Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT Sanggupkah Aku Menjaganya? (Kisah Nyata)

Bimabet
Jadika judul sinetron indosi** aja :

PK yg tak dianggap, mati kejepit memek dengan kontol setengah tegang..
 
Wah padahal bagus bgt ceritanya hu.

Tp kl udh ada PK emang repot sih.


Terimakasih sudah mau berbagi hu
 
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
Terlintas pikiran buat update perpisahan sama suhu disini, masih ada yg penasaran sama Ardi dan Didi?
 
terima kasih kak udah mau berbagi cerita..telling storynya bagus bnget..
sedih klo mandeg ditengah jalan..
lanjutin kak..
tapi gimna kakak saja..tetap semngat berkarya..
 
Bimabet
#HIDANGAN PENUTUP#


Setelah pamit kepada orangtuaku, mobil kami langsung melaju. Ardi membawanya cukup kencang, ia berdalih untuk menghindari macet. Aku mencoba duduk tenang disampingnya. Meski sebenarnya aku merasa khawatir, deg-degan dan bahagian juga.

Kami menyempatkan mampir ke sebuah swalayan untuk membeli beberapa perbekalan untuk di jalan dan dilokasi nanti. Aku membeli beberapa cemilan, air mineral dan beberapa minuman ringan. Saat aku berbelanja, Ardi lebih memilih untuk menunggu di mobil. Ia beralasan agar tidak terkena biaya parkir.

Setelah aku kembali masuk ke mobil, Ardi kembali memacu mobilnya. Ardi sempat menggerutu saat ingin jalan tiba-tiba ada petugas parkir yang datang dan meminta bayaran. Selalu saja seperti ini pikirku. Banyak orang yang merasa telah disinggahi, padahal yang menyinggahi tak merasa singgah. Pada akhirnya meminta pertanggung jawaban. Bukankah tidak menyenangkan ketika kita harus bertanggung jawab atas apa yang tidak kita lakukan?

Setelah beberapa jam perjalanan, akhirnya kita sampai juga di lokasi tujuan kita. Cukup sepi pikirku. Hanya ada beberapa mobil yang terparkir meski sudah memasuki akhir pekan. Sejenak aku coba mengamati keadaan sekitar, tempatnya memang bagus.

Ini menjadi yang pertama bagiku, namun bukan untuk Ardi. Dia mengenal tempat ini saat beberapa waktu yang lalu kantornya melakukan kegiatan capacity building di tempat ini. Suasananya rindang, cukup banyak pohon disini. Tempat ini terbagi atas beberapa kelas. Ada yang berbentuk pondokan, ada juga yang berbentuk kamar layaknya hotel. Deru ombak bisa terdengar dari ruang resepsionis. Hawa laut sudah mulai menghipnotisku.

Setelah menyelesaikan administrasi, mobil kami mulai menyusuri jalanan di hotel ini. Cukup besar juga pikirku. Sepanjang perjalanan aku bisa melihat beberapa fasilitas yang ada di hotel ini. Dari mulai spa, lapangan tenis, peminjaman sepeda, dan yang tentunya adalah kolam renang.

Tak butuh waktu lama mobil kami langsung terpakir di depan pondokan yang tidak begitu menghadap ke laut, terjeda satu pondokan sejenis dan jajaran pohon kelapa yang rindang. Aku masih sibuk mengeluarkan barang bawaanku yang sebenarnya tidak terlalu banyak, hanya tas ransel ukuran sedang. Ardi kemudian membantu membawa barang belanjaan kami setelah berhasil membuka pintu kamar pondokan kami.

Nuansanya sejauk, itu yang pertama kali ku rasa. Sengaja aku meminta untuk tidak langsung menghadap laut karena khawatir akan berisik saat malam dan angin yang kencang. Pondokan kami terbagi atas dua ruang. Di depan pondokan terdapat teras yang terdapat dua kursi sedang dengan meja kecil di tengahnya. Ruang pertama langsung bertemu dengan ranjang king size dengan sprei putih. Kemudian berlanjut ke ruangan kedua yaitu kamar mandi lengkap dengan shower dan, bathup, waw.

Setelah kami menyimpan barang-barang, aku langsung rebahan di kasurnya. Terasa sejuk. Entah efek angin atau pendingin ruangan yang sepertinya baru saja dinyalakan. Sementara Ardi sibuk memilih saluran televisi kabel.

“gimana yang? Enak gak tempatnya?’ Tanya Ardi sambil melihatku
“ya lumayan yang, haha keren juga sih” aku membalas sambil coba menikmati suasana yang ada

Jam masih menunjukan dua siang. Kami memutuskan untuk mengisi perut dengan nasi bungkus yang tadi sempat kami beli di jalan. Sebelum makan aku berniat untuk mengganti celana jeans panjang yang ku gunakan. Saat aku kembali dari kamar mandi, Ardi Nampak sedang menyiapkan hidangan kami.

“kok bajunya gak sekalian diganti yang?” Tanya Ardi saat aku duduk disampingnya
“ya ngapain, aku gak betah kalo duduk di lantai pake celana panjang” aku membalasnya dengan santai
“ya aneh aja sih, pake kemeja tapi bawahnya celana pendek, kaya boxer gitu” ardi mengomentari pakaianku saat ini
“yaudah sih yang, mau makan apa mau jadi fasion desainer?” aku membalasnya

Terkadang kita sibuk mengomentari hal yang tidak perlu kita komentari. Kita sibuk mengkoreksi orang lain sampai lupa untuk memperbaiki diri sendiri.

Masih cukup siang saat kami selesai membereskan bekas makan kami siang ini. Cuaca masih cukup panas di luar untuk sekedar bermain di pantai. Kami memutuskan untuk menunggu sore agar tidak terbakar sinar matahari nantinya.

Aku kemudian membereskan beberapa barang bawaan kami, termasuk kue tart yang tadi sempat kami beli. Ukurannya tidak terlalu besar, hanya simbol dari perayaan yang coba kita rayakan pada hari ini.

Kemarin merupakan anniversary kami yang ke, ah sudahlah tidak penting. Kami sebenarnya tidak menganggap itu penting. Tapi tujuan liburan kami kali ini adalah sebagai perayaan anniversary yang tidak pernah kami lakukan. Sekaligus mungkin jadi moment kebersamaan kami sebelum sibuk mengurus pernikahan enam bulan lagi.

“yang, beres-beres mulu, nanti juga berantakan lagi” Ardi mulai memperhatikan ku
“ya ngapain dong? Orang mau ke pantai udah gak sabar” aku mencoba mencari kesibukan
“yaudah ngapain kek yuk, hehe” Ardi mulai memberi kode
“dih, emang mau ngapain?” aku berpura-pura

Aku kemudian menyusulnya duduk di tepi ranjang dengan membawa keripik. Ardi sendiri saat ini posisinya sedang rebahan di kasur.

“yang, aku takut tau” aku mulai membuka obrolan
“takut kenapa yang?” ardi mulai duduk disampingku
“ya takut, hahah” aku mulai khawatir
“yaudah kalo gitu kita pulang aja, dari pada kamu gak nyaman” ardi coba membuatku tenang
“dih, sayang dong uangnya. Kamu mau gak?” aku menawarkan keripik padanya
“aku maunya kamu yang, boleh gak?” ardi mulai menggoda dengan mencium pundak ku
“dih, apaan kali, huhu” aku kemudian bangkit dari kasur menuju meja di depan tv tempat menyimpan makanan

Aku kemudian berjalan di kaca, mencoba melihat keadaan sekitar. Masih cukup terik meski sudah jam setangah tiga sore. Terlihat mulai berdatangan beberapa pengunjung. Nampaknya hotel ini menjadi favorit di wilayah ini.

Aku kemudian menyusul Ardi yang sudah lebih dulu rebahan di kasur, sepertinya dia sudah mulai bernafsu. Aku kemudian duduk dikasur dengan kaki ku berada diatas kasur. Ardi kemudian bangkit, duduk di sebelahku yang sibuk dengan handphone ku, mencoba mengalihkan rasa grogi.

“yang, kamu mau gak” ardi bertanya padaku
“mau apaan sih yang?” aku tak berani melihat ke arahnya
“hmm, ya gak apa-apa sih hehe” ardi langsung ciut
“ya masa cewe duluan yang ngajak, gengsi lah” aku mencoba memberi kode telak!

Tak menunggu waku lama, tangan Ardi memegang daguku membuat ku terpaksa menoleh ke wajahnya, abu-abu penuh nafsu.

Kami langsung berciuman, bibirnya melumat bibir bawahku. Aku yang mendapat serangan mendadak sebenarnya kurang nyaman dengan posisi seperti ini. Posisiku yang berada disamping mengharuskan kepalaku mendongak ke samping.

Tak tahan dengan leher yang mulai pegal, aku melepas ciuman kami. Aku kemudian turun dari tempat tidur, aku menyimpan keripik yang tadi aku bawa ke ranjang. Sebelum aku kembali ke ring pertarungan, aku sempatkan meminum untuk membersihkan mulutku dari sisa singkong yang di potong pipih.

Aku langsung memposisikan duduk di atas pangkuannya. Dia yang mendapat serangan mendadak terlihat agak kaget. Ardi langsung menegakan badannya. Kini posisi dadaku tepat berada didepan wajahnya.

“jangan lama-lama ya, yang” aku memberikan peraturan untuk pertarungan kali ini
“lah emang kenapa yang?” Ardi protes sambil tangannya mencoba merangkul pinggang rampingku
“ya gak apa-apa sih, pengen cepet ke pantai” aku memberi alas an pasti
“yaudah deh yang, tapi emang kamu di pantai mau berenang?” Ardi kembali mengajukan interupsi
“kamu ini banyak omong yah, jadi males aku sama kamu” aku mulai merajuk sambil mendorong tubuhku menjauh
“hahaha, maaf, aku grogi yang, deg-degan, hahah” Ardi merayu dengan menciumi dadaku yang masih tertutup kemeja flannel warna biru
“dih, apaan kali. Tegang mah nanti tuh malem pertama” sialnya aku malah membalas pemborosan waktu ini
“ini kita mau ngobrol terus yang?” Ardi mulai meremas payudaraku yang masih tertutup bungkusnya

Aku tak membalas dengan kata-kata, biar bibir kami yang saling berbicara. Ciuman kami berjala normal, santai namun basah. Tangan ku sibuk memegangi dagu Ardi agar tetap mendongak sedang tangan Ardi sibuk memeluk pinggang ku.

Perlahan tangan Ardi mulai mencari mainan baru. Tangannya mulai merayap ke depan atas tubuhku. Sampai pada tempat yang dituju, dia langsung bergerak langsung menjalankan tugasnya. Remasan demi remasan dilancarkan untuk memanjakan tuan putri.

Ciuman kami berubah menjadi ciuman yang panas. Aku bisa merasakan hawa di ruangan ini menjadi hangat meski pendingan udara sudah dinyalakan sedari tadi. Birahi kami bergumul, saling memuaskan syahwat, mencari kenikmatan bathin berbalut dosa.

Lidah kami kini saling beradu, saling membelit dalam balutan liur yang sesekali menetes. Kemeja ku sudah mulai tak karuan akibat remasan yang tak beraturan. Otak Ardi nampaknya mulai kebingunan apakah harus menikmati ciuman atau daging kenyal 34B milik kekasihnya.

Jengan dengan posisi yang mendongak, Ardi melepaskan ajang pertukaran air liur kami. Beberapa tetesan menjadi saksi betapa birahi kami sudah sampai diujung penantian. Wajah sayu penuh nafsu menjadi pemandangan dibawahku saat ini.

“aku cape yang, boleh gak aku minum dulu?” Ardi mulai mengeluh
“hahah, yaudah kalo mau minum mah yang” aku kemudian mengikat rambut panjang sebahuku yang di cat pirang di ujungnya
“tapi aku pengen minum susu kamu yang, heheh boleh ya?” Ardi berkata sambil meremas payudaraku
“dih, huhuhu” aku protes tapi sambil membuka kancing kemeja ku yang sudah semraut

Aku membuka secara perlahan. Ketika kancingnya sudah terlepas aku tidak langsung menyibakan kemejanya. Aku mencoba menggodanya dengan memintanya untuk tidak memegang sebelum aku minta.

Perlahan aku menyibak kemejaku sampai terlihat bra mini dengan renda di bagian cupnya yang hanya menutupi bagian putting ke bawah. Bra berwarna hitam ini begitu kontras dengan warna kulit ku yang putih agak kuning langsat.

Aku langsung membuka dan membuang kemeja yang mulai basah oleh keringat itu entah kemana. Perut rata hasil olahraga menjadi sajian Ardi saat matanya melihat kebawah. Aku sengaja membusungkan dadaku agar nafsunya semakin bangkit.

Dengan sedikit menjauh dari dadanya, aku kemudian berusaha membuka kaitan yang berada dibelakang. Aku bisa melihat matanya tak bisa lepas dari gundukan daging yang suah 6 atau bahkan 7 bulan tak disentuhnya. Saat berhasil aku melepas kaitannya, aku tak langsung melepasnya. Sengaja aku sisakan cup yang hanya menutupi sebagain payudaraku ini ku pegang. Karena modelnya yang setengah terbuka, dengan jelas mata jalangnya bisa melihat kulit payudaraku yang putih dengan hiasan sedikit pembluh darah.

“sayang, kamu mau minum susu?” aku menggodanya sambil tetap menahan cupnya
“duh sayang, sumpah aku nafsu banget” Ardi mulai kelimpungan
“udah berapa lama gak minum susu aku yang?” aku masih menggodanya
“gak tau yang, duh boleh yah?” Ardi mulai nakal dengan menyentuh tanganku
“eits, sabar dong. Emang mau diapain sih?” aku masih menggoda dengan tampak sok nakal
“ahh sayang, aku mau gigitin pentilnya, aku jilatin semua toket kamu, aku mau cupang semuanya sampe merah semua deh pokoknya” suaranya mulai bergetar
“Ardi sayang, lakukan sesukamu” aku berkata sambil melepas cup yang sedari tadi menutupi payudaraku

Dalam hitungan sepersekian detik, payudaraku langsung menjadi santapan mulut Ardi yang lapar. Payudaraku dijilatinya habis sambil tangan kirinya meremasi payudara sebelah kanan ku. Sesekali giginya menggigit kecil puting payudaraku yang sudah mengeras. Tak jarang kombinasi antara jari telunjuk dan ibu jari yang mencubit puting yang satu menimbulkan sensasi tersendiri.

Aku dekap kepalanya agar terus berada di dada ku. Sesekali aku meremas rambutnya sebagai ekspresi kenikmatan yang diberikannya. Aku juga menbusungkan dada ku agar Ardi mudah dalam melahapnya.

Secara telaten Ardi bergantian mencupangin kulit payudara ku. Kombinasi antara sedotan dan remasan cukup membuatku mabuk kepayang. Terlebih bukit ini sudah tak lama di jamah oleh pemiliknya. Rintihan demi rintihan tak sadar aku keluarkan saat Ardi menghisap putting payudaraku, seakan ada air susu yang keluar dari sana.

Setelah sekitar 15 menit Ardi memerahkan payudaraku dengan hasil cupangannya, dia melepaskan bukti indah meski tak berbunga ini. Selain kini penuh dengan beberapa titik merah bekas sedotan bibirnya, payudaraku kini sudah basah dengan air liur yang mungkin bercampur dengan keringat ku. mendaki gunung memang melelahkan, apalagi jika ditambah nafsu birahi.

Aku seidkit memundurkan badanku agar agak menjauh darinya. Sejenak aku pandangi wajah sayu penuh nafsu yang berada sejajar dengan dadaku. Wajahnya kusut, tapi memancarkan aura kepuasan. Persis seperti bayi yang tertuntaskan hausnya. Rambutnya yang cukup berantakan sedikit menggambarkan betapa aku menahan gairah atas perlakuannya.

“gimana? enak gak yang?” Tanya Ardi sambil melingkarkan tangannya di pinggul telanjangku
“hahaha, kamu kayanya haus banget sih” aku balas dengan senyuman
“ya iya lah, siapa yang tahan dikasih susu kaya gini, mmmm” jawabnya sambil membenamkan wajahnya di belahan dada ku
“ihh, apaan sih yang. Eh kamu buka deh bajunya” aku mencoba memaksanya

Setelah Ardi membuka bajunya, terlihatlah dada yang sebenarnya tidak teralu bidang, namun cukup menarik jika dilihat. Terlihat tak cukup banyak lemak yang tertimbun di perutnya yang rata. Setelah bajunya terlepas, aku merapatkan payudaraku di dadanya. Ada sensasi menyenangkan ketika putting payudaraku yang mengeras bertemu dengan dadanya.

Ardi kemudian rebahan di kasur yang sudah mulai terlihat berantakan. Kami berdua sama-sama bertelanjang dada. Ada rasa nyaman dan tenang saat seperti ini. Apalagi saat Ardi mulai membelai rambut panjangku yang menutupi punggung. Sesekali tangan nakalnya meremas pantat ku. Namun tak ku hiraukan, aku ingin merasakan kedamaian ini lebih lama.

Kami bercerita tentang banyak hal. Ingin sekali rasanya waktu ku hentikan sejenak. Ditambah suara samar ombak diluar sana, membuat suasana ini makin menyenangkan. Tak jarang ciuman kecil mengiringi obrolan kami sore ini. Sesekali pinggulku bergerak untuk memberikan sensasi pada penis Ardi yang sejak tadi berdiri dibalik celananya.

Kami akhirnya beranjak dari tempat tidur. Jam sudah menunjukan pukul 4 sore. Aku langsung bergegas menuju kaca ukuran sedang yang beada di kamar mandi. aku penasaran dengan hasil karya mulut Ardi di payudaraku. Cukup banyak cupangannya, dan hamper rata di seluruh bagian.

Melihatku sedang bertelanjang dada, tanpa basa-basi Ardi langsung memeluk ku dari belakang. Bibirnya langsung mengecupi pundak ku yang terpampang. Dengan segera tangannya berada di benda kenyal di dadaku. Jadilah sore ini kita melanjutkan percumbuan. Tapi sebelum berlanjut lebih jauh, aku melepaskan diri.

“sayang ih, hayu ke pantai nanti keburu sore” aku menggeliat sambil berusaha melepaskan pelukannya
“Mmmm, boleh gak sih kaya gin terus?” Ardi masih enggan untuk beranjak
“nanti malem aja, orang mau ke pantai” aku pergi meninggalkannya dan langsung memakai bra yang tadi terserak dilantai.
“emang malem mau ngapain yang?” Ardi mengekor di belakang ku
“ya kan perayaan ultah kita kan? Emang mau ngapain?” aku menjawab sambil mencari pakaian untuk renang dalam task u
“mm, boleh gak nanti habis dari pantai kita mandi bareng?” Ardi sepertinya mulai terpancing
“ke pantai aja belum, udah ngomongin pulang aja” aku menjawab sekenanya



#SELAMAT MENIKMATI#
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd