“Waktu ibu tau suami selingkuh, ibu gak kepikiran pengen balas dendam? Misalnya ibu juga nyari cowok lain.” tanyanya.

“Enggak.. sama sekali gak kepikiran kayak gitu. Ibu malah stres, mikirin kurangnya ibu dimana sampai dia selingkuh.”

“Kalo kepikiran buat cari laki-laki lain, sama sekali gak ada.” kataku lagi.

Sedikit demi sedikit, mobil kami pun maju perlahan, mengikuti antrian yang perlahan berkurang jumlahnya.

“Lagian, sekarang ibu sudah sadar, bahwa mungkin Anita adalah jodoh terbaik untuk dia. Ibu berharap mereka bahagia. Itu saja.”

Pram hanya tersenyum, lantas mengecup kepalaku dengan lembut.

“Saya senang, karena ibu bisa kembali berjalan dan bahagia.”

“Semua karena kamu..” jawabku singkat, lantas meraih pipinya dan mengarahkan wajahnya ke arahku, lantas melumat bibirnya dengan lembut.

Pram tertawa pelan setelah kulepaskan tautan bibir kami.

“Nanti dilihat orang bu.” gumannya.

“Ya enggak dong sayang.. kaca mobilnya kan gelap.”

Pram menggeleng pelan sambil mencubit pipiku. Tanpaknya ia sedikit geregetan dengan keberanianku.

“Kok cuman pipi yang dicubit? Yang lain enggak?” tanyaku nakal dengan berbisik disampingnya.

“Haadduuhhhh…” gerutunya sambil membenahi posisi duduk karena sedikit terdesak oleh tubuhku.

Melihat tingkahnya yang gelagapan dan cemas terhadap kegilaanku membuatku tertawa dan bergeser menjauh.

“Bener-bener nakal..” gumannya pelan sambil membenahi posisi duduknya.

Banyaknya antrian didepan membuat kami harus bersabar dan menunggu sedikit lebih lama.

“Saya haus bu..” guman Pram pelan sambil memperhatikan keadaan disekeliling kami.

Aku tersenyum dan kembali bergeser mendekat padanya.

“Hauss..?”

“Sini..” sambungku sambil mengeluarkan satu payudaraku.

Pram tertawa dan kembali mencubit hidungku dengan sedikit keras.

“Saya haus beneran bu.. haus minum air putih.”

“Oooo… ibu kira sayang pengen nenen.” kataku sambil memasukkan kembali payudara kedalam baju.

Lagi-lagi Pram tertawa, lalau meletakkan satu tapak tangannya di pipiku.

“Bener-bener makin nakal.” gumannya, lalu melumat bibirku dengan lembut.

“Ibu tunggu disini sebentar ya, saya beli minuman.”

“Iya, ibu juga haus. Sekalian beliin ibu juga.”

Pram segera beranjak pergi, dan aku pun mengambil alih stir, sambil membenahi posisi duduk agar nyaman karena short dress yang kukenakan terlalu pendek, sampai-sampai nyaris tertarik ke bagian pinggulku.

Sedikit demi sedikit, antrian kendaraan mulai berkurang, dan Pram belum juga kembali. Aku yakin, ia takkan mengijinkanku keluar dari mobil dengan penampilan seperti ini, namun, aku harus melakukannya jika ia tak kunjung datang hingga giliran kami mengisi BBM.

Dan benar saja, hampir sepuluh menit berlalu, Pram pun belum menampakkan diri, padahal, sesaat lagi giliranku mengisi BBM. Setelah membenahi posisi duduk dan meletakkan tas cangklong dipangkuanku untuk sekedar menutup paha, kuturunkan kaca jendela mobil.

“Isi penuh ya mas..” kataku pada si petugas SPBU.

Si petugas hanya mengangguk sementara tatapan matanya tertuju pada belahan dada dan pahaku. Tak banyak yang bisa kulakukan untuk menutupinya.

Dari kejauhan, kulihat lelakiku berjalan cepat sambil menenteng dua botol air mineral.

“Maaf bu, tadi saya ke ATM dulu.” Katanya sambil berdiri disamping mobil.

“Iya, gapapa kok.”

Tak sampai lima menit kemudian, proses pengisian bahan bakar pun selesai dan Pram pun membayarnya, setelah menerima uang pemberian dariku.

Sambil meneguk air mineral, kunikmati keramaian malam akhir pekan di sepanjang jalan yang kami lalui, sementara Pram kembali berkonsentrasi mengendalikan stir mobil.

“Dulu ibu sering malam mingguan juga?” tanyanya.

“Enggak. Gak pernah. Waktu kuliah, malam minggu ya cuman dikost aja. Waktu udah nikah, cuman di rumah aja.”

“Emang ibu gak bosan?”

“Kadang sih bosan juga, jenuh. Tapi sejak ada Nova, ibu memang makin betah dirumah, ngurusin Nova, main sama Nova.”

“Suami ibu gak pernah ngajak jalan-jalan malam minggu?”

Aku menggelengkan kepala, melipat satu kakiku dan menyandarkannya di pintu mobil yang terkunci.

“Suami ibu selalu sibuk dengan kerjaannya. Kadang, hari minggu pun dia masih harus bekerja.”

“Berarti ibu memang perempuan rumahan.” gumannya pelan.

Aku menoleh ke arahnya sambil tersenyum.

“Makanya sekarang ibu ngerasa senang, soalnya kamu itu seperti jadi pembeda bagi ibu.”

“Maksudnya gimana bu?” tanyanya lagi.

“Maksud ibu, hidup ibu sekarang lebih berwarna. Lebih seru aja sih kalo menurut ibu.”

“Tapi ibu juga makin nakal..” gumannya, lalu tertawa.

“Gak tau juga ya, ibu ngerasa lebih nyaman aja, ngerasa lebih enjoy aja sekarang. Jadinya ya lebih happy aja. Nakalnya itu bener-bener gak kepikiran lho, ngalir gitu aja.”

“Contohnya seperti sekarang ini?” tanyanya sambil nelirik ke arah pangkal pahaku yang terbuka.

Aku mengangguk pelan, lalu memandangi kemaluanku yang memang terlihat jelas karena posisi dudukku.

“He emmm…. Tadinya gak kepikiran sama sekali kok. Spontan aja. Dan bukan bermaksud mau pamerin ke orang lain.” jawabku.

“Iya, saya ngerti bu. Cuman saya khawatir aja kalo sampai prilaku ibu ini membuat citra ibu menjadi buruk kalo sampe orang lain tahu hal seperti ini.”

“Iya sayang.. itu sebabnya ibu selalu minta ijin ke sayang sebelum melakukan hal-hal seperti ini.” jawabku.

“Kalo sayang gak ngijinin, ibu bakal nurut kok. Beneran.”

Pram mengangguk sambil melepaskan satu tangannya dari stir mobil lalu menarik lenganku untuk bergser, mendekat padanya.

“Dihadapan saya, ibu bebas melakukan apa saja sesuai keinginan ibu. Tapi, hanya dihadapan saya. Selain itu gak boleh.”

“Iya.. “ jawabku singkat.

Kurebahkan kepala dipundaknya sambil memandangi riuh rendah jalan didepan.

“Ternyata, sayang romantis juga lhoo..”

“Padahal menurut Rita sama Nina, sayang tuh kayak gak ada romantis-romantisnya.”

“Emang mereka bilang gitu?”

“Iyaa.. waktu ngobrol-ngobrol sama mereka, mereka bilang gitu. Mereka gak nyangka aja kalo sayang bisa bisa bersikap romantis.”

“Saya juga gak tau bu, romantis itu yang seperti apa.”

“Contohnya, sayang masak buat kita makan, sayang buat sarapan untuk kita.. mungkin kelihatannya hal kayak gitu spele, biasa aja. Tapi bagi ibu, itu merupakan sebuah keromantisan.”

Pram tertawa pelan, lantas mengecup kepalaku.

“Kalo saya lagi dirumah, dan kebetulan mbak Aya juga ada dirumah, biasanya saya yang buatin dia sarapan. Soalnya dia selalu bangun siang. Jadi, hal-hal seperti itu seperti kebiasaan bagi saya bu.”

“Lhooo… sarapan bapak dan ibu juga sayang yang buatin?” tanyaku.

“Enggak bu. Cuman buat saya dan mbak Aya.”

“Emang mbak Aya bangun siang gitu gak di omelin sama mama?” tanyaku.

“Di omelin juga percuma bu. Gak bakal di dengerin.”

“Emang bangunnya jam berapa??” tanyaku lagi. “Biasanya sih jam sembilan lewat, baru dia bangun.”

“Gila.. kalo ibu bangun jam segitu, pasti di omelin lhoo.” kataku.

"Dia bangun, mandi, sarapan, habis itu tidur lagi sampe jam makan siang." Kata Pram lagi.

Aku hanya bisa menggelengkan kepala mendengar apa yabg Pram ceritakan.

Berbeda dengan jalur menuju ke kota, jalur luar kota cenderung sepi dari lalu lalang kendaraan sehingga Pram bisa lebih bersantai dan menambah kecepatan.

“Emang kalo lihat ibu berpenampilan seperti ini, sayang gak horni?” tanyaku.

Pram tertawa pelan dan membiarkanku melingkarkan tangan di pinggangnya.

“Iya.. horni.” jawabnya singkat.

“Trus.. kok sayang diem aja??” tanyaku.

“Gak pengen pegang-pegang? Atau ngajak ibu bercinta gitu..” sambungku.

“Gapapa kok bu.. sekalian belajar menahan nafsu.”

“Kenapa harus ditahan sih?”

“Ibu gak akan melarang atau menolak kok.. malah ibu senang.” bisikku nakal.

Pram tertawa pelan sambil mencubit pipiku.

“Sama aja sih sama ibu. Makanya kadang ibu seneng godain sayang, pegang-pegang, ciuman, pelukan, walaupun kita gak harus bercinta.”

“Tapi sayang hebat lhoo.. udah ngelihat kayak gini, masih bisa nahan diri.” kataku lagi sambil mengangkat satu kaki dan menyandarkannya di dashboard.

“Haduuhhhhh.. kok malah makin dibuka sih?” protesnya sambil melirik pangkal pahaku yang terbuka.

“Lhoo.. kenapa??” “Kalo sayang pengen ya gapapa kok.”

Pram hanya tertawa sambil menggelengkan kepala melihat tingkahku yang binal.

“Ganggu konsentrasi nyetir..” gumannya, lalu menghela nafas panjang.

Aku yakin, lelakiku tergoda dengan tingkah nakalku, namun ia masih malu untuk menyentuhku. Segera kubuka lebar kedua pahaku dan meraih tangannya, lalu menuntunya untuk menyentuh kemaluanku.

“Biar gak penasaran..” bisikku.

Benar saja seperti dugaanku, jemari lelakiku pun langsung bergerak bebas menjamah pangkal pahaku. Untuk menambah kenyamana, kupadamkan lampu kabin dan merendahkan sandaran jok yang kududuki hingga aku nyaris berbaring.

Kedua kakiku pun terbuka lebar dan menumpang di atas dashboard. Ditengah keremangan kabin, bisa kurasakan permainan jemari lelakiku yang semakin berani dan liar.

Desahan dan rintihan segera mengalun lembut dari bibirku, ketika satu jarinya mulai menerobos masuk secara perlahan. Kemahiran jemarinya membuat vaginaku basah dan licin, semakin mempermudah jalannya menembus celah sempit diantara bibir kemaluanku.

Seketika, pinggulku bergerak liar, mengikuti irama kocokan yang memanjakan liang kenikmatanku. Beberapa saat berlalu, rangsangan yang ia berikan membuatku semakin tenggelam dalam pusaran birahi. Dan aku benar-benar lupa akan segala hal, walaupun kami masih dalam perjalanan pulang, didalam mobilku.

Kehebatannya dalam memuaskan dahaga birahiku semakin hari semakin bertambah. Dengan berbagai cara, Pram selalu mampu membuatku terlena, walaupun kami tak selalu mengakhirinya dengan persetubuhan.

Tanpa kusadari, akhirnya kami pun kembali tiba di rumahku ketika Pram mematikan mesin mobil.

“Bu, sudah sampai dirumah.” katanya sambil menarik tangan dari pangkal pahaku.

“Lagiii…” kataku pelan sambil meraih tangannya dan mengarahkannya kembali ke kemaluanku.

Aku nyaris meraih orgasmeku namun segera tertunda karena berakhirnya perjalanan, ketika kami telah tiba dirumahku.

Aku tak memperdulikan hal tersebut dan menginginkan lelakiku untuk segera menuntaskan permainannya. Aku ingin merasakan kenikmatan orgasme. Dan Pram, lelakiku pun menuruti keinginanku ketika ia kembali mengerjai liang vaginaku, bahkan ia pun melumat bibirku dengan lembut sementara kedua jarinya memanjakan liang vaginaku dengan kocokan pelan.

Suara kecipak yang tercipta dari kocokannya terdengar erotis, apalagi kemaluanku semakin dibanjiri oleh cairan yang terus mengalir keluar dari vaginaku. Desahan dan erangan nikmat teredam dengan baik oleh ciuman kami. Tentu saja kami tak ingin kegilaan ini sampai diketahui oleh orang lain, terutama kedua penghuni kost lain, yang sepertinya telah beristirahat dikamar mereka masing-masing.

Seiring detik berjalan, gelombang kenikmatan yang kurasakan semakin besar dan berlipat ganda, apalagi kocokan jemarinya pun sedikit cepat dan kasar. Ia membuatku menggelinjang, pinggulku bergerak liar, naik dan turun mengejar jemarinya.

Jok yang kududuki pun basah oleh cairan dari kemaluanku, namun kami benar-benar tak memperdulikannya.

Sekuat tenaga aku menahan suara rintihan ketika Pram mengalihkan bibirnya ke payudaraku. Hisapan dan gigitan pelan silih berganti menghujani kedua putingku, membuai dan membuatku lupa dengan keadaan, bahwa kami masih berada didalam mobil, di garasi depan rumahku.

Dan semua perlakuannya, semua rangsangan yang berikan ke sekujur tubuhku berbuah manis ketika otot-otot disekitar paha dan pangkal pahaku menegang, menjelang datangnya orgasme yang kuinginkan.

Kedua tanganku mencengkran erat kepalanya, sementara pinggulku terangkat ke udara. Hanya beberapa saat berselang, saat yang kutunggu pun tiba, orgasme yang kuinginkan pun datang melanda.

Dan seperti biasanya, kocokan jemarinya selalu membuat air seniku pun keluar, bersamaan dengan orgasme hebat yang kuinginkan. Pram menghujankan kedua jarinya dengan sangat dalam dan membiarkannya tertanam disana.

Telapak tangannya ia gunakan untuk menghalangi keluarnya air seni yang meluncur dari tubuhku bak air mancur. Lagi-lagi, lelakiku mampu mengobati dahaga seks yang selalu menghantuiku.

Ia mampu menjalankan perannya sebagai seorang lelaki sejati, walaupun tanpa harus menyetubuhiku.

= = =

Setelah menghabiskan beberapa menit untuk beristirahat didalam mobil, Pram mengajakku untuk memasuki rumah. Dengan mesra ia merangkul pinggulku saat kami melangkah menuju ke kamar tidur.

Sejenak, kupandangi sekujur dadaku yang beberapa hari ini selalu mendapatkan tanda memar akibat buasnya permainan lelakiku. Memar kebiruan dan kemerahan terlihat dimana-mana, membuatku tersenyum sendiri didalam kamar mandi.

Gilaaaa…’ gumanku dalam hati sambil menyentuh jejak kemerahan itu dengan ujung jari. Dan senyum itu masih terkembang di wajahku saat melangkah keluar dari kamar mandi.

Aku mendapati Pram tengah duduk di meja riasku, sambil memegang kepalanya. Sekilas, ia melirik padaku sambil tersenyum, melalui pantulan cermin di hadapannya.

“Sayang sakit kepala?” tanyaku sambil merangkul tubuhnya dari belakang.

“Mau ibu pijetin?” sambungku.

Pram mengelengkan kepala sambil menumpangkan tangan diatas tanganku yang melingkar diatas tubuhnya.

“Bukan sakit kepala yang begitu bu. Tapu sakit karena tadi ada yang jambak kepala saya, waktu di mobil.”

Aku tertawa dan menyenbunyikan wajah di punggungnya karena merasa malu. Pram lantas mengubah posisi duduknya, menghadap ke arahku. Kedua tangannya memegang pinggulku, lalu menuntun tubuhku untuk duduk dipangkuannya.

“Sekarang ibu punya kebiasaan baru, senang jambakin rambut saya.” bisiknya sambil memeluk erat tubuhku.

“Sudah ihh.. jangan dibahas. Maluuuu…!” protesku sambil memeluknya dengan erat dan kembali menyembunyikan wajah di belakang lehernya.

“Abisnya enak sih.. jadi ibu gak sadar jambakin rambut sayang.” gumanku.

Pram hanya tertawa, lantas mengecup leherku berkali-kali, membuat sekujur tubuhku merinding. Pelukan dan usapannya di punggungku membuatku nyaman dan betah menghabiskan waktu di pangkuannya.

Hampir setengah jam berlalu, yang diisi hanya dengan keheningan dan dekapan penuh rasa.

Diantara jutaan wanita dimuka bumi, aku adalah satu yang paling beruntung, dimana tangis dan air mata akibat luka hati segera tergantikan dengan senyum dan tawa bahagia.

Luka akibat kehilangan suami segera sembuh berkat kehadiran Pram, lelakiku, yang dengan sabar menemaniku, mengisi hari-hariku dengan kesederhanaan caranya menyayangiku.

Ia menunjukkan, mengajariku untuk melangkah dan menjalani hidup dengan penuh semangat dan senyum, walaupun pahit getir akibat peselingkuhan suami membayangiku.

Usianya yang masih muda belia tak menyurutkan pola pikir dan caranya memperlakukanku, dimana ia telah memfokuskan dan mengingatkanku tentang masa depanku, masa depan Nova, putri kecilku.

Apa yang aku cari?’ tidak ada lagi.

Setidaknya, itulah jawaban dari hati kecilku, karena kini, hidupku telah sempurna berkat kehadirannya.



♡♡♡bersambung♡♡♡
Part 2 akan rilis beberapa jam kedepan
Terima kasih :rose:
 
Terakhir diubah:
Rindiani The Series – Seri 14
Kejutan demi Kejutan​


Part 1



Rindiani


Ditengah hiruk pikuk kehidupan, diantara riuh rendah keramaian, apa yang paling dicari dan diinginkan oleh manusia?

Sebagian sibuk menenggelamkan diri dalam karir demi mengejar materi, sebagian lagi masih berjuang demi sesuap nasi dan keluarga, ada yang mengabdikan diri dalam bidang sosial, dan masih banyak motif lainnya.

Geliat kehidupan tiada pernah terhenti, setiap detik, setiap menit, setiap harinya, dihiasi oleh berbagai pola tingkah manusia demi suatu tujuan. Bagaimana dengan kehidupanku?

Bagiku, roda kehidupan tampak mulai membaik dan nyaris kembali berjalan normal, walaupun masih menyisakan tanda tanya tentang status hubungan dengan suamiku. Aku tidak memperdulikan hal itu, dan hanya mencoba menjalani semua dengan penuh kesabaran.

Kebahagiaan yang sempat lenyap pasca perselingkuhan suamiku terbayar tuntas dengan kehadiran Pram. Lelaki muda yang dipertemukan denganku oleh garis takdir tersebut menjadi pelengkap kepingan dalam hidupku.

Ia menyayangiku, menerimaku dengan seutuhnya, begitu juga Nova, putri kecilku. Tidak ada hal lain lagi yang aku cari dalam hidupku, karena aku telah memiliki segalanya.


Sekembalinya ke kamar tidur, aku segera melucuti pakain yang melekat ditubuhku.

“Kok pakaiannya di lepas bu?” tanya lelakiku.

“Kita kan mau keluar, ke SPBU. Masa ibu pakai pakaian kayak gini??”

“Gak ganti pakaian juga gapapa kok bu, lagian cuman ke SPBU. Ibu gak perlu keluar dari mobil.”

“Tapi ini kan seksi banget sayang.. katanya sayang gak mau tubuh ibu dilihat orang lain.”

Pram tersenyum dan melangkah mendekatiku.

“Iya, saya gak suka. Saya gak mau tubuh ibu jadi sasaran mata laki-laki lain.” katanya sambil memegang pinggangku.

“Tapi, nanti kita kan cuman mau isi BBM aja, jadi gak perlu repot-repot ganti pakaian bu.”

Aku mengangguk pelan, dan kembali mengenakan pakaianku.

“Beneran gak perlu ganti pakaian??” tanyaku lagi.

Pram mengangguk pelan lantas melumat bibirku dengan lembut.

“Kita keluar cuman sebentar kok bu, gak mampir-mampir juga. Jadi gak perlu repot ganti pakaian.”

Aku tersenyum sambil menatap wajahnya, dan ia pun memahami apa yang ingin kukatakan.

“Iya, gak pakai celana dalam sama bra juga gapapa.” sambungnya.

Setelah mendapat restunya, aku segera melucuti celana dalamku dan melemparkannya entah kemana. Sebuah pelukan erat nan hangat pun kuberikan padanya sebagai ungkapan terima kasihku. Pram membalasnya dengan memelukku tak kalah erat.

“Ini pelukannya sampai jam berapa?” tanyaku, karena ia tak melepaskan dekapannya setelah hampir semenit berlalu.

“Bentar lagi bu.. enakkk.” jawabnya pelan.

Aku hanya bisa tertawa pelan sambil menusap punggungnya.

“Kalo diremas gitu, nanti ibu minta jatah lhooo.” protesku saat kedua tangannya meremas lembut kedua belah pantantku.

“Empuk.. kenyal..” bisiknya disamping leherku.

“Iyaaa.. itu kan isinya lemak semua.. kalo besi ya keras dong sayang..” jawabku sekenanya.

“……”

Pram tak mampu berkata-kata, hanya tawa pelan yang terdengar dari bibirnya.

“Yuk kita berangkat, keburu malam lhooo.” kataku.

Pram segera melepaskan pelukannya lalu mengecup kedua belah pipiku.

Sejenak, kubenahi short dress yang kukenakan, memandangi lekuk tubuhku melalui pantulan cermin meja riasku. Aku bahkan mencubit lembut kedua putingku agar mengeras dan tercetak dibaju itu. Pram, lelakiku, hanya tertawa sambil menggelengkan kepala.


"Biar kelihatan seksi.." kataku setelah melihatnya menggelenkan kepala.

“Yuukk.” katanya sambil merangkul pinggangku dan mengajakku beranjak pergi.

Geliat malam akhir pekan membuat hampir seluruh ruas jalan kota pelajar dipenuhi oleh kendaraan. Kemacetan pun tak terhindarkan karena banyaknya sisi jalan protokol yang digunakan sebagai tempat parkir.

“Rame banget..” gumanku pelan sambil memandang tepi jalanan yang kami lalui.

“Pada malam mingguan bu..”

“Mall-mall pada penuh, bioskop penuh, apalagi tempat makan..” sambungnya.

“Enakan makan hasil masakan sayang, kayak tadi..”

“Ibu suka?”

Aku mengangguk pelan sambil terus memandang jalan didepan, yang dipenuhi oleh antrian kendaraan.

“Kalo dirumah, mbak Aya juga masak?” tanyaku.

Pram tertawa, dan terus memperlambat laju mobil karena lampu merah tanda berhenti menyala.

“Sayang.. itu mbaknya yang naik motor seksi banget.” kataku sambil menunjuk seorang wanita yang memgendari sepeda motor berhenti tepat didepan kami.

“Biasa aja..” jawabnya singkat sambil memandang sekilas pengendara motor tersebut.

“Lebih seksi wanita yang duduk disamping saya..” katanya lagi, lalu tersenyum.

Aku pun tertawa seraya bergeser, mendekat ke arahnya.

“Sayang emang bener-bener susah suka sama cewek ya?” tanyaku.

“Sebenernya bukan susah sih bu, tapi mungkin memang harus melalui proses dulu.”

“Proses apaan sih?” tanyaku.

Segera setelah lampu hijau menyala, kami pun melanjutkan perjalanan dengan kecepatan pelan.

“Maksud saya butuh pengenalan, mengenal lebih dalam tentang pribadinya.”

“Berarti sayang udah kenal ibu dong?”

Pram menganggu, lalu tersenyum.

“Trus gimana?”

Pram tertawa dan melepaskan satu tangannya dari stir mobil dan mengusap pipiku.

“Ibu baik.. tapi nakal..” jawabnya singkat.

Aku pun tertawa mendengar jawaban jujur darinya.

‘Nakal’ dalam arti khusus yang ia maksudkan adalah kegilaanku, dalam hal seks. Aku tak memungkiri hal tersebut, karena aku yang sekarabg adalah Rindiani yang baru, berkat kehadiran dan campur tangan Pram dalam perjalanan hidupku.

“Iya.. tapi nakalnya kan cuman sama sayang aja..” jawabku sambil menyandarkan kepala di pundaknya.

“Iya bu, gapapa kok. Yang penting ibu harus menjaga sikap didepan orang lain. Apalagi sekarang ibu sudah bekerja.”

“Iya sayang.. ibu akan ingat pesan kamu ini.”

“Kalo menurut saya, sebagai istri, ibu sudah melakukannya dengan maksimal. Saya penasaran, bagaimana kehidupan rumah tangga ibu yang dulu, sampai-sampai suami ibu selingkuh..” katanya lagi.

Sejenak, aku menghela nafas, menyandarkan kepala di pundaknya. Pikiranku melayang jauh ke masa lalu, dimana kehidupan rumah tanggaku masih berjalan harmonis.

“Kalo dulu, ibu juga ngerasanya semua baik-baik aja. Beneran kok. Ibu gak mikir kalo sebenernya, mungkin ibu punya kekurangan apa gitu yang akhirnya bisa buat dia selingkuh.”

“Ibu bener-bener gak nyangka dia bisa selingkuh.” sambungku.

“Emangnya dulu ibu gak seperti ini?” tanyanya.

“Seperti ini gimana? Maksud sayang gimana?”

“Maksud saya, seperti yang ibu lakukan sekarang.. sama saya.”

“Enggak. Sama sekali gak pernah.”

“Kok bisa gitu??” tanyanya heran.

“Gak tau juga sih Pram, ibu gak kepikiran buat nakal, atau gila-gilaan seperti yang kita lakukan. Lagian suami ibu dulu juga kan orangnya beda sama sayang. Mungkin kamu udah tau gimana dia.”

"Misalnya aja ya, tiap hari kita mandi bareng. Kadang kita tidur malam telanjang, walaupun gak bercinta. Ibu bebas ngelakuin apa, keluar pakai pakaian seksi, gak pakai daleman. Semua ini spontan aja sih. Bukan bermaksud mau cari perhatian atau godain orang lain lho ya, cuman sekedar seneng aja, penasaran, pengen aja."

"Dan sayang pun juga biasa aja kan? Gak marah, gak ngelarang, gak teegoda juga trus jadiin ibu budak seks."

Pram mengangguk pelan, mengusap pipiku dengan lembut.

“Jujur aja, ibu masih penasaran dengan penyebab dia selingkuh. Kenapa dia sampai tega meninggalkan ibu dan Nova.” gumanku.

“Iya.. saya juga penasaran. Padahal menurut saya, ibu tipe istri ideal.”

Aku tertawa pelan mendengar ucapannya.

“Ideal gimana?? Suami ibu aja selingkuh kok.”

“Saya nyaman sama ibu kok.” jawabnya.

“Benerannn..??”

“Iya. Saya nyaman kok bu.”

Tak terasa, perbincangan itu mengisi waktu luang perjalanan, hingga akhirnya kami tiba di salah satu SPBU yang terletak di jalan Solo.

“Bu, Antriannya panjang banget.” guman Pram sambil memperlambat laju mobil.

“Gapapa sayang.. disini aja. Kita malam mingguan sambil ngantri.” kataku.

Pram tertawa dan menepikan mobil, mengikuti barisan puluhan kendaraan lain didepan kami.

“Waktu ibu tau suami selingkuh, ibu gak kepikiran pengen balas dendam? Misalnya ibu juga nyari cowok lain.” tanyanya.

“Enggak.. sama sekali gak kepikiran kayak gitu. Ibu malah stres, mikirin kurangnya ibu dimana sampai dia selingkuh.”

“Kalo kepikiran buat cari laki-laki lain, sama sekali gak ada.” kataku lagi.

Sedikit demi sedikit, mobil kami pun maju perlahan, mengikuti antrian yang perlahan berkurang jumlahnya.

“Lagian, sekarang ibu sudah sadar, bahwa mungkin Anita adalah jodoh terbaik untuk dia. Ibu berharap mereka bahagia. Itu saja.”

Pram hanya tersenyum, lantas mengecup kepalaku dengan lembut.

“Saya senang, karena ibu bisa kembali berjalan dan bahagia.”

“Semua karena kamu..” jawabku singkat, lantas meraih pipinya dan mengarahkan wajahnya ke arahku, lantas melumat bibirnya dengan lembut.

Pram tertawa pelan setelah kulepaskan tautan bibir kami.

“Nanti dilihat orang bu.” gumannya.

“Ya enggak dong sayang.. kaca mobilnya kan gelap.”

Pram menggeleng pelan sambil mencubit pipiku. Tanpaknya ia sedikit geregetan dengan keberanianku.

“Kok cuman pipi yang dicubit? Yang lain enggak?” tanyaku nakal dengan berbisik disampingnya.

“Haadduuhhhh…” gerutunya sambil membenahi posisi duduk karena sedikit terdesak oleh tubuhku.

Melihat tingkahnya yang gelagapan dan cemas terhadap kegilaanku membuatku tertawa dan bergeser menjauh.

“Bener-bener nakal..” gumannya pelan sambil membenahi posisi duduknya.

Banyaknya antrian didepan membuat kami harus bersabar dan menunggu sedikit lebih lama.

“Saya haus bu..” guman Pram pelan sambil memperhatikan keadaan disekeliling kami.

Aku tersenyum dan kembali bergeser mendekat padanya.

“Hauss..?”

“Sini..” sambungku sambil mengeluarkan satu payudaraku.

Pram tertawa dan kembali mencubit hidungku dengan sedikit keras.

“Saya haus beneran bu.. haus minum air putih.”

“Oooo… ibu kira sayang pengen nenen.” kataku sambil memasukkan kembali payudara kedalam baju.

Lagi-lagi Pram tertawa, lalau meletakkan satu tapak tangannya di pipiku.

“Bener-bener makin nakal.” gumannya, lalu melumat bibirku dengan lembut.

“Ibu tunggu disini sebentar ya, saya beli minuman.”

“Iya, ibu juga haus. Sekalian beliin ibu juga.”

Pram segera beranjak pergi, dan aku pun mengambil alih stir, sambil membenahi posisi duduk agar nyaman karena short dress yang kukenakan terlalu pendek, sampai-sampai nyaris tertarik ke bagian pinggulku.

Sedikit demi sedikit, antrian kendaraan mulai berkurang, dan Pram belum juga kembali. Aku yakin, ia takkan mengijinkanku keluar dari mobil dengan penampilan seperti ini, namun, aku harus melakukannya jika ia tak kunjung datang hingga giliran kami mengisi BBM.

Dan benar saja, hampir sepuluh menit berlalu, Pram pun belum menampakkan diri, padahal, sesaat lagi giliranku mengisi BBM. Setelah membenahi posisi duduk dan meletakkan tas cangklong dipangkuanku untuk sekedar menutup paha, kuturunkan kaca jendela mobil.

“Isi penuh ya mas..” kataku pada si petugas SPBU.

Si petugas hanya mengangguk sementara tatapan matanya tertuju pada belahan dada dan pahaku. Tak banyak yang bisa kulakukan untuk menutupinya.

Dari kejauhan, kulihat lelakiku berjalan cepat sambil menenteng dua botol air mineral.

“Maaf bu, tadi saya ke ATM dulu.” Katanya sambil berdiri disamping mobil.

“Iya, gapapa kok.”

Tak sampai lima menit kemudian, proses pengisian bahan bakar pun selesai dan Pram pun membayarnya, setelah menerima uang pemberian dariku.

Sambil meneguk air mineral, kunikmati keramaian malam akhir pekan di sepanjang jalan yang kami lalui, sementara Pram kembali berkonsentrasi mengendalikan stir mobil.

“Dulu ibu sering malam mingguan juga?” tanyanya.

“Enggak. Gak pernah. Waktu kuliah, malam minggu ya cuman dikost aja. Waktu udah nikah, cuman di rumah aja.”

“Emang ibu gak bosan?”

“Kadang sih bosan juga, jenuh. Tapi sejak ada Nova, ibu memang makin betah dirumah, ngurusin Nova, main sama Nova.”

“Suami ibu gak pernah ngajak jalan-jalan malam minggu?”

Aku menggelengkan kepala, melipat satu kakiku dan menyandarkannya di pintu mobil yang terkunci.

“Suami ibu selalu sibuk dengan kerjaannya. Kadang, hari minggu pun dia masih harus bekerja.”

“Berarti ibu memang perempuan rumahan.” gumannya pelan.

Aku menoleh ke arahnya sambil tersenyum.

“Makanya sekarang ibu ngerasa senang, soalnya kamu itu seperti jadi pembeda bagi ibu.”

“Maksudnya gimana bu?” tanyanya lagi.

“Maksud ibu, hidup ibu sekarang lebih berwarna. Lebih seru aja sih kalo menurut ibu.”

“Tapi ibu juga makin nakal..” gumannya, lalu tertawa.

“Gak tau juga ya, ibu ngerasa lebih nyaman aja, ngerasa lebih enjoy aja sekarang. Jadinya ya lebih happy aja. Nakalnya itu bener-bener gak kepikiran lho, ngalir gitu aja.”

“Contohnya seperti sekarang ini?” tanyanya sambil nelirik ke arah pangkal pahaku yang terbuka.

Aku mengangguk pelan, lalu memandangi kemaluanku yang memang terlihat jelas karena posisi dudukku.

“He emmm…. Tadinya gak kepikiran sama sekali kok. Spontan aja. Dan bukan bermaksud mau pamerin ke orang lain.” jawabku.

“Iya, saya ngerti bu. Cuman saya khawatir aja kalo sampai prilaku ibu ini membuat citra ibu menjadi buruk kalo sampe orang lain tahu hal seperti ini.”

“Iya sayang.. itu sebabnya ibu selalu minta ijin ke sayang sebelum melakukan hal-hal seperti ini.” jawabku.

“Kalo sayang gak ngijinin, ibu bakal nurut kok. Beneran.”

Pram mengangguk sambil melepaskan satu tangannya dari stir mobil lalu menarik lenganku untuk bergser, mendekat padanya.

“Dihadapan saya, ibu bebas melakukan apa saja sesuai keinginan ibu. Tapi, hanya dihadapan saya. Selain itu gak boleh.”

“Iya.. “ jawabku singkat.

Kurebahkan kepala dipundaknya sambil memandangi riuh rendah jalan didepan.

“Ternyata, sayang romantis juga lhoo..”

“Padahal menurut Rita sama Nina, sayang tuh kayak gak ada romantis-romantisnya.”

“Emang mereka bilang gitu?”

“Iyaa.. waktu ngobrol-ngobrol sama mereka, mereka bilang gitu. Mereka gak nyangka aja kalo sayang bisa bisa bersikap romantis.”

“Saya juga gak tau bu, romantis itu yang seperti apa.”

“Contohnya, sayang masak buat kita makan, sayang buat sarapan untuk kita.. mungkin kelihatannya hal kayak gitu spele, biasa aja. Tapi bagi ibu, itu merupakan sebuah keromantisan.”

Pram tertawa pelan, lantas mengecup kepalaku.

“Kalo saya lagi dirumah, dan kebetulan mbak Aya juga ada dirumah, biasanya saya yang buatin dia sarapan. Soalnya dia selalu bangun siang. Jadi, hal-hal seperti itu seperti kebiasaan bagi saya bu.”

“Lhooo… sarapan bapak dan ibu juga sayang yang buatin?” tanyaku.

“Enggak bu. Cuman buat saya dan mbak Aya.”

“Emang mbak Aya bangun siang gitu gak di omelin sama mama?” tanyaku.

“Di omelin juga percuma bu. Gak bakal di dengerin.”

“Emang bangunnya jam berapa??” tanyaku lagi. “Biasanya sih jam sembilan lewat, baru dia bangun.”

“Gila.. kalo ibu bangun jam segitu, pasti di omelin lhoo.” kataku.

"Dia bangun, mandi, sarapan, habis itu tidur lagi sampe jam makan siang." Kata Pram lagi.

Aku hanya bisa menggelengkan kepala mendengar apa yabg Pram ceritakan.

Berbeda dengan jalur menuju ke kota, jalur luar kota cenderung sepi dari lalu lalang kendaraan sehingga Pram bisa lebih bersantai dan menambah kecepatan.

“Emang kalo lihat ibu berpenampilan seperti ini, sayang gak horni?” tanyaku.

Pram tertawa pelan dan membiarkanku melingkarkan tangan di pinggangnya.

“Iya.. horni.” jawabnya singkat.

“Trus.. kok sayang diem aja??” tanyaku.

“Gak pengen pegang-pegang? Atau ngajak ibu bercinta gitu..” sambungku.

“Gapapa kok bu.. sekalian belajar menahan nafsu.”

“Kenapa harus ditahan sih?”

“Ibu gak akan melarang atau menolak kok.. malah ibu senang.” bisikku nakal.

Pram tertawa pelan sambil mencubit pipiku.

“Sama aja sih sama ibu. Makanya kadang ibu seneng godain sayang, pegang-pegang, ciuman, pelukan, walaupun kita gak harus bercinta.”

“Tapi sayang hebat lhoo.. udah ngelihat kayak gini, masih bisa nahan diri.” kataku lagi sambil mengangkat satu kaki dan menyandarkannya di dashboard.

“Haduuhhhhh.. kok malah makin dibuka sih?” protesnya sambil melirik pangkal pahaku yang terbuka.

“Lhoo.. kenapa??” “Kalo sayang pengen ya gapapa kok.”

Pram hanya tertawa sambil menggelengkan kepala melihat tingkahku yang binal.

“Ganggu konsentrasi nyetir..” gumannya, lalu menghela nafas panjang.

Aku yakin, lelakiku tergoda dengan tingkah nakalku, namun ia masih malu untuk menyentuhku. Segera kubuka lebar kedua pahaku dan meraih tangannya, lalu menuntunya untuk menyentuh kemaluanku.

“Biar gak penasaran..” bisikku.

Benar saja seperti dugaanku, jemari lelakiku pun langsung bergerak bebas menjamah pangkal pahaku. Untuk menambah kenyamana, kupadamkan lampu kabin dan merendahkan sandaran jok yang kududuki hingga aku nyaris berbaring.

Kedua kakiku pun terbuka lebar dan menumpang di atas dashboard. Ditengah keremangan kabin, bisa kurasakan permainan jemari lelakiku yang semakin berani dan liar.

Desahan dan rintihan segera mengalun lembut dari bibirku, ketika satu jarinya mulai menerobos masuk secara perlahan. Kemahiran jemarinya membuat vaginaku basah dan licin, semakin mempermudah jalannya menembus celah sempit diantara bibir kemaluanku.

Seketika, pinggulku bergerak liar, mengikuti irama kocokan yang memanjakan liang kenikmatanku. Beberapa saat berlalu, rangsangan yang ia berikan membuatku semakin tenggelam dalam pusaran birahi. Dan aku benar-benar lupa akan segala hal, walaupun kami masih dalam perjalanan pulang, didalam mobilku.

Kehebatannya dalam memuaskan dahaga birahiku semakin hari semakin bertambah. Dengan berbagai cara, Pram selalu mampu membuatku terlena, walaupun kami tak selalu mengakhirinya dengan persetubuhan.

Tanpa kusadari, akhirnya kami pun kembali tiba di rumahku ketika Pram mematikan mesin mobil.

“Bu, sudah sampai dirumah.” katanya sambil menarik tangan dari pangkal pahaku.

“Lagiii…” kataku pelan sambil meraih tangannya dan mengarahkannya kembali ke kemaluanku.

Aku nyaris meraih orgasmeku namun segera tertunda karena berakhirnya perjalanan, ketika kami telah tiba dirumahku.

Aku tak memperdulikan hal tersebut dan menginginkan lelakiku untuk segera menuntaskan permainannya. Aku ingin merasakan kenikmatan orgasme. Dan Pram, lelakiku pun menuruti keinginanku ketika ia kembali mengerjai liang vaginaku, bahkan ia pun melumat bibirku dengan lembut sementara kedua jarinya memanjakan liang vaginaku dengan kocokan pelan.

Suara kecipak yang tercipta dari kocokannya terdengar erotis, apalagi kemaluanku semakin dibanjiri oleh cairan yang terus mengalir keluar dari vaginaku. Desahan dan erangan nikmat teredam dengan baik oleh ciuman kami. Tentu saja kami tak ingin kegilaan ini sampai diketahui oleh orang lain, terutama kedua penghuni kost lain, yang sepertinya telah beristirahat dikamar mereka masing-masing.

Seiring detik berjalan, gelombang kenikmatan yang kurasakan semakin besar dan berlipat ganda, apalagi kocokan jemarinya pun sedikit cepat dan kasar. Ia membuatku menggelinjang, pinggulku bergerak liar, naik dan turun mengejar jemarinya.

Jok yang kududuki pun basah oleh cairan dari kemaluanku, namun kami benar-benar tak memperdulikannya.

Sekuat tenaga aku menahan suara rintihan ketika Pram mengalihkan bibirnya ke payudaraku. Hisapan dan gigitan pelan silih berganti menghujani kedua putingku, membuai dan membuatku lupa dengan keadaan, bahwa kami masih berada didalam mobil, di garasi depan rumahku.

Dan semua perlakuannya, semua rangsangan yang berikan ke sekujur tubuhku berbuah manis ketika otot-otot disekitar paha dan pangkal pahaku menegang, menjelang datangnya orgasme yang kuinginkan.

Kedua tanganku mencengkran erat kepalanya, sementara pinggulku terangkat ke udara. Hanya beberapa saat berselang, saat yang kutunggu pun tiba, orgasme yang kuinginkan pun datang melanda.

Dan seperti biasanya, kocokan jemarinya selalu membuat air seniku pun keluar, bersamaan dengan orgasme hebat yang kuinginkan. Pram menghujankan kedua jarinya dengan sangat dalam dan membiarkannya tertanam disana.

Telapak tangannya ia gunakan untuk menghalangi keluarnya air seni yang meluncur dari tubuhku bak air mancur. Lagi-lagi, lelakiku mampu mengobati dahaga seks yang selalu menghantuiku.

Ia mampu menjalankan perannya sebagai seorang lelaki sejati, walaupun tanpa harus menyetubuhiku.

= = =

Setelah menghabiskan beberapa menit untuk beristirahat didalam mobil, Pram mengajakku untuk memasuki rumah. Dengan mesra ia merangkul pinggulku saat kami melangkah menuju ke kamar tidur.

Sejenak, kupandangi sekujur dadaku yang beberapa hari ini selalu mendapatkan tanda memar akibat buasnya permainan lelakiku. Memar kebiruan dan kemerahan terlihat dimana-mana, membuatku tersenyum sendiri didalam kamar mandi.

Gilaaaa…’ gumanku dalam hati sambil menyentuh jejak kemerahan itu dengan ujung jari. Dan senyum itu masih terkembang di wajahku saat melangkah keluar dari kamar mandi.

Aku mendapati Pram tengah duduk di meja riasku, sambil memegang kepalanya. Sekilas, ia melirik padaku sambil tersenyum, melalui pantulan cermin di hadapannya.

“Sayang sakit kepala?” tanyaku sambil merangkul tubuhnya dari belakang.

“Mau ibu pijetin?” sambungku.

Pram mengelengkan kepala sambil menumpangkan tangan diatas tanganku yang melingkar diatas tubuhnya.

“Bukan sakit kepala yang begitu bu. Tapu sakit karena tadi ada yang jambak kepala saya, waktu di mobil.”

Aku tertawa dan menyenbunyikan wajah di punggungnya karena merasa malu. Pram lantas mengubah posisi duduknya, menghadap ke arahku. Kedua tangannya memegang pinggulku, lalu menuntun tubuhku untuk duduk dipangkuannya.

“Sekarang ibu punya kebiasaan baru, senang jambakin rambut saya.” bisiknya sambil memeluk erat tubuhku.

“Sudah ihh.. jangan dibahas. Maluuuu…!” protesku sambil memeluknya dengan erat dan kembali menyembunyikan wajah di belakang lehernya.

“Abisnya enak sih.. jadi ibu gak sadar jambakin rambut sayang.” gumanku.

Pram hanya tertawa, lantas mengecup leherku berkali-kali, membuat sekujur tubuhku merinding. Pelukan dan usapannya di punggungku membuatku nyaman dan betah menghabiskan waktu di pangkuannya.

Hampir setengah jam berlalu, yang diisi hanya dengan keheningan dan dekapan penuh rasa.

Diantara jutaan wanita dimuka bumi, aku adalah satu yang paling beruntung, dimana tangis dan air mata akibat luka hati segera tergantikan dengan senyum dan tawa bahagia.

Luka akibat kehilangan suami segera sembuh berkat kehadiran Pram, lelakiku, yang dengan sabar menemaniku, mengisi hari-hariku dengan kesederhanaan caranya menyayangiku.

Ia menunjukkan, mengajariku untuk melangkah dan menjalani hidup dengan penuh semangat dan senyum, walaupun pahit getir akibat peselingkuhan suami membayangiku.

Usianya yang masih muda belia tak menyurutkan pola pikir dan caranya memperlakukanku, dimana ia telah memfokuskan dan mengingatkanku tentang masa depanku, masa depan Nova, putri kecilku.

Apa yang aku cari?’ tidak ada lagi.

Setidaknya, itulah jawaban dari hati kecilku, karena kini, hidupku telah sempurna berkat kehadirannya.



♡♡♡bersambung♡♡♡
Part 2 akan rilis beberapa jam kedepan
Terima kasih :rose:
Lanjutttt sistaaaa
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd