Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Sandra

Status
Please reply by conversation.
Bimabet
IMO, ini cerita dengan karakter "cowok tajir mampus" yang ceritanya paling real. Kalo penulis yang lain, biasanya gak ngasih cukup backstory tentang kenapa si cowok bisa tajir mampus. Paling2 mentok di "emang keluarganya udah tajir dari sononya"

Lulusan luar negeri, berkarir di investment banking, dan akhirnya jadi partner di boutique investment bank? Nice. Gak heran dia bisa punya apartemen di tengah kota.

Ketauan juga kalo TS praktisi di dunia IB. Gak mungkin bisa bikin cerita sedetil ini kalo gak punya first hand experience.

Saran dari gw, tambahin intrik2 corporate nya dong om. Si manajer yang dipecat strikes back ato apa kek gitu
 
Evan was literally fucked.

He fucked both Sandra yg udah punya tunangan - satu lagi cewek 18 thn anak temannya, barely legal ha ha ha no future on both relationship, but hey, fucking when good it is very good, when bad it is still good.

Gaya nulis TS mirip suhu Terong Besar, yg nulis Selingkuh is Good..
 
IMO, ini cerita dengan karakter "cowok tajir mampus" yang ceritanya paling real. Kalo penulis yang lain, biasanya gak ngasih cukup backstory tentang kenapa si cowok bisa tajir mampus. Paling2 mentok di "emang keluarganya udah tajir dari sononya"

Lulusan luar negeri, berkarir di investment banking, dan akhirnya jadi partner di boutique investment bank? Nice. Gak heran dia bisa punya apartemen di tengah kota.

Ketauan juga kalo TS praktisi di dunia IB. Gak mungkin bisa bikin cerita sedetil ini kalo gak punya first hand experience.

Saran dari gw, tambahin intrik2 corporate nya dong om. Si manajer yang dipecat strikes back ato apa kek gitu

Udah jelas sih empire strikes back, ga mungkin diem aja. Nulisnya mengalir banget.

Keren.....
 
ditunggu kelanjutannya, suhu.. Enak yaa si Evan dapet daun muda hehe
 
Ane kira Lisa masih prewi , ternyata udah ada yang ngambil duluan
 
Sampai di titik ini cukup sempurna, alur bak novel kelas dunia dengan detail yang luar biasa, hanya ketidaknyamanan kecil dengan pemotongan ceritanya..tapi itu tak berarti

4jempol untuk TS...
 
Bimabet
Untuk suhu-suhu yang masih setia menunggu, terimakasih atas kesabarannya. Mohon maaf minggu lalu ga update, karena liburan dan kebetulan ga ada akses internet juga. Silakan dinikmati lanjutannya ya.

----------------------------------------------------

Widya menyiku lenganku.

"Gue baru usaha sama Okta buat jodoh-jodohin anak-anak kita nih, Makanya gue undang mereka ke sini," katanya sambil berjalan menyambut keluarga yang sepertinya baru datang itu. Oh Shit!



Yup, Andi, Okta, dan anak semata wayangnya yang terlihat amat cantik itu berjalan mendekati Widya dan Ezra. Wajahku sudah entah berubah warna atau belum, tapi aku tak bisa tiba-tiba saja meninggalkan kumpulan itu, lebih-lebih lagi karena Okta dan Andi teman baikku. Dan mereka punya motivasi untuk menjodohkan Lisa dengan Ezra? tiba-tiba saja wajahku terasa panas, jantungku berdebar lebih kencang dari biasanya. Am I being jealous? Kepada Lisa? setelah kejadian waktu itu (dan setelahnya), sepertinya wajar saja aku cemburu. She's mine, walaupun kami masih menyembunyikan hubungan kami dari Andi dan Okta. Backstreet kalau orang-orang 90an bilang. Hatiku berkecamuk melihat hal yang sebenarnya sangat biasa itu.

Widya dan Okta berpelukan, cium pipi kanan pipi kiri, dan Andi menyalami kami semua, pun dengan Lisa. Dia bahkan memeluk dan mencium pipi kiri dan kanan Ezra. Ok, fix aku cemburu, dan aku harus segera keluar dari pembicaraan ini.

"Loh, ada Evan juga?"

"Yup, lagi-lagi gue yang disuruh ngurusin duit Gunawan," kataku tersenyum dengan suara sedikit bergetar. Aku melirik ke Lisa yang malam itu tampil amat menakjubkan dengan gaun warna merah yang terbuka di bagian bahunya. Dia melirikku sebentar dan tersenyum, mengedipkan matanya, dan giliran aku yang sekarang seperti salah tingkah.

"Gue tinggal dulu, ya, mau cek anak-anak," aku undur diri dari mereka.

"Tunggulah, kangen-kangenan dulu, gue juga baru sempet ketemu lo sekarang kan," kata Okta mencegah. Andi mengangguk.

"Kaya kalian ga pernah ketemu gue aja, hehe. Kayanya Widya ada yang lebih penting diomongin ke lo," kataku menahan rasa, menepuk bahu Andi dan segera berlalu dari mereka.

Aku memesan minuman dan bergerak menuju meja kosong yang disediakan untuk perusahaan kami. Di situ Sandra duduk sendiri sambil minum, tampaknya lelah setelah dikerubungi banyak "lalat" di even itu. Sepertinya anak-anak lain masih ngobrol dengan bos-bos rekanan Gunawan yang hadir malam ini.

"Capek?"

"Iya, pengen segera keluar dari sini, ...."

"... with you," pandangnya sayu. Damn! Mata itu mata meminta. Penisku langsung ereksi seketika. Aku beringsut membetulkan celanaku.

"Do I make you, ehm, ... hard?" senyumnya menantang.

"Mungkin lo harus cek sendiri San," kataku mendengus. Celanaku sekarang benar-benar tak nyaman.

"Terlalu banyak orang, beib," katanya sambil tertawa usil, menepuk tanganku. Sikap kami berdua dari jauh tampak seperti orang ngobrol biasa. padahal ...

"Pengen ngeceknya sih pake mulut ...," katanya sambil menyeruput, keras-keras, minumannya. Oh, rasanya penisku sudah tak bisa lebih tegang lagi.

"Susah kayanya, kebesaran bukan?"

"Mungkin dijilat dulu, dari mulai pangkal, sampai ujungnya itu. Setelah itu mungkin dikulum, kepalanya aja kayanya, ga cukup sampai pangkalnya, gede banget ..." katanya sedikit berbisik.

"Oh, you're so done this evening lady," kataku menahan geram.

"Ooooh, ada angry man, atau horny man? Emang apa yang bakal lo lakukan mas?"

Aku memandang dadanya yang membusung itu. Dia tersenyum lebar.

"Suka baju ini?"

"Seksi, tapi jujur lebih suka isinya ...,"

Dia tertawa, terdengar sangat melodis.

"Mas, loe tau ga gue pake apa di dalam rok ini?"

....

"ga ada," katanya setengah berbisik sambil terkikik.

Aku baru saja hendak berkata "Let's get out off here and fuck till dawn" ketika Amin, Jeff dan rombongannya datang menuju meja makan setelah sebelumnya sempat basa-basi dengan salah satu direktur Timbre.

"Asik banget ngobrolnya. Evan pasti sedang ngomongin potential client yang ada di samping Gunawan kan?" seru Amin sambil menunjuk kecil ke arah Roberto, pemilik Grup Amanah. Grup properti komersial itu memang belum menjadi client kami. Mereka tampak masih setia dengan perusahaan investasi pelat merah yang konservatif itu. Itu lebih karena salah satu komisaris mereka adalah salah satu menteri di kabinet sekarang.

"Berhenti ngomongin bisnis lah, enjoy this evening guys. Makanan enak dimana-mana, cowok ganteng dimana-mana. Kali aja Sandra mau berubah pikiran," Mitha nyamber. Oh Mit Mit, you're so blind! Sandra hanya tertawa saja menanggapi Mitha.

"Biasalah mas Evan mbak, ga bisa liat uang nganggur. Gedean dikit bikin mata dia melotot," kata Sandra tertawa sambil melirik aku. Aku jelas menangkap innuendo di kalimat Sandra itu.

"Om Evan?"

"Ya?" aku menoleh dan mendapati Lisa di belakangku.

Mataku memberi kode taksenang dengan interupsinya, tapi tampaknya dia takpeduli.

"Ezra sama gue ada proposal nih Om. Bisa ngobrol bentar Om? Maaf ya Om, Tante di sini, pinjem Om Evannya sebentar."

"Loh, Lis, lo kenal mas Evan?"

Suara Sandra itu membuatku kaget setengah mati. Lampu yang agak remang di meja kami memang tak terlalu menerangi siapa saja yang di meja itu. Sandra kenal Lisa? Bagaimana mungkin?

Lisa pun tampaknya kaget. Atau pura-pura?

"Kak Sandra? Kakak kerja di tempat om Evan ya?"

Sandra mengangguk sambil tersenyum lebar. Ok, this is getting weird dan aku baru saja memperkirakan bahwa hidupku bakal jauh lebih susah di masa depan karena ini!

"Kalian saling kenal?"

"Iya Om. kak Sandra ini kakaknya Mia, teman SMA. Dulu gue sering maen ke rumahnya,"

"Kakak angkat, tepatnya," timpal Sandra.

"Kakak udah pulang ya dari US? Eh, ngobrolnya lanjut ntar ya, banyak banget kayanya yang harus kita bahas. Udah lama banget sejak kita ketemu ya, kak. Gue juga ga pernah ketemu Mia lagi abis lulus SMA," Lisa nyerocos, takpeduli dengan adanya orang-orang asing di sekitar kami.

"Hei, katanya mau ngomong sama gue?"

"Eh, iya, Om, maaf ya Om Tante," katanya sambil menarik tanganku.

"Jadi, proposal apa?" kataku setelah kami sudah agak jauh dari meja.

"Ehm. Pertanyaan pertama, jadi itu saingan gue? Gile bener. Dari sekian banyak perempuan di Jakarta ini, gue bakal bersaing sama si miss Perfect itu? Ivy leagues graduated, probably 36D cup, flawless skin, kissable lips, not to mention a good hearted lady. "

"Apa-apaan sih?"

Tapi aku terlihat grogi. dan Lisa tahu benar itu.

"Jadi bener dia kan? Wow. Emang bener cuman laki-laki kaya Om yang bisa bikin dia klepek-klepek. Eh, tapi denger-denger dia udah punya tunangan?"

Aku tak menjawabnya, hanya memandangnya tajam.

"Ok, super tough competition, but worth the prize," katanya sambil memandangku.

"Hei, you have a prince charming there...," aku memandang sebentar ke Ezra, dan kemudian memandangnya kembali, melihat jauh ke dalam matanya yang bening itu. Ada nada cemburu yang amat kentara di suaraku.

"Cemburu ya?"

"Why should I?"

"Why shouldn't you?"

Aku diam lagi tak menjawab. Entah kenapa dia selalu punya cara untuk membuatku tak berkutik.

"Ada yang cemburu nih, ternyata. Seneng banget gue," kata dia tersenyum mengejek. Bangga sekali dia bisa membuatku cemburu seperti itu.

Aku melotot.

"Don't worry, big guy. You're always in my heart. Wanna see?" katanya dengan sedikit membungkukkan tubuhnya, dan demikian memberikan pemandangan kedua gundukan kembar di dadanya. Apakah dia ga pake bra?

"STOP IT!"

"Abis gue kangen ....,"

"Udah agak lama sejak, ehm, seminggu yang lalu," katanya sedikit berbisik. Jantungku berdegup, memompa darah kembali ke selangkanganku.

Alisku tertarik ke atas.

"Hm mm,... Yummy," dia mengangguk sambil tersenyum lebar.

Oh betapa aku ingat sore minggu lalu itu. Aku disuruh mengantar Lisa ke mall suatu sore itu. Bukan keinginanku jelas, aku bukan semacam mall dweller seperti layaknya orang Jakarta pada umumnya. Lisa yang memaksa aku. Dia bahkan sudah berada di lobi unannounced, dan menelpon aku supaya segera turun. Jam lima tepat. Kebiasaan emang. Dia tahu betul jam pulang kantorku.

"Om, ikut ke mall," katanya tanpa basa-basi dan menarik tanganku menuju tempat parkir. Aku mengibaskan tangannya, malu sebenarnya sama orang-orang kantor yang mungkin melihat adegan ini.

"Lis, sudah berapa kali kubilang, jangan interupsi gue kalo di tempat kerja. Bisa tidak?"

"Nanti Om nyesel lho. Ada upahnya nganter gue. Sini gue yang nyetir," katanya sambil meminta kunci mobilku. Aku geregetan menahan marah melihat kemanjaan dia. Anyway, dia mungkin sudah merasa memilikiku, dan seluruh hidupku. Itu yang aku tak suka.

Aku menahan tangannya.

"Lisa, I really don't like this!"

Aku berkata keras kepadanya, tentu di dalam mobil. Dia melirikku dari balik kemudi, merengut, tapi tetap menjalankan mobil. Tanpa sepatah kata sedikitpun.

"Mau kemana kita?"

Kataku setelah reda amarahku.

Dia masih tak menjawab. Aku pun melengos, dan kami duduk dalam diam di dalam mobil, sampai suatu waktu aku sadar bahwa mobil itu sedang menuju ...

apartemenku sendiri.

"Apa-apaan sih ini Lis?"

"Om di lantai berapa nomer berapa?"

Aku terpaksa menjawabnya.

"Heh, bukan di situ parkirnya. Lo masuk ke lorong itu terus belok kanan," kataku melihat mobil itu bakal parkir tepat di depan lobi. Kembali aku dibuatnya jengkel.

Kami keluar dari mobil tanpa sepatah katapun, masuk lift diam-diam, sampai akhirnya sampai di depan apartemenku.

"Hei!" aku menarik tangannya.

"Lo apa-apaan sih? Ngapain ke sini? tau darimana apartemenku?"

"Kunci?"

Aku menyerahkan kunci apartemen kepadanya, masih tidak tahu kemauannya.

"Sebel banget ih sama Om," katanya setelah kami masuk ke apartemenku.

"Tadinya sih aku mau ajak Om ke mall, terus pulangnya mau gue kasih hadiah ini," katanya sambil berbalik menghadapku, dan dengan gerakan erotis mencopoti seluruh bajunya, menyisakan BH dan celana dalam renda hitam yang sangat seksi. BHnya halfcut, menangkup dadanya yang indah, dan tampak menerawang, memberikan sedikit pemandangan areola, yang dengan segera ditutupinya dengan lengan. Aku meneguk ludahku sendiri.

"tapi karena Om marah-marah, kayanya gue bakal berubah pikiran deh," katanya sambil memandangku nakal dan memunguti kembali bajunya yang tadinya sudah dia lepas.

Aku seperti kehilangan segala akal sehatku dan mendekati tubuhnya, merengkuhnya dengan kasar dan meloloskan BHnya. DIa yang tadinya sok jual mahal tiba-tiba sigap saja membantuku melepas kait belakangnya, dan seperti berharap aku segera melakukan sesuatu terhadap dadanya yang mengkal itu. Putingnya sudah mancung tegang. Aku meraba puting itu dengan dua jariku. Melayang saja, dan kurasakan dia menggigil.

"Jangan marah lagi ya, Ommmm sayang," desahnya, tapi tubuhnya bergeming. Aku meneruskan rabaanku ke bulatan dadanya, masih seperti melayang, merasakan bulu-bulunya yang meremang. Putingnya, jika bisa lebih tegang lagi, mungkin sudah bisa dipakai untuk menggaruk kulit.

"Om, Gue bakal gila kalo Om begini," katanya di sela-sela rabaanku dan kemudian merenggut bajuku dan melolosi kancingnya satu per satu. Aku diam saja ketika dia melucuti seluruh kain yang melekat di badanku, sampai mendapati penisku yang sudah tegak menjulang.

"Oh God, I miss this," katanya sambil mencium kepala penisku. Damn, Jika ini definisi kenikmatan surgawi, aku bakalan jadi orang yang paling taat dan fanatik sedunia (Ok ini lebay). Lisa pun memulai langkah-langkah fellatio, yang tampaknya memang masih amatir dibanding Lisa. What a quick learner she is!

Dengan telaten lidahnya menyusuri batang penisku, dari ujung kepala hingga pangkal. Mulutnya yang mungil berusaha keras untuk mengulum kepala hingga batang penisku, tapi gagal, bahkan sempat tersedak.

"Maaf Om," dan dia masih sempat minta maaf kepadaku?

Dia melanjutkan kulumannya dengan penuh gusto, tampak sekali berusaha untuk menyenangkanku. Kadang giginya menggesek kulit penisku, tapi dia melakukannya dengan tak terburu-buru. Dan tak jijik. Aku pikir pacarnya dulu pasti amat sangat bahagia, jika dapat blow job seperti ini.

"Lisa, you don't have to do this," kataku sambil merengkuh bahu dan menciumnya. DIa menciumiku balik dengan sangat agresif.

"But I want to,"

"for my big big, boy. It's my first time you know, " katanya mengocok penisku dan kemudian kembali meneruskan ciuman dan kulumannya. Hah? jadi ini blow job pertama dia?

Aku mulai bisa mengerti, bahwa dia mungkin pengen membuktikan bahwa dia lebih dari someone specialku yang lain. Kakiku pegal dan aku kemudian mengambil tempat duduk di sofa. Aku mengerang ketika lidah Lisa kembali meliuk-liuk di lipatan kulupku.

"Suka?"

Aku mengangguk sambil mengelus rambutnya yang terawat itu. Keinginanku untuk menahan diri selama mungkin menikmati blow job ini rupanya tak sebanding dengan kemampuan menahan ejakulasiku, yang kurasakan semakin lama semakin lemah. Damn!

"Lis, gue bakal keluar sebentar lagi," dan seakan dia tahu bahwa itu kode untuk mempercepat apapun itu yang dia lakukan. Mulut dan tangannya mulai bergerak semakin cepat, memainkan ketegangan penisku, dan rasanya dia tahu kapan saat tepat untuk melepasnya. Aku terpaksa mengerang. Enak sekali.

Semprotan dari penisku itu mengenai hidungnya, lalu kedua bibir dan dagunya. Dia terus mengurut pelan penisku yang tegang itu, memastikan semua cairan keluar, meleleh, membasahi tangannya. Matanya merem, takut cipratan sperma masuk ke matanya.

Dan akhirnya Lisa menginap di apartemenku setelah kelelahan melanda kami malam itu. Well, paling tidak aku memberinya tiga orgasme untuknya.

Aku tersenyum mengingat memori hari itu. Lisa juga ngeh, karena tampaknya aku tadi sempet bengong.

"lagi bayangin sore itu pasti?"

Aku hanya tertawa malu.

"Ok ok, gue kira om sudah cukup tegang malam ini, hahaha. Jujur Om, Ezra dan gue sebenarnya punya startup kecil yang kita harap Om bisa review, dan sukur-sukur bisa Om support, ehm, financially."

"Bukannya bokap Ezra bisa kalian todong? Atau Andi?"

"Kita maunya ga mau ada bau-bau keluarga gitu Om."

"Boleh, kapan kalian bisa present ke gue?"

"Malam ini juga bisa, tapi gue doang yang present," matanya berharap memandangku.

"Oh no, ga malam ini,"

"Sudah memikirkan suatu acara dengan Miss Perfect mungkin? acara yang melibatkan dua orang telanjang dan bergumul ria?"

"Ayolah Lis, it's not fair," kataku.

"Ya gue tahu, Gue harus berbagi Om sama dia," katanya lemah. Aku menjadi merasa bersalah.

"Mungkin ada saatnya kita berdua, gue dan miss perfect, bisa menikmati saat-saat berdua sama Om, bersama-sama?" katanya sambil tertawa.

"What do you mean?"

"Om tau apa maksud gue. Kayanya bakalan fun," katanya sambil berlalu dari hadapanku.

oh shit oh shit oh shit!

Aku rasa aku tahu apa yang dia maksudkan. Aku mengirimkan pesan ke Sandra.

+Let's get out off here and fuck

-Ay ay captain


*****

"I love you mas ..."

Kami baru saja menghabiskan satu jam untuk melepas ketegangan seksual sekembalinya dari gala dinner, dan Sandra menelungkup di atas tubuhku setelah orgasmenya yang meledak-ledak. Kami berdua sudah terlalu berahi dari percakapan kami selama di sana.

"I love you too San," kataku mencium keningnya. Setelah puas berada di atasku, dia tidur di sampingku, dan memelukku begitu erat. Kakinya melangkah di kakiku. Pada saat-saat seperti itu aku bersyukur mendapatkan kekasih seperti Sandra. She's my precious.

"Mas ...," tangannya mengelus dadaku.

"Hmmm ..."

"where are we going from here?"

"Maksudmu?"

"Gue ga tahu mas. Empat bulan sebelumnya, gue adalah perempuan bertunangan yang sudah siap menikah dengan seorang laki-laki, dan sekarang, gue berada di pelukan laki-laki lain, yang menurut gue sempurna...," dia memandangku lagi.

"Terus?"

"Sejujurnya gue bingung mas sekarang," katanya serak. Aku pun yang tadi sudah agak mengantuk setelah ejakulasi, menjadi terjaga penuh.

"Gue bakal nikah 2 bulan lagi ....," dia tak melanjutkan kalimatnya.

"Bingung kenapa? You have me, tell Andre you love somebody else. Gue tahu dia bakal ancur, tapi better than loveless marriage, ya kan?"

"Ga semudah itu mas, "

"Apanya?"

Dia terdiam. Tapi aku tahu, dia mulai menangis. Kenapa perempuan bisa berubah dari satu keadaan ke keadaan lain dalam waktu yang sangat cepat? awalnya bernafsu menggebu-gebu, setelah itu menangis terisak-isak.

"Apa yang membuat lo ga bisa melepaskan Andre?"

"Sandra please answer. You're being unfair here, I need to know,"

Dia masih diam, dan sekarang isakannya terdengar lebih keras.

Aku bangkit dari tempat tidur, tapi dia mencegah.

"I need you here mas, just hug me, please? Gue perlu mikir lebih dalam lagi mas,"

Aku pikir aku memang perlu memberi dia waktu lebih. Lagipula, hubungan kami baru jalan empat bulan, walaupun dengan gampang bisa kukatakan, Sandra adalah calon tepat untuk mendampingi hidupku (Lisa? I will be damned).

Kuurungkan niatku, dan kembali memeluknya. Kami berdua tidur lelap sehabis itu. Aku tak tahu masa depan kami setelah ini, tapi satu hal yang pasti : Aku ga akan menyerah untuk Sandra!

THREAT AND CHALLENGE

Kabar tak enak itu datang dari Amin suatu sore, ketika aku baru saja menyelesaikan meeting dengan Mitha untuk membuat cabang baru di Medan.

"Van, lo tau Tristar?"

Aku menggeleng.

Amin memberikan beberapa kertas kepadaku.

"Kita kalah tender dua kali sama dia, 5T,"

"Dan ga cuman itu, ada tiga client kita yang dia ambil. Mereka datangI satu-satu, nawarin management fee setengah persen lebih rendah dari kita, plus return tiga persen yang lebih tinggi. Bajingan ga sih? Gue ga ngerti mereka ngitung marginnya gimana."

Aku terus membaca laporan kecil yang dibuat oleh Amin itu. Kalah tender itu biasa. Tapi dua kali terhadap firm yang sama, dan nilai kontrak yang fantastis itu tidak biasa.

"Tiga itu yang udah abis kontrak sama kita kan?"

"Yep."

"Jadi mereka memang berhak cari investment firm baru. Marketing lo ga approach mereka?"

"Udah, kita kasih diskon besar juga. Nihil. Tristar udah deketin mereka duluan jauh-jauh hari."

"Gue ga suka ini, Min. Marketing lo ga pinter berarti. Mereka butuh shock therapy, make sure you do that," kataku datar.

Amin mengangkat bahunya, ekspresi yang biasanya menjengkelkan Jeff.

"Siapa di belakang Tristar? ada trio kwek-kwek lo dulu?"

"hanya Daniel. yang lain ga kerja di investment."

"Tapi tiga client itu ga semua punya gue Van, ada satu punya Jeff."

"Database bocor berarti. Ada orang dalam?"

"Mungkin ..."

"Sekali lagi lo bilang mungkin, gue bakal hajar lo sekarang juga Min ..."

"Bukan lo kan Min?"

"Gue mungkin bajingan, tapi gue ga bakal nusuk temen sendiri Van. You know that."

"Jeff?"

"What for? dia sudah cukup enak di sini, but I don't know ..."

Amin ga akur sama Jeff? biasa. Biasanya memang aku yang menjadi penengah mereka berdua.

"Siapa saja punya akses ke database kita?"

"Semua manajer analyst punya."

Jadi ada sekitar 5 orang, termasuk Sandra yang punya akses ke database.

Aku menelpon Mitha untuk mulai mengawasi kelima manajer analyst itu tanpa kecuali.

"Min, gue ga mau ini bocor ke siapapun. kita pura-pura polos aja, termasuk ke Jeff," kataku.

Aku memanggil Mitha kembali, dan meminta dia untuk menyelidiki siapa di balik Tristar Investment.

Amin mengangguk dan keluar dari ruanganku.

Sekitar jam dua siang, Lisa menelepon dan bilang mau datang ke kantor bersama Ezra. Aku menjadi ingat akan janjiku kepadanya waktu itu untuk mendengarkan presentasi tentang startupnya.

"Gue sebenernya lagi in the middle of something Lis, tapi memang butuh refreshing. Siapkan presentasinya, gue tunggu di sini," kata gue di telpon.

Sekitar satu jam kemudian, berdua Lisa dan Ezra sudah ada di ruang meeting, dan seperti selayaknya startup pitching, presentasi mereka bikin dengan sangat mengesankan.

"Kami ingin memperlihatkan kepada Om mengenai sebuah marketplace yang unik, dimana seseorang bisa mendaftar untuk memperoleh pinjaman, dan di sisi lain, seseorang pun bisa mendaftar untuk memberikan pinjaman. Marketplace ini akan mempertemukan peminjam dan pemberi pinjaman, dan tentunya, ...."

Harus aku akui, ide mereka tentang marketplace pinjaman itu sangat brilian, dan konten presentasinya pun keren. Tentunya harus diingat bahwa saat itu fintech company masih dalam bayangan semata di Indonesia, dan setiap ide mengenai fintech ini biasanya langsung gugur, karena ada kepentingan bank-bank konvensional yang terancam di situ.

Aku dengan setia mendengarkan presentasi itu sampai akhir, tentunya sambil mencatat sana sini, juga tak sengaja memperhatikan Lisa di depanku, yang terlihat lebih cantik sejak terakhir kali bertemu. Sekejap saja dia membalas pandanganku dan kemudian tersenyum kepadaku. Sial, entah kenapa dia selalu sukses bikin aku grogi. Dan senyumnya makin lebar saja melihat aku seperti salah tingkah di depan dia.

"Ok, aku harus akuin, I'm super interested in investing on you guys. say, five billions? Is that enough to start?"

Senyum Ezra dan Lisa terkembang lebar.

"Definitely Om," kata Ezra cepat-cepat.

"On your own name Om?"

"Yup, pribadi. Gue ga perlu melibatkan perusahaan dalam hal ini. Jadi, gue sudah join taruhan di sini. Don't let me down."

SEtelah itu aku kasih tau beberapa hal yang harus mereka lakukan untuk start. Juga kemungkinan bahwa mereka harus hire orang-orang yang mahal, karena bisnis finance technology belum banyak pemainnya.

Di masa depan, terbukti bahwa keputusanku ini adalah langkah yang menyelamatkanku dari jurang yang cukup dalam.

"Zra, lo pulang duluan ya, Om Evan katanya mau mampir ke rumah gue, jadi gue nebeng dia aja," kata Lisa setelah selesai presentasi. Aku kaget, ga ada rencana ke rumah Andi malam ini.

Ezra pun pamit, dan Lisa bertahan di dalam ruanganku.

"Sudah sepi Om?"

Jam 8 malam itu. Tentu orang-orang sudah pulang. Sandra pun pamit duluan tadi karena Andre sudah pulang dan minta dinner katanya.

"Kenapa Lis?"

"Ehm, anu ..."

-----

Lanjut minggu depan ya hu.
 
Terakhir diubah:
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd