Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Sandra

Status
Please reply by conversation.
Bimabet
Kalo mau jujur, sebenarnya cerita Sandra cuman berakhir di halaman lima. Itu niat ane, tapi ternyata banyak yang minta jadi bersambung, jadi bingung. Mohon maaf jika update lambat, diusahakan seminggu sekali setiap Jumat, supaya pembaca bisa menikmati sabtu minggu.

LANJUTAN : A DANCE WITHOUT MUSIC

Aku membopong tubuh Sandra yang telanjang bulat ke kamar utama.

"Kakiku lemes gila, mas," katanya sambil menciumi leherku ketika digendong. Aku menciuminya balik.

"I know."

Aku membaringkan dia di kasurku.

"Hug me mas," katanya sambil menarik tanganku, menempatkan tanganku di perutnya yang rata, dan dia kemudian meringkuk memunggungiku. Kami berpelukan, dan tubuh kami menempel begitu erat. Detak nafasnya yang teratur kurasakan jelas, dan aku, yang berada tepat di belakangnya, leluasa menghirup harum bau rambutnya, menciumi tengkuknya. Aku tahu dia tak tidur. Tangannya kemudian meraih sebuah foto di nakas tempat tidurku.

"ini Mbak Dewi mas?"

"Hh mm,"

"She's beautiful."

"She was, she is."

"Lo masih cinta sama dia mas?"

"Everyday. Sebelum gue bertemu dengan seorang perempuan di kantorku ..."

"Siapa?" tampak nada kurang senang.

"Harus gue sebut namanya ya?"

"....Sandra Puspa," kataku sambil kembali mengecup bahunya. Bulu kuduknya meremang. Aku bisa merasakannya.

Sikunya menyenggol dadaku. Aku pura-pura mengaduh.

"Gombal ..."

"I'm serious ..."

Tanganku kemudian membelai rambutnya, turun ke lengannya, sampai ke pinggangnya yang mempunyai lekukan sempurna, kemudian ke depan menuju perutnya yang rata, dan naik lagi ke dadanya. Diam di situ, merasakan kemulusan daging kenyal itu, dan meremasnya perlahan, sambil memainkan ujungnya yang makin lama terasa makin keras.

"Massss," desahnya, sambil menggesekkan bokongnya ke arah kontolku yang sudah naik lagi.

"Aduh, bisa ngilu ini,..." keluhnya, tapi bokongnya tak berhenti menggesek. Aku menganggap itu undangan. Untuk masuk kembali.

Aku memasukkan kepala kontolku ke dalam memeknya.

"Mas, pelan ya mas, gue ...aaaaahhh," dia tak sempat meneruskan kata-katanya karena kontolku sekarang sudah separo masuk. Dia menahan pinggulku. Aku berhenti menusuk, memberikan kesempatan pada dia untuk menyesuaikan diri dengan ketegangan dan ukuran kontolku.

Bokongnya kembali bergerak ke arahku, memberikan sinyal kepadaku bahwa aku bisa meneruskan tusukanku. Dia mendesah, keras, ketika pada akhirnya tusukan itu mentok.

"Ayo, mas," bisiknya lirih, tangannya meraih ke belakang, mendapati kepalaku dan menciumku, dan akupun balas menciuminya dengan penuh nafsu. Mulailah pinggulku bergoyang, menikmati persetubuhan untuk kedua kalinya malam itu. Kurengkuh dan kuremas dadanya yang super itu, kujadikan sebagai pegangan seraya menghunjamkan kontolku ke memeknya yang semakin basah. Tubuh kami bergerak berirama, dan desahan Sandra semakin lama semakin nyaring dan cepat.

"sssh fuck sssh fuck ah fuck," racaunya seiring tusukanku.

Aku mempercepat gerakan pinggulku, disertai tusukan dangkal, menyasar klitorisnya.

"Fuuuuuuuuuuuucccckkk!!!!" teriak Sandra, bergetar. Kedua kakinya merapat, memeknya menjepit erat kontolku, tangannya meremas tanganku yang ada di payudaranya, dan kembali kurasakan kedutan-kedutan itu.

Aku belum orgasme alias ejakulasi. Ini kali kedua dan biasanya aku jauh lebih lama. Aku membiarkan dia menikmati orgasmenya sambil menggoyangkan pelan penisku keluar masuk.

"Ampun mas, jarang-jarang gue dapet cepet kayak gini. Lo belum keluar?"

"Belum," bisikku lirih.

"Gue udahan mas, gila, itunya mas bikin ngilu. Mas pake apa sih kok bisa tegang bener?" katanya mendesis.

"Bantuin dong, nanggung nih," kataku berbisik masih dengan kontol yang menancap di kemaluannya, menggerakkannya sedikit, maju mundur.

Sandra mungkin kasihan melihat "keadaanku" yang nanggung, dan kemudian berbalik dan meraih kontolku dengan tangannya.

"Pake tangan aja ya," katanya sambil mulai mengocok batang itu. Aku pasrah. Yang penting ga pake tangan sendiri. Yang penting enak. Dia mengocokku sambil menghadap ke arahku, sehingga aku dapat dengan mudah mencium bibirnya yang penuh itu. Tanganku pun tak absen meremas susunya. Uh, tangannya lembut halus, mungkin tak pernah kenal pekerjaan kasar. Dengan ahli tangan itu mengurut batang penisku, dan leher sampai pangkal, sedikit memilin, kemudian bergerak naik turun. Aku merasakan sebentar lagi aku akan orgasme. Aku mendengus, menggigit kecil bibir bagian bawah Sandra.

"Sannnnn!!!"

Aku ejakulasi.

Tangan mulus itu terus memompa dengan ahlinya walaupun cairan semenku mengalir terus. Sampai tetes terakhir tangan itu memompa.

"Enak?" bisiknya nyengir. Deretan gigi putih itu kembali menyapaku.

Aku hanya bisa mengangguk. Dia mengangkat tangannya, dan kemudian menjilat sedikit sperma yang menempel di tangannya.

"Nakal," kataku sambil menciumnya.

*****

Sinar mentari pagi belum jua menyeruak ketika aku terbangun dengan ciuman-ciuman di seluruh wajahku.

"Hai, ganteng ..."

"Hi, beautiful ..."

"Gue harus pulang dulu mas, bentar lagi macet. Gue kan masih harus mandi dan harus masuk kantor,"

"Ga usahlah, di sini saja mandinya," kataku sambil menarik kembali tubuhnya yang sudah berbusana lengkap ke tempat tidur.

"Oh no, nanti malah ga jadi mandi," kata dia sambil nyengir. Aku tertawa.

"Emang bakal ngapain?" tanyaku sambil meraih tubuhnya lagi.

"Udahhhhhhh," katanya bangkit setengah berlari, dan memeragakan cium jauh. Aku membalasnya.

Pagi itu, seperti sudah kubilang, adalah hari dimana aku memilih tidak bekerja, bermalas-malasan.

"Pagi pak," kata mbak Rima menyapaku ketika pada akhirnya aku keluar dari tempat tidurku.

"Pagi mbak. Baunya enak sekali."

"Sebentar lagi siap pak."

Dan pagi itu diakhiri dengan sarapan model inggris yang padat lemak dan protein. What a life!

"Mbak, nanti sekalian kamu pulang tolong pesenin bunga mawar merah ke toko bunga yang di ujung jalan senopati. Ngerti kan mbak langgananku? Tolong kirim ke Sandra, alamatnya alamat kantor saya. Dan tolong tanpa nama ya. Ini pesannya, dan ini uangnya."

"Baik pak," kata mbak Rima sambil tersenyum manis. Dia melirik catatan yang aku berikan.

"Akhirnya bapak punya pacar juga. Udah saatnya emang pak. Yang tadi barusan turun lift ya pak? Cuantik."

"Hehehehe."

Setelah kenyang, hal selanjutnya adalah melihat dashboard kerjaan kantor yang memang bisa diakses online dari mana saja. Aku sendiri mempunyai koneksi VPN ke kantor, permintaan manajer ITku dulu supaya lebih aman.

Van, gue merasa ada yang janggal dari Amin kemarin

BB masuk dari Jeff.

Iya, tapi gue juga ga ngerti alasannya

Ati-ati Van, he has something on his mind. I know he's your best friend, but you know ....

Noted Jeff

Jeff, gue bisa minta tolong lo cekin akun-akun Amin yang sedang pre sales? Kasih tau gue anomalies

Noted

Sesungguhnya memang aku sudah curiga dengan attitude Amin sejak peritiwa itu, tapi entah kenapa, aku masih percaya akan persahabatanku selama bertahun-tahun dengannya. Kami bertiga literally built the company from the ground. Amin memang marketing yang jago, dan dia membuktikan itu pada tahun-tahun pertama perusahaan berdiri. Aku harus benar-benar memastikan motif Amin jika benar Amin punya niat lain.

BB kembali berbunyi.

Thinking of you? ga ada kata-kata yang lebih klise lagi ya?

hahahahaha


Norak ih. Pada nanyain tadi.

Biarin. Tapi suka kan?

Thank you for last night, mas ganteng

My PLEASURE


hihihi

Yang ngasih bunga mau dikasih apa?


Pesan itu tak segera terjawab. Mungkin dia sedang sibuk. Aku kembali menekuni laptopku, sampai kudengar BB berbunyi.

Pesan gambar. Aku download dan segera melihat gambar apa itu.



Damn! Sepasang buah dada yang sengaja dikeluarkan dari "kandang"nya. Putingnya tampak mancung keras, timbul dari areolanya.

nih, buat temen ....

Ohhhhh shiiiittt. Foto dimana itu?

Hihihihi, di toilet ...


Anything planned for tonight?

Gue ada acara keluarga mas sampai minggu, ke puncak. :(

Next week OK?

OK.

take care


Hari itu berlalu dengan sangat lambat, dan kuhabiskan dengan renang dan gym, sebelum akhirnya makan malam, dan molor lagi.
 
Terakhir diubah:
Ada karakter baru di cerita ini, namanya Lisa. Semoga bisa ditunggu perannya minggu depan ya.
-------------------------
LISA

"Van, lo harus bantu gue."

"Apaan sih?"

Telepon jam 2 pagi dari seseorang mengagetkanku yang sudah terlelap.

"Anak gue Van..."

"Eh, kenapa dengan anak lo?"

Aku menjadi benar-benar terjaga kali ini. Aku tahu betul suara siapa ini setelah tersadar sepenuhnya. Okta.

"Lo tau kan, gue sama Andi lagi di UK sampai akhir bulan depan?"

Andi itu suami Okta.

"Ga, gue ga tahu. Harus ya?"

"Ih, dengerin gue Van"

"Iyaaa, iyaa, hoaaahhmm," aku menguap lebar.

"Nah Lisa gue tinggal di Jakarta dong ya..."

"Iya, teruss,"

Aku udah mulai jengkel dengan gangguan Okta ini.

"Gue ... bisa minta tolong lo awasin dia ga?"

"Hah?"

Jika bukan Okta yang telepon, aku pasti udah tutup teleponnya. Tak banyak orang tahu kedekatanku dengan Okta. Ada sesuatu di masa lalu, yang membuatku tak mungkin menolak permintaan dia.

"Van lo denger ga sih?"

"Gue udah tidur enak-enak lo bangunin ah," seruku jengkel.

"Iye sori sori Van. Jadi gue bisa minta tolong lo awasin Lisa ga?"

"Kenapa sih? dia udah gede, baru aja masuk kuliah, bisa jaga diri sendiri ..."

"Lo kadang-kadang bikin gedek juga ya, ga pernah ngrasain sih ...."

Tiba-tiba suara Okta berubah. Tampaknya dia menyadari kesalahan bicaranya.

"Sori, Van, maksud gue ..."

Kami sama-sama terdiam.

"Jadi lo mau gue ngawasin Lisa setiap hari? atau gimana?"

"Ga sih. Lisa sih selalu cerita sama kita kalo dia mau kemana abis kuliah, cuman ..."

"Cuman apa?"

"Ga tahu ya, mungkin firasat ibu ..."

"Tell me about it!"

"Temen dia katanya ngajak open table gitu lah, sabtu ini. Dia cerita pake chat. Tapi entah kenapa, gue ga terlalu percaya sama teman-temannya yang ini ..."

"Lo ga percaya sama anak lo sendiri?"

"Gue percaya, but I don't know, she's my only daughter, gue butuh diyakinkan Van,"

Okta menghela nafas, terdengar jelas di telpon.

"Ok, besok gue ke rumah elo."

"Ehm, mungkin lebih baik lo diem-diem aja gitu mbuntutin mobilnya? Dia mau pergi ke XXXXXXXX, kayanya sekitar jam 9an."

"Astaga, Okta, kalo gue..."

Aku berhenti bicara.

"Oke."

"Makasih ya Van."

****

Untung hari ini malem minggu. Sial karena Sandra tak bisa kuajak malem mingguan. Aku pesan bir di bar. Bukan minuman pilihan, tapi paling aman buat nyetir. Bar tampaknya jadi tempat yang paling menyenangkan di klub ini. Duduk tanpa terlalu banyak gangguan dari orang-orang yang bergoyang dan suara percakapan super keras.

Sebelah kiriku ada seorang anak muda, yang keliatan dari tampangnya, tampak habis pulang lembur dari kerja dan pengen minum alkohol. Berkacamata tebal, sedikit gemuk dengan kemeja panjang putih yang digulung dan dasi yang sudah dilonggarkan. Mungkin salarymen dari KAP, atau orang finance. Kasihan dia, sendirian. Tapi dia tampak sudah di jalan yang benar, alkohol setelah bekerja ekstra keras. Aku jadi teringat pengalaman kerja hampir 7 tahun di investment banking. Hampir tiap malam aku habiskan dengan alkohol (dan seks). Tapi itu sebelum aku ketemu Dewi.

Jauh di ujung sana, seorang gadis yang harus aku akui cantik sekali, dikelilingi oleh beberapa pria, semuanya jauh lebih muda dariku. Bukan keanehan jika wajah rupawan gadis itu menarik banyak perhatian dari laki-laki, bahkan lelaki tua semacam aku.

Bibir penuhnya bergincu merah, wajahnya yang terlihat mulus berona merah muda. Hidungnya mancung, dan ada sedikit belahan di bagian tengah dagunya. Matanya besar. Kulitnya putih mulus, walaupun cahaya di bar itu tak terlalu terang, cenderung remang-remang bahkan, mata laki-laki yang jeli tak bisa ditipu. Ah, Jeli. Kata yang tak seharusnya diucapkan olehku.

Gadis itu tampak tidak nyaman. Beberapa kali dia tampak bosan, mendengarkan omongan pria-pria di sampingnya. Di sampingnya persis ada seorang gadis lain dengan payudara ekstra yang menyembul dengan berani di gaun warna merahnya, yang tampaknya juga sama bosannya dengan dia. Aku pikir itu hanyalah kasus dates gone wrong. Tapi lebih cermat lagi kulihat, ada satu pria yang beberapa kali menuangkan botol minuman ke gelas gadis itu yang cepat sekali kosong. Tiba-tiba salah satu dari pria itu menarik tangan si gadis bergincu merah. Ah, ngajak turun rupanya. Si gincu merah tak menolak, dan segera mereka bergoyang di tengah puluhan manusia yang bergoyang dengan suara musik EDM.

Aku mengamati bahwa si pria itu cukup smooth dengan gayanya, dan tangannya terlihat mulai beraksi, meraba bahu, lengan, dan perlahan turun menuju pinggang si gincu merah. Si gincu merah segera menampik tangan yang bergerilya nakal itu.

****

"Om udah punya pacar belum?"

"Heh? emang anak kecil tau pacaran?"

"Ih, temen-temen Lisa udah pada punya pacar lho. Adi pacaran sama Eka, Ochi pacaran sama Dira, asik deh kemana-mana gandengan tangan."

Aku dan Okta terbahak-bahak mendengar cerita Lisa. Lisa baru saja naik ke TK nol besar. Umurnya menginjak 6 tahun.

"Om mau jadi pacar Lisa?"

Dia berada di pangkuanku. Matanya memohon. Aku melihatnya dengan geli. Demikian pula dengan Okta, ibunya.

"Mau dong, Lisa baik, cantik, lucu," jawabku sambil menciwel pipinya yang montok.

Dia kemudian memelukku erat.


****

Laki-laki itu mencoba peruntungannya lagi dengan ke"ramah"annya, dan beberapa kali itu pula si gadis bergincu merah itu menepis tangannya yang liar. Sampai pada akhirnya, gadis itu tampaknya muak dan kembali ke mejanya. Tangan si pria memegang erat lengan gadis itu, memaksanya kembali bergoyang. Si gadis meronta menolak. Si pria memaksa.

"Hey, Lisa, sori Om terlambat jemput, tadi ada alangan di jalan."

Aku datang tiba-tiba di depan mereka berdua, menyelip diantara kerumunan orang-orang yang sedang bergoyang. Si gadis bergincu merah itu melihatku terpana. Demikian pula dengan si pria yang memegang tangannya.

"Sori ya, Lisa kudu pulang, karena sudah jam malam, kebetulan papanya lagi alangan, terus nyuruh gue jemput."

Aku berseru sambil tersenyum kepada pria itu dan segera menarik tangan si gadis. Si gadis itu meronta. Aku tetap memegang erat tangannya.

"Kenalkan, gue omnya Lisa, Evan," kataku sambil menyalami si pria itu, tentu dengan genggaman tangan yang sangat erat. Supaya dia tahu, gadis itu aman bersama Omnya. Fisikku setinggi 180cm dengan berewok dan berat badan sekitar 90kg, quite fit I'm proud to say, jelas membuat lelaki brengsek itu mundur teratur.

"Om..."

****

"Ngapain sih Om? Norak banget!"

"Gue kan cuman menyelamatkan elo dari kencan yang tak menyenangkan," kataku sambil nyengir.

"Norak!"

"Paling tidak lo selamat sampai rumah ga kenapa-napa."

"Mama kan yang nyuruh Om?"

Sekilas aku melihat paha mulusnya yang hanya dibalut rok mini warna hitam. Hatiku berdesir. Dia sudah tumbuh menjadi perempuan dewasa!

"Ga ah, gue cuman lagi mampir aja, bosen di rumah ga ada yang dikerjain, kebetulan liat lo di situ..."

Plakk! Setirku bergoyang ketika tangan Lisa menampar tanganku.

"Woy!!"

"Bohong! Mom is so gonna pay for this!"

"Lagian ngapain sih lo marah banget? I saved you from that asshole."

"Om mempermalukan gue di depan teman-teman gue!"

"Gue yakin mereka bukan teman-teman yang baik buat lo, kalo bawaannya cuman mau grepe-grepe."

"Itu bukan urusan Om! Gue bisa jaga diri!"

"Urusan gue kalo itu menyangkut Allisa Drupadi Oktarini!"

Kami berdua sama-sama terdiam. Mobil sudah berhenti di depan rumah Lisa.

"Om harus ganti semua kerugian ini!"

Aku kembali menghela nafas.

"Maksud lo?"

"Ya apalah, Om kan kreatif, pikirkan gimana caranya ganti acara gue yang rusak gara-gara Om!"

Dia turun dari mobil dan menutup pintu dengan keras.

Ah, hell!

****

"Eh, itu pacar gue udah jemput. Daah!"

Si kecil itu berlari memelukku. Aku memboyongnya dalam pelukanku. Sejenak aku tertawa dalam hati mendengarkan celetukan pamit Lisa kepada temannya tadi. Pacar?

"Kok Om yang jemput? Mama ngapain?"

"Mama tadi lagi sibuk, ada tamu di rumah, Minta om jemput, kan kantor Om sebelah sekolahmu. Yuk."

Kami berdua naik ke mobil, dan segera mobil berlalu dari padatnya parkir sekolah itu.

"Om ..."

"Ya sayang ..."

"Tadi Ochi udah tahu lho kalo Om pacar Lisa ...."

Aku terbahak. Aduh, ini anak TK ga jauh-jauh bahasannya dari pacaran ya.

"Lisa, pacaran itu setelah kamu dewasa, kalo masih anak-anak cari teman yang banyak aja ya."

"Pacar itu temen kan om?"

"Iya, teman dekat sekali, hanya satu. Beda sama teman biasa. Makanya Lisa lebih baik cari temen yang banyak, kan lebih asik kalo lebih banyak temannya ..."

"Berarti pacaran ga asik ya Om? tapi Lisa lihat teman-teman yang punya pacar suka pada ketawa-ketawa gitu gandengan tangan."

"Mungkin karena itu bukan pacar, tapi sahabat."


****
Terimakasih atas pengertian dan perhatian suhu-suhu pembaca ane. Seneng sekali bisa direspon, walaupun ane sendiri tidak rajin sama sekali (mohon dimaafkan).
 
Kayaknya si Lisa minta diberi nih... Lanjutkan Suhu!
 
Hmm...
Masih blom bisa...
Memgira ngira ini cerita
Akan kmn.....

Ato
Apa memang lebih baik bgitu yak...?
 
Hmm...
Masih blom bisa...
Memgira ngira ini cerita
Akan kmn.....

Ato
Apa memang lebih baik bgitu yak...?

Mumpung masih bisa online.

Ceritanya menjadi lebih panjang karena cerita one shot diubah menjadi cerbung, tapi memang dibuat kompleks, biar ga kaya cerita lain. Semoga konsisten sampai akhir ya hu.
 
asikk nihh pengembangan plotnya.. makin seru dan variatif hu mantapp..
ditunggu kelanjutannyaa ;)
 
Mumpung masih bisa online.

Ceritanya menjadi lebih panjang karena cerita one shot diubah menjadi cerbung, tapi memang dibuat kompleks, biar ga kaya cerita lain. Semoga konsisten sampai akhir ya hu.


Keep it up dan jangan lupa pake tamat yaaa

:jempol:
 
Lanjut terus dong pak Boss Evan...masak iya cuman one night stand sama Sandra.
Hmm...belum lagi Lisa, bisa berkembang biak inih story nya...hahaha
 
ehmm:hore:mmm ikut nungguin Lisa menagih ganti rugi pada om Evan
:)

kembali:pandaketawa: pacaran.. itu kan cinta pertama wkwkk..:lol:
 
Bimabet
Asliii ..., ni keren buanget ..., alur cerita maupun pemilhan kalimatnya...。。 tks Suhu ....
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd