Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Rumble X Riot!

Status
Please reply by conversation.
EPISODE IV: Raid -part. 1




Hari Minggu. Akhirnya hari ini tiba juga, saat dimana aku untuk pertama kalinya harus bertarung satu lawan satu. Meski Helen berusaha menyemangatiku dari tadi, tetap saja debar jantung ini tak mau mereda. Dan diluar dugaan, Naga ikut serta menemaniku dalam perjalanan menuju sekolah. Meski luka lebamnya belum membaik, tapi itu bukan masalah baginya. Sang penguasa tetap setenang air kolam, namun juga menyembunyikan badai menyeramkan dibaliknya.

"Kamu udah pikirin strateginya?" tanya Helen sambil merangkulku.

"Eh? Strategi?"

"Iya. Pasti ada satu-dua kan?"

Aku menggeleng, pasrah. "Tidur aja gabisa, makan ga ketelen, ini lagi mikirin strategi. Blank otak aku, gabisa mikir sama sekali."

Mendengarnya, wajah Helen berubah panik. Lalu dia melirik Naga, dan yang dilirik hanya tertawa renyah. Helen kembali melirikku, menatap tajam seakan tatapannya adalah pedang runcing yang siap menghunus.

"Serius ya! Aku nanya serius loh!"

"Aku juga serius! Emang beneran ga bisa mikir!"

Ketika belum menemukan jalan keluar, tak sadar kami sudah berada di depan gerbang sekolah. Tak ada sekuriti, tak ada penjagaan. Naga mudah saja masuk, lalu mempersilahkanku dan Helen untuk ikut.

"Kalo hari Minggu, biasanya dipakai untuk ekskul. Tapi biasanya sih cuma formalitas," kata Naga.

Ekskul apa? Keadaan sekolah ini sepi dan lengang. Tak ada tanda-tanda kehidupan di sekitar sini; malah lebih mirip gedung berhantu daripada sekolah di hari Minggu. Yakin Kai menunggu di atap jika suasana secara keseluruhannya saja begini?

"TES. TES."

Suara itu datang dari atas, disusul suara khas pengeras suara yang memekakkan telinga. Ketika kami melihat ke asal suara, berdiri dengan tegapnya sesosok pria muda dengan alat pengeras suara dalam genggamannya, Kai.

"HALO, ELANG. KARENA GUE GA SUKA BASA-BASI, JADI BISA KITA MULAI?"

Aku menatapnya tajam. Menunggu kalimat selanjutnya darinya.

"NAH, BERHUBUNG GUE YANG NANTANG, GIMANA KALO KITA MAIN GAME? JADI GINI...."

Apa yang kami lihat sekarang, seakan menjatuhkan mental kami--terutama aku. Dari lantai dua, dimana kelas satu berada, seluruh penghuni kelas masing-masing keluar dan menghambur di teras. Hampir seluruh anak kelas satu ada disana; kecuali kelas 1-A, 1-C, dan kelasku, 1-F. Yap, sisanya adalah kelas yang dikuasai Kai.

"UNTUK SAMPAI KE ATAP SINI, LO MESTI NGELEWATIN TEMEN-TEMEN SEANGKATAN LO SENDIRI DULU. MEREKA AKAN BERUSAHA JEGAL USAHA LO SAMPE SINI, DAN KALO LO KALAH, BERARTI KELAR IDUP LO. GAMPANGNYA SIH GITU. NAH! KALO UDAH JELAS, SILAHKAN NAIK TANGGA."

Aku baru saja ingin maju, tapi dicegah oleh Naga. Dia menggeleng, memberi isyarat untuk mundur. "Ini ga sebanding, terlalu ga adil. Tolak syaratnya, kita masih bisa berunding," katanya.

"OH IYA, GUE LUPA. DI KELAS 2-A SENDIRI, ADA TAMU SPESIAL. TEMEN SEKELAS LO, NIA, ADA DISANA BUAT JAMINAN. KONDISINYA SIH MASIH BAIK-BAIK AJA, CUMA DIIKET DOANG KOK DIBANGKU. TAPI, GUE CUMA KASIH WAKTU DUA PULUH MENIT BUAT BEBASIN DIA, KALO ENGGA... LO BISA LIAT 3GP-NYA NANTI TEMEN SEKELAS LO DIPAKE RAME-RAME SAMA SELURUH YANG ADA DISINI. INTERESTING, RIGHT?

"OH IYA, JANGAN COBA-COBA DOBRAK PINTUNYA. ITU UDAH DIPASANG JEBAKAN JADI KALO DIBUKA PAKSA MALAH MEMICU KEBAKARAN. JANGAN TANYA GIMANA, ITU URUSAN ANAK EKSKUL LAB. -bukan urusan gue juga sih, ehem- NAH, JADI SATU-SATUNYA CARA YA BUKA PAKE KUNCI, DAN KUNCINYA DI GUE. JELAS KAN? JADIIII, KARENA SEMUA RULESNYA UDAH GUE JELASIN, BISA--"

Suara Kai terputus, sementara Helen yang ada disampingku kini sedang sibuk dengan ponselnya. Dia terlihat menelepon seseorang, dan kepanikan tercetak jelas di wajahnya.

"YA, HALO? KENAPA, NGG... HELEN? KEBETULAN HAPE TEMEN LO ADA DI GUE, BUAT MAKE SURE AJASIH. 'SUP, SWEETIE?"

Helen mendongak menatap Kai tanpa bersuara. Dia lalu mematikan ponselnya, dan menatapku pasrah. "Nia... beneran... ada di kelas itu ya?" tanyanya, lirih.

"Haaahh...," kali ini Naga yang mendesah. "Saya berubah pikiran. Elang, pastiin situ hajar bokong si bajingan licik itu. Saya ikut, udah lama juga ga pemanasan kan," katanya, enteng.

"Kirain ini cuma berantem biasa aja di atap sekolah. Ternyata jadi kacau gini! Aku ikut, bisa gawat kalo Nia dibiarin aja," balas Helen.

"Ya emangnya kalo aku sendirian bisa menang apa?"

"Haha, jangan bercanda. Ya bisa..."

Aku merasa janggal dengan respon Helen. "Maksudnya?"

"Eh-itu, udah fokus ke lawan deh."

Aku merasa lebih lega. Dengan adanya Naga dan Helen yang membantuku, setidaknya kekuatan tempur kami meningkat. Tapi, aku masih merasa ada yang aneh dari statemen Helen tadi. Seakan gadis ini menyembunyikan sesuatu. Satu hal yang aku tak boleh tahu.

Bertiga, kami mulai menaiki anak tangga.


***


"Berapa menit lagi sampe atap?!" teriak Helen disela kesibukannya menghajar beberapa murid cowok.

Aku berusaha menghindar dari tinju murid-murid lainnya, sambil sesekali meng-counter dengan pukulan tongkat kasti ke mereka. Siapa yang bilang tak boleh memakai senjata memangnya?

"Lima belas menit lagi! Tapi yang mesti kita beresin masih banyak, emang keburu!"

Hup. Helen dengan lincah menghindari dan menangkis serangan yang datang. Dan yang paling menyeramkan darinya itu tendangannya. Sudah banyak korban berjatuhan karena serangan brutal itu.

"Harus keburu lah! Pasti keburu!"

Helen menyapu bersih area dekat kelas kami. Korban keganasan cewek ini bergelimpangan di koridor, depan pintu, juga anak tangga. Helen tanpa ampun menghajar siapapun yang berada di dekatnya. Dan karena aku lebih banyak menghindar, maka aku hanya menjatuhkan beberapa orang. Tapi anehnya, gerakan mereka tampak begitu lambat di mataku, sehingga membuatku dapat menghindarinya dengan mudah. Pertanyaannya, kenapa bisa?

"Oorryyaaaa~!"

Dan sepertinya Naga yang paling bersemangat. Dia tanpa ampun menyapu bersih mulai dari kelas 1-D dan E, lalu kelas 1-B. Sendirian melawan tiga puluhan orang per kelas, atau total sembilan puluh orang lebih jumlahnya. Manusia macam apa yang bisa sebegitu mengerikannya? Meski kondisinya belum pulih, tapi itu tak mengurangi keganasannya dalam bertarung. Yah, memang sesuai dengan namanya; Naga. Aku yang baru pertama kali melihatnya berkelahi, menjadi takjub dan kehilangan fokus. Rasanya, dia sendiri pun bisa menang.

"Sebelas menit! Ayo naik ke atas!" teriakku sambil menjejak langkah pertama di anak tangga.

Helen merunduk, lalu melakukan uppercut ke salah satu cowok. Telak, cowok itu ambruk seketika. "Kamu duluan! Aku masih ribet disini!"

Duluan, katanya. "Jangan bercanda! Mana bisa aku sendirian!"

"Pasti bisa! Aku percaya kamu kok!"

Aku merasa belum siap mental untuk maju sendiri. Agak ragu menaiki tangga, rasa takut menyeruak di hati. Tapi yah, waktu terus berputar. Aku harus sampai ke atap sebelum waktu yang ditentukan, atau Nia akan...

"Tapi Nia bitchy gitu, jadi apa yang mesti dibelain? Tapi kalo mesti ngelayanin banyak orang, rasanya...."

Lantai tiga. Tak seperti koridor lantai dua yang kacau balau, koridor lantai tiga lengang dan sepi. Hanya ada aku, barisan kelas dua yang kosong, dan...

"Oooh, ada juga yang sampe sini."

"Sendirian? Cari mati apa?"

"Udah hajar aja sekarang, jangan dikasih ampun!"

Suara berisik. Yap, arahnya dari belakangku. Tapi aku hanya berani melirik, dan ternyata dari salah satu kelas muncul beberapa cowok yang keluar dan siap pasang badan. Ahh, sepertinya akan berat.

Aku melirik ke tangga yang menuju lantai empat, dan ternyata diblokir oleh tumpukan bangku kayu. Aha, ternyata memang sengaja. Kai sudah merencanakan ini sebelumnya, dan kami sepertinya sudah masuk kedalam rencananya. Sekarang, yang harus kulakukan adalah...

"Lari dulu, mikir belakangan~"

Aku berlari dari kejaran cowok-cowok sangar yang ingin menghajarku. Berlari, secepat mungkin berharap mereka tak bisa menjangkau. Aku tak tahu mereka dari kelas berapa, tapi mungkin mereka berasal dari kelas 2-A; sekilas tadi kulihat ada cowok yang ikut dalam permainan halangan saat olahraga waktu itu.

Jadi, kita sudah jauh terjun ke dalam rencana Kai, dan hampir mustahil untuk keluar. Satu-satunya jalan adalah menemukan faktor X sebagai celah dari rencana Kai. Tapi apa? Ayo pikir, Elang. Analisa, tetap fokus, dan usahakan jangan kena hajar. Berpikir!

"Aduh, tangga turunnya juga diblokir! Terus lewat mana--"

Whoop! Aku merunduk tepat ketika seseorang mengayunkan stik golfnya kepadaku. Lalu dengan satu gerakan memutar yang cepat, aku menghajar perutnya lewat ayunan tongkat kastiku. Satu jatuh, sisa banyak.

"Oh jadi ini incerannya Kai? Bantai aja dia, siapa yang bisa bawa dia ke atap nanti dikasih hadiah cewe sama Kai!"

Hadiah cewek? Dasar jomblo-jomblo kurang laku. Mau-maunya mereka disuruh menghajar orang lain demi iming-iming kenalan cewek. Dan oh, sepertinya aku mendapat ide!

"Wait, wait, wait! Bentaaaaarrr!"

Tapi mereka tak perduli, mereka terus menyerangku meski aku dapat dengan mudah menghindar. Aku memutuskan untuk menjaga jarak, dan kembali mengajak negosiasi.

"Nanti dulu! Kalo soal cewek, gue juga bisa!"

Oho, mereka berhenti menyerangku. Momentum seperti ini harus dimanfaatkan semaksimal mungkin.

"Jadi gini, gue kan deket sama Naga. Tau kan?"

Mereka mengangguk bersamaan. Seperti yang kuduga.

"Nah, orangnya sendiri lagi ngamuk dibawah lantai ini. Kalo misalkan gue kenapa-kenapa, kalian juga yang abis nantinya," jelasku, mulai bernegosiasi. "Lebih takut mana, sama Kai apa sama Naga?"

Mereka kini saling berpandangan. Lalu kulihat ada rona takut tergambar di wajah mereka, pertanda bahwa aku bisa menebak jawabannya.

"Tapi~ gue bisa kok minta sama Naga buat kenalin cewek ke kalian. Tau sendiri kalo penguasa sekolah, anak mafia, orang kaya lagi, pasti kenalan ceweknya cantik-cantik. Mau ga?"

Dan kini mereka mengangguk penuh semangat. Gotcha! Makan tuh kata-kata manis!

"Nah, gue minta tolong dong, senior sekalian~! Bisa ga, usahain supaya temen gue yang ada di kelas kalian dibebasin? Nanti kan dituker sama cewek tajir~"

"Tapi caranya gimana? Kan kuncinya aja di Kai," kata salah seorang dari mereka.

"Lo aja nanya gue, lah gue nanya siapa dong? Emang ga ada cara lain apa?"

"Ada sih," timpal yang lain. "Pake kunci cadangan aja, gua bawa kok."

Mendadak, semua mata tertuju ke cowok yang memegang kunci cadangan. "Kok elu bisa punya kunci cadangan??!"

"Waktu itu gua ada keperluan bray, jadi terpaksa duplikat kunci kelas kita, ehehehe."

"Nah, semua beres kan?" tanyaku, memastikan. "Tolong ya, senior sekalian. Gue sendiri mau ke atap. Nanti kasih tau kalo udah siap ketemu sama cewek-cewek cantik yaaaa. Makasiii~"

"Uwooooh! Kita ga jadi jomblo lagi!"

"'Adek' gua udah karatan ini minta dibasahin!"

"Thanks berat sob! Gua pegang kata-kata elu yak!"

Aku sudah tak perduli lagi dengan durasi waktu. Urusan Nia sudah beres, dan para anak buah Kai sudah menuju kelas mereka untuk membebaskan Nia. Jadi, sekarang tinggal mengalahkan Kai dan menguasai kelas 2-A berikut seluruh kelas satu. Tapi, lebih baik tunggu Helen. Aku tak yakin, sama sekali tidak, jika bisa mengalahkan Kai dengan hanya seorang diri.

Tangga selesai dinaiki, dan kini aku menginjak lantai empat. Koridor yang sepi, sunyi, dan mencekam. Atmosfer yang sama sekali berbeda dengan dua lantai dibawah. Tidak, seakan seluruh penghuni lantai ini punya tingkatan yang jauh beda dengan kami. Terlalu menekan. Dan ini tak nyaman.

Terlihat dari kejauhan sana, seseorang datang mendekatiku. Lawan? Ah, padahal hanya tinggal satu tangga lagi aku bisa mencapai atap. Tapi rasanya aku mengenalnya. Eh, dia kan...

"J-Jon? Ngapain di... sini?"

Jon, berjalan dengan tenangnya menghampiriku. Kedua tangannya disembunyikan dibalik saku, sementara sebatang rokok menyala terapit diantara giginya. Sikapnya yang tenang seakan mengintimidasiku, dan aku belum pernah merasakan ini darinya sebelumnya.

"Gue kan pernah bilang, kalo gue ga setuju kalo lo berdua bawa-bawa nama kelas buat urusan pribadi. Mundur, El. Udah cukup kelas kita direpotin gara-gara elo berdua," katanya, sinis. "Terutama... elo."

Glek. Aku meneguk ludah. Terlambat untuk mundur, tapi aku juga tak bisa melawan Jon. Tapi aku sudah berjanji pada Helen untuk membawanya ke 'atas'. Ah, ini rumit.

"Tapi gue ga bisa mundur. Soalnya..."

Semua terjadi begitu cepat. Tendangan Jon telak menghahar perutku dan membuatku terpental ke belakang. Aku terjerembab dengan rasa sakit luar biasa pada perutku. Mataku langsung berkunang-kunang, serasa berputar cepat. Dan Jon kembali mendekatiku, matanya yang dingin itu benar-benar mengintimidasi!

"Udah janji sama Helen? Dasar bocah bego."

Ah, pandanganku memudar.




(Bersambung...)
 
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
Hajarrrr blehhh... Itu jon pengen keliatan sangar aja di mata helen...
 
lho!:matabelo:
kenapa begini kejadianya..
setelah musuh bisa jadi pesuruh
kini kawan jadi lawan...

ini mesti:ogah:
ada apa-apanya​
 
Sial.. Nanggung bngtz..

Ayo Elang... Tunjukkan kejantananmuuuuu....
 
Sial.. Nanggung bngtz..

Ayo Elang... Tunjukkan kejantananmuuuuu....

benar bro nanggung, tp kadang kayak gini yg bikin kita makin penasaran sama alur ceritanya...mantap gan lunjutkan
 
Semakin menarik, gue yakin Elang pasti berbuat sesuatu
Feeling gw sih cm satu, masuk ke KnB :rose: #ifuKnowWhatImean #justmyImagination.
Dan di imajinasi gue sekarang ini Elang bakalan menjadi Elang sesungguhnya yang memancarkan mata sebagai seorang 'pembunuh'...
Dan wuaww pasti itu bakalan amazing!

Hajar Jon, dan lampaui kecepatan KAI... :shakehand

"Love make me strong..."
 
Bimabet
bisa jadi Mira sedang di ikat di kamarnya Elang sejak di hari sabtu
:Peace:
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd