Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

Rio Untold Story

cappuciino

Semprot Baru
Daftar
30 Mar 2015
Post
27
Like diterima
103
Lokasi
City Of Hero
Bimabet
Surabaya, 2021

Hanya suara bising yang dapat terdengar sejauh telinga mendengar, gelak canda tawa dari pengunjung saling bersautan dengan riuhnya penjaja makanan dan minuman yang berkutat dengan peralatannya guna menyajikan sajian terbaik stan mereka di salah satu food court di pinggiran kota Surabaya.

Adalah Rio, yang duduk sendirian dimeja kayu sederhana sebesar 2 meter persegi di salah satu stan di food court itu. Adalah Rio, pemuda berusia 26 tahun dengan perawakan yang biasa saja bahkan cenderung tidak menarik mata lawan jenisnya. Menggunakan kaos merah dan celana kain berwarna coklat ia duduk santai cenderung kelelahan mengingat apa yang barusaja dialaminya 3 jam terakhir.

Tubuh 75Kg dengan tinggi 160cm dan perut agak membuncit itu duduk sendirian hanya bertemankan sebuah es kopi mix dan sebatang rokok dijepitan tangannya itu, raut mukanya kelihatan seperti orang kelelahan namun tetap segar karna habis mandi selepas maghrib tadi.

3 jam sebelumnya, Rio sedang berolahraga bersama dua orang teman dekatnya, bukan olahraga biasa yang dilaksanakannya, namun olah raga yang melibatkan berpacunya sepasang kelamin beda jenis cucu Adam & Hawa. Ya, rio sedang threeshome dengan 2 temannya yang merupakan pasutri itu.

Mengingat kejadian yang barusaja dialaminya itu Rio seakan tidak percaya dengan apa yang telah dialaminya, temannya yang bernama Ana dan Steven dulunya merupakan orang yang lurus-lurus saja itu, kini berubah menjadi pasutri yang gemar melaksanakan kegiatan soft BDSM, yang memanfaatkan berbagai macam peralatan dan pengetahuan yang dimiliki Rio.

Rio, pemuda tanggung itu adalah pecinta BDSM, namun bukan seperti BDSM yang selama ini banyak dipahami masyarakat dengan variasi kegiatan seksual yang dengan tega menyiksa pasangannya sendiri dengan cambuk, tampar & pukulan, Rio hanya menikmati permainan soft BDSM saja, dengan membatasi gerak & indra yang dimiliki pasangan mainnya untuk meningkatkan stimulus rangsangan ditambah perasaan tidak berdaya layaknya sedang diperkosa yang berujung pada orgasme lebih hebat! Rio berpegang teguh, bahwa permainan BDSMnya itu memiliki tujuan untuk mencapai kenikmatan seksual seperti normalnya vanilla sex yang dibumbui sendikit variasi agar tidak bosan.

30 menit sudah berlalu sejak Rio duduk di meja itu, dengan muka kesalnya, dia mengeluarkan HP dari tasnya, membuka applikasi whatsapp lalu menekan kontak teman pasutrinya itu. Jarinya asik menekan-nekan layar HPnya sendiri

"Woy lama amat dah? Keburu es gua abis nih"

5 menit menunggu namun tak ada pesan balasan yang didapatkannya.

"Huft... Kelakuannya masih saja sama" dengan wajah kusut dan mata menyipit dia hembuskan kalimat itu bersama dengan hembusan nafas beratnya.

Brrrttt... Brrrttt... Getar HP yang tergeletak diatas meja itu menandakan ada sebuah pesan yang masuk. Rio membuka HPnya dan membaca isi pesan itu yang bertuliskan "Sabar, masih beli kartu Uno" - "Okey" balas singkat Rio kepada Ana yang saat itu sedang membalasnya karna Steven harus mengemudikan motor menembus kemacetan. Senyum kecil mengembang di bibir Rio manakala pikirannya mulai menerawang mengingat persetubuhan 3 cucu Adam & Jawa yang baru saja dialaminya itu.

"Hmmmmph.... Mmmmmh...." Hanya suara erangan kecil yang bisa dikeluarkan oleh Ana dari mulutnya yang saat ini tersumpal oleh Ball Gag itu, tubuhnya berbaring diatas kasur berukuran king size itu. Badannya menegang kuat, kepalanya bergerak liar kekanan & kekiri menandakan kenikmatan yang sangat besar sedang dirasakan.

Disamping kanan kirinya kini sedang berlutut Steven dan Rio yang saling memberikan senyuman licik ke arah Ana yang hanya bisa lemas dan pasrah mendapati puncak orgasme akan segera diraihnya tak lama lagi.

"Gimana nih mas? Kasih kaga nih? Udah mau nyampe tuh mbak Ana" Tanya Rio kepada Steven yang umurnya terpaut 9 tahun lebih tua daripada Rio.
"Jangan dulu Ri, lepasin dulu, kita have fun dulu" Jawab Steven diiringi senyuman licik di bibirnya.

Rio segera mencabut vibrator berbentuk Magic Wand dari kelamin Ana yang sejak 5 menit lalu bergetar dengan kecepatan maksimal di titik rangsangan paling sensitif Ana, di klitorisnya.

"Hmmmmffff... Erhhhhh...." Erang ana dibalik ball gag yang menyunpal mulutnya itu dengan nada kesal dan mata melotot tajam. Buah dada ukuran 34C nya naik turun tak beraturan mengejar nafasnya yang memburu. Tangannya menarik narik, pinggulnya bergerak liar mencari sumber kenikmatan di klitorisnya yang mendadak hilang dalam sekejap mata hanya sesaat sebelum Ana mencapai puncak orgasmenya.

Melihat istrinya yang 6 tahun lebih muda itu mengerang dengan nada kesal, Steven dengan wajah polosnya membelai rambut panjang sebahu istrinya itu, lalu mengecup kening dan menjilati lubang telinga wanita yang telah memberikannya seorang putri cantik itu.

"Kenapa sayang? Ndak jadi enak yah???" Steven berbisik kepada Ana sambil menciumi leher istrinya itu.

"Hmmhhh, hrrrrhhhh" hanya itu jawaban yang bisa keluar dari mulut Ana.

"Ehhh iya lupa, ininya belom dibuka yah? Hahaha. Habis kamu berisik sih kalo ndak disumpel begini mbak" Jawab Rio dengan suara mengejek sambil tetap memelintir ujung puting kiri Ana.

"Ahh fuck me, gila lo yah pada, gua dah hampir banget nyampe malah dilepas. Lu juga sih Ri, ngapain tanya ke mas Steve" Cecar Ana sesaat setelah Ball Gag di mulutnya dilepaskan Rio

"Buset cerewet amat lu udah kaya ibu tiri mbak, gua kan cuma eksekutor, tuh juragannya suamilu sendiri" Jawab Rio sambil memelintir puting ana lebih kuat lagi, mengirimkan sensasi antar nikmat dan sakit, sakit namun nikmat, nikmat namun sakit kepada Ana.

"Ahhhh, Rio... Sakit bego... Ahhhhmmmhhh"
"Tapi enak kan sayang? Hahaha" Steven langsung menjawab dan sedetik kemudian melumat bibir istri kesayangannya itu.

Dilumatnya lembut dan penuh kasih sayang bibir wanita yang 10 tahun lalu dinikahinya itu, pelan dan sensual. Namun Ana yang sudah kepalang tanggung hampir mendspatkan orgasme pertamanya itu balas melahap bibir suaminya itu dengan ganas dan memburu. Suara kecipak lidah Ana berusaha menembus kedalam mulut Steven, namun tidak ada akses yang ditemukan karna Steven mengunci rapat mulutnya. Saking nafsunya Ana, ia sampai memburu bibir Steven yang hendak dilepas bahkan sampai menggigitnya kebawah, berusaha kembali mendapatkan bibir itu, namun usahanya sia-sia.

"Duh, udah gak sabar banget yah sayang?"
"Awas ya lu, ntar gua balas lu pada, gua bikin lu mohon-mohon ama gua"
"Ckckck, nanti biarlah nanti, saat ini, aku yang pegang kuasa" jawab steven dengan muka sinis.

"Ri, lu bawa pesenan khusus gua gak?"
"Bawa dong bang Steve, tuh ada di tas, gua ambil dulu"
"Sep dah, buruan ambil Ri, udah gasabar gua cobain"

Rio beranjak dari kasur itu, sebelum beranjak ia memelintir lalu menghisap kuat puting Ana yang sebelumnya ia pelintir habis itu, "Ahhh fuck lu Ri" "Hahaha, pentil lu lucu mbak bisa gede gitu" "Itu mah hasil karya ponakan lu tuh, kan dia asi eksklusif" Jawab Ana sambil memburu nafasnya.

Beberapa menit kemudian Rio kembali ke pinggir ranjang, diletakkannya Kacamata VR, Headset In Ear Monitor, Nipple Clamp dan sebuah Electric Shock dengan 6 buah kabel yang terhubung dengan sebuah benda mirip lakban diatas meja disamping ranjang itu.

"Wuih manteb nih Ri, lu emang paling pinter beginian"
"Slow aja mas Steve. Ehh tuh mbak Ana biar kaga cerewet, sumpel lagi aja mas"
"Bener juga, biar kaga kebanyakan protes juga ya kan Ri"

Belum sempat menjawab Steven telah memasangkan kembali ball gag kedalam mulut Ana. "Hmmhh Gnmmmhhh Ahmmmm" hanya erangan tak jelas yang kembali keluar.

"Ri, ini gimana masangnya? Gua gabsia lu aja lah"
"Ohh gampang itu mah mas, sini gua ajari, sambil kasih penjelasan singkat"

Rio lalu mengambil peralatan disamping meja itu lalu mulai menjelaskan satu per satu apa itu dan fungsinya.

Pertama Rio mengambil Kacamata VR lalu dipasangkannya ke kepala Ana dengan tali strap yang melingkar kebelakang kepala, selanjutnya Rio mengambil sebuah Headset In Ear Monitor, memasangkannya ke kedua telinga Ana lalu menancapkan headset itu pada sebuah lubang 3,5mm yang tersedia pada kacamata vr yang sudah terpasang sebelumnya.

"Nah, kalo gini sudah beres mas Steve, mbak Ana sudah gak bisa denger lagi apa yang kita obrolin"
"Weh yakin lu Ri?"
"Yakin mas, coba aja lu panggil tuh mbak Ana"
"Sayang, coba kepalanya di angkat dulu"
Namun tak ada respon dari Ana, hanya erangan kecil yang keluar tertahan dari mulutnya

"Tuhkan mas, apa gua bilang. Hahaha"
"Sip Ri, trus sekarang enaknya diapain yah?"
"Yah terserah elu mas" Jawab Rio sekenanya sembari memasangkan Nipple Clamp pada kedua puting Ana, lalu Rio memasang Electric Shock. 2 di dekat puting, 2 disamping kanan kiri vagina, lalu 2 lagi dibagian paha dalam kanan dan kiri Ana.

"Nah ini namanya Electric Shock mas, fungsinya ya sesuai dengan namanya, dia bakalan ngalirin arus listrik ke ujung kabel yang kaya lakban itu tadi" Rio menjelaskan kepada Steven tentang alat yang barusaja dipasangnya karna Steven hanya mematung penuh keheranan.

"Aman gak nih Ri?"
"Santai mas aman kok, listriknya bukan listrik rumah yang 220V juga kali yang dialirin. Aliran listriknya cuma kaya berkedut-kedut gitu aja, cukup untuk memberikan sedikit rasa sakit ke otot-otot yang ada mas"
"Ohhh okay Ri, trus enaknya ini diapain yah? Yang lu bilang orgasm orgasm kemarin itu, apa aja yah Ri?"
Rio cekikikan sebentar karna merasa lucu akibat pertanyaan temannya itu

"Jadi gini mas, kalau sudah dalam kondisi begini, permainannya ada 2. Orgasm Denial, atau Orgasm Torture mas."
"Ouw begitu Ri, bedanya apaan yah itu?" Jawab Steven dengan muka masih kebingungan
"Kalau Orgasm Denial itu, nantinya tiap kali mbak Ana mau orgasme, sensasi rangsangannya bakalan terhenti mendadak, ditambah setruman listrik kuat dari Electric Shock yang kepasang. Jadi intinya mbak Ana bakalan terus-terusan dibawa hampir ke puncak orgasme, tapi ndak pernah mendapatkannya. Nanti vibratornya kita set di kecepatan low aja mas. Efeknya setelah itu, gua jamin mbak Ana bakalan lebih liar pada saat having sex" Jawab Rio menjelaskan
"Ouw gitu Ri, trus kalau yang torture itu Ri?"

"Kalau yang Orgasm Torture itu kebalikannya mas, mbak Ana bakalan kita buat orgasme terus menerus tanpa henti dalam waktu tertentu. Nanti Electric Shock bakalan ngirim listrik kejut ringan yang akan membantu mbak Ana untuk dapetin orgasmenya lebih cepat ditambah vibrator yang bakalan di set ke kecepatan maksimum mas. Efeknya setelah itu, mbak Ana cuma bakalan pasrah aja waktu having sex nanti.
"Ouw gitu ya Ri. Ya ya ya"

"Jadi lu mau yang mana Mas?"
"Gua mau yang torture aja deh Ri, gua pingin buat Ana sampe kejang-kejang keenakan Ri, kita taklukkan dia sore ini. Hahaha"
"Yakin mas? Bisa squirt lho ini ntar mbak Ana. Wkwkwkw"
"Yakin Ri, eksekusi sekarang" Jawab Steven mantap.

Rio lantas mengecek kembali segala peralatan yang terpasang di tubuh Ana, setelah semua di cek, sejenak Rio mengagumi tubuh indah tergolek tak berdaya didepannya itu. Badan Ana memang cukup menggiurkan untuk Rio, dengan tinggi 157cm, kulit kuning langsat, dan buah dada berukuran 34C yang sangat pas digenggaman Rio yang dihiasi puting berwarna pink kecoklatan yang sudah mengacung tegak karna dijepit Nipple Clamp yang seperti jepitan buaya itu. Vagina Ana masih saja rapat meskipun dia melahirkan anak semata wayangnya melalui proses melahirkan normal, terima kasih kepada senam kegel yang rutin diikuti Ana 3 kali seminggu itu. Kemaluannya mulus karna tidak dihiasi oleh bulu sedikitpun yang dengan rutin dicukur oleh Ana seminggu sekali guna mendapatkan sensasi maksimal ketika berhubungan badan dengan Steven.

Meskipun tubuh Ana sangat menggiurkan bagi Rio, namun Rio tak pernah sekalipun menjamah atau menikmati tubuh itu tanpa seijin dan sepengetahuan Steven. Jangankan menjamah, menemani Ana jalan-jalan saja Rio selalu menolak jika tanpa kehadiran Steven suami Ana, bukan karena Rio gay, homo, ataupun tidak waras, namun Rio sangat menghargai Ana & Steven, baginya nilai persahabatan antara dia dan dua temannya jauh lebih mahal dan berharga jika hanya digantikan oleh kenikmatan sesaat saja.

"Sip mas, sudah betul semua nih, ready to rock n roll, nih HP gua lu pilih aja mau puter bokep yang mana, udah gua konekin Kacamata VR-nya, nanti suaranya langsung ke transfer ke Headsetnya itu"
"Hah gua? Lu aja Ri yang pilihin. Koleksilu yang paling tokcer, durasinya 30-45 menit aja ya Ri, cukuplah buat sebat dua bat sambil nungguin"
"Okedeh bang. Hmmm, yang mana yah???" Jawab Rio sambil mengutak ngatik HPnya mencari bokep apa yang kiranya cocok untuk saat ini
"Yang gangbang Ri kalo ada" celetuk Steven dengan muka bersemangat
"Hmm gangbang yah? Oiyah ini aja deh" Rio menyahut sambil menekan layar HPnya yang dengan segera memutar sebuah bokep terbaru karya rumah produksi kinkdotcom yang menjadi favoritenya.

"Ahhhhhmmmmmm" rintih Ana sesaat kemudian.
Sontak saja tubuh Ana berkelonjotan karna bersamaan dengan diputarnya bokep itu oleh Rio, vibrator yang dipasang di vaginanya oleh Rio langsung bergetar dalam kecepatan tertinggi memberikan kenikmatan luar biasa pada dirinya.

"Nah udah nih mas, sudah bisa ditinggal nih mbak Ana. Durasi bokepnya 40 menit nih."
"Okedeh Ri, lu tinggal aja sebat duluan, ntar gantian ama gua. Kan harus ada yang ngawasin mbak Ana juga kan"
"Iya bener mas Steve, harus tetap didampingi, ya jaga-jaga aja kalau misal ada hal yang tidak diinginkan terjadi jadi ada yang standby untuk gerak cepat. Yaudah gua duabat dulu dah ya, ntar gantian, gua ke resto aja, ngopi disana. 20, menit gua balik mas."
"Yoi Ri, lu duluan bae" Jawab Steven diiringi langkah Rio menuju pintu kamar hotel bintang 3 ditengah kota Surabaya yang memang terkenal menjadi tempat "short time" itu.
 
Rio bb 75kg tb 160cm...kalo di Jakarta disebut boncel/bogel nih...lanjut bos
 
Apa yang paling membahagiakan di hidup ini selain menemukan seseorang yang memiliki Fetish yang sama? Ya, itulah yang saat ini sedang dirasakan Rio, bahagia, karena barusaja menemukan bukan hanya seorang namun sepasang teman untuk “bermain” bersama. Meskipun bukan seseorang yang dapat dimiliki Rio seutuhnya, namun Rio tetap bahagia karna akhirnya dirinya bisa menggenapi keinginan duniawinya.

Rio sendiri sudah sejak lama mengenal dunia BDSM, tepatnya ketika dia duduk di bangku SMP. Bukan dengan kesengajaan dia pertama kali menemukan dunia yang masih dianggap tabu bahkan di berbagai belahan dunia itu. Rio SMP saat itu sedang mengerjakan tugasnya seperti biasa di warnet dekat rumahnya, selesai mengerjakan tugas ia membuka halaman-halaman website yang memang pada jamannya menyediakan koleksi bokep.

Jaman itu memang masih bebas, masih belum ada internet positip seperti sekarang ini. Ditengah keasikannya itu Rio tidak sengaja menemukan sebuah video lansiran rumah produksi kinkdotcom dan sejak saat itu pula Rio langsung jatuh hati pada genre yang kemudian diketahuinya bernama BDSM itu.

Scene pertama yang dilihat rio melalui monitor tabung khas warnet jaman dulu itu sebenarnya cukup sederhana saja. Seorang wanita yang berdiri tergantung dengan posisi tegap berdiri diatas tumpuan ujung jempol kakinya sendiri, lalu dilehernya dikalungkan semacam rantai ke atas langit-langit sehingga membuat wanita itu mau tak mau harus bertumpu hanya pada ujung ibu jari kakinya itu. Tangannya terikat kebelakang, lalu didepannya ada seorang lelaki yang memegang dildo dengan ukuran cukup besar lantas memainkan dildo itu di tempat yang seharusnya. Wanita yang tergantung itu hanya bisa pasrah, merasakan kelaminnya penuh sesak dengan ukuran dildo yang tak wajar itu, ditambah lagi dengan posisi tubuhnya yang jauh dari kata nyaman, namun anehnya erangan-erangan nikmat keluar dari mulut wanita itu hingga akhirnya tubuhnya menegang, bergetar hebat menandakan telah dicapainya kenikmatan hidup paling hakiki bernama orgasme.

Sejak saat itulah Rio sangat tertarik dengan kegiatan BDSM, baginya bokep dengan permainan yang biasa malah membuatnya ngantuk karna dinilai membosankan. Semakin jauh berselancar masuk lebih dalam, Rio mulai mengerti bahwa kegiatan BDSM yang disukainya itu ada pula yang melibatkan rasa sakit. Berbagai scene extreme pernah ditonton Rio, bahkan sampai tubuh orang yang ada di bokep itu lecet-lecet penuh luka, belum lagi permainan jarum yang dengan sengaja ditusukkan ke bagian puting atau area genital lainnya. Rio bergidik ngeri membayangkan itu, dia berjanji pada dirinya sendiri, dia tidak akan melakukan hal gila seperti itu, dia tidak akan sanggup menyakiti lawan mainnya meskipun ia sendiri yang memohon kepada Rio.

“Cappuciino ice 1, less sugar yah mbak” kata Rio kepada seorang barista wanita yang menjaga sudut resto hotel itu

“Baik pak, ada lagi yang lain? Atau ada yang mau ditambahkan mungkin?”

“Hmm, ada rum mbak disini?”

“Ohh ada mas, kita ada sedia extract rum yang non alkohol” sahut barista itu dengan wajah riang sembari menjelaskan

“Okedeh mbak, tambah extract rum yang non alkohol, 2 shoot aja yah”

“Baik pak, apakah ada lagi yang lain?” Jawab barista itu dengan tetap menjaga SOP kesopanan

“Sudah itu saja mbak, bayarnya pakai debit yah” Sahut Rio sambil memandangi sebuah jam tangan yang ada dipergelangan tangannya itu

“Hmm, sudah 3 menit berlangsung, lagi apa yah mereka?” Gumam Rio dalam hati

Memilih tempat duduk di luar Rio mengeluarkan sekotak rokok dari saku celananya, dinyalakan sebatang penuh kenikmatan itu, lalu dihisapnya dalam-dalam. Sembari menunggu pesanannya Rio melihat pemandangan sekitar cafe yang terletak di Rooftop hotel itu, dipandanginya gedung-gedung pencakar langit menjulang tinggi sejauh mata memandang, seakan berlomba untuk mencakar langit membelahnya untuk mengungkap ada rahasia apa yang tersembunyi dibalik langit indah yang telah diciptakan oleh sang kuasa itu. Semilir angin sejuk di siang itu menambah menciptakan kondisi nyaman di rooftop itu, untung saja ini musim penghujan, sehingga matahari tidak terlalu berani menampakkan sengatannya, cenderung tertutup awan.

“Permisi pak, ini pesanan bapak, Iced Cappuciino, less sugar dengan 2 shoot rum non alkohol, silahkan dinikmati pak” Ucap seorang wanita muda membuyarkan lamunan Rio.

Sembari meletakkan pesanan Rio diatas meja, wanita dengan kulit putih bersih khas wanita keturunan tionghoa, rambut lurus sepanjang punggung, dengan poni mirip dora dan mata yang menatap sayu itu sedikit mengusik Rio. Rio menatapnya dalam, dinikmatinya dalam pandangan seorang wanita yang saat ini tengah berdiri di sampingnya itu. Tingginya sekitar 163cm, sedikit lebih tinggi memang dari Rio, namun itu semua berkat sepatu hak 5cm yang memang sudah menjadi SOP wajib bagi semua pegawai wanita di hotel ini.

Sedikit menunduk untuk meletakkan gelas berisi minuman itu diatas meja, rambut yang tergerai itu sedikit jatuh menyamping dari mahkotanya, wangi parfum tercium jelas oleh indra penciuman Rio, namun ada sesuatu yang mengganjal dari apa yang disaksikan Rio ketika ia menatap ke arah tangan yang sedang menyodorkan gelas itu, tangan dengan kulit putih mulus, ditumbuhi bulu halus itu beriaskan arloji kecil, tapi bukan itu yang mengusik Rio, adalah sebuah tanda merah di tangan yang berusaha ditutupi oleh strap arloji itu namun tetap saja mengintip dibaliknya. “Hmm, rope burn, menarik” gumam Rio dalam hati.

Pandangannya beralih ke nametag yang dkenakan wanita itu, sebuah nama “Chatrine” tercetak ditengah dibawah foto ukuran 3x4 yang menunjukkan wajah orang yang sedang memakainya.

“Permisi pak, apakah ada lagi yang bisa saya bantu?” Ujar wanita itu setelah meletakkan gelas berisi pesanan Rio

“Namamu Cathrine?” sahut Rio dengan wajah datar

“I… Iya… Betul pak nama saya Cathrine” jawabnya dengan nada gugup, khawatir apakah ada yang salah dengan caranya memperlakukan tamu

“Hmm, Chatrine sudah lama kerja disini?”

“Saya baru 3 bulan pak kerja disini” jawab Cathrine masih dengan wajah gugup, terlihat jelas kekhawatiran muncul di mata hitamnya itu

“Sudah, ndak usah gugup gitu, kamu duduk dulu disini, temani saya ngopi”

“Mo… Mohon maaf pak, saya tidak diperkenankan seperti itu”

“Bagus… Kamu menjalankan SOP dengan bagus” jawab Rio dengan senyum tipis terkembang di bibirnya

“Sudah duduk saja, atasan kamu namanya Andre kan? Ndak usah bingung, Andre itu masih kolega dengan saya, nanti saya yang tanggungjawab kalau ada masalah” sambung Rio meyakinkan.

Dengan masih ragu perlahan Chatrine menarik kursi yang ada di seberang Rio itu, lalu perlahan duduk didepannya. Diletakkan nampan kecil bulat yang sedari tadi dipegangnya diatas pangkuannya yang menggunakan rok span berwarna hitam itu. Tak lama berselang setelah Chatrine duduk, terdengar suara langkah kaki dari arah belakang Rio, Chatrine yang daritadi menundukkan kepala, perlahan mengangkat kepalanya untuk melihat sumber suara itu, matanya membuka lebar, raut mukanya berubah tegang saat mengetahui siapa yang kini sedang berjalan ke arah mereka.
 
Ijin suhu buang jangkar
Awas suhu, jangan buang jangkar sembarangan, dimarahin mak susi nanti. Hehehe

Rio bb 75kg tb 160cm...kalo di Jakarta disebut boncel/bogel nih...lanjut bos
Begitulah Rio suhu, kalau dicerita lain sosok utamanya cenderung "perfect" secara body, di cerita ini diangkat sosok Rio yang biasa saja.

Nice prolog....
Haturnuwun Suhu, mohon masukannya.

Nyimak sambil ngopi dipojokan
Punten Suhu, ini udutnya ketinggalan.

Awal yang menarik
Mohon diupdate hu
Update singkat dulu ya Suhu...
 
Perlahan namun pasti, Chatrine bangkit berdiri dari kursi yang ia duduki itu, keringat dingin tak bisa lagi ditahannya untuk mengalir keluar dari keningnya yang tertutupi poni itu. Nampan bundar kecil yang tadi dipegangnya di atas pangkuannya itu, ia peluk erat didepan badannya yang mungil, dengan sedikit menunduk untuk memberikan hormat, Chatrine mengucapkan salam kepada orang yang sedang berjalan menuju dirinya dan Rio.

“Se.. Selamat Siang pak Andre” uca Chatrine terbata-bata karna ia menyadari apa yang dilakukannya telah menyalahi SOP hotel yang mengatur bahwasannya semua karyawan harus tetap profesional terhadap siapapun tamunya meskipun itu keluarganya sendiri.

“Hmm, Andre” Gumam Rio ketika mendengar sapaan Chatrine kepada seseorang yang berjarak hanya 3 meter dibelakangnya itu dan terus mendekat seiring langkah kakinya yang semakin jelas terdengar.

3 Meter… 2,5Meter… 2Meter… 1Meter… 0,5Meter… Langkah itu terhenti ketika dirasa sudah cukup dekat dengan tempat yang akan ditujunya. Chatrine hanya mampu menunduk sedikit membungkuk tak berani mengangkat kepala untuk melihat wajah orang yang barusaja menghentikan langkahnya itu. Matanya hanya menatap kosong kearah gelas Iced Cappuciino milik Rio yang baru sedikit saja diminum oleh pemiliknya itu.

“Chatrine, duduk” Entah darimana suara itu berasal, namun tatapan mata Chatrine yang sedari tadi menatap gelas mendadak digantikan oleh pemandangan sepasang bola mata. Pandangan yang gelap, pandangan yang tegas namun lembut ditatapnya, itu adalah pandangan mata Rio. Sejenak Chatrine berusaha mencerna kalimat yang barusaja didengarnya itu, perlahan ketika otaknya mulai kembali bekerja, kalimat itu kembali terdengar “Chatrine, duduk” kali ini suara itu terdengar lebih tegas, ada semacam aura gelap & tegas yang menyelimuti suara itu, bagaikan sebuah perintah yang tidak bisa didebat lagi, namun masih lembut dan sopan didengar.

Mendadak Chatrine kehilangan semua tenaganya, setiap sendi dan tulang yang menopangnya berdiri dengan memberikan hormat seolah-olah lemas seperti barusaja lari marathon, tanpa ada bantahan, Chatrine jatuh terduduk di kursinya kembali, kepalanya masih menunduk, seolah tidak memiliki tenaga untuk hanya sekedar mengangkatnya.

“Good Girl” Gumam Rio pelan yang segera disambut oleh suara Andre dari belakangnya

“Selamat siang Chatrine, selamat siang Bapak, ada apa ini apakah staff saya melakukan sebuah kesalahan atau ada pelayanan dari kami yang kurang memuaskan?” Tanya Andre keheranan karena didapati bawahannya itu sedang duduk di depan salah satu tamu hotel yang ia kelola.

“Mo…hon.. Maaf pak, tadi saya hanya…” Chatrine berusaha menjelaskan kepada Andre tentang apa yang sedang terjadi, namun segera Rio memotong kata-kata Chatrine

“Ndre…” Rio memotong sambil menolehkan kepalanya menghadap Andre.

“Ri… Rio…” Bagaikan disambar petir di siang bolong, Andre mendapati Rio, saudaranya.

“Heem” Jawab Rio singkat

“Chatrine, kamu bisa kembali melanjutkan pekerjaanmu” Andre memerintahkan kepada Chatrine

Baru sejenak Chatrine akan mengangkat tubuhnya dari kursi itu, Rio kembali memotong

“No No No, Chatrine kamu tetap duduk disitu. Ndre, right here, now”

Sejenak kakak beradik itu beradu pandangan, didapati Andre ada yang aneh dalam tatapan mata kakaknya itu. Ada tatapan kegembiraan yang sudah lama tidak ditemuinya dalam mata Rio semenjak kejadian tragis 3 tahun yang lalu.

“Fine, Okay Brother. Mau gua bukain kamar?” tanya Andre

“Heem” Rio menjawab singkat

“Kamar yang biasanya dulu?” tanya Andre kembali

“Yess, Please, Thankyu” Jawab Rio

“Like the old time. Take your time.” Jawab Andre sambil melangkah pergi dari situ

“Chatrine, boleh lihat tangan kamu?” Rio berkata memecah keheningan yang sesaat tercipta sejak Andre pergi meninggalkan mereka berdua.

Bagaikan kerbau dicolok hidungnya, Chatrine mengangkat tangannya lalu meletakkan diatas meja, diatas tangan Rio yang sedang mengulurkan tangannya diatas meja.

Perlahan Rio menyentuh lembut tangan itu, diusapnya dengan ibu jari tangan wanita itu, hingga ibu jari Rio perlahan bergerak menuju pergelangan tangan Chatrine yang dihiasi arlloji kecil.

“Hsssstttt….” Chatrine mendesah kecil menahan sakit di tangannya

“Sakit?” Rio bertanya

Tak mampu menjawab Chatrine hanya menganggukkan kepalanya.

Rio merogoh kedalam saku celananya dengan tangan yang masih bebas, dikeluarkannya sebuah sapu tangan putih lalu Rio bertanya pada Chatrine

“Boleh?”

Lagi, Chatrine hanya bisa mengangguk kecil.

“Tahan yah, ini bakalan sedikit sakit” Ucap Rio ketika mulai melepas arloji yang dikenakan Chatrine. Setelah arloji itu terlepas, pelan namun pasti ia melingkarkan sapu tangan itu di area bekas rope burn, lalu dipasangkan kembali arloji itu ke tempatnya semula.

“Nah, kalau begini sakitnya pasti berkurang, kemungkinan infeksi juga jauh lebih kecil” ujar Rio ketika selesai dengan prakarya singkatnya itu, sementara Chatrine hanya bisa tertunduk malu dengan muka yang mulai memerah. Tak pernah ia mendapati perlakuan selembut ini dari lawan jenisnya sebelumnya.

“Chatrine, kamu kapan libur?” tanya Rio

“Hari ini saya terakhir masuk pak, lalu libur 2 hari” Jawab Chatrine

“Umur kamu berapa?”

“Saya, 23 tahun pak”

“Kalau begitu berhenti panggil saya bapak, panggil saja Rio, atau mas juga boleh, saya masih 26 tahun” jawab Rio dengan nada sedikit kesal

“Tapi pak…”

“Nope, ndak ada tapi”

“Baik pak, ehm mas maksud saya”

“Nanti malam, selepas akhir shift kerja, temui saya lagi disini, siang ini waktu saya ndak banyak, masih ada urusan yang harus saya selesaikan”

“Ba… Baik pak”

“Pak?” Jawab Rio sambil menaikkan sebelah alisnya

“Mas, iya mas, mohon maaf”

“Yasudah kamu bisa lanjutin kerjaanmu”

Chatrine berlalu sambil membawa nampan untuk kembali melanjutkan pekerjaan, sembari berjalan, digenggamnya sapu tangan Rio yang kini melingkar di tangan sebelah kirinya itu, diiringi senyuman di bibirnya.
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd