Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - SANG PENJAJAH -

Status
Please reply by conversation.
Bab Sebelas
---


Bu Eneng



Devi


“Ambilin lingerie kamu buat lonte ini Dev..” ujarku pada Devi. Dengan ragu, Devi pun akhirnya melangkah ke arah kamar untuk mengambil lingerie nya.

Rachmat dan Pak Kades sudah bugil karena kusuruh tadi. Bu Eneng tampak panik sambil tangannya masih berusaha menutupi tetek nya yang besar itu.

“Nih pake..” ujarku sambil melemparkan sepotong babydoll berwarna hitam ke arah Bu Eneng. Kain sutera yang menerawang itu jatuh tepat di muka Bu Eneng.

“CEPETAN…” bentakku lagi membuat Bu Eneng dengan pasrah berdiri dan melepas gamis nya yang sudah compang camping itu.

Bu Eneng tampak tergesa-gesa mengenakan babydoll hitam itu. Selain aku, Rachmat dan suami nya juga ikut melirik Bu Eneng yang kini terlihat sangat seksi. Hmm.. bagus juga badan Bu Eneng..

Walaupun usia nya seumuran dengan Bu Ainun, tubuh Bu Eneng memang lebih seksi dan mulus terawat. Tidak terlihat ada lemak yang berlebihan di perut maupun paha nya. Kecuali tetek nya yang besar, semua bagian tubuh Bu Eneng masih terlihat proporsional.

Kulit tubuh nya yang agak kecoklatan membuat tubuh nya terlihat lebih eksotis. Sayang, kacamata nya sudah terlepas sejak tadi. Pasti Bu Eneng bakalan terlihat lebih hot dan menggairahkan kalau pakai kacamata.

“Jilbab nya ga usah dilepas dulu..” larang ku. Bu Eneng tertunduk malu menyadari tubuhnya kini hanya tertutup selembar kain yang menerawang membiarkan tubuhnya yang masih seksi itu terpampang dengan jelas.

Jangan kan aku dan Rachmat, suami nya sendiri saja sekarang menelan ludah melihat istri nya begitu seksi dan binal.

“Wah.. kayaknya saya ga salah milih lonte ya?" ujar ku sinis ke arah Bu Eneng yang sudah pasrah dihina dan direndahkan olehku. Rachmat menilik ke arahku seakan protes tapi tak berani.

"Tetek nya bagusan mana sama punya Devi Pak?” ujarku ke Pak Jaelani daritadi melirik-lirik tubuh bugil Devi. Rejeki banget nih tua bangka bisa ngintip body calon mantu..

“Eh.. gimana Mas Bos?” Pak Jaelani kaget dan karena tidak fokus memandangi tetek Devi yang penuh dengan cupangan ku.

“Punya lonte saya itu, tetek nya bagus mana sama yang ini..” aku meremas tetek Devi hingga ia mendesah. Devi mencoba melepaskan remasan ku karena merasa risih ditonton oleh kedua calon mertua nya serta calon suami nya itu.

Rachmat terlihat mendengus menahan cemburu, sedangkan penis Pak Jaelani sudah mulai mendongak akibat memandangi tubuh seksi milik Devi. Dasar mertua mesum..

“Bagusan Devi Mas Bos..” ujar Pak Jaelani tak fokus. Bu Eneng menatap suami nya sinis karena sange memandangi tubuh Devi. Badan aku juga masih bagus loh Pak...

“Masih bisa berdiri Pak?” ledek ku padanya. Pak Kades lantas menutupi penis nya dengan malu-malu.

Bapak sama anak sama-sama bertitit kecil rupanya. Calon mantu nya aja udah ketagihan sama kontol ku, harusnya sih istri nya juga bakalan senasib..

Andai saja bibir nya itu tidak nyinyir, sebetulnya mau saja aku menjadi kan nya salah satu gundik yang kusayangi...

“Duduk di situ mat.. lonte nungging.. kepala nya ngarah ke kontol nya si Rachmat.. iya gitu.. terus Pak Kades langsung masukin dari belakang ya..” aku mengarahkan mereka seperti sutradara film porno. Mereka semua hanya pasrah ke posisi masing-masing.

“Ayo dong di mulai” tanpa menunggu dibentak, mereka pun dengan pasrah menjalankan peran nya. Entah apa yang ada dipikiran mereka..

Bu Kades tampak ragu mulai mengelus dan meremas penis Rachmat, anak kandung nya sendiri. Penis Rachmat sudah berdiri daritadi karena terangsang melihat tubuh sintal ibu nya sendiri.

"Sshhh... Ibu..." Rachmat melenguh pelan sambil memejamkan mata menikmati kehangatan mulut ibu nya. Dengan ragu, Bu Eneng mulai menghisap penis anak kesayangannya itu.

Tak pernah terbayangkan dalam fantasi terliar nya kalau sang Ibu tersayang mengulum penis nya dengan nikmat. Enak banget sih Bu... duhh....

Ada rasa bersalah terbesit di hati Rachmat, namun gairah nya sudah kepalang terpancing ketika gamis Bu Eneng terkoyak tadi. Apalagi sepanjang malam ini, Rachmat hanya bisa memandangi tubuh bugil Devi yang seksi.

Oughhh... makasih Mas Bos..

Pak Jaelani seakan tak mau kalah. Dengan semangat 45, dia langsung menancapkan penisnya masuk ke dalam memek Bu Eneng. Jarang-jarang penis tua ini bisa berdiri pikirnya. Lagipula juga dia tidak sepenuhnya fokus menikmati tubuh istri nya itu.

Meskipun pinggul nya masih tertancap di memek milik Bu Eneng, tapi sudut mata nya tak bisa lepas untuk menjelajahi jengkal demi jengkal tubuh telanjang Devi. Mungkin bandot tua itu sedang membayangkan kalau memek yang ia sodok sekarang adalah memek Devi.

Duh.. enak banget jadi Mas Bos..

Sambil menungging, gairah Bu Eneng benar-benar sangat terpancing. Wanita terhormat ini kini tak lebih rendah dari budak seks. Sambil ditonton pemuda yang menghina nya habis-habisan, tubuhnya kini digauli oleh keluarga nya sendiri.

Seperti tusuk sate, tubuhnya kini ditancap oleh dua batang penis yang mengisi memek dan mulutnya. Penis suami nya yang sudah lama tak bisa berdiri kini mampu menyodok memek nya dengan nikmat.

Memek Bu Eneng memang sudah basah meskipun dipenetrasi tanpa foreplay. Penghinaan dari Mas Bos tadi sebenarnya sudah membuat memek nya sangat gatal.

Ditambah lagi kini dia merasakan kontol kedua seumur hidupnya selain kontol milik Pak Kades. Kontol yang dulu ia cebokin sewaktu kecil, kini dengan kurang ajar nya menyodok-nyodok rongga mulut Bu Eneng dengan liar.

Anak durhaka... bisa-bisanya bikin Ibu jadi sange kaya gini Nak..

“Mmmmhhh… enakhhh Bu.. mmmhh… oughhh....mmhhh..” desahan mereka bertiga sudah menggema di ruang tamu ini. Aku sungguh bahagia bisa menyatukan keluarga mereka dengan erat. Terlewat erat bahkan hehehe..

“Kang…”

Dengan tatapan sayu, Devi mulai menggerayangi tubuh ku. Adegan incest di depan mata nya itu berhasil memancing gairah Devi untuk naik kembali.

Ditambah lagi ada sensasi tersendiri yang Devi rasakan ketika kekasihnya dan calon mertua nya berkali-kali memandangi tubuhnya dengan wajah penuh nafsu.

"Devi juga pengen kang.. mmmhhhh...."

Aku pun tak segan langsung mencium bibir manis Devi. Dengan gemas, kembali tetek Devi kujamah dan ku remas. Devi mulai mendesis akibat rangsangan yang kuberikan.

“Eeengghhh… mmmhhhh… ahhhh…. Shhhhh…. Oughhh….” keriuhan di ruang tamu ini semakin menjadi-jadi. Hampir tengah malam, ada lima orang yang sibuk memuaskan hasrat mereka masing-masing.

"Langsung ya kanghh.. Devi ga tahanh.." ujar Devi sambil menungging di samping sofa.

"Ouuuughhhhh... enakhh kanghhh..." pekik Devi ketika penisku sudah membelah liang memek nya. Memeknya terasa masih sangat becek. Mungkin masih ada sperma ku yang belum mengering di dalam sana.

"Memekhh kamu enakhh Devvhhh.." racau ku keenakan akibat goyangan Devi yang memutar serta maju mundur meremasi kontol ku.

Plakkk... plakkk... plakkk....

Sambil terus menggenjotnya, kutampar pantat seksi Devi hingga memerah. Devi mendongak begitu seksi menikmati sodokan kontolku dalam memeknya. Dadanya membusung memamerkan teteknya yang sangat indah.

Bulat. Padat. Warna kulitnya yang putih sudah penuh dengan bercak merah cupanganku.

Pak Kades sampai bergetar karena sangat bernafsu memandangi wajah Devi yang terlihat sangat binal karena keenakan di entot oleh ku. Tak ada lekuk tubuh Devi yang bisa lepas dari mata penuh nafsu tua bangka itu.

Wajah cantik Devi yang merona merah, mendesis keenakan.

Bibirnya yang dikulum manis membuatnya tambah menggairahkan.

Dada nya yang membusung. Perutnya yang rata. Pantat nya yang sintal.

Hingga ke selangkangannya terlihat penuh disodok penisku yang besar.

"Ouuuughhhhhh.... bapak teu kuattt...." Pak Kades mengejang menyemprotkan sperma ke dalam memek Bu Kades. Pak Kades langsung terhuyung lemas karena sudah lama dia tidak klimaks sehebat itu.

Badan bu Kades juga masih mengejang dan bergetar.

Sepertinya dia juga mencapai klimaksnya berbarengan dengan sang suami. Babydoll nya sudah awut-awutan karena gerayangan tangan sang suami serta anaknya.

Jilbab nya sudah tergeletak di lantai. Entah kapan Rachmat melepas jilbab ibunda nya itu.

"Devi mo nyampeh kanghhh...." teriak Devi keras dengan goyangannya yang makin liar.

"Bentar dev... akang juga bentar lagi.." gerakan ku juga makin liar mengimbangi goyang pinggul erotis Devi. Suara aduan paha ku dengan pantat nya makin riuh mengisi ruangan.

Pak Kades sampai tak berkedip menonton calon mantu nya dientot dengan begitu liar oleh ku. Tangannya mengocok penis nya sendiri. Sayang, penisnya sudah kadaluwarsa. Meskipun melihat Devi yang kini begitu sensual, kontol tua itu tetap tidak bisa berdiri lagi.

"Ga kuathhh kanghhh... Deviii pipishhhh...." Devi mengejang hebat hingga ambruk ke sofa. Nafasnya tersengal akibat klimaks nya yang entah ke berapa kali malam ini akibat sodokan torpedu ku ini.

Ploppp...

Sial... sebentar lagi aku keluar tapi Devi sudah ambruk hingga penisku terlepas. Devi sudah terpejam kelelahan.

Rachmat semakin bernafsu akibat menonton adegan kekasihnya itu di entot dengan hebat. Tangan nya menjambak kasar rambut Bu Eneng supaya makin kencang memaju mundurkan kepala nya mengocok penis kecil itu keluar masuk.

Bu Eneng hanya bisa pasrah ketika mulutnya di entot oleh anaknya dengan kasar.

"Minggir mat.." usirku dari mulut Bu Eneng. Rachmat seperti mau protes tapi tak berani. Akhirnya dia melepaskan kontolnya dari mulut sang ibunda.

Brughhh...

Be Eneng akhirnya bisa rebahan karena letih menungging daritadi. Baru saja selesai mengambil nafas akibat mulut nya tersumpal penis Rachmat, dia langsung terkaget ketika aku sudah berada di sebelahnya.

"Mau apa kang.." sambil bergidik, Bu Eneng melirik ke arah penisku yang kini masih tegang sempurna. Kalau mulutnya disodok sekasar Rachmat tadi, bisa robek bibir Bu Kades ini..

"Jepit yang kenceng.." titah ku ketika kutaruh penisku di tengah dada nya.

Aku memang sudah ingin merasakan tetek besar milik Bu Eneng ini. Ukurannya lebih besar dari Devi dan Ratna, tapi masih lebih kecil dari Bu Hajah. Beda nya, tetek Bu Eneng masih kencang ga beda jauh sama milik Ratna.

"Mmhhh... iya gitu.. kepala nya isepin.." ujar ku keenakan ketika Bu Eneng mulai mengerti mau ku.

Jepitan tetek nya terasa begitu nikmat. Kulit tetek nya yang halus memberikan rasa geli bercampur enak di kontol ku. Aku pun sudah tak ragu menggoyangkan pinggul ku maju mundur. Mulut Bu Eneng tampak gelagapan akibat tersodok kontol ku.

Melihat tempat nya sudah diisi oleh ku, Rachmat berjalan ke arah Devi.

Mungkin dia pikir kalau Mas Bos mau tukeran sama ibu nya. Dia pun tersenyum senang akhirnya kontolnya bisa masuk ke lobang memek setelah 2 kali bucat karena kocokan tangannya sendiri.

Baru saja ia menyentuh paha Devi..

"Awas lo kalo berani ganggu Devi.." ancamku mengagetkan Rachmat.

Dia langsung menggaruk kepala nya karena frustasi. Masa harus ngocok sendiri lagi sih Mas Bos? Tegaaaaaa.....

Ia pun tertunduk lemas. Akhirnya tangannya mulai mengocok pelan penis nya sendiri. Pandangan nya bolak balik menatap tubuh seksi Devi yang sepertinya sudah tertidur kecapean dan ke arah Ibu nya yang kini hanya bisa pasrah melayani lelaki lain selain Bapak nya.

“Mat, ga bosen coli mulu?” sindir ku ketika Rachmat terlihat frustasi mengocok penis nya sendiri.

"Tuh ada lubang nganggur.." ujarku padanya sambil melirik ke belakang, ke arah selangkangan Bu Eneng yang kini membuka lebar.

Rachmat menelan ludah melihat memek ibu nya sendiri. Lelehan sperma bapaknya terlihat mengering disela selangkangan itu. Memek tempat ia lahir, kini menjadi satu-satunya tempat pelampiasan kontolnya selain tangannya sendiri. Rachmat terlihat makin galau.

“Emang boleh kang?” tanya nya memastikan.

Sebetulnya aku pengen nyicip memek berjembut tebal milik Bu Eneng, tapi karena si tua bangka itu nyemprot di dalem. Males banget harus kena pejuh Pak Jaelani di dalem situ. Iyuhhhh....

"Bebas.. kan memek ibu lo sendiri hahaha" jawabku sambil kembali fokus menuntaskan klimaks ku. Jepitan tetek Bu Eneng serta jilatan dan hisapan bibirnya sudah kembali memancing klimaks ku lagi.

Cepet juga lonte ini belajarnya.. Bu Eneng memang sudah bisa meladeni ku dengan baik.

"Ngggghhhh..." lenguh Bu Eneng tertahan penisku.

Ternyata Rachmat menyodok memek ibu nya sendiri. Setelah termenung ragu-ragu, sepertinya nafsu Rachmat mengalahkan akal sehatnya. Pak Jaelani sampai terkaget melihat anaknya menyetubuhi ibu nya sendiri. Mantappp...

"Nghhh... nghhh.. nghhhh..." lenguhan Bu Eneng makin menambah nikmat sedotan bibirnya di kepala penisku. Muka nya sudah memerah karena kembali terpancing nafsu. Memeknya keenakan diobok-obok oleh kontol milik Rachmat.

Merasakan klimaks ku makin dekat, aku pun makin bernafsu menyodokkan kontol ku melewati celah tetek nya Bu Eneng.

"AAAWWWWW..." jerit Bu Eneng ketika puting nya kutarik kasar sambil menekan dadanya mengapit kontolku makin rapat.

"Gue keluar Buhhhhh..... AARGGHHH..." aku pun menyodok penisku dalam-dalam ketika kurasakan sperma ku sudah hampir muncrat. Aku menyodokkan kontol ku hingga masuk ke dalam mulutnya. Ahhh.. hangatnya bibir lonte ku ini..

"OOGHHHH..." Bu Eneng gelagapan ketika mulutnya penuh oleh kontol besar ku.

Crooottt.. crotttt. crooootttttt... 3 semprotan terakhir sperma ku langsung masuk ke rongga kerongkongannya.

"Uhuukkk ghuuuukkkk huuukkk..." Bu Eneng sampai terbatuk karena tersedak semprotan sperma ku.

Aku pun langsung berdiri selesai mengelapkan penisku di pipi dan tetek nya. Kulit pipi dan tetek Bu Eneng sudah mengkilap akibat basah keringat serta sperma ku.

Baru saja aku selesai minum dari dapur, kedua ibu dan anak itu sudah berpelukan dan berciuman mesra.

Kedua insan ini menghentak-hentakkan pinggul mereka menikmati persetubuhan sedarah ini. Kontol Rachmat terlihat sudah begitu basah keluar masuk ke dalam memek Bu Eneng. Bibir memek Bu Eneng terlihat merekah lebar membiarkan kontol anaknya tercinta menyodok nya dengan liar.

Pak Jaelani masih saja mengocok penisnya itu sambil duduk di sofa. Penis nya masih mengkerut tak mau berdiri. Kasian..

"Devi.. pindah ke kamar yuk.." ujar ku membangunkan nya. Dengan malas ia membuka mata nya terbangun oleh elusan ku.

"Mmmhhh.. gendong.." ujar nya manja sambil menggeliat di sofa. Tubuh seksi nya meliuk dengan indah sambil tangannya membuka lebar menunggu aku gendong. Duh si seksi manja banget..

Huppp..

Aku pun menggendong nya masuk ke kamar. Pak Jaelani sempat melirik ku sebentar. Bu Eneng dan Rachmat masih asik bergoyang di lantai.

Setelah ku kunci pintu kamar, kami pun langsung mengambil posisi tidur di kasur. Devi merebahkan kepala nya di dadaku bersiap tidur.

Ahh.. nikmat nya hari ini.. udah dapet biduan seksi.. dapet pula budak semok..

"Cuppp.. ayo bobo.." ujar manja Devi sambil mengecup pipi ku. Ia kembali merangsek ke tubuhnya dan melanjutkan tidur.

"RACHMAT MAU KELUAR BUUU...."

"IYA SAYANGGGHHHH.. IBU JUGAHHHH...."

"AAARGHHH...."

Sayup desahan dan lenguhan di ruang tamu masuk sampai ke kamar.

"Di entot bertiga gitu kayaknya seru deh kang.."
 
Bab Sepuluh
---


Bu Eneng



Devi


“Ehh.. Mas Bos..” Pak Kades sontak kaget ketika melihat ku keluar dari kamar mandi. Jakun nya naik turun menelan ludah. Wah.. cilaka ini mah..

Suasana di ruang tamu langsung mendadak sunyi. Tidak ada lagi suara bentakan dan makian yang daritadi bising di telinga.

“Coba diulang Pak.. maklum ya saya agak budeg..” ujar ku menyindir sinis. Pak Kades langsung pontang panting menyambutku berjalan ke arah ruang tamu.

"Engga Mas Boss.. saya tadi anu.. itu.. maksud saya teh anu.." mata Pak Jaelani mendelik kesana kemari mencari alasan. Sampai aku terduduk di sofa, hanya anu anu saja yang keluar dari mulutnya.

Dari aku keluar kamar mandi tadi, ada tatapan sinis yang mengarah kepadaku. Hmm.. ternyata Bu Eneng, istri pak Kades, masih mendongak sombong sambil memandangku remeh. Halah.. biarin aja lah, belum kenal torpedo ku dia..

Aku pun kembali beralih ke Kades semprul ini..

"Kok ga dilanjut ngomong nya Pak? Saya berani-berani apa tadi? Berani bikin keluarga Bapak ga jadi Kades lagi? Berani atuh kalo gitu doang mah.." ujar ku lagi sambil menatap ke arah tua bangka itu. Mukanya langsung pucat pasi mendengar ancamanku.

"Maksudnya teh Mas Bos berani gitu.. jentel... ga kaya si Rachmat.. gitu maksud saya Mas Boss.." akhirnya Pak Kades menemukan celah ngeles. Aku acuh saja mendengar bualannya. Perhatian ku kini terfokus ke arah Devi.

"Dev..." mendengar panggilanku, Devi pun menghambur ke arahku. Daritadi dia menelungkup menangis dalam pelukan Rachmat. Kuelus tubuh Devi yang masih telanjang ini menangis di dadaku.

Mata ku melotot ke arah Rachmat tanda marah karena Devi bisa sampai menangis seperti ini. Rachmat langsung bergidik ngeri dan mendelik takut.

Awas aja lo Mat kalo Devi sampe kenapa-napa..

Aku mengelus punggung Devi yang masih terisak. Berani-beraninya wanita pilihanku dibikin menangis. Eup.. eupp... jangan nangis atuh Dev.. kan ada Kang Japran..

"Tuh liat Mat! Apa kata Ibu? Perempuan ini teh jablay Mat! Eling atuh kamu.. mau-mau nya digoblokkin sama jablay murahan kaya gini!" tiba-tiba suara melengking Bu Kades mengisi ruangan ini. Rachmat dan Pak Jaelani langsung panik mendengarnya.

Kira-kira atuh kamu neng.. ga liat apa kamu teh kalo ini cewek udah jadi peganggannya Mas Bos? Makin cilaka ini mahhhh....

"
Hayuk pulang.. udah malem.. jangan ngeganggu Mas Bos mau istirahat.." ujar Pak Jaelani cepat menarik tangan Bu Eneng.

"Naon sih Pak! Urusan kita teh belom kelar. Ini jablay kudu kita kasih pelajaran!" mungkin karena melihatku tidak membalas makian nya, Bu Eneng makin merasa di atas angin. Mungkin dia mengira aku takut sama suami nya yang semprul itu. Wah.. ada yang kurang minum aqua nih kayaknya..

"Cicing (diem) atuh neng..." ujar Pak Kades mengkode dengan mata melotot.

"Lanjut di rumah aja Bu.." Rachmat ikut membantu Pak Kades membungkam mulut Ibu nya yang kini secara tidak sadar sedang membangunkan harimau tidur.

Bapak-anak-ibu itu masih sibuk cekcok di depan pintu. Aku tak tertarik menonton drama keluarga ini. Aku pun memalingkan pandanganku ke Devi.

"Udah atuh nangis nya.. kamu aman selama ada akang.." aku mencoba menenangkan Devi yang masih tersengal. Aku mengangkat dagunya supaya aku bisa melihat wajah manisnya.

Devi menurut untuk mendongakkan kepala nya. Wajahnya kini menatap ke arahku. Matanya sembab. Air matanya masih meleleh ke arah pipinya yang merah.

Pipi Devi merah? Kuelus pipi nya pelan. Devi meringis nyeri.

"SIAPA YANG BERANI-BERANI NAMPAR DEVI HAH?!!!" bentakku mengagetkan mereka bertiga. Nada ku penuh penekanan. Emosi ku kini berhasil tersulut. Ga ada dalam kamus ku kalau wanita jajahanku di sakiti orang lain!

Rachmat dan Pak Jaelani langsung menatapku histeris. Mereka panik. Dari raut muka mereka yang ketakutan, aku tahu kalau bukan mereka pelaku nya.

Pandanganku sudah terkunci ke arah perempuan paruh baya itu. Muka nya yang sombong membuatku mual.

Sebetulnya istri Kades ini berparas cantik. Jelas lah, wanita pilihan Jaelani sudah pasti kembang desa pada zamannya.

Sayangg... cantik-cantik tapi bodoh.. berani nya dia petantang petenteng di depan ku.

Aku pun berdiri melepaskan pelukan Devi. Langkahku mantap menuju ke arah mereka. Rachmat dan Pak Jaelani langsung mengeluarkan seribu satu macam alasan supaya membuatku tak meledak.

Telat.

PLAKKKK....

Tangan ku mengayun kencang ke pipi Bu Eneng. Tubuhnya langsung terpelanting ke sofa tak kuasa menerima tamparan dari ku.

"AKANGG..." Devi menjerit kaget melihatku menampar keras Bu Kades.

Wajah cantik Bu Kades langsung memerah dengan cap tangan ku. Mukanya yang sombong kini makin nyolot karena tak terima aku tampar.

“Mas Bos.. ampun Mas Bos.. Istri saya emang begitu mulutnya.. Maafin ya Mas Bos..” Pak Kades langsung berlutut di depan ku memohon ampun sekaligus menahanku supaya tidak lagi menerjang ke arah istri nya. Rachmat langsung mengunci pintu rumah takut ada tetangga yang ngintip apa yang terjadi di dalam.

“Daritadi saya ga peduli kalo Ibu bentak-bentak saya ya.. tapi Ibu udah keterlaluan kalau sampai berani nampar Devi.." ucapku geram ke arah Bu Eneng yang masih terhuyung karena tamparan ku tadi. Jilbab nya sampai awut-awutan karena terjengkang ke sofa.

“KURANG AJAR!!!! EMANG COCOK KAMU SAMA SI JABLAY INI! BERANI-BERANI NYA NAMPAR ORANG TUA! ORANG TUA KAMU GA BECUS NGEDIDIK ANAK YA?!" maki Bu Eneng emosi. Dia tak terima karena ku tampar. Aku tak terima kalau dia menghina orang tua ku.

"AAAAKKKKKHHHHH..." Bu Eneng terpekik histeris ketika tanganku meremas kencang tetek nya yang besar itu.

BREKKKKK.....

Dengan sekali tarikan kuat dari tangan ku, gamis Bu Eneng langsung robek dari atas. Beha dan teteknya yang besar itu kini terpampang dari celah robekan itu. Tak puas karena gamisnya belum terlepas seutuhnya, kutarik lagi kain robekan itu makin lebar.

Brekkk...brekkk... brueekkkk...

Aku kini seperti singa yang sedang mencabik buruan nya. Mata ku sudah nanar karena emosi. Berani-berani nya wanita jalang ini melanggar dua peraturan ku.

Peraturan nomor satu, jangan sakiti wanita ku.

Peraturan nomor dua, jangan hina keluarga ku.

"Udah kanggg... cukuppp..." kenyal tetek Devi yang memeluk tanganku erat akhirnya berhasil membuat ku tersadar kembali.

Rachmat dan Pak Jaelani hanya bisa terpatung tak berani menyelak amarah ku.

Bu Eneng kini tergetetak di lantai. Muka nya tampak begitu shock dengan apa yang barusan terjadi. Badan nya kaku tak bisa bergerak saking takut nya.

Gamis nya kini sudah compang camping hampir bugil. Kaitan bra nya sudah putus karena ku tarik. Tetek nya yang besar itu kini terpampang tanpa penghalang di depan anak dan suami nya. Tinggal celana dalam putihnya itu saja yang masih menempel dengan baik belum sempat kurobek.

“Maafin Ibu saya Mas Bos…” ujar Rachmat hampir menangis ikut berlutut di samping bapak nya. Pak Jaelani merangkul paha ku dengan erat sambil berkali-kali meminta maaf dan memohon ampun.

“Berani-berani nya lonte ini ngehina orang tua saya... Jangan harap besok pagi keluaga Kober masih bisa tinggal di Cicilok kalau saya ga bikin perhitungan hari ini!!!” ujarku menggelegar.

Semua orang yang ada di ruangan ini langsung bergidik ngeri atas ancaman ku.

Terutama Pak Kades, dia tahu betul seberapa kuat koneksi keluarga ku. Aparat dari tingkat desa hingga provinsi semua nya menikmati uang Papah ku. Apalah dia yang cuma Kepala Desa di tempat terpelosok ini berani melawanku..

“Neng! Cepet minta maaf!” dengan kasar Pak Jaelani menarik tangan Bu Eneng hingga terperosok ke kaki ku. Arogansi di wajah lonte ini sudah lenyap. Dia paham kalau suaminya saja sampai setakut itu berarti ucapan ku bukan lah hisapan jempol belaka.

“CEPET MINTA MAAF” bentar Pak Jaelani lagi sudah kepalang kesal dengan istri nya itu.

“Ssssaya tadi salah ngomong Mas Bos.. ampunnn.. Maafin saya…” Bu Eneng menangis karena baru sadar kalau ia dan keluarga nya bukan lah siapa-siapa.

Istri Kades yang disegani di segala penjuru Cicilok kini paham kalo Kang Zafran bukan tandingannya...

“Sabar kang sabar..” ujar Devi sambil mengiba kepadaku. Punggung ku masih terus di elus oleh tangan nya yang halus. Emosi ku pun mulai surut. Japran emang harus dibujuk cewek cakep dulu baru bisa sabar hehehe..

Srettt…

Handuk pink yang daritadi melilit pinggang ku tiba-tiba melorot..

Ya elah.. ga tepat banget sih timing melorot nya ini handuk..

Bu Eneng yang berada tepat di selangkanganku langsung melotot takjub. Melihatnya terkejut, ide jahat ku pun muncul..

“Lepasin saya..” titah ku sambil menggoyangkan kaki ku.

Pak Jaelani yang masi memegang kaki ku langsung beringsut menjauh. Rachmat dan Bu Eneng pun ikut menjauh.

Akhirnya aku bisa kembali duduk di sofa favorit ku. Devi mengikutiku dan kembali duduk manja dipangkuanku. Mereka bertiga masih berjongkok di lantai.

Duh.. udah kayak raja di istana hehehe..

“Ehem.. Dev, tolong ambilin akang minum ya..” pintaku ke Devi. Dia pun langsung berdiri menuju dapur.

“Biar saya aja yang ngambilin kang..” Rachmat inisiatif ke dapur menyusul Devi. Di dalam hati Pak Jaelani, dia pasti sedang memberikan jempol dengan bangga untuk anaknya karena sudah pintar mencari muka.

“Nama kamu Devi bukan?” ujarku dingin kepadanya. Dia menggeleng lemah menghentikan langkahnya.

“Duduk” titahku langsung diikuti Rachmat dengan begitu nurut. Mereka semua menunduk tidak berani menatapku.

“Saya mau ngambil Nisa. Nanti Rachmat bakal nikahin Devi. Ada yang keberatan?” ujarku tiba-tiba.

“Engga Mas Bos..” jawab Pak Jaelani dan Rachmat dengan cepat. Bu Eneng melirik sinis ke arah Devi yang memberikan ku gelas air putih. Sepertinya Bu Eneng masih ogah menerima Devi.

“Jawab lonte!” bentakku ke Bu Eneng. Dia langsung menggeleng cepat ketakutan.

“Bagus.. Pokoknya kalau Devi sampai ngeluh ke saya, kalian jangan heran kalau si Ujang tiba-tiba bisa naek pangkat jadi Kades Cicilok..” ancam ku kepada mereka. Kali ini mereka menjawab dengan kompak.

"Terus apa kompensasi kalian uda bikin saya naik darah kaya gini?" pungkas ku pada mereka. Saatnya transaksi hehehe..

“Saya nyerahin si Eneng sesuai janji saya. Ga usah di transfer yang semilyar itu. Anggep aja saya minta maaf sama Mas Bos..” Pak Jaelani langsung tanggap dengan SOP ku.

Devi, Rachmat serta Istri nya sampai melongo tidak percaya kalau si tua bangka ini segitu rendahnya sampai menawarkan istri nya sebagai upeti kepada ku.

“Saya ga tertarik..” ujarku cepat. Mereka semua langsung bernapas lega mendengar penolakan ku. Juragan Japran emang baik hati..

“Tapi tetep lonte ini sekarang jadi budak saya. Kalau sampai dia ngelawan, keluarga kalian yang jadi tarohannya..” ujarku dingin. Nafas mereka kembali tercekat. Duh Gustiii... kompeni kejem amatttt……

“Gimana?” tanyaku karena belum mendapatkan konfirmasi dari mereka bertiga. Mereka melenguh pasrah dengan syarat ku.

“Iya Mas Boss..” ujar mereka kompak. Bagus bagus… gara-gara gue, keluarga mereka jadi harmonis kan?

“Supaya makin akur.. saya mau kalian ngewe bertiga..” ucapan ku barusan bagai petir di siang bolong.

“BURUANNNN!!!!”

-----
Mantep Bu kades
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd