Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - SANG PENJAJAH -

Status
Please reply by conversation.
Bab Sepuluh
---


Bu Eneng



Devi


“Ehh.. Mas Bos..” Pak Kades sontak kaget ketika melihat ku keluar dari kamar mandi. Jakun nya naik turun menelan ludah. Wah.. cilaka ini mah..

Suasana di ruang tamu langsung mendadak sunyi. Tidak ada lagi suara bentakan dan makian yang daritadi bising di telinga.

“Coba diulang Pak.. maklum ya saya agak budeg..” ujar ku menyindir sinis. Pak Kades langsung pontang panting menyambutku berjalan ke arah ruang tamu.

"Engga Mas Boss.. saya tadi anu.. itu.. maksud saya teh anu.." mata Pak Jaelani mendelik kesana kemari mencari alasan. Sampai aku terduduk di sofa, hanya anu anu saja yang keluar dari mulutnya.

Dari aku keluar kamar mandi tadi, ada tatapan sinis yang mengarah kepadaku. Hmm.. ternyata Bu Eneng, istri pak Kades, masih mendongak sombong sambil memandangku remeh. Halah.. biarin aja lah, belum kenal torpedo ku dia..

Aku pun kembali beralih ke Kades semprul ini..

"Kok ga dilanjut ngomong nya Pak? Saya berani-berani apa tadi? Berani bikin keluarga Bapak ga jadi Kades lagi? Berani atuh kalo gitu doang mah.." ujar ku lagi sambil menatap ke arah tua bangka itu. Mukanya langsung pucat pasi mendengar ancamanku.

"Maksudnya teh Mas Bos berani gitu.. jentel... ga kaya si Rachmat.. gitu maksud saya Mas Boss.." akhirnya Pak Kades menemukan celah ngeles. Aku acuh saja mendengar bualannya. Perhatian ku kini terfokus ke arah Devi.

"Dev..." mendengar panggilanku, Devi pun menghambur ke arahku. Daritadi dia menelungkup menangis dalam pelukan Rachmat. Kuelus tubuh Devi yang masih telanjang ini menangis di dadaku.

Mata ku melotot ke arah Rachmat tanda marah karena Devi bisa sampai menangis seperti ini. Rachmat langsung bergidik ngeri dan mendelik takut.

Awas aja lo Mat kalo Devi sampe kenapa-napa..

Aku mengelus punggung Devi yang masih terisak. Berani-beraninya wanita pilihanku dibikin menangis. Eup.. eupp... jangan nangis atuh Dev.. kan ada Kang Japran..

"Tuh liat Mat! Apa kata Ibu? Perempuan ini teh jablay Mat! Eling atuh kamu.. mau-mau nya digoblokkin sama jablay murahan kaya gini!" tiba-tiba suara melengking Bu Kades mengisi ruangan ini. Rachmat dan Pak Jaelani langsung panik mendengarnya.

Kira-kira atuh kamu neng.. ga liat apa kamu teh kalo ini cewek udah jadi peganggannya Mas Bos? Makin cilaka ini mahhhh....

"
Hayuk pulang.. udah malem.. jangan ngeganggu Mas Bos mau istirahat.." ujar Pak Jaelani cepat menarik tangan Bu Eneng.

"Naon sih Pak! Urusan kita teh belom kelar. Ini jablay kudu kita kasih pelajaran!" mungkin karena melihatku tidak membalas makian nya, Bu Eneng makin merasa di atas angin. Mungkin dia mengira aku takut sama suami nya yang semprul itu. Wah.. ada yang kurang minum aqua nih kayaknya..

"Cicing (diem) atuh neng..." ujar Pak Kades mengkode dengan mata melotot.

"Lanjut di rumah aja Bu.." Rachmat ikut membantu Pak Kades membungkam mulut Ibu nya yang kini secara tidak sadar sedang membangunkan harimau tidur.

Bapak-anak-ibu itu masih sibuk cekcok di depan pintu. Aku tak tertarik menonton drama keluarga ini. Aku pun memalingkan pandanganku ke Devi.

"Udah atuh nangis nya.. kamu aman selama ada akang.." aku mencoba menenangkan Devi yang masih tersengal. Aku mengangkat dagunya supaya aku bisa melihat wajah manisnya.

Devi menurut untuk mendongakkan kepala nya. Wajahnya kini menatap ke arahku. Matanya sembab. Air matanya masih meleleh ke arah pipinya yang merah.

Pipi Devi merah? Kuelus pipi nya pelan. Devi meringis nyeri.

"SIAPA YANG BERANI-BERANI NAMPAR DEVI HAH?!!!" bentakku mengagetkan mereka bertiga. Nada ku penuh penekanan. Emosi ku kini berhasil tersulut. Ga ada dalam kamus ku kalau wanita jajahanku di sakiti orang lain!

Rachmat dan Pak Jaelani langsung menatapku histeris. Mereka panik. Dari raut muka mereka yang ketakutan, aku tahu kalau bukan mereka pelaku nya.

Pandanganku sudah terkunci ke arah perempuan paruh baya itu. Muka nya yang sombong membuatku mual.

Sebetulnya istri Kades ini berparas cantik. Jelas lah, wanita pilihan Jaelani sudah pasti kembang desa pada zamannya.

Sayangg... cantik-cantik tapi bodoh.. berani nya dia petantang petenteng di depan ku.

Aku pun berdiri melepaskan pelukan Devi. Langkahku mantap menuju ke arah mereka. Rachmat dan Pak Jaelani langsung mengeluarkan seribu satu macam alasan supaya membuatku tak meledak.

Telat.

PLAKKKK....

Tangan ku mengayun kencang ke pipi Bu Eneng. Tubuhnya langsung terpelanting ke sofa tak kuasa menerima tamparan dari ku.

"AKANGG..." Devi menjerit kaget melihatku menampar keras Bu Kades.

Wajah cantik Bu Kades langsung memerah dengan cap tangan ku. Mukanya yang sombong kini makin nyolot karena tak terima aku tampar.

“Mas Bos.. ampun Mas Bos.. Istri saya emang begitu mulutnya.. Maafin ya Mas Bos..” Pak Kades langsung berlutut di depan ku memohon ampun sekaligus menahanku supaya tidak lagi menerjang ke arah istri nya. Rachmat langsung mengunci pintu rumah takut ada tetangga yang ngintip apa yang terjadi di dalam.

“Daritadi saya ga peduli kalo Ibu bentak-bentak saya ya.. tapi Ibu udah keterlaluan kalau sampai berani nampar Devi.." ucapku geram ke arah Bu Eneng yang masih terhuyung karena tamparan ku tadi. Jilbab nya sampai awut-awutan karena terjengkang ke sofa.

“KURANG AJAR!!!! EMANG COCOK KAMU SAMA SI JABLAY INI! BERANI-BERANI NYA NAMPAR ORANG TUA! ORANG TUA KAMU GA BECUS NGEDIDIK ANAK YA?!" maki Bu Eneng emosi. Dia tak terima karena ku tampar. Aku tak terima kalau dia menghina orang tua ku.

"AAAAKKKKKHHHHH..." Bu Eneng terpekik histeris ketika tanganku meremas kencang tetek nya yang besar itu.

BREKKKKK.....

Dengan sekali tarikan kuat dari tangan ku, gamis Bu Eneng langsung robek dari atas. Beha dan teteknya yang besar itu kini terpampang dari celah robekan itu. Tak puas karena gamisnya belum terlepas seutuhnya, kutarik lagi kain robekan itu makin lebar.

Brekkk...brekkk... brueekkkk...

Aku kini seperti singa yang sedang mencabik buruan nya. Mata ku sudah nanar karena emosi. Berani-berani nya wanita jalang ini melanggar dua peraturan ku.

Peraturan nomor satu, jangan sakiti wanita ku.

Peraturan nomor dua, jangan hina keluarga ku.

"Udah kanggg... cukuppp..." kenyal tetek Devi yang memeluk tanganku erat akhirnya berhasil membuat ku tersadar kembali.

Rachmat dan Pak Jaelani hanya bisa terpatung tak berani menyelak amarah ku.

Bu Eneng kini tergetetak di lantai. Muka nya tampak begitu shock dengan apa yang barusan terjadi. Badan nya kaku tak bisa bergerak saking takut nya.

Gamis nya kini sudah compang camping hampir bugil. Kaitan bra nya sudah putus karena ku tarik. Tetek nya yang besar itu kini terpampang tanpa penghalang di depan anak dan suami nya. Tinggal celana dalam putihnya itu saja yang masih menempel dengan baik belum sempat kurobek.

“Maafin Ibu saya Mas Bos…” ujar Rachmat hampir menangis ikut berlutut di samping bapak nya. Pak Jaelani merangkul paha ku dengan erat sambil berkali-kali meminta maaf dan memohon ampun.

“Berani-berani nya lonte ini ngehina orang tua saya... Jangan harap besok pagi keluaga Kober masih bisa tinggal di Cicilok kalau saya ga bikin perhitungan hari ini!!!” ujarku menggelegar.

Semua orang yang ada di ruangan ini langsung bergidik ngeri atas ancaman ku.

Terutama Pak Kades, dia tahu betul seberapa kuat koneksi keluarga ku. Aparat dari tingkat desa hingga provinsi semua nya menikmati uang Papah ku. Apalah dia yang cuma Kepala Desa di tempat terpelosok ini berani melawanku..

“Neng! Cepet minta maaf!” dengan kasar Pak Jaelani menarik tangan Bu Eneng hingga terperosok ke kaki ku. Arogansi di wajah lonte ini sudah lenyap. Dia paham kalau suaminya saja sampai setakut itu berarti ucapan ku bukan lah hisapan jempol belaka.

“CEPET MINTA MAAF” bentar Pak Jaelani lagi sudah kepalang kesal dengan istri nya itu.

“Ssssaya tadi salah ngomong Mas Bos.. ampunnn.. Maafin saya…” Bu Eneng menangis karena baru sadar kalau ia dan keluarga nya bukan lah siapa-siapa.

Istri Kades yang disegani di segala penjuru Cicilok kini paham kalo Kang Zafran bukan tandingannya...

“Sabar kang sabar..” ujar Devi sambil mengiba kepadaku. Punggung ku masih terus di elus oleh tangan nya yang halus. Emosi ku pun mulai surut. Japran emang harus dibujuk cewek cakep dulu baru bisa sabar hehehe..

Srettt…

Handuk pink yang daritadi melilit pinggang ku tiba-tiba melorot..

Ya elah.. ga tepat banget sih timing melorot nya ini handuk..

Bu Eneng yang berada tepat di selangkanganku langsung melotot takjub. Melihatnya terkejut, ide jahat ku pun muncul..

“Lepasin saya..” titah ku sambil menggoyangkan kaki ku.

Pak Jaelani yang masi memegang kaki ku langsung beringsut menjauh. Rachmat dan Bu Eneng pun ikut menjauh.

Akhirnya aku bisa kembali duduk di sofa favorit ku. Devi mengikutiku dan kembali duduk manja dipangkuanku. Mereka bertiga masih berjongkok di lantai.

Duh.. udah kayak raja di istana hehehe..

“Ehem.. Dev, tolong ambilin akang minum ya..” pintaku ke Devi. Dia pun langsung berdiri menuju dapur.

“Biar saya aja yang ngambilin kang..” Rachmat inisiatif ke dapur menyusul Devi. Di dalam hati Pak Jaelani, dia pasti sedang memberikan jempol dengan bangga untuk anaknya karena sudah pintar mencari muka.

“Nama kamu Devi bukan?” ujarku dingin kepadanya. Dia menggeleng lemah menghentikan langkahnya.

“Duduk” titahku langsung diikuti Rachmat dengan begitu nurut. Mereka semua menunduk tidak berani menatapku.

“Saya mau ngambil Nisa. Nanti Rachmat bakal nikahin Devi. Ada yang keberatan?” ujarku tiba-tiba.

“Engga Mas Bos..” jawab Pak Jaelani dan Rachmat dengan cepat. Bu Eneng melirik sinis ke arah Devi yang memberikan ku gelas air putih. Sepertinya Bu Eneng masih ogah menerima Devi.

“Jawab lonte!” bentakku ke Bu Eneng. Dia langsung menggeleng cepat ketakutan.

“Bagus.. Pokoknya kalau Devi sampai ngeluh ke saya, kalian jangan heran kalau si Ujang tiba-tiba bisa naek pangkat jadi Kades Cicilok..” ancam ku kepada mereka. Kali ini mereka menjawab dengan kompak.

"Terus apa kompensasi kalian uda bikin saya naik darah kaya gini?" pungkas ku pada mereka. Saatnya transaksi hehehe..

“Saya nyerahin si Eneng sesuai janji saya. Ga usah di transfer yang semilyar itu. Anggep aja saya minta maaf sama Mas Bos..” Pak Jaelani langsung tanggap dengan SOP ku.

Devi, Rachmat serta Istri nya sampai melongo tidak percaya kalau si tua bangka ini segitu rendahnya sampai menawarkan istri nya sebagai upeti kepada ku.

“Saya ga tertarik..” ujarku cepat. Mereka semua langsung bernapas lega mendengar penolakan ku. Juragan Japran emang baik hati..

“Tapi tetep lonte ini sekarang jadi budak saya. Kalau sampai dia ngelawan, keluarga kalian yang jadi tarohannya..” ujarku dingin. Nafas mereka kembali tercekat. Duh Gustiii... kompeni kejem amatttt……

“Gimana?” tanyaku karena belum mendapatkan konfirmasi dari mereka bertiga. Mereka melenguh pasrah dengan syarat ku.

“Iya Mas Boss..” ujar mereka kompak. Bagus bagus… gara-gara gue, keluarga mereka jadi harmonis kan?

“Supaya makin akur.. saya mau kalian ngewe bertiga..” ucapan ku barusan bagai petir di siang bolong.

“BURUANNNN!!!!”

-----
 
“Iya Mas Boss..” ujar mereka kompak. Bagus bagus… gara-gara gue, keluarga mereka jadi harmonis kan?

“Supaya makin akur.. saya mau kalian ngewe bertiga..” ucapan ku barusan bagai petir di siang bolong.

“BURUANNNN!!!!”

-----

Yeessss... incessss
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd